ENDO KOSASIH
EVALUASI IMPLEMENTASI KURIKULUM MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DALAM PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) DI SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA BERSTANDAR NASIONAL DI JAWA BARAT
Promotor Merangkap Ketua,
Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M.Pd. NIP. 19490227 197703 1 002
Kopromotor Merangkap Sekretaris,
Dr. Wachyu Sundayana, M.A. NIP. 19580208 198601 1 001
Anggota,
Pupung Purnawarman, Ph.D. NIP.19681310 199803 1 001
Diketahui oleh:
Ketua Program Studi Pengembangan Kurikulum,
ABSTRAK
Kosasih, Endo (2014) Evaluasi Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Inggris dalam Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di Sekolah Menengah Pertama Berstandar Nasional di Jawa Barat. Doktor
Pengembangan Kurikulum SPs Universitas Pendidikan Indonesia. Prof. Dr. IshakAbdulhak, M.Pd, Dr. WachyuSundayana, M.A., dan PupungPurnawarman, Ph.D. 255 halaman.
Kata Kunci: Evaluasi Kurikulum, Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Inggris, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Sekolah Menengah Pertama Berstandar Nasional.
Penelitian dilatarbelakangi oleh kecenderungan rendahnya kemampuan komunikasi Bahasa Inggris siswa SMP di Jawa Barat. Secara umum penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan kurikulum bahasa Inggris dalam mencapai standar kompetensi lulusan (SKL) di SMPN berstandar nasional di Jawa Barat. Penelitian menggunakan metode evaluasi model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, studi/analisis dokumen, observasi dan wawancara. Subyek penelitian adalah Tim Pengembang Kurikulum (TPK), guru, dan siswa. Hasil analisis mengindikasikan bahwa pertama secara umum efektivitas penerapan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum berkategori tinggi (sangat baik). Hasil ini konsisten dengan temuan kedua, yaitu, kualitas dokumen kurikulum masuk dalam kategori tinggi (sangat baik) sesuai standar isi. Temuan
pertama sejalan dengan temuan ketiga, yakni, kualitas perencanaan
pembelajaran secara umum tinggi (sangat baik) sesuai standar proses. Temuan ketiga juga memberikan penjelasan temuan keempat, yakni, kegiatan belajar mengajar guru tergolong tinggi intensitas pembelajaran kompetensi sosio-kultural, linguistik, dan wacana. Pemanfaatan sumber belajar oleh guru tergolong sedang intensitasnya. Sementara itu, hasil belajar siswa memperlihatkan bahwa hanya kompetensi linguistiklah yang termasuk ke dalam kategori sedang dalam intensitas penggunaannya, sementara keempat kompetensi komunikatif lainnya rendah intensitas penggunaannya. Pemanfaatan sumber belajar oleh siswa juga rendah.
Kelima, kualitas evaluasi KTSP di SMPN berstandar nasional ada dalam
ABSTRACT
Kosasih, Endo (2014) Evaluation of English Curriculum Implementation in Attaining Graduation Competence Standard at Nationally Standardized Junior High Schools in West Java. Doctor of Curriculum Development of
Post Graduate School of Indonesia University of Education. Prof. Dr. IshakAbdulhak, M.Pd, Dr. WachyuSundayana, M.A., and PupungPurnawarman, Ph.D. 255 Pages.
Key words: Curriculum Evaluation, English Curriculum, Graduation Competence Standard, Nationally Standardized Junior High School.
Background of this study is that English communicative skills of Junior High School students in West Java were low. In general, the study aimed at identifying effectiveness of implementation of English curriculum in meeting graduate competence standards at national standardized junior high schools. Evaluative research method with CIPP model and quantitative and qualitative approaches were used. Data were collected by using questionnaires, documentary analysis, observation and interview. Quantitative data were gained by questionnaires and document analysis instruments. The data were analyzed by simple descriptive statistics. Subjects covered curriculum development Team, teachers, and students. Analysis indicated that, first, in general, effectiveness of implementation of policies related to curriculum development is high (very effective). This result is consistent with second finding, namely, quality of school curriculum documents was high (very good). The first finding is in line with the third, that is, quality of instruction plans of teachers was high (very good). The third finding provides explanation on the fourth, namely,
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PERNYATAAN ii
KATA PENGANTAR iii
UCAPAN TERIMA KASIH iv
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Identifikasi Masalah 13
C. Pembatasan Masalah 15
D. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 16
E. Tujuan Penelitian 17
F. Signifikansi dan Manfaat Penelitian 17 G. Sistematika Penulisan Disertasi 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA 20
A. Hakikat Bahasa Inggris 20
B Pengembangan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Inggris 23
C Pembelajaran Bahasa Inggris 48
D Model Evaluasi Kurikulum 64
E Kompetensi dalam Pembelajaran Bahasa Inggris 82
G Kerangka Berpikir Penelitian 90
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 93
A Pendekatan dan Metode 93
B Langkah-Langkah Penelitian Evaluasi 95 C Populasi , Sampel, Gambaran Lokasi dan Subyek
Penelitian
97
D Definisi Operasional 118
E Teknik Pengumpulan Data 121
F Pengembangan Instrumen 125
G Pengembangan Kriteria Evaluasi 131
H Jenis Data 135
I Prosedur Pengolahan Data 136
J Teknik Analisis Data 136
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 138 A. Penerapan Kebijakan yang Berkaitan dengan
Pengembangan Kurikulum dalam Upaya Pencapaian SKL
138
B. Pengembangan Dokumen Kurikulum di SMPN Berstandar Nasional dalam Upaya Pencapaian SKL
170
C Pengembangan Perencanaan Pembelajaran di SMPN Berstandar Nasional dalam Upaya Pencapaian SKL
190
D Proses Pembelajaran Bahasa Inggris dalam Upaya Pencapaian SKL
197
E Evaluasi Kurikulum dalam Upaya Pencapaian SKL 234
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 243
A. Simpulan 243
DAFTAR PUSTAKA 248
DAFTAR TABEL
TABEL JUDUL TABEL HAL
2.1 Perbedaan Perspektif antara Tata Bahasa Formal, Tradisional, dan Fungsional
23
2.2 Ringkasan Tujuan Kurikulum Berbasis Struktural, Komunikatif, dan Literasi
40
2.3 Variabel dan Sub-variabel Evaluasi Konteks 69 2.4 Variabel dan Sub-Variabel Dimensi Input 71 2.5 Variabel dan Sub-variabel Dimensi Proses dan Produk 72 2.6 Relevansi Empat Tipe Evaluasi dengan Peran Evaluasi
Formatif dan Sumatif (Stufflebeam, 2003:6)
73
2.7 Proses Pengambilan Keputusan 77
3.1 Asal dan Jumlah Subyek Penelitian 99 3.2 Komposisi Subyek (Siswa) Menurut Jenis Kelamin di
Kabupaten Subang
101
3.3 Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Siswa di Kabupaten Subang
102
3.4 Pekerjaan Orang Tua Subyek (Siswa) di Kabupaten Subang
103
3.5 Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Kota Bandung
105
3.6 Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Subyek Siswa di Bandung
106
3.9 Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Subyek Siswa di Kota Bogor
109
3.10 Pekerjaan Orang Tua Siswa di Kota Bogor 110 3.11 Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Kabupaten
Garut
112
3.12 Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Subyek Siswa di Garut
113
3.13 Pekerjaan Orang Tua Subyek Siswa Garut 114 3.14 Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Kabupaten
Kuningan
115
3.15 Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Kuningan 116 3.16 Pekerjaan Orang Tua Subyek Siswa Kuningan 117 3.17 Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data 122 3.18 Deskripsi Subyek untuk Uji Keterbacaan 127 3.19 Deskripsi Subyek Uji Keterbacaan Instrumen Proses
Pembelajaran Bahasa Inggris yang Dilakukan Guru
127
3.20 Deskripsi Subyek Uji Keterbacaan Instrument Proses Pembelajaran Siswa
128
3.21 Teknik Analisis Data untuk Tiap Pertanyaan Penelitian Spesifik
137
4.1 Kriteria Penerapan Kebijakan dan Evaluasi Kurikulum 139 4.2 Rata-rata Jawaban Subyek untuk Standar Isi 140 4.3 Persentase Jawaban Subyek Tentang Standar Isi 141 4.4 Rata-rata Jawaban Subyek Untuk SKL 146
4.5 Persentase Subyek Untuk SKL 146
4.10 Rata-rata Jawaban Subyek untuk Standar Pengelolaan 160 4.11 Persentase Subyek Untuk Standar Proses 160 4.12 Rata-rata Jawaban Subyek untuk Standar Kualifikasi
Akademik
163
4.13 Persentase Subyek Untuk Standar Kualifikasi Akademik 163 4.14 Rata-rata Jawaban Subyek untuk Standar Sarana dan
Prasarana
165
4.15 Persentase Subyek Untuk Standar Sarana Dan Prasarana 166 4.16 Rata-rata Jawaban Subyek untuk Standar Pendanaan 167 4.17 Persentase Subyek Untuk Standar Pendanaan 168 4.18 Kriteria Keberadaan Tim Pengembang Kurikulum 171 4.19 Skor Keberadaan Tim Pengembang Kurikulum 172 4.20 Skor Unsur-unsur Dokumen I Kurikulum 173 4.21 Deskripsi Hasil Penilaian Dokumen II (Silabus) 180 4.22 Rekap Hasil Penilaian Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
185
4.23 Persentase dan Rata-rata Jawaban Responden tentang Penyusunan Silabus
191
4.24 Persentase dan Rata-rata Nilai Jawaban Responden untuk Penyusunan RPP
193
4.25 Pengembangan Kurikulum Sekolah 195 4.26 Pembelajaran Kompetensi Tindak Bahasa (Menyimak
Dan Berbicara)
198
4.27 Pembelajaran Kompetensi Tindak Bahasa (Membaca Dan Menulis)
201
4.28 Persentase dan Rata-rata Jawaban tentang Pembelajaran Kompetensi Sosio-Kultural
204
4.29 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Pembelajaran Kompetensi Linguistik
4.30 Persentase dan Rata-rata Jawaban Pembelajaran Kompetensi Strategis
208
4.31 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Pembelajaran Kompetensi Wacana
210
4.32 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Sumber Belajar Pesan, Orang dan Bahan
211
4.33 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Sumber Belajar Alat, Pendekatan dan Lingkungan
213
4.34 Persentase dan Rata-rata Pembelajaran Kompetensi Tindak Bahasa Menyimak dan Berbicara
217
4.35 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Kompetensi Tindak Bahasa Membaca dan Menulis
219
4.36 Persentase dan Rata-rata Pembelajaran Kompetensi Sosio-Kultural
222
4.37 Persentase dan Rata-rata Pembelajaran Kompetensi Linguistik
223
4.38 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Pembelajaran Kompetensi Strategis
225
4.39 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Pembelajaran Kompetensi Wacana
229
4.40 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Penggunaan Sumber Belajar Pesan, Orang, dan Bahan oleh Siswa
228
4.41 Persentase dan Rata-rata Jawaban untuk Penggunaan Sumber Belajar Alat, Pendekatan, dan Lingkungan oleh Siswa
230
4.42 Perbandingan Pengajaran oleh Guru Dan Pembelajar Siswa
233
4.43 Rata-rata Jawaban dan Kriteria Kualitas Evaluasi: Utility
4.44 Rata-rata Jawaban dan Kriteria Kualitas Evaluasi: Feasibility
236
4.45 Rata-rata Jawaban dan Kriteria Kualitas Evaluasi: Propriety
237
4.46 Rata-rata dan Kriteria Jawaban Kualitas Evaluasi: Accuracy
238
DAFTAR GAMBAR
BAGAN JUDUL GAMBAR HAL
2.1 Landasan Kurikulum Bahasa Inggris 26
2.2 Hubungan Teks dan Konteks (Hammond,et al., 1992) 34 2.3 Model Kompetensi Komunikatif (Celce-Murcia et al. 1995:10) 37 2.4 Konteks Sosioedukasional Kurikulum Bahasa (Graves, 2008: 154) 43
2.5 The Dualistic Model 48
2.6 The Interlocking Model 49
2.7 Concentric Models 49
2.8 The Cyclical Model 50
2.9 Tahapan Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Genre 57 2.10 Unsur-unsur Kunci dari Model Evaluasi CIPP dan Hubungan-hubungan
yang Diasosiasikan dengan Program
67
2.11 Latar Pengambilan Keputusan (Stufflebeam, 1971:62) 79
2.12 Tipe Keputusan 81
2.13 Aspek-aspek Kompetensi (Sukmadinata, 2004:30) 82
2.14 Kerangka Berpikir Penelitian 92
3.1 Embedded Design (Cresswell and Clark, 2007:68) 94
3.2 Alur Penelitian Evaluasi 97
4.1 A Technology Continuum 144
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. SK Tim Pembimbing dan Surat Permohonan Izin Penelitian
2. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
3. Surat Izin Menggunakan dan Memodifikasi Instrumen Penilaian Dokumen
4. Kisi-kisi Instrumen
5. Instrumen Penelitian
6. Gambaran Pemerolehan Data melalui Pendekatan Kualitatif
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini memperkenalkan beberapa informasi pokok berkenaan dengan penelitian evaluatif yang dilaksanakan. Latar belakang penelitian yang menggambarkan sejumlah fenomena penyebab penelitian ini perlu dilakukan dipaparkan mulai hal-hal yang sifatnya ideal tentang pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris sampai pada realita implementasi saat ini. Agar permasalahan dapat ditangani dan penelitian dapat dilaksanakan secara realistis, pembatasan masalah penelitian dikemukakan. Selanjutnya perumusan masalah ke dalam pertanyaan umum dan khusus dituliskan dan tujuan penelitian ditetapkan yang menjadi acuan bagi penelitian dan pembahasan laporan penelitian pada bab-bab selanjutnya. Pada bab-bab ini juga dijelaskan mengenai signifikansi dan manfaat penelitian baik teoretis maupun praktis bagi sejumlah pihak. Sistematika penulisan ditampilkan agar memudahkan pembaca untuk memahami disertasi ini.
A. Latar Belakang Penelitian
Pengembangan kurikulum adalah salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh keberhasilan pengembangan kurikulum yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Demikian pula dengan keberhasilan pendidikan bahasa Inggris di lembaga-lembaga pendidikan formal ditentukan oleh keberhasilan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum bahasa Inggris di lembaga-lembaga tersebut. Evaluasi kurikulum bahasa Inggris tersebut memfokuskan pada aspek-aspek yang berbeda dari sebuah program bahasa (Richards, 2001: 286).
kurikulum memiliki empat unsur kurikulum, yaitu: tujuan, materi, proses belajar mengajar, dan penilaian/evaluasi (Nasution, 2003:18; Richards, 2001:39). Efektivitas implementasi kurikulum ditentukan oleh konsistensi komponen kurikulum tersebut. Jika keempat unsur tersebut konsisten dalam arti materi, proses, dan penilaian merujuk pada tujuan, maka tujuan kurikulum tersebut sangat dimungkinkan untuk tercapai. Sebuah kurikulum dinyatakan efektif jika tujuannya dapat tercapai.
Keberhasilan pengembangan kurikulum bahasa Inggris di lembaga-lembaga pendidikan formal dimulai dari keberhasilan analisis kebutuhan pendidikan/pembelajaran. Analisis kebutuhan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kebutuhan pendidikan, sehingga analisis kebutuhan tersebut memudahkan pengembang kurikulum, dalam hal ini salah satunya adalah guru bahasa Inggris, untuk merencanakan tujuan pendidikan, mengembangkan bahan ajar, memilih metode pengajaran, dan menentukan penilaian yang paling sesuai (Richards, 2001:67). Analisis kebutuhan tersebut memberikan informasi yang bermanfaat untuk membuat silabus dan perencanaan pembelajaran yang baik. Pada langkah selanjutnya, pelaksanaan/implementasi, perencanaan pembelajaran yang baik memudahkan guru untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif dengan mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang maksimal. Sebagai langkah terakhir, evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektivitas pencapaian pembelajaran. Perbaikan dapat dilakukan apabila hasil evaluasi mengindikasikan adanya kekurangan baik dari segi perencanaan maupun implementasinya.
bahasa Inggris sesuai dengan yang diharapkan. Adanya perbedaan antara standar yang diharapkan dicapai dengan realita pencapaian siswa SMP sesungguhnya memperlihatkan adanya gap. Gap ini menunjukan adanya permasalahan dalam pengembangan kurikulum di sekolah. Penyebab dari adanya gap dapat disebabkan rendahnya kefektifan implementasi kurikulum. Rendahnya keefektifan implementasi kurikulum tersebut dipengaruhi salah satunya oleh perencanaan kurikulum yang tidak baik dan unsur-unsur pendukung kurikulum yang tidak memadai.
Terdapat beberapa masalah dalam perencanaan kurikulum di sekolah. Masalah yang dimaksud di antaranya adalah masalah antara tuntutan peningkatan mutu dan tuntutan peningkatan akses. Pada satu sisi, pemerintah menghendaki mutu sekolah termasuk pengembangan kurikulum meningkat dengan mendorong sekolah untuk mencapai standar-standar pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Di sisi lain, akan sangat banyak anak usia sekolah yang kemungkinan tidak bersekolah jika standar nasional pendidikan, khususnya standar proses yang mengatur jumlah siswa tiap rombongan belajar, diterapkan secara ketat. Oleh karena itu, pemerintah juga menuntut sekolah untuk mampu menampung sebanyak-banyaknya anak usia sekolah, yakni dengan peningkatan akses pendidikan.
cepat. Akibatnya, kegiatan belajar mengajar pada kelas sembilan menjadi tidak berbeda dengan bimbingan belajar yang marak saat ini. Oleh karena itu, perencanaan kurikulum perlu mempertimbangkan realita-realita tersebut agar dapat menentukan tujuan-tujuan kurikulum yang lebih realistis sehingga dapat diimplementasikan dengan maksimal.
Dalam implementasi kurikulum bahasa Inggris di Indonesia, kegiatan diawali dengan mengkaji standar nasional yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum, yaitu: standar isi, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), standar proses, dan standar penilaian (Sundayana, 2013). Standar nasional tersebut merupakan acuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang selanjutnya menjadi rujukan bagi pengembangan silabus dan pengembangan materi. Implementasi kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris juga mencakup kegiatan pengembangan bahan ajar dan pengajaran (Richards, 2001:42). Pengembangan bahan ajar idealnya dilakukan oleh semua guru, namun demikian sebagian guru tidak melakukan pengembangan bahan ajar dengan berbagai pertimbangan dan alasan. Tujuan pengembangan bahan ajar adalah menciptakan bahan-bahan yang dapat berfungsi sebagai sumber-sumber untuk pembelajaran yang efektif (Richards, 2001:262). Shulman dalam Richards (2001: 262) memandang pengembangan bahan ajar sebagai sebuah proses transformasi yang terdiri dari: persiapan, representasi, pemilihan, adaptasi dan menyesuaikannya dengan karakteristik siswa.
karakteristik siswa. Richards (2001:215-216) mengemukakan bahwa model pengajaran didasarkan pada pendekatan tertentu. Ia menyebutkan beberapa pendekatan sebagai contoh, di antaranya adalah the communicative approach, the
cooperative learning model, the process approach, dan the whole-language
approach. Selain itu, Richards menyebutkan Text Based Approach yang di
dan KD ke dalam empat keterampilan bahasa, yaitu: listening, speaking, reading dan writing. Kedua, masalah terkait dengan penggunaan istilah-istilah kunci. Permasalahan dalam penerapan kurikulum di lapangan ada dua. Pertama, guru tidak membaca SK dan KD dengan benar. Kedua, permintaan adanya tema yang dapat membatasi pembelajaran untuk setiap jenis teks.
Setelah implementasi kurikulum, tahapan berikutnya adalah evaluasi kurikulum yang peranannya juga cukup penting. Evaluasi memiliki peran yang sangat besar dalam pengembangan kurikulum karena evaluasi merupakan bagian dari pengendalian kurikulum. Evaluasi sangat bermanfaat untuk dijadikan pertimbangan bagi para pemegang kebijakan pendidikan dari tingkat nasional sampai tingkat sekolah, dalam hal ini sekolah-sekolah yang standar nasional. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2004:172) yang mencatat bahwa evaluasi kurikulum sangat penting dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya dan pengambilan keputusan kurikulum pada khususnya.
Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah sekolah yang telah memenuhi delapan standar minimal yang diterapkan pemerintah dalam hal ini BSNP (PP no 19 Tahun 2005). Standar yang dimaksud adalah standar isi, standar kompetensi lulus, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar proses, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Jika sebuah sekolah telah dinyatakan berstandar nasional oleh pemerintah, maka sekolah tersebut telah mampu memberikan layanan yang layak bagi para siswa termasuk dalam pemberian layanan pembelajaran bahasa Inggris. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembelajaran bahasa Inggris di sekolah standar nasional (SSN) jika berjalan sesuai dengan standar, memungkinkan kemampuan berbahasa Inggris siswanya dapat berkembang, baik dalam keterampilan listening, speaking,
Sejak tahun 2006, pemerintah Republik Indonesia menetapkan bahwa semua sekolah harus menyusun kurikulum operasional sendiri dengan merujuk pada standar-standar yang ditetapkan pemerintah (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah model pengembangan dan model manajemen kurikulum yang dimaksudkan pemerintah untuk diterapkan di sekolah-sekolah (Sukmadinata, 2007, personal communication). Adapun model kurikulum yang dipergunakan adalah kurikulum berbasis kompetensi (Kosasih, 2007).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang saat ini diberlakukan di Indonesia lazimnya terdiri atas dua dokumen, yaitu, dokumen satu dan dua (Auladi, 2011; Muslich, 2009). Dokumen satu memuat visi, misi, tujuan pendidikan, prinsip pengembangan kurikulum, struktur, muatan, pengaturan beban belajar, pedoman penilaian dan kalender pendidikan. Sementara dokumen dua KTSP terdiri dari silabus dan RPP. Penyusunan dokumen satu dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum (TPK) yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah. Adapun dokumen dua, semua guru termasuk guru bahasa Inggris berpartisipasi di dalamnya secara aktif baik individual maupun kelompok terutama dalam penyusunan silabus dan RPP. Guru-guru mata pelajaran diharuskan mengumpulkan silabus dan RPP yang mereka kembangkan untuk dilampirkan dalam dokumen dua tersebut.
pendekatan ini bersifat eksplisit termasuk dalam pembelajaran tatabahasanya. Disamping itu, pembelajaran harus melalui siklus-siklus dan tahapan-tahapan tertentu agar para siswa menguasai sebuah teks. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru-guru dalam membuat perencanaan pembelajaran (silabus dan RPP) yang biasanya tidak melalui siklus dan tahapan yang panjang.
Sementara pada kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris sebelumnya (1994), teks juga menjadi rujukan dalam pembelajaran namun teks yang dimaksud untuk menstimulasi kegiatan komunikatif dalam pembelajaran. Perencanaan pembelajaran pada kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris tahun 1994 lebih ke silabus gabungan, yaitu: tema, fungsi, struktur dan keterampilan bahasa. Arahan kurikulum ini adalah pencapaian kemampuan komunikasi para pembelajar dengan pembelajaran yang sifatnya covert (implicit). Pendekatan yang dipergunakan adalah communicative approach dan turunannya meaning based approach.
Pembelajaran eksplisit sebenarnya telah dilaksanakan ketika implementasi kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris tahun 1984 dan sebelumnya 1975. Namun demikian, pada kurikulum tersebut pembelajaran eksplisit terutama dalam tata bahasa (grammar) hanya sampai pada tataran kalimat semata sementara pada kurikulum saat ini dengan SK dan KD sekarang (Permen 22 Tahun 2006) yang menjadi rujukan pembelajaran tidak hanya untuk pemerolehan struktur kalimat semata melainkan sampai pada upaya pemerolehan wacana. Pembelajaran eksplisit untuk leksiko-gramatikal yang dikehendaki dalam kurikulum yang menggunakan rujukan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan Standar Kompetensi Lulus (SKL) dimaksudkan untuk memberikan dasar yang kuat bagi para pembelajar sehingga mereka dapat menggunakan kosakata dan struktur kalimat/wacana untuk menganalisis teks-teks dan menciptakan makna dari teks tersebut.
struktural (structural emphasis), penekanan pada komunikasi (communicative
emphasis), dan penekanan pada literasi (literacy emphasis). Penekanan
struktural itu sangat kentara pada kurikulum bahasa Inggris tahun 1963-1975. Sementara itu, kurikulum tahun 1984 dan 1994 memberi penekanan pada aspek komunikasi (Sundayana, 2012). Aspek literasi menjadi penekanan utama dalam kurikulum tahun 2004 dan standar kompetensi/kompetensi dasar untuk kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 sampai sekarang. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Agustien dkk (2004:45):
Pendekatan yang mendasari kurikulum ini (kurikulum tahun 2004) adalah pendekatan literasi yang berbeda dengan pendekatan struktural yang mengutamakan bentuk, maupun pendekatan komunikatif yang mengutamakan kemampuan komunikasi lisan.
Pada intinya perkembangan kurikulum bahasa Inggris di Indonesia mengikuti perkembangan pendekatan dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua (Sundayana, 2012, personal communication). Pendekatan yang dimaksud adalah Audiolingual Approach (periode 60-an -70-an) untuk kurikulum 1963-1975; Communicative Approach (periode 80-an – 90-an) untuk kurikulum 1984 dan 1994, dan Genre Based Approach (2004 - sampai sekarang) untuk kurikulum 2004 dan 2006.
Pada periode 1984-1994, pandangan humanistik menguat yang memengaruhi dunia pendidikan termasuk dalam pendidikan bahasa Inggris. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Inggris yang lebih humanis dengan pendekatan komunikatif mengemuka. Para siswa diarahkan untuk berkomunikasi sebanyak-banyaknya dan kekeliruan struktural/gramatikal mendapat toleransi yang besar. Pada periode ini, sekalipun paradigma linguistik struktural masih sangat kental memengaruhi penerapan kurikulum bahasa Inggris, namun, paradigma linguistik fungsional yang arahannya pada pemerolehan kemampuan berwacana (text) mulai mengemuka dan memengaruhi dasar teoretik kurikulum tahun 1984 dan 1994.
Pada tahun 2000an, paradigma sistemik fungsional yang menjadi dasar pendidikan literasi mengalami penguatan setelah sekitar tiga dekade mengalami stagnasi. Dampaknya adalah terjadi perubahan-perubahan dalam paradigma kurikulum di sejumlah Negara, diantaranya Australia, Selandia Baru, Singapura, Filipina, dan Papua New Guinea (National Curriculum Board <2009>, Ministry
of Education of New Zealand <2007>, Singapore English Syllabus <2010>,
Department of Education of Republic of Philippines <2010>, dan Department of
Education of Papua New Guinea <2006>) . Paradigma ini mengungkapkan bahwa
belajar bahasa adalah belajar menciptakan makna dengan wacana/teks.
sekalipun sosialisasi berkenaan dengan paradigma kurikulum systemic functional
grammar dan penerapan praktisnya telah banyak dilakukan.
Berkenaan dengan sosialisasi kurikulum, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional mensosialisasikan pembelajaran bahasa Inggris dengan paradigma baru ini sejak tahun 2005 sampai 2010 melalui sejumlah proyek pelatihan guru di seluruh Indonesia, yang diantaranya adalah Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi (PTBK). Guru-guru yang berpartisipasi dalam pelatihan ini memperoleh sejumlah materi yang mencakup landasan-landasan pendidikan bahasa Inggris (terutama landasan filosofis dan pedagogis), materi pembelajaran bahasa Inggris, metode pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan penyusunan perencanaan pembelajaran (silabus dan RPP). Materi-materi yang diberikan tersebut berlandaskan paradigma sistemik fungsional yang menekankan pemerolehan teks-teks baik fungsional maupun transaksional-interpersonal.
Kendatipun demikian sebagian guru masih belum dapat meninggalkan paradigma lama dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Pengajaran masih terpisah-pisah antara struktur kalimat dengan wacana atau tidak ada kesinambungan pembelajaran dari awal pertemuan sampai pertemuan selanjutnya.
Sementara itu, sebagian besar siswa yang telah belajar bahasa Inggris 6 tahun di sekolah-sekolah formal (3 tahun di SMP dan 3 tahun di SMA/SMK), ternyata belum memiliki kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang memadai. Para lulusan sekolah formal masih belum mampu berbicara/bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia kerja mereka jika kebetulan harus berhadapan dengan native
speaker. Demikian pula dalam hal baca dan tulis, kemampuan mereka masih
di Jawa Barat dan sekitarnya yang mengungkapkan bahwa menurut penilaian mereka (55.3%) sebagian besar siswa memiliki kemampuan komunikasi bahasa Inggris yang rendah; 34.9% sedang; dan hanya 9.9% saja yang tinggi. Padahal dalam Standar Kompetensi Lulus (SKL) SMP, para lulusan SMP harus mampu memperlihatkan keterampilan-keterampilan berbahasa yang berterima walau sederhana, baik dalam keterampilan menyimak (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills), maupun menulis (writing skills).
Jika dilihat dari hasil rata-rata UN tahun 2012 secara nasional yang sebagian besarnya menguji keterampilan membaca (reading skills) dalam SKL, mata pelajaran Bahasa Inggris menempati urutan terakhir dari empat mata pelajaran yang diujian-nasionalkan, yaitu: 6,80. Sementara mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematik dan IPA rata-rata nilainya jauh berada di atas mata pelajaran Bahasa Inggris, yang masing masing mencapai nilai 8,02; 7,53; dan 7,54 (Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdikbud, 2012).
Ketidakmampuan para siswa di sekolah-sekolah formal termasuk sekolah berstandar nasional untuk menunjukkan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris secara memadai sesuai dengan Standar Kompetensi Lulus (SKL), menandakan adanya masalah dalam hal efektivitas pembelajaran. Pembelajaran yang tidak efektif atau tidak mencapai SKL menandakan kurang atau tidak adanya efektivitas dalam pengembangan kurikulum. Keefektifan yang dimaksud dapat dilihat dari implementasinya.
B. Identifikasi Masalah
1. Kurikulum. Kurikulum merupakan hal yang paling pokok dari pelaksanaan pendidikan formal karena kurikulum memberikan arah tentang tujuan yang perlu dicapai, cara mencapai tujuan itu dapat tercapai, dan bagaimana mencapai tujuan, serta cara menentukan ketercapaian tujuan tersebut. Dengan kata lain, kurikulum menentukan tujuan, materi, metode, dan evaluasi pendidikan.
2. Guru. Kualifikasi guru sebagai pelaksana kurikulum sangat berpengaruh terhadap kualitas implementasi kurikulum di dalam kelas. Semakin qualified guru, maka semakin tinggi pula kemungkinan guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang dimaksudkan oleh kurikulum, sehingga, siswa dapat mencapai SKL yang maksimal. Hamied dalam Yani (2012) mengungkapkan, hanya kurang dari 35% guru-guru bahasa Inggris yang memenuhi kualifikasi pengajaran. Hal ini juga diperkuat oleh Jalal dkk dalam Yani A (2012) yang menyebutkan, dari 2.783.325 guru di Indonesia, sebanyak 62,4% dari mereka (1.739.484) tidak memenuhi kualifikasi akademik yang telah ditetapkan pemerintah. Rendahnya kualifikasi akademik guru-guru termasuk di dalamnya guru bahasa Inggris memengaruhi kualitas pembelajaran yang terlaksana, yang pada gilirannya membuat pencapaian SKL-nya pun rendah. Kualifikasi akademik guru harus sesuai karena peran-peran yang perlu dimainkan guru juga banyak dan menantang yang memerlukan penguasaan kompetensi yang mumpuni.
dapat memetakan siswa ke dalam kelompok yang dapat dan belum mencapai KD dan perbaikan pembelajaran (remedial) berdasarkan informasi tersebut. 4. Penilaian/Evaluasi Pembelajaran. Penilaian pembelajaran yang bermutu tidak
hanya memberikan informasi yang bermanfaat bagi pendidik untuk mengambil keputusan pembelajaran, melainkan juga memotivasi siswa untuk belajar lebih baik lagi. Dengan penilaian pembelajaran yang bermutu tersebut, baik pendidik maupun siswa tidak hanya dapat memperoleh bukti (to prove) pencapaian SKL melainkan juga membantu meningkatkan (to
improve) pencapaian SKL. Sanjaya (2005:180) mencatat bahwa terdapat dua
hal penting yang harus dipahami tentang evaluasi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Pertama, evaluasi merupakan kegiatan integral dalam suatu proses pembelajaran. Kegiatan evaluasi tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran. Kedua, evaluasi bukan hanya tanggung jawab guru, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab siswa. Siswa harus memiliki kesadaran pentingnya evaluasi untuk memantau keberhasilannya sendiri dalam proses pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya cakupan kajian yang berkenaan dengan kurikulum, maka masalah penelitian ini dibatasi pada evaluasi implementasi kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris dalam upaya pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Terdapat beberapa alasan membatasi evaluasi pada tahapan implementasi saja. Pertama, tahapan implementasi merupakan tahapan yang sangat penting karena tahapan ini merupakan upaya penerapan konsep-konsep pendidikan yang tersusun dalam sebuah desain kurikulum. Kedua, tahapan implementasi merupakan tahapan yang sangat kompleks mengingat konsep tidak selamanya sesuai dengan realita lapangan. Ketiga, keberhasilan sebuah kurikulum tidak semata-mata dinilai dari segi desain atau perencanaannya semata melainkan juga penerapannya dalam bentuk nyata.
Kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris dipilih karena beberapa alasan.
Pertama, keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris yang tampak dari kemampuan
komunikasinya sangat rendah. Sekitar 55,3% guru bahasa Inggris dalam studi pendahuluan menyebutkan bahwa kemampuan komunikasi bahasa Inggris sebagian besar siswanya rendah. Keadaan ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk mengungkap akar permasalahan rendahnya keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris. Kedua, Pelajaran Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran wajib yang di-UN-kan. Oleh karena itu, mata pelajaran ini sangat menentukan kelulusan siswa dari SMP dan juga SMA/SMK.
Upaya mengevaluasi keefektifan implementasi kurikulum dalam pencapaian SKL mencakup beberapa unsur, yaitu: kebijakan pengembangan kurikulum, dokumen kurikulum, perencanaan pembelajaran yang disusun guru, proses pembelajaran yang dilaksanakan, dan evaluasi kurikulum yang dilakukan.
Adapun dimensi-dimensi dalam evaluasi implementasi kurikulum tersebut mencakup dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product. Pemetaan unsur-unsur evaluasi keefektifan implementasi kurikulum dalam pencapaian SKL berdasarkan dimensi-dimensinya adalah sebagai berikut: dimensi konteks mencakup unsur penerapan 8 standar nasional pendidikan yang merupakan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum; dimensi input mencakup dokumen KTSP dan silabus serta RPP; dimensi proses dan dimensi produk terkait dengan efektivitas proses pembelajaran, sementara evaluasi kurikulum merupakan cakupan meta evaluasi.
D. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, pertanyaan penelitian secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana efektivitas implementasi kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris di SMPN berstandar nasional dalam mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL)?” Beberapa pertanyaan dapat diturunkan dari rumusan masalah umum tersebut, yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas penerapan kebijakan pengembangan kurikulum di SMPN berstandar nasional dalam pencapaian SKL?
2. Bagaimana kualitas dokumen kurikulum di SMPN berstandar nasional dalam pencapaian SKL?
4. Bagaimana efektivitas pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di SMPN berstandar nasional dalam pencapaian SKL?
5. Bagaimana kualitas evaluasi kurikulum di SMPN berstandar nasional dalam pencapaian SKL?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan mengevaluasi efektivitas penerapan kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris dalam pencapaian standar kompetensi lulusan (SKL) di SMP berstandar nasional di Jawa Barat. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi:
1. efektivitas kebijakan pengembangan kurikulum yang diterapkan di sekolah-sekolah berstandar nasional dalam pencapaian SKL.
2. dokumen kurikulum yang disusun di sekolah-sekolah berstandar nasional dalam pencapaian SKL.
3. penyusunan perencanaan pembelajaran di sekolah-sekolah berstandar nasional dalam pencapaian SKL.
4. efektivitas proses belajar mengajar dilaksanakan di sekolah-sekolah berstandar nasional dalam pencapaian SKL.
5. evaluasi kurikulum yang dilaksanakan di sekolah-sekolah berstandar nasional dalam pencapaian SKL.
F. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Signifikansi penelitian ini dapat dilihat dari segi kepentingannya. Penelitian evaluasi implementasi kurikulum bahasa Inggris masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, melalui penelitian ini diharapkan semua pihak yang berkepentingan dalam implementasi kurikulum bahasa Inggris dapat mempertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk perbaikan kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris di masa mendatang.
Secara teoretis, penelitian diharapkan dapat menemukan prinsip-prinsip berkenaan dengan implementasi kurikulum yang efektif, khususnya dalam pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing. 2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi: 1) pengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan kurikulum bahasa Inggris di SMP; 2) para guru bahasa Inggris SMP untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dirinya serta para siswanya; 3) peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang implementasi kurikulum bahasa Inggris di SMP.
G. Sistematika Penulisan Disertasi
Disertasi ini ditulis berdasarkan sistematika sebagai berikut:
1. Bab I berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II merupakan landasan teoretik penelitian. Landasan teoretik yang dituliskan di bab II ini adalah pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris, pembelajaran bahasa Inggris, hakekat bahasa Inggris, kompetensi dalam pembelajaran bahasa Inggris, hasil penelitian terdahulu, dan kerangka berpikir penelitian.
3. Bab III mengungkap metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan dan metode penelitian, langkah penelitian evaluasi, definisi operasional, pengembangan kriteria evaluasi, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, pengembangan instrumen, jenis data, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.
data kuantitatif, gambaran pemerolehan data kualitatif, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas sejumlah hal berkenaan dengan metodologi penelitian yang dipergunakan. Pembahasan mengenai pendekatan dan metode penelitian mengawali bab ini. Agar gambaran proses penelitian tampak dengan jelas, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian evaluatif ini dipaparkan. Pengembangan kriteria evaluasi sebagai ciri utama penelitian evaluatif yang membedakan dengan metode penelitian lainnya dipaparkan secara rinci. Bab ini juga membahas jenis data yang berusaha dikumpulkan, teknik pengumpulan data, pengembangan instrumen pengumpulan data, prosedur pengolahan data dan teknik analisisnya.
A. Pendekatan dan Metode
memproses data penelitian di samping menggunakan deskripsi kualitatif. Pada penelitian ini, pendekatan kuantitatif dipergunakan untuk mengungkap implementasi kurikulum secara menyeluruh pada keempat dimensi kurikulumnya (konteks, input, proses, dan produk). Sementara pendekatan kualitatif dipergunakan untuk memberikan konfirmasi terhadap temuan kuantitatif dengan deskripsi yang mendalam.
[image:34.595.190.417.382.484.2]Dalam penelitian ini, desain penelitian campuran yang digunakan adalah the embedded design, yakni, mengumpulkan data kualitatif dan kualitatif secara bersamaan sehingga salah satu bentuk data menunjang bentuk data lainnya. Cresswell and Clark (2007: 67) mencatat bahwa satu set data tunggal tidak memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian sehingga pertanyaan penelitian tersebut memerlukan tipe data berbeda.
Gambar 3.1.
Embedded Design (Cresswell and Clark, 2007:68)
Pada penelitian ini data kuantitatif menjadi data utama untuk mengungkap dimensi konteks, input, proses, produk kurikulum dan evaluasi kurikulum yang kemudian dilengkapi dengan data kualitatif.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah studi evaluasi yang mengevaluasi efektivitas implementasi kurikulum bahasa Inggris berdasarkan kriteria tertentu. Studi evaluasi ini dilakukan dengan mengambil model evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan. Model evaluasi CIPP dipilih karena model ini dapat mengungkap gambaran yang komprehensif tentang kurikulum (Orstein dan
QUAN Qual
Interpretation Based on QUAN (Qual)
Hunkins, 2009). Sesuai dengan nama model evaluasinya, empat dimensi kurikulum dievaluasi yang meliputi Context, Input, Process, dan Product. Dimensi Context kurikulum bahasa Inggris mencakup kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kebutuhan, permasalahan, asset, dan kesempatan yang berkenaan dengan bahasa Inggris. Dimensi Input kurikulum bahasa Inggris mencakup dokumen-dokumen kurikulum yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan karakteristik/potensi siswa, kualifikasi guru, fasilitas, keuangan, dan lain-lain. Dimensi Process kurikulum adalah penerapan rencana kurikulum ke dalam praktik pembelajaran. Dimensi product mencakup prestasi atau hasil belajar siswa berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
B. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian evaluatif yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1. Perencanaan Penelitian evaluatif’
Pada langkah ini dirumuskan latar belakang masalah dan masalah serta ditetapkan tujuan-tujuan penelitian. Selain itu, dikaji pula literatur berkaitan dengan masalah penelitian. Produk dari langkah ini adalah proposal penelitian evaluatif. Langkah perencanaan penelitian evaluatif ini merangkum dua langkah pertama dari yang disarankan oleh Storange and Helm dalam Hasan (2009:160-161), yaitu, kajian terhadap evaluan dan pengembangan proposal.
2. Studi pendahuluan
dalam skala terbatas. Pada langkah ini beberapa fenomena yang menjadi landasan penelitian diteliti agar dapat menjadi pijakan yang kuat untuk penelitian selanjutnya. Penelitian lapangan baik pada siswa maupun guru dilakukan untuk lebih memperjelas permasalahan penelitian yang dirumuskan. Penelitian diarahkan pada persepsi siswa dan juga guru terhadap kemampuan komunikasi siswa dalam bahasa Inggris. Studi pustaka dilaksanakan untuk memperdalam pemahaman akan hakikat masalah penelitian sehingga fenomena penelitian dapat terfokus dan proposal penelitian dapat direvisi agar lebih kongkrit.
3. Memfokuskan pada fenomena yang dievaluasi
Berdasarkan hasil kajian literatur dan studi pendahuluan, penelitian difokuskan pada fenomena yang dievaluasi, yaitu lemahnya pencapaian Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran Bahasa Inggris. Langkah ini menurut Ornstein and Hunkins (2009: 292) merupakan langkah pertama. Revisi atau penyempurnaan yang dilakukan berdasarkan data awal yang diperoleh dalam Storange and Helm dalam Hasan (2009) adalah langkah evaluasi keempat.
4. Mengumpulkan data evaluasi
Data-data yang diperlukan untuk mengevaluasi implementasi kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris dikumpulkan dengan instrumen kuesioner (untuk Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Guru, dan Siswa) dan analisis dokumen KTSP. Selain data yang bersifat kuantitatif tersebut, data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Penjelasan lebih lanjut akan dipaparkan pada bagian F tentang teknik pengumpulan data. 5. Mengolah dan menganalisis data evaluasi
6. Menginterpretasikan data evaluasi berdasarkan kriteria
Hasil analisis data kemudian diinterpretasikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan merujuk pada tujuan-tujuan penelitian. Penjelasan tentang kriteria tertuang pada bagian E tentang Pengembangan kriteria evaluasi. 7. Melaporkan evaluasi
Sebagai langkah akhir, perencanaan, proses, dan hasil penelitian kemudian dibuat laporannya dalam bentuk disertasi.
[image:37.595.99.493.297.510.2]Berikut ini adalah gambar alur penelitian evaluatif:
Gambar. 3.2. Alur Penelitian Evaluasi
C. Populasi, Sampel, Gambaran Tempat dan Subyek Penelitian
SMPN berstandar nasional dipilih dengan pertimbangan sekolah ini tela mencapai standar ideal secara nasional dilihat dari delapan standar sekolah yang ditetapkan pemerintah. Asumsinya, sekolah-sekolah ini telah dianggap layak menyelenggarakan pembelajaran sesuai standar yang ditetapkan. Populasi penelitian adalah pengembang kurikulum, guru mata pelajaran Bahasa Inggris dan siswa SMPN Berstandar Nasional di Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling, Perencanaan
Penelitian Evaluatif
Studi
Pendahuluan - Lapangan - Literatur
Fokus pada fenomena yg dievaluasi
Pengumpulan data evaluasi - Dimensi
konteks - Dimensi
input - Dimensi
Proses - Dimensi
Produk Mengolah,
Menganalisis, menginterpretasikan
data Melaporkan
yakni, penarikan kelompok-kelompok subyek keseluruhan sebagai unit-unit. Burn (1994: 70) mengungkapkan bahwa hampir tidak mungkin melakukan penelitian pada satu atau dua orang siswa dalam sejumlah kelas di sejumlah sekolah. Penelitian pendidikan melakukan penarikan sampel kelompok-kelompok siswa atau kelas sekalipun datanya diperoleh dengan basis individual. Lebih jauh lagi Burn mengungkapkan bahwa cluster
sampling dipandang menguntungkan peneliti jika populasinya tersebar luas
Tabel 3.1.
Asal dan Jumlah Subyek Penelitian NO Kabupaten/
Kota
Sekolah Jml. TPK
Jml. Guru
Jml. Siswa 1. Kota Bandung SMP BDG A 3 5 42
SMP BDG B 4 5 34
SMP BDG C 4 3 37
2. Kab. Subang SMP SBG A 5 4 40
SMPN SBG B 5 4 41
SMPN SBG C 4 5 40
3. Kab. Garut SMP GRT A 5 3 38
SMP GRT B 5 5 29
SMP GRT C 2 3 36
4. Kota Bogor SMP BGR A 5 4 31
SMP BGR B 5 5 40
SMP BGR C 3 3 37
5. Kab. Kuningan SMP KNG A 3 2 35
SMP KNG B 3 3 26
SMP KNG C 4 4 38
Total 61 58 544
Lima kabupaten/kota di Jawa Barat yang menjadi lokasi penelitian memiliki sejumlah karakteristik geografis dan demografis yang berbeda yang sedikit banyak memberi warna pada implementasi kurikulum mata pelajaran Bahasa Inggris.
[image:39.595.109.459.311.574.2]untuk siswa sebagian besar adalah perempuan (53,9%). Sementara siswa laki-laki adalah 46,1%. Usia siswa antara 12 sampai dengan 16 tahun dengan rata-rata usia 13,9 tahun.
Subyek penelitian Tim Pengembang Kurikulum sebagian besar adalah pria (65,5%) dan wanita sebesar 34,5%. Rentang usia TPK antara 24 sampai dengan 59 tahun dengan rata-rata usia 45,5 tahun. Lama pengabdian TPK sebagai pendidik adalah antara 3 sampai 39 tahun dengan rata-rata pengabdian 21,4 tahun. Berkenaan dengan pelatihan pengembangan profesi dari 61 orang subyek penelitian yang menyebutkan mengikuti pelatihan hanya 22 orang TPK saja. Sisanya, 39 orang TPK tidak menuliskan informasi apapun tentang keikutsertaan mereka dalam pelatihan. Rata-rata lama pelatihan secara umum adalah 3,4 hari (selama tiga tahun).
Subyek penelitian guru mata bahasa Inggris didominasi wanita (70,7%) sementara pria hanya (29,3%). Rentang usia guru bahasa Inggris adalah 24 sampai 59 tahun dengan rata-rata usia 42,5 tahun. Lama bekerja sebagai guru bahasa Inggris 3 sampai 38 tahun dengan rata-rata 17 tahun. Subyek yang menyebutkan keikutsertaan mereka dalam pelatihan pengembangan profesi guru adalah sebanyak 29 orang. Adapun 29 orang guru lainnya tidak menuliskan keikutsertaan mereka dalam pelatihan. Bahkan 2 orang dari ke-29 guru yang tidak menuliskan informasi tentang pelatihan menuliskan secara jelas bahwa mereka tidak pernah ikut pelatihan dalam tiga tahun terkahir. Rata-rata keikutsertaan pelatihan secara umum adalah 10,2 hari (ada guru yang memperoleh pelatihan secara berkelanjutan selama 137 hari yang membuat rata-rata keseluruhan meningkat).
Lebih lanjut, dipaparkan karakteristik geografis dan data demografis subyek penelitian dari masing-masing kabupaten/kota.
Secara geografis Subang yang mewakili Jawa Barat bagian utara adalah suatu daerah yang memiliki bentuk tanah yang berbeda-beda dari mulai bentuk pegunungan sampai datar di daerah pantai. Cuaca di daerah pegunungan (sekitar Jalan Cagak dan Gunung Tangkuban Perahu) agak sejuk. Daerah pantai utara agak lembab dan panas, sementara daerah kota yang letaknya di tengah-tengah memiliki temperatur sedang.
[image:41.595.167.419.505.583.2]Secara demografis, subyek penelitian di Kabupaten Subang memiliki karakteristik tertentu. Jumlah subyek penelitian berjenis kelamin laki-laki lebih banyak (51,2%) daripada subyek penelitian berjenis kelamin perempuan (48,8%). Komposisi jenis kelamin tersebut sangat berbeda dari komposisi umum yang disebutkan di awal bab ini. Sebagian subyek penelitian adalah siswa SMP Kelas IX sementara sisanya adalah siswa Kelas VIII. Subyek yang paling tua adalah siswa berumur 15 tahun. Sementara yang paling muda berumur 12 tahun dengan rerata usianya adalah 13,67. Komposisi subyek siswa menurut jenis kelamin digambarkan pada Tabel 3.2 di bawah ini.
Tabel 3.2
Komposisi Subyek (Siswa) menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Subang JENIS KELAMIN
SISWA JUMLAH %
Laki-laki 62 51,24
Perempuan 59 48,76
Jumlah 121 100
Tabel 3.3.
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Siswa di Kabupaten Subang
Secara ekonomi, orang tua subyek berada pada tataran menengah ke bawah. Ini dapat terlihat selain dari latar belakang pendidikan mereka yang 46.3% hanya menamatkan pendidikan dasar (SD dan SMP) juga terlihat dari pekerjaan mereka. Sebagian besar (39,7%) dari para orang tua tersebut adalah wiraswastawan. Orang tua PNS mencapai 14%. Sementara orang tua yang berprofesi sebagai karyawan swasta mencapai 11,6%. Sisa 34,7% lagi adalah orang tua yang berprofesi sebagai petani, buruh, karyawan BUMN, Ibu Rumah Tangga, pedagang, guru, dosen, pengacara, anggota DPRD, POLRI, dan Pegawai Desa.
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
ORANG TUA SUBANG %
S3 1 0,83
S2 9 7,44
S1 15 12,39
D3 2 1,65
D2 0 0
D1 0 0
SMA/SMK 37 30,58
SMP/MTs 21 17,36
SD Sederajat 35 28,93
Tdk menyebutkan 1 0,83
Tabel 3.4
Pekerjaan Orang Tua Subyek (Siswa) di Kabupaten Subang PEKERJAAN ORANG
TUA JUMLAH %
Dosen 1 0,83
Guru 3 2,48
Pengacara 1 0,83
Anggota DPRD 1 0,83
PNS 17 14,05
POLRI 2 1,65
TNI 0 0
Wiraswasta 48 39,67
Karyawan swasta 14 11,57 Karyawan/pejabat
BUMN 6 4,96
Pedagang 4 3,31
Petani 9 7,44
Buruh 8 6,61
Pegawai desa 1 0,83
Ibu rumah tangga 5 4,13 Tidak menyebutkan 1 0,83
Jumlah 121 100
apapun tentang pelatihan. Jika dirata-ratakan, pelatihan pengembangan profesi yang diikuti oleh TPK di subang adalah 10,8 kali dalam tiga tahun terakhir yang rata-rata lamanya adalah 11,6 hari dalam tiga tahun. Program pelatihan guru BERMUTU yang dilaksanakan di MGMP dengan arahan dinas dan LPMP memberi fasilitasi bagi para guru untuk melakukan pengembangan profesi mereka.
Subyek penelitian guru bahasa Inggris berjumlah 13 orang yang terdiri dari 4 orang pria dan 9 orang wanita. Usia para guru tersebut terentang dari usia 24 tahun sampai 59 tahun dengan rata-rata 42,7 tahun. Lamanya bekerja sebagai guru juga bervariasi mulai dari 3 tahun sampai 36 tahun dengan rerata 17,7 tahun. Terdapat 10 orang guru yang melaporkan bahwa mereka aktif mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh MGMP dan dinas serta LPMP terutama program BERMUTU. Tiga orang guru lainnya sama sekali tidak memberikan informasi tentang keikutsertaan mereka dalam pelatihan pengembangan profesi. Adapun rata-rata pelatihannya adalah 31 hari pelatihan.
2. Kota Bandung
Komposisi jenis kelamin subyek penelitian siswa di Kota Bandung didominasi perempuan, yakni, 51,3%, sementara siswa laki-laki 48,7%. Komposisi laki-laki – perempuan ini sejalan dengan komposisi jenis kelamin subyek penelitian di Jawa Barat secara umum. Terdapat 80 orang siswa Kelas IX dan 33 orang siswa Kelas VIII. Usia paling tua pada subyek penelitian adalah 15 tahun, sementara siswa yang termuda berusia 12 tahun. Rata-rata umur siswa adalah 13,6 tahun. Lebih lanjut, komposisi jenis kelamin siswa dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5.
Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Kota Bandung JENIS KELAMIN
SISWA JUMLAH %
Laki-laki 55 48,67
Perempuan 58 51,33
Jumlah 113 100
Tabel 3.6
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Subyek Siswa di Bandung LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
ORANG TUA JUMLAH %
S3 3 2,65
S2 14 12,39
S1 41 36,28
D3 9 7,96
D2 0 0
D1 0 0
SMA/SMK 35 30,97
SMP/MTs 5 4,42
SD sederajat 3 2,65
Tdk menyebutkan 3 2,65
Jumlah 113 100
pedagang, kontraktor, pengawai Bank, dan dokter masing-masing adalah pekerjaan orang tua siswa yang persentasenya di bawah 2%.
Tabel 3.7
Pekerjaan Orang Tua Subyek Siswa di Bandung PEKERJAAN ORANG TUA JUMLAH %
Dosen 1 0,89
Guru 6 5,31
Pengacara / advokat 2 1,77
PNS 10 8,85
POLRI 1 0,88
TNI 6 5,31
Wiraswasta 46 40,71
Karyawan Swasta 24 21,24
Karyawan/pejabat BUMN 2 1,77
Pedagang 2 1,77
Buruh 4 3,54
Ibu rumah tangga 2 1,77
Pengusaha 3 2,66
Kontraktor 1 0,88
Kerja tidak tetap 1 0,88
Pegawai bank 1 0,89
Dokter 1 0,88
Jumlah 113 100
dengan rata-rata pengabdian 18,2 tahun. Dari 11 orang TPK hanya dua orang yang melaporkan bahwa mereka mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir yang masing-masing lamanya 1 hari dan 9 hari. Sementara 9 TPK lainnya tidak memberikan informasi tentang pelatihan yang mereka ikuti selama tiga tahun terakhir.
Terdapat 13 orang guru mata pelajaran Bahasa Inggris yang menjadi subyek dalam penelitian ini dengan komposisi jenis kelamin 11 wanita dan 2 pria. Rentang usia guru bahasa Inggris tersebut adalah 36 sampai 51 tahun dengan rata-rata 44,1 tahun. Lama bekerja sebagai guru bahasa Inggris terentang dari 6 sampai 26 tahun dengan rata-rata 17,8 tahun pengabdian. Dari ketigabelas guru bahasa Inggris, hanya delapan orang yang melaporkan bahwa mereka mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terkahir dengan rata-rata pelatihan 6,75 hari. Sementara itu, lima orang lainnya tidak melaporkan informasi apapun tentang pelatihan.
3. Kota Bogor
Bogor di kenal sebagai kota hujan yang curah hujannya paling tinggi di Indonesia. Sekalipun begitu, kota Bogor mulai tampak padat dan kemacetan lalu lintas merupakan hal yang lazim di kota tersebut. Sekolah-sekolah yang memiliki banyak siswa tidak dapat memperluas wilayahnya karena sekeliling sekolah telah dipenuhi oleh rumah-rumah penduduk. Untuk itu, sejumlah sekolah meningkatkan bangunan sekolahnya menjadi dua, tiga, empat, bahkan lebih dari empat lantai.
tua 15 tahun dan yang paling muda 13 tahun. Adapun rata-rata umur para siswanya adalah 13,9 tahun.
Tabel 3.8
Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Bogor JENIS KELAMIN
SISWA BOGOR %
Laki-laki 50 46,3
Perempuan 58 53,7
Jumlah 108 100
Tingkat pendidikan orang tua siswa yang menjadi subyek penelitian cukup tinggi, yakni 65,7% pernah mengenyam pendidikan tinggi yang bervariasi dari D1, D3, S1, S2 dan S3 yang masing-masing persentasenya adalah 0,9%, 8,3%, 37%, 14,8%, dan 4,2%. Tamatan SMA/SMK sederajat mencapai 24% dari orang tua siswa. Tamatan SMP sederajat dan SD sederajat masing-masing 2,7% dan 4,6%.
Tabel 3.9
Dilihat dari latar belakang pendidikan dan juga jenis pekerjaannya, tampak bahwa para orang tua siswa yang menjadi subyek penelitian berada pada tingkatan ekonomi menengah ke atas. Sebanyak 33,3% orang tua siswa bekerja sebagai karyawan swasta, 23,1% sebagai wiraswastawan, 15,7% sebagai PNS, 5,6% sebagai dosen, 5,6% sebagai karyawan/pejabat BUMN, 4% sebagai anggota TNI, 2,8% sebagai guru, dan 2,8% sebagai guru. Orang tua yang berprofesi sebagai pengacara, pensiunan PNS, konsultan, anggota KPUD, dan sales masing-masing sebanyak 0,93%. Terdapat 2,7% siswa yang tidak menyebutkan pekerjaan orang tua mereka. Tabel 3.10 merangkum pekerjaan orang tua siswa di Kota Bogor, sebagai berikut.
Tabel 3.10.
Pekerjaan Orang Tua Siswa di Kota Bogor PEKERJAAN ORANG
TUA JUMLAH %
Dosen 6 5,56
Guru 3 2,78
Pengacara 1 0,93
PNS 17 15,74
TNI 4 3,70
Wiraswasta 25 23,15
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
ORTU JUMLAH %
S3 5 4,63
S2 16 14,81
S1 40 37,04
D3 9 8,33
D1 1 0,93
SMA/SMK 26 24,07
SMP/MTs 3 2,78
SD sederajat 5 4,63
Tdk menyebutkan 3 2,78
[image:50.595.136.461.110.298.2] [image:50.595.162.422.602.724.2]Karyawan swasta 36 33,33 Karyawan/pejabat
BUMN 6 5,56
Buruh 3 2,78
Pensiunan PNS 1 0,93
Konsultan 1 0,93
Anggota KPUD 1 0,93
Sales 1 0,93
Tdk menyebutkan 3 2,78
Jumlah 105 97,22
Terdapat tiga belas (13) orang Tim Pengembang Kurikulum yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Komposisi jenis kelaminnya adalah 9 orang wanita dan 4 orang pria. Rentang usia TPK tersebut adalah antara 39 sampai 59 tahun dengan usia rata-rata 45,5 tahun. Lama pengabdian menjadi guru terentang antara 10 sampai 39 tahun dengan rata-rata 20,9 tahun. Terdapat enam orang anggota TPK yang menyatakan telah mengikuti pelatihan dalam tiga tahun terakhir dengan rata-rata 1,8 kali yang lamanya 10 hari pelatihan.
4. Kabupaten Garut
Kabupaten Garut merupakan daerah yang berbukit-bukit/bergunung-gunung. Sebagian wilayah Garut merupakan daerah pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang besar karena berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Adapun daerah perkotaan yang menjadi tempat sekolah-sekolah lokasi penelitian bentuk tanahnya cukup datar. Kota Garut cukup ramai dan dinamis. Kepadatan penduduk di kota pun tampak sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan sekolah mengembangkan lahannya karena di sekitar sekolah telah berdiri begitu banyak bangunan kecuali dengan membuat sekolah menjadi bertingkat sampai beberapa lantai. Dua dari tiga sekolah yang menjadi tempat penelitian memiliki bangunan sekolah yang bertingkat dua.
[image:52.595.169.420.566.644.2]Komposisi jenis kelamin untuk subyek siswa ditandai dengan lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang masing-masing persentasenya adalah 59,8% dan 40,2%. Semua subyek penelitian adalah Kelas IX dengan rentang usia antara 13 sampai 16 tahun dengan rata-rata usianya adalah 14 tahun.
Tabel 3.11
Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Kabupaten Garut JENIS KELAMIN
SISWA JUMLAH %
Laki-laki 41 40,2
Perempuan 61 59,8
Jumlah 102 100
pendidikan tinggi baik D1 (2,9%), D3 (4,9%), S1 (31,4%), S2 (12,7%), maupun S3 (0,98%). Orang tua siswa yang lulus pendidikan menengah SMA sederajat mencapai 23,5%. Sementara orang tua yang hanya lulusan pendidikan dasar adalah 22,5%, yakni: SMP (12,7%) dan SD (9,8%). Terdapat satu subyek penelitian (0.98%) yang tidak menyebutkan pekerjaan orang tuanya. Lebih lanjut jenjang pendidikan orang tua subyek digambarkan dalam Tabel 3.12 sebagai berikut.
Tabel 3.12
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Subyek Siswa di Garut LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
ORANG TUA JUMLAH %
S3 1 0,98
S2 13 12,75
S1 32 31,37
D3 5 4,90
D1 3 2,94
SMA/SMK 24 23,52
SMP/MTs 13 12,75
SD sederajat 10 9,80
Tdk menyebutkan 1 0,98
Jumlah 102 100
Tiga pekerjaan yang dominan adalah wiraswasta (27,5%), PNS (26,5%), dan buruh (19,6%). Pekerjaan wiraswasta dan buruh yang dominan tersebut tidak mengherankan karena di Kabupaten Garut industri atau home
industry makanan cemilan seperti dodol garut dan coklat dodol garut
[image:54.595.190.444.461.723.2](cocodot) sangat marak. Pekerjaan lainnya muncul dengan persentase kecil, yaitu: karyawan swasta (7,8%), TNI (3,9%), guru (1,96%), Polri (1,96%), dan pensiunan PNS (1,96%). Sementara pekerjaan lain yang dibawah 1% adalah pengusaha, pedagang, pelaut, sekjen pribadi Hongkong, dan Ibu Rumah Tangga. Pekerjaan orang tua subyek lebih lanjut digambarkan dalam Tabel 3.13.
Tabel 3.13
Pekerjaan Orang Tua Subyek Siswa Garut PEKERJAAN ORANG
TUA GARUT %
Guru 2 1,96
PNS 27 26,47
POLRI 2 1,96
TNI 4 3,92
Wiraswasta 28 27,45
Karyawan swasta 8 7,84
Karyawan/pejabat
BUMN 4 3,92
Pedagang 1 0,98
Buruh 20 19,61
Ibu Rumah Tangga 1 0,98
Pelaut 1 0,98
Sekjen Pribadi HK 1 0,98
Pengusaha 1 0,98
Jumlah 102 100
Terdapat dua belas guru yang menjadi Tim Pengembang Kurikulum sekolah yang berpartisipasi dalam penelitian ini yang kesemuanya adalah pria. Rentang usia TPK tersebut adalah 44 sampai 55 tahun dengan rata-rata usia 49,5 tahun. Lama pengabdian TPK rentangnya adalah antara 16 sampai 39 tahun dengan rata-rata 26,2 tahun. Terdapat enam orang tim pengembang kurikulum yang pernah berpartisipasi dalam pelatihan pengembangan profesi dengan rata-rata 8,5 hari.
Sebelas orang guru mata pelajaran bahasa Inggris berpartisipasi dalam penelitian ini. Tujuh guru adalah wanita dan pria sebanyak empat orang. Rentang usia guru bahasa Inggris tersebut adalah 30 sampai 47 tahun dengan rata-rata 42,2 tahun. Lama pengabdian sebagai guru bahasa Inggris adalah antara 8 sampai 23 tahun dengan rata-rata 17,08 tahun. Terdapat enam orang guru mata pelajaran Bahasa Inggris yang mengikuti pelatihan nasional maupun internasional dengan rata-rata 31 hari lamanya. Lima orang guru lainnya tidak menuliskan informasi apapun dalam riwayat pelatihan selama tiga tahun terakhir.
5. Kabupaten Kuningan
Kabupaten Kuningan adalah daerah tanpa pantai yang memiliki bentuk tanah yang berbukit-bukit. Lahan pertanian di sekitar sekolah tempat penelitian tampak luas sekali. Luasnya lahan tersebut sangat memungkinkan sekolah untuk mengembangkan wilayahnya jika diperlukan.
Tabel 3.14
Komposisi Jenis Kelamin Subyek Siswa di Kabupaten Kuningan JENIS KELAMIN
SISWA JUMLAH %
Laki-laki 43 43
Perempuan 57 57
Jumlah 100 100
Latar belakang Pendidikan orang tua subyek penelitian secara umum rendah, 66% hanya menamatkan pendidikan dasar, dengan persentase: 49% lulusan SD sederajat dan 17% lulusan SMP sederajat. Pendidikan menengah (SMA sederajat) dialami oleh 20% orang tua siswa. Sementara pendidikan tinggi pernah diikuti hanya oleh 13% orang tua siswa, yang masing-masing terdiri dari D3 (1%), S1 (11%), dan S2 (1%).
Tabel 3.15
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Kuningan LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
ORANG TUA JUMLAH %
S2 1 1
S1 11 11
D3 1 1
SMA/SMK 20 20
SMP/MTs 17 17
SD Sederajat 49 49
Tdk Menyebutkan 1 1
Jumlah 100 100
[image:56.595.154.483.491.649.2]dan pekerjaan. Tiga pekerjaan yang mendominasi adalah wiraswasta (33%), pedagang (25%), dan buruh (16%). Pekerjaan lainnya yang persentasenya kecil adalah PNS (6%), karyawan swasta (6%), guru (4%), petani (3%), sopir (3%), Ibu Rumah Tangga (2%) dan pegawai desa (1%). Terdapat satu orang siswa (1%) yang tidak menyebutkan pekerjaan orang tuanya.
Tabel 3.16
Pekerjaan Orang Tua Subyek Siswa Kuningan PEKERJAAN ORANG
TUA JUMLAH %
Guru 4 4
PNS 6 6
Wiraswasta 33 33
Karyawan Swasta 6 6
Pedagang 25 25
Petani 3 3
Buruh 16 16
Pegawai Desa 1 1
Sopir 3 3
Ibu Rumah Tangga 2 2
Jumlah 100 100
Terdapat sebelas guru yang berkedudukan sebagai TPK yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Jenis kelaminnya adalah empat orang wanita dan tujuh orang pria. Rentang umur guru TPK tersebut adalah antara 24 sampai 55 tahun dengan rata-rata usia 42,8 tahun. Lama pengabdian sebagai pendidikan adalah antara 3 sampai 35 tahun dengan rata-rata 19,2 tahun. Berkenaan dengan partisipasi dalam pelatihan, hanya 2 orang saja yang menuliskan bahwa mereka mengikuti pelatihan pengembangan profesi yang lamanya rata-rata 9,5 hari.
Selanjutnya, sebanyak sembilan orang guru mata pelajaran Bahasa Inggris berpartisipasi dalam penelitian ini, yang terdiri dari tiga orang pria dan enam orang wanita. Rentang usia mereka adalah 25 sampai 59 tahun dengan rata-rata 39,7 tahun. Lamanya pengabdian sebagai guru bahasa Inggris adalah antara 3 sampai 38 tahun dengan rata-rata 16 tahun. Hanya terdapat dua orang guru bahasa Inggris yang menyatakan bahwa mereka mengikuti pelatihan pengembangan profesi selama tiga tahun terakhir dengan lama pelatihan 5 dan 17 hari.
D. Definisi Operasional
Terdapat tiga istilah yang perlu di definisikan secara operasional dalam penelitian ini, yaitu evaluasi, implementasi kurikulum bahasa Inggris, dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
determine whe