• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KESEIMBANGAN KEHIDUPAN KERJA TERHADAP KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN KANTOR DIREKSI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KESEIMBANGAN KEHIDUPAN KERJA TERHADAP KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN KANTOR DIREKSI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KESEIMBANGAN KEHIDUPAN KERJA TERHADAP KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN

KANTOR DIREKSI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN YANG BEKERJA DARI RUMAH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH:

NAMIRA NASIER 171301005

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

GANJIL, 2021/2022

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Keseimbangan Kehidupan Kerja terhadap Keterikatan kerja pada Karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang Bekerja dari Rumah.”

Skripsi ini saya tulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara. Saya sebagai peneliti sekaligus penulis melewati proses penyusunan skripsi dengan penuh kesungguhan dan kerja keras, agar skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Skripsi dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.Pertama sekali saya ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya, Ir. Nasier, M.Si dan Salmah, kakak saya Nadya Nasier, S.S, dan adik saya Nazwa Nasier yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, kasih sayang, dan doa yang tiada henti-hentinya kepada saya sampai akhirnya skripsi ini selesai. Terima kasih pula kepada paman saya Salim, SE, bibi saya Qamariah, dan nenek saya Annisa, karena selalu mendengarkan keluh kesah, memberikan masukan, dan menghibur saya dari awal proses penulisan skripsi hingga akhir.

Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini terlaksana karena arahan, dukungan, dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

(5)

iv

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah senantiasa mendidik saya selama menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sherry Hadiyani, M.Psi, Psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah senantiasa meluangkan waktu dan sabar untuk memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Fahmi Ananda, M.Psi, Psikolog, Bapak Ferry Novliadi, M.Si, dan Bapak Dr. Abdhy Aulia Adnans, MM selaku dosen penguji saya yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga penelitian ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Amalia Meutia, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan, masukan, dan dukungan sedari semester 1 sampai akhir semester.

5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu kepada saya selama menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan.

(6)

v

7. Seluruh Karyawan di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu peneliti dalam proses pengumpulan data penelitian.

8. Teruntuk sahabat-sahabat saya, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya dalam menghibur satu sama lain. Terima kasih telah mendengarkan dan memberikan bantuan saat saya membutuhkannya.

Semoga dijalan berikutnya, kita semua bisa berkumpul kembali dengan versi terbaik dari diri kita.

9. Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2017 yang telah membersamai selama kurang lebih 4 tahun.

10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti tulis satu persatu yang turut membantu penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun menjadi hal yang peneliti harapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca serta peneliti selanjutnya.

Medan, Desember 2021

Namira Nasier 171301005

(7)

vi

Pengaruh Keseimbangan Kehidupan Kerja terhadap Keterikatan kerja pada Karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang

Bekerja dari Rumah

Namira Nasier dan Sherry Hadiyani Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Guna menjaga karyawan agar tetap termotivasi pada pusaran pandemi Covid-19, perusahaan perlu meninjau kembali keterikatan yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya. Hal itu dikarenakan keterikatan kerja mampu menguatkan perusahaan ketika ada ancaman ataupun krisis global seperti pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Salah satu faktor yang dapat mewujudkan keterikatan kerja ialah tercapainya keseimbangan kehidupan kerja. Namun hal itu rasanya sukar dicapai mengingat pandemi ini membuat aktivitas bekerja harus dilakukan di rumah. Bekerja dari rumah bukanlah budaya kerja yang sering digunakan di Indonesia, sehingga awal mula penerapan skema ini menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan yang sering dialami karyawan saat bekerja dari rumah ialah sulitnya menyeimbangkan peran antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, karena seluruh aktivitas harus dilakukan secara bersamaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan keseimbangan kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain asosiatif kausal. Penelitian ini melibatkan 155 karyawan. Variabel keseimbangan kehidupan kerja diukur dengan menggunakan Work-Life Balance Scale ciptaan Fisher, Bulger, dan Smith (2009) yang sudah diterjemahkan oleh Gunawan, Nugraha, Sulistiana dan Harding (2019), sedangkan variabel keterikatan kerja diukur dengan Utrecth Work Engagement Scale ciptaan Schaufeli dan Bakker (2004). Analisis data dilakukan dengan teknik regresi linear sederhana melalui aplikasi SPSS versi 25.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 93,5% karyawan memiliki persepsi bahwa kehidupan pekerjaan dan pribadinya sangat seimbang; sebesar 89,7% karyawan memiliki tingkat keterikatan kerja yang tinggi; dan keseimbangan kehidupan kerja memberikan pengaruh positif sebesar 18,7%

terhadap keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah. Nilai koefisien yang didapat yaitu Y = 43,367 + 0,549X, r = 0,432, t hitung (5,927) > t tabel (1,65487), signifikansi 0,000.

Kata kunci: keterikatan kerja, keseimbangan kehidupan kerja, bekerja dari rumah, karyawan, pandemi Covid-19

(8)

vii

The Influence of Work-Life Balance on Work Engagement to employees Head Office PT. Perkebunan Nusantara III Medan who Work From Home

Namira Nasier and Sherry Hadiyani

Faculty of Psychology, University of North Sumatera

ABSTRACT

In order to keep employee’s motivation during the Covid-19 pandemic, companies need to review the engagement that employees have to work. Thats because work engagement is able to strengthen companies when there are threats or global crises such as the current Covid-19 pandemic. One of the factors that can realize work engagement is achieving work-life balance. However, it seems difficult to achieve considering that because this pandemic has made activities to be done at home. Work from home is not a work culture that is often used in Indonesia, so the initial implementation of this scheme caused several problems. Problem that employees often experience when working from home is difficult to balance roles between work and personal life, because all activities must be carried out simultaneously. This research aim to determine the influence of work-life balance on work engagement to employees Head Office PT. Perkebunan Nusantara III Medan who works from home. This research used quantitative method with causal association design. This research involved 155 employees. Measurement of work balance was carried out using the Work-Life Balance Scale created by Fisher, Bulger, and Smith (2009) which was translated by Gunawan, Nugraha, Sulistiana and Harding (2019), while the measurement of work engagement was carried out using the Utrecth Work Engagement Scale created by Schaufeli and Bakker (2004). Data analysis was performed using a simple linear regression technique through the SPSS version 25.0 for windows. The results showed that 93,5% of employees have a perception that their work and personal lives are very balanced; 89,7% of employees have a high level of work engagement; and work- life balance has a positive effect of 18,7% on work engagement to employees Head Office PT. Perkebunan Nusantara III Medan who works from home. The coefficient value obtained is Y = 43,367 + 0,549X, r = 0,432, t count (5,927) > t table (1,65487), significance 0,000.

Keywords: work engagement, work-life balance, work from home, employees, Covid-19 pandemic situation

(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……….i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A. Keterikatan Kerja ... 15

1. Definisi Keterikatan Kerja... 15

2. Aspek-Aspek Keterikatan Kerja ... 17

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keterikatan Kerja ... 19

B. Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 23

1. Definisi Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 23

2. Aspek-Aspek Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 25

3. Dampak Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 28

C. Dinamika antar Variabel ... 32

D. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Metode Penelitian ... 35

(10)

ix

B. Desain Penelitian ... 35

C. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36

D. Definisi Operasional ... 37

1. Keterikatan kerja ... 37

2. Keseimbangan kehidupan kerja ... 38

E. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 38

F. Instrumen Penelitian ... 41

1. Instrumen Penelitian Keterikatan Kerja ... 42

2. Instrumen Penelitian Keseimbangan Kehidupan Kerja... 43

G. Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 45

1. Uji Validitas ... 45

2. Uji Daya Beda Item ... 45

3. Uji Reliabilitas ... 46

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 46

1. Hasil Uji Coba Skala Keterikatan Kerja ... 47

2. Hasil Uji Coba Skala Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 48

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 50

1. Persiapan Alat Ukur Penelitian ... 50

2. Administrasi dan Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ... 50

3. Pengumpulan dan Analisa Data Penelitian ... 51

J. Metode Analisa Data ... 51

A. Uji Asumsi ... 52

B. Uji Hipotesis ... 53

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 54

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 55

3. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 56

B. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 57

1. Uji Normalitas ... 57

2. Uji Linearitas ... 59

C. Hasil Penelitian ... 60

(11)

x

D. Gambaran Umum Skor Penelitian ... 63

E. Pembahasan ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blueprint Skala Keterikatan Kerja ... 43

Tabel 3.2 Blueprint Skala Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 44

Tabel 3.3 Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja ... 48

Tabel 3.4 Reliabilitas Skala Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 49

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 55

Tabel 4.3 Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 56

Tabel 4.4 Uji Normalitas Variabel Keterikatan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 58

Tabel 4.5 Uji Linearitas Variabel Keterikatan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 59

Tabel 4.6 Uji T Keterikatan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 60

Tabel 4.7 Uji Determinasi R Variabel Keterikatan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 62

Tabel 4.8 Uji Statistik Deskriptif Variabel Keterikatan Kerja dan Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 65

Tabel 4.9 Data Hipotetik dan Empirik Keterikatan Kerja ... 66

Tabel 4.10 Norma Kategorisasi Data Keterikatan Kerja ... 66

Tabel 4.11 Data Hipotetik dan Empirik Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 68

Tabel 4.12 Norma Kategorisasi Data Keseimbangan Kehidupan Kerja ... 68

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SURAT IZIN PENELITIAN ... xiii

LAMPIRAN 2 ALAT UKUR PENELITIAN ... xvi

LAMPIRAN 3 DATA MENTAH SUBJEK ... xix

LAMPIRAN 4 TABEL UJI COBA PENELITIAN ... xxxiii

LAMPIRAN 5 HASIL ANALISIS DATA ... xxxviii

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal sebagai Negara agraris, karena memiliki lahan pertanian yang sangat luas didukung oleh kondisi tanah yang subur, iklim yang memadai, dan sumber daya alam yang beraneka ragam serta berlimpah. Hal ini membuat Indonesia mampu memposisikan perekonomian utamanya pada sektor pertanian, sehingga ada banyak perusahaan dibidang pertanian yang berkembang pesat hingga saat ini, salah satunya ialah perusahaan perkebunan (Nainggolan, 2018). Menurut data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik diketahui bahwa Indonesia memiliki 2.335 unit perkebunan kelapa sawit, 286 unit perkebunan karet, 111 unit perkebunan tebu, 96 unit perkebunan teh, 95 unit perkebunan kopi, 73 unit perkebunan kakao, dan 5 unit perkebunan tembakau (BPS, 2020). Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan termasuk kedalam kategori kemajuan yang tinggi.

Meningkatnya jumlah perkebunan di Indonesia membuat sebagian besar masyarakat menganggap bahwa sektor pertanian memberikan prospek yang cukup menjanjikan bagi masa depan. Oleh sebab itu, banyak sekali karyawan yang memandang perusahaan perkebunan sebagai perusahaan impian untuk bekerja (Nainggolan, 2018). Pada tahun 2020, Warta Ekonomi Group melakukan penelitian untuk melihat perusahaan-perusahaan yang memiliki citra postif dan dianggap sebagai perusahaan impian bagi banyak

(15)

2

karyawan. Dari 18 sektor industri yang ikut serta dalam penelitian tersebut, ada beberapa perusahaan perkebunan yang masuk kedalam kategori

“perusahaan paling dikagumi di Indonesia” (top most admired companies), salah satunya ialah PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) (Warta Ekonomi, 2020).

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) atau yang biasa dikenal dengan nama PTPN III adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) yang bergerak dibidang pengelolaan, pengolahan, dan pemasaran hasil perkebunan. Pada awalnya komoditi yang diusahakan PTPN III hanya mencakup perkebunan kelapa sawit dan karet, namun sejak tanggal 17 september 2014 komoditi yang dicakup perusahaan ini menjadi lebih luas yakni kelapa sawit, karet, tebu, teh, kopi, kakao, tembakau, kayu-kayuan, buah-buahan, dan aneka tanaman lainnya. Peningkatan tersebut terjadi karena pemerintah secara resmi mengeluarkan PP RI No. 72 Tahun 2014 yang menyatakan PTPN III sebagai perusahaan induk (holding company).

Peraturan itu juga menjadikan PTPN III sebagai pemegang saham mayoritas yang menaungi banyak perusahaan, seperti 13 perusahaan perkebunan yakni PTPN I sampai dengan PTPN XIV, dan beberapa perusahaan lainnya (Perkebunan Nusantara, 2018).

Menyandang status sebagai perusahaan induk (holding company) sekaligus perusahaan yang dikagumi bukanlah hal yang mudah, karena untuk bisa sampai dititik ini PTPN III harus melewati proses yang cukup panjang. Diketahui dalam rangka mempertahankan status dan eksistensinya,

(16)

3

PTPN III tidak hanya menjaga kualitas sumber daya manusia yang dimiliki agar tetap kompeten dan bermutu, melainkan juga memastikan seluruh karyawannya ikut serta dalam melakukan pekerjaan dan memiliki komitmen yang tinggi, atau dengan kata lain memastikan karyawannya memiliki keterikatan kerja (work engagement).

Keterikatan kerja adalah sumber kekuatan yang mendorong karyawan untuk meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini diwujudkan dengan komitmen terhadap perusahaan, rasa memiliki dan bangga terhadap pekerjaan, usaha yang lebih ekstra (baik dari segi waktu maupun energi), semangat, dan ketertarikan dalam melaksanakan pekerjaan (Wellins & Concelman, 2005). Sejalan dengan hal itu, Schaufeli dan Bakker (2004) menyatakan keterikatan kerja sebagai keadaan psikologis yang positif dan terpenuhi dalam perilaku kerja yang ditandai dengan semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penjiwaan (absorption). Semangat (vigor) dicirikan dengan tingginya energi dan ketahanan mental saat bekerja. Dedikasi (dedication) ditandai dengan keterlibatan dan rasa antusias dalam bekerja, sedangkan penjiwaan (absorption) ditunjukkan dengan konsentrasi penuh dan perasaan senang dalam menyelesaikan pekerjaan (Schaufeli & Bakker, 2004).

Ada beberapa perilaku positif yang ditunjukkan ketika karyawan memiliki keterikatan kerja. Menurut Bakker dan Demerouti (2008), karyawan yang memiliki keterikatan kerja cenderung lebih kreatif, produktif, dan bersedia untuk melakukan pekerjaan dengan usaha yang

(17)

4

optimal. Karyawan yang terikat juga sadar akan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan perusahaan, sehingga mereka akan memotivasi rekan-rekan kerja lainnya untuk mencapai tujuan tersebut (Jagannathan, 2014). Selain itu, karyawan yang terikat akan bekerja secara aktif dalam perusahaan dan mencoba berfikir untuk melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik (Robertson, 2007).

Perilaku-perilaku positif seperti yang telah disebutkan di atas, tentu tidak hanya memberikan dampak yang baik bagi karyawan itu sendiri melainkan juga bagi perusahaan. Dipinto (2021) menemukan bahwa tingginya keterikatan kerja berhubungan dengan produktivitas kerja, yang artinya semakin kuat keterikatan kerja yang dimiliki karyawan maka semakin besar pula tingkat produktivitas kerjanya. Keterikatan kerja juga dianggap dapat mewujudkan kesuksesan perusahaan, karena aspek ini mampu meningkatkan kinerja karyawan, keselamatan kerja, kehadiran dan retensi, kepuasan dan loyalitas pelanggan, hingga profitabilitas keuangan perusahaan (Siddhanta & Roy, 2010). Tidak hanya itu, perusahaan dengan keterikatan kerja yang tinggi menunjukkan keterlibatan yang rendah dalam pergantian karyawan (turnover), hal ini memengaruhi kestabilan keuangan pada perusahaan (Baumruk, 2006).

Berbagai pengaruh positif yang ditunjukkan dari tingginya keterikatan kerja karyawan, membuat para petinggi di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) sadar bahwa aspek ini memiliki banyak manfaat. Hal ini membuat PTPN III selalu mengawasi keterikatan kerja yang dimiliki

(18)

5

karyawannya secara berkala. Untuk membuktikannya, perusahaan menunjukkan skala keterikatan kerja karyawan selama 5 tahun terakhir.

Pada 2016 (88,89%), 2017 (90,91%), 2018 (88,01%), 2019 (90,53%), dan pada tahun 2020 (91,08%). Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa keterikatan kerja yang dimiliki karyawan PTPN III berada pada kategori yang sangat tinggi. Aspek ini bahkan mengalami peningkatan pada tahun 2020, yakni saat terjadinya pandemi Covid-19.

Pada awal tahun 2020, kehadiran virus Covid-19 menjadi perbincangan utama diseluruh penjuru dunia. Hal itu dikarenakan virus ini memiliki tingkat penularan yang sangat cepat. Untuk memperlambat rantai penyebaran virus, hampir semua negara menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti lockdown total, karantina wilayah dengan jumlah kasus yang tinggi, penutupan sekolah, tempat kerja, dan pusat perbelanjaan, serta melakukan pembatasan akses ke rute perjalanan tertentu (Atalan, 2020).

Sifatnya yang sangat menular, membuat berbagai industri dan perusahaan juga menggeser metode kerjanya dengan menerapkan skema bekerja dari rumah (work from home) (ILO , 2020).

Bekerja dari rumah dapat diartikan sebagai gaya alternatif pekerjaan yang fleksibel, yang mana karyawan dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dimana saja melalui media teknologi dan informasi yang digunakan oleh kantor (Dua, 2020). Di Indonesia bekerja dari rumah bukanlah budaya kerja yang sering digunakan, namun eksistensi pandemi

(19)

6

Covid-19 menjadikan skema ini sebagai suatu keharusan yang mesti dijalankan oleh karyawan (Mungkasa, 2020).

Bekerja dari rumah tentu belum bisa dikatakan sebagai solusi paling baik, karena faktanya pelaksanaan skema ini masih menimbulkan beberapa masalah. Menurut Carnevale dan Hatak (2020) permasalahan yang sering dialami karyawan saat bekerja dari rumah (khususnya pada saat pandemi Covid-19) ialah konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life conflict). Kemunculan konflik ini terjadi karena ketegangan akibat perubahan lingkungan kerja, dimana karyawan yang sebelumnya menghabiskan waktu kerja didalam batasan fisik perusahaan, kini harus menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Selain itu, masa pandemi Covid-19 ini entah mengapa membuat banyak perusahaan seakan lebih mementingkan produktivitas karyawan. Sebagai akibatnya, perusahaan justru memberikan tuntutan kerja yang cukup banyak dengan waktu yang sangat panjang untuk memastikan karyawannya tidak menyimpang dari aktivitas bekerja (Sakitri, 2020). Hal ini menyebabkan karyawan lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja, yang pada akhirnya membuat mereka sulit menyeimbangkan peran lain dikehidupan pribadi atau mencapai keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance).

Keseimbangan kehidupan kerja dapat dijelaskan sebagai kepuasan yang dirasakan individu ketika mampu memenuhi setiap tuntutan, baik itu tuntutan pekerjaan ataupun keluarga dengan meminimalkan konflik yang mungkin terjadi (Clark, 2000). Menurut Fisher, Bulger, dan Smith (2009),

(20)

7

keseimbangan kehidupan kerja adalah upaya yang dilakukan individu untuk menyeimbangkan dua atau lebih peran yang dijalaninya.

Pada dasarnya, gambaran mengenai keseimbangan kehidupan kerja dapat dipahami dengan tiga sisi yang berbeda namun tetap berkaitan.

Pertama, seseorang itu butuh waktu dan ruang pribadi untuk memelihara tubuh, pikiran, dan jiwa. Kedua, seseorang membutuhkan waktu untuk bersosialisasi dengan orang lain (baik secara langsung ataupun tidak langsung). Ketiga, seseorang juga membutuhkan waktu untuk meningkatkan ekonomi dan finansial mereka (Sakitri, 2020). Hal ini membuat seseorang tidak bisa menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja saja, karena mereka juga memerlukan istirahat, berbincang dengan keluarga ataupun teman, dan mencari aktivitas tambahan yang mungkin dapat mendorong kesejahteraan jiwa dan finasial mereka.

Perlu diketahui bahwa keseimbangan kehidupan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mewujudkan keterikatan kerja pada karyawan (Znidarsic & Bernik, 2021). Ketika karyawan merasa bahwa perusahaan memberikan mereka kesempatan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, mereka akan berusaha pula untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang lebih baik dalam bekerja (Kort, 2016). Hal itu dikarenakan karyawan yang mencapai keseimbangan cenderung mengalami emosi dan sikap positif yang mengarah pada keterikatan kerja (Shankar &

Bhatnagar, 2010).

(21)

8

Apabila aktivitas bekerja dari rumah menghambat karyawan untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja, maka kemungkinan besar yang terjadi ialah karyawan juga sulit untuk terikat dengan pekerjaannya. Hal ini membuat peneliti meninjau langsung bagaimana penerapan skema bekerja dari rumah yang dijalankan oleh PTPN III. PTPN III diketahui masih menjalankan skema bekerja dari rumah namun dengan sistem shifting, yang mana setiap karyawan secara bergantian akan melaksanakan skema ini selama dua minggu. Karyawan yang sudah bekerja dari rumah selama dua minggu akan diminta masuk ke kantor jika mereka dalam keadaan yang sehat (suhu tubuh normal). Metode ini tidak berlaku pula bagi karyawan yang berusia di atas 50 tahun, karena mereka diwajibkan untuk menjalankan aktivitas kerjanya di rumah.

PTPN III menjalankan skema bekerja dari rumah dengan sistem peraturan baru, yakni waktu kerja dari jam 08.00 hingga jam 16.00 WIB, waktu lembur hanya diperbolehkan paling lama sampai jam 18.00 WIB, dan adanya tunjangan tetap untuk seluruh karyawan. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa karyawan di PTPN III, diketahui bahwa mereka tidak merasa kesulitan dengan peraturan saat bekerja dari rumah. Karyawan tersebut bahkan mengungkapkan kalau sistem ini membuat mereka lebih dekat dengan keluarga dan dapat melakukan aktivitas lain seperti mengikuti pengajian online, melakukan hobi, merawat orang tua, dan lain sebagainya.

Menurut staf personalia PTPN III, strategi dan peraturan yang dibentuk tidak semata-mata untuk mencapai tujuan perusahaan, melainkan

(22)

9

juga untuk menjaga kualitas sumber daya manusia yang dimiliki yakni karyawan. Untuk itu, sebelum terjadinya pandemi Covid-19 PTPN III bahkan sudah memiliki peraturan kerja yang efektif dan efesien. Peraturan itu meliputi waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, dengan ketentuan hari senin sampai kamis dilaksanakan dari jam 08.00 – 17.00 WIB, sedangkan khusus pada hari jum’at dilaksanakan dari jam 08.00 – 12.00 WIB. Hari sabtu dan minggu diberikan waktu bagi karyawan untuk memulihkan diri, sehingga tidak ada kegiatan yang dilaksanakan (libur).

Bagi karyawan yang lembur, akan diberikan insentif yakni untuk jam pertama diberikan 1,5 kali upah sejam, dan untuk jam berikutnya (2 jam ke atas) diberikan 2 kali upah sejam.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti berasumsi bahwa PTPN III memiliki peraturan kerja yang sangat baik. Menurut Poulose dan Sudarsan (2014), peraturan ataupun kebijakan yang dijalankan perusahaan terkait jam kerja, gaji tambahan, cuti, dan fleksibilitas kerja dapat memengaruhi karyawan dalam mencapai keseimbangan kehidupan kerja. Semakin baik perusahaan membuat peraturan, maka akan semakin besar pula kemungkinan karyawan untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja.

Kondisi ini juga yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui apakah benar peningkatan angka keterikatan kerja di PTPN III pada tahun 2020, terjadi karena para karyawannya mampu mencapai keseimbangan kehidupan kerja pada saat bekerja dari rumah. Singkatnya, peneliti ingin

(23)

10

melihat apakah ada pengaruh keseimbangan kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja pada karyawan yang bekerja dari rumah.

Adapun penelitian ini akan dilakukan di Kantor Direksi PT.

Perkebunan Nusantara III Medan, karena kantor ini merupakan organ perusahaan yang bertanggung jawab penuh atas kepentingan PTPN III.

Selain itu secara operasional hanya karyawan yang bekerja di Kantor Direksi yang menerapkan skema bekerja dari rumah, karena karyawan lapangan tetap masuk untuk memantau kebun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah “apakah ada pengaruh keseimbangan kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh keseimbangan kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah.

(24)

11

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja, terutama kaitannya dengan topik bekerja dari rumah pada saat pandemi Covid-19.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan referensi bagi para peneliti lainnya terutama di bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

c. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah data empiris mengenai pokok bahasan keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja, terutama kaitannya dengan topik bekerja dari rumah pada saat pandemi Covid-19.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan Penelitian ini memberikan gambaran mengenai keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah. Hal tersebut dapat digunakan untuk melihat apakah pelaksanaan skema bekerja dari rumah menimbulkan masalah atau tidak pada keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja karyawan di perusahaan tersebut.

(25)

12

b. Bagi Karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan

Penelitian ini memberikan informasi mengenai gambaran keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja karyawan pada saat pelaksanaan skema bekerja dari rumah.

c. Bagi penulis

Penelitian ini menambah wawasan berfikir dan mengembangkan kemampuan menganalisa permasalahan dalam keilmuan Psikologi, khususnya mengenai topik keseimbangan kehidupan kerja, keterikatan kerja, dan bekerja dari rumah pada saat pandemi Covid-19.

d. Bagi pembaca

Penelitian ini secara umum memberikan informasi mengenai keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja serta kaitannya dengan kondisi bekerja dari rumah. Selain itu, penelitian ini juga memberikan informasi internal mengenai gambaran keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan khususnya pada saat pelaksanaan skema bekerja dari rumah.

(26)

13

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah pemahaman dan penelusuran penelitian. Pada laporan penelitian ini sistematika penulisan terdiri dari lima bab, masing-masing uraian secara garis besar dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi pemaparan singkat mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi uraian teori yang mendasari pembahasan secara terperinci mengenai variabel yang diteliti yakni keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja. Pembahasannya meliputi definisi, aspek-aspek yang ada di dalam variabel, faktor-faktor yang memengaruhinya, dan dampak yang ditimbulkan. Selain itu, bab ini memaparkan hubungan antar variabel dan hipotesis penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memaparkan metodologi yang digunakan oleh peneliti, pembahasannya meliputi metode penelitian, desain penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan

(27)

14

sampel, instrumen/alat ukur, uji coba alat ukur penelitian, hasil uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan secara keseluruhan mengenai hasil penelitian yang diawali dengan gambaran umum mengenai subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil penelitian, dan gambaran umum skor penelitian. Selanjutnya hasil penelitian akan dibahas dengan beberapa teori yang berkaitan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memaparkan mengenai kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil penelitian yang telah didapatkan. Saran-saran yang dikemukakan berupa saran metodologis dan praktis yang berguna bagi perusahaan dan penelitian selanjutnya.

(28)

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keterikatan Kerja

1. Definisi Keterikatan Kerja

Berbagai macam studi telah dilakukan mengenai keterikatan, namun hingga kini belum ada pengertian yang konsisten dan universal mengenai konsep ini, pengoperasian dan pengukurannya pun masih dilakukan dengan cara yang berbeda-beda (Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Hal ini menyebabkan perbedaan penggunaan istilah antar peneliti, ada yang menyebutkannya dengan istilah keterikatan karyawan (employee engagement) seperti Saks (2006) dan ada pula yang menyebutnya dengan keterikatan kerja (work engagement) seperti yang dilakukan oleh Schaufeli dan Bakker (2004).

Murnianita (2012) menegaskan bahwa istilah keterikatan karyawan dan keterikatan kerja sering digunakan secara bergantian, namun keterikatan kerja dianggap lebih spesifik. Schaufeli dan Bakker (2010) juga menjelaskan jika keterikatan karyawan mengacu pada hubungan antara karyawan dengan organisasi, sedangkan keterikatan kerja mengacu pada hubungan antara karyawan dengan pekerjaannya.

Istilah keterikatan pertama kali dikemukakan oleh Kahn (1990), ia memaparkan konsep ini dengan sebutan keterikatan personal. Menurut Kahn (1990) keterikatan adalah keadaan dimana

(29)

16

karyawan mampu melibatkan dan mengekspresikan diri baik secara fisik, kognitif, dan emosional didalam pekerjaan mereka. Kahn (1990) juga menyatakan bahwa keterikatan dipengaruhi oleh tiga aspek, yakni kebermaknaan (meaningfulness), keamanan (safety), dan ketersediaan (availability). Aspek inilah yang kemudian akan memengaruhi karyawan dalam menerima dan melakukan peran mereka di tempat kerja.

Ada banyak ahli lain yang juga mendefinisikan keterikatan kerja, beberapa diantaranya adalah Saks (2006) yang menyatakan keterikatan kerja sebagai kompisisi unik yang terdiri dari komponen kognitif, emosi, dan perilaku yang berkaitan dengan tanggung jawab karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Menurut Macey dan Schneider (2008) keterikatan kerja merupakan kondisi yang diinginkan perusahaan, karena aspek ini akan memengaruhi komponen sikap dan perilaku dengan menunjukkan keterlibatan, komitmen, semangat, rasa antusias, usaha dengan penuh konsentrasi, dan energi yang tinggi. Sejalan dengan hal itu, Wellins dan Concelman (2005) menjelaskan keterikatan kerja sebagai sumber kekuatan yang mendorong karyawan untuk meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini diwujudkan dengan komitmen terhadap perusahaan, rasa memiliki dan bangga terhadap pekerjaan, usaha yang lebih ekstra, semangat, dan ketertarikan dalam melaksanakan pekerjaan.

(30)

17

Menurut Federman (2009) keterikatan kerja adalah keadaan yang membuat karyawan mampu berkomitmen pada suatu organisasi, dan hasil komitmen tersebut ditentukan dari seberapa besar usaha mereka dalam bekerja dan lamanya masa bekerja. Schaufeli dan Bakker (2004) secara lebih eksplisit mendeskripsikan keterikatan kerja sebagai kondisi psikologis yang positif dan terpenuhi dalam perilaku kerja yang ditandai dengan karakteristik semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penjiwaan (absorption). Aspek ini dinyatakan pula sebagai keadaan afektif dan kognitif yang sifatnya persisten (menetap), yang terjadi tanpa adanya objek, kejadian, ataupun perilaku tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan jika keterikatan kerja adalah suatu keadaan psikologis yang positif dalam perilaku kerja, yang memengaruhi sikap dan perilaku karyawan dengan menunjukkan keterlibatan, komitmen, semangat, rasa antusias, dan perilaku-perilaku positif lainnya.

2. Aspek-Aspek Keterikatan Kerja

Schaufeli dan Bakker (2004) menyatakan bahwa keterikatan kerja terdiri dari tiga aspek yakni:

(31)

18

a. Semangat (vigor)

Semangat dikarakteristikkan dengan tingginya energi dan ketahanan mental yang dimiliki individu ketika bekerja, keinginan untuk terus berusaha, dan ketekunan dalam mengerjakan sesuatu meskipun sedang dalam keadaan yang sulit (Schaufeli & Bakker, 2004).

Berdasarkan aspek ini, karyawan yang terikat akan menunjukkan sikap positif seperti memiliki semangat dalam bekerja, mengerahkan seluruh energi untuk bisa bekerja dengan maksimal, mampu menyelesaikan pekerjaan dengan waktu yang telah ditentukan, tidak menghiraukan gangguan-gangguan yang terjadi di lingkungan kerja, serta mampu mengatasi kesulitan dan kegagalan dalam bekerja.

b. Dedikasi (dedication)

Dedikasi mengarah pada keterlibatan diri yang kuat dalam menjalani pekerjaan, aspek ini dikarakteristikkan dengan munculnya perasaan yang berarti, rasa antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan (Schaufeli & Bakker, 2004).

Berdasarkan aspek ini, karyawan yang memiliki keterikatan kerja akan menganggap pekerjaan yang dilakukan sangat berarti dan menginspirasi dirinya. Hal ini memunculkan rasa bangga yang akhirnya membuat karyawan tersebut

(32)

19

menjalani pekerjaan mereka dengan baik dan menganggap kesulitan yang dialami sebagai tantangan dalam bekerja.

c. Penjiwaan (absorption)

Penjiwaan merupakan suatu kondisi ketika individu merasa bahagia, senang, dan menikmati pekerjaannya, sehingga mereka sering kali merasa sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan yang dilakukan, merasa waktu cepat berlalu, dan mudah bagi mereka untuk berkonsentrasi penuh (Schaufeli &

Bakker, 2004).

Berdasarkan aspek ini, karyawan yang terikat akan bekerja dengan penuh penjiwaan dan konsentrasi hingga mereka merasa waktu bekerja sangatlah singkat.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keterikatan Kerja

Ada beberapa faktor penting yang memengaruhi keterikatan kerja karyawan, yaitu:

a. Tuntutan kerja (job demands)

Tuntutan kerja adalah berbagai aktivitas yang harus dilakukan oleh karyawan (Schaufeli & Bakker, 2004). Secara lebih jelas, tuntutan kerja dapat didefinisikan sebagai elemen- elemen yang berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis (mental), sosial (hubungan antar manusia), dan organisasi

(33)

20

(hubungan pribadi dengan kelompok) yang membutuhkan usaha/output secara terus menerus untuk bisa memenuhinya (Schaufeli & Bakker, 2004).

Tuntutan kerja sebaiknya tidak melebihi kapasitas kemampuan individu, karena hal itu dapat mengubahnya menjadi stressor yang memberikan dampak buruk pada semua aspek yang dimiliki individu (fisik, psikologis, sosial dan organisasi) dan tidak jarang pula menimbulkan respon negatif seperti kelelahan, kecemasan, bahkan depresi (Schaufeli &

Bakker, 2004).

Tuntutan kerja yang tinggi (seperti: jam kerja yang terlalu panjang, waktu deadline yang singkat, dan pekerjaan yang berbahaya) memaksa individu untuk mengeluarkan seluruh energi dan waktunya hanya untuk bekerja. Hal ini jelas akan membuat individu merasa lelah setelah bekerja, sehingga sulit bagi mereka untuk bisa menjalankan peran, kewajiban, dan tanggung jawab diluar pekerjaan (Chung, 2011). Singkatnya, tuntutan kerja yang tinggi membuat individu sulit menyeimbangkan pola kehidupan antara pekerjaan dan kegiatan pribadi (work-life balance).

Tuntutan kerja yang memberi pengaruh buruk pada keseimbangan kehidupan kerja, dapat menurunkan keterikatan.

Hal itu dikarenakan keterikatan kerja akan tercapai, apabila

(34)

21

keseimbangan kehidupan kerja seseorang itu terwujud (Znidarsic & Bernik, 2021).

b. Sumber daya kerja (job resources)

Sumber daya kerja adalah elemen-elemen fisik, psikologis, sosial, dan organisasi yang dapat menstimulasi pertumbuhan, perkembangan, dan pembelajaran bagi karyawan.

Sumber daya kerja dapat memberikan pengaruh positif dalam mencapai tujuan perusahaan dan mengurangi efek dari tuntutan kerja (job demands) (Schaufeli & Bakker, 2004).

Sumber daya kerja dapat dijelaskan dengan empat level, yakni level organisasi (kesesuaian fasilitas fisik yang diberikan oleh perusahaan, seperti gaji, kesempatan belajar, pengembangan karir, dan ketersediaan informasi), level interpersonal (komunikasi/ hubungan yang baik dengan atasan dan rekan kerja, iklim kelompok yang positif), level pekerjaan (keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, peran kerja yang jelas), dan level tugas (feedback dalam bekerja, keterampilan yang bervariasi) (Bakker, Demerouti, Hakanen, &

Xanthopoulou, 2007).

Sumber daya kerja akan memberikan kontribusi yang positif pada keterikatan kerja, apabila tuntutan kerja yang dihadapi karyawan tinggi (Bakker, Demerouti, Hakanen, &

Xanthopoulou, 2007). Sumber daya kerja (seperti: peluang karir

(35)

22

dan gaji yang tinggi) juga menghasilkan persepsi positif yang membuat individu menganggap bahwa pekerjaan bukanlah penghambat bagi mereka untuk melakukan kewajiban dan tanggung jawab diluar pekerjaan (Chung, 2011). Dengan demikian, karyawan merasa bahwa pekerjaan tidak membebani mereka untuk mencapai keseimbangan kehidupan pekerjaan.

Selain itu, sumber daya kerja membuat karyawan memiliki energi dan motivasi yang besar untuk menciptakan keterikatan yang mengarah pada kinerja dan hasil yang menguntungkan bagi perusahaan (Bakker & Demerouti, 2008).

c. Sumber daya pribadi (personal resources)

Sumber daya pribadi adalah elemen-elemen yang berkaitan dengan evaluasi diri secara positif, yang ditunjukkan dengan kemampuan dan keberhasilan individu dalam mengontrol lingkungan kerjanya (Bakker & Demerouti, 2008).

Sumber daya pribadi terdiri dari tiga dimensi, yakni self- efficacy (persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tuntutan pekerjaan), organizational based self- esteem (keyakinan anggota organisasi bahwa karyawan tersebut dapat berpartisipasi), dan perasaan optimis (yakin bahwa dirinya memiliki potensi untuk berhasil) (Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2009).

(36)

23

Sumber daya pribadi (seperti sikap optimis dan coping control) akan sangat menguntungkan apabila sumber daya kerja (job resources) yang ada di perusahaan sangat rendah (Riolli &

Savicki, 2003). Sumber daya pribadi dan sumber daya kerja juga dapat berubah dari waktu ke waktu, dan perubahan itulah yang menentukan bagaimana keterikatan pada karyawan ketika melakukan tugas mereka sehari-hari (Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2009). Karyawan yang mampu memanfaatkan sumber daya pribadi mereka, akan termotivasi untuk mengejar tujuan yang mengarah pada keterikatan dan performa kerja (Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2009).

B. Keseimbangan Kehidupan Kerja

1. Definisi Keseimbangan Kehidupan Kerja

Sebelum istilah keseimbangan kehidupan kerja muncul, para akademikus terlebih dahulu memahaminya dengan sebutan keseimbangan kerja-keluarga (work family balance) (Hudson, 2005).

Istilah ini mengalami perubahan karena muncul beberapa pendapat yang menyatakan bahwa tanggung jawab non-pekerjaan bukan hanya tentang pengasuhan anak, tetapi juga meliputi aktivitas ataupun komitmen lain diluar pekerjaan. Keseimbangan kehidupan kerja menggeser istilah keseimbangan kerja-keluarga (work family balance)

(37)

24

dengan menunjukkan bahwa aktivitas tersebut bersifat universal, yang artinya dapat dilakukan oleh karyawan dengan beragam gender dan peran, seperti pria, wanita, individu dengan status lajang, memiliki pasangan, dan yang berperan sebagai orang tua. Adapun aktivitas yang perlu diimbangi dengan pekerjaan meliputi perkuliahan/studi, perjalanan, olahraga, pekerjaan sukarela, kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan diri, perawatan lansia, dan waktu untuk beristirahat (Lazar, Osoian, & Ratiu, 2010).

Keseimbangan kehidupan kerja memiliki arti yang sangat luas, sehingga beberapa peneliti mendeskripsikannya dengan berbagai pengertian. Lazar, Osoian dan Ratiu (2010) menjelaskan keseimbangan kehidupan kerja sebagai tingkat kepuasan yang dicapai seseorang, karena mampu melibatkan diri atas peran ganda yang dimilikinya dalam kehidupan. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Clark (2000) bahwa keseimbangan kehidupan kerja merupakan kepuasan yang dirasakan individu ketika mampu memenuhi setiap tuntutan, baik itu tuntutan pekerjaan ataupun keluarga dengan meminimalkan konflik yang mungkin terjadi. Purohit (2013) juga menjelaskan keseimbangan kehidupan kerja sebagai sebuah konsep keseimbangan peran antara karir (pekerjaan dan ambisi) dan gaya hidup (kesehatan, kebahagiaan, keluarga, waktu luang dan pengembangan spiritual). Dalam penelitiannya, Purohit (2013) mengatakan jika keseimbangan kehidupan kerja akan tercapai

(38)

25

apabila individu mampu menciptakan peran yang seimbang di tempat kerja maupun dalam ranah pribadinya. Individu tidak bisa memberikan kontribusi lebih hanya pada satu peran saja, karena hal itu akan menyebabkan ketidakseimbangan.

Menurut Fisher, Bulger, dan Smith (2009), keseimbangan kehidupan kerja adalah upaya yang dilakukan individu untuk menyeimbangkan dua atau lebih peran yang dijalaninya.

Keseimbangan kehidupan kerja juga dipandang sebagai keadaan dimana individu mampu menyeimbangkan waktu, keterlibatan, dan kepuasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (Greenhaus, Collins,

& Shaw, 2003).

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa keseimbangan kehidupan kerja adalah kondisi ketika individu mampu menyeimbangkan peran antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Keseimbangan tersebut akan membuat individu merasa puas, karena dapat melibatkan diri dalam menyelesaikan tuntutan dan tanggung jawab pada setiap peran yang dimilikinya.

2. Aspek-Aspek Keseimbangan Kehidupan Kerja

Fisher, Bulger, dan Smith (2009) menjelaskan bahwa ada empat aspek dari keseimbangan kehidupan kerja, diantaranya:

(39)

26

a. Work interference with personal life (WIPL)

Aspek ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu (Fisher, Bulger, &

Smith, 2009). Gangguan yang muncul dari pekerjaan akan memberikan efek negatif pada kehidupan pribadi seseorang, misalnya tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak membuat individu sulit mengatur waktu untuk menjalankan kehidupan pribadinya, beberapa orang bahkan rela menunda aktivitas penting seperti bertemu dengan keluarga, menjalankan hobi, dan melanjutkan studi hanya untuk bekerja. Gangguan ini menunjukkan rendahnya keseimbangan kehidupan kerja yang dimiliki individu.

b. Personal life interference with work (PLIW)

Berlawanan dengan aspek work interference with personal life (WIPL), aspek ini justru menjelaskan sejauh mana kehidupan pribadi individu dapat menjadi pengganggu dalam melakukan pekerjaan (Fisher, Bulger, & Smith, 2009). Misalnya peran dan aktivitas didalam kehidupan pribadi membuat seseorang kehilangan waktunya untuk bekerja, atau adanya permasalahan pribadi menghambat individu dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Gangguan ini memberikan efek negatif, karena dapat mengganggu konsentrasi dan mengurangi efektifitas kinerja pada saat bekerja. Adanya

(40)

27

gangguan ini juga menunjukkan rendahnya keseimbangan kehidupan kerja yang dimiliki individu.

c. Personal life enhancement of work (PLEW)

Aspek ini mendeskripsikan sejauh mana kehidupan pribadi dapat meningkatkan performa individu dalam melakukan pekerjaan (Fisher, Bulger, & Smith, 2009). Misalnya individu merasa puas dengan kehidupan pribadinya yang menyenangkan, maka hal tersebut akan memberikannya energi positif untuk melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati sehingga kinerja yang dihasilkan lebih maksimal. Peningkatan ini mengindikasikan tercapainya keseimbangan kehidupan kerja pada individu.

d. Work enhancement of personal life (WEPL)

Aspek ini mendeskripsikan sejauh mana pekerjaan mampu meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu (Fisher, Bulger, & Smith, 2009). Misalnya individu merasa senang dengan pekerjaan yang dimiliki, karena pekerjaan tersebut tidak hanya dapat memenuhi kebutuhannya melainkan juga memberikan keterampilan yang bisa dipergunakan untuk hal lain. Keadaan ini akan membuatnya merasa puas, sehingga kualitas dari kehidupan pribadinya menjadi lebih positif.

Peningkatan aspek ini menunjukkan bahwa tingkat

(41)

28

keseimbangan kehidupan kerja yang dimiliki individu sudah baik.

3. Dampak Keseimbangan Kehidupan Kerja

Menurut Poulose dan Sudarsan (2014) tercapainya keseimbangan kehidupan kerja menghasilkan beberapa dampak positif yang terbagi menjadi dua kategori, yakni:

a. Dampak yang berkaitan dengan pekerjaan 1. Meningkatkan kepuasan kerja

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa keseimbangan kehidupan kerja memberikan kontribusi yang signifikan pada kepuasan kerja. Hal ini didukung pula dari penelitian Kanwar, Singh, dan Kodwani (2009) yang menemukan jika keseimbangan kehidupan kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Artinya, semakin tinggi keseimbangan kehidupan kerja karyawan maka semakin tinggi pula kepuasan kerjanya.

2. Meningkatkan komitmen terhadap organisasi

Selain berpengaruh pada kepuasan kerja, keseimbangan kehidupan kerja juga berpengaruh pada komitmen karyawan terhadap organisasi. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Rumangkit dan Zuriana

(42)

29

(2019), yang menemukan bahwa keseimbangan kehidupan kerja memberikan pengaruh positif pada komitmen karyawan.

3. Meningkatkan keterikatan kerja

Penelitian yang dilakukan oleh Znidarsic dan Bernik (2021) membuktikan bahwa tercapainya keseimbangan kehidupan kerja dapat mewujudkan keterikatan kerja karyawan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sonnentag (2003) juga menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan kerja dapat memberikan pengaruh positif pada keterikatan kerja, ketika perusahaan menyediakan waktu senggang untuk karyawannya memulihkan diri. Karyawan yang sudah pulih akan menunjukkan sikap-sikap yang mengarah pada keterikatan seperti memiliki ketahanan mental yang tinggi, sangat terlibat dalam pekerjaan, dan dapat berkonsentrasi pada tugas yang diberikan (Sonnentag, 2003).

4. Meningkatkan performa kerja

Preena dan Preena (2021) mengutarakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap performa kerja karyawan.

Karyawan yang mampu mencapai keseimbangan

(43)

30

kehidupan kerja, biasanya memiliki performa yang lebih baik dalam bekerja.

5. Mengurangi turnover

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan yang signifikan antara keseimbangan kehidupan kerja dan turnover. Hubungan yang dimiliki antara keduanya ialah hubungan negatif, yang mana semakin tinggi keseimbangan kehidupan kerja karyawan, maka semakin rendah pula kecenderungan karyawan tersebut untuk turnover. Salah satu penelitian yang menemukan adanya hubungan negatif antara keseimbangan kehidupan kerja dan turnover adalah penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Aslani (2015).

6. Mengurangi tingkat ketidakhadiraan (absenteeism)

Penelitian yang dilakukan oleh Awan dan Bangwar (2013) menunjukkan bahwa hubungan antara keseimbangan kehidupan kerja dan tingkat ketidakhadiran karyawan adalah hubungan negatif, yang mana semakin tinggi keseimbangan kehidupan kerja karyawan, maka semakin rendah pula jumlah ketidakhadirannya dalam bekerja.

(44)

31

7. Mengurangi burnout

Semua bidang pekerjaan memiliki resiko untuk mengalami burnout. Namun pekerjaan yang memberikan karyawannya kesempatan untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja, cenderung lebih bisa menguranginya.

Hal itu dikarenakan keseimbangan kehidupan kerja berperan penting dalam mengurangi burnout (Siregar L.

L., 2020). Semakin seimbang pekerjaan dan kehidupan pribadi seseorang, maka semakin rendah pula potensi orang tersebut untuk mengalami burnout.

b. Dampak yang berkaitan dengan hal-hal diluar pekerjaan 1. Meningkatkan kepuasan hidup

Keseimbangan kehidupan kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan hidup. Haar, Russo, Sune, & Malaterre (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi keseimbangan kehidupan kerja seseorang, maka semakin tinggi pula kepuasan hidupnya. Kepuasan hidup mencakup berbagai aspek, yakni kepuasan terhadap perkawinan, kepuasan terhadap keluarga, dan kepuasan terhadap aktivitas-aktivitas diwaktu luang (leisure activity).

(45)

32

2. Meningkatkan Kesehatan

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life conflict) dapat menurunkan tingkat kesehatan karena berhubungan dengan stres (Rabenu, Tziner, & Sharoni, 2017). Semakin besar konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi yang dialami seseorang, semakin rendah pula tingkat kesehatan orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan kerja berdampak positif pada kesehatan.

C. Dinamika antar Variabel

Guna menjaga karyawan agar tetap termotivasi pada pusaran pandemi Covid-19 ini, manager SDM perlu meninjau kembali keterikatan kerja pada karyawan mereka (Kumar, 2021). Menurut Znidarsic dan Bernik (2021) keterikatan kerja dapat dicapai apabila keseimbangan kehidupan kerja seseorang itu terwujud.

Karyawan yang bisa menyeimbangkan peran didalam kehidupan mereka akan lebih mampu mengalokasikan energi dan waktu untuk setiap tuntutan yang diterima, hal ini mengacu pada peningkatan kesejahteraan individu (Whittington, Maellaro, & Galpin, 2011). Reindl, Kaiser dan Stolz (2011) juga menyatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja mengarah pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Peningkatan kesejahteraan,

(46)

33

kepuasan kerja, dan komitmen organisasi merupakan karakteristik yang ditunjukkan ketika seseorang memiliki keterikatan kerja.

Pengaruh keseimbangan kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja juga dapat dipahami dengan teori pertukaran sosial (social exchange theory). Teori ini menyatakan bahwa ketika atasan memberikan perhatian dan kesempatan bagi karyawannya, karyawan tersebut akan menunjukkan sikap dan perilaku tertentu. Karyawan yang menerima perlakuan baik atau menguntungkan dari perusahaan pasti akan membalasnya dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang mengarah pada hasil yang bermanfaat bagi perusahaan (Eisenberger, Stinglhamber, Vandenberghe, Sucharski, &

Rhoades, 2002). Ketika karyawan merasa bahwa perusahaan memberikan mereka kesempatan untuk menyeimbangkan peran antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, mereka akan berusaha pula untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang lebih baik dalam bekerja (Kort, 2016). Hal itu dikarenakan karyawan yang mencapai keseimbangan kehidupan kerja cenderung mengalami emosi dan sikap positif yang mengarah pada keterikatan kerja (Shankar & Bhatnagar, 2010).

Menurut Saks (2006) sumber daya yang diberikan oleh perusahaan akan memengaruhi keterikatan kerja pada karyawan. Richman, Civian, Shannon, Hill, dan Brennan (2008) juga menyatakan bahwa kebijakan kerja yang mendukung fleksibilitas berhubungan positif dengan keterikatan kerja.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sonnentag (2003) menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan kerja dapat memberikan dampak positif pada keterikatan kerja karyawan, ketika perusahaan

(47)

34

menyediakan waktu senggang untuk karyawannya memulihkan diri.

Karyawan yang sudah pulih akan mampu menginvestasikan usaha dan menunjukkan ketahanan lebih daripada karyawan yang belum pulih, hal ini berarti bahwa pemulihan diri memiliki efek positif pada semangat (vigor) karyawan. Pemulihan diri juga dapat memengaruhi dedikasi (dedication), karena karyawan yang sudah pulih memiliki sumber daya yang cukup untuk membuat mereka sangat terlibat didalam pekerjaan. Tidak hanya itu, pemulihan diri juga memiliki efek positif pada elemen terakhir dari keterikatan kerja yakni penjiwaan (absorption). Karyawan yang pulih dapat sepenuhnya berkonsentrasi pada tugas mereka dan mengabaikan sinyal yang tidak relevan (Sonnentag, 2003).

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan-pernyataan yang berisi dugaan sementara atau prediksi dari peneliti mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel yang sedang dianalisa (Gravetter & Forzano, 2012).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini ialah terdapat pengaruh positif keseimbangan kehidupan kerja terhadap keterikatan kerja pada karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah. Hal tersebut mengartikan bahwa semakin tinggi keseimbangan kehidupan kerja karyawan saat bekerja dari rumah, maka semakin tinggi pula keterikatan kerja karyawan tersebut.

(48)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan metode yang sifatnya sistematis, terencana, dan terstruktur secara jelas dari awal hingga pembuatan desain penelitian. Definisi lain menyebutkan metode ini sebagai metode penelitian yang mewajibkan penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data hingga hasil penelitian (Siyoto & Sodik, 2015). Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan pada populasi atau sampel tertentu, menggunakan alat ukur penelitian, dan mengelola data dengan analisis statistika untuk menguji hipotesis yang telah ditemukan di lapangan.

B. Desain Penelitian

Dalam proses pengerjaan penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian asosiatif kausal yang bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya hubungan sebab akibat pada variabel keseimbangan kehidupan kerja dan keterikatan kerja. Menurut Sugiyono (2013), penelitian asosiatif kausal bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat membangun suatu teori untuk memaparkan,

(49)

36

memprediksi, dan mengontrol suatu gejala. Desain penelitian ini umumnya dapat diprediksi oleh peneliti, sehingga peneliti dapat langsung menyatakan klasifikasi mengenai variabel penelitian yakni variabel penyebab (bebas) dan variabel terikat (Abdullah, 2015).

C. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah salah satu alat penelitian yang memiliki variasi nilai (Syahrum & Salim, 2012). Sugiyono (2013) menyatakan variabel penelitian sebagai segala sesuatu yang berbentuk apapun yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga menghasilkan informasi yang dapat disusun dalam bentuk kesimpulan. Variabel penelitian juga sering diartikan sebagai faktor-faktor yang akan dikaji dalam penelitian untuk memahami, mengukur, dan menilai keterkaitan antar variabel-variabel tersebut (Siregar & Harahap, 2019).

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang menjadi penyebab atau memiliki kemungkinan untuk memberikan pengaruh pada variabel lainnya, sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang mengalami perubahan karena adanya pengaruh dari variabel penyebab (Hardani, et al., 2020).

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini ialah:

1. Variabel terikat (dependent) : Keterikatan Kerja

2. Variabel bebas (independent) : Keseimbangan Kehidupan kerja

(50)

37

D. Definisi Operasional

Menurut Young (dalam Kontjaraningrat, 1991) definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakterisik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konstruk dengan menggunakan kata-kata yang menggambarkan suatu perilaku atau gejala yang dapat diamati dan diuji keabsahannya oleh orang lain.

1. Keterikatan kerja

Keterikatan kerja adalah ikatan emosi yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya, sehingga menghasilkan perilaku kerja yang positif seperti munculnya perasaan nyaman dan senang saat bekerja, memiliki semangat yang tinggi, dan antusias dalam melakukan pekerjaan. Adapun aspek-aspek keterikatan kerja ada tiga, yaitu semangat (vigor), dedikasi (dedication), dan penjiwaan (absorption).

Ketiga aspek tersebut dapat diukur dengan menggunakan Utrecht Work Engagement Scale (UWES) yang dibuat oleh Schaufeli dan Bakker (2004). Hasil pengukuran akan menilai keterikatan kerja mulai dari tingkat yang rendah, sedang, dan tinggi. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari pengukuran UWES, maka semakin kuat ikatan emosi yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya, begitu pun sebaliknya, semakin rendah skor dari pengukuran UWES maka semakin lemah pula ikatan emosi yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaannya.

(51)

38

2. Keseimbangan kehidupan kerja

Keseimbangan kehidupan kerja adalah persepsi yang dimiliki karyawan mengenai keseimbangan dalam memenuhi tuntutan, peran, dan tanggung jawab antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Adapun aspek-aspek keseimbangan kehidupan kerja ada empat, yaitu work interference with personal life (WIPL), personal life interference with work (PLIW), personal life enhancement of work (PLEW), dan work enhacement of personal life (WEPL). Aspek-aspek ini dapat diukur dengan menggunakan Work-Life Balance Scale (WLBS) yang dibuat oleh Fisher, Bulger, dan Smith (2009) yang sudah diterjemahkan oleh Gunawan, Nugraha, Sulastiana, & Harding (2019) kedalam versi bahasa Indonesia. Hasil dari pengukuran akan menilai keseimbangan kehidupan kerja mulai dari tingkat yang rendah, sedang, dan tinggi.

Semakin tinggi skor pada WLBS, maka semakin seimbang kehidupan pekerjaan dan pribadi karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor pada WLBS, maka semakin tidak seimbang kehidupan pekerjaan dan pribadi karyawan.

E. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

Populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian yang merupakan sumber data dengan ciri-ciri yang telah ditentukan (Situmorang, 2017). Sugiyono (2013) menyatakan populasi sebagai wilayah generalisasi yang meliputi objek/subjek dengan kualitas dan karakteristik yang telah

(52)

39

ditetapkan oleh peneliti, untuk kemudian dipelajari agar dapat membuat kesimpulan dari hal tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang bekerja dari rumah. Dalam hal ini, jumlah seluruh karyawan diperkirakan ada 500 orang. Namun jumlah tersebut tidak bisa diinput secara keseluruhan menjadi populasi, karena sebagian besar karyawan sudah tidak bekerja dari rumah. Adapun jumlah karyawan yang sedang bekerja dari rumah ada 250 orang, sehingga populasi dalam penelitian ini ialah 250 orang.

Pemilihan populasi tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang oleh peneliti dan juga untuk kemudahan proses penelitian. Dampak dari pertimbangan peneliti ini ialah kemungkinan bahwa hasil penelitiannya hanya berlaku untuk populasi yang bersangkutan, dan tidak bisa digeneralisasikan dengan subjek yang lainnya. Meskipun demikian diharapkan penelitian ini bisa menjadi bahan referensi untuk penelitian lain yang bersangkutan dengan topik ini, untuk kemudian dilakukan dengan populasi penelitian yang lebih luas.

Berdasarkan karakteristik populasi, peneliti akan memilih beberapa subjek untuk dijadikan sampel. Sampel adalah gabungan individu yang dipilih dari populasi untuk mewakili karakteristik subjek dalam suatu penelitian (Gravetter & Forzano, 2012). Menurut Azwar (2007) jumlah sampel sebanyak 60 orang ke atas sudah dianggap cukup banyak, sedangkan menurut Fraenkel dan Wallen jumlah sampel minimum pada penelitian kausal asosiatif ialah 30 orang (Situmorang, 2017). Pada penelitian ini

(53)

40

peneliti menggunakan rumus Slovin untuk menghitung jumlah sampel, karena jumlah populasi yang diketahui cukup banyak yakni lebih dari 100 orang. Berikut merupakan rumusnya:

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dengan menggunakan rumus Slovin jumlah sampel dapat dihitung sebagai berikut:

Dari perhitungan tersebut, maka diketahui bahwa jumlah sampel pada penelitian ini ialah 154 orang yang dibulatkan oleh peneliti menjadi 155 orang.

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah non probability sampling dengan jenis purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel yang dilakukan berdasarkan pertimbangan peneliti, yang juga disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian (Arikunto, 2010). Pertimbangan kriteria subjek yang ditentukan oleh peneliti ialah karyawan di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara

Referensi

Dokumen terkait

Mekanisme pembagian RASTA di Desa Sutoragan, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo dimulai dengan pengiriman beras yang berasal dari Perum Bulog ke balai Desa Sutoragan,

Aplikasi ini dibuat menggunakan Visual C#, karena Visual C# merupakan bahasa pemograman yang sudah berorientasi objek dan bersifat visual sehingga dapat menghasilkan aplikasi

ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PERBEDAAN SIKAP MAHASISWA TERHADAP PERILAKU

12.00 WIB, Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Sekretariat Negara Tahun Anggaran 2012 telah mengadakan Rapat Pemberian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsentrasi pestisida golongan karbamat dengan jenis karbofuran dan metomil di perairan Pantai Mlonggo, Kabupaten

Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria

• Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang mengurutkan dan menuliskan urutan peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta