• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Reborn of Indo-oriental Stories

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Reborn of Indo-oriental Stories"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel: Luas Hunian Hotel butique

No. Fungsi Ruang Data Jumlah Total Luas

I II III IV V VI

1

Hunia

n

Kamar Hotel tipe Standard

Kamar tidur 3 x 3 = 9 m² 41 1230 m²

Seating area 6 m²

Mini bar 3 x 2 = 6 m²

Balkon 6 m²

KM/WC 1.5x2 = 3 m²

Luas 30 m²

3

Cottage tipe Standard plus

Kamar tidur 5.25 x 4 = 21 m² 16 564 m²

KM/WC 2.5 x 2.5 = 6.25 m²

Teras 8 m²

Luas 35.25 m²

4

Cottage tipe Deluxe

Kamar tidur 5.25 x 4 = 21 m² 6 265.5 m²

Ruang

Makan+pantry 3x3 = 9 m²

KM/WC 2.5 x 2.5 = 6.25 m²

Teras 8 m²

Luas 44.25 m²

5

Cottage tipe Suite

Kamar tidur-1 3x6.5 = 19.5 m² 4 416 m²

Kamar tidur-2 4x6.5 = 26 m²

Ruang

Makan+pantry 7x6.5 = 45.5 m²

KM/WC 2 x 2.5 = 5

Teras = 8 m²

Luas 104 m²

6

Presidential Suite

Kamar tidur-1 3 x 6.5 = 19.5 m² 1 118 m²

Kamar tidur-2 4 x8 = 32 m²

Ruang

Makan+pantry 7x6.5 = 45.5 m²

KM/WC 2x2.5 = 5 m²

(2)

Lampiran 2

Tabel: Luas Fasilitas Hotel

1. LOBBY & PENERIMA

Ruangan Jenis Luas

Resepsionis & Front

Office Publik 26 m2

Ruang Tunggu &

Lobby Publik 51 m2

Total 77 m2

Ruangan Sifat Luas

Dapur Service 20

Restoran Publik 120

Total 140 m2

Ruangan Sifat Luas

Function Room Publik 80

TOTAL 80 m2

2. RUANG SERBAGUNA

(3)

4. FASILITAS HOTEL

Ruangan Sifat Luas

Sauna Publik 40 m2

Shower Room pria Publik 9 m2

Shower room wanita Publik 9 m2

Spa Publik 24 m2

TOTAL 82m2

6. RUANG KARYAWAN DAN SERVICE UMUM

1. AREA HUNIAN 2391 m2

2. AREA LOBBY & PENERIMA

77 m2

3. AREA PENGELOLA 63 m2

4. AREA FASILITAS HOTEL

82 m2

5. AREA RUANG

SERBAGUNA

80 m2

6. AREA RESTORAN 140 m2

7. AREA SERVICE

HOTEL

269 m2

TOTAL 3102 m2

Ruangan Jenis Luas

Ruang Tamu Kantor Publik 12 m2

Ruang Staff Private 15 m2

Ruang Manager Private 15 m2

Ruang Direktur Private 12 m2

Pantry Service 9 m2

Total 63 m2

Ruangan Jenis Luas

Ruang Ganti Private 50 m2

Ruang Teknisi Service 24 m2

Ruang Servis Service 18 m2

Ruang Peralatan Service 35 m2

Ruang Binatu Service 30 m2

Ruang Mesin Service 100 m2

Ruang Absen / Ruang tamu Publik 12 m2

TOTAL 269 m2

5. KANTOR PENGELOLA

(4)

Lampiran 3

(5)

Lampiran 4

(6)

Lampiran 5

Portofolio Perancangan Arsitektur 6

(7)

Lampiran 6

(8)

Lampiran 7

(9)

Lampiran 8

(10)

Lampiran 9

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Bhakti, 2014, Desain arsitektur kota yang beridentitas budaya Sebagai sebuah konsep yang berkelanjutan

,

Jurnal RUAS, Volume 12 No 2, Desember 2014, ISSN 1693-3702

Baiquni, M, 2009, Belajar dari Pasang Surut Peradaban Borobudur dan Konsep pengembangan pariwisata Borobudur, Forum Geografi, Vol. 23, No. 1, 25–40

Ching, Francis, D.K.,(1985), Architecture: Form, Space and Order, Jakarta, Erlangga.

Damayanti, Rully., Handinoto, Kawasan “Pusat Kota” Dalam Perkembangan Sejarah Perkotaan Di Jawa, Universitas Kristen Petra, July, 2005, Vol. 33, No. 1, pp 34 - 42

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara. 2010. Kota-Kota Tua Sumatera Utara.

Ginting, Nurlisa and Julaihi Wahid. 2015. Exploring Identity's Aspect of Continuity of Urban Heritage Tourism, (online), (http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.08.227 diakses pada 20 Maret 2015).

https://academia.edu/3314740/teori_rancang_kota_berkelanjutan_tugas_kuliah_, diakses pada 1 Maret 2015

http://arsitektur.tripod.com/aliran/arsitektur_modern_ekletik/ diakses pada Maret 2015

http://astudioarchitect.com/2008/09/tren-arsitektur-oriental-di-indonesia.html diakses pada April 2015

https://bkrm.com/en/the-journal/bkrm-travels-review-the-siam-hotel-bangkok, diakses pada Mei 2015

http://carlosmeliablog.com/2012/03/the-siam-hotel-bangkok-almost-ready-to-open/, diakses pada Mei 2015

(12)

http://edupaint.com/warna/ragam-warna/7133-makna-warna-arsitektur-oriental.html diakses pada April 2015

http://encyclopedia.com/doc/1O1-contextualarchitecture.html diakses pada Maret 2015

http://imagebali.net/detail-artikel/323-mengenal-desain-gaya-oriental.php diakses pada Mei 2015

http://majesticmalacca.com/ diakses pada Mei 2015 http://noosapacific.com.au diakses pada Juni 2015 http://phohoiresort.com diakses pada Juni 2015 http://safiragoa.com diakses pada Juni 2015

http://studiomelayu.wordpress.com.com, diakses pada Juni 2014 http://surabaya.singgasanahotels.com/ diakses pada Mei 2015 http://smarttravelasia.com/angkor.htm diakses pada Mei 2015 http://templetree.com.my/ diakses pada Mei 2015

http://thpardede.wordpress.com/2011/03/08/hubungan-manusia-dengan-alam-semesta-dari-sudut-pandang-peradaban-melayau-dan-china/, diakses pada Juni 2014

http://tjongafiemansion.com/ diakses pada Maret 2015

https://wattpad.com/10847841-sejarah-kedatangan-orang-tionghoa-di-indonesia diakses pada Maret 2015

http:/wiranurmansyah.com/u-sathorn-resort-di-tengah-riuhnya-kota-bangkok diakses pada Mei 2015

http://wirednewyork.com/forum/showthread.php?t=10047 diakses pada Mei 2015

Husny, TM. Lah. 1976. Bentuk Rumah Tradisi Melayu Medan, Medan: BP. Husni.

Husny, TM. Lah. 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Penduduk Melayu Pesisir Deli Sumatera Timur 1912-1950, Medan: BP. Husni.

Juwana, Jimmy S., 2005, Sistem Bangunan Tinggi, Erlangga, Jakarta

(13)

Neufert, Ernst., Data Arsitek Jilid 1. terjemahan oleh Sjamsu Amril, Erlangga, Jakarta, 1990

Nurhamidah, 2004. Perkembangan Kota Medan 1909-1951, Universitas Sumatera Utara, Medan

Ratna. 2006. Labuhan Deli: Riwayatmu Dulu, Edisi No. 22/Tahun XI, Buletin Historisme. 7-13

Roestam Thaib,dkk., 1959, 50 Tahun Kotapradja Medan, Medan: Djawatan Penerangan Kotapradja I-Medan

Ryeung, S; dkk. 2012. Modernization of the Vernakular Malay House in Kampong Bharu, Kuala Lumpur. Journal of Asian Architecture and Building Engineering-Vol. 11 No. 2 May Page 95-102

Sinar, T. L. 1993. Motif dan Ornamen Melayu. Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu. Medan.

Suharjanto, Gatot., 2011, Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali, ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 592-602

Suweda, I Wayan., 2011. Penataan Ruang Perkotaan Yang Berkelanjutan,Berdaya Saing Dan Berotonom, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 15, No. 2, Juli, 2011

Teo, Peggy., & Huang, Shirlena., 1995. Tourism and heritage Conservation in Singapore. Annals of Tourism Research, Vol. 22, No. 3, pp. 589-615 Wiranto,1999. Arsitektur Vernakular Indonesia. Dimensi teknik arsitektur vol. 27,

no. 2.http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/, diunduh pada 28 maret 2015

Yuan, L.J. 1987. The Malay House: Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter System. Institut Masyarakat. Pulau Pinang.

www.angkorvillage.com/

(14)

BAB III

THE GLOWING PAGE

Untuk mendapat informasi yang akurat, maka dilakukan Studi Lapangan. Kawasan kajian yang akan dirancang dijelaskan pada gambar 3.1 (zona merah), yaitu berada di Jalan Yos Sudarso Km. 12 Kec. Medan Labuhan, Kelurahan Pekan Labuhan. Kecamatan Medan Labuhan memiliki luas wilayah 36,67 km2.

Gambar 3.1: Kawasan Kajian yang Akan Dirancang

(15)

Kawasan ini layaknya satu lembar kertas yang kecil, namun berkilau (the glowing page) karena banyaknya potensi yang ada. Pada kawasan ini terdapat bangunan-bangunan peninggalan sejarah dengan gaya melayu dan peranakan yang cukup kental, baik pada bangunan publik maupun tempat tinggal masyarakat. Gaya arsitektur oriental dan peranakan diwakili oleh adanya Vihara Siu Sian Kong dan gaya arsitektur Melayu diwakili oleh Masjid Al-Oesmani. Kedua bangunan ini dapat dikatakan sebagai icon dari kawasan Labuhan, dan letaknya pun berdekatan.

Masjid Al-Oesmani sampati saat ini masih berdiri dengan megahnya, setelah beberapa kali dilakukan pengembangan dan renovasi (gambar 3.2). Pada tahun 1870 pengembangan mesjid ini dipimpin oleh arsitek Jerman GD Langeris, yang mengubah kayu menjadi bangunan permanen.

Gambar 3.2: Masjid Al-Oesmani

(16)

lengkungan-lengkungan khas Timur Tengah dan ornamen-ornamen khas Melayu. Namun, dilihat secara keseluruhan, gaya khas Melayu terlihat lebih menonjol dengan balutan warna kuning dan hijau, warna kebanggan budaya Melayu yang menggambarkan kemuliaan dan kemegahan. Maka tidak heran masjid ini pernah dan merupakan masjid kebanggan Labuhan Deli.

Tepat di belakang masjid ini terdapat rumah kecil bergaya Melayu (gambar 3.3) dan tepat berada di seberang (depan) masjid ini, saat ini terdapat sekolah yang dulunya merupakan tempat berdirinya Istana Kesultanan Deli (gambar 3.4).

Gambar 3.3: Rumah Melayu di Belakang Masjid Al-Oesmani

(17)

Pada rumah kecil tersebut, gaya khas Melayu terlihat jelas dengan adanya lebah bergantung pada atap, terali biola, kunda kencana pada ventilasi, panggung, pintu yang tinggi, dan jendela krepyak. Saat ini rumah ini digunakan untuk tempat tinggal kenaziran Masjid Al-Oesmani.

Berada di sebelah sekolah tersebut, terdapat jalan kecil yang mengarah ke tepi sungai Deli. Sepanjang jalan tersebut terdapat deretan rumah masyarakat Melayu yang merupakan mayoritas di kawasan Labuhan Deli. Meskipun mayoritas tempat tinggal dimiliki oleh penduduk suku Melayu, namun karakteristik rumah Melayu sudah hampir tidak dapat dilihat, mayoritas hanya menggunakan warna kuning dan hijau sebagai simbol khas Melayu. Rumah-rumah tersebut sudah dijadikan bangunan permanen dan area permukiman ini terbilang kumuh (gambar 3.5).

Gambar 3.5: Perumahan Penduduk

(18)

terdapat tumpukan sampah yang dibiarkan mengering dan membusuk. Area sungai semakin lama semakin sempit dikarenakan endapan lumpur. Meskipun begitu, saat ini sungai Deli masih digunakan masyarakat setempat untuk sarana transportasi air. Rata-rata digunakan oleh nelayan-nelayan yang memang bermukim tepat pada area sepanjang pinggir Sungai Deli.

Gambar 3.6: Sungai Deli

(19)

Gambar 3.7: Vihara Siu Sian Kong

Gambar 3.8: Kompleks Ruko Cina

Jika mengacu pada pertanyaan Alamsyah (2014) bahwa ada tiga elemen penting dalam perancangan kota yaitu manusia, bangunan dan lingkungan, maka status perancangan kota di kawasan Labuhan Deli belum mencapai sustainibility. Masyarakat Labuhan Deli belum sadar akan pentingnya merawat dan menata lingkungan dan bangunan yang seharusnya akan berdampak juga terhadap keberlangsungan hidup.

(20)

Labuhan Heritage Town, Kota Medan termasuk dalam hirarki untuk pusat pelayanan primer, yaitu pusat yang melayani daerah Sumatera Utara dan wilayah yang lebih luas. Pengembangan Kota Medan dan sekitarnya sebagai pusat pelayanan primer „A‟ diarahkan sebagai pusat aktivitas sekunder dan tersier bagi

Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Kota Medan tahun 2008-2028, sistem pusat pelayanan Kota Medan direncanakan terdiri atas 2 (dua) pusat primer, yaitu satu Pusat Primer di Utara dan 1 (satu) Pusat Primer di Pusat Kota dan didukung oleh 8 (delapan) Pusat Sekunder yang sekaligus juga sebagai Pusat-pusat BWK. Pusat Primer Utara Kota Medan, terletak di antara Kecamatan Medan Labuhan dan Medan Marelan, tepatnya disekitar Mesjid Raya Labuhan (Masjid Al-Oesmani), Kelurahan Pekan Labuhan (gambar 3.9).

Gambar 3.9: Rencana Struktur Ruang Kota Medan 2008-2028

(21)

Dengan disusunnya rencana tersebut, beberapa strategi pun turut disusun yaitu pengembangan pada aspek transportasi, ekonomi, pendidikan, industri, perumahan, dan perdagangan. Salah satu wujud perkembangan pada aspek transportasi dan aksesibilitas adalah perencanaan pengembangan stasiun Labuan menjadi stasiun berbasis Transit Oriented Development (TOD). Dengan dibukanya akses jalur kereta untuk penumpang dari dan menuju Labuhan Deli, stasiun tersebut diharapkan akan berkembang menjadi sarana transportasi darat berskala regional yang optimal (gambar 3.10).

Gambar 3.10:Aksesibilitas dari/ke Labuhan Deli

(Sumber: Urban Design Guidelines Labuhan Heritage Town)

(22)

kota Medan untuk berbagai kepentingan seperti silaturahmi, kegiatan bisnis, berlibur dan belanja. Jika pembangunan tol ini direalisasikan, maka tidak dapat dipungkiri, kawasan Labuhan Deli akan memiliki peluang besar untuk berkembang lebih pesat.

Pelabuhan Belawan yang terletak sangat dekat dengan Labuhan Deli, direncanakan akan menjadi pelabuhan bertaraf internasional (gambar 3.10), sebagai gerbang para wisatawan untuk berkunjung ke Medan melalui jalur transportasi laut. Hal ini tentu berdampak pada pertumbuhan Labuhan Deli sebagai tujuan pariwisata. Mengingat pesisir Belawan berhadapan langsung dengan pesisir Malaysia, maka diharapkan turis asal Malaysia, yang sebelumnya sudah mendominasi jumlah wisatawan yang berkunjung ke Medan, akan semakin melonjak naik. Maka dari itu, untuk perencanaan pariwisata Labuhan Deli, sasaran utama wisatawan domestik adalah Aceh, dan sasaran wisatawan internasional adalah Malaysia.

(23)

Gambar 3.11: Aktivitas Publik di Kawasan Kajian

Sumber: Urban Design Guideline Labuhan Heritage Town

Perencanaan kegiatan-kegiatan tersebut terinspirasi dari negara tetangga yaitu Singapura. Di negara tersebut, pada bulan Ramadhan selalu diadakan acara penyambutan Idul Fitri di Geylang. Di sepanjang jalan tersebut didekorasi oleh lampu-lampu warna-warni yang menarik, ditambah adanya bazaar kuliner yang menawarkan makanan khas Arab dan Melayu.

Kegiatan seperti yang dilakukan oleh Singapura memang sangat menarik, baik untuk wisatawan domestik maupun internasional, mengingat kawasan Asia Tenggara terkenal dengan beraneka ragam budaya, adat istiadat yang bahkan

ACARA KEAGAMAAN,

KUNJUNGAN WISATA

ACARA KEAGAMAAN,

(24)

sangat kontras namun berada dalam satu daerah. Hal serupa tentu juga dimiliki oleh Labuhan Deli. Maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aset budaya jika dilakukan dengan serius dan komprehensif akan menjadikan magnet yang mendatangkan wisatawan. Dengan terpenuhinya aspek 3 (tiga) A yaitu Amenitas, Akses dan Atraksi, diharapkan Labuhan Deli turut berhasil menjadi salah satu pusat destinasi pariwisata Sumatera Utara, khususnya Kota Medan.

Adapun informasi dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, destinasi wisata favorit Sumatera Utara adalah Kota Medan, Danau Toba (Prapat), Pulau Samosir, dan Brastagi. Dengan menjadikan Labuhan Deli sebagai destinasi wisata Sumatera Utara, maka skenario yang untuk pengunjung Mancanegara maupun domestik dapat dilihat pada gambar 3.12.

Gambar 3.12: Skenario Destinasi Wisatawan Sumatera Utara

(25)

Mengacu pada gambar 3.12, wisatawan masuk melalui Bandara Kuala Namu/ Pelabuhan Belawan, kemudian terbagi menjadi tiga pilihan; dapat menggunakan jalur kereta api, tol maupun jalan raya untuk menuju dari satu destinasi ke destinasi lainnya. Pada skenario ini direncanakan pengunjung datang ke Labuhan Deli selama sehari semalam. Dengan berlalunya 1 (satu) malam, maka fasilitas penginapan tentu dibutuhkan untuk mendukung skenario kunjungan ke Labuhan Heritage Town.

Cakupan kawasan yang dirancang pada kesempatan ini meliputi area pesisir Sungai Deli, Kompleks Vihara, Kompleks Istana Deli, dan Deretan Ruko Cina (gambar 3.13). Maka dari itu, sesuai blockplan yang telah dirancang, pada kesempatan ini, fungsi-fungsi yang masuk dalam ruang lingkup perancangan adalah Hotel, Ruang Publik, Vihara, Area Parkir, dan Area Komersil. Dalam kesempatan ini, fungsi yang difokuskan adalah Hotel.

(26)
(27)

BAB IV

ASSIGNING DIRECTIONS

Programming merupakan besaran luas ruang yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pengguna hotel berdasarkan Neufert (1990). Programming dilakukan setelah mengkaji jenis-jenis hotel yang sesuai dan mempelajari contoh-contoh dari kasus sejenis yang digunakan sebagai studi literatur. Programming dijadikan sebagai acuan/pedoman besaran luas ruang yang terdapat di hotel (assigning directions). Langkah pertama yang dilakukan dalam programming hotel ialah dengan menentukan jumlah pengunjung yang akan ditampung pada hotel, jumlah kamar, jumlah parkir kendaraan dan juga jumlah ruang-ruang/fasilitas yang terdapat di hotel (kolam renang, fitness, function hall, dll).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam buku “Medan Dalam Angka 2008”, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kota Medan antara

(28)

Tabel 4.1: Jumlah pelancong mancanegara yang datang ke Sumatera Utara dari 3 pintu masuk (Bandara Udara Polonia – Pelabuhan Laut Belawan – Pelabuhan Laut

Tanjung Balai Asahan)

Tahun Jumlah wisatawan mancanegara

2008 132.590

2007 123.924

2006 123.446

2005 124.445

Rata-rata 126.101

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata kenaikan wisatawan yang berkunjung ke kota Medan adalah sekitar dua ribu tujuh ratus orang.

(29)

Pn = Po + na

Dimana

Pn = jumlah wisatawan mancanegara pada tahun ke-n Po = jumlah wisatawan mancanegara pada tahun awal a = jumlah pertambahan tiap tahun

n = jumlah tahun proyeksi

Tabel 4.2: Proyeksi jumlah pelancong mancanegara yang berkunjung ke Medan

Tahun Jumlah wisatawan mancanegara

2009 135305

2010 138020

2011 140735

2012 143450

2013 146165

2014 148880

2015 151595

2016 154310

2017 157025

2018 159740

2019 162455

2020 165170

Sumber : BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik “Medan Dalam Angka 2009”,

(30)
[image:30.595.203.434.139.267.2]

Tabel 4.3: Rata – rata Lama Menginap Tamu ( Mancanegara + Nusantara ) Pada Hotel /Akomodasi Lainnya Menurut Tahun dan Kelas Hotel di Kota Medan tahun 2005 –

2008 (Hari )

Tahun 2008 2007 2006 2005

* 1.07 1.13 1.21 1.23

** 1.7 1.4 1.4 0.92

*** 1.56 1.37 1.37 1.7

**** 1.96 1.88 1.88 1.59 ***** 1.72 1.25 1.23 2.23

Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara, “Medan Dalam Angka 2009“

Jadi, untuk wisatawan mancanegara yang menginap di hotel, pertahun pada tahun 2020, dengan perhitungan 17.38 % x 165.170, yaitu 28.706,54 orang/tahun.

Dengan mengambil asumsi bahwa hotel ini dapat mengakomodasi 30% dari jumlah wisatawan mancanegara dan domestik yang datang ke kota Medan dan menginap di hotel. Jumlah wisatawan mancanegara yang menginap di hotel butik Labuhan Deli; 28.706,54 x 30 % yaitu 8.611,962 orang/tahun, dan jumlah wisatawan domestik yang menginap di hotel butik Labuhan Deli:

(31)

Jadi, total wisatawan mancanegara dan domestik yang berkunjung ke hotel butik Labuhan Deli pada tahun 2020 adalah 49.550 orang per tahun, dan 136 orang per hari.

Maka total wisatawan mancanegara maupun domestik yang berkunjung ke hotel butik Labuhan Deli pada tahun 2020 diasumsikan sebanyak 136 orang. Dengan memperkirakan satu kamar tamu hotel akan digunakan oleh 2 orang, maka jumlah kebutuhan kamar hotel adalah sebanyak 136/2 = 68 kamar.

Mengingat sifat hotel butik resort yang memerlukan adanya cottage, maka beberapa unit cottage pun dibuat pada kawasan perancangan. Adapun jumlah kamar hotel dapat dilihat pada tabel 4.4 (informasi lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1).

Berdasarkan hasil studi literatur mengenai definisi hotel, klasifikasi hotel, dan persyaratan hotel, studibanding hotel sejenis, studi literatur program ruang hotel, dan keterlibatannya dengan peraturan sesuai RTRW kota Medan, maka dapat disimpulkan jenis hotel yang dapat dibangun pada kasus proyek ini adalah Hotel Butik Resor (Riverside Boutique Resort).

(32)

Hotel resort memiliki definisi sendiri yang berbeda dengan hotel butik, namun jika digabungkan menjadi hotel butik dan resort, hasilnya adalah hotel butik dengan banyak bungalow atau cottage, fasilitas selayaknya hotel butik dan jumlah kamar sesuai karakteristik hotel butik. Boutique Resort pada umumnya menciptakan view buatan sendiri di dalam kawasannya sebagai nilai tambah, seperti taman yang luas, kolam renang yang luas dan vegetasi yang indah.

Kebanyakan hotel riverfront berorientasi pada sungai itu sendiri, dan kebanyakan untuk hotel butik yang terletak di pinggir sungai, bangunan hotel tidaklah besar, dimana terdapat satu koridor dan peletakan kamar-kamar hanya pada satu sisi bangunan yang menghadap sungai, dimana setiap kamar memiliki balkon.

(33)

Pemerintah kota Medan telah menerapkan beberapa persyaratan untuk pembangunan kawasan ini. Untuk pembangunan hotel, diizinkan, dengan status diizinkan dan bersyarat. Syarat tersebut adalah maksimal dibangun 4 (empat) lantai.

Pada kawasan yang luas ini, terdapat banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah yang patut dipertimbangkan dalam merancang suatu kawasan dan bangunan di dalamnya. Bangunan-bangunan tersebut adalah Masjid Osmani, Vihara, pemakaman melayu, Tanah yang dulunya merupakan istana Kerajaan Melayu, area pertokoan bangunan lama, bekas rumah Tjong A Fie, dan stasiun barang.

Aspek lain yang terdapat di kawasan ini tentu saja adalah sungai Deli yang terletak berdekatan dengan jalan protokol, Jalan Yos Sudarso. Jalan Yos Sudarso ini sangat panjang, menghubungkan kawasan Labuhan Deli dengan pusat kota Medan.

(34)

kamar pada hotel resort. Kondisi eksisting terdapat banyak sekali bangunan bersejarah yang memiliki nilai arsitektur yang patut dihormati, hal ini cocok dengan kriteria hotel butik yang biasanya bersifat kontekstual, menghormati bangunan di sekitarnya. Kondisi site yang terletak tepat di pinggir sungai cocok untuk dibangun hotel berorientasi riverfront. Dengan banyaknya bangunan bersifat heritage, banyak sekali aspek-aspek arsitektural yang dapat diambil dan dikembangkan menjadi hotel butik, dan cocok untuk menjadi daya tarik pariwisata heritage.

(35)
[image:35.595.107.517.97.533.2]

Tabel 4.4 Tipe Kamar Hotel dan Luasannya

Ruangan Jenis Jumlah Luas (m2)

Kamar Hotel tipe

Standard Private, komersil 35 1050 m2

Kamar Hotel tipe

Standard plus Private, komersil 7 210 m2

Cottage tipe

Standard plus Private, komersil 16 576 m2

Cottage tipe

Deluxe Private, komersil 6 306 m2

Cottage tipe Suite Private, komersil 4 249 m2

Presidential Suite Private, komersil 1 80 m2

Total Jumlah Kamar 68 kamar -

TOTAL HUNIAN HOTEL 1260 m2

TOTAL HUNIAN COTTAGE 1131 m2

TOTAL KESELURUHAN HUNIAN 2391 m2

(36)

literatur, jenis hotel yang diusulkan tidak hanya hotel Butik saja, namun digabung dengan hotel resort. Meskipun bukan hotel resort, namun Hotel butik resort tetaplah ada, yaitu Hotel butik dimana tetap terdapat satu bangunan hotel yang bertingkat namun dilengkapi dengan beberapa bungalow atau cottage. Perancangan tapak juga dibuat sedemikian rupa agar menjadi pemandangan bagi kamar-kamar baik hotel maupun cottage, terutama kondisi tapak yang berada di pinggir sungai membuat bangunan sebaiknya berorientasi pada sungai.

Hal ini lah yang menjadikan pertimbangan lain dalam menentukan jumlah kamar. Dengan adanya cottage tentu luas untuk bangunan bertingkat dikurangi karena cottage biasanya maksimal dua tingkat, dan tidak bertingkat untuk tipe deluxe. Dikurangi dengan luas lahan yang akan digunakan untuk kawasan outdoor seperti area barbekyu, kolam renang, pepohonan, taman, kebun, jalan setapak dan dermaga, maka luas lahan yang dapat dipakau untuk area komersil yaitu kamar, restoran dan cottage tentu akan semakin sedikit. Namun hal ini berbanding lurus dengan karakteristik hotel butik yang tidak lebih dari 100 kamar, maka dari itu, setiap kamar atau cottage harus dirancang dengan baik, khas hotel butik agar harga jual yang tinggi sepadan dengan apa yang didapat tamu hotel.

(37)

kamar bersebelahan tiap lantai untuk kamar tipe standard. Untuk informasi lebih lengkap mengenai kebutuhan ruang yang lain beserta luasannya dapat dilihat pada lampiran 1 & 2.

Sedangkan untuk keperluan area komersil yaitu ruko, pada dasarnya tetap mengikuti bangunan sebelumnya, karena pemgembangan pada kawasan ini adalah pemugaran. Yang perlu ditata ulang pada kawasan area komersil adalah akses kendaraan dan akses pejalan kaki, serta pembagian zoning untuk keperluan komersil, seperti pemisahan zoning untuk kuliner dan zoning untuk berbelanja.

(38)
(39)

Namun sayang sekali saat ini sedikit sekali orang yang tahu, bahkan masyarakat kota Medan sendiri banyak tidak tahu bahwa dulunya Tjong A Fie berkiprah di kawasan ini, sebelum di kawasan Kesawan, Medan. Maka dari itu, cerita-cerita lama ini perlu dibangkitkan dan diingatkan kembali, sama halnya dengan cerita-cerita perkembangan Masyarakat Melayu dan perkembangan Islam di Medan yang dulunya dimulai dari kawasan ini, dengan cara melalukan revitalisasi (pelestarian) pada kawasan ini.

Budaya Peranakan, secara umum merupakan hasil asimilasi antara budaya asli Tiongkok dan Budaya setempat di semenanjung Malaya (selat Malaka) yang kebanyakan didominasi oleh budaya Melayu, termasuk Thailand, Malaysia, Indonesia dan Singapura.

(40)
(41)
(42)
[image:42.595.153.451.272.552.2]

Kebanyakan bangunan khas Peranakan di masanya, memiliki sebuah courtyard (gambar 5.6) di dalam setiap bangunan, dimana kebanyakan courtyard ini digabungkan dengan taman atau kebun. Courtyard biasanya hadir di bangunan dengan luas kavling yang luas, namun pada kavling yang lebih sempit, kebanyakan courtyard diganti dalam bentuk teras-teras di depan atau belakang bangunan.

Gambar 5.6: Konsep Courtyard Pada Rumah Etnis Tiongkok

Sumber: www.astudioarchitect.com

(43)

digunakan pada bangunan hunian khas budaya Peranakan adalah bentuk atap yang pelana yang melengkung keatas yang disebut Ngang Shan. Bentuk atap khas oriental yang benar-benar murni kebanyakan hanya dipakai pada bangunan religius seperti vihara. Hal ini dilakukan untuk menghormati keberadaan vihara yang pada saat itu sedikit sekali jumlahnya, agar karakteristik rumah tinggal atau bangunan komersil tidak memiliki karakteristik yang benar-benar serupa dengan Vihara.

(44)
(45)
(46)

Dilihat dari cukup banyaknya ciri khas budaya Peranakan di segi arsitektur, maka dari itu, tema arsitektur yang diterapkan adalah Eklektik, dimana pada kasus ini unsur tradisional Peranakan dikombinasikan dengan unsur-unsur modern kontemporer agar tetap terlihat segar dan unik. Konsep eklektik ini juga diterapkan untuk mengurangi banyaknya penggunaan material kayu, terutama pada atap bangunan. Konsep tema kontekstual tentu akan diterapkan mengingat prinsip „menghormati‟ bangunan peninggalan budaya Peranakan, dalam rangka membangkitkan kembali nilai-nilai dari budaya tersebut. Dalam konteks ini, „menghormati‟ diwujudkan dalam bentuk penghormatan terhadap

bangunan-bangunan yang sudah ada di sekitar site. Oleh karena itu dapat disimpulkan menjadi Arsitektur Eklektisme Kontekstual.

Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus mempengaruhi arsitektur itu sendiri (Amus Rappoport, 1981)

Sedangkan menurut JB. Mangunwijaya (1992) : Arsitektur berperan sebagai vastuvidya (wastuwidya) yang berarti ilmu bangunan. Dalam pengertian wastu terhitung pula tata bumi, tata gedung, tata lalu lintas (dhara, harsya, yana), dan menurut Francis D.K. Ching (1979), Arsitektur membentuk suatu tautan yang mempersatukan ruang, bentuk, teknik dan fungsi.

(47)

kelangsungan hidup, karena aspek-aspek manusia dan lingkungan harus diperhatikan dalam merancang secara arsitektural. Ruang-ruang tersebut juga terbagi-bagi, yaitu ruang dalam dan ruang luar, dimana masing-masing dari ruang tersebut terbagi-bagi lagi jenisnya.

Menurut Bill Raun (1985), kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan lingkungan (bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam lingkungan (bangunan lama) ke dalam bangunan yang baru sesudahnya. Dalam pemikiran kontekstual, kehadiran bentuk bangunan bukan secara spontan, tetapi berdasarkan bentuk yang telah diakui oleh masyarakat sekelilingnya. Prinsip ini mencakup pengertian bahwa kehadiran suatu bentuk merupakan pengembangan atau variasi dari suatu kondisi yang telah mapan sebelumnya.

(48)

Dan menurut Brian C. Brolin (1990), Seorang arsitek atau perencana bangunan dianjurkan untuk memperhatikan dan menghormati lingkungan fisik sekitarnya secara kontekstual, mengutamakan kesinambungan visual antara bangunan baru dengan bangunan, landmark dan gaya setempat yang keberadaannya telah diakui sebelumnya.

Maka dari itu secara umum dapat dikatakan tujuan dari perancangan secara kontekstual adalah untuk menghadirkan bangunan yang memperhatikan kondisi sekelilingnya sehingga keberadaannya serasi dan menyatu, dan dengan demikian potensi dalam lingkungan tersebut tidak diabaikan. Kemudian untuk membentuk satu kesatuan citra oleh pengamat dalam suatu kawasan dan lingkungan, yang terbentuk dari suatu komposisi bangunan dengan periode keberadaan yang berlainan. Kesatuan citra oleh pengamat, terbentuk karena komposisi fisik yang dilihatnya mempunyai kesinambungan, meskipun keberadaannya tidak secara bersamaan.

Langgam Eklektik adalah hasil karya arsitektur yang mempergunakan metode merancang secara eklektik. Eklektisme adalah sebuah pergerakan arsitektur dengan metode menggabungkan (kombinasi) berbagai aspek, ide, teori maupun yang ditujukan untuk membuat arsitektur terbaik dengan kombinasi yang ada. Pergerakan ini diawali dari filsafat yang dikaitkan dengan penggabungan berbagai perspektif pondasi filsafat untuk membentuk filsafat baru yang lebih baik. Metodenya kemudian diterapkan dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain, diantaranya kedalam arsitektur.

(49)

dengan teknik juga mendapatkan pengaruh dari penyebaran metode eklektisisme ini, meskipun dikritik sebagai metode yang tidak konsisten, disebabkan oleh pergeseran pandangan dalam menentukan berbagai elemen arsitektur yang sebelumnya sangat kuat. Disadari atau tidak apakah arsitektur jenis ini merupakan sebuah metode atau bukan sebenarnya adalah sesuatu yang berjalan dengan sendirinya berkaitan dengan akulturasi berbagai arsitektur yang membentuk tradisi berarsitektur di dalam kebudayaan masyarakat dimana saja. Sebagai sebuah metode yang sering kali dianggap “murahan” karena seakan-akan tidak memiliki

dasar-dasar yang kuat untuk membuat sebuah obyek yang memiliki karakter arsitektur tertentu. “Arsitektur eklektik” menjadi sebuah jawaban apabila diberi

pertanyaan tentang mengapa menggunakan arsitektur semacam itu, yang sebenarnya merupakan sebuah jawaban untuk membenarkan jenis arsitektur tersebut.

(50)

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tema yang diambil adalah gabungan dari tema kontekstual dan langgam eklektik, dimana masih memasukkan aspek-aspek arsitektur yang sustainable dan symbiosis.

Kembali kepada judul besar diatas yaitu „The Reborn of Oriental Stories‟,

maka dapat dikatakan bahwa salah satu kunci dalam pengembangan konsep disini adalah gaya oriental. Oriental yang dimaksudkan adalah gaya arsitektur khas China yang ada di Indonesia. Meskipun berasal dari China, namun tetap ada perbedaan antara bangunan dengan gaya oriental di China dengan yang ada di Indonesia.

Jika melihat konteks Labuhan Deli, kawasan ini memang tepat dijadikan area pariwisata terpadu yang melestarikan bangunan-bangunan tua sebagai salah satu daya tarik. Selain pengaruh budaya Melayu, pengaruh Budaya China juga tidak lepas dari sejarah perkembangan kawasan ini, dimana kawasan ini merupakan saksi perkembangan keseluruhan Kota Medan.

(51)

Pada masterplan yang telah dirancang sebelumnya, konsepnya adalah merevitalisasi kawasan Labuhan Deli, dimana kawasan yang diambil untuk masterplan adalah kawasan paling „prominent‟ dengan banyak

bangunan-bangunan bersejarah seperti masjid, vihara, stasiun, kompleks pertokoan tionghoa, dan area riverfront sungai deli.

Pada kesempatan ini, area yang saya ambil adalah area Boutique Riverfront Resort, kawasan museum replica Istana Deli, Vihara Tri Dharma, dan kompleks pertokoan lama yang direncanakan menjadi area komersil dengan konsep „chinatown‟.

Secara keseluruhan, gambaran yang dapat diambil untuk tema eklektik kontekstual ini adalah, pengulangan bentuk-bentuk yang sudah ada pada bangunan baru, dipadukan dengan bentuk-bentuk modern kontemporer pada eksterior dan interior.

Pada gambar 5.13 terlihat perancangan ground plan pada kawasan hotel, sedangkan pada gambar 5.14 menjelaskan layout utama dalam perancangan denah kawasan hotel, yaitu konsep courtyard yang merupakan konsep utama dalam hunian khas oriental maupun indo-riental.

Kawasan berwarna merah merupakan area hunian, sedangkan bagian berwarna biru merupakan „courtyard‟ itu sendiri yang difungsikan sebagai area

(52)
[image:52.595.148.540.67.414.2]

Gambar 5.13 Denah Groundplan Kawasan Hotel

[image:52.595.181.479.447.664.2]
(53)

Gambar 5.15 Penerapan Konsep Courtyard Pada Tiap Cottage

Salah satu ciri khas Peranakan adalah bangunan-bangunan yang rapat dan berdempetan. Cottage, bagaimanapun harus memiliki jarak antara bangunan. Cara untuk menyiasati jarak antara cottage ini adalah dengan membuat selasar yang menghubungkan tiap cottage, sehingga menciptakan tampilan yang menyatu antara satu sama lain dari luar, dan sekaligus menciptakan area „courtyard‟ yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya (gambar 5.16). Selasar ini juga berfungsi sebagai sarana sirkulasi pengguna yang aman dari hujan.

(54)
(55)

Campuran warna merah, warna-warna natural dan unsur kayu tetap diimplementasikan pada hampir keseluruhan fasad, baik hotel, restoran maupun cottage, terutama bagian fasad yang menghadap ke „courtyard‟.

Untuk bagian Cottage yang menghadap jalan, pewarnaan memiliki tema yang berbeda, yaitu warna-warna lembut yang warna-warni, terdiri dari hijau, merah muda, biru, dan oranye, diimplementasikan untuk memberi kesan yang unik, ceria, dan segar pada bagian cottage yang susunannya rapat dan memanjang, sepanjang jalan. Pewarnaan semacam ini terinspirasi oleh banyaknya bangunan-bangunan rapat di kawasan Melaka yang diberi warna beragam yang menciptakan kesan indah dan unik. Pewarnaan semacam ini juga diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berjalan kaki di sepanjang sisi cottage.

Konsep lain yang diberi judul „The Deli Replica’ yang diterapkan adalah bentuk kontekstual terhadap sungai Deli yang begitu bersejarah. Konsep ini direalisasikan dengan merancang kolam renang yang dibuat sejajar dengan sungai Deli, dan menghubungkan tiap cottage, layaknya sungai dengan rumah-rumah di pinggirnya. Kolam renang ini mengadopsi sistem filtrasi air “Desjoyaux Filtration System” dimana mesin filtrasi air dibuat di pinggiran kolam renang, sehingga

(56)
(57)
(58)
(59)

melalui resepsionis, terdapat area terbuka yang diisi restoran indoor maupun outdoor dan kolam renang.

Selain menuju ke area terbuka, setelah melalui area lobby dan resepsionis, terdapat kamar-kamar hotel tipe standard plus. Tipe standard plus ini memiliki denah yang tipikal sama dengan tipe kamar standard, namun karena letaknya yang tepat bersebelahan dengan kolam renang, membuatnya menjadi lebih istimewa dibanding kamar tipe standard.

Terdapat 2 (dua) tipe kamar pada hotel yaitu standard dan standard plus, dan terdapat 4 (empat) tipe cottage yaitu standard plus, deluxe, suite dan presidential suite.

Terdapat pada ujung lorong kamar di lantai 1, dan terletak di tengah-tengah keseluruhan ground plan, disediakan sebuah private lobby yang menghubungkan area gedung hotel dengan area cottage, juga sebagai akses keluar masuk pengunjung hotel dari dalam atau luar area hotel tanpa harus berjalan jauh ke pintu masuk utama. Namun pintu lobby ini hanya dapat dilalui bagi mereka yang memiliki kunci kamar untuk menjaga privasi dan keamanan tamu hotel. Di area ini juga terdapat tangga menuju lantai 2 hotel dan cottage yang terhubung dengan selasar.

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)

Pada area outdoor restoran, pengunjung dapat sekaligus menikmati susana sungai karena letaknya yang persis di sebelah area riverside, namun lebih tinggi sehingga pandangan tidak terhalang.

[image:67.595.236.400.285.382.2]

Pada lantai dua restoran (gambar 5.31). Terdapat ruang serbaguna yang dapat difungsikan sebagai function hall berkapasitas 50 orang, dimana selagi tidak difungsikan sebagai function hall, dijadikan area makan indoor.

Gambar 5.31 Denah Lantai 2 Restoran

(68)
(69)
(70)
(71)

BAB VI

THE STREAMING SHORE

Setelah selesai melakukan perancangan, diadakan pengujian terhadap hasil rancangan tersebut. Ada beberapa masukan demi terciptanya hasil yang lebih baik. Masukan dari para penguji tidak hanya pada gambar rancangan, namun juga pada konteks tulisan dalam perancangan.

Masukan pada konteks tulisan, diawali dengan perubahan judul yang sebelumnya “The Reborn Of Oriental Stories” menjadi “The Reborn of Indo -Oriental Stories” karena pada konteks ini, kultur oriental berbeda dengan kultur

indo-oriental yang telah berasimilasi dengan kultur semenanjung Malaya. Selain perubahan pada judul, pada pemaparan tema juga disarankan untuk lebih banyak menjelaskan bagaimana proses terbentuknya asimilasi antara kedua budaya tersebut dan seperti apa contoh-contohnya.

(72)
(73)

Karena lahan parkir yang dipindahkan, maka kawasan bekas lahan parkir yang berada di belakang vihara dijadikan area terbuka yang terhubung dan berhadapan dengan kawasan pintu masuk area hotel dan restoran. Hal ini menjadikan seolah-olah vihara masih berada dalam satu lingkup kawasan hotel.

Utilitas bangunan adalah kelengkapan dari suatu bangunan gedung, agar bangunan gedung tersebut dapat berfungsi secara optimal. Disamping itu penghuninya akan merasa nyaman, aman, dan sehat, layaknya sumber air yang sehat, adalah sumber air yang dapat mengalir dan dapat diambil dari tepian (the streaming shore). Sistem utilitas bangunan sendiri terbagi menjadi beberapa lingkup, seperti sistem elektrikal, sistem plumbing, sitem persampahan, sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, Sistem pengkondisian udara, sistem transportasi vertikal dan sistem telekomunikasi.

(74)
[image:74.595.113.515.73.307.2]

Gambar 6.3 Skema Pendistribusian Listrik Pada Hotel

Sistem plumbing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan suatu gedung. Oleh sebab itu, perencanaan dan perancangan sistem plumbing harus dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan dan perancangan gedung itu sendiri, dengan memperhatikan secara seksama hubungannya dengan bagian-bagian konstruksi gedung serta peralatan lainnya yang ada di dalam gedung tersebut (seperti pendingin udara, peralatan listrik, dan lain-lain). Secara umum, pendistribusian/sistem sanitasi suatu bangunan dapat dilihat pada gambar 6.4.

(75)
[image:75.595.149.468.301.612.2]

dalam suatu bejana (tangki) tertutup, sehingga air yang ada di dalam tangki tertutup tersebut dalam keadaan terkompresi. Air dan tangki tertutup tersebut dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. Pompa bekerja secara otomatis yang diatur oleh suatu detektor tekanan, yang menutup/membuka saklar motor listlik penggerak pompa. Pompa berhenti bekerja kalau tekanan dalam tangki telah mencapai suatu batas maksimum yang ditetapkan, dan bekerja kembali setelah tekanan dalam tangki mencapai suatu batas minimum yang ditetapkan yaitu 1,50 kg/cm2. Antar tiap kamar hotel terdapat satu shaft (gambar 6.5)

(76)
[image:76.595.163.461.71.385.2]

Gambar 6.5 Aksonometri Sistem Distribusi Air Bersih Pada Hotel dan Cottage

Untuk distribusi air panas, sistem dan alur distribusi sama dengan distribusi air bersih, karena setiap keran air bersih dilengkapi air panas untuk keperluan aktifitas pengguna hotel. Namun, water heater tidak terpusat, melainkan terletak pada tiap kamar hotel dan pada salah satu bagian bangunan hotel.

(77)
[image:77.595.147.443.135.441.2]

besar untuk hotel dan cottage. Limbah cair berupa air kotor langsung dialirkan ke riol kota, sedangkan limbah padat dialirkan ke septic tank (gambar 6.6)

Gambar 6.6 Aksonometri Sistem Distribusi Limbah pada Hotel dan Cottage

(78)
[image:78.595.142.483.67.426.2]

Gambar 6.7 Aksonometri Sistem Transportasi Vertikal Pada Hotel dan Cottage

Pada sistem transportasi vertikal, termasuk di dalamnya adalah transportasi melalui tangga sirkulasi, dan transportasi melalui sistem elevator (garis merah). Tangga sirkulasi yang sekaligus berfungsi sebagai tangga darurat untuk zona cottage terletak pada area private lobby.

(79)

sprinkler berhubungan dengan sistem distribusi air bersih, yang pada akhirnya dikolaborasikan dengan sistem elektrikal bangunan yang membuat kedua sistem ini bekerja bersamaan.

[image:79.595.150.481.311.651.2]

Pada peletakan kelengkapan fire alarm yaitu smoke dtector dan heat detector, tersebar di seluruh bangunan hotel kecuali pada kamar hotel dan cottage. Mesin kontrol alarm kebakaran dan hydrant diletakkan pada luar hotel, lobby hotel dan private lobby sedangkan sprinkler diletakkan pada seluruh ruangan pada bangunan.

(80)
[image:80.595.153.470.70.403.2]

Gambar 6.9 Peletakan Heat Detector dan Smoke Detector pada Bangunan

(81)
[image:81.595.250.411.357.593.2]

Gambar 6.10 Sistem Struktur

Potongan prinsip hotel dapat dilihat pada gambar 6.11. Tinggi plafond sekitar 90cm. Plafond menggunakan bahan Glassfibre Reinfoced Cement (GRC) dengan ketinggian dari lantai ke lantai (floor to floor) ialah sekitar 3.0 m.

Gambar 6.11 Potongan Prinsip Pada Kamar Hotel

Pada tahap ini, perancang telah merevisi rancangan dan menyelesaikan skema utilitas pada bangunan yang dirancang.

(82)

BAB VII

A PICTURESQUE BEQUEST

Pada tahap ini, perancang telah menyelesaikan rancangan yang telah direncanakan, dan menyusun gambar-gambar yang akan dipresentasikan untuk diuji oleh dosen penguji dan arsitek professional. Pada tahap ini, kawasan Labuhan Deli telah dirancang untuk menjadi warisan yang indah (a picturesque bequest). Perancang nantinya akan menceritakan latar belakang pengembangan Labuhan Deli sesuai UDGL (Urban Design Guidelines) Labuhan Heritage Town yang telah direncanakan terlebih dahulu. Lalu dengan sedikit mengulas kembali potensi yang dimiliki Labuhan Deli, kemudian menetapkan sasaran/tujuan yang akan dicapai sesuai dengan permasalahan yang menjadi latar belakang pengembangan Labuhan Deli/tema yang dipakai.

Selanjutnya adalah, perancang menjelaskan latar belakang munculnya fungsi hotel yang dipicu oleh kebutuhan revitalisasi kawasan dan hubungannya dengan hasil survey kunjungan wisatawan yang menginap di Sumatera Utara. Setelah menjelaskan latar belakang fungsi, kemudian perancang menjelaskan latar belakang tema arsitektur eklektik kontekstual yang digunakan, yaitu untuk melestarikan suasana arsitektur peranakan yang sudah lebih dulu hadir.

(83)
(84)

Kemudian, perancang melanjutkan dengan penjelasan denah tiap tiap bagian bangunan per lantai, yaitu bangunan utama hotel, bangunan restoran, dan tiap jenis cottage yang ada. Pada tahap ini perancang turut menjelaskan bagaimana implementasi konsep arsitektur indo-oriental terhadap perancangan

Gambar-gambar potongan arsitektural juga turut ditampilkan untuk menunjukkan perbedaan level pada kawasan hotel dan perbedaan level antara area riverside dan area hotel, serta bagaimana akses antara hotel dan area riverside.

(85)

BAB VIII

THE LIMITLESS STORY

Labuhan Deli dijadikan sebagai salah satu destinasi pariwisata Provinsi Sumatera Utara dengan terpenuhnya Triple A (Access, Attraction and Amenity). Hotel Butik dirancang sebagai tempat yang menampung kebutuhan pengunjung ke kawasan Labuhan Heritage Town yang hendak menginap. Konsep Heritage Tourism, dipercaya akan tetap melestarikan nilai-nilai sejarah dan menjadikannya suatu kisah yang tanpa batas, terus dapat diingat dan dinikmati (limitless story).

Tema dari arsitektur yang digunakan pada bangunan ialah arsitektur eklektik kontekstual. Arsitektur kontekstual pada dasarnya direncanakan untuk melestarikan nilai-nilai sejarah budaya peranakan yang sangat melekat pada kawasan. Tema perancangan eklektik kontekstual yang menggabungkan unsur-unsur terkini dengan unsur-unsur-unsur-unsur lama menjadikan bangunan baru tetap berbaur dengan bangunan yang sudah ada di sekitarnya, karena pada dasarnya budaya peranakan merupakan campuran dari budaya melayu, tionghoa yang dipengaruhi oleh zaman kolonial Belanda.

(86)

Restoran yang sebenarnya masih bagian dari hotel, bangunannya dibuat terpisah dari bangunan utama Hotel agar dapat diakses oleh pengunjung umum, dan untuk memisahkan zona publik dan zona yang lebih intim untuk pengunjung hotel. Pada bagian drop off hotel, terdapat akses menuju area riverside yang letaknya lebih rendah dari kawasan hotel dan cottage.

Bangunan hotel terdiri atas 4 (empat) lantai yang di dalamnya terdapat kamar-kamar hotel, kebutuhan fasilitas hotel, ruang-ruang manajemen hotel dan ruang utilitas. Sedangkan area cottage dibuat di bagian yang paling intim, yang dihubungkan oleh selasar satu sama lain untuk menciptakan kesan menyatu dari luar bangunan. Cottage yang berada tepat dipinggir sungai dibuat hanya berlantai satu agar tidak menghalangi pandangan dari bangunan pada sisi di seberangnya. Sedangkan cottage pada sisi seberangnya dibuat dua lantai, dimana posisi cottage ini dapat menghadap view ke area courtyard yang dilengkapi kolam renang yang merepresentasi replika sungai dan taman. Adapun tipe – tipe kamar yaitu standard dan standard plus, dan cottage standard, deluxe, suite dan presidential. Sementara itu, di sepanjang area pinggir Sungai Deli terdapat river walk. Di sepanjang river walk, pejalan kaki dapat duduk santai menikmati view Sungai Deli. Untuk menjaga privasi, maka dibuat perbedaan level dan penanaman vegetasi/pohon.

Dengan melahirkan kembali unsur budaya peranakan, produk perancangan ini menjadi mampu meningkatkan kreativitas dan keinginan masyarakat sekitar dengan berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan. Sehingga “challenge” dan “response” akan berkembang secara seimbang dalam menghadapi derasnya arus

(87)

EPILOG

Pencapaian Pembangunan berkelanjutan akan disukseskan dengan adanya perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik kota tersebut. Pengembangan Labuhan Deli menjadi Urban Heritage Tourism bertujuan sebagai sarana pendidikan dan rekreasi masyarakat, aktivitas ini sekaligus turut menjadi sarana yang melestarikan nilai sejarah Labuhan itu sendiri.

Kawasan Labuhan Deli yang dikembangkan sebagai salah satu pusat destinasi pariwisata Sumatera Utara diharapkan dapat meningkatkan pendapatan kota terutama Kota Medan, serta dapat memperkenalkan bangunan bersejarah kota Medan (Kristiningrum, 2014) sehingga terjadi aspek simbiosis keberlanjutan. Dan aspek keberlanjutan tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan identitas yang benar (Ginting dan Wahid, 2015). Maka dari itu, pengembangan Labuhan Deli harus didasari oleh karakterisik wilayah itu sendiri.

Pada konteks Labuhan Deli, aset budaya dalam pengembangan heritage tourism ialah fisik bangunan Masjid Al-Oesmani, Vihara Siu Sian Kiong dan deretan peninggalan ruko cina yang telah dipugar; dan adat istiadat dan seni budaya Melayu dan Tionghoa. Di samping itu, nilai budaya dan sejarah yang ada pada kawasan juga merupakan aset budaya yang tidak dapat dilihat maupun disentuh (tak benda).

(88)

Dalam tahap proses perancangan, perancang melakukan perjalanan ke tempat dimana masih terdapat bangunan dan rumah bernuansa peranakan. Untuk menambah falsafah, sejarah, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan Melayu dan Peranakan, perancang mengulas beberapa buku maupun jurnal yang berkaitan dengan adat budaya ini.

(89)

BAB II

SEARCH OF RESEMBLANCE

Jika tema dan fungsi hotel telah ditetapkan untuk dirancang, maka perlu dilakukan pencarian proyek sejenis (search of resemblance) untuk dikaji sebagai acuan dalam merancang. Hotel merupakan salah satu fasilitas yang telah berkembang sejak lama, berfungsi untuk mengakomodasi penginapan tamu dan kebutuhan tamu. Demi mendukung berjalannya aktifitas pariwisata dan perekonomian di Labuhan Heritage Town, hotel tentu saja diperlukan untuk menampung wisatawan, dikarenakan pada kawasan Labuhan Heritage Town ini akan sering diselenggarakan banyak acara-acara festival budaya dan kuliner, dimana acara-acara tersebut biasanya berlangsung lebih dari satu hari, dimulai pada pagi buta, atau baru selesai pada tengah malam.

(90)

guest house seringkali disalahgunakan penduduk setempat untuk perbuatan tidak baik, dan akhirnya meninggalkan citra yang buruk.

Konsep kompleks Labuhan Heritage Town adalah rekreasi. Disini, perancang memahami konsep rekreasi adalah mencari ketenangan dari kesibukan yang selama ini dihadapi. Aktifitas rekreasi yang paling sering dilakukan biasanya pergi ke tempat-tempat yang dekat dengan alam, paling minimal bagi masyarakat kecil adalah pergi ke taman kota. Di kompleks Labuhan Heritage Town, taman kota telah tersedia dengan beberapa fasilitas-fasilitas standard taman kota yang tidak berbayar. Namun, berdasarkan survey kecil dan wawancara perancang, kebanyakan masyarakat tetap menginginkan fasilitas rekreasi khas resort dengan kelas yang lebih tinggi dari sekedar taman kota. Tidak bisa dipungkiri, perilaku

masyarakat di Indonesia adalah menginginkan sesuatu yang „mahal‟ yang

terkadang kepentingannya bukan untuk mendapat manfaat dari sesuatu tersebut

namun juga kepentingan „status‟ dan gengsi. Maka dari itu, sesuatu yang

„berkelas‟ dan terkesan „mahal‟ merupakan sesuatu yang diinginkan masyarakat di

Indonesia. Untuk memenuhi keperluan tersebut dan keperluan rekreasi, maka dari itu Hotel dibuat di kawasan pinggiran sungai demi terciptanya suasana yang dekat dengan alam. Peletakan Hotel pada masterplan juga tidak dekat dengan area padat dan sibuk.

(91)

memberi atmosfir yang tenang dan nyaman. Namun pada kawasan kajian kali ini yang relatif kecil, maka penerapan jenis hotel resort maupun leisure tidak bisa dilaksanakan.

Berdasarkan data-data analisa tapak dan analisa sosial ekonomi, ada beberapa jenis hotel yang cocok dibangun, diantaranya adalah; Hotel Butik, Hotel Budget, Hotel Budget-Butik, Hotel Resort dan Hotel Resort Butik.

(92)

umumnya, namun dengan tambahan di segi Hotel Butik yang memiliki daya tarik tersendiri. Ditambah lagi, posisi hotel ini yang terbilang masih dekat dengan kota, maka perancangan kali ini dapat dikatakan “Urban Resort”.

Sementara, sekolah yang sekarang berdiri diatas tanah bekas berdirinya Istana Kesultanan Deli, akan direlokasi dan kemudian pada lahan tersebut akan dibangun replika Istana Deli yang dibuat menyerupai Istana sebelumnya, namun dengan fungsi yang berbeda, yaitu museum dan galeri. Tepat di sebelah area ini terdapat sebuah Vihara. Dan diantara Vihara dan Replika Istana Deli, terdapat satu area yang cukup luas dengan fungsi openspace / public space. Perencanaan tersebut dilakukan agar karakteristik budaya pada Labuhan Deli dapat kembali hidup, dan menunjukkan bagaimana budaya etnis Tionghoa dapat hidup selaras dengan budaya Melayu di Labuhan Deli.

Sedangkan pada kawasan kompleks ruko Cina, dipugar kembali menjadi area pusat kuliner dan belanja. Pada kawasan ini, tema yang diterapkan menyerupai konsep Chinatown yang biasanya ada di negara-negara besar lainnya. Sepanjang deretan ruko Cina ini dilengkapi dengan jalan yang lebar untuk pejalan kaki, sehingga memungkinkan untuk diadakan kegiatan-kegiatan seperti festival dan bazaar kuliner.

(93)

kita mengingat atau memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam Ginting dan Wahid, 2015).

Terdapat beberapa hotel yang dijadikan studi literatur proyek sejenis, yang pertama adalah Noosa Pacific Boutique Resort (gambar 2.1).

Gambar 2.1: Noosa Pacific Boutique Resort

Sumber: www.noosapacific.com.au

(94)

Gambar 2.2: Muara Sungai Noosa

Sumber: www.noosapacific.com.au

(95)
[image:95.595.148.534.72.328.2]

Gambar 2.3: Suasana Amenitas Noosa Pacific

Sumber: www.noosapacific.com.au

Hal positif yang dapat diambil dari hotel ini adalah bagaimana posisi bangunan benar-benar dirancang berorientasi pada pesisir, ditambah lagi unsur-unsur budaya setempat yang diimplementasikan ke dalam bangunan.

(96)

Gambar 2.4: Safira Riverfront Resort

Sumber: www.safiragoa.com

(97)
[image:97.595.226.434.71.214.2]

Gambar 2.5: Safira Poolside Bar

[image:97.595.224.435.279.419.2]

Sumber: www.safiragoa.com

Gambar 2.6: Safira Poolside Restaurant

Sumber: www.safiragoa.com

Gambar 2.7: Interior Kamar Hotel

[image:97.595.209.414.469.615.2]
(98)

Hal yang dapat dipelajari dari hotel ini adalah bagaimana mereka dapat mengandalkan suasana sungai untuk menggaet tamu meskipun bentuk hotel dan fasilitas yang disediakan sangat sederhana.

[image:98.595.182.480.366.574.2]

Selanjutnya adalah Pho Hoi Riverside Resort, Vietnam (gambar 2.8). Pho Hoi Riverside Resort terletak di tepi Sungai Hoi An yang romantis, mendekati pusat kota kuno dan Pulau Cam Nam, sebuah desa wisata dengan jembatan cantik bernama Cam Nam. Ada banyak villa khusus dan bungalow di resor. Semua kamar memiliki koridor pribadi dan balkon di mana pengunjung dapat memiliki pandangan yang luar biasa dari seluruh desa dengan kehidupan aktifitas trasportasi air di Hoi An Market.

Gambar 2.8: Pho Hoi Riverside Resort

Sumber: www.phohoiresort.com

(99)
[image:99.595.209.450.215.388.2]

lingkungan. Untuk ruang terbuka, ada lapangan luas dan kolam renang yang dirancang dalam gaya arsitektur oriental (gambar 2.8). Gaya arsitektur pada interior bangunan juga merupakan perpaduan antara elemen oriental dan elemen budaya setempat, yang diterapkan pada lobby (gambar 2.9) dan kamar tidur (gambar 2.10).

Gambar 2.9: Lobby Pho Hoi

Sumber: www.phohoiresort.com

Gambar 2.10: Interior Kamar Pho Hoi

[image:99.595.211.450.452.622.2]
(100)

Selain itu, di resor ini pengunjung dapat memiliki kesempatan yang indah untuk menikmati pemandangan saat matahari terbit dan terbenam setiap hari. Dengan lokasi tersebut, pengunjung selalu memberikan udara murni dan segar. Dari resor ini, pengunjung dapat berjalan-jalan singkat melalui jembatan Cam Nam, dan melanjutkan perjalanan ke pusat kota. Resor ini benar-benar sebuah resor yang ideal bagi pengunjung untuk relax. Hotel ini dapat dikatakan hotel butik karena gaya arsitekturnya yang kontekstual dan unik, dan jumlah kamar yang tidak lebih dari 100.

Sama seperti sebelumnya, hal yang patut dipelajari dari hotel ini adalah bagaimana hotel ini dirancang kontekstual terhadap sekitarnya, saling bersimbiosa, baik dari segi fungsi dan penerapan nilai-nilai budaya.

Untuk studi literatur area komersil pada kompleks deretan ruko Cina yang akan dikembangkan menjadi area jajanan kuliner dan belanja, adalah Jalan petaling atau lebih dikenal sebagai Petaling Street Chinatown, Kuala Lumpur, Malaysia.

(101)
[image:101.595.179.482.105.338.2]

Gambar 2.11: Gerbang Petaling Street

Sumber: www.malaysiasite.nl

(102)
[image:102.595.206.456.72.233.2]

Gambar 2.12: Ruko di Petaling Street

Sumber: www.malaysiasite.nl

Gambar 2.13: Suasana Petaling Street

Sumber: www.malaysiasite.nl

[image:102.595.205.455.310.482.2]
(103)

Pada Urban design Guideline Labuhan Heritage Town, hotel dan cottage dirancang mengahadap ke Sungai Deli. Untuk cottage yang tidak menghadap langsung ke sungai, orientasinya menghadap ke kolam renang. Pada kasus ini kolam renang di buat di sepanjang cottage sebagai analogi aliran sungai sekaligus memberikan pemandangan untuk tamu penginapan.

Deretan ruko Cina yang difungsikan sebagai area komersil terletak di sebelah utara area Hotel, meskipun tidak langung terhubung dengan jalan di depan hotel, namun letaknya yang cukup berdekatan akan tetap mudah diakses oleh pejalan kaki, ditambah adanya lahan parkir diantara hotel dan area komersil, juga mempermudah bagi pengguna kendaraan.

(104)
[image:104.595.197.463.64.560.2]

Gambar 2.14: Detail Blockplan Kawasan Kajian

Sumber: Urban Design Guidelines Heritage Town

(105)
[image:105.595.231.430.186.554.2]

Pada kawasan blockplan keseluruhan, zoning dibuat berdasarkan fungsi (gambar 2.15). Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah fungsi komersil pada ruko yang terbagi atas area kuliner dan area komersil (pertokoan), area openspace, dan hotel.

Gambar 2.15 Zoning Berdasarkan Fungsi pada Blockplan

(106)
[image:106.595.148.512.95.329.2]

Gambar 2.16 Zoning Berdasarkan Keintiman pada Area Hotel

Zoning berdasarkan keintiman, dirancang berdasarkan pengaruh fungsi-fungsi lain yang ada di sekitarnya. Pada blockplan kawasan, jika dilihat dari utara ke selatan, dari mulai fungsi ruko, openspace dan hotel, semakin ke utara sifatnya semakin publik, dan semakin ke selatan, maka sifatnya semakin intim (private). Maka, pada kawasan hotel pun dibuat dengan sequence yang sama.

(107)
[image:107.595.113.482.108.328.2]

Gambar 2.17 Zoning Berdasarkan Fungsi pada Area Hotel

Pada perancangan zoning berdasarkan fungsi, tetap mengacu pada zoning berdasarkan keintiman. Restoran dan area sirkulasi kendaraan diletakkan di zona publik, kemudian area riverside diletakkan tepat di sisi sungai, yang dapat diakses dari zona publik, kemudian hotel dan fasilitas hotel diletakkan di zona servis, dan terakhir, area cottage diletakkan di zona private dan dilengkapi dengan area terbuka.

(108)

BAB I

FORGOTTEN STORIES

Labuhan Heritage Town adalah kawasan pariwisata terpadu dengan fungsi ganda, dengan tema simbiosis berkelanjutan (symbiosis sustainability). Dalam perancangan ini, tujuan utamanya adalah mengembalikan kisah yang hilang (forgotten stories) pada suatu kawasan, dimana kawasan yang direvitalisasi adalah kawasan kota tua di Medan Labuhan termasuk Masjid Raya Al-Oesmani, Deretan Ruko Pecinan, Vihara, Stasiun Labuan dan Tepi Sungai Deli yang difungsikan sebagai destinasi pariwisata baik di Kota Medan, bahkan Sumatera Utara.

Pengembangan kawasan Labuhan Deli memberi peranan penting terhadap perkembangan kota Medan sendiri. Pengembangan ini dapat meningkatkan pendapatan kota, untuk meningkatkan nilai pariwisata di Kota Medan serta dapat memperkenalkan bangunan bersejarah kota Medan (Kristiningrum, 2014). Tema parwisata yang ditekankan pada perancangan ini adalah Urban Heritage Tourism yang akan memasarkan dan melestarikan nilai-nilai budaya dan sejarah yang ada pada Labuhan Deli.

(109)
[image:109.595.245.412.247.417.2]

Yin dan Yang adalah konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan sifat kekuatan yang saling berhubungan dan berlawanan di dunia ini dan bagaimana mereka saling membangun satu sama lain (Aaron Hoopes, 2007). Simbol Yin dan Yang sendiri sering disebut dengan Taiji. Dalam kasus ini, prinsip bertentangan yang dipadukan adalah nilai-nilai zaman dahulu dan nilai-nilai pada zaman sekarang.

Gambar 1.1: Taiji, symbol Yin dan Yang.

Sumber: Wikipedia

(110)

mempertahankan eksistensi sejarah dan budaya, sekaligus mencapai keuntungan dari proses berjalannya simbiosa tersebut.

Adanya aspek kontinuitas dapat membantu keberlanjutan/kontinuitas, membentuk kembali dan mempertahankan identitas tempat, misalnya; kehadiran sebuah bangunan lama yang keberadaannya dapat membantu kita mengingat atau memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam Ginting dan Wahid, 2015). Pencapaian Pembangunan yang berkelanjutan sangat diharapkan dengan adanya perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik kota tersebut karena aspek kontuinitas merupakan aspek yang terpenting dalam pembentukan identitas suatu tempat (Ginting dan Wahid, 2015).

Adapun beberapa aspek dari tujuan pembangunan berkelanjutan, seperti yang dikutip dari Suweda (2011), yaitu aspek sosial, ekonomi, lingkungan, politik, pertahanan dan kemanan. Pada aspek sosial, pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan kelaparan, menjamin kesehatan, memberikan pendidikan yang layak, dan memenuhi kebutuhan pokok (makanan, air, tempat tinggal). Sementara dalam aspek ekonomi, pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan, mengembangkan ekonomi lokal, dan juga meningkatkan produktivitas kota, dan dalam aspek lingkungan bertujuan untuk preservasi budaya, pengolahan limbah, efisiensi penggunaan lahan dan energi.

(111)

Singapura, pada tahun 1970an digantikan dengan gaya-gaya modern. Namun, pada saat terjadi krisis ekonomi karena harga minyak bumi yang menurun tajam, pemerintah Singapura bergegas membelokkan arah pembangunan kembali ke suasana heritage. Akhirnya, pada tahun 1984 disepakatilah pengembangan konsep heritage tourism berupa rekonstruksi, renovasi, dan restorasi dari kawasan-kawasan bersejarah di Singapura (Teo dan Huang, 1995). Hal ini dilakukan untuk mempertahankan dan menonjolkan budaya Singapura dan menjadikannya destinasi pariwisata yang menarik. Hasilnya, grafik kunjungan pariwisata ke Singapura naik dengan tajam. Singapura mendapatkan lonjakan wisatawan yang cukup tajam di tengah muramnya pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara pada masa itu (Teo dan Huang, 1995), dan Singapura berhasil menjadi pelopor di Asia Tenggara dalam mengembankan pariwisata berbasis heritage.

(112)

menjadikannya sebagai magnet dalam bidang pariwisata, maupun pertumbuhan ekonomi.

Dalam lingkup kota Medan, masa Kesultanan Deli sejak zaman dahulu telah cukup banyak menyumbangkan bangunan-bangunan kolonial dan peranakan, khususnya kawasan Labuhan Deli. Pusat kerajaa

Gambar

Tabel 4.3: Rata – rata Lama Menginap Tamu ( Mancanegara + Nusantara ) Pada
Tabel 4.4 Tipe Kamar Hotel dan Luasannya
Gambar 5.6: Konsep Courtyard Pada Rumah Etnis Tiongkok
Gambar 5.13 Denah Groundplan Kawasan Hotel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Entah sampai kapan paham, dan kebijakan ini akan terus berlanjut, namun yang tetap bisa kita yakini ialah, semakin berbentuk “zig - zag”, maka Indonesia akan

Homeostasis pada manusia mengacu pada kemampuan tubuh untuk mengatur lingkungan fisiologis dalam untuk memastikan stabilitas dalam menanggapi fluktuasi lingkungan

Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kecepatan timbulnya estrus tersebut mungkin juga disebabkan oleh fase pertumbuhan folikel yang tidak berbeda

Simulasi Jaringan Pada Packet tracer | 11 Di bawah panel Font, pengguna dapat memilih font yang berbeda dan ukuran font untuk Dialog, Workspace / Kegiatan Wizard, dan Interface

[r]

Dengan harapan dapat mempercepat proses pembayaran dan penyewa tidak merasa dirugikan ataupun diuntungkan karena penghitungan waktu yang akurat, dengan adanya aplikasi ini

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk

Romney Marshall B dan Steinbart John Paul, (2006), Sistem Informasi Akuntansi, Buku Satu, Edisi IX, Jakarta : Salemba Empat.. S.R Soemarso, (2002), Akuntansi Suatu Pengantar,