• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Hama Terpadu 1. Pengertian

Pengelolaan hama terpadu adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka taktik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Sedangkan menurut Kenmore (1989 dalam: Untung, 2001: 9) memberikan definisi singkat Pengendali Hama Terpadu (PHT) sebagai perpaduan terbaik, yaitu perpaduan penggunaan metode pengendalian hama yang dapat memberikan hasil yang baik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan, serta petani memperoleh hasil tani yang maksimal.

Saat ini dikenal ada dua istilah Bahasa Inggris yang sering digunakan secara bergantian untuk pengendalian hama terpadu yaitu Integrated Pest Control (IPC) sebagai Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Integrated Pest Management (IPM) yang diterjemahkan sebagai Pengelolaan Hama Terpadu dengan singkatan yang sama yaitu PHT. Sebetulnya kedua istilah ini dapat digunakan untuk menjelaskan hal yang sama, maka IPM merupakan perkembangan yang lebih lanjut dari konsep IPC (Untung, 2001:7).

(2)

13 2. Munculnya konsep PHT

Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama merupakan bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun lalu. Manusia dengan sengaja menanam tanaman untuk diambil hasilnya. Dahulu manusia membunuh hama secara sederhana yaitu dengan cara fisik dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia. Namun semakin luasnya daerah pertanian dan bertambahnya penduduk dunia, maka cara-cara sederhana tersebut tidak mampu membendung peningkatan populasi dan keganasan hama (Untung,2001).

Dahulu manusia membunuh hama secara sederhana dengan cara fisik serta mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia.

Namun semakin luasnya daerah pertanian dan juga bertambahnya penduduk dunia, maka cara-cara sederhana tersebut tidak mampu membendung peningkatan populasi dari ganasnya hama (Untung, 2001:1).

Banyak orang yang melupakan hakekat dan sifat pestisida sebenarnya karena ditutupi oleh keberhasilan pestisida sintetik, sehingga pestisida sering diberikan istilah sebagai obat-obat pertanian.

Bagaimanapun pestisida adalah bahan beracun pembunuh hama yang dapat membunuh organisme lain yang bukan hama di ekosistemnya (Untung, 2001 : 2).

(3)

14 B. Pestisida Nabati

1. Kronologi Pestisida Nabati

Pemahaman istilah dari pestisida baru muncul setelah berkembangnya industri agrokimia di Eropa dan Amerika yang memproduksi pupuk dan pestisida sintetis. Walaupun sebenarnya zat racun kerjanya sangat radikal dan membahayakan keselamatan hayati secara berkelanjutan, akan tetapi dikalangan petani tradisional menyebutnya dengan istilah obat pertanian (Suwahyono, 2010).

Penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana akan merusak lingkungan sekitar dan kesehatan dari manusia. Jacobson (1975) menelaah sekitar 1484 spesies Tanaman Pestisida Nabati yang telah diteliti di seluruh dunia. Disebutkan pula bahwa kawasan asli (indigenous) tanaman pestisida antara lain adalah Amazones, Papua New Guinea dan Indonesia. Eksistensi spesies-spesies tanaman pestisida nabati tersebut terancam punah akibat eksploitasi tropika yang tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan (Suryaningsih, 2004:1).

2. Mengenal Pestisida Nabati

Konsep pertanian ramah lingkungan adalah konsep pertanian yang mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada lingkungan ekosistem dimana pertanian ramah lingkungan mengutamakan untuk meninggalkan dampak yang negatif bagi lingkungan. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal

(4)

15

dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada tanaman.

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. dapat untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut.

3. Kelebihan,Kelemahan, dan Prinsip Kerja Pestisida Nabati Beberapa kelebihan dan kelemahan pestisida nabati (Suriana, 2012) : A. Kelebihan pestisida nabati yaitu :

1. Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri dalam skala rumah tangga.

2. Pestisida nabati tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan maupun terhadap makhluk hidup, sehingga, relatif aman untuk digunakan.

(5)

16

3. Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga, tanaman yang diaplikasikan pestisida nabati jauh lebih sehat dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya.

4. Tidak menimbulkan resistensi (kekebalan) pada hama. Dalam artian pestisida nabati aman bagi keseimbangan ekosistem.

5. Hasil pertanian yang dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari residu pestisida sintetis.

B. Kelemahan pestisida nabati yaitu :

1. Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.

2. Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak berminat mendekati tanaman budidaya.

3. Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari.

4. Daya simpan relatif pendek, artinya pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses produksi. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan komersil.

5. Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. Hal ini dari sisi ekonomi tentu saja tidak efektif dan efisien.

(6)

17

C. Prinsip kerja pestisida nabati (Hendayana, 2010) : a. Merusak perkembangan telur, larva dan pupa.

b. Menghambat pergantian kulit.

c. Mengganggu komunikasi serangga.

d. Menyebabkan serangga menolak makan.

e. Menghambat reproduksi serangga betina.

f. Mengurangi nafsu makan.

g. Memblokir kemampuan makan serangga.

h. Mengusir serangga.

i. Menghambat perkembangan patogen penyakit.

4. Kriteria Tanaman Sumber Bahan Baku Pestisida Nabati

Menurut Suryaningsih (2004: 4-5) kriteria pestisida nabati yang baik antara lain adalah :

1. Toksisitas terhadap jasad bukan sasaran nol atau rendah.

2. Biotoksin memiliki lebih dari satu cara kerja, daya persistensi tidak terlalu singkat.

3. Diekstrak dari tanaman sumber yang mudah diperbanyak, tahan terhadap kondisi suboptimal, diutamakan tanaman tahunan, tidak akan jadi gulma atau inang alternatif OPT.

4. Tanaman sumber sedapat mungkin tidak atau kurang berkompetisi dengan tanaman yang diusahakan.

5. Tanaman sumber tersebut dapat berfungsi multiguna.

(7)

18

6. Biotoksin sudah efektif di bawah konsentrasi 10 ppm, secara praktikal sekitar 3-5% bobot kering bahan.

7. Sedapat mungkin solven atau pelarutnya adalah air.

8. Bahan baku pestisida nabati dapat digunakan baik dalam kondisi segar, kering dan pengkondisian sederhana lainnya.

9. Teknologi pestisida nabati tidak bertentangan, bahkan berakar pada teknologi tradisional, mudah dimengerti dan sederhana.

10. Teknologi pestisida nabati tidak menimbulkan masalah baru, terjangkau biayanya, bahan baku mudah didapat.

5.Bahan Aktif

Bahan aktif dari pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung banyak senyawa bioaktif seperti senyawa alkaloid, terpenoid, fenolik, dan juga zat-zat kimia sekunder yang lain. Senyawa bioaktif tersebut apabila kita aplikasikan ke tanaman yang terinfeksi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem pernafasan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Setiawati, 2008:4).

Molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai biosida dapat digolongkan dalam golongan alkaloid (nikotin, nornikotin, anabasin, solanin, antropin) dan golongan metabolit sekunder (pyrethrum

(8)

19

kompleks, pitetheroid sintetik, rotenone dan rotenoid, quassin, ryanin, azadirachtin) (Suryaningsih, 2004:11).

6. Kendala Penggunaan Pestisida Nabati

Berkaitan dengan manfaat yang didapatkan dari pestisida nabati maka sudah selayaknya jika penggunaan jenis pestisida nabati harus di masyarakatkan. Namun demikian, penggunaan dan pengembangan pestisida nabati di Indonesia mengalami beberapa kendala seperti berikut ini, (Kardinan, 2000:13-14).

a. Pestisida sintetis lebih disukai dengan alasan mudah didapatkan, praktis mengaplikasikannya, hasilnya relatif cepat dilihat, tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida.

b. Kurangnya rekomendasi atau dorongan dari pengambil kebijakan (lack of official recommendation). Hal ini terlihat dari kurangnya atau tidak adanya penyuluhan dan pengenalan penggunaan pestisida nabati kepada petani atau pengguna.

c. Tidak tersedianya bahan secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat diperlukan.

d. Walaupun penggunaan pestisida nabati menimbulkan residu relatif rendah pada bahan makanan dan lingkungan serta dianggap lebih aman dari pada pestisida sintetis, tetapi frekuensi penggunaannya menjadi tinggi. Tingginya frekuensi penggunaan

(9)

20

pestisida ini diakibatkan oleh sifatnya yang mudah terurai, sehingga membutuhkan pengaplikasian yang lebih sering.

e. Sulitnya registrasi pestisida nabati mengingat pada umumnya jenis pestisida ini memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple active ingredient) dan pada beberapa kasus tidak semua bahan

aktif dapat dideteksi.

7. Peluang Penggunaan Pestisida Nabati

Beberapa peluang penggunaan pestisida nabati sebagai berikut ini (Kardinan, 2000:15)

a. Menghasilkan produk pertanian dengan kualitas dan juga kuantitas yang optimal

b. Bersahabat dengan alam

c. Mengupayakan kesuburan tanah secara lestari

d. Meminimalkan pemakaian bahan yang tidak dapat diperbaharui.

(10)

21

C. Hama ulat grayak (Spodoptera litura)

Gambar 1.Larva Spodoptera litura diinfeksikan dan Larva Spodoptera litura yang sudah dewasa (Sumber: dokumen pribadi 2017)

1. Klasifikasi

Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae Genus : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura.

Ulat grayak Spodoptera litura mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari empat stadium hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago.

Larva Spodoptera litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai warna kulit (corak) berbentuk bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat

(11)

22

garis kuning. Larva yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Biasanya larva berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar (Asih setiani, 2012:5)

2. Nama Daerah

Nama lain hama Spodoptera litura adalah ulat grayak, biasa disebut dengan ulat tentara.

3. Penyebaran

Spodoptera litura merupakan serangga hama yang terdapat di

banyak negara seperti Indonesia, India, Jepang, Cina, dan negara-negara lain di Asia Tenggara (Sintim et al., 2009). Ulat grayak (Spodoptera litura) bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas sehingga

berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, buah dan perkebunan (Marwoto dan Suharsono, 2008).

4. Siklus hidup Spodoptera litura

Instar pertama larva Spodoptera litura tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar dua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar tiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0

(12)

23

mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar empat, lima dan enam agak sulit dibedakan.

Panjang tubuh instar empat 13-20 mm, instar lima 25-35 mm dan instar enam 35-50 mm. Mulai instar empat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.

Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang berwarna putih.

Spodoptera litura merupakan salah satu serangga hama penting yang

sangat polifag. Serangga ini merusak pada stadia larva, yaitu memakan daun, sehingga menjadi berlubang-lubang. Biasanya dalam jumlah besar ulat grayak bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis dimakan daunnya ke tanaman lainnya (Pracaya, 2005). Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000-3000 telur. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 2-4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20-46 hari, pupa : 8-11 hari).

(13)

24

Gambar 2. Telur Spodoptera litura yang hampir sempurna

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Tenrirawe dan Talanca, 2008). Stadia telur berlangsung selama 3 hari (Rahayu, dkk, 2009). Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva.

Gambar 3.Spodoptera litura (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)

Ulat yang keluar dari telur berkelompok dipermukaan daun.

Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh 50 mm (Balitbang, 2006). Masa stadia larva berlangsung selama 15-30 hari (Rahayu, dkk, 2009).

Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong, pupa memiliki panjang 9-12 mm. Masa pupa

(14)

25

berlangsung didalam tanah dan dibungkus dengan tanah kurang lebih 1 cm (Kalsoven, 1981). Setelah 9-10 hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa (Balitbang, 2006).

Gambar 4 : Spodoptera litura menjadi pupa (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)

5. Gejala Serangan

Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa- sisa epidermis bagian atas atau transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja dan ulat yang besar memakan tulang daun dan buahnya. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. Ulat grayak muda menyerang daun sehingga bagian daun yang tertinggal hanya epidermis atas dan tulang-tulangnya saja. Ulat dewasa juga merusak tulang-tulang daun sehingga tampak lubang-lubang bekas gigitan pada daun. Secara umum serangan ulat ini terjadi pada malam hari atau pada saat sinar matahari teduh, misalnya menjelang sore hari. Ulat Spodoptera litura tidak nyaman memakan daun atau cabai di bawah terik matahari.

Sedangkan pada waktu siang hari yang terik , mereka bersembunyi di

(15)

26

bawah ketiak daun, pangkal tanaman atau dibalik mulsa, sehingga mereka nyaman dan aman dari sengatan sinar matahari dan selamat dari penyemprotan bila dilakukan penyemprotan (Sastrisiswojo, 1994).

Gambar 5. Serangan larva Spodoptera litura (Sumber: dokumen pribadi) Berdasarkan statusnya hama dibedakan antara lain :

1. Hama potensial adalah semua organisme yang berpotensi menimbulkan kerugian pada manusia. Pada saat organisme tersebut berstatus sebagai hama potensial perkembangan populasinya terhalangi oleh kondisi lingkungan (fisik dan biotik). Apabila kondisi lingkungan tersebut menunjang perkembangan populasi organisme tersebut, maka mungkin saja diantaranya akan berubah status menjadi hama utama (key pest).

2. Hama utama (key pest) yaitu hama yang selalu ada dan menyebabkan kerugian secara ekonomi dengan persentase yang lebih bersar daripada hama lainnya.

3. Hama tidak penting (minor pest), adalah hama yang menyerang tanaman, tetapi hanya sedikit sekali menyebabkan kerugian secara

(16)

27

ekonomi. Hama ini timbulnya pun hanya sewaktu-waktu, maka disebut juga hama sewaktu-waktu (occasional pest).

4. Hama reguler (reguler pest) adalah bila suatu spesies hama selalu timbul, misalnya hama tikus pada tanaman kelapa sawit, sebab hama ini selalu timbul dimana saja dan menyebabkan kerugian secara ekonomi, meskipun intensitas dan luas serangannya bervariasi antar musim.

5. Hama endemik (endemic pest) adalah hama yang selalu timbul di tempat atau daerah tertentu, sedangkan di daerah lain jarang terjadi, Salah satunya adalah ulat grayak yang mempunyai nama ilmiah Spodoptera litura Fabricus (Lepidoptera; Noctuidae). Serangan

hama ini merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tembakau. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun dan buah sayuran menjadi sobek, terpotong- potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal pertanian akan habis.

(17)

28

D. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.))

Gambar 6. Tanaman cabai merah yang digunakan dalam penelitian (Sumber: dokumen pribadi 2017)

1. Klasifikasi

Menurut klasifikasi dalam tata nama sistem tumbuhan tanaman cabai termasuk kedalam :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L.

2. Penyebaran

Berdasarkan asal-usulnya, cabai (hot pepper) berasal dari Peru.

Ada yang menyebutkan bahwa bangsa Meksiko kuno sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000 SM, jauh sebelum Columbus menemukan

(18)

29

benua Amerika pada tahun 1492. Christophorus Columbus kemudian menyebar dan mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke Spanyol pada tahun 1492. Hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai kapan cabai dibawa masuk ke Indonesia. Menurut dugaan, kemungkinan besar cabai dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia ketika singgah di Aceh. Sumber lain menyebutkan bahwa cabai masuk ke Indonesia karena dibawa oleh bangsa Portugis (Setiadi, 2000).

3. Jenis-Jenis Cabai Merah

Tanaman cabai memiliki varietas yang jumlahnya sangat banyak.

Berkat kemajuan teknologi di bidang pembibitan telah banyak dihasilkan berbagai varietas cabai unggul hibrida oleh berbagai negara atau perusahaan benih unggul di dunia (Setiadi, 2008) yaitu :

1. Cabai Kriting

Cabai ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang sedikit berkelok-kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan “keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau.

Bila dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan terhadap serangan penyakit.

2. Cabai tit atau tit super

Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara 30- 70 cm. buahnya berwarna merah tua menyala dengan ukuran besar, panjang, dan mulus serta ujungnya mengecil runcing dan bengkok.

(19)

30 3. Cabai hot beauty

Dikalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai Taiwan. Memang cabai ini merupakan hybrid yang diproduksi dari Taiwan. Ukuran buahnya besar, panjang dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa kurang pedas dibandingkan cabai keriting.

4. Cabai merah lainnya

Selain jenis cabai merah yang sudah dijelaskan diatas, ada beberapa jenis cabai merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa diantaranya ialah cabai semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai long chili. Cabai semarang mirip cabai tit super. Perbedaannya hanya

terletak pada buah yang lebih kecil, pangkalnya lurus, dan berujung bengkok. Cabai paris buahnya besar, lurus dan pangkal sampai ujung, berwarna merah kekuningan, dan berurat atau bergaris putih. Cabai jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut, berujung runcing, dan berwarna merah kehitaman. Cabai long chili merupakan cabai produksi dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan berdaging agak tebal dibandingkan hot beauty.

4. Ciri dan Morfologi

Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila

(20)

31

digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar (Harpenas, 2010).

Cabai merah ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang sedikit berkelok-kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan “keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau.

Bila dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan terhadap serangan penyakit. Ciri tanaman cabai merah ini batang tanaman besar, daun yang lebar dan halus, serta banyaknya ranting cabang yang muncul.

5. Syarat Tumbuh

Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budidaya tanaman cabai adalah sebagai berikut.

1. Iklim

Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 240 sampai dengan 28ºC. Pada suhu tertentu seperti 15ºC dan lebih dari 32ºC akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di area budidaya terlalu dingin.

(Tjahjadi, 1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhannya antara lain.

(21)

32 a. Sinar Matahari

Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.

b. Curah Hujan

Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800 sampai dengan 2000 mm/tahun.

c. Suhu dan Kelembaban

Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang hari 21ºC sampai dengan 28ºC, sedangkan malam hari 13ºC sampai dengan 16ºC, untuk kelembaban tanaman 80%.

d. Angin

Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi, angin berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.

2. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal.

3. Tanah

Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam pada lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan

(22)

33

tanah untuk cabai adalah antara 0 sampai dengan 100. Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010).

Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6 sampai dengan 7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan Rismunandar, 1984).

6. Benih

Perbanyakan tanaman cabai merah dilakukan dengan menggunakan biji. Biji tanaman cabai merah diperoleh dari tanaman yang dibiarkan berbunga hingga berkembang berbuah dan akhirnya tua, dan terdapat biji didalamnya. Sebelum dikebunkan biji tanaman cabai harus disemaikan terlebih dahulu, bisa dengan menggunakan pot tray.

Bibit tanaman cabai yang sudah tumbuh dan yang sudah berdaun 3 sampai 4 helai dapat dipindahkan ke lahan. Biasanya sekitar umur 4-5 minggu setelah semai.

(23)

34 7. Kandungan Gizi

Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas. Kandungan gizi cabai (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai (per 100 gram)

No Macam Cabai Merah Cabai Hijau

1 Air % 90 93,3

2 Energi (kal) 32 23,0

3 Protein (g) 0,5 0,7

4 Lemak (g) 0,3 0,2

5 Karbohidrat (g) 7,8 5,4

6 Serat (g) 1,6 1,5

7 Abu (g) 0,5 0,4

8 Kalsium (mg) 29,0 12,0

9 Fosfor (mg) 45 18,0

10 Besi (mg) 0,5 0,4

11 Vitamin A (IU) 470 260

12 Vitamin C (mg) 18 84

13 Tiamin (mg) 0,05 0,05

14 Riboflavin (mg) 0,06 0,03

15 Niasin (mg) 0,9 0,5

16 Asam askorbat (mg) 18,0 84,0

Sumber : Ashari, 2006

(24)

35 8. Penyakit Pada Tanaman Cabai

Menurut Tim Bina Karya Tani (2009), ada beberapa penyakit pada tanaman cabai yaitu:

1. Penyakit Keriting Daun

Penyakit keriting daun menyerang tanaman sejak masih kecil hingga pertumbuhannya terhenti.

2. Penyakit Antraknosa

Penyakit yang menyerang buah cabai itu disebut penyakit busuk buah, yang dikenal dengan nama antraknosa.

3. Penyakit Layu

Penyakit layu pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporium. Penyakit layu ini bisa menular melalui luka.

4. Penyaki Virus (Mozaik)

Penyakit mozaik pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh virus. Penyakit virus ini menyerang daun tanaman.

5. Penyakit Bakteri (Xanthomonas solanacearum)

Penyakit bakteri yang menyerang tanaman sayuran cabai adalah Xanthomonas Solanacearum.

6. Busuk Buah Cabai

Penyakit fisiologis akibat kekurangan unsur hara tertentu. Salah satu di antaranya yang sering ditemukan pada tanaman cabai adalah busuk ujung buah.

(25)

36

E. Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss)

Gambar 7. Batang Mimba (Sumber: dokumentasi pribadi 2017) 1. Klasifikasi

Kingdom : Plantae Filum : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Marga : Azadirachta

Jenis : Azadirachta indica A. Juss.

2. Nama Daerah

Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dikenal dengan tanaman mimbo atau mimba selain itu juga dikenal dengan nama Nimba, ada tanaman yang mirip dengan mimba yaitu tanaman mindi. Mimba (Jawa), Mempheuh (Madura), Mimba (Bali).

(26)

37 3. Asal dan Distribusi Geografi

Pohon Mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah pohon yang banyak ditemukan di India maupun di tempat beriklim kering lainnya.

Pohon ini tumbuh baik di provinsi NTB dan NTT. Pohon ini mempunyai berbagai manfaat untuk pertanian dan kesehatan serta dapat diintegrasikan dalam sistem agroforestri.

4. Ciri-ciri

Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tumbuhan yang umum ditanam sebagai tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai insektisida botanik. Karena bersifat toksik terhadap beberapa jenis hama dari ordo Orthoptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera (Jacobson, 1981).

Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin (Partopuro, 1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba untuk mengendalikan hama tanaman. Mimba merupakan pohon dengan ketinggian 10-15 m, batang tegak berkayu, berbentuk bulat, percabangan simpodial dan berwarna coklat.

- Daun majemuk, berhadapan berbentuk lonjong, tepi bergerigi ujung lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun panjangnya 8-20 cm berwarna hijau.

(27)

38

- Bunga majemuk berkelamin dua diujung cabang, tangkai silindris panjang 8-15 cm. Kelopak berwarna hijau, mahkota halus dan berwarna putih. Buah bulat telur dan berwarna hijau, biji bulat diameter ± 1 cm berwarna putih. Tanaman mimba tumbuh diketinggian 1-1.700 m dpl, tetapi yang baik didaerah panas karena tahan tekanan air.

5. Kandungan Ekstrak Batang Mimba

Daun, batang, dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin (Partopuro, 1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman

ini tersedia dalam jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba untuk mengendalikan hama tanaman.

Batang mimba Azadirachta indica A. Juss mengandung beberapa komponen aktif pestisida antara lain azadirakhtin, salanin, azadiradion, salannol, salanolacetat, 3-deasetil salanin, 14-epoksi-azadiradion, gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari beberapa komponen tersebut ada tiga senyawa yang diketahui sebagai pestisida nabati, yaitu azadirakhtin, salanin, dan meliantriol (Horbone, 1982; Jones et.al dalam Schmutterer, 1990; Saxena et al.,1993). Azadirakhtin tidak langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga, sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga.

(28)

39

Biji, batang dan daun mimba mengandung tiga senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, dan meliatriol. Dalam satu gram biji mimba mengandung 2-4 mg azadirakhtin, namun ada juga yang mencapai 9 mg. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan serangga, penolak makan, dan repellent bagi serangga. Keuntungan lainnya, azadirakhtin mudah terabsorbsi oleh tanaman, bekerja secara sistemik, sedikit racun kontak dan aman bagi serangga musuh alami (Isman 1994).

Pestisida nabati dari biji mimba dapat diproduksi baik dengan teknologi yang sederhana maupun dengan teknologi tinggi. Teknologi sederhana adalah dengan cara menumbuk atau menggiling biji mimba menjadi serbuk, kemudian serbuk direndam dalam air selama semalam, disaring dan langsung dapat diaplikasikan. Teknologi tinggi adalah dengan mengisolasi bahan aktif yang bersifat toksik dan diformulasi dengan menambahkan bahan-bahan lain, sehingga dapat diaplikasikan seperti insektisida pada umumnya.

(29)

40 F. Kerangka Berpikir

Penggunaan pestisida sintetis menunjukkan hasil yang sangat efektif dan efisien, tetapi penggunaan pestisida sintetis dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan permasalahan baik dalam aspek lingkungan, seperti mengakibatkan resistensi hama, meninggalkan residu didalam tanah, air, udara serta berdampak pada kesehatan manusia yang mengkonsumsi bahan makanan yang terkena pestisida sintetis tersebut.

Dibutuhkan cara pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama menjadi resisten dan ramah lingkungan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan lingkungan dan aman di konsumsi manusia. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida nabati pengendali hama, yaitu azadirachtin, salanin, dan meliantriol. Senyawa azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas dan menolak hama. Azadirakhtin tidak langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan, mengganggu partumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga. sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga. Berikut ini merupakan bagan alur kerangka berpikir peneliti.

(30)

41

Gambar 8. Kerangka Berfikir.

Salanin sebagai penurun nafsu makan

(anti-feedant)

Meliantriol sebagai penolak/

penghalau (repellent) Penggunaan pestisida sintetis :

- Hama menjadi resisten - Berbahaya terhadap

lingkungan (mencemari air, tanah, udara)

- Membahayakan kesehatan manusia

Pestisida nabati:

- Pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama menjadi resisten

- Pengendalian hama yang tidak

membahayakan lingkungan dan aman di konsumsi manusia

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan mengintroduksi penggunaan pestisida nabati.

Pestisida nabati dengan menggunakan ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang mengandung senyawa azadirachtin, salanin, dan meliantriol.

Azadirachtin sebagai penolak makan,

Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura)

Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.))

1. Mortalitas Hama

2. Pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa

1. Perubahan Morfologi dan tingkat kerusakan tanaman

2. Berat Basah tanaman cabai merah

(31)

42 G. Hipotesis

1. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) berpengaruh terhadap pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa.

Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.

Juss) maka pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa semakin sedikit.

2. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.

Juss) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yaitu semakin sedikit.

3. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.

Juss) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yaitu semakin berat.

4. Dosis optimal pestisida nabati ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah dosis yang paling tinggi.

5. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.

Juss) yang diberikan maka semakin tinggi tingkat mortalitas hama Spodoptera litura.

Gambar

Gambar 1.Larva Spodoptera litura diinfeksikan dan Larva Spodoptera                   litura yang sudah dewasa (Sumber: dokumen pribadi 2017)
Gambar 2. Telur Spodoptera litura yang hampir sempurna
Gambar 4 : Spodoptera litura menjadi pupa (Sumber: dokumentasi                                   pribadi 2017)
Gambar 5. Serangan larva Spodoptera litura  (Sumber: dokumen pribadi)  Berdasarkan statusnya hama dibedakan antara lain :
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sorbitol sebagai salah satu senyawa yang dapat diproduksi dari biomassa, memiliki potensi yang cukup baik karena tidak memiliki cincin piranosa (Solomons dan

“Bagaimana Komunikasi Perawat Dengan Pasien Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Dalam Terapi Musik Diruang Rehabilitasi”.6.

Pola subkontrak, adalah pola hubungan kemitraan dimana usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah diberikan kesempatan untuk mengerjakan produksi barang dan/atau jasa yang

Algoritma estimasi rotasi dengan menggunakan PPFT yang dapat dilihat pada gambar 5 akan diperbaiki dengan membuang iterasi yang harus dilakukan untuk menemukan sudut rotasi

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Form Number : Nomor Formulir Full Name : Nama Lengkap , Admission Statement Copy 1 Admission Office.. READ CAREFULLY BEFORE

Biasanya, kombinasi atau bauran dari input yang berbeda-beda dapat digunakan untuk Biasanya, kombinasi atau bauran dari input yang berbeda-beda dapat digunakan

Belli bir zamanda tekniğe göre kabul edilebilir güvenlik amacõna ulaşmak için kullanõlan vasõtalar,aynõ makinelerin bir sonraki versiyonunun (üretiminin) daha

Table tb_solusi merupakan table yang digunakan untuk inputan database loncatan pertanyaan yang akan diajukan pada user/pasien yang menggunakan system (field ps_ina)