PENGARUH PROBLEMATIC INTERNET USE TERHADAP INTERAKSI SOSIAL REMAJA BANDA ACEH DAN ACEH BESAR
Bustami Yusuf
Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi E-mail: [email protected]
Ida Fitria, Program Studi Psikologi Email : [email protected]
Abstrak
Tujuan dari Penelitian adalah untuk mengetahuai hubungan Problematic Internet Use(PUI) dengan interaksi sosial remaja tingkat Sekolah Menengah Pertama(SMP) di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar. Total responden dalam penelitian ini adalah 61 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan uji korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan antara Problematic Internet Use dengan interaksis sosial (P=0.17, r=0.12). Penelitian ini berkontribusi bagi pengembangan ilmu cyberpsikology.
Kata kunci: PUI, Interkasi Sosial, Remaja, Cyberpsikology
1. Pendahuluan
Pada dasarnya, internet diciptakan sebagai penghubung setiap individu maupun kelompok melalui perangkat elektronik yang terkoneksi dengan jaringan internet1. Perkembangan teknologi internet ini secara pesat telah banyak membawa keuntungan dan kemudahan bagi para pengguna (user) itu sendiri, namun juga tidak jarang menjadi sebagai sumber masalah bagi individu2.
Banyak manfaat internet dalam melayani berbagai jenis layanan jaringan, diantaranya yang paling menonjol adalah mobile apps, World Wide Web (WWW), e-mail, game online, file sharing, internet telephony, dan lain-lain. Internet Content Provider (ICP) atau sering dikenal dengan Penyedia Isi Internet (PII) menggunakan layanan- layanan yang tersedia di internet dengan untuk mendapatkan pemasukan3. Dalam hal ini, salah satu cara untuk mendapatkan pemasukan yang lebih banyak yaitu dengan cara memikat sebanyak mungkin user. Artinya, semakin banyak dan lama waktu yang dihabiskan user untuk mengakses satu content, maka akan semakin besar pula pendapatan yang diterima oleh ICP.
Dalam hal memikat user, ICP harus mendesain Internet Content sedemikian rupa sehingga user akan terus kembali mengakases content tersebut. Misalnya dengan
1 Turban, Rainer, Potter.(2005). Introduction to Information Technology, 3rd Edition, John Wiley & Sons Inc. ISBN-10: 0471347809
2 Reinaldo & Sokang, Y.A.(2016). Mahasiswa dan Internet: Dua Sisi Mata Uang? Problematic Internet Use pada Mahasiswa. Jurnal psikologi. 43 (2), 107 – 120. e-ISSN: 2460-867x, ISSN: 0215-8884
3 Cornelia C. Krueger, Paula M.C. Swatman, Who Are the Internet Content Providers?, The Proceedings of IFIP I3E, Sao Paolo, Brazil.
menampilkan isi yang menarik, tampilan atau background yang memikat, live chatting yang tersedia, ketersediaan link-link yang terkait dengan isi, dan juga kemudahan dalam menemukan user yang lain4. Kesemuaan aspek ini akan sangat berpengaruh terhadap kebetahan user dalam mengakses internet.
Sehingga secara umum dapat dikatakan ICP memang dengan sengaja menciptakan Internet Content untuk membuat user kecanduan dengan dengan apa yang ditampilakan. Semakin lama user menghabiskan waktunya di internet, maka akan semakin tinggi profit yang didapat bagi yang mengembangkan content.
Namun, kebetahan individu dalam mengakses internet memunculkan masalah baru yang dikenal dengan Problematic Internet Use (PIU). Istilah yang digunakan untuk mengungkap dampak negatif dari penggunaan teknologi informasi internet ini, problematic internet use (PIU), memiliki empat dimensi utama diantaranya:
“(1) preference for online social interaction (POSI), mood regulation, deficient self regulation; (2) cognitive preoccupation dan (3) compulsive internet use) serta (4) negative outcome5.
Empat dimensi tersebut dapat diterjemahkan sebagai; lebih mengutamakan relasi yang dibentuk melalui internet, regulasi emosi, pemikiran obsesif terhadap hal yang dapat terjadi di internet serta kesulitan untuk mengontrol menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari, dan dampak negatif pada kehidupan.
Hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) sepanjang tahun 2016 mengenai jumlah penggunaan internet di Indonesia mengungkapkan, bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet. Terdapat 132,7 juta penduduk, dari total penduduk Indonesia sebanyak 256,2 juta jiwa, telah terhubung ke internet6. Hal ini mengidentifisakan bahwa terdapat kenaikan 51,8 % dibandingkan jumlah pengguna internet pada tahun 2014 lalu survei yang dilakukan APJII, yaitu hanya 88 juta pengguna internet. Data survei juga mengunggkapkan bahwa rata-rata pengakses interenet di Indonesia menggunakan perangkat genggam, dengan detail statistiknya; 67,2 juta orang atau 50,7% mengakses melalui perangkat genggam dan komputer, 63,1 juta orang atau 47,6 % mengakses dari smartphone, 2,2juta orang atau 1,7% mengakses hanya dari komputer7.
Survei yang dipersentasikan oleh APJII tersebut tercatat bahwa sekitar 86,3 juta orang atau 65% dari anggka total pengguna internet tahun 2016 berada di pulau Jawa.
Sedangkan sisanya sebagai berikut: (1) 20,7 juta atau 15,7% di Sumatra. (2) 8,4 juta atau 6,3% di Sulawesi. (3) 7,6 juta atau 5,8% di Kalimantan (4) 6,1 juta atau 4,7% di Bali dan NTB (5) 3,3 juta atau 2,5% di Maluku dan Papua. Peneliti dalam penelitian ini
4 http://www.huffingtonpost.com/mui-tsun/10-ways-to-keep-your-visi_b_7679008.html, diakses jam 1 pm 27 September 2017.
5 Fioravanti G, Primi C, Casale S. (2013). Psychometric evaluation of the generalized problematic internet use scale 2 in an Italian sample. Cyberpsychology, Behavior and Social Networking. 16 (10),761-766. doi:
10.1089/cyber.2012.0429
Caplan, S., et al. (2009). Problematic Internet use and psychosocial well-being among MMO players.
Computers in Human Behavior. doi:10.1016/j.chb.2009.06.006
Caplan S. (2010). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: A two-step approach.
Computers in Human Behavior. 23, 265-271.
6APJII. (2016). Survei Internet APJII 2016. Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia.
Didownload dari https://apjii.or.id/content/read/39/264/Survei-Internet-APJII-2016
Widiartanto, Y. H. (2016). 2016, Pengguna Internet di Indonesia Capai 132 Juta. Kompas.com. didownload dari http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.
di.indonesia.capai.132.juta.
7 Opcit.
memaparkan bahwa populasi yang besar dari jawa menjadikan sampel yang diambil juga lebih banyak dari daerah lain8.
Data ini di himpun oleh KOMINFO menyatakan, 80% dari jumlah pengguna internet tersebut adalah remaja berusia 15-19 tahun. Aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah mengakses situs jejaring sosial (84,2%), melakukan pencarian (65,7%), mencari berita (39,2%), mengakses e-mail (38,9%), menonton video (31,4%), serta bermain game (30,7%). Dalam sehari individu dapat mengakses internet dari smartphone lebih dari 2,5 jam dan waktu yang digunakan untuk mengakses sosial media dalam sehari 3 jam9. Pengguna internet mampu menghabiskan sebanyak 21 jam dalam seminggu untuk berinteraksi di situs jejaring sosial. Hal ini sungguh ironis mengingat pelajar lebih memprioritaskan update status dibandingkan dengan belajar10. Selain itu, kondisi ini dapat dikatakan bahwa remaja cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya menggunakan internet dibanding berinteraksi secara langsung dengan lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya, secara psikologis, Piaget11 mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja diantaranya mengalami perubahan intelektual yang mengarah tercapainya integrase dalam hubungan sosial. Masa remaja sebagai masa yang penuh konflik dalam pencarian identitas menjadikan individu rentan menghadapi permasalahan pada fase kehidupan ini. Pencapaian lain yang menjadi tugas perkembangan remaja adalah kemandirian. Kemandirian ini didapatkan jika remaja mampu bersosialisasi dengan teman sebaya, sehingga ketika ada masalah remaja tersebut belajar untuk menyelesaikan masalah interpersonal dalam lingkungan sosial. Jika remaja kemudian memilih internet dalam kesehariannya, maka tugas dan pencapaian ini akan sulit dicapai karena interaksi sosial terhambat oleh gadget dan internet. Remaja yang seharusnya membutuhkan interaksi sosial untuk membantu perkembangannya menjadi lebih bijak, bertanggung jawab dan matang untuk fase kehidupannya, cenderung tidak mendapatkannya dikarenakan sebagian besar waktu dihabiskan bersama gadget.
Berbagai pristiwa dan masalah yang muncul dapat menggambarkan bagaimana remaja keliru menggunakan waktu luangnya seperti di beritakan pada sindonews12 tanggal 19 November 2015, tiga pelajar di salah satu SMA di Jakarta terlibat sebagai pelaku pembacokan pelajar SMK Negeri di Jakarta dan terancam masuk penjara. Di Aceh sendiri juga terdapat tauran yang terjadi antar siswa berbeda sekolah juga dilaporkan serambi indonesia bahkan diberbagai tempat yang berbeda, diantaranya mulai dari Langsa, Bireuen, sampai Aceh Singkil13. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi seandainya pada diri remaja ada keinginan yang kuat untuk dapat menolak semua pengaruh yang tidak baik yang datang dari luar.
8 ModusAceh. (2016). 2016, Pengguna Internet di Indonesia Capai 132 Juta. Modus Aceh.Com.
Didownload dari http://www.modusaceh.co/news/2016-pengguna-internet-di-indonesia-capai-132- juta/index.html
9 KOMINFO. (2015). Laporan Kinerja 2015. Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia:
Jakarta
10 Opcit
11 Papalia, E. D. (2009). Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.
Papalia, E. D. dan Feldman, R. T. (2014). Meyelami Perkembangan Manusia; Experience Human Development. Jakarta: Salemba Humanika
12 Sindonews. 20 Maret 2015. Pembacokan Pelajar Jakarta, hlm. 13
13 Zubir, 24 November 2015, Siswa Dua Sekolah di Langsa Terlibat Tawuran, Serambi Indonesia Indris, Y, 18 Mei 2014. Siswa SMK dan SMA di Bireuen Tawuran, Serambi Indonesia
Pada hakikatnya, masa remaja memang masa tersulit sepanjang rentang kehidupan manusia, sehingga banyak masalah secara natural mungkin ditimbulkan pada masa ini. Ditambah lagi, penggunaan internet sekarang sudah menjadi salah satu alat komunikasi untuk mendorong terbentuknya interaksi yang sama sekali berbeda dengan interaksi tatap muka. Disini interaksi yang terbentuk kemudian “dipercepat” prosesnya melalui suara dan teks atau tulisan14. Terlebih lagi, ponsel atau komputer yang yang terkoneksi dengan internet juga dapat merubah makna dari “kesendirian” menjadi tetap saling berhubung. Namun, tatap muka yang seharusnya mengajarkan tentang ekspresi dan intensitas hubungan antar pribadi yang mampu mengembangkan kematangan emosi pun tidak didapatkan dengan cara ini. Ditambah dengan banyaknya peredaran gambar-gambar maupun video-video porno sekarang ini sudah dianggap hal biasa dalam lalu lintas data komunikasi melalui ponsel menjadikan sumber masalah besar bagi para remaja bahkan kecanduan.
Berdasarkan kamus gangguan psikologis dalam DSM-V (Block, 2008), American Psychiatric Association, ketika individu mengalami tiga atau lebih dari tujuh kriteria diagnosis kecanduan internet (internet addiction disorder) maka dia dapat didiagnosa mengalami gangguan kecanduan internet, diantaranya: 1) preokupasi dengan internet (terus memikirkan aktivitas online sebelumnya dan atau mengantisipasi sesi online setelahnya); 2) menambah jumlah waktu lebih banyak untuk menggunakan internet agar dapat merasa puas; 3) berusaha untuk mengendalikan atau mengurangi waktu dalam menggunakan internet; 4) penurunan dalam aktivitas sosial, rekreasional, dan okupasional; 5) pekerjaan terancam oleh penggunaan internet.
Dampak kecanduan internet pada otak manusia digambarkan dari persepektif neuroscience terkait dengan adanya perubahan biologis atau neurochemical, seperti berkurangnya jumlah serotonin atau dopamin, yang dapat berkontribusi pada pengembangan perilaku adiktif. Individu yang mengalami kecanduan internet, dapat merasakan euphoria, saat menggunakan internet. Jika berkembang menjadi bertambah parah, bahkan kondisi ini harus ditangani dengan bantuan obat-obatan farmakologi (Beard, 2005). Ketidakseimbangan neurotransmiter dalam syaraf pusat akan mengubah pola perilaku individu, misalnya memilik sendiri dan hilang kemampuan mengontrol diri dalam pola perilaku yang tidak normal yang akhirnya menghindari lingkungan sosial.
Berbagai permasalahan serius lain dapat dimunculkan dari penyalah gunaan internet.
Berdasarkan paparan latar belakang masalah dalam penelitian ini, terdapat 75%
remaja Indonesia, tidak terkecuali Aceh, memiliki potensi besar mengalami gejala PIU (Problematic Internet Use) dan terancam kualitas interaksi sosialnya. Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian “Mahasiswa dan Internet: Dua Sisi Mata Uang? Problematic Internet Use pada Mahasiswa”15, bedanya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini di khususkan pada remaja SMP (sekolah menengah pertama) kelas IX di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar. Selain itu, penelitian ini akan melihat hubungan antara Problematic Internet Use dengan interaksi sosial remaja.
2. Metodelogi Penelitian
Identifikasi Variabel Penelitian
a. Variabel terikat : Interaksi Sosial
14 Brotosiswoyo, B. S. (2002). ‘Dampak Sistem Jaringan Global Pada Pendidikan Tinggi: Peta Permasalahan’. Komunika. No 28/IX. Tangerang : Universitas Terbuka
15 opcit
b. Variabel bebas : Problematic Internet Use Definisi Operasional
a. Problematic Internet Use
Dari pengertian Problematic Internet Use di atas dapat di simpulkan problematic Internet Use adalah gejala yang ditimbulkan akibat penggunaan internet yang berlebihan yang mengakibatkan malaadaptif pikiran, emosional, dan prilaku individu yang mempengaruhi individu yang lain dalam menggunakan internet yang berlebihan sehingga menjadi dampak negative bagi kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini definisi oprasional akan dilihat dari gejala- gejala yang di timbulkan dari pengguna internet yang dilihat dari waktu penggunaan masing-masing individu dengan cara memberikan Skala GPIUS2 yang telah disiapkan dengan serangkaian pernyataan – pernyataan yang berhubungan dengan penggunaan internet.
b. Interaksi Sosial
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian interaksi sosial adalah hubungan individu dengan individu yang lain dalam menjalin komunikasi dan sangat pentingnya interaksi sosial, jika tidak ada interaksi sosial maka tidak terjalin komunikasi yang baik antatra individu.
Penelitian ini melihat interaksi sosial dari prilaku yang di tunjukan individu dalam kehidupan sehari-hari mulai dari berkomunikasi dan sebagainya dengan cara memberikan serangkaian pernyataan yang berhubungan dengan kerja sama, akomodasi, persaingan dan pertikaian atau konflik. Format respon dari skala kemampuan interaksi sosial adalah model summated rating scale yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Skala kemampuan interaksi sosial kemudian diuji validitas dengan uji coba alat ukur kepada 30 responden sebagai pilot test.
Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini mengambil populasi semua remaja yang berada di bangku SMP kelas IX di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar.
Sampel dari penelitian ini dipilih secara random yang terdiri dari remaja yang terdaftar di 4 (empat) SMP, kelas IX di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar dengan kisaran usia remaja baik laki-laki maupun perempuan. Total responden keseluruhan adalah 164 dengan rincian; 140 responden menerima skala penelitian, 20 diantaranya diorganisir dalam 4 sesi FGD, da 4 orang yang lain dianggap sebagai key informan interview kualitatif.
a. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif sebagai data primer dan juga metode kualitatif untuk data sekunder. Pendekatan kuantitaif menggunakan analisa diskriptif- korelasi. T-tes juga digunakan untuk memperkaya hasil perbandingan antara 2 kelompok daerah Banda Aceh dan Aceh Besar. Sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui Focus Group Discussion dan wawancara sebagai data sekunder.
b. Prosedur Pengumpulan Data
Skala PIU (GPIUS 2) yang akan dipakai dalam penelitian ini merupakan pengembangan skala dari Dr. Scott E. Caplan16 yang telah diadaptasi oleh Reinaldo & Sokang17. Skala Interaksi Sosial akan dikembangkan berdasarkan aspek-aspek dari Bonner18. Pengumpulan data akan diawali dengan Pilot Test skala terpakai kemudian melanjutkan pembagikan skala kuantitatif secara klasikal dengan responden sebanyak 35 orang per sekolah di hari 1, di hari 1 dan ke 2, peneliti melanjutkan sesi kualitatif dalam bentuk FGD dan wawancara.
c. Instrumen Pengumpulan Data
i. Skala Problematic Internet Use
Variable yang di ukur adalah variable PIU dengan menggunakan alat ukur GPIUS 2 (generalized problematic internet use scale 2). Skala GPIUS di susun dengan lima pilihan jawaban (SS, S, N, TS, STS), dengan contoh pernyataan pada table 1. Perhitungan statistic korelasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi mean, standar deviasi (SD), range, nilai minimum, dan maksimum. Melalui Skala GPIUS2 dengan angka Cronbach’s Alphas mulai α = .747 sampai α = .805.
Tabel 1. Contoh item dalam skala berdasarkan aspek-aspeknya Dimensi/Aspek Contoh Butir Pernyataan Preference for online social
Interaction
Saya lebih memilih interaksi social secara daring daripada komunikasi secara tatap muka (face-to- face communication).
Interaksi social secara daring lebih nyaman untuk saya lakukan daripada interaksi secara tatap muka.
Mood regulation Saya suda pernah menggunakan internet untuk berbicara dengan orang lain ketika saya merasa terucil.
Saya sudah pernah menggunakan internet untuk membuat perasaan saya lebih ketika saya merasa murung.
Saya sudah pernah menggunakan internet untuk membuat diri saya merasa lebih baik.
Cognitive preoccupation Ketika saya tidak daring untuk beberapa waktu lamanya, saya menjadi berpikir terus menerus unuk daring,
Saya selalu merasa tidak bisa berbuat apa-apa bila saya tidak bisa daring.
Compulsive internet Use Saya mengalami kesulitan mengtur penggunaan internet saya ketika sedang offline , saya mengalami kesulitan melawan dorongan untuk daring.
Negative outcome Penggunaan internet saya membuat saya mengalami kesulitan mengatur kehidupan saya Saya sudah melewati acara-acara atau aktivitas social karena penggunaan internet saya
16 Opcit
17 opcit
18 Opcit
Penggunaan internet saya menciptakan masalah dalam kehidupan saya
ii. Skala Interaksi Sosial
Penyusunan skala kemampuan interaksi sosial berdasarkan pada bentuk-bentuk interaksi sosial yang dikemukakan oleh Bonner dan diadaptasi oleh Soekanto (2012) di antaranya: kerja sama, akomodasi, persaingan dan pertikaian atau konflik. Jumlah item yang akan disusun terdiri dari favorable dan unfavorable. Format respon dari skala kemampuan interaksi sosial adalah model summated rating scale yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).
Skala kemampuan interaksi sosial kemudian akan diuji validitas dengan uji coba alat ukur kepada 30 responden sebagai pilot tes.
iii. Guideline Wawancara dan FGD
Data kualitatif sebagai data sekunder akan diambil menggunakan proses pembuatan guideline wawancara dan FGD mengikut dasar teori yang sama yaitu; Dr. Scott E. Caplan19 yang telah diadaptasi oleh Reinaldo &
Sokang20 untuk PIU, dan Bonner21 yang telah diadaptasi oleh Soekanto untuk Skala Interaksi Sosial.
d. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas
Azwar 22 menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyeknmemang belum berubah. Azwar 23 menyatakan bahwa reliabilitas merupakan salah-satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Arifin24 menyatakan bahwa suatu tes dikatakan reliabel jika selalu
19 Opcit
20 opcit
21 Opcit
22 Azwar, S. (1988). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty
23 Azwar, S. (2003). Sikap Manusia Terori dan Pengukurannya. Yokyakarta: Pustaka Pelajar
24 Arifin, Z. (1991). Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Dan Prosedur. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
memberikan hasil yang sama bila diteskan pada kelompok yang sama dalam waktu yang berbeda.
e. Metode Analisis Data
Pada penelitian ini adalah analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif- korelasi dan t-test untuk memperkaya hasil penelitian dengan memanfaatkan informasi demografi yang memungkinkan. Penelitian ini melakukan uji asumsi terlebih dahulu yang meliputi uji normalitas, uji linearitas dan uji homogenitas yang keseluruhan pengujian data ini akan menggunakan SPSS 22.
Data kualitatif akan dianalisa secara manual untuk memperkaya hasil kuantitif sebagai data primer. Data kualitatif akan diorganisir dalam coding-coding sesuai dengan klasifikasi dimensi-dimensi variabel penelitian ini.
3. Hasil dan Pembahasan
A. Orientasi Kancah Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan sejak Juni 2018, termasuk proses penyelesaian proposal, penyelesaian skala, pengurusan izin penelitian, dan proses survey awal dilaksanakan sampai dengan Juli 2018. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada awal Agustus sampai dengan akhir September 2018 di sekolah Mtss Mon Malem Aceh Besar dan SMPN 2 Banda Aceh.
B. Proses Penelitian
Proses penelitian dilakukan di sekolah Mtss Mon Malem Aceh Besar dan SMPN 2 Banda Aceh. Kuesioner disebarkan di Mtss Mon Malem sebanyak 46 skala yang dibagikan oleh penulis. Dari 46 skala yang dibagikan hanya 39 skala yang terselesaikan, 7 diantara tidak terselesaikan karena responden tidak paham dengan isi kuesioner walaupun sudah dijelaskan oleh penulis diawal seebelum mengisi kuesioner. Proses penelitian yang dilakukan di SMPN 2 Banda Aceh berjalan dengan lancar, kuesioner yang disebarkan oleh penulis sebanyak 26 skala dan semua nya di selesaikan oleh responden.
Skala yang terkumpul tersebut selanjutnya peneliti tabulasi dalam daftar tabulasi, yang selanjutnya dilakukan analisis data.
C. Analisis Data
Data yang akan dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas, yaitu sebagai berikut:
1. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dilakukan dengan melihat korelasi setiap item dari masing- masing skala dengan skor total dari masing – masing skala yang bersangkutan.
Skala generalized problematic internet use scale yang digunakan terdiri dari 15 item, dan setelah dilakukan validasi dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson diperoleh 15 item yang valid, sehingga tidak perlu ada penghapusan atau sistem eliminasi item.
Ke-14 item yang valid tersebut dilanjutkan dengan analisis reliabilitasnya, dan diperoleh koefesien cronbach alpha sebesar 0,810.
Tabel 1. Case Processing Summary
N %
Cases Valid 61 88.5
Exclude
d(a) 0 .0
Total 61 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Tabel 2. Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items
.718 15
Skala Interaksi sosial yang digunakan terdiri dari 19 item, dan setelah dilakukan validasi dengan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson diperoleh 18 item yang valid satu diantaranya tidak valid, sehingga perlu ada penghapusan atau sistem eliminasi item no 11.
Tabel 3. Case Processing Summary
N %
Cases Valid 61 100.0
Exclude d(a)
0 .0
Total 61 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Tabel 4. Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items
.671 18
2. Data Demografi
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 68.9 % merupakan Laki-laki, hanya 31,1 % sisanya merupakan perempuan.
Tabel 5. Gender
Frequenc
y Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Vali
d
LAKI-
LAKI 42 68.9 68.9 68.9
PEREMPU
AN 18 31.1 31.1 100.0
Total 61 100.0 100.0
Rata-rata partisipan dalam penelitian ini berumur antara 12-17 tahun.
Dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 31.1 % anak kedua , 19.7 % anak pertama dan anak ketiga, 13.1 % anak keempat, 9.8% anak kelima sisanya 6.6 % anak ke enam.
Rata-rata partisipan adalah anak kedua. Dapat dilihat dari grafik berikut ini:
Partisipan dalam penelitian terdiri dari 42.6 % yang berusia 12 tahun, 24.6 % yang berusia 14 tahun, 16,4 % yang berusia 13 tahun, 6% yang berusia 15 tahun, 3% yang berusia 16 tahun, 1% yang berusia 17 tahun.
Rata-rata partisipan adalah anak berusia 12 tahun. Dapat dilihat dari grafik berikut ini:
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 34.4 % berjumlah 3 bersaudara, 18.0 % berjumlah 4 bersaudara, 16.4 % berjumlah 5 bersaudara, 9.8% berjumlah 6 bersaudara, 8.2 % berjumlah 2 bersaudara, 3.3 % berjumlah 8 bersaudara dan 1.6 % berjumlah 9 bersaudara dan 1 anak tunggal.
Rata-rata partisipan dalam penelitian ini 3 jumlah bersaudara Dapat dilihat dari grafik berikut ini:
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 62.3 % yang berasal dari Aceh besar dan hanya 37.7 % sisanya berasal dari Banda Aceh.
Rata-rata partisipan dalam penelitian berasal dari Aceh Besar. Dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 57.4 % yang berasal dari MTSS Mon Malem Aceh Besar dan hanya 42.6 % sisanya berasal dari SMPN 2 Banda Aceh.
Rata-rata partisipan dalam penelitian berasal dari MTSS Mon Malem.
Dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
2. Data analisa Diskriptif
Berdasarkan hasil analisa statistic diskriptif maka didapat skor-skor diantaranya Mean SUM Interaksi sosial 60.39 dengan Std Deviation 8.303 dan Mean SUM Generalized problematic Internet Use Scale 38.41 dengan Std.
Deviation 8.484, sementara mean SUM Interaksi Sosial 60.39 dengan std.
deviasi 8.303.
a. Descriptive Statistics
b. Normaliti Tes
Berdasarkan tabel diatas, data dapat dikatakan berdistribusi normal dilihat dari taraf signifikansi P>0.05 (P=0.2).
c. Uji hipotesis
Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan Problem Internet Use (P=0.17, P>0.05, R=0.12).
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Problematic Internet Use dengan interaksi sosial dikalangan remaja SMP Mon Malem Aceh Besar dan SMP Negeri 2 Banda Aceh. Walaupun demikian, penelitian ini memilik keterbatasan dalam hal keseimbangan jumlah responden antara kedua wilayah yang diteliti. Saran bagi peneliti selanjutnya adalah dengan menambah jumlah responden yang lebih memadai.
DAFTAR PUSTAKA
APJII. (2016). Survei Internet APJII 2016. Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia. Didownload dari https://apjii.or.id/content/read/39/264/Survei- Internet-APJII-2016
Allan .2005. Pengertian Internet dan asal usul dari kata internet, surabaya: penerbit indah.
Azwar, S. (2003). Sikap Manusia Terori dan Pengukurannya. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (1988). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.
Beard, K. W. (2005). Internet addiction: A review of current assessment techniques and potential assessment questions. CyberPsychology & Behavior, 8(1), 7-14.
Block, J. J. (2008). Issues for DSM-V: Internet addiction. American Journal of Psychiatry, 165, 306-307.
Brotosiswoyo, B. S. (2002). ‘Dampak Sistem Jaringan Global Pada Pendidikan Tinggi:
Peta Permasalahan’. Komunika. No 28/IX. Tangerang : Universitas Terbuka Casale, S., Fioravanti, G., & Rugai, L. (2016). Grandiose and vulnerable narcissists: who
is at higher risk for social networking addiction?. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 19 (8), 510-515. DOI: 10.1089/cyber.2016.018
Caplan, S., et al. (2009). Problematic Internet use and psychosocial well-being among MMO players. Computers in Human Behavior. doi:10.1016/j.chb.2009.06.006 Caplan S. (2010). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: A
two-step approach. Computers in Human Behavior. 23, 265-271.
Cornelia C. Krueger, Paula M.C. Swatman, Who Are the Internet Content Providers?, The Proceedings of IFIP I3E, Sao Paolo, Brazil.
http://www.huffingtonpost.com/mui-tsun/10-ways-to-keep-your- visi_b_7679008.html, diakses jam 1 pm 27 September 2017
Djaali., dkk. (2000) Pengukuran Dalam Pendidikan. Jakarta: Program Pascasarjana.
Fioravanti G, Primi C, Casale S. (2013). Psychometric evaluation of the generalized problematic internet use scale 2 in an Italian sample. Cyberpsychology, Behavior and Social Networking. 16 (10),761-766. doi: 10.1089/cyber.2012.0429
Gerungan, W. A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunarsa, S. (2008). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.
Hanson, Ward. (2000). Pemasaran Internet = Principles of Internet Marketing. Salemba Empat, Jakarta
Hardjono D. (Ed). 2006. Seri Panduan Lengkap Menguasai Pemrograman Web dengan PHP 5. ANDI Yogyakarta.
Hurlock, E. B. (1990). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang.
kehidupan. Edisi kelima. Penerjemah: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta:
Erlangga.
Indris, Y, 18 Mei 2014. Siswa SMK dan SMA di Bireuen Tawuran, Serambi Indonesia KOMINFO. (2015). Laporan Kinerja 2015. Jakarta: Kementrian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia
Krori. (2011). Developmental Psychology. Homeopathic Journal. 4 (3). [Online].
Diakses dari
http://www.homeorizon.com/homeopathicarticles/psychology/developmental- psychology
ModusAceh. (2016). 2016, Pengguna Internet di Indonesia Capai 132 Juta.
ModusAceh.Co Didownload dari http://www.modusaceh.co/news/2016- pengguna-internet-di-indonesia-capai-132-juta/index.html
Papalia, E. D. (2009). Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.
Papalia, E. D. dan Feldman, R. T. (2014). Meyelami Perkembangan Manusia; Experience Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
Reinaldo & Sokang, Y.A. (2016). Mahasiswa dan Internet: Dua Sisi Mata Uang?
Problematic Internet Use pada Mahasiswa. Jurnal psikologi. 43 (2), 107 – 120. e- ISSN: 2460-867x, ISSN: 0215-8884
Santoso, S. (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Soekanto, S. (2005). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada Soekanto, S. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sindonews. 20 Maret 2015. Pembacokan Pelajar Jakarta, hlm. 13
Turban, Rainer, Potter (2005), Introduction to Information Technology, 3rd Edition, John Wiley & Sons Inc. ISBN-10: 0471347809
Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset
Widiartanto, Y. H. (2016). 2016, Pengguna Internet di Indonesia Capai 132 Juta.
Kompas.com.didownload dari
http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di.i ndonesia.capai.132.juta.
Zubir, 24 November 2015, Siswa Dua Sekolah di Langsa Terlibat Tawuran, Serambi Indonesia.