(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Motif Pendengar Menjadi Citizen Journalism Pada Radio Suara Surabaya )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
AKBAR TRY SUTRISNO 0743010004
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Journalism Pada Radio Suara Surabaya) Oleh :
AKBAR TRY SUTRISNO 0743010004
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 12 Mei 2011
Tim Penguji 1. Ketua
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19620323 199309 2 00 1 2. Sekretaris
Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199309 2 00 1 3. Anggota
Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1 Pembimbing Utama
Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1
Mengetahui, DEKAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Motif Pendengar Menjadi Citizen Journalism Pada Radio Suara Surabaya)
Disusun oleh : AKBAR TRY SUTRISNO
0743010004
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui, Pembimbing Utama
Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1
Mengetahui, DEKAN
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT, penulis sampaikan karena dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul “Motif Pendengar Menjadi Citizen Journalism Pada Radio Suara Surabaya” dapat penulis susun dan selesai sebagai wujud pertanggung jawaban penulis.
Dalam proses penulisan Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Rasulullah Muhammad SAW untuk inspirasi serta tuntunan yang senantiasa
mengilhami penulis dalam rangka “perjuangan” memaknai hidup.
2. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.
3. Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.
4. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.
5. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
6. Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis.
Terima kasih atas segala kontribusi Ibu terkait penyusunan Skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan
penelitian.
9. Orang tua Bapak Priyanto S. Basuki dan Subakmini, Maaf dan Terima kasih
yang tiada hentinya atas segala doa, pengorbanan dan perjuangan tulus suci
untuk menjadikanku manusia yang belajar memahami hidup dan kehidupan .
10. Nur Alinda, Evan, Irfan, Dwi Yulianti, Apiek, dan Axa, terhadap kesetiaan
yang luar biasa dalam menemani langkah penulis. “Because of you…I’m not
alone.”
11. Seluruh teman – teman UPN Televisi yang telah menjadi inspirasi serta
motivasi besar bagi penulis dalam menempuh pendidikan di UPN “Veteran”
Jawa Timur.
12. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman
ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima
kasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal
terbaik dari Skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga Skripsi ini dapat
memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak.
Amin.
Surabaya, April 2011
Halaman
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...ii
KATA PENGANTAR ...iv
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR LAMPIRAN...x
ABSTRAKSI...xi
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Perumusan Masalah ...9
1.3 Tujuan Penelitian ...10
1.4 Manfaat Penelitian ...10
1.4.1 Kegunaan Teoritis ...10
1.4.2 Kegunaan Praktis ...10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...11
2.1 Landasan Teori ...11
2.1.1 Komunikasi Massa ...11
2.2 Motif ...16
2.2.4 Reportase Efektif ...23
2.2.5 Khalayak Pendengar ...26
2.2.6 Teknologi Informasi Komunikasi ...27
2.3 Jurnalistik Radio ...28
2.3.1 Ciri – ciri Jurnalistik Radio ...30
2.3.2 Karekteristik Radio ...31
2.3.3 Prinsip Radio Siaran ...32
2.3.4 Peran Jurnalistik Radio ...33
2.4 Pengertian Citizen Journalism...34
2.4.1 Implikasi Citizen Journalism ...35
2.4.2 Dampak Citizen Journalism ...37
2.4.3 Fungsi Citizen Journalism ...38
2.4.4 Kelemahan dan Kelebihan Citizen Journalism ...38
2.4.5 Peluang dan Tantangan Citizen Journalism ...38
2.4.6 Peranan Citizen Journalism ...39
2.5 Kerangka Berfikir ...40
BAB III METODE PENELITIAN ...44
3.1 Metode Penelitian ...44
3.2 Unit Analisis Data ...45
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...46
4.1 Gambaran Objek Penelitian ...49
4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ...49
4.1.1.1 Radio Suara Surabaya ...49
4.1.1.2 Citizen Journalism ...51
4.1.2 Identitas Informan ...54
4.1.3 Penyajian Data dan Analisis Data ...56
4.1.3.1 Motif Pendengar Menjadi Citizen Journalism pada Radio Suara Surabaya ...57
4.1.3.2 Peran Teknologi Komunikasi (Handphone/Telepon Genggam) sebagai Sarana Citizen Journalism pada Radio Suara Surabaya ...77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...92
5.1 Kesimpulan ...92
5.2 Saran ...93
DAFTAR PUSTAKA...95
Halaman
Halaman
Lampiran 1. Interview Guide ... 97
Lampiran 2. Transkrip Wawancara Informan 1 ...98
Lampiran 3. Transkrip Wawancara Informan 2 ...101
Lampiran 4. Transkrip Wawancara Informan 3 ...105
Lampiran 5.Transkrip Wawancara Informan 4 ...108
Lampiran 6. Transkrip Wawancara Informan 5 ...111
Lampiran 7. Foto Wawancara dengan Informan 1 ...115
Lampiran 8. Foto Wawancara dengan Informan 2 ...116
Lampiran 9. Foto Wawancara dengan Informan 3 ...117
Lampiran 10. Foto Wawancara dengan Informan 4 ...118
Lampiran 11. Foto Wawancara dengan Informan 5 ...119
Lampiran 12 Transkrip Pernyataan Penelitian ...120
Lampiran 13 Transkrip Jadwal Siaran Suara Surabaya ………..121
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Motif Pendengar Menjadi Citizen Journalism Pada Radio Suara Surabaya)
Penelitian ini berdasarkan adanya fenomena Citizen Journalism yang dilakukan pendengar Radio Suara Surabaya. Citizen Journalism pada Radio Suara Surabaya memiliki kecepatan dan keakuratan dalam melaporkan berita di lokasi kejadian secara langsung melalui handphone atau telepon genggam. Hal itu dibuktikan oleh beberapa pendengar Radio Suara Surabaya dalam mencari dan melaporkan peristiwa yang diliput kepada radio salah satunya yaitu melaporkan kendala jalan melalui program kelana kota pada Radio Suara Surabaya.
Dalam melakukan suatu tindakan tanpa perbuatan pasti didasarkan pada motif. Motif diartikan timbulnya dorongan agar individu itu berbuat, bertindak atau bertingkah laku untuk mencapai beberapa tujuan dari tingkat tertentu. Penelitian menaruh perhatian pada pendengar Radio Suara Surabaya menjadi Citizen Journalism, baik berupa kemampuan pendengar dalam memperoleh berita dengan teknologi yang sederhana. Teori yang digunakan adalah Teori Jurnalistik
Walter Lippmann dan John Dewey serta New Media Theories of Citizen
Journalism.
Metode dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode yang lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataannya ganda, menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Teknik analisis data dalam penelitian ini ialah metode deskriptif, yaitu data yg dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar.
Hasil penelitian mengenai motif pendengar menjadi Citizen Journalism pada Radio Suara Surabaya antara lain menginformasikan peristiwa secara aktual, kepedulian masyarakat dalam mengabarkan informasi dan menyampaikan aspirasi serta pengalaman masyarakat. Selain itu, peran teknologi komunikasi yang
digunakan dalam aktivitas Citizen Journalism yaitu berupa telepon genggam
(Handphone). Fitur Handphone berupa telepon dan sms menjadi fitur yang efektif
dalam melakukan aktivitas Citizen Journalism.
Kesimpulan yang dihasilkan yakni, Dalam hal ini kelima informan
melakukan aktivitas Citizen Journalism dengan menggunakan teknologi
komunikasi berupa telepon genggam atau handphone untuk melaporkan berita kepada Radio Suara Surabaya. Motif pendengar Radio Suara Surabaya (informan
penelitian) melakukan aktivitas Citizen Journalism pada Radio Suara Surabaya
1.1 Latar Belakang
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini peranan dan pengaruh
informasi dan komunikasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan di
dalam dan oleh masyarakat yang tidak memerlukan informasi. Kenyataan tersebut
diatas tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Hanya orang atau bangsa yang
mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang dengan pesat. Dalam hal
ini Negara yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta informasi akan lebih memperoleh kesempatan memiliki
system komunikasi yang dapat menunjang kepentingan nasional, ideologi, dan
pandangan hidupnya.
Salah satu kebutuhan utama masyarakat adalah informasi, dalam
perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu maupun kelompok
yang membutuhukan informasi. Informasi tidak hanya digunakan sebagai
kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan kesuksesan.
Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita sebagai penguasa.
Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa media informasi
merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)
Dalam kemajuan teknologi komunikasi terutama pasca runtuhnya rezim
orde baru, masyarakat Indonesia memiliki kebebasan dalam mengakses dan
Sekat – sekat ruang dan waktu dalam mendapatkan berita semakin tipis, era
reformasi memberikan kebebasan yang sangat luas kepada siapapun dalam
mendapatkan maupun menyebarluaskan informasi. Keadaan ini ditandai dengan
banyaknya stasiun radio swasta di Indonesia.
Kebebasan di era reformasi juga sangat berpengaruh positif terhadap
jurnalisme di Indonesia, kemunculan stasiun radio dan perkembangan teknologi
sangat member peran positif terutama jurnalisme. Jurnalisme sendiri telah
berevolusi mengikuti teknologi dimana media penyebarluasannya sekarang ini
semakin bervariasi, bisa lewat radio, televisi, maupun media cetak lainnya.
Perkembangan teknologi telah memberikan suatu terobosan terhadap jurnalisme.
Citizen Journalism merupakan fenomena bagi siapapun yang mengamati
perkembangan media, mereka yang berada di lingkup seperti akademisi, para
praktisi, crew dan pemilik media maupun mereka yang berada di luar media,
seperti para pengamat media dan pemirsa.
Bagi yang sudah lama mencermati dinamika dunia jurnalistik dari
esensinya yang paling dalam, mengetahui bahwa Citizen Journalism sebenarnya
hanya masalah beda istilah. Prinsipnya tetap sama dengan Public Journalism atau
civic journalism yang terkenal pada tahun 80-an. Yakni mengenai bagaimana
menjadikan jurnalisme bukan lagi sebuah ranah yang semata – mata dikuasi oleh
para jurnalis dan penguasa media. Di kuasai dalam arti diproduksi, dikelola, dan
di sebarluaskan oleh institusi media, atas nama bisnis ataupun kepentingan politis.
Pada dasarnya, tidak ada yang berubah dari kegiatan jurnalisme yang di
berita. Citizen Journalism pada dasarnya melibatkan kegiatan seperti itu. Hanya
saja, kalau dalam pemaknaan jurnalisme konvensional yang melakukan aktivitas
tersebut adalah wartawan.
Citizen Journalism adalah bentuk spesifik dari Citizen Media dengan
content yang berasal dari publik. Di Indonesia, istilah yang dimunculkan untuk
Citizen Journalism adalah jurnalisme partisipatoris atau jurnalisme warga.
Setidaknya ada beberapa hal yang memunculkan corak Citizen Journalism seperti
sekarang ini. Pertama, komitmen pada suara – suara publik. Kedua, kemajuan
teknologi yang mengubah sudut pandang modus komunikasi. (Imam, 2010:29)
Citizen journalism tentu berbeda dengan jurnalis professional. Dalam hal
ini, jurnalis professional yang dimaksudkan adalah jurnalis yang bekerja untuk
sebuah media tertentu. Segmen dan tuntutan tugas keduanya berbeda. Pada
jurnalisme professional, kedalaman, kelengkapn, dan akurasi adalah syarat yang
mutlak dalam penyampaian berita. Sebaliknya, pada citizen journalism kecepatan
informasi yang menjadi penanda utama, selain nilai berita yang disampaikan
tentunya. Hanya saja karena kurangnya pengetahuan terhadap suatu isu, maka
informasi yang disajikan menjadi kurang akurat. Ketidak akuratan berita yang
disampaikan dapat mengarah pada berita bohong, fitnah, pencemaran nama baik,
dan perbuatan tidak menyenangkan. Berita yang baik tentu harus memenuhi unsur
penyampaian berita dan juga tidak hanya mewakili satu pihak yang diberitakan.
Citizen journalism bukanlah hal yang mengancam bagi jurnalis professional,
bahkan keduanya dapat berjalan berdampingan. Citizen journalism dapat menjadi
pengumpulan berita. Selanjutnya, dengan riset yang matang, analisis yang cermat
dan tepat maka berita dapat disajikan dengan lengkap dan akurat.
Kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi
komunikasi salah satunya adalah kebijakan pengaturan di bidang komunikasi
massa tidak terkecuali dunia siaran radio. faktor terbesar yang bisa menunjang
penyebaran informasi kepada khalayak adalah media massa. Media massa telah
menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi. Hal ini bisa tergambar
dari realita yang ada saat ini banyak frekuensi radio baru, stasiun televisi baru,
dan berbagai sarana media massa lain. Masing – masing media mempunyai
kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Salah satu kelebihan radio mampu menandingi bahkan mengalahkan
media lain dalam bidangnya. Radio seharusnya didesain cukup besar, kuat dan
tangguh, sehingga berkemampuan cukup dan sanggup berperan dan bisa menjadi
andalan. Setidaknya dalam hal aktualitas menang duluan menyampaikan pesan
meski tak mungkin detail. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Citizen
Journalism yang ada dalam radio Suara Surabaya.
Sejak awal radio Suara Surabaya (Radio SS) menerapkan format siaran
jurnalisme radio, dan menjadi jajaran radio swasta pertama di Indonesia yang
berkonsep radio informasi, di tengah – tengah dominasi radio musik dan
sandiwara radio. Siarannya berfilosofi “News-Interaktif-Solutif”. News adalah
sebuah berita yang fokus produksi informasi. Interaktif bermakna pola
komunikasi yang multi arah. Sedangkan Solutif berorientasi dampak siaran yang
kata (Talk), ajang informasi dan dialog antara komponen masyarakat tanpa batas,
demi mencapai solusi atas segala masalah yang ada di masyarakat.
Radio Suara Surabaya (Radio SS) mengembangkan siaran interaktif yang
berbasis jurnalistik yang beberapa tahun kemudian diformulasikan sebagai
“Citizen Journalism”. Pendengar yang secara sukarela menjadi reporter dan
informan, jumlahnya mencapai sekitar 330.000 di tahun 2009. Lingkup dan
dampak siarannya melampaui peran radio secara konvensional. Radio Suara
Surabaya kemudian dikenal sebagai penggerak partisipasi public, penggalang
kekerabatan sosial, sumber solusi permasalahan publik, dan inspirator kebijakan
kota. Khalayak menyebut Radio Suara Surabaya sebagai inspirasi komunikasi dan
demokratisasi publik.
Selama ini pendengar radio suara Surabaya belum mengetahui bahwa
dirinya merupakan salah satu dari citizen journalism atau jurnalisme warga yang
aktif dalam melaporkan berita atau peristwa yang terjadi untuk dipublikasikan
melalui radio suara Surabaya. Meskipun demikian, ini semua tidak mempengaruhi
pendengar dalam melaporkan peristiwa yang terjadi. Sampai saat ini, pihak radio
suara Surabaya menganggap pendengar yang melaporkan berita hanya sebagai
citizen journalism atau jurnalisme warga yang biasa dan tidak mempunyai
identitas sebagai reporter yang profesional.
Banyak manfaat mengapa pendengar atau citizen journalism suara
Surabaya berminat untuk berbagi berita atau informasi dalam media tersebut.
memperbaiki konsep pemberitaan di media yang bersangkutan dapat secara
langsung melibatkan masyarakat dalam prosesnya.
Dalam hal ini kedatangan citizen journalism pada radio suara Surabaya
membawa nilai positif terhadap perkembangan jurnalistik radio terutama pada
radio suara Surabaya yang menerapkan hal tersebut. Citizen journalism pada radio
suara Surabaya bisa menandingi reporter radio suara Surabaya dengan kecepatan
dan keakuratan dalam melaporkan berita di lokasi kejadian secara langsung. Hal
ini memicu persaingan antara citizen journalism dengan reporter radio suara
Surabaya dalam mendapatkan berita atau peristiwa secara cepat dan memenuhi
unsur – unsur berita yang ada. Sehingga pihak radio suara Surabaya berkeinginan
menutup divisi bidang reporter apabila reporter tersebut tidak bisa menandingi
kecepatan dalam mendapatkan berita dan minimnya reporter dibandingkan dengan
citizen journalism atau pendengar yang aktif pada radio suara Surabaya. Selain
permasalahan reporter, mekanisme kontrol kontribusi pendengar dalam menindak
lanjuti berita yang disampaikan oleh pendengar atau citizen journalism kurang
mendapat dukungan yang baik dari sumber daya manusia dari pihak suara
Surabaya. Sehingga tidak semua citizen journalism suara Surabaya bisa
mendapatkan solusi untuk mengatasi suatu permasalahan yang jelas. Namun hal
ini bagi citizen journalism suara Surabaya tidak menjadi penghalang dalam
mencari berita atau peristiwa untuk di siarkan secara langsung oleh media
tersebut.
Teknologi merupakan sesuatu yang dapat dipakai untuk mengurangi
inginkan, selain itu teknologi komunikasi dapat membuka jendela dalam membuat
kita mengetahui berbagai macam peristiwa yang sesungguhnya kita tidak
mengalaminya secara langsung. Disamping hal tersebut diatas banyak warga atau
masyarakat sekitar belum mengetahui bahwa masyarakat tersebut bisa melaporkan
peristiwa penting dan mempunyai nilai berita dengan menggunakan peralatan
elektronik yang masyarakat gunakan seperti Handphone, kamera digital,
handycam sampai dengan menggunakan sms.
Handphone atau telepon genggam bagi citizen journalism suara Surabaya
kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gaya hidup manusia, padahal fungsi
utamanya hanya untuk mempermudah komunikasi, dan kini handphone
dilengkapi dengan berbagai macam tampilan yang lebih canggih. Namun
kecanggihan ini sering kali tidak dipergunakan untuk hal-hal yang lebih
bermanfaat seperti mencari informasi sebanyak mungkin dengan akses yang lebih
mudah dan terjangkau.
Radio berita seperti suara Surabaya membutuhkan peran dari masyarakat.
Masyarakat menjadi sumber informasi yang bisa menyampaikan kabar yang
terjadi di wilayahnya untuk menjadi referensi bagi masyarakat di daerah lainnya.
Dengan menggunakan telepon genggam yang dilengkapi dengan fasilitas kamera,
maka setiap warga bisa merekam dan mengabarkan kejadian penting yang ada di
dekatnya.
Kekuatan dari Citizen Jurnalism pada radio suara Surabaya adalah
masyarakat tersebut memiliki kecepatan menerima informasi dari segi pandangan
bohong, namun kecepatan dari public menyampaikan berita merupakan hal yang
paling bermanfaat bagi radio berita seperti radio suara Surabaya menerima dan
mengolah informasi. Hal ini yang dapat mendorong minat masyarakat untuk
menjadi jurnalis profesional bermula peran aktif citizen journalism radio suara
Surabaya.
Motif dalam hal ini dapat diartikan sebagai suatu kondisi (kekuatan atau
dorongan) yang menggerakkan organisme (individu) untuk mencapai suatu tujuan
atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu atau dengan kata lain motif itu yang
menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu itu berbuat, bertindak
atau bertingkah laku.
Saat ini yang mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas citizen
journalism berawal dari jurnalisme warga yang hadir untuk melepaskan dahaga
para masyarakat yang hobi menulis. Artinya disini mereka tidak lagi menjadi
pendengar, pemirsa, atau penikmat berita melainkan telah menjadi subyek atau
pelaku berita. Selain itu manusia mempunyai naluri ingin tahu dan naluri ingin
memberi tahu seperti apa yang dilakukan oleh citizen journalism dalam
memperoleh suatu berita dan mengabarkan kepada media.
Maraknya citizen journalism di Indonesia tak terbatas pada kalangan
wartawan saja. Banyak pula masyarakat yang tidak berprofesi sebagai wartawan,
namun memedulikan obyektifitas dan kualitas dari sebuah informasi yang hendak
disampaikan, dengan menulis dalam situs (blog) untuk memberikan informasi
Ketertarikan masyarakat terhadap situs-situs (blog-blog) ini layaknya
mengakomodir perkembangan citizen journalism yang begitu pesat di Indonesia.
Koneksi internet yang semakin meluas pun turut andil dalam perkembangnya.
Faktor-faktor ini memperkuat kemungkinan masyarakat untuk “aktif” dalam
“dunia maya”. “Ketidakpercayaan” masyarakat terhadap obyektivitas dan
independensi media massa populer pun membuat maraknya “aktivitas” di dunia
maya ini semakin mengarah pada citizen journalism.
Dari fenomena diatas maka peneliti ingin mencari alasan atau motif dari
pendengar radio Suara Surabaya yang dengan antusias menjadi Citizen
Journalism. Dari data terakhir menunjukkan bahwa jumlah Citizen radio Suara
Surabaya pada tahun 2009 sekitar 330.000 orang. Hal ini menarik, karena
pendengar atau Citizen Journalism pada radio suara Surabaya menjadi aktif dalam
mencari dan melaporkan berita yang hanya bermodalkan handphone atau telepon
genggam yang memiliki kamera. Hal tersebut sangat berbeda dibandingkan
dengan wartawan profesional yang ada di radio suara Surabaya yang
menggunakan tape recorder atau handycam. maka dari itu peneliti tertarik untuk
meneliti “motif pendengar menjadi citizen journalism pada radio suara Surabaya”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi
penelitian ini, maka peneliti memperoleh permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut : “Bagaimanakah Motif pendengar menjadi Citizen Journalism
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui motif pendengar menjadi Citizen Journalism yang ada di pada
radio suara Surabaya.
1.4 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diambil peneliti, maka manfaat
dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan penelitian
motif pendengar menjadi Citizen Journalism pada radio suara Surabaya,
sehingga hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran
untuk penelitian – penelitian selanjutnya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi radio suara
Surabaya di dalam mengetahui motif pendengar menjadi Citizen
Journalism saat ini.
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komunikasi Massa
Didalam mengarungi kehidupan, manusia tidak lepas dari berkomunikasi
baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi
telah mencapai tingkat dimana orang berbicara secara serempak dan serentak
dengan jutaan manusia. Hal itu dilakukan melalui media massa atau disebut
komunikasi massa. Komunikasi massa menurut Bittner (Rakhmat,2001)
“mass communication is message communication through a mass medium
to large number of people”
(Komunikas massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
pada sejumlah besar orang).
Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari Effendy (2001)
mendefinisikan komunikasi massa sebagai
“First mass communication is communication addressed to tha masses to an extremely large audience. This does not mean that the audience include all people or everyone who reads or everyone who whatches television, rather it means am audience that is large an generally rather people defined. Second, mass communication isperhap most easilu logically defined by its forms : television, radio, newspaper, magazine,film, books, and tapes”.
(pertama komunikasi masa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi,
agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pula umumnya agak sukar untuk
didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar – pemancar yangaudio dan visual. Komunikasi massa barangkali akan
lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya : televisi, radio,
surat kabar, tabloid, film, buku dan pita).
Lebih lanjut Effendy (2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi
massa yaitu :
“Mass communication is process by which a message is transmitted throught one more of the mass media (newspaper, radio, television, movies, magazine, and books) to an audience that is relatively large an animous”
Jadi komunikasi massa adalah proses penyebaran pesan melalui salah satu
media massa (surat kabar, radio, televisi, bioskop, tabloid dan buku – buku)
kepada khalayak luas yang tidak di kenal.
Mc.Quail (2001) dalam bukunya teori komunikasi massa merupakan suatu
pengantar menjabarkan tentang ciri - ciri komunikasi massa yaitu sumber
komunikasi massa bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, “sang
pengirimnya” seringkali merupakan komunikator professional. Komunikan
(penerima) adalah bagian dari khalayak luas. Pesannya tidak unik beraneka ragam
dapat diperkirakan. Seringkali diproses, di standarisasikan dan selalu diperbanyak.
Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai
antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat
interaktif. Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara serentak
antara satu pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan pengaruh luas
dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari banyak orang
serentak.
Senada dengan McQuail, Effendy (2001) memberikan ciri – ciri tentang
komunikasi massa yaitu :
1. Komunikator Pada Komunikasi Massa
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga
yaitu satu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga
( Institusionalized Communication / Organazied Communicator ).
Komunikator pada komunikasi massa misalnya wartawan tabloid,
karena media yang digunakan adalah suatu lembaga. Dalam
menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga,
sejalan dengan kebijakan (policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak
mempunyai kebebasan individual, jadi kebebasan mengemukakan
pendapat (Freedom of Expression or Freedom of Opinion) merupakan
kebebasan terbatas (Restricted Freedom).
2. Komunikan Pada Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
Komunikan bersifat heterogen karena didalam keberadaanya secara
terpisah – pisah, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan
tidak memiliki kontak pribadi, masing – masing berbeda dalam
pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup,
keinginan dari komunikan satu – satunya cara untuk mendekati
keinginan selalu khalayak adalah dengan mengelompokkan mereka
menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan,
kebudayaan, hobby, dan lain – lain. Hamper semua tabloid, surat
kabar, radio, televisi, menyajikan acara atau rubrik tertentu yang
diperuntukkan bagi anak – anak, remaja, dewasa, wanita dewasa,
remaja putri, pedagang, petani, ABRI, AU, pemeluk agama islam,
Kristen, budha, hindu, dan lain – lainnya.
3. Pesan Pada Komunikasi Massa Bersifat Umum
Pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai
kepentingan umum. Missalnya media massa akan menyiarkan berita
seorang menteri yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak
menyiarkan berita seorang menteriyang menyelenggarakan khitanan
putranya.
4. Komunikasi Massa Berlangsung Satu Arah
Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik atau feed back dari
komunikan kepada komunikator. wartawan sebagai komunikator tidak
mengetahui tanggapan pembaca terhadap pesan atau berita yang
disiarkan. Yang dimaksudkan dengan “tidak mengetahui” adalah tidak
mengetahui pada waktu proses komunikasi itu berlkangsung. Mungkin
saja komunikator mengetahui juga, misalnya melalui rubric “suara
maupun surat kabar yang lainnya. Tetapi semua itu terjadi setelah
komunikasi dilancarkan ke komunikator, sehingga komunikator tidak
bisa memperbaiki gaya komunikasi seperti yang biasa terjadi pada
komunikasi tatap muka. Untuk menghindari hal tersebut maka
komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian
rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikasi haruslah
komunikatif.
5. Media Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakkan
Poster dan papan pengumuman adalah media komunikasi tetapi bukan
media komunikasi massa karena tidak mengandung ciri
keserempakkan. Pesan yang disampaikan tidak diterima oleh khalayak
dengan melihat poster atau papan pengumuman secara serempak atau
bersama – sama. Lain dengan radio, televisi, tabloid, surat kabar, pesan
yang disampaikan secara serempak bisa diterima oleh khalayak.
6. Hubungan Komunikator dengan Komunikan Bersifat Non – Pribadi
Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan
komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim
dicapai oleh orang – orang yang dikenal hanya dalam perannya yang
bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul
disebabkan teknologi dari penyebaran yang missal dan sebagian lagi
dikarenakan syarat – syarat bagi peranan komunikator yang bersifat
dalam memilih dan menanggapi pesan komunikasi yang mempunyai
norma – norma penting.
2.2 Motif
Dalam melakukan suatu tindakan tanpa perbuatan pasti didasarkan pada
motif-motif tertentu pengartian motif tidak dapat dipastikan dipisahkan dengan
dari pada kebutuhan (need) seseorang atau suatu organism yang berbuat atau
melakukan sesuatu sedikit banyaknya ada kebutuhan didalam dirinya atau ada
sesuatu yang hendak dicapai.
Dalam masalah motivasi ada istilah yang hampir sama (identik)
pengertiannya suatu motivasi, drives, needs. Menurut filmor Sanford dalam
Usman Effendi dan Junaya. S Praja. (1989 : 60). Motivasi akar katanya adalah
motif, sehhingga motivasi diartikan sebagai berikut :
“motivation is an eviergizing condition of the organism that serves to direct that organism to word the goals of a certain class”
Motif diartikan sebagai suatu kondisi (kekuatan atau dorongan) yang
menggerakkan organisme (individu) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa
tujuan dari tingkat tertentu atau dengan kata lain motif itu yang menyebankan
timbulnya semacam kekuatan agar individu itu berbuat, bertindak atau bertingkah
laku.
Menurut Winkel dan Azwar (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), motif
dalam diri seseorang baik yang disadari maupun tidak disadari untuk mencapai
tujuan tertentu.
Motif terdiri atas dua dimensi, yaitu :
1. Kekuatan (Intensitas)
Suatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat mengalahkan
kekuatan motif yang lain. Kekuatan motif juga dapat dilihat dari
tingginya intensitas suatu motif daripada motif lainnya.
2. Jenis
Manusia tergolong makhluk yang dihadapkan pada banyak keadaan,
kebutuhan, dorongan, atau kekuatan dari dalam dirinya. Hal itu
mempengaruhi jenis motif yang timbul.
Untuk mempermudah pengukuran maka dalamn penelitian ini digunakan
kategori motif menurut Blamer dalam Rakhmat (1999 : 66) yaitu :
1. Motif kognitif (kebutuhan dan informasi)
Individu dalam memilih handphone atau telepon genggam sebagai alat
untuk mencari informasi, dan online. Demikian juga responden dalam
penelitian ini memakai handphone atau telepon genggam digunakan untuk
mencari dan melaporkan berita kepada media serta digunakan untuk online
agar mendapat informasi yang terbaru, antara lain facebook, twitter,
2. Motif diversi (kebutuhan akan hiburan)
Motif ini berkaitan dengan ketertarikan dalam pemilihan media yang di
inginkan yang berhubungan dengan kebutuhan yang bisa membuat
pemakai terhibur sehingga menimbulkan kenyamanan.
3. Motif identitas personal
kebutuhan menggunakan isi media untuk memperkuat atau untuk
menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak
sendiri. Dalam hal ini ketertarikan dengan dorongan individu untuk
mengikuti atau menyesuakan diri dengan limgkungannya.
2.2.1 Teori Jurnalistik Walter Lippmann dan John Dewey
Pada 1920, ketika jurnalisme modern baru saja mengambil bentuk,
seorang penulis bernama Walter Lippmann dan seorang filsuf Amerika John
Dewey berdebat mengenai peran jurnalisme. Teori jurnalistik mereka berdua
masih menjadi poin utama dalam perdebatan tentang peran jurnalisme dalam
masyarakat.
Lippmann memahami peran jurnalisme pada saat itu adalah untuk
bertindak sebagai mediator atau penerjemah antara masyarakat dan elit pembuat
kebijakan. Wartawan menjadi perantara. Ketika elit berbicara, wartawan
mendengarkan dan mencatat informasi, menyaring, dan memberikannya kepada
masyarakat untuk dikonsumsi.
Alasannya adalah bahwa masyarakat tidak dalam posisi untuk
masyarakat modern, dan karena itu perantara dibutuhkan untuk menyaring berita
bagi masyarakat.
Selain itu, masyarakat sudah cukup tersibukkan dengan kehidupan
sehari-hari mereka untuk peduli pada kebijakan publik yang kompleks. Karena itu,
seseorang yang dibutuhkan masyarakat untuk menafsirkan keputusan atau
kebijakan para elit menjadi informasi yang jelas dan sederhana. Itulah peran
wartawan.
Lippmann percaya bahwa masyarakat akan mempengaruhi pengambilan
keputusan dari elit dengan suara mereka. Sementara itu, para elit (politisi yaitu
pembuat kebijakan, birokrat, ilmuwan, dll) akan menjaga agar kekuasaan berjalan.
Dalam pemikiran Lippmann, peran wartawan adalah untuk menginformasikan
publik tentang apa yang elit lakukan.
Karena wartawan juga bertindak sebagai pengawas atas elit, ketika
masyarakat memilih dengan suara mereka. Inilah membuat masyarakat di rantai
kekuasaan paling bawah, dapat menangkap arus informasi yang diturunkan dari
para ahli/elit secara efektif.
Dewey percaya, wartawan harus melakukan lebih dari sekadar
menyampaikan informasi. Dia percaya bahwa wartawan harus
mempertimbangkan konsekuensi dari kebijakan yang berlaku. Seiring waktu,
gagasannya telah diimplementasikan di berbagai tingkat, dan lebih dikenal
sebagai "jurnalisme komunitas".
Konsep jurnalisme komunitas merupakan perkembangan baru dalam
ahli atau elit dalam berita. Sangat penting untuk dicatat bahwa meski terlihat ada
asumsi kesetaraan, Dewey masih menghargai keahlian.
Dewey percaya bahwa pengetahuan bersama jauh lebih unggul untuk
pengetahuan individu. Filsafat jurnalistik Lippmann mungkin lebih diterima oleh
para pemimpin pemerintahan. Sedang pendekatan Dewey menjadi gambaran yang
lebih baik tentang bagaimana wartawan melihat peran mereka dalam masyarakat,
dan, pada gilirannya, masyarakat mengharapkan fungsi jurnalistik dapat berjalan.
Banyak kritik masyarakat terhadap akibat pemberitaan dilakukan oleh wartawan,
tetapi mereka tetap mengharapkan wartawan untuk menjadi pengawas
pemerintah, memungkinkan orang untuk mengambil keputusan mengenai isu-isu
yang sedang terjadi. (www.AnneAhira.com)
2.2.2 New Media Theories of Citizen Journalism
New Media teoretisi seperti Dan Gillmor, Henry Jenkins, Jay Rosen dan
Jeff Howe baru-baru ini disebut-sebut Citizen Journalism (CJ) sebagai inovasi
terbaru dalam jurnalisme abad ke-21. "Partisipatif jurnalisme" dan "jurnalisme
user-driven" adalah istilah lain untuk menggambarkan Citizen Journalism dalam
mendapatkan nilai-nilai berita dan "objektif" reportase.
Ada dua perspektif: (1) model tiga-tahap teori-bangunan untuk
mengevaluasi klaim yang dibuat tentang Citizen Journalism, dan (2) wawasan
penelitian diri refleksif dari mengedit informasi situs berita yang berbasis di AS
membuat "disonansi kognitif" ketika penjelasan mereka praktek Citizen
Journalism dibandingkan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Paulus Carlile dan Clayton M. Christensen model menawarkan satu
kerangka yang dapat digunakan untuk mengevaluasi teori-teori baru media pada
Citizen Journalism. Kerangka ini digunakan di bawah ini untuk menyoroti
masalah memilih dan kesenjangan dalam kerangka saat ini Citizen Journalism
dan teori. Carlile & Christensen menunjukkan bahwa teori bangunan-kuat
muncul melalui tiga tahap: Deskriptif, Pengelompokan dan Normatif. Ada tiga
sub-tahap dalam teori pembangunan Deskriptif, yaitu pengamatan fenomena,
klasifikasi induktif dan taksonomi, serta hubungan korelatif untuk
mengembangkan model. Setelah penyebab didirikan, teori normatif berkembang
melalui logika deduktif.
Para pendukung menempatkan Citizen Journalism sebagai Pengelompokan
atau agenda jurnalisme baru yang menimbulkan pergeseran paradigma. teori
Citizen Journalism kemudian mendukung keyakinan normatif, nilai-nilai dan
pandangan dunia. Hubungan korelatif juga digunakan untuk membedakan Citizen
Journalism dari sisi mengadopsi sikap pelopor. Untuk mendukung hal ini, para
pendukung Citizen Journalism mengutip penelitian tentang perilaku kolektif.
Namun, penelitian ini lebih lanjut diperlukan untuk tiga alasan: hipotesis perilaku
kolektif muncul mungkin tidak benar-benar menginformasikan praktek Citizen
Journalism, teori yang ada mungkin memiliki "korelasi tidak menyebabkan"
kesalahan, dan link mungkin karena efek jaringan kutipan antara teori Citizen
Citizen Journalsim yang mengandalkan klasifikasi dan klaim normatif
akan bermasalah tanpa landasan yang kuat dalam pengamatan deskriptif.
Pendukung Citizen Journalism tampaknya menyiratkan bahwa hal itu dapat
diterapkan di mana saja dan dalam setiap pernyataan yang hampir membuatnya
menjadi mode. Demikian pula, pendukung Citizen Journalism yang mengadopsi
“Profesional Amatir” mungkin menghadapi jurang yang sama ketika membuat
perbandingan dengan wartawan profesional dan lingkungan produksi dalam
organisasi media.
(http://journal.mediaculture.org.au/index.php/mcjournal/article/viewarticle/30)
2.2.3 Informasionalisme dan Jaringan Masyarakat
Castells memeriksa kemunculan masyarakat, kultur, dan ekonomi yang
baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi (televise, computer,
handphone dan sebagainya), yang dimulai di Amerika pada 1970-an. Revolusi ini
pada gilirannya mengakibatkan restrukturisasi fundamental terhadap sistem
kapitalis yang dimulai pada 1980-an dan memunculkan apa yang oleh Castells
disebut dengan “kapitalisme informasional”. Yang juga muncul adalah
“masyarakat informasional” (meskipun ada perbedaan cultural dan institusional
penting diantara masyarakat). Keduanya didasarkan pada “informasionalisme”
(sebuah metode untuk mengoptimalkan kombinasi dan penggunaan faktor-faktor
produksi berbasis pengetahuan dan informasi (Castells, 1998:7).
Di jantung analisis Castells adalah apa yang dinamakan paradigma
1. Teknologi yang bereaksi berdasarkan informasi.
2. Informasi adalah bagian dari aktifitas manusia, teknologi-teknologi ini
mempunyai efek pervasive.
3. Semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan
oleh “logika jaringan” yang membuatnya bisa mempengaruhi berbagai
proses organisasi.
4. Teknologi baru sangatlah fleksibel, membuatnya bisa beradaptasi dan
berubah secara konstan.
5. Teknologi spesifik yang diasiosiasikan dengan informasi berpadu
dengan sistem yang terintegrasi.
2.2.4 Reportase Efektif
Dalam dunia jurnalistik, reportase adalah salah satu hal yang harus
dilakukan seorang reporter untuk mengumpulkan data dan fakta suatu peristiwa
untuk penulisan berita.
Setiap peristiwa mengandung 5W+1H
a. What (apa) : Apa peristiwa yang terjadi?
b. Who (siapa) : Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu?
c. When (kapan) : Kapan peristiwa itu terjadi?
d. Where (dimana) : Dimana peristiwa itu terjadi?
e. Why (mengapa) : Mengapa peristiwa itu terjadi?
Unsur berita 5W+1H ini merupakan pertanyaan dasar yang harus terjawab dalam
sebuah reportase. Data dan fakta dapat dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan
mengembangkan 5W+1H tersebut.
Dalam melakukan reportase, ada etika yang harus ditaati oleh reporter,
antara lain:
1. Cocer both side. Meliput semua pihak yang terkait, tanpa membedakan.
2. Fairness. tidak memanipulasi fakta.
3. Balance. Keseimbangan dalam pencarian data dan pemberitaan.
4. Mematuhi Kode Etik Jurnalistik.
5. Tidak mempublikasikan identitas atau pernyaat nara sumber jika
narasumber meminta off the record.
Teknik Reportase dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Wawancara
Wawancara merupakan bentuk reportase dengan cara
mengumpulkan data berupa pendapat, pandangan, dan pengamatan
seseorang tentang suatu peristiwa. Dalam melakukan reportase, reporter
harus pintar memilah-milah narasumber yang nantinya akan
melengkapi bahan penulisan berita. Narasumber dapat dipilah menjadi
narasumber primer dan narasumber sekunder. Narasumber primer
merupakan narasumber yang memegang peran penting dalam sebuah
peristiwa. Narasumber Sekunder berfungsi untuk melengkapi dan
Ketika melakukan wawancara, ada tiga hal yang tidak boleh dilupakan
oleh reporter:
a. Identitas dan atribut narasumber.
b. Pendapat narasumber terhadap peristiwa.
c. Kesan narasumber terhadap peristiwa.
Beberapa persiapan yang dilakukan reporter agar wawancara berjalan
lancar dan efektif, antara lain:
a. Menguasai tema yang akan ditanyakan kepada narasumber. Jika
pengetahuan reporter tentang tema sedikit, maka akan timbul
banyak kesulitan saat melakukan wawancara.
b. Membawa alat perekam. Selain berfungsi untuk memudahkan
reporter menulis hasil wawancara, alat perekam juga dapat
berfungsi sebagai bukti jika sewaktu-waktu narasumber mengelak
dan protes terhadap berita yang ditulis.
c. Menghargai narasumber dan membuat janji. Membuat janji dengan
narasumber itu penting. Karena ada beberapa narasumber yang
enggan melakukan wawancara langsung tanpa membuat janji. Ingat,
menjaga hubungan baik dengan narasumber itu sangat penting
untuk kemudian hari. Banyak narasumber yang kecewa dan enggan
bertemu repoter tertentu.
2. Observasi
Observasi (pengamatan) merupakan teknik reportase dengan cara
terjun langsung ke lapangan, reporter akan merasakan langsung
peristiwa yang terjadi dilapangan sehingga ia bisa menyampaikan
informasi yang valid kepada para pembaca.
3. Riset Dokumentasi
Riset Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data
dan fakta dengan riset melalui buku, internet, dan sumber-sumber
dokumentasi data lainnya. (Http://phianiezt.wordpress.com)
2.2.5 Khalayak Pendengar
Komunikasi yang berfungsi untuk menjelaskan fenomena yang terjadi
dalam kehidupan kita tidak hanya dilakukan antar pribadi, tetapi juga dapat
dilakukan melalui media radio sebagai salah satu media massa tertua sebelum
ditemukan film dan TV. Namun radio siaran ini memiliki keterbatasan karena
hanya dapat dinikmati secara auditif. Salah satu kelebihan radio siaran ini ialah
mampu memberikan informasi yang lebih cepat dan bisa didengarkan sambil
beraktivitas, meskipun ada juga kelemahannya yaitu tidak terdokumentasi
sehingga tidak mudah diperoleh bila diperlukan, kecuali kita telah merekam sajian
informasi di radio tersebut. Dalam lima orang berkumpul minimal ada satu orang
yang sudah mendengarkan siaran radio hari itu dan dalam sepuluh orang minimal
ada satu orang yang menjadi pendengar setia (Romli, 2004 : 21).
Asep Syamsul M. Romli dalam bukunya Broadcast Journalism (2004 :
26), khalayak pendengar radio memiliki karakteristik yang sangat unik, antara
A. Heterogen
Massa pendengar terdiri dari orang-orang yang berbeda usia, ras, suku,
agama, strata sosial, latar belakang sosial-politik-budaya, dan kepentingan.
B. Pribadi
Radio is personal, sehingga pendengarnya adalah individu-individu
bukan tim atau organisasi. Oleh karena itu komunikasi yang berlangsung
bersifat interpersonal (antarpribadi), yakni interaksi antara penyiar dengan
pendengar dengan gaya ”ngobrol" seolah-olah penyiar sedang berbicara
kepada satu orang pendengar saat menjalankan tugas siaran.
C. Aktif
Pendengar radio siaran tidak pasif, tetapi mereka selalu aktif berpikir,
dapat melakukan interpretasi, dan menilai apa saja yang didengarnya
melalui siaran radio, bahkan bisa berinteraksi langsung dengan penyiar via
telepon atau SMS.
D. Selektif
Pendengar dengan leluasa dapat memilih frekuensi stasiun radio mana
saja sesuai seleranya. Penyiar tidak bisa memaksa mereka untuk tetap setia
mendengarkan gelombang radio yang sama setiap saat.
2.2.6 Teknologi Informasi Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT),
memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu
teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi
segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu,
manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses
dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua
buah konsep yang tidak terpisahkan. Jadi Teknologi Informasi dan Komunikasi
mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan
pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi)
Banyak bentuk informasi komunikasi yang menggunakan sistem analog,
perangkatnya pun menggunakan perangkat analog. Seperti alat komunikasi
telepon, televisi dan radio dari yang sebelumnya berbasis teknologi analog
menjadi teknologi digital. (http://www.elektroindonesia.com/elektro/no5a.html)
2.3 Jurnalistik Radio
Radio merupakan salah satu bagian dari surat kabar, karena itu, dalam
beberapa hal jurnalistik radio mempunyai persamaan dengan jurnalistik surat
kabar. Istilah jurnalistiknya sendiri mempunyai pengertian yang sama. Jurnalistik
berasal dari istilah bahasa belanda “journalistiek” atau dalam bahasa Inggris
segala aspeknya, mulai dari mencari, mengolah, sampai kepada menyebarluaskan
catatan harian tersebut atau sering disebut sebagai berita. (Effendy, 1990:140)
Radio mendapat julukan sebagai kekuasaan kelima atau “the fifth estate”
merupakan kekuasaan kelima setelah surat kabar. Radio siaran dalam arti kata
broadcast dimulai pada tahun 1920 oleh stasiun radio KDKA Pittsburg di
Amerika Serikat. Memang pada waktu itu radio dirasakan sebagai hasil penemuan
yang penting artinya bagi kehidupan manusia yang pengaruhnya dapat dirasakan
dalam berbagai bidang.
Lebih – lebih pada saat berlangsungnya perang dunia II itu, perang radio
semakin banyak, karena Negara maju juga turut melibatkan dirinya dalam bidang
siaran radio. Dalam rangka perang radio tersebut, siaran – siaran tidak saja
digunakan untuk propaganda, akan tetapi juga digunakan untuk “jamming” yakni
mengganggu siaran lain dengan berbagai suara, sehingga isi siaran radio lain tidak
dapat dimengerti. (Effendy, 1993:137)
Ada beberapa faktor yang menjadikan radio siaran tersebut sebagai
kekuasaan :
1. Radio Siaran Bersifat Langsung
Untuk mencapai sasarannya, yakni pendengar, sesuatu hal atau
program yang akan disampaikan tidaklah mengalami proses yang
kompleks. Dengan medium radio jauh lebih mudah dan cepat
2. Radio Siaran Menembus Jarak dan Rintangan
Selain waktu dan ruang bagi radio siaran tidak merupakan suatu
masalah. Bagaimana pun jauhnya sasaran audience yang dituju,
dengan media massa radio semua dapat tercapau dengan mudah dan
tidak ada rintangan yang menghalangi.
3. Radio Siaran Mengandung Daya Tarik
faktor ketiga yang menyebabkan radio siaran mempunyai kekuasaan
ialah daya tarik yang kuat pada radio. Daya tarik tersebut disebabkan
sifatnya yang serba hidup berkat ketiga unsur yang ada pada radio,
yakni : musik, kata – kata, dan efek suara. (Effendy, 1993:139)
2.3.1 Ciri – Ciri Jurnalistik Radio
Dalam hubungan ini, ciri jurnalistik radio ialah bahwa berita yang
disiarkan adalah berita yang benar, obyektif dan bersusila, yang disusun dengan
bahasa sederhana sedemikian rupa, sehingga dapat dimengerti oleh khalayak
dalam sekilas dengar.
1. Berita Radio Harus Benar
Bahwa berita radio itu harus benar ini mutlak, karena sekali berita itu
disiarkan, tidak mungkin diralat kembali. Selain itu sifat radio yang
menyebarkan berita itu auditif. Pendengar hanya mendengar ralatnya
saja, tidak pernah mendengar apa yang tekah diralat oleh radio
tersebut.
2. Berita Radio harus Obyektif
Berita adalah laporan faktual mengenai suatu hal atau peristiwa.
Sebagai laporan yang faktual, radio harus memaparkan sebagaimana
adanya, tanpa maksud tertentu, tanpa tujuan untuk keuntungan orang
tertentu atau wartawan. Berita yang obyektif adalah berita yang tidak
memihak, tidak cacat, tidak diwarnai.
3. Berita harus Berasusila
Berita radio adalah untuk pendengar umum. Dari sekian banyak acara
yang disiarkan oleh setiap stasiun radio, ada yang diperuntukkan oleh
golongan tertentu, untuk anak – anak, untuk remaja dewasa,
wanita,dan lain – lain. Berdasarkan sifat radio siaran seperti itu, maka
kisah berita harus disusun sedemikian rupa, sehingga tidak
menimbulkan asosiasi kepada hal yang asusila. (Effendy, 1990:143)
2.3.2 Karakteristik Radio Siaran
Jurnalisme radio ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1) Auditif, untuk didengarkan, untuk telinga, untuk dibacakan atau
disuarakan.
(2) Spoken Language, menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang
biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari (spoken words). Kata-kata
yang dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung
(3) Sekilas, tidak bisa diulang, karenanya harus jelas, sederhana, dan
sekali ucap langsung dimengerti.
(4) Global, atau tidak detail, tidak rumit. Angka-angka dibulatkan,
fakta-fakta diringkaskan.
2.3.3 Prinsip Radio Siaran
Prinsip-prinsip mengerjakan produksi acara radio sebagai media publik,
menurut Robert McLeish (dalam Masduki, 2004 : 10) adalah :
(1) Untuk memaparkan semua ide baik yang radikal, tradisional, maupun
prokemapanan.
(2) Membantu individu dan kelompok dalam masyarakat untuk bisa
saling berbicara dan mengembangkan sikap peduli sebagai anggota
masyarakat majemuk.
(3) Memobilisasi sumber daya publik dan pribadi baik dalam situasi
darurat maupun normal sehingga terjadi distribusi kekayaan,
kesejahteraan, dan keamanan secara merata.
(4) Membantu pendengar mengembangkan persetujuan objektif dan
menentukan pilihan politik, membantu terjadinya debat sosial dan
politik, mengekspos isu-isu dan pilihan-pilihan rasional bagi publik
dalam melakukan aksi.
(5) Berfungsi sebagai anjing penjaga atau pengontrol terhadap pengelola
kekuasaan, menjalin kontak dengan publik dalam proses komunikasi
2.3.4 Peran Jurnalistik Radio
Radio siaran harus menyatu situasi aktual di sekitar stasiun radio itu
berada, tidak membawa kultur lain yang menyebabkan dislokasi sosial atau
elitisme. Peran sosial radio sebagai institusi di ruang publik sebagai
berikut(Masduki, 2004 : 11) :
(1) Sosialisasi
Menyebarluaskan informasi dan hiburan yang membuat optimisme
serta menjalin interaksi dialogis antar pendengar. Selain itu, radio
siaran juga harus mampu menjalin komunikasi untuk saling berkarya,
mengubah berbagai persepsi dan keurigaan yang tidak perlu.
(2) Aktualisasi
Menyegarkan memori pendengar terhadap peristiwa aktual dan
momentum yang penting bagi kehidupan mereka. Dilanjutkan dengan
mengagendakan masalah-masalah sosial agar menjadi isu dan
keprihatinan bersama.
(3) Advokasi
Mendesak semakin terbukanya kebijakan politik-ekonomi bagi
partisipasi seluruh lapisan pendengar. Kemudian radio siaran juga
diharapkan dapat memediasi antar berbagai pihak yang sedang terlibat
2.4 Pengertian Citizen Journalism
Citizen Journalism atau jurnalisme warga adalah perwujudan dari evolusi
jurnalisme dalam dunia modern, D. Lasica lewat tulisannya dalam online
journalism review (2003) membagi media untuk citizen journalism dalam
beberapa bentuk :
1. Partisipasi audiens (seperti komentar – komentar) pengguna yang
dilampirkan untuk mengomentari kisah berita, blog pribadi, photo atau
gambar video.
2. Berita independen dan informasi yang ditulis dalam website seperti
Consumer Reports, Drudge Report.
3. Partisipasi diberita situs, berisi komentar – komentar pembaca atas
sebuah berita yang disiarkan oleh media tertentu.
4. Tulisan ringan seperti dalam mailing list, newsletter e-mail.
5. Situs pemancar pribadi (video situs pemancar).
Citizen Journalism merupakan fenomena bagi siapapun yang mengamati
perkembangan media, mereka yang berada di lingkup seperti akademisi, para
praktisi, crew dan pemilik media maupun mereka yang berada di luar media,
seperti para pengamat media dan pemirsa.
Bagi yang sudah lama mencermati dinamika dunia jurnalistik dari
esensinya yang paling dalam, mengetahui bahwa Citizen Journalism sebenarnya
hanya masalah beda istilah. Prinsipnya tetap sama dengan Public Journalism atau
civic journalism yang terkenal pada tahun 80-an. Yakni mengenai bagaimana
para jurnalis dan penguasa media. Di kuasai dalam arti diproduksi, dikelola, dan
di sebarluaskan oleh institusi media, atas nama bisnis ataupun kepentingan politis.
(Imam, 2010:8)
2.4.1 Implikasi Citizen Journalism
Kebabasan yang ditawarkan Citizen Journalism dalam menyebarluaskan
berita tidak dimiliki oleh jurnalisme konvensional. Kebebasan ini merupakan
kelebihan dari jurnalisme warga, memilih dunia maya sebagai wadah Citizen
Journalism merupakan pilihan terbaik, selain akses yang mudah, internet telah
menjadi kebutuhan bagi beberapa masyarakat dunia. Dalam Citizen Journalism
siapapun dapat menjadi pewarta, dimana seorang pewarta tanpa harus memiliki
pendidikan yang relevan dapat menyebarluaskan hasil liputannya. Bila pada
media konvensional ketika sebuah berita dikirimkan tentu harus melalui proses
editing. Tidak halnya pada Citizen Journalism, semua jenis berita dapat
diterbitkan, baik berupa keluh kesal pribadi penulis maupun artikel yang lebih
serius serta peristiwa yang terjadi secara spontan yang ada dihadapan pewarta
yang mendokumentasikan kejadian tersebut dan setiap orang bisa memberi
tambahan atau komentar terhadap berita yang ditampilakan.
Di Indonesia, bentuk familiar dari Citizen Journalism adalah media
elektronik berupa radio, karena sebagian besar penduduk Indonesia lebih
mengenal radio ketimbang dunia internet. Meskipun demikian lambat laun
jurnalisme warga semakin mendapat tempat tersendiri di ranah jurnalisme.
merupakan daya tarik tersendiri karena langsung terlibat berpartisipasi dalam
kegiatan jurnalisme tersebut.
Perkembangan Citizen Journalism belakangan ini sangat pesat. Buat yang
dalam tradisi “Old School Journalism” karena mengandung sejumlah implikasi
yang tidak kecil :
1. Opening Source Reporting
Perubahan modus pengumpulan berita. Wartawan tidak lagi menjadi
satu – satunya pengumpul informasi. Tetapi, wartawan dalam konteks
tertentu juga hatus “bersaing” dengan khalayak yang menyediakan
firsthand reporting dari lapangan.
2. Perubahan modus pengolahan berita
Tidak hanya mengandalkan opening source reporting, media kini tidak
lagi menjadi satu – satunya pengelola berita, tetapi juga harus bersaing
dengan situs – situs pribadi, blog dan media yang didirikan oleh warga
demi kepentingan publik sebagai pelaku Citizen Journalism.
3. Mengaburnya batas produsen dan konsumen berita
Media yang lazimnya memposisikan diri sebagai produsen berita, kini
juga menjadi konsumen berita dengan mengutip berita – berita dari
khalayak aktif. Demikian pula sebaliknya, khalayak yang lazimnya
diposisikan sebagai konsumen berita, dalam lingkup Citizen
Journalism menjadi produsen berita yang contentnya di akses pula
4. Tiga point sebelumnya memperlihatkan khalayak sebagai partisipan
aktif dalam memproduksi, mengkreasi, maupun menyebarkan berita
dan informasi. Pada gilirannya factor ini memunculkan ”a new balance
of power” distribusi kekuasaan yang baru. Ancaman power yang baru
bagi institusi pers bukan berasal dari pemerintah dan ideologi, atau
sesama kompetitor, tetapi dari khalayak atau konsumen yang biasanya
mereka layani. (Imam, 2010:32)
2.4.2 Dampak Citizen Journalism
Menurut We Media, yang ditulis oleh Shayne Bowman dan Chris Wilis
(http://www.hypergene.net/wemedia/weblog.php), beberapa dampak positif dari
Citizen Journalism sebagai berikut :
1. Partisipasi aktif dari warga dalam hal ini pembaca, pendengar, pemirsa
lebih penting daripada konsumen berita yang pasif, audiens akan
merasa lebih tergerak untuk melakukan perubahan. Dari hal ini warga
yang aktif bisa dikatan sebagai Citizen Jounalism atau jurnalisme
warga.
2. Bagi media, Citizen Journalism atau jurnalisme warga menyediakan
potensi untuk meningkatkan loyalitas dan hubungan saling percaya
dengan audiensnya. Jurnalisme warga merupakan sebuah semangat
2.4.3 Fungsi Citizen Journalism
1. Membuka ruang untuk komentar publik, dimana pembaca bisa
bereaksi, memuji,mengkritik, atau menambahkan bahan tulisan
jurnalis professional.
2. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang
ditulis jurnalis professional.
3. Kolaborasi antara jurnalis professional dengan non jurnalis yang
memiliki kemampuan dalam materi/ bidang yang akan dibahas dalam
artikel tersebut.
2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Citizen Journalism
Kelebihan : Kelebihan dari Citizen Journalism adalah kecepatan menerima
informasi dari segi pandangan masyarakat yang biasanya cenderung objektif
meskipun ada kemungkinan berita bohong, namun kecepatan dari public
menyampaikan berita merupakan hal yang paling cepat dan mudah bagi instasi
berita menerima dan mengolah informasi.
Kelemahan : Kelemahan dari Citizen Journalist adalah kemungkinan untuk
mendapatkan informasi yang setengah-setengah dan kemungkinan berita bohong.
2.4.5 Peluang dan Tantangan Citizen Journalism
1. Peluang
Peluang Citizen Journalism untuk kedepanya pasti akan terbuka
Journalist dapat mengalahkan berita dari jurnalis itu sendiri dengan
berkembangannya teknologi informasi media dan etika serta tata cara
penulisan berita di masyarakat dan perkembangan intelektual dan
keinginan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
2. Tantangan
Tantangan bagi Citizen Journalism adalah bagaimana lebih
professional dalam memeberikan informasi kepada instansi dan
memberikan objektivitas yang tinggi terhadapa informasi yang
diberikan, jadi benar memberikan suatu informasi tanpa ada suatu
kesubjektifitasan berita.
2.4.6 Peranan Citizen Journalism
Peranan citizen journalism mengarahkan atau memeriksa keakuratan
artikel. citizen journalism di Indonesia lebih popular di radio dibandingkan
internet. perwujudan jurnalis publik di Indonesia lebih kepada adanya simbiosis
mutualisme. Seorang warga dengan suka rela menjadi pewarta karena merasa
terbantu dengan adanya jaringan informasi lalu lintas seperti di radio ini.
Bayangkan saja dengan kemacetan yang terjadi di dalam tol dalam kota bila ada
kecelakaan di dalamnya, salah pilih jalan membuat kita bisa terjebak berjam-jam
tak bergerak. Mungkin di luar itu ada juga keinginan menjadi pahlawan,
membantu orang lain agar tidak terjebak macet, tetapi kecenderungan terbesar
adalah adanya faktor saling membantu tersebut. Jam-jam macet yang menyiksa,
pada satu saluran informasi, dan ikut berpatisipasi dalam acara-acara lain yang
diudarakan radio tersebut. Berbeda ditingkat mahasiswa ,pelaku terpenting dalam
citizen journalism atau jurnalisme publik terbesar ada di tingkat mahasiswa karena
merekalah yang selama ini paling banyak memiliki akses terhadap internet, paling
banyak memiliki akses terhadap dunia baru yang bergerak dan berubah di
sekeliling mereka. Dan mereka pulalah yang memiliki perkawanan yang luas, baik
secara konvensional maupun virtual, sehingga informasi yang mereka sampaikan
bisa bermanfaat bagi lebih banyak orang. (Http://www.Lapmiwordpress.com)
2.5 Kerangka Berfikir
Teknologi komunikasi merupakan faktor yang mempengaruhi kegiatan
jurnalistik. Kegiatan jurnalistik yang pada intinya adalah suatu proses mencari,
mengolah dan mempublikasikan suatu peristiwa akan menjadi lebih bermakna
dengan hadirnya teknologi komunikasi. Teknologi tersebut adalah handphone atau
telepon genggam yang merupakan jaringan komunikasi yang memungkinkan
terjadinya pertukaran informasi tanpa hambatan jatak dan waktu. Kemuculan
handphone atau yang disebut dengan media komunikasi memberikan peluang bagi
non jurnalis (citizen journalism) untuk melakukan publiaksi berita mereka di
media.
Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan
telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang
kehidupan manusia, termasuk salah satunya bidang pendidikan. Inisiatif
penyebaran informasi ke satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh
Indonesia.
kehadiran citizen journalism merupakan respons lanjutan dari peradaban
masyarakat informasi yang memang tatanan sosio-kultural dan infrastrukturnya
telah siap. Kehadirannya menunjukkan peran berarti dalam mendekonstruksi
sistem media tradisional, mendobrak tatanan konservatisme dalam produksi dan
distribusi berita, serta menawarkan geliat ruang berdemokrasi yang merata. Hal
inilah yang kemudian menjadi pertanyaan besar bagi bangsa ini dalam menyikapi
keberadaan citizen journalism. Dalam citizen journalism siapapun dapat menjadi
pewarta, dimana seorang pewarta tanpa harus memiliki pendidikan yang relevan
dapat menyebarluaskan hasil liputannya. Bila pada media konvensional ketika
sebuah berita dikirimkan tentu harus melalui proses editing. Tidak halnya pada
Citizen Journalism, semua jenis berita dapat diterbitkan, baik berupa keluh kesal
pribadi penulis maupun artikel yang lebih serius serta peristiwa yang terjadi
secara spontan yang ada dihadapan pewarta yang mendokumentasikan kejadian
tersebut dan setiap orang bisa memberi tambahan atau komentar terhadap berita
yang ditampilakan.
Dari segi aktualitas, media cetak memang tidak akan mampu menandingi
kecepatan media elektronik dalam hal menyiarkan berita. Meski begitu, media
cetak tetap bisa mengedepankan sisi lain yang menjadi kelebihannya, yaitu aspek
kedalaman informasi. Radio memang luar biasa cepat dalam mengendus informasi
dan segera menyiarkan kepada pendengarnya. Karena itulah, radio disebut sebagai
tentang apa yang terjadi meskipun hanya berupa gasir besar. Sedangkan, televisi
dengan aspek visualnya mampu menjadi involving medium, yaitu media yang
mampu mengikat emosi pemirsanya lebih kuat dibanding bentuk media lainnya.
Di sinilah kemudian media cetak memainkan perannya sebagai informing
medium, yakni media yang mampu menangani hal-hal yang kompleks karena
memiliki kesempatan dan ruang untuk menggali aspek kedalaman informasi
sebelum memuat dan mengedarkannya (Davison dalam Ishwara, 2005: 48-49).
Citizen journalism akan menggantikan posisi wartawan? Inilah yang saat
ini dialami oleh media elekronik radio. Pendengar yang secara sukarela menjadi
reporter dan informan, jumlahnya mencapai sekitar 330.000 di tahun 2009. Hal ini
bisa memicu adanya persaingan antara wartawan profesional dengan citizen
journalism pada radio suara Surabaya. Dalam hal ini kedatangan citizen
journalism pada radio suara Surabaya membawa nilai positif terhadap
perkembangan jurnalistik radio terutama pada radio suara Surabaya yang
menerapkan hal tersebut. Citizen journalism pada radio suara Surabaya bisa
menandingi reporter radio suara Surabaya dengan kecepatan dan keakuratan
dalam melaporkan berita di lokasi kejadian secara langsung. Hal ini memicu
persaingan antara citizen journalism dengan reporter radio suara Surabaya dalam
mendapatkan berita atau peristiwa secara cepat dan memenuhi unsur – unsur
berita yang ada. Sehingga pihak radio suara Surabaya berkeinginan menutup
divisi bidang reporter apabila reporter tersebut tidak bisa menandingi kecepatan
Dari fenomena yang ada peneliti tertarik untuk meneliti dan mengulas
secara mendalam mengenai “Motif Pendengar Menjadi Citizen Journalism pada