• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pembelajaran Berbasis Masalah - ISKA SALAMAH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pembelajaran Berbasis Masalah - ISKA SALAMAH BAB II"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK A.Deskripsi Konseptual

1. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan (Wena, 2013 ). Menurut Tan (Rusman, 2013: 229) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Trianto (2010: 90) mengemukakan model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

(2)

masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.

Menurut Trianto (2010: 93), berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan karakteristik model pengajaran berdasarkan masalah sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992,1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990).

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan pelajaran di seputar prinsip-prinsip atau kecakapan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran pada sejumlah pertanyaan, yang baik secara sosial maupun personal bermakna bagi siswa. Mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari berbagai sudut disiplin ilmu.

(3)

ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode investigasinya sudah barang tentu, bergantung pada masalah yang dikaji.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu, dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran ”Roots and Wings”. Produk tersebut dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

(4)

Sintaks dalam PBL meliputi:

a. Orientasi siswa kepada masalah.

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menguraikan kebutuhan logistik (bahan dan alat) yang diperlukan bagi pemecahan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang telah dipilih siswa bersama guru, maupun yang telah dipilih sendiri oleh siswa. b. Mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas siswa dalam belajar memecahkan masalah, menentukan tema, jadwal, tugas dan lain-lain.

c. Memandu investigasi mandiri maupun investigasi kelompok.

Guru memotivasi siswa untuk membuat hipotesis, mengumpulkan informasi data yang relevan dengan pemecahan masalah, melakukan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan solusi.

d. Mengembangkan dan mempresentasikan karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang relevan, misalnya membuat laporan, membantu berbagi tugas dengan teman-teman dikelompoknya dan lain-lain, kemudian siswa mempresentasikan karya sebagai bukti pemecahan masalah.

e. Refleksi dan penilaian.

(5)

proses-proses dan hasil akhir dari investigasi masalah. Selanjutnya mempersiapakan penyelidikan lebih lanjut terkait hasil pemecahan masalah. (Arends, 2008: 57)

2. Think pair share

Strategi Think Pair Share(TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi Think Pair Shareini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman (1985) dan koleganya di Universitas Maryland yang menyatakan bahwa Think Pair Sharemerupakan suatu cara yang efekif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair sharedapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon, dan saling membantu.

Langkah-langkah strategi TPS. Menurut Trianto (2009) adalah:

(6)

siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Siswa berusaha dengan kemampuan berpikirnya untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya, sehingga dapat mengekspresikan, menginterpretasikan ide-ide matematika baik secara lisan maupun tulisan.

b. Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah difikirkan melalui pengamatan, eksplorasi, atau prosedur penelitian. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau dapat menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. Pada tahap ini, guru mengelompokan siswa secara berpasangan. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memilikikesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinanjawaban secara bersama. Melalui diskusi ini siswa dapat mengembangkan cara berpikirnya, dan saling bertukar pikiran untuk memberikan gagasan satu sama lain lalu mengembangkannya untuk mencari kesepakatan jawaban yang dianggap paling benar.

(7)

mendapat kesempatan untuk melaporkan. Guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas. Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran. 3. PBL dengan Strategi TPS

PBL adalahmodel pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata, selanjutnya siswa memecahkan masalah dengan diskusi kelompok. Dalam melaksanakan diskusi kelompok terkadang siswa masih tidak terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga perlu dilakukan alternatif agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik yaitu dengan diterapkannya strategi TPS. Strategi TPS merupakan strategi pembelajaran yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam diskusi. Penerapan PBL dengan Strategi TPS, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan konteks dunia nyata baik secara individu maupun kelompok.

(8)

Tabel 2.1 Langkah-langkah PBL dengan strategi TPS

Tahapan Perilaku Guru

Fase 1:

Orientasi siswa pada masalah

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan logistik yang diperlukan. 2. Memotivasi siswa agar terlibat aktif dalam kelompok dengan anggota kelompok masing-masing 2 siswa.

2. Guru memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibagikan kepada setiap siswa dan membantu siswa dalam mengidentifikasi dan mengkoordinasikan LKS yang diberikan. Fase 3: Membimbing

Penyelidikan individu dan kelompok

1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir (think) dalam menyelesaikan LKS secara individu.

2. Guru meminta siswa untuk berpasangan (pair) dengan anggota kelompoknya dalam rangka untuk mendiskusikan hasil yang diperoleh masing-masing siswa.

3. Guru membimbing atau mengarahkan siswa untuk berbagi (share) dengan kelompok berpasangan lainnya

Fase 4:

Mengembangkan dan menyajikan hasi karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan, mempersiapkan hasil diskusinya untuk dipresentasikan di depan kelas

Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dari proses yang mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah

Adapun perbedaan antara PBL dan PBL dengan strategi TPS adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perbedaan PBL dan PBL dengan strategi TPS

PBL PBL dengan strategi TPS

Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membagi siswa kedalam

beberapa kelompok dengan anggota kelompok masing-masing 4-5 siswa.

(9)

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok 1. Guru mengawasi jalannya

diskusi setiap kelompok.

2. Guru membimbing setiap kelompok saat berdiskusi dan bekerjasama dengan anggota

kelompoknya dalam

menyelesaikan LKS.

3. Guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi agar siswa dapat menyelesaikan masalah pada LKS.

1. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir (think) dalam menyelesaikan LKS secara individu.

2. Guru meminta siswa untuk berpasangan (pair) dengan anggota kelompoknya dalam rangka untuk mendiskusikan hasil yang diperoleh masing-masing siswa.

3. Guru membimbing atau mengarahkan siswa untuk berbagi (share) dengan kelompok berpasangan lainnya.

Langkah-langkah PBL dengan strategi TPS dan PBL dalam pelaksanaanya di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung sebagai berikut:

Tabel 2.3 Langkah-langkah PBL dengan strategi TPS dan PBL

PBL dengan strategi TPS PBL

Pendahuluan 1. Guru mengucapkan salam dan

meminta salah satu siswa memimpin doa.

2. Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan media pembelajaran.

3. Guru menginformasikan cara belajar yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran dan materi yang akan dipelajari.

4. Guru menyampaikan apersepsi

1. Guru mengucapkan salam dan meminta salah satu siswa memimpin doa.

2. Guru mengecek kehadiran siswa dan menyiapkan media pembelajaran.

3. Guru menginformasikan cara belajar yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran dan materi yang akan dipelajari.

(10)

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2. Guru menyampaikan motivasi 3. Guru menampilkan gambar

untuk diamati siswa.

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok dengan anggota kelompok masing-masing 2 siswa.

2. Guru membagikan LKS.

3. Guru membantu siswa mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKS yang akan diberikan

Tahap 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

1. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir (think) dalam menyelesaikan LKS secara Individu.

2. Guru meminta siswa untuk berpasangan (pair) dengan anggota kelompoknya dalam rangka untuk mendiskusikan hasil yang diperoleh masing-masing siswa.

3. Guru membimbing atau mengarahkan siswa untuk berbagi (share) dengan kelompok berpasangan lainnya. 2. Guru memberikan kesempatan

kepada siswa lain untuk berpatisipasi aktif menanggapi hasil diskusi yang sedang di presentasikan.

Tahap 5: Menganalisis dan

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Guru menyampaikan motivasi. 3. Guru menampilkan gambar untuk

diamati siswa.

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok dengan anggota kelompok masing-masing 4–5 siswa.

2. Guru membagikan LKS.

3. Guru membantu siswa mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKS yang akan diberikan.

Tahap 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

1. Guru mengawasi jalannya diskusi setiap kelompok.

2. Guru membimbing siswa saat berdiskusi dan bekerjasama dengan anggota kelompoknya dalam menyelesaikan LKS.

3. Guru membantu siswa mengumpulkan informasi mengenai materi luas permukaan kubus dan balok, agar siswa dapat menyelesaikan masalah pada LKS.

2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk berpatisipasi aktif menanggapi hasil diskusi yang sedang di presentasikan.

(11)

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

1. Guru dan siswa membahas bersama setiap pendapat yang telah dikemukakan siswa dan melakukan evaluasi dari hasil presentasi.

2. Guru dan siswa bersama-sama

menyimpulkan hasil

pembelajaran yang diperoleh. 3. Guru memperhatikan dan

meluruskan kesimpulan yang disampaikan siswa didepan kelas.

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

1. Guru dan siswa membahas bersama setiap pendapat yang telah dikemukakan siswa dan melakukan evaluasi dari hasil presentasi.

2. Guru dan siswa bersama-sama

menyimpulkan hasil

pembelajaran yang diperoleh. 3. Guru memperhatikan dan

meluruskan kesimpulan yang disampaikan siswa didepan kelas. 4. Guru memberi salam penutup.

1. Guru meminta siswa 4. Guru memberi salam penutup.

Penerapan PBL memiliki kelebihan selama proses pembelajaran berlangsung. Salah satunya melalui penerapan PBL dapat membuat pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih bemakna. Hal itu dikarenakan siswa diberi permasalahan dalam konteks dunia nyata dan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dengan menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dalam bentuk diskusi kelompok. Pembentukan diskusi kelompok secara heterogen sehingga dalam satu kelompok terbagi menjadi beberapa siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda.

(12)

menyelesaikan masalah yang diberikan secara individu. Maka siswa tersebut tidak dapat mengoptimalkan kemampuannya. Siswa lebih mudah melepas diri dari keterlibatan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Selanjutnya, sebagian anggota mengandalkan salah satu anggota kelompoknya yang dianggap memiliki kemampuan yang lebih tinggi.

Untuk dapat mengatasi hal tersebut, maka PBL dipadukan dengan strategi TPS yaitu strategi pembelajaran yang digunakan untuk mempengaruhi pola diskusi dalam kelas. Dimulai dari siswa berpikir (think), berpasangan (pair), dan berbagi (share). Melalui strategi TPS akan lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menuangkan ide-idenya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dan mengoptimalkan kemampuannya. Bahkan, dalam proses pembelajaran dengan menggunakan strategi TPS semua siswa terlibat aktif.

(13)

menyelesaikan masalah yang diberikan dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaanya.

Oleh karena itu, siswa akan lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran karena semua siswa harus terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Melalui perpaduanPBLdengan strategi TPS juga lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memperbanyak pengetahuannya dengan saling berdiskusi dengan pasangannya (pair) dan berbagi (share) dengan keseluruhan kelompok dalam satu kelas sehingga kemampuan siswa dapat dioptimalkan. Selanjutnya, dalam pembelajaran siswa diharapkan dapat saling membantu satu sama lain dalam menyelesaikan masalah. Setiap siswa belajar lebih banyak mengatasi masalah bersama dan memiliki pengalaman dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.

Oleh karena itu, diduga dengan menggunakan perpaduan PBL dengan strategi TPS dapat megoptimalkan kemampuan siswa menjadi lebih baik dibandingkan dengan menggunakan PBL.

4. Koneksi matematis

(14)

baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Bruner (dalam Kartika, 2004:2) menyatakan dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Begitu pula dengan yang lainnya, misalnya dalil dengan dalil, antara teori dengan teori, antara topik dengan topik, ataupun antara cabang matematika dengan cabang matematika yang lain. Oleh karena itu agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika, maka harus banyak diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan itu.

Koneksi matematis terilhami karena ilmu matematika tidaklah terpartisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika merupakan satu kesatuan. Selain itu matematika juga tidak bisa terpisah dari ilmu selain matematika dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Tanpa koneksi matematis maka siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah.

Sedangkan tujuan mengapa siswa perlu mempunyai kemampuan koneksi matematis menurut NCTM (2000) yaitu:

a. Memperluas wawasan pengetahuan siswa.

(15)

b. Memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan materi yang berdiri sendiri.

c. Menyatakan relevansi dan manfaat baik disekolah maupun di luar sekolah.

Mousley (2004) dalam penelitiannya menyebutkan tiga cara yang dapat diterapkan untuk membuat koneksi matematika yaitu:

a. Koneksi antara pengetahuan matematika baru dengan pengetahuan matematika yang sudah ada sebelumnya

b. Koneksi antar konsep-konsep matematika

Koneksi antara matematika dengan kehidupan sehari-hari

Menurut NCTM (2000:64) indikator kemampuan koneksi matematis diantaranya:

a. Mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika.

(16)

b. Memahami keterkaitan ide-ide matematika dan membentuk ide satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu keterkaitan yang menyeluruh.

Pada tahap ini, siswa mampu melihat struktur matematika yang sama dalam setting yang berbeda. Melalui tahap ini, diharapkan terjadi peningkatan pemahaman tentang hubungan antar satu konsep dengan konsep lainnya.

c. Mengenali dan mengaplikasikan matematika baik dalam matematika dan lingkungandi luar matematika.

(17)

sehari-hari, sehingga dua hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk terus belajar matematika.

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengaitkan atau menghubungkan matematika baik antar topik dalam matematika maupun di luar matematika. Adapun indikator kemampuan koneksi matematis yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model

matematika.

Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu mengkoneksikan antara masalah pada kehidupan sehari-hari dengan matematika.

b. Menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban.

Pada aspek ini, diharapkan siswa mampu menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban guna memahami keterkaitan antar konsep matematika yang akan digunakan.

c. Menuliskan hubungan antar obyek dan konsep matematika

(18)

Dari ketiga aspek di atas, pengukuran koneksi matematis siswa dilakukan dengan indikator-indikator yaitu: Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika, menuliskan konsep matematika yang mendasari jawaban, dan menuliskan hubungan antar obyek dan konsep matematika.

5. Kerjasama

Kerjasama adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama adalah salah satu asas didaktik, yaitu salah satu unsur karakter yang dibangun melalui proses pendidikan. Lawan dari kata kerjasama adalah persaingan. Jean D Grambs berpendapat bahwa dalam pengajaran disekolah-sekolah yang demokratis baik kerjasama maupun persaingan sama pentingnya. Hanya tidak berarti persaingan antar kelompok. Tujuan persaingan disini bukan untuk memperoleh hadiah atau kenaikan tingkat, tetapi untuk mencapai hasil yang lebih tinggi atau pemecahan masalah yang dihadapi. (Nasution, 2000:110). Menurut Johnson (2006: 164) kerjasama dapat menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan lebih mungkin untuk menemukan kekuatan diri dalam belajar.

(19)

kerjasama secara kelompok, maka akan mengarah pada efisiensi dan efektifitas yang lebih baik.

(20)

Kerjasama adalah sesuatu yang alami yang dapat membuat kelompok maju menjadi lebih baik, setiap bagian kelompok saling berhubungan sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang dipunyai seseorang akan menjadi output bagi yang lain, dan output ini akan menjadi input bagi yang lainnya lagi. Jika setiap individu yang berbeda membangun hubungan dengan cara seperti ini, mereka membentuk suatu kesatuan sistem yang jauh lebih mumpuni dibandingkan jika seseorang bekerja sendirian. Sinergi seperti ini terbentuk dari suasana persahabatan, saling menghargai, kesabaran, dan kepercayaan. Kerjasama yang erat dalam suasana yang demikian tidaklah terjadi begitu saja, tetapi harus diusahakan. Kerjasama yang erat lahir terutama dari komunikasi yang kuat diantara para anggota kelompok.

Bentuk komunikasi paling efektif yang dapat dialami dalam sebuah kelompok adalah strategi konvensional yang dikenal sebagai “dialog”.

“dialog adalah dasar bagi belajar bekerjasama” (Brooks & Brooks, h. 109.

14

(21)

bersatu dalam pencarian makna, para anggota kelompok berjuang untuk melampaui keterbatasan dari pemikiran pribadi, latar belakang pendidikan, dan perangai mereka.

Menurut Johnson (2006: 164) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kerjasama yaitu:

a. Menghargai pendapat orang lain

Ketika bekerjasama kadang kita tidak bermaksud untuk merendahkan pendapat orang lain. Namun, tanpa sadar kita memotong pembicaraan orang lain. Dalam bekerjasama sangat sering terjadi perbedaan pendapat sehingga harus saling menghargai pendapat orang lain.

b. Bertindak mandiri dan dengan penuh tanggung jawab

Siswa melaksanakan masing-masing tugasnya dengan baik sesuai dengan pembagian kerja di masing-masing kelompok tanpa harus diperintah c. Mengeluarkan pendapat

(22)

d. Kemampuan mengambil keputusan

Kemampuan mengambil keputusan dipengaruhi oleh respon siswa terhadap apa yang ada dan terjadi disekitar kita untuk dijadikan bahan kajian.

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kerjasama adalah kegiatan yang dikerjakan secara bersama-sama demi memperoleh suatu manfaat yang juga bisa dirasakan secara bersama-sama.

Adapun indikator kerjasama siswa yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1) Membantu anggota kelompok yang mengalami kesulitan

2) Membantu memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai kesepakatan.

3) Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok 4) Menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya 5) Berada dalam kelompok kerja saat pembelajaran berlangsung.

B.Penelitian Relevan

(23)

baik dan siswa yang berkemampuan matematika rendah memenuhi dua indikator koneksi matematis dengan baik. Persamaan dengan penelitian ini adalah karena pada penelitian ini juga meneliti tentang kemampuan koneksi matematis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah karena penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis dalam menyelesaikan masalah kontekstual, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk menguji pengaruh pembelajaran PBL dengan strategi TPS terhadap kemampuan koneksi matematis dan kerjasama siswa.

Permana dan Sumarmo (2007) dengan subyek siswa SMA melalui penelitian kuantitatif menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa melalui PBL lebih baik dibandingkan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran biasa, kemampuan koneksi matematis siswa tergolong kualifikasi cukup. Persamaan dengan penelitian ini adalah karena pada penelitian ini juga meneliti tentang pengaruh PBL terhadap kemampuan koneksi matematis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah karena pada penelitian ini hanya menggunakan PBL sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan PBL dengan strategi TPS, dan perbedaan selanjutnya penelitian dilakukan pada siswa SMA sedangkan penelitian akan dilakukan pada siswa SMP.

(24)

dengan penelitian ini adalah karena penelitian ini juga meneliti tentang TPS. Perbedaannya adalah pada penelitian ini menggunakan TPS untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh PBL dengan strategi TPS terhadap kemampuan koneksi matematis dan kerjasama siswa.

Penelitian yang dilakukan Nurnawati (2012) yang menyatakan bahwa TPS mampu meningkatkan kerjasama siswa dalam pembelajaran di kelas. Persamaan dengan penelitian ini adalah karena penelitian ini juga meneliti tentang TPS dan kerjasama. Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah karena pada penelitian ini TPS sebagai pembelajaran utama untuk meningkatkan kerjasama siswa, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan PBL dengan strategi TPS yang akan diujikan pengaruhnya terhadap kemampuan koneksi matematis dan kerjasama siswa

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa melalui perpaduan PBL dengan strategi TPS mampu berdampak positif terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah dengan strategi think pair share (TPS) terhadap kemampuan koneksi matematis siswa dan kerjasama siswa.

C.Kerangka Pikir

(25)

sangat penting dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, pendidik harus mampu menciptakan suasana pembelajaran matematika yang lebih bermakna. Menurut Bruner (Trianto, 2010:79) dalam pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa, jika siswa mampu memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Materi dalam pembelajaran matematika saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam matematika, tetapi terdapat juga keterkaitan di luar matematika (NCTM, 2000). Kemampuan untuk mengaitkan antar topik dalam matematika maupun di luar matematika merupakan kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis perlu dimiliki siswa, hal itu dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan koneksi matematis akan lebih memahami konsep matematika dan lebih baik dalam memecahkan masalah matematika.

Namun, sebagian siswa tidak menyadari pentingnya kemampuan koneksi matematis. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas diharapkan guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih bermakna dan mampu dalam mempengaruhi kemampuan koneksi matematis siswa. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum 2013.

(26)

memecahkan masalah siswa menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk menemukan konsep baru, sehingga siswa akan belajar mengenali dan menerapkan keterkaitan antar ide-ide dalam matematika. Oleh karena itu, PBL mampu berdampak positif terhadap kemampuan koneksi matematis.

Untuk dapat mengoptimalkan kemampuan koneksi matematis siswa makaPBL dipadukan dengan strategi TPS. Strategi TPS merupakan strategi pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam diskusi (Arend, 2008). Strategi TPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan jawabannya dalam memecahkan masalah secara individu maupun kelompok dan saling membantu satu sama lain (Majid, 2013). Strategi TPS memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berpikir dalam menuangkan ide-ide matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Strategi TPS juga merupakan salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dan kerjasama siswa hal itu dikarenakan dalam tahapan pembelajaran TPS dimulai dari siswa think (berpikir) secara individu, pair (berpasangan) untuk mendiskusikan hasil pekerjaan masing-masing dan share (berbagi) dengan keseluruhan anggota kelompok berpasangan lainnya.

(27)

nyata baik secara individu maupun kelompok. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui PBL dengan strategi TPS dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan koneksi matematis dan kerjasama siswa menjadi lebih baik.

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai hipotesis untuk tujuan penelitian yang ke-tiga dan keempat: 1. Capaian kemampuan koneksi matematis siswa yang mengikutiPBL dengan

strategi TPS lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti PBL. 2. Capaian kerjasama siswa yang mengikuti PBL dengan strategi TPS lebih

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah PBL dengan strategi TPS
Tabel 2.3 Langkah-langkah PBL dengan strategi TPS dan  PBL
Guru menampilkan gambar untuk diamati siswa.

Referensi

Dokumen terkait

onFocus Dibangkitkan bila sebuah elemen form menerima focus masukan; yaitu bila pengguna mengklik elemen form tersebut atau menekan tombol <tab> sehingga

Skripsi berjudul “Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis, dan Interaksi Obat Resep Racikan untuk Pasien Pediatri Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli 2007” ini ditulis

Peralatan memory juga menjadi faktor penting jika perlengkapan mobile hanya memiliki kapasitas memory yang kecil.Dengan berbagai macam peralatan mobile, dari

Penerapan pengolahan citra (image processing) bertujuan untuk memperoleh data yang memberikan perintah kepada robot melalui mikrokontroler.. Mikrokontroler akan

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah dikaruniai kemampuan dalam mengerjakan skripsi saya yang berjudul " Pemetaan Mikrozonasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) pengaruh faktor harga terhadap keputusan pembelian Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. 2) Pengaruh faktor ketahanan terhadap

As with earlier infrastructural tech- nologies, IT provided forward-looking companies many opportunities for com- petitive advantage early in its buildout, when it could still

yang mengalami kesulitan belajar. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode tes yang terdiri dari tes awal dan tes diagnostik, serta wawancara. Tes