12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan Tindak Pidana Narkotika
1. Tinjauan Umum tentang Penyidikan
Sesuai Pasal 1 angka 2 KUHAP yakni berdasarkan pertimbangan penyidik berdasar cara yang diberi wewenang dalam peraturan perundang- undangan ini gunamenemukan dan mengumpulkan barang bukti yang terjadi serta menemukan tersangka.1Sedangkan Menurut Harahap, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Tindakan penyidikan ditekankan pada tindakan “mengumpulkan serta mencari barang bukti agartindak pidana yang didapatkan bisa menjadi barang bukti, dan agar bisa ditemukan dan ditetapkan pelakunya”.2
Dalam hal ini, tindakan penyidik pada lingkup langsung di lapangan (TKP) penyidikan dilakukan dengan mengumpulkan data serta informasi dan juga bukti yang diperoleh di Tempat kejadian perkara (TKP), mengenai apa-apa saja yang berkaitan tindak pidana tersebut. Akibatnya, karena tersangka telah melanggar hukum, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menghadapi hukumansebagai akibat perbuatannya.
Kemudian yang berwenang dalam melaksanakan proses penyidikan bedasarkan Pasal 1 Angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang dimaksud dengan Penyidik ialah aparat kepolisian
1 Lihat Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
2M.YahyaHarahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan.(Jakarta: Sinar Grafika, 2013) hal. 109
13 negara atau beberapa pegawai negeri sipil di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang secara khusus diberikewenangan oleh undang-undang untuk penyidikan.3
Sesuai Hamrat Hamid dan Harun Husein, suatu proses penyidikan secara prosedural dianggap telah dimulai apabila pejabat yang berwenang di lembaga penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan, setelah polisi menerima pengaduan atau data yang menunjukkan adanya tindak pidana, atau mengidentifikasi sendiri bahwa kejadian yang diperkirakan adalah tindak pidana. bertindak. Keistimewaan ini juga berfungsi untuk mencegah penyalahgunaan wewenang polisi, dan bila digabungkan dengan dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan yang baru, hal itu memberikan jaminan bagi hak-hak tersangka untuk dilindungi.4
Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam hal penyidikan, yang bertugas melakukan penyidikan yakni pejabat pegawai negeri sipil tertentu atau pejabat polisi negara Republik Indonesia yang secara khusus diberi wewenang oleh undang-undang guna melaksanakan penyidikan. Kemudian dalam hal ini aparat penegak hukum juga terkait dengan hal pembatasan, penahanan adalah bentuk dari pembatasan bahwasanya orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini dibatasi haknya untuk beberapa saat dalam proses penyidikan lebih lanjut. Guna penyidikan ini demi menjamin serta melindungi hak asasi serta tidak
3Lihat Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
4 Suswantoro dkk, 2018. Perlindungan Hukum Bagi Tersangka Dalam Batas Waktu Penyidikan Tindak Pidana Umum Menurut Hak Asasi Manusia, Surabaya, Jurnal Hukum Magnum Opus, Vol.1 No.1, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
14 merendahkan harkat martabat manusia.
2. Tinjauan tentang Penyidikan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Penyidikan ialah sekumpulan tindakan yang penegak hukum, Polri, atau pejabat lain laksanakan berdasar kewenangan yang undang-undang berikan, serta dilaksanakan lewat beberapa proses, termasuk memperoleh bukti yang cukup dan menetapkan tersangka atau orang. diduga telah melakukan tindak pidana.
Proses penyidikan masalah tindak pidana narkotika merupakan cara penyidikan atau sistem yang digunakan guna mencari dan mengumpulkan barang bukti guna menemukan tersangkanya dan menentukanterkait tindak pidana yang terjadisesuai KUHAP. Setelah tindakan penyidikan, sistem peradilan pidana beralih ke tindakan penyidikan.
Mengenai dasar hukum penyidikansama dengan di Sat Res Narkoba Polres Tulungagung bergerak dengan mempergunakanaturan yang sudah ditetapkan undang-undang sebagai pedoman. Tak terkecuali dalam hal proses penyidikan, Sat Res Narkoba Polres Tulungagung sesuai pada :
a. Peraturan Pemerintah RI No.27 Tahun 1983 terkait Pelaksanaan KUHAP.
a. UU No.2 Tahun 2002, terkait Kepolisian Republik Indonesia.
b. Pasal 8 ayat (3) serta pasal 10 ayat (1) KUHAP.
15 Demikian dengan tahap penyidikan awal dimulai penyidikan tahap pertama pada penyidikan yakni membantu rencana penyidikan. Rencana investigasi ini dibuat supaya arah investigasi, metode yang akan dipakai, orang yang akan dipakai, serta jangka waktu yang diperlukan untuk investigasi semua dapat ditentukan dari awal. Untuk melakukan penyidikan terhadap suatu perkara, penyidik terlebih dahulu harus menyusun strategi penyidikan.
Ada macam-macam kegunaan dari merencakan penyidikan yakni:
a. Memberi penjabaran tentang penyidikan yang akan dilakukan jika tindakan yang penyidik lakukan tidak dapat diterima, sehingga dapat dilakukan perubahan dengan menggunakan metode dan prosedur dalam penyidikan.
b. Termasuk proses kontrol yang atasan penyidik lakukan atas penyidikan yang akan penyidik lakukan.
c. menghindari penyidik yang menjalankan wewenang selama pemeriksaan.
Penyidikan bertujuan mengumpulkan ataumenemukandata, bukti serta keterangan yang dipergunakan dalam Membuat titik terang terjadinya tindak pidana dan Siapa yang secara pidana bisa dipertanggungjawabkan atas tindak pidana tersebut.
Sedangkan sasaran penyidikan sendiri yakni bisa ditentukanbahwa sasaran penyidikan yang Sat Res Narkoba Polres Tulungagung lakukan, yaitu :
16 a. Tempat daerah dimana suatu kejahatan telah dilakukan.
b. Siapa yang bisa dipertanggungjawabkan (secara pidana atas tindak pidana itu).
c. Membuat terang tindak pidana yang terjadi.
Dalam hal tindak pidana narkotika, dengan dasar hukum UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika yang mana dalam melaksanakan tindakan penyidikan ialah tidak hanya dari pihak kepolisian saja melainkan juga ada lembaga lain yang berwenang yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN), hal ini sesuai Pasal 64 (1) undang-undang narkotika.
Seperti yang tertuang di dalamnya, dalam badan inilah laludiberi wewenang oleh pemerintah dengan polri guna memberantas serta mengungkap tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika yang tidak ada sebelumnya di dalam undang-undang lama. Hal yang perlu dilakukan antara Polisi dan BNN adalah berkoordinasi untuk melakukan penyidikan lebih lanjut. Dalam hal ini perlu dilakukan kerjasama seperti halnya pihakPolisi menginformasikankepadaBNNapayangpolisilakukan terkait penyidikan tersebut, dengan kata lain saat kondisi itu.
Polisi memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan.
Sebaliknya, polisi bukanlah satu-satunya penyidik dalam kasus narkotika;
mereka bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional. Badan Narkotika Nasional mengontrol kewenangan penyidikan polisi dalam kasus narkotika. Lampiran ini diperlukan karena BNN harus diberitahu tentang apa yang telah dilakukan polisi terkait penyelidikan tersebut. BNN, di sisi
17 lain, harus melapor ke polisi jika sedang melakukan penyelidikan. Secara teori, pendekatan ini mengatur koordinasi antara Polri serta BNN dan dapat mencegah tumpang tindih kewenangan. Yang tidak diatur dalam undang-undang ini yaitu apa jadinya apabila polisi dan Badan Narkotika Nasional bersama-sama menetapkan tindak pidana narkotika dan melakukan penyidikan.5
Persyaratan penyidikan tindak pidana narkotika yang diatur pada undang-undang pidana khusus telah berkembang seiring dengan perkembangan peraturan perundang-undangan narkotika di Indonesia.
Setelah berlakunya UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika yang berwenang dalam penyidikan serta penyidikan tindak pidana narkotika serta pembatasan perluasan taktik penyidikan tindak pidana narkotika, terjadi perubahan yang signifikan. Pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan serta pencegahan peredaran gelap serta penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika.
Dalam hal teknik penyidikan ini terdapat teknik penyadapan. UU No 35 Tahun 2009 terkait Narkotika. Pasal 75 huruf (i):dijabarkan
“penyadapan” merupakan rangkaian penyidikan dan/atau penyidikan yang Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN lakukan mempergunakan alat elektronik berdasar kemajuan teknologi dalam percakapan dan/atau pengiriman pesan lewat telepon atau alat
5Jonathan, Tesis: “Peran Kepolisian Dalam Penegakan dan Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba Terhadap Pengguna”, (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2019)
18 komunikasi elektronik lainnya.6Hal mengenai penyadapan dalam UU ITE dilarang karena termasuk pelanggaran privasi. Akan tetapi, disini ada pengkhususan karena dalam pelaksanaan penyadapan ini dalam rangka penyidikan yang dilindungi hukum yang terkait.
Adapun Keweangan BNN terhadap pasal 75 Undang-undang narkotika adalah Penyidik BNN juga berwenang:
a. Menyerahkan langsung barang bukti, tersangka serta berkas perkara kepada penuntut umum, termasuk barang rampasan;
b. Memberikan arahan pada lembaga keuangan dalam memblokir rekening yang diduga merupakan hasil peredaran gelap Narkotika dan Prekursor milik pihak lain yang terkait atau tersangka;
c. memperoleh informasi terkaitkondisi keuangan tersangka yang tengah diperiksa dari berbagai lembaga keuangan d. memperoleh informasi terkait peredaran gelap serta
penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
e. meminta langsung pada pejabat yang berwenang dalam memberikan larangsseorang keluar negeri;
f. meminta data perpajakan serta data kekayaan tersangka dari alat bukti permulaan kelompok umur yang bersangkutan; dan H. meminta bantuan orang lain.
6 Penjelasan Pasal 75 huruf (i) UU No Tahun 2009 terkait Narkotika.
19 Dalam prosesnya penyidik dilindungi oleh UU narkotika serta undang-undang ITE. Mengapa demikian? Dikarenakan sangat berpotensi perkembangan teknologi untuk dimanfaatkan pelaku tindak pidana narkotika dalam memberikan keuntungan yang besar, maka penyadapan untuk memprediksi pertumbuhan teknologi informasi yang dimanfaatkan oleh para penjahat dan prekursor narkoba dalam mengembangkan jaringan nasional dan internasional. Untuk melumpuhkan atau menghapus jaringan atau sindikat Narkotika, serta Prekursor Narkotika, penyidik harus membobol sistem komunikasi atau telekomunikasinya, termasuk melacak keberadaan jaringan itu.7
Kemudian, pada Pasal 75 huruf (j) UU RI No 35 Tahun 2009 terkait Narkotika mengatur tentang kewenangan penyidik dalam menyelidiki, Pembelian terselubung dan pengiriman terkontrol adalah dua dari metode ini. Pasal 79 mengatur mengenai penggunaan teknik pembelian terselubung, berbunyi: “Teknik penyidikan dan penyerahan pembelian secara terselubung di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 75 huruf j dilaksanakan Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan.” UU No 5 Tahun 1997 terkait Psikotropika mengizinkan penyidikan dengan cara pembelian terselubung, serta diatur dalam Pasal 55 huruf a, serta dalam Pasal 75 UU No 35 Tahun 2009 terkait Narkotika.8
Penyidik Tindak Pidana Narkotika bertugas membeli terselubung ini, meskipun tidak semua penyidik diperbolehkan melakukannya.
7 Penjelasan UU No 35 Tahun 2009 terkait Narkotika. Pasal 75 Huruf (I)
8 Mulyarsi R, Chyndida, dkk.
20 Terjadinya pembelian tersebut haruslah oleh penyidik yang sudah diberi surat perintah atau pekerjaan oleh pimpinan guna melakukan hal itu. UU Narkotika memberikan perlindungan kepada penyidik yang menggunakan cara pembelian secara sembunyi-sembunyi.
B. Tindak Pidana Jual beli Narkotika Secara Online
1. Tinjauan tentang Tindak Pidana Jual Beli Narkotika
Seperti yang termaktub pada UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika Pasal 1 ayat (1) menjabarkan bahwasanyaNarkotika ialahobat atau zat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan atau bukan tumbuhan, baik sintetik ataupun semi sintetik, yang menimbulkan hilangnya rasa, menghilangkan atau mengurangi rasa sakit, serta bisa menyebabkan tingkat ketergantungan yang bervariasi tergantung golongannya.9
Secara umum narkotika ialah sejenis bahan kimia yang mempunyai efek tertentu bagi individu yang memakainya, misalnya disuntikkan ke dalam tubuh.Penggunaan istilah narkotika bukan “narkotics” pada farmacologie (farmasi), namun artinya sama dengan “drug” yakni sejenis zat yang jika digunakan akan berpengaruh pada tubuh si pengguna. Pada awalnya penggunaan narkotika hanya menjadi alat bagi upacara ritual keagamaanserta pengobatan.
Menurut penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa narkotika memberikan efek kepada pemakai yang mengakibatkan kehilangannya kesadaran pemakai sehingga memberikan rasa nyaman
9UU No 35 tahun 2009 mengenai Narkotika Pasal 1 ayat (1)
21 untuk melakukan sesuatu yang bahkan diluar kendalinya yang dapat membahayakan lingkungan sekitar, serta menyebabkan ketergantungan, halusinasi, rangsangan serta hilangnya rasa sakit
Narkotika ialah obat atau zat yang banyak dipergunakan tenaga medis dalam penelitian serta pengobatan sertamemiliki beberapa penggolongan. Narkotika menurut Pasal 6 Ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 terkait Narkotika digolongkan dalam 3 (tiga) golongan10 meliputi:
a. Narkotika Golongan I terdiri dari narkotika yang hanya bisa dipakai penelitian ilmiah serta bukan untuk tujuan terapeutik, dan memiliki potensi kecanduan yang tinggi karena ketergantungan. Misalnya: ganja, kokain serta heroin.
b. Narkotika Golongan II terdiri dari narkotika dengan kualitas obat memiliki potensi kecanduan yang tinggi,sebagai tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan, bisa dipakai terapi, ataudipakai sebagai upaya terakhir. Misalnya: turunan/garam dalam golongan tersebut, petidin serta morfin.
C. Narkotika Golongan III yang tergolong bersifat terapeutik, banyak dipakai untuk terapi serta penelitian ilmiah, dan memiliki risiko kecanduan yang rendah. Misalnya: garam narkotika serta kodein.
Golongan narkotika semuanya rata-rata mengakibatkan ketergantungan, namun ada yang berpotensi ringan hingga berat yang
10 Lihat Pasal 6 Ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 terkait Narkotika
22 memberikan efek berbeda-beda pada pemakai tergantung golongan yang dikonsumsi.
Dari segi aturan, ruang lingkup materi, dan bahaya peningkatan kriminalitas, penjabaran Umum UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika cakupannya lebih luas. Kenyataan bahwasanya prinsip serta norma perundang-undangan yang berlaku tidak lagi memadai untuk memberantas serta mencegah peredaran gelap serta penyalahgunaan narkotika. Sistem hukum pidana di Indonesia gunaa pengaturan tindak pidana narkotika meliputi:
Berdasar UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika Hukum pidana perbuatan yang dilarang terbagi menjadi: perbuatan pidana, kesalahan, dan pemidanaan. Hukum pidana yang berkaitan dengan narkotika dalam UU No 35 Tahun 2009 diatur dalam Bab XV KUHP, Pasal 111 sampai 148.
Menurut UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika, ada empat jenis perbuatan melawan hukum yang hukum larang serta bisa berakibat sanksi pidana, yaitu:11
a. KategoriI meliputi perbuatan seperti menyediakan, menguasai, menyimpan, serta memiliki Narkotika dan Prekursor Narkotika b. Kategori II meliputi perbuatan seperti mengedarkan, mengekspor, mengimpor atau membuat Narkotika dan Prekursor Narkotika
11SiswantoSunarso,Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika, (Jakarta:RinekaCipta, 2012), hal. 256.
23 c. Kategori II meliputi perbuatan seperti menyerahkan,menukarkan, bertindak sebagai perantara dalam jual beli,menerima, membeli, menjual, menawarkan untuk dijual Narkotika dan Prekursor Narkotika.
d. Kategori IV meliputi perbuatan seperti mentransmisikan, mengangkut, mengirim, atau membawa Narkotika dan Prekursor Narkotika
Undang-undang pun sudah memberi atauran jenis sanksi yang akan diberikan pada pelakutindak kejahatan Narkotika, salah satunya seperti yang sudah tercantum dalam Pasal 114 UU No 35 Tahun 2009 terkait narkotika yang berbunyi12:
a) “Setiap orang yang tanpa mempunyai wewenang yang sah untuk itu menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, penukaran, atau penyerahan Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara. paling singkat 5 tahun dan paling lama 5 tahun 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00.
b) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, penukaran, penyerahan, atau penerimaan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang beratnya lebih dari 1) atau melebihi 5 kilogram dalam bentuk tanaman. Pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, serta pidana denda paling banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3”.
Menurut penulis, berikut penjabaran terkait Pasal 114 ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika:
12 Lihat Pasal 114 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
24 a. Setiap orang, setiap orang yang dimaksud adalah setiap orang
yang sama dengan penjelasan dalam Pasal 112,orang yang identitasnya tercantum pada dakwaan Penuntut Umum,orang yang diajukan ke persidangan. Hanya orang yang sehat mental yang dapat dimintai pertanggungjawaban karena setiap orang harus menunjukkan kemampuan berpikir sebagai syarat untuk menjadi subjek kejahatan.
b. Menawarkan untuk menerima, membeli, menjual, dijual, bertindak sebagai perantara dalam jual beli, penukaran, atau penyerahan tanpa izin atau melanggar hukum.
- Menawarkan untuk dijual ialah memberikan kesempatan pada oranglain menjual barang guna memperoleh uang.
- Menjual berarti memberi sesuatu pada orang lain dengan imbalan uang tunai atau uang.
- Membeli berarti mendapatkan sesuatu dengan imbalan uang, yang memerlukan pembayaran moneter yang setara dengan nilai barang-dagangan yang diperoleh.
- Bertindak sebagai perantara pada proses jual beli, yaitu bertindak menjadi penghubung penjual dengan pembeli dengan imbalan jasa atau keuntungan.
- Menukar berarti menyerahkan barang untuk ditukar dengan pengganti, baik yang setara atau tidak.
25 - Menyerahkan berarti menyerahkan kendali kepada orang
lain.
c. Narkotika Golongan I tidak merupakan tumbuhan, melainkan narkotika yang telah diolah berbentuk bukan tumbuhan serta mengandung kandungan yang ditentukan dalam Lampiran Narkotika UU No 35 Tahun 2009.
Menurut penulis dalam hal jual beli narkotika ini tidak dapat dilandaskan pada hukum jual beli sesuai dengan apa yangvdijelaskan pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Hal tersebut akibatSyarat sahnya perjanjian diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata berbunyi: “empat syarat yang harus dipenuhi atas sahnya perjanjian yakni:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatberarti bahwa sebelum mencapai kesepakatan, para pihak biasanya melakukan percakapan untuk membuat kesepakatan antara kedua belah pihak.
b. Kecakapan dalam membuat suatu ikatanorang pada dasarnya dianggap cakap melaksanakan perbuatan hukum pada waktu umur 21 tahun ketika sudah kawin, walaupun belum memiliki umur 21 tahun serta tidak dibawah perwaliann.
c. Perjanjian pokok yang mana syarat ini tidak dipenuhi akan diakui hukum; tetapi, itu akan menjadi sah antara para pihak jika kedua belah pihak menerima dan mematuhinya.
d. Suatu sebab yang tidak terlarang (Causa yang Halal)
26 Sesuai penejelasan di atas, narkotika bukan merupakan kausa yang halal untuk diperjual belikan. Oleh sebab itu, maka Penggunaan narkotika harus dibatasi pada populasi tertentu. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa narkotika dapat menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran dan bahkan perasaan, serta ketergantungan.Penggunaan tanpa pengawasan atau pengendalian dianggap sebagai penyalahgunaan narkotika, dan efeknya dapat membahayakan kehidupan manusia, baik secara individu maupun komunal, serta negara.
2. Tinjauan tentang Transaksi Elektronik
Konvergensi telekomunikasi dan teknologi informasi telah mendorong lahir dan berkembangnya undang-undang teknologi informasi, salah satunya mendorong lahirnya alternatif untuk melakukan kegiatan bisnis yang dikenal dengan perdagangan elektronik.Pesatnya kemajuan teknologi mempengaruhi setiap bagian kehidupan manusia, termasuk penggunaan teknologi komunikasi internet, yang dapat membuat seluruh dunia seolah-olah berada di tangan kita. Media internet memungkinkan orang untuk terhubung tanpa dibatasi oleh tempat atau waktu. Banyak bisnis memindahkan operasi mereka di internet atau ke situs web.
Bedasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 terkait Informasi dan Transaksi Elektronik berbunyi sebagai berikut13:
13Pasal 1 ayat (2) UU Republik Indonesia No 19 Tahun 2016 terkait Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik
27
“Transaksi Elektronik ialah kegiatan hukum dengan mempergunakan komputer, jaringan komputer, atau bentuk media elektronik lainnya”.
Kemudian, sesuai Wiradipradja dan Budhijanto:14“di berbagai bidang sistem informasi dan teknologinya sudah dipakai, termasuk industri hiburan,lingkungan, pariwisata, industri, transportasi,telework, kesehatan (telemedicine),pendidikan (electronic education), perdagangan/bisnis (electronic commerce/e-commerce), dan juga memanifestasikan diri di ranah pemerintahan(egovernment).
C. Pengaturan Hukum terhadap Transaksi Elektronik
Banyak kalangan menyebut Undang-Undang ITE atauUU informasi dan Transaksi Elektronik, sebagai cyberlaw atau Hukum Siber Indonesia.
Undang-Undang ITE, yang juga dikenal dengan hukum dunia maya Indonesia, diundangkan sebagai jawaban atas kebutuhan bagi masyarakat negara Republik Indonesia yang mendesak untuk dapat bersaing di era global pasar bebas yang bebas. perdagangan di dunia internasional sekarang ini serta di masa depan.
Teknologi informasi sekarang ini menjadi pedang bermata dua dikarenakan bukan hanya berkontribusi pada peradaban manusia, kemajuan serta kesejahteraan, juga termasuk teknologi yang sangat rentan terhadap tindakan kriminal dan terlarang yang dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab.
14E.S. Wiradipradja dan D. Budhijanto, Perspektif Hukum Internasional tentang Cyber Law, dalam Kantaatmadja, dkk, Cyberlaw: Suatu Pengantar, Elips 11, Jakarta, 2002, hlm.88
28 Hal yang terjadi atas kemajuan teknologi informasi yakni menjadikan dunia tanpa batas, serta secara signifikan perubahan sosial terjadi begitucepat. Saat ini teknologi informasi menjadi pedang bermata dua, dikarenakan selain bermanfaat bagi peradaban manusia, kemajuan serta kesejahteraan, juga dapat digunakan untuk melanggar hukum.
Pencemaran nama baik di dunia mayatersebar luas,penyebaran virus komputer, pelanggaran privasi, peretasan, eksploitasi anak atau pornografi, pelanggaran hak kekayaan intelektual serta penipuan.
Berkaitan dengan itu, sangat penting untuk fokus pada kepastian serta keamanan hukum komunikasi, media, serta teknologi informasi supaya bisa berkembang. Akibatnya, di bidang hukum siber (cyberlaw space), ada tiga cara untuk menjamin keamanan: etika, budaya, sosial, serta hukum. Pelaksanakan pendekatan hukum mutlak bertujuan mengatasi gangguan keamanan dalam pengoperasian sistem elektronik, dikarenakan permasalahan pemanfaatan teknologi informasi tidak optimal tanpa adanya kepastian hukum.
Sudut pandang yang diungkapkan dalam penjelasan tersebut dapat dianggap sebagai konsep mendasar yang mendasari munculnya sUndang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka dari itu, saat ini UU ITE menjadi landasan untuk keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam penyediaan informasi dan transaksi elektronik, termasuk individu, pengguna, komunitas, lembaga swadaya masyarakat, pelaku korporasi, penyelenggara, dan instansi pemerintah, supremasi hukum, serta menjamin
29 perlindungan hukumselain sebagai pendekatan atas perkembangan transaksi elektronik, teknologi informasi serta telekomunikasi.
Perubahan Undang-Undang ITE Tahun 2011 menjadi UU No 19 Tahun 2016 terkait Perubahan atas UU ITE Tahun 2008 Tahun 2016.
Susunan UU itu dapat dilihat pada Tambahan Lembaran Negara, Volume 5952, sertaLembaran Negara Republik Indonesia Jilid 251keduanya diterbitkan pada tahun 2016. Modifikasi UU ITE ini terdiri dari tujuh aspek penting yang mengubah UU ITE, terutama bahwa Pemerintah sekarang diberi wewenang untuk menonaktifkan akses ke materi elektronik yang melanggar hukum, dan/atau untuk mengarahkan elektronik operator sistem untuk menonaktifkannya. Adalah ilegal untuk memiliki akses ke informasi elektronik. Pedoman baru ini bertujuan memberikan kepastian hukum kepada konsumen, memungkinkan mereka untuk menggunakan Internet secara lebih bertanggung jawab dan etis.
Alhasil, konten yang mengandung unsur SARA, radikalisme, atau pornografi bisa dikurangi.
Selanjutnya dalam undang-undang ITE terkait tindak pidana narkotika, secara khusus peraturan yang mengatur mengenai hal ini belum ada. Dalam kasus drug traffickers yang terlihat bahwa penegakan hukum di Indonesia hanya dikenakan kepada pemesan/pembeli narkotika, akan tetapi bagi penjual/ pengedar narkotika melalui sistem pengguna elektronik belum tersentuh oleh hukum, apalagi bagi pengedar yang berada di luar negeri. Juga pihak lain yang diduga terlibat dalam proses transaksi drug
30 trafficking yaitu harus bertanggung jawab pembuat dan penyelenggara
sistem elektronik atas penyelenggaran sistem elektroniknya sebagai sarana peredaran narkoba (drug trafficking) yang digunakan oleh para pelaku pengedar narkoba (drug traffickers).
Dari hal tersebut di atas dapat penulis simpulkan bahwa memang sudah ada peraturan hukum mengenai pelanggaran transaksi elektronik, akan tetapi dalam hal tindak pidana narkotika secara online belum ada peraturan khusus untuk menanganinya.