BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kromium
Dalam lingkungan hidup, kromium ditemukan dalam bentuk kromium logam,
bivalen, trivalen, dan heksavalen. Kromium merupakan salah satu logam berat
berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meskipun pada suhu tinggi. Kromium
logam memilki massa jenis (20oC) sebesar 7,19 g/cm3, titik leleh sebesar 1875oC, titik didih sebesar 2658oC, dan tergolong logam yang mengkilap, keras serta tahan
karat sehingga sering digunakan sebagai pelindung logam lain. (Bramandhita,
2009).
Dalam bentuk heksavalen, kromium terdapat sebagai CrO42- dan Cr2O72-,
sedangkan bentuk trivalen terdapat sebagai Cr3+, [Cr(OH)]2+, [Cr(OH)2]+, dan
[Cr(OH)4]- (Bramandhita, 2009). Kedua bentuk kromium tersebut mempunyai
karakteristik kimiawi yang sangat berbeda. kromium heksavalen hampir
semuanya berbentuk senyawaan anionik, sangat larut dalam perairan dan relative
stabil meskipun senyawaan ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat di dalam
larutan asam.
Kromium heksavalen memiliki sifat yang lebih toksik dibandingkan dengan
bentuk trivalennya. Kromium heksavalen dapat menyebabkan kerusakan hati,
ginjal, pendarahan di dalam tubuh, dermatitis, kerusakan saluran pernafasan dan
kanker paru-paru. Kromium heksavalen digolongkan sebagai karsinogenik
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001, air
golongan A, B, C dan D hanya boleh mengandung maksimum 0,05 ppm.
2.2 Serbuk besi limbah elektroplating
Besi adalah logam transisi golongan VIII B bernomor atom 28 dengan
simbol Fe. Besi memiliki massa atom sebesar 55,845 g/mol, memiliki tingkat
valensi bervariasi, yaitu +2,+3, +4, dan +6, . Besi memiliki massa jenis sebesar
7.86 g/cm3, titik leleh sebesar 1538 oC dan titik didih sebesar 2861oC
(Bramandita, 2009).
Limbah serbuk besi apabila dicelupkan dalam larutan asam kuat misalnya
H2SO4 dan HCl, maka limbah besi tersebut akan melepaskan elektron. Asam kuat
yang ditambahkan akan berfungsi ganda, yaitu pelepas elektron dan sebagai
pengatur pH. Limbah besi diusahakan tidak terlalu keras teksturnya, sehingga
pelepasan Fe (II) dapat berlangsung dengan mudah (Sedyawati dan Triastuti,
2009). Pada dasarnya besi dalam air dalam bentuk fero (Fe2+) dan feri (Fe3+), hal
ini bergantung pada pH dan oksigen yang terlarut dalam air. Pada pH netral dan
adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion fero yang terlarut dapat terionisasi
menjadi feri dan selanjutnya terbentuk endapan ferihidroksida yang sukar larut,
berupa hablur (presipitat) yang biasanya berwarna kuning kecoklatan, oleh karena
pada kondisi asam dan aerobik bentuk ferolah yang larut dalam air (Joko, 2010).
2.3 Adsorbsi
Menurut Kunti S.P.I (2009) apabila suatu gas atau zat cair dibiarkan
berlangsung jika suatu permukaan padatan atau molekul-molekul gas atau cair,
dikontakkan dengan molekul-molekul tersebut, maka didalamnya terdapat gaya
kohesif termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan hydrogen yang bekerja diantara
molekul seluruh material.Gaya-gaya yang tidak seimbang pada batas fasa tersebut
menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface solid/fluida. Untuk mengetahui karakterisktik yang terjadi dalam proses adsorbsi dapat diilustrasikan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Proses adsorbsi (Ferdinan Deselev Ginting, FT UI, 2008)
Adsorbsi dapat terjadi pada antar fasa padat-cair, padat-gas atau padat-cair.
Berdasarkan daya tarik molekul adsorben dengan adsorbat, adsorbsi dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. adsorbsi fisika yaitu adsorbsi yang disebabkan oleh gaya Van der Wall yang ada pada permukaan adsorben, panas adsorbsinya rendah dan lapisan yang
b. adsorbsi kimia yaitu adsorbsi yang terjadi karena adanya reaksi antara zat
yang diserap dengan adsorben. Panas adsorbsinya tinggi lapisan molekul
pada adsorben hanya satu lapis, terbentuk ikatan kimia.
Peristiwa adsorbsi disebabkan oleh daya tarik molekul di permukaan
adsorben. Adsorbsi menurunkan ketidakseimbangan daya tarik yang terjadi di
permukaan.
1). Adsorbsi Larutan
Beberapa gaya yang menyebabkan adsorbsi yaitu: 1) antaraksi non polar Van der Wall, 2) pembentukan ikatan hydrogen, 3) pertukaran ion, dan 4) pembentukan ikatan kovalen.
Adsorbsi fisika sering sekali menunjukan adsorbsi Van derWall, terjadi karena gaya adesi antara zat terlarut dengan adsorben. Gaya-gaya paling kuat yang ada dalam adsorbsi molekul-molekul kecil dari larutan cair yaitu pertukaran ion dan
ikatan hydrogen. Adsorbsi zat terlarut oleh adsorben padat cenderung
membentuk ikatan hydrogen jika salah satu mempunyai kelompok ikatan
hydrogen sebagai donor dan yang lainnya sebagai akseptor.
2). Isoterm Adsorbsi Larutan
Pada adsorbsi larutan, adsorben dengan massanya yang diketahui
diguncangkan dengan larutan yang volume dan konsentrasi awalnya diketahui
pada suhu tertentu sampai tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi pada larutan
akhir. Adsorbsi larutan melibatkan persaingan antara zat pelarut dengan pelarut
polar dan nonpolar dari zat padat dan komponen larutan. Adsorben yang polar
lebih cenderung mengadsorbsi lebih kuat zat terlarut yang polar. Tiap zat
terlarut memiliki ukuran tertentu yang akan mengisi pori dari zat padat.
Banyaknya zat terlarut yang teradsorbsi kepermukaan zat padat sebanding
dengan luas permukaan zat padat, konsentrasi adsorbat, dan lamanya proses
adsorbsi.
Hubungan antara jumlah adsorbat yang terjerap dengan konsentrasi
adsorbat dalam larutan pada keadaan kesetimbangan dan suhu tetap dapat
dinyatakan dengan isoterm adsorbsi. Model kesetimbangan adsorbsi system
tunggal yang akan ditinjau adalah:
a. Model Isoterm Freundlich
Model Isoterm Freundlich menggunakan asumsi bahwa adsorbsi terjadi secara fisika. Model Isoterm Freundlich merupakan persamaan empirik, yang
dinyatakan dengan persamaan :
q =
k
FC
1/n(1)
dengan kF dan n merupakan konstanta FreundlichkF dan n merupakan fungsi suhu dengan persamaan :
kF
=
k
F,∞exp(-
k
F,0αT)
(2)
1
n =
(3)
k
F,0T
b. Model Isoterm Langmuir
Model Isoterm Langmuir menggunakan pendekatan kinetika, yaitu
kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorbsi sama dengan kecepatan
desorpsi. Asumsi yang digunakan pada persamaan Langmuir adalah:
1. Adsorbsi terjadi secara kimia.
2. Adsorben merupakan system dengan tingkat energi homogen sehingga
afinitas molekul terjerap sama untuk tiap lokasi.
3. Adsorbat yang terjerap membentuk lapisan tunggal ( monolayer ). 4. Tidak ada interaksi antar molekul yang terjerap.
5. Molekul yang terjerap pada permukaan adsorben tidak berpindah- pindah.
Isoterm Langmuir dinyatakan dengan persamaan :
q
maxbCs
q =
(4)
(1 + bCs)
Parameter qmaks menunjukan kapasitas maksimum monolayer adsorben, dan parameter b yang disebut konstanta afinitas menunjukan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Parameter b merupakan fungsi suhu dengan persamaan:
b = b
∞
exp
[
𝑏0𝑇
]
(5)
2.4.Spektrofotometri Serapan Atom (AAS).
Spektrophotometer serapan atom merupakan suatu alat yang teknik
analisisnya berdasarkan absorpsi radiasi elektromegnetik oleh atom-atom yang
tidak tereksitasi. Spectrofotometer memiliki beberapa kelebihan dalam analisis
logam berat karena:
1) analisisnya sering tidak memerlukan pemisahan pendahuluan dimana suatu
unsur dapat ditentukan walaupun ada unsur lainnya,
2) cukup peka untuk mengukur kadar logam dalam jumlah mikro. Dalam
spektrofotometri serapan atom berlaku juga hukum Lambert-Beer yang dituliskan dengan persamaan (Nur, M.A, dan H Adijuana, 1989).
Io
b = tebal lapisan yang mengabsorpsi (cm)
c = konsentrasi (g L-1)
Prinsip kerja AAS adalah cuplikan dibakar dalam nyala, sehingga terbentuk
atom-atom netral dari unsur yang akan dianalisis dalam tingkat energi dasar (ground state). Suatu energi radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu dikenakan pada atom-atom tersebut. Sebagian dari radiasi elektromagnetik itu
diserap oleh atom-atom unsur dalam nyala, dan sebagian lagi diteruskan. Rasio
energi yang diserap dengan yang diteruskan dapat dibaca sebagai persen
transmiten atau absorban (Nur, M.A, dan H Adijuana, 1989).
Instrument untuk spektrofotometer serapan atom mempunyai komponen dasar
yang terdiri atas sumber cahaya, nyala pengatoman, monokromator, detector,
amplifier dan recorder.
2.5 Penelitian Pendukung
Pengolahan limbah dengan serbuk besi telah dilakukan oleh Bramandita
(2009) tentang pengendapan kromium heksavalen dengan serbuk besi. Kromium
heksavalen yang merupakan oksidator kuat, diubah menjadi kromium trivalen.
Reduksi Cr(VI) oleh Fe0 menghasilkan ion ferrat (Fe (III)) dan ion-ion trivalen
seperti persamaan 1 atau 2. Kromium trivalen dapat dihilangkan dengan cara
presipitasi atau ko-presipitasi sebagai campuran Fe(III) dan Cr(III)hidroksida
seperti yang tertera pada persamaan 3 dan 4 dibawah ini:
Cr6+ + Fe0 Cr3+ + Fe3+ (1)
CrO42- + Fe0 + 8H+ Cr3+ + Fe3+ + 4H2O (2)
(1-x)Fe3+ + (x)Cr3+ + 3H2O CrxFe(1-x)(OH)3(s) + 3H+ (3)
(1-x)Fe3+ + (x)Cr3+ + 2H
Menurut Bramandita (2009) kondisi optimum pH, kecepatan pengocokan,
jumlah serbuk besi, dan waktu pengocokan pengendapan kromium heksavalen
dengan serbuk besi berturut-turut adalah pH 3, 450 rpm, 5 gram, dan 10 menit.
Penelitian yang dilakukan oleh Sedyawati dan Triastuti (2009) menunjukkan,
bahwa penurunan konsentrasi Cr(VI) menjadi Cr (III) yang optimum pada pH 2
dengan waktu reduksi 30 menit mencapai0,0406 ppm atau 99,89%.
Pada penelitian yang dilakukan Siti Kholipuk (2012) juga menyimpulkan
bahwa FeSO4 dan limbah besi dapat menurunkan ion nikel (II). Hasil nikel yang
turun pada penambahan FeSO4 dan limbah besi tidak jauh beda. Kondisi optimum
pengendapan limbah Ni2+ dengan penambahan FeSO4 0,6 g terjadi pada pH 3,
waktu 30 menit dengan penurunan ion nikel (II) sebesar 84,15%. Kondisi
optimum pengendapan limbah Ni2+ dengan penambahan limbah besi 0,6 g terjadi