• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya anti-inflamasi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii hook. F. pada mencit putih betina - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Daya anti-inflamasi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii hook. F. pada mencit putih betina - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA ANTI–INFLAMASI EKSTRAK ETANOLIK AKAR

Tripterygium wilfordii Hook. F. PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Caecilia Ratna Tri Wijayanti NIM : 048114049

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

DAYA ANTI–INFLAMASI EKSTRAK ETANOLIK AKAR

Tripterygium wilfordii Hook. F. PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Caecilia Ratna Tri Wijayanti NIM : 048114049

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

You have to endure caterpillars if you want to see butterflies (Antoine De Saint)

There is no success without sacrifice Great success always calls for great sacrifice Even failure can become an important ingredient to success Failure just means that you have not yet succeeded

Success is doing something good When you can, where you can, while you can It’s better to attempt to do something great and fail,

than attempt to do nothing and succeed Success is not necessarily reaching your goal- but reaching the maximum possibilities in light of the opportunities that come your way

Success is never ending, because success is like the process of seed planting Every creative contribution like a seed planted may bear fruit Success finally is not what you have it is not what you do;

it is who you are, and what you want to become of yourself (Felix Lugo)

“Thanks to Jesus Christ”

kupersembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan baktiku

teruntuk bapak dan ibuk yang senantiasa menyayangi, mendoakan, memberi dukungan kepadaku

kedua kakakku dan mas Yoseph atas dukungan, kasih sayang dan perhatiannya

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga atas kasih, karunia dan penyertaan-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Daya Anti-Inflamasi Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. Pada Mencit Putih Betina” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu menghadapi setiap kesulitan yang ditemui. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, masukan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

(8)

5. IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi atas bantuan dan kerja samanya dalam penyediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. yang digunakan dalam penelitian ini.

6. Romo Sunu atas bantuannya dalam menganalisis data sehingga penulis memperoleh gambaran mengenai bagaimana mengolah data hasil penelitian. 7. Mas Heru, Mas Parjiman dan Mas Kayat yang telah memberikan bantuan

berupa penyediaan mencit dan peralatan yang penulis butuhkan selama penelitian serta memberikan keceriaan selama penelitian dengan canda tawa dan obrolannya.

8. Staf pengajar dan segenap dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

9. Bapak Antonius Tumiyo dan Ibu Maria Theresia Sumilah yang telah mendidik, membesarkan, dan memberikan dukungan baik moral maupun material serta tak henti-hentinya berdoa dan memberikan semangat kepada penulis untuk tetap tegar dalam menghadapi segala cobaan dan tantangan. 10.Mas Heri dan Mas Nolly, kedua kakak ipar (Mbak Ning dan Mbak Santi),

keponakan tersayang Farrel, nenek, budhe, bulik, om, sepupu dan keponakan-keponakan penulis (Ogik dan Dio) atas perhatian, kasih sayang, serta dukungan yang diberikan kepada penulis.

11.Yoseph Harjanto beserta keluarga terima kasih atas semua doa, dukungan, cinta dan perhatian serta bantuan yang dengan tulus diberikan kepada penulis. 12.Teman-teman seperjuangan Keke, Ratna Puspita, Avi atas kerja samanya

(9)

13.Teman-teman dekat, Keke, Angel dan Dika yang telah memberikan semangat, motivasi dan keceriaan di saat suka maupun duka.

14.Teman-teman kost ”Wisma Mawar”, Anas, Anna, Ani, Cicil, Rita, Krisna, Putri, Tina, yang dengan canda tawa dan obrolannya mampu menghibur penulis saat sedang susah dan memberi motivasi kepada penulis.

15.Teman-teman FKK ’04 dan teman-teman kelas B, Ika Sindu, Heti, Nina, Dipta, Andri, Rissa, Nur, Anna, Siska, Atin, Wida, Ari, Erline, Yudi, Budi, Indah, Maduma yang sama-sama berjuang di Farmasi. Terima kasih karena penulis diberi kesempatan untuk mengenal kalian semua.

16.Teman-teman KKN di Pedukuhan Plumutan, Bambanglipuro (Soni, Dita, Pauline, Lala, Metta, Ferani, Atik, Yohan, An). Terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

17. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik moral maupun material yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan bagi semua orang.

(10)
(11)

INTISARI

Tripterygium wilfordii Hook. F. telah digunakan dalam pengobatan tradisional Cina untuk mengobati demam, kedinginan, udema dan bisul, rheumatoid arthritis, hepatitis kronik, nefritis kronik, dan beberapa penyakit kulit. Senyawa bioaktif yang berperan sebagai anti-inflamasi yaitu triptolide dan tripdiolide. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran daya anti-inflamasi dan mengetahui besarnya persentase dan potensi relatif serta kisaran dosis dari ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam menghambat udema.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subyek uji adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Lima puluh ekor mencit dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Kelompok I-IV merupakan kelompok kontrol, sedangkan kelompok V-X diberi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dengan dosis berturut-turut 3,37; 10,11; 30,35; 91; 273 dan 819 mg/kg BB. Sembilan puluh menit kemudian diinjeksi subplantar dengan karagenin 1% pada kaki kiri bagian belakang. Setelah 3 jam hewan uji dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusinya, dilanjutkan analisis varian pola satu arah dan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antarkelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. tidak memiliki daya anti-inflamasi. Persentase penurunan bobot udema berturut-turut sebesar 32,28%; 21,80%; dan 14,85%. Potensi relatif penurunan bobot udema secara berturut-turut adalah 46,49%; 31,39%; dan 21,39%. Kisaran dosis yang memiliki kemampuan menurunkan bobot udema yaitu pada dosis 3,37 dan antara 30,35 sampai 91 mg/kg BB.

(12)

ABSTRACT

Tripterygium wilfordii Hook. F. have been used in traditional Chinese medicine to treat fever, chills, edema and carbuncles, rheumatoid arthritis, chronic hepatitis, chronic nephritis, and several skin disorders. Active compound that contributing as anti-inflammatory agent are triptolide and tripdiolide. The goal of this research is to prove the truth of anti-inflammation effect and to know the amount of percentage and relative potency of anti-inflammation effect and also range of dosage of etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root in preventing oedema.

This research is experimental research with randomized controlled design. The subject of this experiment was Switzerland white female mice whose age 2-3 months and its weight is 20-30 gram. Fifty mice were divided into ten groups. Group I to group IV were as control group, whereas group V to group X were given etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root with dosage 3.37; 10.11; 30.35; 91; 273 dan 819 mg/kg BW. Successively ninety minutes later, those mice’s left legs were injected with karagenin 1%. Then, 3 hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data about oedema weight was analyzed with Kolmogorov-Smirnov to see its distribution. After that, this research was continued with ANOVA then followed with Scheffe test.

The result of the analysis shows that etanolic extract of Tripterygium wilfordii Hook. F. root did not have anti-inflammation effect. The percentage of edema weight reducing in dosage 3.37; 30.35 and 91 mg/kg BW was 32.28 %; 21.80 % and 14.85 %. Relative potency of edema weight reducing was successively 46.49 % ; 31.39 % and 21.39 %;. Range of dosage which has an ability to reduce edema was on the dosage 3.37 and between 30.35 up to 91 mg/kg BW.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...…… HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. HALAMAN PENGESAHAN ………. HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. PRAKATA ……….. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...……….... INTISARI ………….………...

ABSTRACT ………...………...

DAFTAR ISI ...……… DAFTAR TABEL ..………. DAFTAR GAMBAR ….………...……….. DAFTAR LAMPIRAN ..………. BAB. I PENGANTAR .………...

A. Latar Belakang ……….………...

1. Permasalahan ……….………..

2. Keaslian penelitian ……….……….. 3. Manfaat penelitian .……….……….. B. Tujuan Penelitian ……….………...

(14)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …….………... A. Tripterygium wilfordii Hook. F. ………….………... 1. Klasifikasi umum ………...

2. Nama ………

3. Morfologi tanaman ……….. 4. Kandungan kimia …..………... 5. Kegunaan ………...

6. Mediator-mediator ………... D. Obat Anti-inflamasi ..………...

(15)

3. Uji radang selaput dada ...………... 4. Tes kantong granuloma……….

G. Landasan Teori……….

H. Hipotesis………...

BAB III. METODE PENELITIAN ……….………... A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………. B. Variabel dan Definisi Operasional………...

1. Variabel penelitian …..………... 2. Definisi Operasional………... C. Bahan penelitian ...…...………... D. Alat Penelitian ...………...………... E. Tata Cara Penelitian ..……….. 1. Penyiapan hewan uji ………...…...………... 2. Pembuatan bahan uji………..…..………. 3. Perhitungan dan penetapan dosis ………. 4. Uji pendahuluan ….………...………... 5. Perlakuan hewan uji ...………... 6. Perhitungan persentase daya anti-inflamasi ………... 7. Perhitungan potensi relatif daya anti-inflamasi ...

F. Analisis Hasil ………..

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………...……….... A. Hasil Uji Pendahuluan ...……….

(16)

1. Hasil uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki 2. Hasil uji pendahuluan penetapan selang waktu pemberian

Natrium diklofenak ... B. Hasil Uji Daya Anti-inflamasi pada Mencit ...…..……….. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …….………

A. Kesimpulan ..………

B. Saran ...……….

DAFTAR PUSTAKA ...……….. LAMPIRAN ………...………. BIOGRAFI PENULIS ……….

48

(17)

DAFTAR TABEL

I. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki..……... II. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi data bobot udema kaki

mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki ……… III. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah data bobot udema kaki mencit

akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki……….….………... IV. Rangkuman hasil uji Scheffe data bobot udema kaki mencit akibat

injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki……….……..……… V. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1%

subplantar setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu……….... VI. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi data bobot udema kaki

mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu ………... VII. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah data bobot udema kaki mencit

akibat injeksi karagenin 1% subplatar setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu...………..

Hal

48

49

50

50

54

55

(18)

VIII.Rangkuman hasil uji Scheffe data bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu..….……… IX. Rata-rata bobot udema telapak kaki mencit akibat karagenin 1%

subplantar pada kelompok kontrol dan perlakuan...….……... X. Rata-rata persentase daya anti-inflamasi pada kelompok kontrol dan

perlakuan………...……… XI. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi daya anti-inflamasi

kelompok kontrol dan perlakuan ... XII. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah daya anti-inflamasi kelompok

kontrol dan perlakuan……… XIII.Rangkuman hasil uji Scheffe daya anti-inflamasi kelompok kontrol dan perlakuan………... XIV.Potensi relatif ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F

terhadap Natrium diklofenak ..………...

56

59

61

63

64

65

(19)

Gambar 1.

(20)

Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13.

Gambar 14.

Tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F……….. Ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F ……... Suspensi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F dalam CMC-Na ………... Neraca analitik Mettler Toledo AB 204 ...

77 78

(21)

Lampiran 1.

Foto tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F...……… Foto ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F ... Foto suspensi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F dalam CMC-Na ... Foto neraca analitik Mettler Toledo AB 204 ... Surat pernyataan proses pembuatan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dari IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi ... Perhitungan konsentrasi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. ... Skema kerja uji pendahuluan penetapan selang waktu

pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% ... Hasil dan Analisis Hasil Uji Pendahuluan Waktu Pemotongan

Kaki Setelah Injeksi Karagenin 1% ... Skema kerja uji pendahuluan waktu pemberian Natrium diklofenak dosis efektif (4,48 mg/kg BB) ...

Hasil dan Analsiis Hasil Uji Pendahuluan Waktu Pemberian Natrium diklofenak Dosis Efektif (4,48 Mg/Kg BB) ... Skema kerja perlakuan hewan uji ...

(22)

Lampiran 12.

Lampiran 13.

Lampiran 14.

Lampiran 15.

Hasil Bobot Udema Kaki Mencit Akibat Pemberian Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam Enam Peringkat Dosis Dan Kontrol ... Hasil Perhitungan Dan Analisis Persentase (%) Daya Anti-Inflamasi Kontrol Positif Natrium diklofenak dan Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dikurangi Pelarutnya (Aquadest dan CMC-Na) ... Hasil Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. terhadap Natrium diklofenak ………. Surat pernyataan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dari IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi ...

95

102

109

(23)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Saat ini dengan kembali maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature) membuat kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia semakin meningkat (Wijayakusuma, 2007). Bahkan sampai saat ini menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman (Radji, 2005). Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui World Health Assembly telah merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk obat-obat bahan alam dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (Anonim, 2007a).

(24)

herbal terstandar, dan fitofarmaka (Anonim, 2008a). Pada umumnya masyarakat Indonesia menggunakan obat bahan alam berdasarkan bukti empiris secara turun-temurun namun belum dibuktikan secara ilmiah. Dalam upaya membuktikan adanya manfaat klinik, khasiat dan keamanan obat tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dapat dilakukan melalui serangkaian uji, antara lain uji praklinik (uji farmakodinamika dan toksisitas) dengan bahan baku terstandar agar berubah menjadi obat herbal terstandar dan uji klinis pada manusia sehingga nantinya obat tradisional tersebut dapat berkembang menjadi fitofarmaka sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi obat tradisional tersebut dengan aman dan terjamin mutunya.

Berdasarkan uraian di atas maka IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi, suatu industri obat tradisional, bekerja sama dengan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma untuk melakukan uji praklinik suatu sediaan bahan alami. Uji praklinik ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai efikasi dan keamanan sediaan bahan alami tersebut dan nantinya produk yang diluncurkan memiliki standar mutu dan keamanan yang lebih meningkat sehingga memiliki tingkat kepercayaan yang sama tingginya dengan obat non-herbal.

(25)

Tripterygium wilfordii Hook. F. telah digunakan dalam pengobatan tradisional Cina selama lebih dari 2000 tahun untuk mengobati demam, kedinginan, udema dan radang di bawah kulit atau bisul (Anonim, 2007b). Lebih dari 300 senyawa yang berasal dari genus Tripterygium telah diidentifikasi dan beberapa diantaranya telah dievaluasi aktivitas biologinya. Keseluruhan aktivitas ekstrak berdasarkan interaksi antar komponen-komponennya (Brinker, Jun Ma, Lipsky dan Raskin, 2006). Suatu penelitian menyebutkan bahwa ekstrak etanol/etil asetat dari akar Tripterygium wilfordii Hook. F. mampu berikatan dengan reseptor glukokortikoid (Lipsky, Tao dan Cai, 1997). Pada penelitian tersebut ekstraksi akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dilakukan dalam dua tahap, yaitu ekstraksi dengan etanol dilanjutkan dengan etil asetat. Ekstrak etil asetat tersebut terbukti memiliki daya anti-inflamasi. Kandungan kimia dari Tripterygium wilfordii Hook. F. yang berperan sebagai anti-inflamasi tersebut adalah triptolide dan tripdiolide (Evans, 2002). Penelitian ini menggunakan akar Tripterygium wilfordii Hook. F. yang hanya diekstraksi dengan etanol tanpa ekstraksi lanjut dengan etil asetat. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya anti-inflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak etanol akar Tripterygium wilfordii Hook. F tersebut.

(26)

farmakologi) dari tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F sebagai anti-inflamasi agar dapat dikombinasikan dengan bahan lain dan nantinya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk ini.

1. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang muncul antara lain adalah sebagai berikut : a. Apakah ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. memiliki daya

anti-inflamasi ?

b. Berapa persentase daya anti-inflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.?

c. Berapa persentase potensi relatif daya anti-inflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.?

d. Berapa kisaran dosis ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. yang memiliki daya anti-inflamasi?

2. Keaslian penelitian

(27)

dan kemanjuran dari ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. pada pasien rheumatoid arthritis. Ekstrak etanol-etil asetat akar Tripterygium wilfordii Hook. F. memperlihatkan manfaat terapetik bagi pasien rheumatoid arthritis. Pada dosis terapetik (180 mg/hari dan 360 mg/hari) ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. dapat ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar pasien. Penelitian mengenai Karakterisasi Imunokimia dari Komponen Tripterygium wilfordii Hook. F. yang memiliki peran sebagai Anti-Inflamasi (Wong, Chan, Leung-Chan, Tam, Yang dan Fan, 2007). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menggambarkan gugus fungsi dari triptolide yang memiliki kemampuan dalam menghambat respon inflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugus C-14 β-hydroxyl dan γ-butyrolactone dari molekul triptolide merupakan bagian terpenting yang berperan sebagai anti-inflamasi dan sitotoksisitas serta bertanggungjawab dalam aktivitas antiproliferative. Namun, penelitian daya anti-inflamasi ekstrak etanolik batang Tripterygium wilfordii Hook. F. pada mencit putih betina dengan metode radang telapak kaki oleh Langford, Holmes dan Emele (1972) yang telah dimodifikasi sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

(28)

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi yang berguna bagi masyarakat tentang khasiat dari ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. sebagai anti-inflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti mengenai khasiat anti-inflamasi dari ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. secara in vivo.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus antara lain untuk :

a. Mengetahui apakah ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. memiliki daya anti-inflamasi atau tidak.

b. Mengetahui besarnya persentase daya anti-inflamasi yang dimiliki ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam menghambat terjadinya inflamasi.

c. Mengetahui besarnya persentase potensi relatif daya anti-inflamasi yang dimiliki ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam menghambat terjadinya inflamasi.

(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tripterygium wilfordii Hook. F. 1. Klasifikasi umum

Tripterygium wilfordii Hook. F. diklasifikasikan ke dalam familia Celastraceae, genus Tripterygium, dan spesies Tripterygium wilfordii Hook. F. (Anonim, 2007b).

2. Nama

Sinonim :

Lei Gong Teng (Cina), tripterygium (Inggris), Tripterygium wilfordii Hook. F. (nama botani), Radix Tripterygium wilfordii (nama farmasetikal), “thunder god vine” (Chen, 2004).

3. Morfologi tanaman

(30)

sekitar 15 cm. Akarnya merupakan bagian dari tanaman yang berkhasiat obat dan biasanya dipanen pada musim gugur (Chen, 2004).

4. Kandungan kimia

Tripterygium wilfordii Hook. F. mengandung alkaloid (wilfordine, wilforine, wilforidine, wilforgine, wilfortrine, wilforzine, wilformine, wilfornine,

euonine, celacinnine, celafurine, celabenzine, neowilforine, regilidine) dan terpenoid (triptolide T13, tripdiolide, tripterolide, triptonide, triptolidenol T9, hypolide, triptonoterpenol, triptophenolide methylether, neotriptophenolide,

isotriptophenolide, isoneotriptophenolide, triptonoterpene, triptonoterpene

methylether, tripdioltonide, tripdiolide T8, triptriolide T11, triptolide T10,

wilforlide AT1, triptotriterpenoidal lactone A, wilforlide B, triptotriterpenic acid

AT3, triptotriterpenic acid BT2, triptoterpenic acid CT28, selaspermic acid,

wilfornide, triptofordin A,B,C-1,C-2, D) (Chen, 2004). 5. Kegunaan

(31)

O O

H

H

OH O

O O

Gambar 1. Struktur triptolide (Evans, 2002)

O O

HO

H

OH O

O O

Gambar 2. Struktur tripdiolide(Evans, 2002)

Suatu penelitian (Lipsky dkk., 1997) menyebutkan bahwa hasil ekstrak etanol-etil asetat akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dapat berikatan dengan reseptor glukokortikoid. Secara bersamaan juga menghambat induksi terbentuknya siklooksigenase-2 dan proses inflamasi seperti produksi prostaglandin E2. Komponen dari ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. yang

berperan sebagai inhibitor efektif dalam mekanisme tersebut adalah triptolide dan tripdiolide.

6. Toksisitas

(32)

bentuk kering yang telah disimpan selama beberapa tahun. Tanda-tanda toksik meliputi iritasi lokal saluran gastrointestinal, kerusakan sistem saraf pusat, pendarahan dan nekrosis dalam organ. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa LD50 dari Tripterygium wilfordii Hook. F. pada mencit ditemukan pada dosis

159,7±14,3 mg/kg (Lipsky dkk., 1997). Overdosis penggunaan Tripterygium wilfordii Hook. F. dapat menyebabkan pendarahan lambung, usus, hati dan paru-paru. Gejala-gejala lainnya meliputi pusing, mulut kering, palpitasi, nekrosis membran mukosa dan menstruasi tidak teratur (Chen, 2004).

B. Ekstraksi

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas (Anonim, 1986).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979).

(33)

kandungan yang diinginkan (Anonim, 2000). Cairan penyari yang biasanya digunakan antara lain air, eter, atau campuran etanolik dan air. Penyarian simplisia dengan air dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian campuran etanolik dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan perkolasi (Anonim, 1979 ).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) (Anonim, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Anonim, 1986).

(34)

C. Inflamasi 1. Definisi

Inflamasi adalah suatu respon terhadap stimulus yang berbahaya (Burke, Smyth dan FitzGerald, 2006). Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup, ada suatu respon yang menyolok pada jaringan-jaringan hidup di sekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan peradangan. Yang lebih khusus, peradangan adalah suatu reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1984).

2. Penyebab

Peristiwa inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai macam agen noksius (Burke dkk., 2006). Bermacam-macam stimulus eksogen dan endogen dapat menyebabkan luka pada sel. Pada jaringan vaskular, stimulus tersebut juga merangsang respon host (Kumar, Abbas dan Fausto, 2005). Agen-agen tersebut dapat berupa agen fisik (seperti panas atau dingin), kimiawi (seperti konsentrat asam atau basa atau bahan kimia lainnya), atau mikrobiologi (seperti bakteri atau virus) (Crowley, 2001).

3. Klasifikasi

(35)

disebabkan oleh rangsangan yang berlangsung sesaat/mendadak (akut) (Sander, 2003). Hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis (Furst dan Munster, 2001). Sedangkan fase subakut ditandai oleh infiltrasi sel leukosit dan fagosit (Burke dkk., 2006).

Radang kronis disebabkan oleh jejas atau injury yang berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari radang akut (Sander, 2003). Pada fase proliferasi kronik terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis (Burke dkk., 2006). Disebut juga radang proliferatif karena selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast (jaringan ikat) (Sander, 2003). Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Furst dan Munster, 2001).

4. Gejala

Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah calor, rubor, tumor, dolor dan functio laesa (Wilmana, 1995).

a. Calor

(36)

disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena daripada yang disalurkan ke daerah yang normal (Price dan Wilson, 1984).

b. Rubor

Yaitu warna kemerahan pada daerah peradangan akibat vasodilatasi (Sander, 2003). Peningkatan panas dan kemerahan jaringan yang mengalami inflamasi disebabkan oleh dilatasi kapiler dan lambatnya aliran darah melalui pembuluh (Crowley, 2001). Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti, bertanggung jawab atas warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Price dan Wilson, 1984).

c. Tumor

(37)

meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1984).

d. Dolor

Nyeri merupakan respon terhadap terjadinya iritasi pada ujung terakhir saraf sensorik (Crowley, 2001) yang disebabkan oleh mediator kimia dan penekanan oleh cairan ekstravaskular (Sander, 2003) yang berada di tempat yang mengalami proses inflamasi (Crowley, 2001). Prostaglandin (PG) hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia (Wilmana, 1995). Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1984).

e. Functio laesa

(38)

5. Mekanisme

Respon inflamasi berhubungan dengan proses pemulihan. Proses pemulihan dimulai selama fase awal inflamasi dan biasanya berakhir setelah pengaruh injury berhasil dinetralisasi. Selama pemulihan, jaringan yang luka diganti melalui regenerasi dari sel parenkim asli atau melalui pengisian bagian yang rusak dengan jaringan fibrosa atau kombinasi antara dua proses tersebut (Kumardkk., 2005).

Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang (Wilmana, 1995). Dalam reaksi ini ikut berperan pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel-sel tubuh di tempat jejas (injury) (Sander, 2003). Gambaran unik dari proses inflamasi adalah reaksi pembuluh darah, menimbulkan akumulasi cairan dan leukosit pada jaringan ekstravaskular (Kumar dkk., 2005).

(39)

substansi lain yang disebut autocoid (prostaglandin, leukotrien, tromboksan) (Karch, 2003).

Jaringan yang luka

Plasma keluar

Pelepasan asam arakhidonat

Leukotrien (LT) dan pemulihan daerah luka Pre

Kallikrein

Gambar 3. Respon inflamasi yang berhubungan dengan tanda-tanda inflamasi (Karch, 2003)

(40)

banyak darah dan komponennya menuju daerah luka; mengubah permeabilitas kapiler sehingga memudahkan neutrofil dan zat-zat kimia darah untuk meninggalkan aliran darah dan masuk ke daerah luka sehingga menstimulasi persepsi nyeri. Aktivitas ini membawa neutrofil menuju daerah luka untuk memakan dan membuang agen-agen injury atau menghilangkan sel yang telah terinfeksi (Karch, 2003).

Efek lokal reaksi inflamasi terdiri dari dilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas vaskular (Crowley, 2001). Pertama, didapatkan tekanan hidrostatik yang meningkat dalam pembuluh darah akibat meningkatnya aliran darah di daerah injury, sehingga cairan keluar menuju daerah yang bertekanan lebih rendah yaitu interstitial. Kedua menurunnya tekanan onkotik dalam pembuluh darah, sehingga cairan plasma tertarik keluar pembuluh darah ke jaringan interstitial. Permeabilitas pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi banyak kebocoran pembuluh darah, dan akhirnya plasma protein dengan berat molekul yang besar dapat menerobos dinding pembuluh darah ke jaringan interstitial (Sander, 2003).

(41)

Leukosit-leukosit tersebut ditarik menuju daerah infeksi oleh suatu proses yang disebut kemotaksis. Kemotaksis merupakan kemampuan untuk menarik neutrofil dan makrofag lain serta menstimulasinya pada daerah luka agar menjadi lebih agresif. Karena neutrofil menjadi aktif dan bahan kimia lain dilepaskan menuju daerah luka, mereka dapat melukai dan menghancurkan sel lokal (Karch, 2003). Pada akhirnya neutrofil memakan kuman atau sel-sel mati dan dicerna oleh enzim katalitik dari lisosom, disebut fagositosis (Sander, 2003). Sel fagosit menelan partikel dengan mekanisme yang menyerupai amuba dalam mencerna makanan. Partikel kemudian dikelilingi oleh perpanjangan sitoplasma yang disebut pseudopoda. Partikel tersebut kemudian dikelilingi oleh membran yang berasal dari membran plasma dan terdapat dalam organela yang analog dengan vakuola makanan pada amuba. Vakuola tersebut kemudian bergabung dengan lisosom (organela yang mengandung enzim pencernaan). Selama fagositosis, bakteri atau bahan asing terlingkupi di dalam vakuola dalam sitoplasma sel dan lisosom melarutkan bahan tersebut dengan mengeluarkan enzimnya ke dalam vakuola (Crowley, 2001).

6. Mediator-mediator

Bradikinin dan kallidin peptida merupakan peptida vasoaktif yang dibentuk oleh aksi dari enzim pada substrat protein kininogen. Bradikinin dapat menyebabkan vasodilatasi dan kenaikan permeabilitas vaskular. Aksi vasodilatornya sebagian dihasilkan oleh PGI2 dan pelepasan nitric oxide (NO).

(42)

vasodilatasi, kenaikan permeabilitas vaskular dan kejang otot lunak tetapi perannya dalam inflamasi dan alergi belum dapat diterangkan dengan jelas (Rang dkk., 2003).

Histamin adalah amin yang terbentuk dari histidin oleh histidin dekarboksilase. Histamin ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh tetapi konsentrasi tinggi terdapat pada paru-paru dan kulit dan terutama pada saluran pencernaan. Pada tingkat seluler, histamin ditemukan pada sel mast dan basofil. Histamin dilepaskan dari sel mast melalui mekanisme eksositosis selama inflamasi atau reaksi alergi (Rang dkk., 2003). Histamin diduga memainkan sebagian peran pada respon inflamasi akut. Pada jejas jaringan, lepasnya histamin menyebabkan vasodilatasi lokal dan kebocoran plasma yang mengandung mediator inflamasi akut (komplemen, protein C reaktif), antibodi, dan sel-sel inflamasi (neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit) (Foegh dan Ramwell, 2001).

(43)

Siklooksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yakni COX-1 dan COX-2, dengan berat molekul dan daya enzimatis yang sama (Tjay dan Rahardja, 2002). Siklooksigenase-1 menghasilkan prostaglandin jenis PGI2 dan PGE2 serta

tromboksan (TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostasis. Di lambung,

enzim ini bertugas mensintesis prostaglandin yang berfungsi memproteksi mukosa lambung dan regulasi darah. Enzim siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung menjadi homeostasis dalam fungsinya (Foegh dan Ramwell, 2001). Enzim siklooksigenase-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang (Tjay dan Rahardja, 2002). PGE2, PGI2, PGD2, PGF2α, dan tromboksan A2

merupakan produk dari jalur sikooksigenase yang terpenting (Rang dkk., 2003). Prostaglandin yang dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat

dibentuk oleh semua jaringan. Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang

berdaya vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilatasi. Tromboksan khusus di bentuk dalam trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain di jantung) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat-zat leukotrien (LTB4, LTC4, LTD4 dan LTE4). Melalui rute lipoksigenase

terbentuk LTA4 yang tidak stabil, yang oleh hidrolase diubah menjadi LTB4 atau

(44)

di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaksis, yaitu menstimulasi migrasi leukosit dengan jalan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Tertarik oleh leukotrien, leukosit dalam jumlah besar menginvasi daerah peradangan dan mengakibatkan banyak gejala radang pula (Tjay dan Rahardja, 2002). LTB4 dapat

(45)

Fosfolipid

Gangguan membran sel Stimulus

Gambar 4. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Rang dkk., 2003)

Keterangan:

= dihambat

= enzim

= obat anti-inflamasi

(46)

D. Obat Anti-inflamasi

Obat anti-inflamasi berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid. Obat anti-inflamasi golongan steroid memiliki daya anti-inflamasi kuat yang mekanismenya terutama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, sedangkan obat anti-inflamasi golongan non steroid (AINS) bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin (Anonim, 1991).

AINS

Derivat Asam Fenilasetat Derivat Asam Asetat Inden/Indol :

(47)

1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

OAINS memiliki aksi anti-inflamasi, analgesik, antipiretik, dan platelet-inhibiting action (Eisenhauer, Lynn dan Roberta, 1998). Cara kerja OAINS sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa prostaglandin yaitu memblokir kedua jenis siklooksigenase. OAINS ideal hendaknya hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung) serta tidak menghambat lipoksigenase (pembentukan leukotrien) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Secara normal, prostaglandin sintetase mengkatalisis perubahan asam arakhidonat membentuk endoperoksida, beberapa diantaranya adalah prostaglandin. Penghambatan prostaglandin sintetase berarti menurunkan jumlah satu mediator proses inflamasi (prostaglandin) dan kemudian menurunkan tanda dan gejala inflamasi (misal nyeri) (Eisenhauer dkk., 1998).

Pada inflamasi prostaglandin berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Neal, 2005). Aksi anti-inflamasi OAINS yaitu penurunan prostaglandin vasodilator (PGE2, prostasiklin) yang

berarti mengurangi vasodilatasi dan secara tidak langsung mengurangi udema (Rang dkk., 2003).

(48)

Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan dan iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini

banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif (Wilmana, 1995).

2. Golongan steroid

Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hati dan efek anti-inflamasinya. Mineralkortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan mineralkortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9á-fluorokortisol (Wilmana, 1995). Glukokortikoid dapat menghambat proses inflamasi. Gukokortikoid menginduksi lipokortin yang nantinya menghambat aktivitas fosfolipase A2 sehingga menghambat pelepasan asam arakhidonat.

Akibatnya pembentukan mediator-mediator inflamasi, seperti prostaglandin, leukotrien dan interleukin juga dihambat (Frame, Hart dan Leakey, 1998).

(49)

reseptor fosfolipase A2, siklooksigenase 2 (COX-2), dan interleukin-2 (IL-2)

(Neal, 2005).

Kortikosteroid berdaya menghambat fosfolipase, sehingga pembentukan baik dari prostaglandin maupun leukotrien dihalangi. Oleh karena itu efeknya terhadap gejala rema lebih baik daripada OAINS. Kekurangannya ialah efek sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama (Tjay dan Rahardja, 2002).

E. Natrium diklofenak

NH

Cl Cl NaOCCH2

O

Gambar 6. Struktur Natrium diklofenak (Hanson, 2000)

(50)

Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal sebesar 40-50 %. Walaupun waktu paruh singkat yaitu 1-3 jam, Natrium diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi lebih lama dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995). Ekskresi melalui kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk 20% melalui empedu dan tinja (Tjay dan Rahardja, 2002).

Efek-efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20% dari pasien dan meliputi distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa OAINS lainnya. Sebuah kombinasi antara Natrium diklofenak dan mesoprostol mengurangi ulkus pada gastrointestinal bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare (Furst dan Munster, 2001).

F. Metode Uji Daya Anti-inflamasi

Metode in vivo yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas anti-inflamasi, antara lain :

1. Uji erythema ultraviolet

(51)

dipakai untuk tiap-tiap kelompok perlakuan dan kontrol. Hewan percobaan diletakkan dalam manset berbulu dengan lubang berukuran 1,5 x 2,5 cm sebagai jalan masuknya radiasi ultraviolet. Hanau ultraviolet burner Q 600 dipanaskan selama 30 menit sebelum digunakan dan diletakkan pada jarak konstan (20 cm) diatas hewan percobaan. Setelah dilakukan penyinaran ultraviolet selama 2 menit, setengah dosis senyawa uji yang tersisa diberikan kepada hewan percobaan. Erythema diamati 2 dan 4 jam setelah penyinaran ultraviolet. Hasil pengamatan dapat ditunjukkan dengan penilaian : 0 tidak ada erythema, 1 erythema ringan, 2 erythema berat, 4 erythema sangat berat. Hewan dengan nilai 0 atau 1 menandakan hewan tersebut terlindungi (Vogel, 2002).

2. Udema pada kaki

(52)

Penelitian daya anti-inflamasi kali ini menggunakan metode radang telapak kaki oleh Langford dkk. (1972) yang telah dimodifikasi. Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Persentase daya anti-inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji. 3. Uji radang selaput dada

Radang selaput dada pada hewan hewan dapat diinduksi dengan beberapa iritan, seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, sel mast, dextran, enzim, antigen, mikroba, dan iritan non spesifik seperti turpentin dan karagenin.

Tikus jantan bergalur Sprague-dawley dengan berat 220 – 260 gram dipakai sebagai hewan uji. Larutan karagenin 2 % sebanyak 0,1 ml diinjeksikan ke dalam rongga pleural. Satu jam sebelum injeksi karagenin dan 24 jam dan 48 jam sesudahnya, kelompok yang terdiri dari 10 tikus diberi perlakuan menggunakan standar atau senyawa uji secara subkutan atau oral. Kelompok kontrol hanya diberi pelarut senyawa uji. Hewan uji dikorbankan 72 jam setelah injeksi karagenin menggunakan eter secara inhalasi (Vogel, 2002).

4. Tes kantung granuloma

(53)

eksudat disedot dan volume diukur. Metode ini sangat berguna untuk memperkirakan daya anti-inflamasi kortikosteroid baik setelah pemberian lokal maupun sistemik (Vogel, 2002).

Substansi fisiologis yang disebut autacoid berpengaruh pada proses inflamasi dan perbaikan. Substansi tersebut meliputi histamin, serotonin, bradikinin, substansi P, dan kelompok eicosanoid (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien), PAF (platelet-activating factor) baik sitokin maupun limfokin. Beberapa metode in vitro untuk menguji aktivitas anti-inflamasi, antara lain ikatan reseptor bradikinin-H3, ikatan reseptor substansi P-H3, ikatan reseptor neurokinin, uji kemotakis leukosit polimorfonuklear, penghambatan dan induksi seluler metabolisme asam arakhidonat, pembentukan leukotrien B4 pada sel darah putih

manusia (Vogel, 2002).

G. Landasan Teori

(54)

Tripterygium wilfordii Hook. F. mengandung triptolide dan tripdiolide. Triptolide dan tripdiolide tersebut dapat berikatan dengan reseptor glukokortikoid sehingga dapat menginduksi lipokortin. Lipokortin kemudian menghambat aktivitas fosfolipase A2. Akibatnya menghambat pembentukan asam arakhidonat

dari fosfolipid. Selain itu triptolide dan tripdiolide juga menghambat induksi terbentuknya siklooksigenase-2 sehingga tidak terbentuk prostaglandin dari asam arakhidonat akibatnya mampu menekan gejala inflamasi, seperti pembengkakan dini, kemerahan, dan nyeri.

H. Hipotesis

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian daya anti-inflamasi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. pada mencit putih betina merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah. Eksperimental murni artinya ada pemberian perlakuan pada subyek uji dan terdapat kelompok kontrol serta membandingkan hasil perlakuan dengan kelompok kontrol. Acak artinya setiap hewan uji mendapat kesempatan yang sama untuk masuk dalam kelompok. Lengkap artinya seluruh subyek uji pada satu kelompok perlakuan secara lengkap menerima satu macam perlakuan. Satu arah artinya variabel bebas yang digunakan hanya satu.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama 1). Variabel bebas

(56)

2). Variabel tergantung

Penurunan bobot udema pada kaki mencit yang mengalami radang buatan dengan karagenin akibat pemberian sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.

b. Variabel pengacau

1). Variabel pengacau terkendali

a) Umur mencit : 2 – 3 bulan

b) Jenis kelamin mencit : betina c) Berat badan mencit : 20 – 30 gram

d) Galur mencit : Swiss

e) Keadaan hewan uji : sehat secara fisik 2). Variabel pengacau tak terkendali

Keadaan patologis hewan uji dan umur tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F.

2. Definisi operasional

a. Dosis sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.

Dosis diperoleh dengan menimbang sekian miligram serbuk ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.per kilogram berat badan dilarutkan dengan CMC-Na 1 % kemudian diberikan secara peroral tiap kilogram berat badan mencit.

b. Uji daya anti-inflamasi

(57)

memotong kedua kaki belakang mencit, kemudian ditimbang dan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif karagenin 1% sub plantar.

c. Persentase daya anti-inflamasi

Persentase daya anti-inflamasi dihitung dari selisih perubahan bobot kaki kontrol negatif karagenin 1% dengan perubahan bobot kaki yang terinflamasi yang diobati dengan sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. kemudian dibagi dengan perubahan bobot kaki kontrol negatif karagenin 1% kemudian dikalikan seratus persen.

d. Daya anti-inflamasi

Ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. pada 6 peringkat dosis dapat dikatakan memiliki daya anti-inflamasi apabila mampu menurunkan bobot udema kaki mencit dengan persentase penurunan bobot udema lebih dari atau sama dengan 50%.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Hewan uji adalah mencit betina galur Swiss, dengan usia 2 – 3 bulan, dengan berat badan 20 – 30 gram yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi & Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(58)

3. Karagenin sebagai zat peradang (inflamatogen) yang diproduksi oleh PT. Bratacco.

4. Natrium diklofenak (tablet generik produksi PT. Phapros) sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek Master, Sleman.

5. NaCl fisiologis 0,9 % (Otsuka) sebagai pensuspensi karagenin yang diperoleh dari Apotek Kimia Farma, Sleman.

6. Carboxymethylcellulose-natrium (Bratacco) sebagai pensuspensi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

7. Aquadest yang diperoleh dari Alfa Kimia sebagai pelarut Natrium diklofenak.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Alat – alat gelas seperti beaker glass, labu takar, gelas ukur, pengaduk

bermerk Pyrex Iwaki Glass, Japan

2. Spuit injeksi oral (0,1 – 1,0 ml) yang ujungnya diberi bulatan kecil dengan lubang ditengahnya agar tidak melukai hewan uji

(59)

E. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan adalah 95 ekor mencit betina galur Swiss, umur 2 – 3 bulan, berat badan 20 – 30 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelompok untuk uji pendahuluan sebanyak 45 ekor dan kelompok perlakuan sebanyak 50 ekor. Sebelum digunakan, hewan uji dipuasakan selama 18 – 24 jam tanpa menghentikan pemberian minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 10 kelompok yang masing – masing terdiri dari 5 ekor, untuk perlakuan kontrol negatif karagenin 1 %, kontrol negatif CMC-Na sebagai pensuspensi sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F., kontrol negatif aquadest sebagai pelarut Natrium diklofenak, kontrol positif Natrium diklofenak, dan kelompok perlakuan sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dalam 6 peringkat dosis.

2. Pembuatan bahan uji

a. Pembuatan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.

Akar Tripterygium wilfordii Hook. F. digiling kasar, kemudian dimaserasi dengan 6,4 liter etanol 30% selama ½ jam, diinfusa selama ± 1 jam , kemudian disaring. Hasil ekstrak dipekatkan, selanjutnya ditambahkan corn starch 200 gram sebagai bahan pengisi (filler), dicampur merata kemudian dioven pada 75-80 oC. Hasil ekstrak berupa powder 252,10 gram.

b. Pembuatan suspensi karagenin 1 %

(60)

sebagai zat inflamatogen pada kaki mencit. Apabila akan digunakan kembali sebaiknya diletakkan dalam almari es.

c. Pembuatan larutan Natrium diklofenak

Natrium diklofenak yang digunakan dalam penelitian ini berupa tablet generik 25 mg. Dosis Natrium diklofenak yang digunakan untuk penelitian sebesar 4,48 mg/kg BB (Maryanto, 1997; Noni, Djunarko dan Donatus, 2003; Rosiana, 2007).

1). Uji keseragaman bobot

Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B.

(Anonim,1979) Penyimpangan Bobot rata-rata dalam % Bobot rata-rata

A B 25 mg atau kurang

26 mg sampai dengan 150 mg 151 mg sampai dengan 300 mg

lebih dari 300 mg

15 % 10% 7,5 %

5%

(61)

2). Penimbangan dan pembuatan larutan Natrium diklofenak

Apabila bobot tablet telah memenuhi uji keseragaman kemudian diambil sejumlah tablet lalu digerus dan ditimbang. Konsentrasi Natrium diklofenak yang diinginkan :

ml

Banyaknya serbuk yang akan ditimbang untuk mendapatkan zat aktif Natrium diklofenak dengan konsentrasi 0,0027 g/10 ml didapat dengan perhitungan :

A : jumlah Natrium diklofenak yang diinginkan

B : jumlah Natrium diklofenak pada kemasan x jumlah tablet yang digerus

Misalnya, berat total 4 tablet yang digerus = 0,7456 gram Maka perhitungannya :

gram

Sehingga banyaknya serbuk hasil pengerusan tablet Natrium diklofenak yang ditimbang sebanyak 0,02 gram.

(62)

d. Pembuatan CMC-Na 1 %

Timbang 1 g CMC-Na, disuspensikan sampai 100 ml dengan aquadest hangat, kemudian aduk sampai diperoleh larutan yang homogen

3. Perhitungan dan penetapan dosis a. Karagenin

Menurut Williamson (1996), konsentrasi karagenin yang digunakan pada mencit adalah 1% dengan volume 0,05 ml. 0,05 ml karagenin 1% adalah volume pemberian untuk mencit dengan berat 20 g sehingga dosis bisa dicari dengan b. Natrium diklofenak

Dosis Natrium diklofenak yang digunakan pada penelitian anti-inflamasi yaitu 4,48 mg/kg BB. Dosis ini berdasarkan hasil penelitian Maryanto (1997) dengan cara perhitungan :

(63)

c. CMC- Na 1%

Sebagai kontrol negatif CMC 1% diberikan secara per oral, dan volume pemberian maksimal pada mencit adalah 1ml, diketahui berat mencit maksimal dalam penelitian ini adalah 30 g sehingga bisa dihitung dengan rumus:

d. Penetapan dosis sediaan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. Berdasarkan literatur didapat dosis ekstrak Tripterygium wilfordii Hook. F. untuk rheumatoid arthritis sebesar 30 mg/hari (Briggs, Cheiman dan Clark, 2004; Swain, 2005) dan 180-360 mg/hari (Anonim, 2008b) pada manusia berat badan 70 kg. Sedangkan dosis dari IOT. Sari Sehat – PT. Capung Indah Abadi sebesar 1500 mg/hari pada manusia berat badan 50 kg. Cara pemberian ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. ini dibuat dalam bentuk suspensi. Dalam penelitian digunakan 6 peringkat dosis, yaitu : 1/81, 1/27, 1/9, 1 / 3 kali, 1 kali dan 3

(64)

Berikut ini ialah rincian konversi dosis manusia 70 kg ke mencit 20 gram dengan faktor konversi 0,0026 :

a. 1 / 81 kali dosis = 1 / 81 x 1500 mg

=18,52 mg /50 kg = 25,93 mg/70kg Konversi ke mencit 20 gram = 25,93 mg/70 kg BB x 0,0026

= 0,067418 mg/20 gram BB = 3,37 mg/kg BB

b. 1 / 27 kali dosis = 1 / 27 x 1500 mg

= 55,56 mg /50 kg = 77,78 mg/70kg Konversi ke mencit 20 gram = 77,78 mg/70 kg BB x 0,0026

= 0,2022 mg/20 gram BB = 10,11 mg/kg BB c. 1 / 9 kali dosis = 1 / 9 x 1500 mg

= 166,67 mg /50 kg = 233,34 mg/70kg Konversi ke mencit 20 gram = 233,34 mg/70 kg BB x 0,0026

= 0,6067 mg/20 gram BB = 30,35 mg/kg BB d. 1 / 3 kali dosis = 1 / 3 x 1500 mg

= 500 mg /50 kg = 700 mg/70kg Konversi ke mencit 20 gram = 700 mg/70 kg BB x 0,0026

(65)

e. 1 kali dosis = 1 x 1500 mg

= 1500 mg /50 kg = 2100 mg/70kg Konversi ke mencit 20 gram = 2100 mg/70 kg BB x 0,0026

= 5,46 mg/20 gram BB = 273 mg/kg BB f. 3 kali dosis = 3 x 1500 mg

= 4500 mg /50 kg = 6300 mg/70 kg Konversi ke mencit 20 gram = 6300 mg/70 kg BB x 0,0026

(66)

4. Uji pendahuluan

Empat puluh lima ekor mencit dibagi menjadi dua kelompok; kelompok A dan kelompok B

Keterangan :

Kelompok A terdiri dari 20 ekor yang dibagi menjadi 4 kelompok, tiap-tiap kelompok

terdiri dari 5 ekor mencit

Kelompok B terdiri dari 25 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, tiap-tiap kelompok

terdiri dari 5 ekor mencit

Kel. Diberi Natrium diklofenak dosis

4,48 mg/kg BB

Injeksi karagenin 1% subplantar pada kaki kiri sedangkan kaki kanan hanya

disuntik tanpa karagenin 1%

Beberapa jam sesudahnya (berdasarkan hasil

uji pendahuluan kelompok A)

Mencit dikorbankan, kedua kaki bagian belakang dipotong pada sendi torsocrural

Injeksi karagenin 1% subplantar pada kaki kiri sedangkan kaki kanan hanya

disuntik tanpa karagenin 1%

Ditimbang

Kelompok A : Kelompok uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% Kelompok B : Kelompok uji pendahuluan waktu pemberian Natrium diklofenak dosis efektif

(4,48 mg/kg BB)

Kel. I : Kelompok pemotongan kaki 1 jam setelah injeksi karagenin 1% Kel. II : Kelompok pemotongan kaki 2 jam setelah injeksi karagenin 1% Kel. III : Kelompok pemotongan kaki 3 jam setelah injeksi karagenin 1% Kel. IV : Kelompok pemotongan kaki 4 jam setelah injeksi karagenin 1%

(67)

5. Perlakuan hewan uji

Lima puluh ekor mencit dibagi menjadi 10 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor

Kel.

Diberi ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. secara per oral

Injeksi karagenin 1% subplantar pada kaki kiri sedangkan kaki kanan hanya disuntik

tanpa karagenin 1%

Kel.

Mencit dikorbankan, kedua kaki bagian belakang dipotong pada sendi torsocrural

Ditimbang

3 jam sesudahnya

90 menit sesudahnya

I

Keterangan :

Kelompok I : Kelompok kontrol negatif karagenin 1% Kelompok II : Kelompok kontrol negatif aquadest Kelompok III : Kelompok kontrol negatif CMC-Na

Kelompok IV : Kelompok kontrol positif Natrium diklofenak dosis 4,48 mg/kg BB Kelompok V : Kelompok perlakuan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.

dosis 3,37 mg/kg BB

Kelompok VI : Kelompok perlakuan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dosis 10,11 mg/kg BB

Kelompok VII : Kelompok perlakuan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dosis 30,35 mg/kg BB

Kelompok VIII : Kelompok perlakuan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dosis 91 mg/kg BB

Kelompok IX : Kelompok perlakuan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F. dosis 273 mg/kg BB

(68)

6. Perhitungan persentase daya anti – inflamasi

Dari hasil penimbangan berat kedua kaki belakang hewan uji untuk masing-masing peringkat dosis bisa dicari prosentase anti – inflamasi. Adapun rumus menururt Langford dkk. (1972) adalah sebagai berikut:

Persentase daya anti – inflamasi = x100 D

D U

%

Karena prosentase respon anti-inflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema, maka rumus di atas diubah menjadi :

Persentase daya anti – inflamasi = x100 U

D U

%

Keterangan :

U = bobot kaki pelarut/pensuspensi yang terinduksi karagenin – bobot kaki normal

D = bobot kaki perlakuan – bobot kaki normal 7. Perhitungan potensi relatif daya anti – inflamasi

Persentase potensi relatif daya anti – inflamasi = x100 Rnd

Rtw

%

Keterangan :

Rtw = % daya anti-inflamasi kelompok perlakuan ekstrak etanolik akar Tripterygium wilfordii Hook. F.

Rnd = % daya anti-inflamasi kelompok Natrium diklofenak

F. Analisis Hasil

(69)

mengetahui adanya perbedaan pada kelompok perlakuan. Setelah itu, untuk menguji perbedaan hasil tersebut bermakna atau tidak bermakna secara statistik, maka dilanjutkan dengan uji Scheffe. Apabila hasil yang diperoleh memiliki nilai signifikansi (p) < 0,05 maka perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Jika signifikansi (p) > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik.

(70)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Pendahuluan

Pada uji pendahuluan ini dilakukan 2 jenis uji, yaitu uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki dan uji pendahuluan penetapan selang waktu pemberian Natrium diklofenak. Tujuan dilakukan uji pendahuluan adalah untuk memaksimalkan metode uji yang digunakan sehingga didapat hasil yang lebih valid dan akurat.

1. Hasil uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki

Uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki dilakukan dengan cara menyuntikkan karagenin 1% dalam waktu 1, 2, 3, 4 jam sebelum pemotongan kaki. Tujuan uji ini adalah untuk mendapatkan waktu yang paling optimal terjadinya udem pada telapak kaki mencit. Hasil uji penetapan selang waktu pemotongan kaki dapat dilihat pada tabel I dan gambar 7. Hasil uji pendahuluan ini akan digunakan untuk uji-uji selanjutnya.

Tabel I. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki

Selang Waktu Pemotongan Kaki (jam) Rata-rata bobot udema kaki (g) ± SE (n = 5)

1 0,0302 ± 0,0033

2 0,0417 ± 0,0045

3 0,0620 ± 0,0055

(71)

0

Gambar 7. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki

Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu, bobot udem semakin meningkat. Bobot udem kaki mencit kemudian dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi datanya. Dari hasil analisis didapat bahwa distribusi data normal ditandai dengan nilai p > 0,05 sehingga dapat dilanjutkan analisis dengan uji Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.

Tabel II. Rangkuman hasil uji Homogenitas Variansi data bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,088 3 16 0,382

(72)

mencit pada tabel II memiliki nilai p 0,382 (p > 0,05) berarti Ho diterima, yang artinya tidak ada perbedaan variansi antar kelompok data yang dibandingkan atau variansi datanya sama sehingga pada uji Anova berikutnya akan didapat hasil yang valid.

Tabel III. Rangkuman hasil uji Anova Satu Arah data bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki

keterangan df F Probabilitas (p)

bobot udema antar kelompok perlakuan

3 12,287 0,000

Hasil analisis uji Anova satu arah menunjukkan bahwa bobot udem antarkelompok perlakuan memiliki nilai p < 0,05 artinya bahwa paling tidak terdapat perbedaan bobot udem secara bermakna pada dua kelompok. Untuk melihat kelompok mana saja yang memiliki perbedaan bermakna maka perlu dilanjutkan analisis Post Hoc menggunakan uji Scheffe.

Tabel IV. Rangkuman hasil uji Scheffe data bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki

Perbandingan Bobot Udema Kaki Mencit Antar Waktu

Jam ke- X

X : Rata-rata bobot udem SE : Standar error

bb : berbeda bermakna

(73)

Dari hasil uji Scheffe didapat bahwa kelompok pemotongan kaki 1 jam setelah injeksi karagenin 1% berbeda tidak bermakna dengan kelompok pemotongan kaki 2 jam setelah injeksi karagenin 1% namun berbeda bermakna dengan kelompok pemotongan kaki 3 dan 4 jam setelah injeksi karagenin 1%. Kelompok pemotongan kaki 2 jam setelah injeksi karagenin berbeda tidak bermakna dengan kelompok pemotongan kaki 1 jam setelah injeksi karagenin 1% namun berbeda bermakna dengan kelompok pemotongan kaki 3 dan 4 jam setelah injeksi karagenin 1%.

(74)

kaki 3 jam setelah injeksi karagenin 1% sebagai waktu yang optimal terbentuknya udema.

Penelitian ini menggunakan metode radang telapak kaki oleh Langford dkk. (1972) yang telah dimodifikasi. Terjadinya udema diinduksi oleh karagenin. Menurut Rainsford (cit., Supriatna, 2002), mekanisme karagenin dalam menimbulkan udema dibagi menjadi dua fase. Fase pertama terjadi dalam waktu 1 jam pertama setelah injeksi karagenin melalui mekanisme udema yang ditandai dengan dilepaskannya histamin dan serotonin (5-hidroksitritamin) dari sel mast dan diikuti dengan terbentuknya kinin dalam aliran darah. Mediator-mediator tersebut menyebabkan gangguan pembuluh darah sehingga jaringan mengalami inflamasi. Pelepasan amin dan kinin masih terus berlanjut hingga fase kedua dan diikuti oleh terjadinya ekstravasasi protein plasma dan penetrasi sel-sel inflamasi dalam jaringan terinflamasi dan fase kedua (dalam waktu 3-5 jam setelah injeksi karagenin) terjadi pelepasan enzim lisosomal. Enzim ini mengawali terjadinya gangguan jaringan dan diikuti produksi radikal bebas yang dapat merusak jaringan. Produksi radikal bebas ini menyebabkan pembentukan lipid peroksida reaktif yang akan menstimulasi aktivitas fosfolipase pada fosfolipid sehingga akan terbentuk asam arakhidonat yang kemudian akan memproduksi prostaglandin. 2. Hasil uji pendahuluan penetapan selang waktu pemberian Natrium

diklofenak

(75)

(Maryanto, 1997; Noni dkk., 2003; Rosiana, 2007). Pada penelitian terdahulu, dosis Natrium diklofenak paling efektif adalah sebesar 4,48 mg/kg BB.

Uji pendahuluan penetapan selang waktu pemberian Natrium diklofenak bertujuan untuk mengetahui waktu saat Natrium diklofenak mampu memberikan penurunan udema kaki mencit yang berarti. Uji ini dilakukan dengan cara pemberian Natrium diklofenak dosis 4,48 mg/kg BB pada selang waktu tertentu (15, 30, 45, 60, dan 90) menit sebelum injeksi karagenin 1%.

(76)

Tabel V. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% subplantar setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu

Waktu pemberian

sebelum injeksi karagenin 1% (menit)

Rata-rata bobot udema kaki mencit (g) ± SE (n = 5)

Gambar 8. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1% setelah pemberian Natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu

Gambar

Gambar 11. Tanaman Tripterygium wilfordii Hook. F……………………..
Gambar 1. Struktur triptolide (Evans, 2002)
Gambar 3.  Respon inflamasi yang berhubungan dengan tanda-tanda inflamasi (Karch, 2003)
Gambar 4. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Rang dkk.,   2003) Keterangan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penyakit glaukoma, rule yang dibentuk terdiri dari 5 anteseden berupa gejala - gejala penyakit mata dengan tingkatan ringan atau berat antara lain mata merah,

Dengan adanya hambatan geografis, mau tidak mau Perpustakaan Universitas Airlangga harus membangun sistem jaringan antar Perpustakaan Kampus A, B, dan C, serta dalam

Pekerjaan bukan merupakan halangan bagi ibu untuk memberikan ASI saja atau tidak memberikan MP-ASI terlalu dini untuk bayinya yang masih berumur 0 sampai 6

Bagaimana merancang suatu sistem aplikasi berbasis Android yang dapat membantu mempermudah pengendara mobil Mazda untuk mendapatkan dan mengetahui informasi dan lokasi

Pengelolaan air tanah di Jawa Barat mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang telah diimplementasikan dalam Peraturan Daerah Nomor 5

7 Dalam pengajuan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Fanny Barki selaku istri terpidana Sudjiono Timan berdasarkan lampiran putusan Mahkamah Agung No 97

Modul File memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi ajar dalam bentuk file dokumen seperti word, power point, atau pdf.. File tersebut diunduh oleh siswa dan dibaca

Kawasan permukiman per- kotaan adalah kawasan yang diguna- kan untuk kegiatan permukiman dengan kegiatan utama non pertanian dan pada umumnya ditunjang