Pemecahan Masalah Matematis Siswa
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Pendidikan
dalam Bidang Pendidikan Dasar
Oleh
Irianti Dewi
NIM. 1201536
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
PERNYATAAN
De ga i i saya e yataka bahwa tesis ya g berjudul Integrasi Model Problem-Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Appreciative Inquiry (AI) dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa i i sepe uh ya karya saya se diri. Tidak ada bagia di dalamnya yang merupakan karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,
DAFTAR ISI
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 17
B. Integrasi Model PBL dengan AI ... 31
C. Kaitan Integrasi PBL-AI dengan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 61
D. Pembelajaran Konvensional ... 61
G. Proses Pengembangan Instrumen ... 80
H. Teknik Pengumpulan Data ... 84
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 90
A. Hasil Penelitian ... 90
B. Pembahasan ... 111
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 153
A. Kesimpulan ... 153
B. Rekomendasi ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 157
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 70
Tabel 3.3 Hasil Uji Coba Validitas Soal Pemecahan Masalah ... 80
Tabel 3.4 Analisis Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 82
Tabel 3.5 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 83
Tabel 3.6 Analisis Soal Pemecahan Masalah ... 83
Tabel 3.7 Kriteria N-Gain ... 87
Tabel 4.1 Data Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 92
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 93
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 95
Tabel 4.4 Hasil Uji-t Independent Sample Test Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis Siswa ………. ... 96
Tabel 4.5 Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 97
Tabel 4.6 Hasil N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah ... 99
halaman
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 102
Tabel 4.9 Hasil Uji t Independent Sample Test Data N-Gain
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 104
Tabel 4.10 Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis . 107
Tabel 4.11 Rekapitulasi Observasi Aktivitas Guru ... 108
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 77
Gambar 3.2 Prosedur Analisis Data ... 78
Gambar 4.1 Grafik N-Gain Pemecahan Masalah ... 99
Gambar 4.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 128
Gambar 4.3 Guru Mengajukan Masalah Kontekstual ... 138
Gambar 4.4 Siswa Menjelaskan Pemahaman Awal Volume Balok …… 138
Gambar 4.5 Siswa Berkelompok Mengerjakan LKS ... 139
Gambar 4.6 Guru Memberikan Motivasi dengan Pendekatan AI ... 140
Gambar 4.7 Siswa Menjelaskan Temuan Penyelesaian Soal Apersepsi . 140 Gambar 4.8 Antusiasme Siswa dalam Belajar ... 141
Gambar 4.9 Kegiatan Siswa Berkelompok Menyelesaikan Masalah ... 141
Gambar 4.10 Kegiata Presentasi Hasil Temuan Siswa ... 142
Gambar 4.11 Hasil Pekerjaan Siswa ... 144
Gambar 4.12 Aktivitas Siswa dalam Menyelesaikan Soal ... 145
Gambar 4.13 Aktivitas Siswa dalam Memecahkan Masalah ... 148
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran A Alat Pengumpul Data ... 161
Lampiran B Bahan Ajar ... 179
Lampiran C Hasil Penelitian ... 219
Lampiran D Dokumentasi ... 236
Lampiran E Surat Izin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pendidikan berakar pada keyakinan bahwa tidak ada
satu bangsa pun yang dapat maju dan sejahtera tanpa mengutamakan pendidikan
yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas berawal dari proses pendidikan
yang berkualitas, dimana proses pendidikan mampu menyiapkan generasi
mendatang yang lebih baik daripada generasi saat ini. Jika kehidupan yang akan
datang sarat dengan problematika dan tantangan yang semakin kompleks, maka
pendidikan harus dapat menyiapkan generasi yang mampu menjawab tantangan
dan problematika yang dihadapinya, yakni menyiapkan anak didik menjadi warga
negara yang memiliki karakter, keterampilan, dan pengetahuan yang berdaya
saing global.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik secara
terprogram agar siswa mampu belajar secara aktif. Proses pembelajaran dilakukan
untuk mengembangkan kemampuan serta potensi kognitif yang dimiliki oleh
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan dari proses pembelajaran
adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah
tingkah laku siswa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perubahan tingkah
laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma
yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. Dalam rangka
2
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Setiap kegiatan mengandung
tujuan tertentu, yaitu suatu tuntutan agar subjek belajar setelah mengikuti proses
pembelajaran menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
dengan isi proses pembelajaran tersebut. Salah satu strategi yang dilakukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran adalah dengan menggali berbagai hal positif yang
dimiliki oleh siswa, keberminatan siswa akan sesuatu yang dapat meningkatkan
kemampuan kognitif serta karakter positif, sehingga siswa memiliki kemampuan
mengatur potensinya itu untuk meraih kesuksesan.
Kurikulum 2013 yang sedang berlaku di Indonesia saat ini dikembangkan
dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh
potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas seperti yang
disebutkan di atas. Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan
untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari
masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual dengan pemahaman konsep,
sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi dalam memecahkan masalah untuk
membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik. Kegiatan
pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika diharapkan mampu
memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan.
Turmudi (2010) dalam Konferensi Internasional Pendidikan Guru ke-4,
membahas mengenai cara membangun kebiasaan positif melalui proyek
air melalui tindakan menggosok gigi. Hal ini menunjukkan terdapat kaitan antara
konsep matematika dengan pendidikan karakter yang diaplikasikan dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
Pemberdayaan pendidikan matematika melalui teori psikologi positif
diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya
setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan
masyarakat belajar, selain agar memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Dengan demikian guru diharapkan mampu mengimplementasikan metode
pembelajaran yang inovatif (students-centered); pembelajaran konvensional
(teacher-centered) dianggap tidak lagi mampu memenuhi harapan-harapan di atas.
Agar siswa mampu mengembangkan sikap dan karakter mulia, kemampuan
berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan
perbedaan potensi, maka peran guru tidak lagi sebagai pentransfer ilmu,
melainkan sebagai fasilitator yang membantu siswa agar siswa memiliki
pemahaman konsep sehingga mampu menguasai berbagai kompetensi yang
diharapkan sehingga mampu mengembangkan kemampuan untuk mengetahui,
memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan
mengaktualisasikan diri. Siswa harus didorong untuk mengkonstruksi
pengetahuan melalui pengalaman belajar yang bermakna. Dengan demikian maka
Kurikulum 2013 sejalan dengan paradigma konstruktivisme dan berbagai teori
dalam ilmu pendidikan.
Pandangan konstruktivisme mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia
4
pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis namun secara terus menerus
tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang
memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.
Menurut Piaget (dalam Ibrahim dan Nur, 2000), pedagogi yang baik harus
melibatkan anak dengan situasi-situasi dimana anak itu secara mandiri melakukan
eksperimen/discovery. Dalam pembelajaran matematika, hal ini berarti siswa
mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi
tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri
jawabannya, mencocokkan apa yang mereka temukan pada suatu saat dengan apa
yang ia temukan pada saat yang lain dan membandingkan temuannya dengan
temuan anak lain. Hal ini berimbas pada perlunya pemahaman konsep matematis
siswa yang baik sehingga siswa mampu menjadi problem solver yang handal.
Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang
ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai
masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya (Hudojo, 1988). Kemampuan
pemecahan masalah dalam pengajaran matematika dapat diartikan sebagai
kemampuan menggunakan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan
matematika yang telah atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal nonrutin.
Namun pada kenyataannya, hingga saat ini sekolah belum mampu
menyajikan proses pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran yang kurang
bermakna ini diduga yang menjadi penyebab sulitnya peserta didik mencapai
tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis dengan baik. Untuk itu,
pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan
pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca,
mendengarkan), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.
Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning)
dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Hidayat, 2013)
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa masih dirasakan sangat kurang. Dalam pengamatan penulis
selama enam bulan dalam studi pendahuluan yang dilakukan penulis di beberapa
sekolah di Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung, secara umum
pembelajaran yang dilaksanakan masih bersifat konvensional. Dalam
pembelajaran matematika, guru memulai pelajaran dengan contoh-contoh soal
yang dituangkan dalam buku paket lalu dikerjakan bersama-sama di papan tulis,
setelah beberapa contoh dikerjakan guru dan siswa kemudian siswa disuruh
mengerjakan soal-soal latihan untuk dikerjakan seperti contoh di papan tulis.
Setelah dianggap cukup waktu siswa mengerjakan soal kegiatan diakhiri dengan
pembahasan soal-soal yang dikerjakan siswa dan oleh guru. Dampak dari
pembelajaran seperti ini adalah ketika siswa menghadapi soal-soal nonrutin,
siswa merasa kebingungan dan tidak tahu harus bagaimana cera
menyelesaikannya.
Dari hasil temuan tes formatif pada pelajaran metematika di kelas V di
salah satu SD negeri di Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung pada materi
6
siswa kurang memuaskan. Dari 30 siswa yang mendapat nilai 72 ke atas sebanyak
13 siswa, sisanya 17 siswa mendapat nilai kurang dari 72, artinya di bawah
rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan pada kelas V SD
tersebut sebesar 72.
Hal ini dapat terlihat pula dari hasil Olympiade MIPA (OSN) siswa kelas V
SD tersebut selama lima tahun berturut-turut, selalu hanya mencapai peringkat di
bawah 5 di tingkat provinsi, dan belum pernah mencapai pada tingkat nasional.
Penulis menduga hal ini disebabkan karena kemampuan pemecahan masalah
siswa yang masih rendah. Rendahnya kemampuan ini membuat siswa banyak
mengalami kesulitan terutama dalam mengerjakan soal-soal eksplorasi dan soal
cerita. Berikut disajikan data prestasi siswa kelas V di SD tempat penulis
melakukan penelitian dalam mengikuti Olympiade Sains Nasional bidang
Matematika.
Tabel 1.1
Data Prestasi OSN Siswa SD di Tempat Penelitian
No. Tahun Peringkat ke- Gugur di Tingkat
Dari kenyataan seperti yang dijelaskan di atas dapat diketahui siswa-siswa
sekolah dasar masih kesulitan dalam menyelesaikan masalah dengan baik
berdasarkan keunggulan potensi yang dimilikinya. Banyak siswa yang belum
sering bingung untuk menyelesaikan permasalahan matematika dengan cara apa
harus dikerjakan. Mereka belum mampu menggunakan strategi dan pengetahuan
kognitif mana yang harus digunakan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini
pulalah yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa dalam pelajaran matematika.
Maka, proses pembelajaran melalui PBL dengan Pendekatan AI, diharapkan dapat
melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, karena
kemampuan ini harus tumbuh pada situasi belajar yang memungkinkan siswa
mengasah kesadaran akan kemampuan dirinya dan meyakini dirinya mampu
menghadapi setiap permasalahan matematika yang diberikan.
Pendidikan di sekolah harus memberikan pengalaman belajar terencana
dalam membimbing dan mengarahkan pertumbuhan serta perkembangan peserta
didik dari tahap ke tahap kehidupan sampai mencapai titik kemampuan optimal.
Untuk mencapai titik optimal itu, perlu dilakukan pembelajaran dengan
menyajikan masalah, sehingga pendidikan mampu mempersiapkan seseorang agar
dapat hidup di dalam masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan
pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan,
kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya.
Pembelajaran dapat berhasil jika ada feed back atau balikan yang baik
antara guru dengan peserta didik atau siswa. Hal ini dapat dicapai apabila ada
komunikasi yang baik dan positif antara guru dengan siswa. Seorang guru harus
berupaya sebaik mungkin memahami potensi yang dimiliki setiap siswa sehingga
8
kepada siswa untuk berfikir dan memahami apa yang dipelajari. Menumbuhkan
pemahaman yang baik bisa dilakukan dengan cara memberikan apresiasi terhadap
siswa dalam setiap usahanya membangun pengetahuan atau prestasi apapun yang
telah mereka raih. Kemampuan komunikasi yang baik, memberikan komentar,
penguatan, maupun investigasi yang apresiatif terhadap siswa, selain sangat
bermanfaat di dalam memahami masalah matematika yang diberikan serta untuk
merepresentasikan pemahaman siswa akan masalah matematika yang diajukan,
juga pada akhirnya akan membentuk suatu perubahan pada diri siswa sesuai
dengan minat dan kemampuan masing-masing. Jika sudah terjadi feed back
apresiatif antara guru dan siswa maka diharapkan tujuan pembelajaran tersebut
dapat tercapai.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran dengan karakteristik yang
demikian, kurikulum 2013 memberikan alternatif model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) untuk diterapkan guru dalam proses belajar di kelas.
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995 dalam Sudiarta,
2004). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan
pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara
simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai
definisi tersebut mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap
suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
Boud dan Felleti (1991, dalam Suci, 2008) menyatakan bahwa “Problem
Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a
stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1994), sebagai pakar PBL
menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah model pembelajaran yang
didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik
awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. PBL
adalah model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004 dalam
Mahmudi, 2010).
Berdasarkan pendapat pakar-pakar tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok
untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Stimulasi masalah
digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari
suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis,
serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber
pembelajaran.
Model pembelajaran ini diperlukan dalam mempersiapkan anak didik agar
memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam menghadapi tantangan
kehidupan yang semakin kompleks. Namun, seyogianya pengembangan
10
masalah dengan baik berdasarkan kemampuan kognitifnya. Lebih penting dari itu
adalah ia mampu menggali dan mengaktualisasikan seluruh kemampuan dirinya
secara optimal sehingga ia akan menjadi manusia yang mampu berkontribusi dan
bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Namun berdasarkan pengalaman
mengajar dan observasi pembelajaran di lapangan, terdapat beberapa kelemahan
di dalam PBL, yaitu :
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Siswa merasa kesulitan dan tidak sanggup menyelesaikan masalah karena ia tidak tahu cara menggunakan kemampuan kognitif yang ia miliki. 3. Siswa tidak memahami tujuan dan manfaat bagi mereka mengapa mereka
harus berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari. Hal ini menyebabkan mereka enggan belajar sesuatu yang tak ingin mereka pelajari.
Untuk itu guru harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang dapat
mengurangi kelemahan PBL. Dalam penelitian ini, peneliti mengkombinasikan
model Problem-Based Learning dengan pendekatan yang selain dapat mengurangi
kelemahan yang terdapat dalam PBL, pendekatan ini juga dapat memotivasi
peserta didik agar mereka mampu memunculkan seluruh potensi positif yang
mereka miliki. Pendekatan atau strategi yang dimaksud selama ini lebih banyak
digunakan dalam meningkatkan kualitas manajemen bisnis, namun penulis akan
mengadaptasikannya ke dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Strategi
ini disebut Appreciative Inquiry Approach. Appreciative Inquiry (AI) adalah
sebuah pendekatan yang menawarkan proses untuk secara positif mengeksplorasi,
dimulai dengan melihat kekuatan sumber daya yang dimiliki, dan memanfaatkan
kekuatan tersebut untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
Whitney dan Trosten-Bloom (2007), dua teoritisi dan penggiat AI ternama,
menjelaskan AI sebagai “Pendekatan terhadap perubahan pribadi dan organisasi
berdasar pada asumsi bahwa pertanyaan-pertanyaan dan dialog tentang kekuatan,
keberhasilan, nilai, harapan dan impian sebenarnya merupakan perubahan itu
sendiri.” Di dalam bukunya, Whitney, D. & Bloom, A.T. (2007), menyebutkan
bahwa Appreciative Inquiry (AI) adalah sebuah proses perubahan yang positif,
yang bersifat sangat afirmatif (positif dan sungguh-sungguh). Semua kegiatan,
praktik, dan proses AI berpusat pada sisi terbaik organisasi atau individu, baik di
masa lalu, masa kini, maupun masa depan. AI sama sekali tidak mengingkari
bahwa masalah dan persoalan itu tidak ada. Tetapi, memfokuskan diri pada
hal-hal positif dan kelebihan yang dimiliki jauh lebih efektif ketimbang berbicara soal
masalah dan persoalan.
Lorne (2003) mengartikan AI sebagai sebuah paradigma dalam menemukan
apa yang dibutuhkan untuk membuat hidup organisasi lebih baik.
Dari berbagai bentuk definisi AI di atas, ada sejumlah kata kunci yang
menjadi benang merah: penyelidikan, pertanyaan, penghargaan,
kekuatan-kekuatan, impian, perubahan dan masa depan. Dengan demikian, AI bisa kita
artikan sebagai metode dan praktik pengembangan organisasi atau komunitas
yang bertujuan mewujudkan perubahan individu atau kolektif menuju masa depan
yang diimpikan melalui suatu penyelidikan yang mengunakan seni bertanya yang
12
Melalui pendekatan AI yang dilakukan dengan model PBL (selanjutnya
disebut sebagai Model PBL-AI), pembelajaran diharapkan selain dapat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, AI mampu membuat
siswa percaya diri untuk melakukan tindakan positif, karena apapun tindakannya
akan dilihat kelebihan dan keberaniannya. Dengan ini, siswa mampu melahirkan
visi baru dan merefleksikan tujuan pembelajaran yang ingin diraih berdasarkan
kemampuan kognitif yang dimiliki. Pendekatan ini mampu menumbuhkan
karakter positif siswa seperti tujuan pendidikan nasional kita. Siswa dilatih untuk
selalu optimis serta memandang segala sesuatu dari sisi positif tanpa mengabaikan
kelemahan yang dimiliki untuk dikembangkan ke arah yang lebih baik dalam
meraih kesuksesan dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya.
Melihat begitu pentingnya memiliki kemampuan pemecahan masalah yang
baik dalam meraih kesuksesan seseorang, khususnya dalam pembelajaran
matematika, maka penulis melakukan penelitian mengenai Integrasi Model
Pembelajaran Problem Based Learning dengan Appreciative Inquiry Approach
dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa.
Penelitian ini akan dilakukan di kelas V salah satu SD negeri di Kecamatan
Margahayu Kabupaten Bandung.
B. Rumusan Masalah
Masalah utama yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah “Apakah
masalah matematis siswa kelas V Sekolah Dasar secara signifikan?” Dari rumusan
masalah tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
V SD yang memperoleh pembelajaran dengan model PBL-AI lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Bagaimanakah langkah-langkah pembelajaran model PBL-AI dalam
meningkatkan kemampuan masalah matematis siswa kelas V sekolah dasar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas V Sekolah
Dasar melalui pembelajaran model PBL-AI. Adapun secara khusus penelitian ini
bertujuan antara lain untuk:
1. Mengetahui apakah pembelajaran model PBL-AI dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas V Sekolah Dasar
secara signifikan.
2. Mengetahui bagaimanakah langkah-langkah pembelajaran model PBL-AI
dalam meningkatkan kemampuan masalah matematis siswa kelas V sekolah
dasar?
14
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, bagi
siswa, bagi sekolah dan bagi peneliti lain, antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Sebagai bahan pertimbangan alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa sekolah dasar pada pelajaran
matematika khususnya.
b. Meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar di kelas melalui
pembelajaran Model PBL-AI, juga memaksimalkan seluruh potensi dan
kekuatan yang dimiliki siswa khususnya dalam menyelesaikan soal pemecahan
masalah
c. Sebagai bagian dari upaya pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar
2. Bagi Siswa
a. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika.
b. Dengan pembelajaran Model PBL-AI, siswa lebih termotivasi dalam belajar
matematika karena siswa menemukan kekuatan positif yang dimilikinya.
c. Menyelenggarakan pembelajaran Model PBL-AI secara efektif dapat membuat
siswa bergairah dalam belajar serta menemukan keunggulan lain yang ia miliki
untuk meraih kesuksesan.
3. Bagi Sekolah
Memberikan informasi tentang pengaruh pembelajaran Model PBL-AI terhadap
4. Bagi Peneliti Lain
Sumbangan pemikiran bagi pengembangan penelitian pengajaran matematika
lebih lanjut.
E. Struktur Organisasi Tesis
Dalam penulisan tesis ini, penulis mengacu kepada pedoman penulisan
karya ilmiah UPI (2012) yang memuat struktur isi tesis antara lain meliputi:
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab I memuat antara lain: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Hasil Penelitian, dan Struktur Organisasi Tesis.
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II memuat tentang: Kajian Pustaka yang berisikan tentang konsep dasar
atau teori tentang: kemampuan pemecahan masalah matematik siswa,
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Appreciative
Inquiry (AI), penelitian yang relevan dan hipotesis penelitian.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab III merupakan uraian yang berkenaan dengan langkah-langkah atau metode
yang digunakan dalam peneliatan ini yang meliputi: Lokasi dan Subyek
Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen
Penelitian dan Pengembangan Instrumen, Teknik Pengumpulan Data dan Analisis
Data.
16
Bab IV berisikan tentang pengolahan data untuk menghasilkan temuan yang
berkaitan dengan penelitian. jawaban atas permasalahan, pertanyaan penelitian,
hipotesis dan tujuan penelitian serta pembahasan hasil temuan.
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini berisikan tentang simpulan yang merupakan akhir dari sebuah tulisan
yang memaknai terhadap analisis temuan sebuah penelitian, serta rekomendasi
atau saran atas hasil yang telah diteliti untuk penelitian berikutnya yang berminat
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian pada kelas V
SD di Kecamatan Margahayu ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Terdapat perbedaan kemampuan menyelesaikan pemecahan masalah matematika
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran integrasi Problem Based Learning
(PBL) dengan pendekatan Appreciative Inquiry (AI) dan siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional. Diketahui pula bahwa rata-rata skor postes
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
model PBL-AI lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional. Dengan demikian, kemampuan menyelesaikan pemecahan masalah
matematika siswa yang memperoleh pembelajaran integrasi Problem Based
Learning (PBL) dengan pendekatan Appreciative Inquiry (AI) lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang pembelajaran matematikanya secara
konvensional.
B. Rekomendasi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model PBL-AI
secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan konvensional. Dengan demikian, pembelajaran dengan model
154
matematis siswa dibandingkan dengan pembelajaran dengan pendekatan
konvensional.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa
rekomendasi, sebagai berikut:
1. Dari penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran berdasarkan pembelajaran
integrasi Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Appreciative
Inquiry (AI) dapat meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan pemecahan
masalah matematika. Selain itu, metode ini sekaligus mampu menggali potensi
dan kekuatan positif yang dimiliki oleh siswa sehingga mereka mampu untuk
turut berkontribusi dengan rasa percaya diri dalam memecahkan masalah yang
diberikan berdasarkan kemampuan spesifik yang mereka miliki tersebut. Oleh
karena itu, pembelajaran integrasi Problem Based Learning (PBL) dengan
pendekatan Appreciative Inquiry (AI) sebaiknya dijadikan satu alternatif bagi
guru dalam menyajikan materi pelajaran matematika dan juga sebagai upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika di tingkat sekolah dasar.
2. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pembelajaran
dengan pembelajaran integrasi Problem Based Learning (PBL) dengan
pendekatan Appreciative Inquiry (AI) pada konsep volume kubus dan balok di
kelas 5 sekolah dasar, di antaranya alokasi waktu yang lama, baik secara
frekuensi pertemuan ataupun proporsi waktu dalam pembelajaran karena di
samping sebagai fasilitator, guru sekaligus harus mengenal kekuatan positif
dari masing-masing siswa sehingga siswa termotivasi untuk turut berperan
Kemampuan utama yang dituntut untuk dimiliki oleh guru dalam
melaksanakan AI adalah penguasaan dan keterampilan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan positif untuk menggali pengalaman-pangalaman
inspiratif, kisah-kisah sukses, impian-impian tentang masa depan, serta
kekuatan-kekuatan yang mendorong kesuksesan siswa agar aktif berperan serta
dalam kelompok untuk memecahkan masalah.
3. Dalam pembelajaran integrasi Problem Based Learning (PBL) dengan
pendekatan Appreciative Inquiry (AI) peran guru adalah sebagai fasilitator
dalam proses pembelajaran, maka guru hendaknya dapat menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan bagi siswa, memberi kesempatan kepada siswa
untuk memunculkan ide-ide atau gagasan dengan cara mereka sendiri dan
berdasarkan kekuatan positif yang dimiliki. Siswa juga hendaknya diberi
kesempatan untuk menilai jawaban temannya sehingga dalam belajar siswa
menjadi lebih berani untuk mengungkapkan berbagai alasan yang tepat
terhadap suatu hal, lebih percaya diri, dan kreatif dalam menemukan jawaban
terhadap masalah berdasarkan sudut pandangnya.
4. Mengingat penelitian terhadap pembelajaran yang mengintegrasikan PBL
dengan pendekatan AI baru pertama kali dilakukan, maka perlu adanya
penelitian lanjutan untuk menguji pembelajaran integrasi Problem Based
Learning (PBL) dengan Appreciative Inquiry (AI) Approach pada variabel lain
misalnya, menyelesaikan soal cerita, berpikir kritis, berpikir induktif, pengujian
pada level siswa yang berbeda, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk
156
pembelajaran, khususnya mengenai Appreciative Inquiry Approach yang baru
kali ini diterapkan dalam proses pembelajaran.
5. Temuan hasil penelitian ini didasarkan pada komponen siswa dengan tingkat
yang sama dan materi bahasan yang sama. Untuk memperluas apakah model
PBL-AI yang diterapkan dalam studi ini efektif untuk siswa berbeda tingkat,
berbeda materi bahasan, atau berbeda subyek tidak diketahui dalam penelitian
ini dan dapat ditindaklanjuti dalam penelitian berikutnya.
6. Dari pembahasan hasil-hasil penelitian, jelas bahwa pembelajaran dengan
model PBL-AI efektif dalam mendukung peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa. Di samping itu, implementasi pembelajaran dengan
model PBL-AI tidak memerlukan biaya mahal. Untuk itu, hendaknya model
Adjie, N. & Maulana. (2009). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Akdon. (2008). Aplikasi statistika dan metode penelitian untuk administrasi dan manajemen. Bandung: Dewa Ruci.
Arikunto, S. (2009). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Cet.IX; Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi 2, Jakarta: Bumi Aksara.
Barrows, H. (1994). Practice Based Learning: Problem Based Learning Applied to Medical Education. Springfield II: Soulthern Illionis University School of Medicine.
Beladinna, A. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Strategi Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMKN 5 Malang. Jurnal Pendidikan Universitas Malang
Branca, N.A (1980). Problem Solving as a Goal, Process and Basic Skill. Dalam Krulik,S dan Reys,R.E (ed). Problem Solving in School Mathematics. NCTM: Reston. Virginia
Charles, Randall. (1994). How to Evaluate Progress in Problem Solving. Virginia.
David L. C. & Whitney, D. (2010). A Positive Revolution in Change: Appreciative Inquiry (Draft). In D.L. Cooperrider, D. Whitney, & T.F.Yager (Eds.) Appreciative Inquiry: Rethinking Human Organization Toward a Positive Theory of Change Champaign. Retrieved January 24, 2010, from http://appreciativein- quiry.case.edu/uploads/whatisai.pdf.
Fraenkel&Wallen. (2006). How to Design and Evaluate Research in Education. The McGraw-Hill Company.
Gagné,R.M, Briggs, L.J dan Wager, W.W (1992). Principles of Instructional Design
(4nd ed).Orlando: Holt, Rinehart and Winstone, Inc.
Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar (Strategi Penyelesaian Masalah). Jakarta: PT. Gramedia.
Hariyanto. (2010). Macam-macam Teori Belajar. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/ [3 November 2010].
Hudoyo. (1998). Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdikbud.
158
Jaenudin, A. (2011). Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Bandung SPS UPI (Tesis Tidak Diterbitkan).
Lorne. (2003). Appreciative Inquiry : The Power of The Unconditional Positive Question. http://appreciativein- quiry.case.edu/uploads/whatisai.pdf.
Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematika serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi. Tidak diterbitkan
Marisa, R. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa.Tesis Magister pada Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
McIntosh, R. & Jarret, D. (2000). Teaching Mathematical Problem Solving: Implementing the vision, New York: NWREL, Mathematics and Science Education Center.
Muhson, A. (2009). Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem-Based Learning. Jurnal Kependidikan. Vol. 39, No. 2. PP. 171-182.
Nasution, S. (2006). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:Bumi Aksara.
Polya, G. (1985). How to Selve it: A New Aspect of Mathematics Method (2nd ed). Princeton, New Jersey: Princeton University Press.
Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi. Tidak diterbitkan
Rothstein dan Pamela,R (1990). Educational Pyschology. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Ruseffendi,E.T (1991a). Pengantar kepada Membantu Guru Mengem-bangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Ruseffendi,E.T (1991b). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (1991). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito
Sudarman. (2007). Problem Based Learning : Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif. Vol. 2 no. 2. PP. 68-73
Sudiarta, I. G. P. (2004). Penerapan Pembelajaran Berorientasi Masalah “Open Ended” Berbanluan LKM untuk Meningkatkan Pemahaman dan Hasil Belajar Matematika Mahasiswa pada Matakuliah Pengantar Dasar Matematika, Semester Ganjil tahun 2004/2005. Laporan Hasil Penelitian Tidak Diterbitkan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Suherman, Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, Rohayati, A. (2001). Strategi Pembelajaran Metematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Suherman, Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: IMSTEP FPMIPA UPI.
Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK, Depdikbud
Sumarmo,U, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk MeningkatkanPemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius.
Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung. Rizqi Press.
Suryadi, D. dan Herman, T. (2008). Ekplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta. Karya Duta Wahana.
Suwangsih, E & Tiurlina, (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Suwardi, E. (2003). Pembelajaran Keterampilan Proses Melalui Kerja Kelompok pada Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister pada Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka.
160
Turmudi. (2010). Membangun Karakter Bangsa Bersama Matematika. Bandung. UPI Press.
Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-model Pembelajaran Matematika. Bandung: Mandiri
Wahyudin. (2013). Matematika Dasar Pengetahuan Bermuatan Pedagogis. Bandung. Mandiri.