• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Keragaman Karakter Kambing Kacang, Peranakan Ettawa (PE) dan Gembrong di Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi dan Keragaman Karakter Kambing Kacang, Peranakan Ettawa (PE) dan Gembrong di Bali"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi dan Keragaman Karakter Kambing Kacang, Peranakan Ettawa (PE)

dan Gembrong di Bali

Nyoman Suyasa1, Parwati Ida Ayu1dan Eni Siti Rohaeni2 1)Balai pengkajian Teknologi Pertanian Bali

2)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Telp/Fax : (0361)720498

E-mail :n.suyasa@yahoo.com

Abstrak

Ternak kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara di daerah pedesaan, terutama daerah dataran rendah sampai tinggi. Pada daerah dengan ketinggian yang cukup dipelihara pada wilayah yang banyak memiliki hijauan untuk pakan. Kambing yang dominan berkembang di Bali adalah kambing kacang dan Peranakan Ettawa. Di Bali saat ada tiga jenis kambing yaitu kacang, PE (Peranakan Ettawa) dan kambing gembrong. Namun yang banyak berkembang saat ini adalah kambing PE,(44.779 ekor) dan berikutnya adalah kambing kacang (23.627 ekor) diikuti kambing gembrong (16 ekor). Kambing PE memiliki ukuran tubuh yang paling besar bila dibandingkan dengan jenis kambing yang lainnya. Rata-rata bobot kambing PE mencapai 40,2 kg/ekor untuk betina dewasa dan 60 kg/ekor untuk jantan dewasa, sedangkan bobot kambing kacang jantan dewasa adalah 25 dan betina dewasa 20 kg/ekor. Kambing gembrong jantan memiliki bobot 42 dan betina 27,6 kg/ekor berada diantara PE dan kacang. Karakteristik kambing PE selain bobot yang tinggi adalah telinganya yang panjang menjuntai mencapai 12 - 15 cm, sedangkan pada kambing kacang hanya mencapai 4– 4,5 cm. Kambing gembrong adalah bulunya yang panjang terutama pada yang jantan rata-rata mencapai 9 – 11 cm, dan jenggot pada yang jantan dapat mencapai 19,79 cm, yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Dari ketiga jenis kambing yang ada di Bali, kambing PE merupakan jenis kambing yang paling potensial untuk dikembangkan sebagai sumber daging.

Kata kunci : Gembrong, Kacang, Kambing Peranakan Ettawa, Keragaman Pendahuluan

Kambing merupakan ternak yang sudah biasa dibudidayakan dimasyarakat termasuk masyarakat Bali, terutama di daerah yang memiliki wilayah dengan hijauan yang banyak. Selain sebagai sumber pendapatan dari hasil penjualan, di Bali kambing juga dipelihara sebagai sumber pupuk organik dan sebagian kecil untuk kebutuhan upacara agama. Sebagai sumber protein hewani tentu permintaan akan daging kambing dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran akan nilai gizi serta pendapatan per kapita. Namun apabila dilihat dari jumlah populasi dalam kurun waktu lima tahun terakhir populasi kambing cenderung mengalami penurunan, dari 75.049 ekor (2011) menjadi 64.467 ekor (2015), terjadi penurunan 16,41% (Disnakkeswan, 2015). Sampai saat ini pemeliharaan kambing di Bali masih sangat bergantung pada kebaikan alam, sehingga dipelihara secara sambilan tanpa banyak campur tangan manusia apalagi dikelola sesuai potensi genetiknya (Fera Mahmilia, 2004).

Di Bali ada beberapa jenis kambing yang berkembang sejak dulu. Diantaranya ada jenis kambing kacang, Peranakan Etawah dan Gembrong. Dari 3 jenis kambing ini yang banyak dijumpai saat ini adalah kambing Peranakan Etawah (PE), selain karena laku dipasaran juga pertumbuhannya cepat sehingga secara ekonomi menguntungkan bagi pemeliharanya. Untuk kambing kacang perkembangannya tidak sebanyak kambing PE, selain karena tubuhnya relatif kecil harganya juga jauh dibawah kambing PE, sehingga secara ekonomis kurang menguntungkan. Namun di wilayah karangasem bagian atas (kecamatan Kubu dan sekitarnya) permintaan kambing

(2)

kacang jenis tertentu cukup banyak (Warna Hitam) sehingga yang berkembang atau dikembangkan

kambing kacang yang berwarna “Hitam”. Kambing jenis ini dibutuhkan untuk kebutuhan upacara

agama sehingga harganya relatif lebih mahal dibandingkan kambing warna yang lainnya.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi penurunan populasi kambing yang cukup signifikan di Bali mencapai 16,41%, dari 75.046 ekor (2011) menjadi 64.467 ekor (2015) (Disnakkeswan, 2015). Jumlah kambing kacang saat ini mencapai 22.457 ekor sedangkan kambing Peranakan Etawah 42.010 ekor. Jumlah kambing kacang hanya 34,83% dan kambing PE 65,16% dari jumlah kambing keseluruhan.

Untuk kambing gembrong saat ini populasinya sudah sangat kritis, bahkan mendekati kepunahan. Jumlah kambing gembrong saat ini hanya belasan ekor saja, itupun setelah memperoleh santunan dana dari pusat melalui kegiatan penelitian dan pengkajian di BPTP Bali. Kambing jenis ini memang dahulunya hanya ada dan berkembang di wilayah Karangasem, dimana bulunya yang panjang dapat dimanfaatkan sebagai sarana umpan untuk memancing ikan. Untuk 1 ekor kambing Gembrong jantan dewasa mampu menghasilkan bulu 0,54 kg/ekor, (Sayang Yupardi, et al.2009). Dengan banyaknya umpan memancing dari bahan sintetis/plastik dll,yang berkembang saat ini menyebabkan bulu kambing Gembrong semakin tidak diminati, dan hal tersebut juga berdampak terhadap minat untuk memeliharanya sehingga populasinya terus menurun.

Metodologi

Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi di Bali, yaitu kabupaten Jembrana dan Karangasem sebagai sentra pemeliharaan kambing Gembrong, Tabanan dan Denpasar serta Buleleng sebagai sentra pemeliharaan kambing Peranakan Ettawa dan Kabupaten Karangasem sebagai kabupaten yang paling banyak memelihara kambing Kacang. Pengamatan dilakukan terhadap dimensi tubuh seperti bobot hidup, dan ukuran anggota tubuh seperti panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang tanduk, telinga, panjang dan lebar ekor, lingkar badan, baik untuk jantan maupun betina. Termasuk panjang dan lebar ekor, serta panjang bulu dari masing-masing jenis kambing. Pengamatan dilakukan menggunakan alat ukur tubuh ternak standar SNI.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 jenis kambing yaitu Kambing Kacang (5), Peranakan Ettawa (10) dan Gembrong (6). Pengamatan dilakukan dengan penimbangan dan pengukuran langsung di lokasi pemeliharaan. Untuk mengetahui bobot tubuh dilakukan dengan penimbangan menggunakan timbangan digital, dan dimensi tubuh dilakukan menggunakan alat ukur standar. Untuk pengamatan kandungan komponen darah (hematologi) dilakukan dengan pengamatan secara laboratorium resmi menggunakan masing-masing 4 ekor kambing. Hasil pengukuran dan pengamatan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan analisis sederhana.

Hasil dan Pembahasan

Keragaman Ukuran Tubuh Pada Kambing Peranakan Ettawa (PE)

Kambing PE merupakan kambing Peranakan Ettawa yang saat ini banyak dipelihara oleh masyarakat di Indonesia termasuk di Bali. Pada umumnya pemeliharaan kambing PE secara intensif dengan dikandangkan dengan model kandang panggung. Hal ini untuk memudahkan membersihkan kandang dan mengambil kotoran untuk pupuk tanaman. Selain karena keunggulannya dalam hal bobot yang tinggi kambing PE juga memiliki keunggulan karena

(3)

pertumbuhannya cepat. Menurut Subandryo (2004), dalam Batubara et al. (2007) ada dua rumpun kambing yang dominan berkembang di Indonesia yakni kambing kacang dan kambing Ettawa. Untuk bobot badan kambing PE jantan dewasa yang berkembang di Bali rata-rata 58,72 kg/ekor, sedangkan betina 36,6 kg/ekor. Sedangkan panjang badan betina dewasa dan jantan dewasa adalah 78,4 cm dan 80,8 cm, sedangkan Subandryo et al (1995) memperoleh panjang badan antara jantan dan betina sama yaitu 81 cm.. Untuk tinggi pundak dan pinggul kambing jantan mencapai 83,6 cm dan 96,2 sedangkan betina dewasa hanya mencapai 75,3 cm dan 79,9 cm. Kostaman dan Sutama (2006), memperoleh rata-rata bobot betina dewasa (induk) adalah 34,41 +7,30 kg. Bobot badan betina dewasa yang mulai diberikan pakan berbeda rata-rata 35,08+6,75 ; 38,26+5,13 dan 38,77+5,06 kg dengan pakan kombinasi konsentrat + jerami fermentasi dipotong, Konsentrat + jerami fermentasi digiling dan konsentrat + rumput gajah (Novita, et al. 2006). Adanya perbedaan bobot badan baik jantan maupun betina pada pengamatan di Bali, dibandingkan pengamatan yang dilakukan oleh Subandrryo (1995) ataupun Kostaman dan Sutama (2006) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya genetik, jenis pakan yang diberikan dan juga manajemen pemeliharaan di masing-masing lokasi pemeliharaan.

Keragaan bobot badan kambing betina dewasa nampaknya cukup beragam dan memiliki variasi yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lainnya, tergantung pola pemeliharaan dan asupan makanan yang diperoleh. Kambing jantan dewasa PE memiliki lebar dada dan lingkar dada jauh melebihi betina dimana pada jantan dewasa lebar dada dan lingkar dada mencapai 15,7 dan 99,5 cm, sedangkan pada betina dewasa rata-rata hanya mencapai 12,4 cm dan 80,1 cm. Data ini menunjukkan bahwa lebar dada dan lingkar dada kambing jantan jauh melebihi kambing betina. Ciri khas yang membedakan antara jantan dan betina pada kambing PE adalah panjang tanduk, dimana panjang tanduk jantan dewasa rata-rata 14,7 cm sedangkan pada betina hanya mencapai 6,3 cm. Panjang tanduk jantan melebihi dua kali lipat tanduk betina. Demikian pula halnya dengan ukuran panjang telinga, ekor dan lebar ekor pada jantan melebihi ukuran betina dimana rata-rata ukuran panjang telinga, ekor dan lebar ekor adalah : 14,9, 24,6 dan 3,2 cm sedangkan pada betina secara berturut-turut 11,5, 18,7 dan 2,3 cm. Panjang telinga merupakan salah satu ciri khas kambing PE bila dibandingkan dengan jenis kambing lainnya. Apabila dilihat dari data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa hampir semua ukuran keragaan tubuh pada kambing jantan dewasa melebihi ukuran tubuh betina dewasa..

Tabel 1. Rataan ukuran tubuh Kambing Peranakan Ettawa (PE) yang ada di Bali No. Parameter Betina dewasa Jantan dewasa

1 Berat badan (kg) 36,6 58,72 2 Panjang badan (cm) 78,4 80,8 3 Tinggi pundak (cm) 75,3 83,6 4 Tinggi pinggul (cm) 79,9 96,2 5 Lebar dada (cm) 12,6 15,8 6 Lingkar dada (cm) 79,8 99,3 7 Panjang tanduk (cm) 6,3 14,7 8 Panjang telinga (cm) 11,5 14,9 9 Panjang ekor (cm) 18,7 24,6 10 Lebar ekor (cm) 2,3 3,2

Sumber : Data primer diolah.

Subandryo (1995) dalam tulisannya memperoleh data panjang telinga, panjang ekor dan lebar ekor pada kambing PE jantan adalah 15, 25 dan 3,6 cm. Dari bobot sampai keragaan dimensi tubuh yang lain pada kambing PE yang diamati di Bali lebih kecil bila dibandingkan

(4)

dengan keragaan tubuh, namun lebih tinggi dari yang dilaporkan Kostaman dan Sutama (2006), hal ini dapat pula disebabkan karena kambing yang ada di Bali sudah sering mengalami persilangan sehingga terjadi penurunan secara genetik.

Potensi dan Keragaan Ukuran Tubuh Pada Kambing Kacang (Lokal)

Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia, yang juga terdapat di Bali di sekitar pesisir timur Kabupaten Karang Asem pulau Bali, dan populasinya terbanyak saat ini yaitu 13.448

ekor (Disnakkeswan, 2015) Kambing kacang telah ada sejak 1900-an dan merupakan salah satu

kambing yang dominan dikembangkan di Indonesia (Subandryo, 2004 dalam Batubara, dkk. 2005). Sebagian besar kambing kacang di Bali dipelihara secara digembalakan, terutama pada sore hari, sedangkan pada pagi dan siang dikandangkan. Kambing kacang merupakan kambing yang cepat berkembang biak, mulai umur 15 – 18 sudah bisa menghasilkan keturunan. Bobot badan kambing kacang betina dewasa adalah 18,5 kg/ekor sedangkan bobot jantan dewasa adalah 23,6 kg/ekor, lebih rendah bila dibandingkan dengan yang diperoleh oleh Setiadi et al (1997), yang memperoleh bobot jantan dan betina kambing kacang 25 dan 20 kg/ekor. Bila dibandingkan dengan bobot kambing PE maka bobot kambing kacang betina dewasa adalah setengah dari bobot kambing betina dewasa PE, bahkan untuk jantan dewasa PE, bobotnya 2 kali lipat lebih bila dibandingkan jantan dewasa. Bobot badan kambing PE dewasa mencapai rata-rata 58,72 kg/ekor. Rendahnya bobot kambing kacang yang ada di Bali karena sistem pemeliharaan yang digembalakan dan diumbar pada lapangan pengembalaan sehingga pakan yang dikonsumsi sangatlah tergantung pada ketersediaan di lapangan apalagi kalau musim kemarau, konsumsi hijauanya sangatlah terbatas. Walaupun memiliki bobot yang relatif rendah, kambing kacang tetap dipelihara. Selain karena mudah berkembang biak, selain dipotong untuk konsumsi juga karena sering dipakai sarana upacara agama, terutama yang memiliki bulu hitam kelam (bulu hitam sekujur tubuhnya). Panjang badan betina dewasa mencapai 45,4 cm dan jantan dewasa 54,2 cm, untuk tinggi pundak antara betina dewasa dengan jantan dewasa pada kambing Kacang tidak terlalu besar selisihnya yaitu antara 54,8 cm dengan 55,2 cm. Sedangkan tinggi pundak 54,8 cm pada betina dewasa dan 56,2 cm pada jantan dewasa. Dan bila dibandingkan dengan kambing PE panjang telinga kambing Kacang jauh lebih pendek hanya 4,2 cm pada betina dan jantan 4,6 cm, sedangkan kambing PE mampu mencapai 11,5 cm dan 14,9 cm pada betina dan jantan, hampir 3 kali lipat panjang telinga kambing kacang. Kuping kambing kacang tegak berdiri sedangkan kuping kambing PE adalah menjuntai kebawah. Potensi pengembangan kambing kacang di Bali terbesar di Kabupaten Karangasem, selain karena adanya lahan pengembalaan yang luas juga kambing kacang juga sangat tahan dengan kondisi kekeringan dan efisiensi terhadap hijauan. Tabel 2. Rataan ukuran permukaan ukuran tubuh Kambing Kacang

No. Parameter Betina dewasa Jantan dewasa

1 Berat badan (kg) 18,5 23,6 2 Panjang badan (cm) 45,4 54,2 3 Tinggi pundak (cm) 54,8 56,2 4 Tinggi pinggul (cm) 53,5 57,8 5 Lebar dada (cm) 10,6 12,4 6 Lingkar dada (cm) 62,4 65,4 7 Panjang tanduk (cm) 6,6 7,4 8 Panjang telinga (cm) 4,2 4,6 9 Panjang ekor (cm) 11,7 12 10 Lebar ekor (cm) 1,9 2,3

(5)

Namun saat ini sulit mencari telinga kambing kacang yang tegak berdiri di Bali khususnya karena telah terjadi persilangan dengan kambing PE sehingga bentuk telinga kambing Kacang setengah menjuntai (turun tetapi pendek). Sistem pemeliharaan yang digembalakan juga mempengaruhi terjadinya perkawinan silang antara kambing kacang dengan PE, karena di padang pengembalaan sering berbaur antara kambing kacang dengan Peranakan Ettawa.

Potensi dan Keragaman Dimensi Tubuh Kambing Gembrong

Kambing gembrong adalah salah satu jenis kambing lokal yang berbulu panjang, yang berbeda dengan kambing kacang ataupun kambing Peranakan Etawah (PE).

Gambar 1. Perbedaan antara kambing gembrong (kanan) dengan kambing kacang (kiri)

Kambing gembrong awalnya hanya ditemukan di Bali, dan merupakan salah satu plasma nutfah unik sebagai sumber daya genetik lokal yang jumlahnya sangat terbatas dengan kategori populasi terancam. Batubara, et al. (2007) mengemukakan bahwa kambing gembrong masuk dalam kategori sumber daya genetik kambing lokal, dimana saat ini di Indonesia baru terdeteksi 7 jenis kambing lokal. Pulau Bali merupakan habitat kambing gembrong sejak dulu. Saat ini kambing gembrong banyak dipelihara di daerah timur pulau Bali yaitu Kabupaten Karangasem, dan dahulu banyak dipelihara karena kepentingan akan bulunya yang dipakai sebagai umpan untuk mancing ikan di laut.

Tabel 3. Rataan ukuran permukaan ukuran tubuh kambing gembrong

Parameter

Umur (bulan)

3 6 9 12 18 Betina dewasa Jantan dewasa Berat badan (kg) 9 12,4 14,1 16 16,9 27,6 42 Panjang badan(cm) 42 48,5 50 51 54 62,6 71,5 Tinggi pundak(cm) 47 49 49,3 49,3 52,7 64,2 66 Tinggi pinggul(cm) 49 54,5 53,3 52,8 57,7 66,6 69 Lebar dada(cm) 10 12,5 13,5 12,5 14 14,1 17 Lingkar dada(cm) 47 52 56,5 51 58,8 70,9 76,5 Panjang tanduk(cm) 2 3,2 5,5 4,6 7,3 10,1 18,5 Panjang telinga(cm) 10,5 13 16 17,3 18 17,1 18,5 Panjang ekor(cm) 8 11 11,8 11,3 12,2 12,1 14,5 Lebar ekor(cm) 3,5 3,5 3,8 4,4 4,5 4,1 5

(6)

Jika dilihat dari bobot badan kambing gembrong dewasa betina (27,6 kg) dan jantan (42 kg), menunjukkan kambing gembrong lebih besar dari kambing kacang tetapi lebih kecil dari kambing PE, sedangkan untuk panjang badan untuk betina 62,6 cm sedangkan jantan 71,5 cm, lebih pendek dari kambing PE yang memiliki panjang badan rata-rata 81 cm, namun lebih panjang dari kambing kacang.

Gambar 2. Perkembangan bobot badan jantan dan betina kambing Gembrong.

Dari pengamatan dan pengukuran bulu sebelumnya diperoleh bahwa panjang bulu jantan jauh lebih panjang dibandingkan bulu betina. Panjang bulu jantan hampir disekujur tubuhnya ( leher, badan, paha belakang, muka) berkisar antara 9 – 11 cm, kecuali panjang jenggot yang mencapai 19,79 cm. sedangkan untuk betina panjang bulu disekujur tubuh termasuk jenggot berkisar 5.30–8.80 cm (Sayang Yupardi, dkk. 2009). Dari ketiga jenis kambing yang berkembang di Bali, PE, gembrong dan kacang yang saat ini paling banyak populasinya di Bali adalah kambing Peranakan Ettawa (PE) yang mencapai 44.779 ekor terdiri dari jantan 16.360 dan betina 28.419 ekor. Populasi terbanyak kedua adalah kambing kacang dengan jumlah populasi mencapai 23.627 ekor, dimana jantan berjumlah 7.995 ekor dan betina 15.632 ekor. (Disnakkeswan, 2014). Untuk kambing gembrong yang merupakan salah satu plasma nutfah yang perlu mendapatkan perlidungan karena populasinya yang kritis saat ini berjumlah 6 ekor jantan dan 8 ekor betina dengan 2 ekor masih anakan (Suyasa dan Parwati, 2014).

Kandungan Komponen Darah dari Kambing Kacang, PE dan Gembrong Yang Dipelihara di Bali

Darah yang merupakan bagian terpenting dalam tubuh ternak, yang berfungsi sebagai media transport dengan membawa berbagai zat makanan yang diserap keseluruh jaringan tubuh dan sebaliknya mengangkut hasil metabolisme dari berbagai sel ke berbagai organ ekskresi serta sebagian berfungsi menjaga tubuh dari suhu dan serangan mikroorganisme. Dilihat dari kandungan komponen darah dari masing-masing kambing sangatlah beragam. Hal ini dapat dilihat dari kandungan Hb (g/dl) pada kambing PE 9,27 sedangkan pada Kacang hanya 8,95 nyata lebih tinggi bila dibandingkan kandungan pada kambing Gembrong 8,08 g/dl.

(7)

Tabel 4. Kandungan Komponen darah dari masing-masing kambing

Kandungan Darah Jenis Kambing

Gembrong (n=4) Kacang (n=4) P E (n=4) Hb (g/dl) 8,08c 8,95a 9,27a Hematotkrit pvc (%) 9,09c 10,62a 9,62b Erytrosit (juta/mic. l) 2,73b 3,19a 2,91ab Leucosit (ribu/mic.l) 15,33b 16,40a 13,52c LED (mm/jam) 2,17b 2,50a 1,50c Glucosa (mg/dl) 60,17c 63,17b 64,67a Trigliserida (mg/dl) 21,50b 26,67a 12,67c

Sumber : Analisis Lab Prodia Denpasar.

Komponen hematocrit (pvc) yang berperan dalam pembekuan darah terutama trombosit, dan plassmanya mengangkut zat-zat makanan, hormon, enzim dan lainnya. Kandungan hematocrit dalam darah tertinggi pada kambing Kacang yang mencapai 10,62%, dan berturut-turut lebih rendah adalah kambing PE 9,62% dan terendah pada kambing Gembrong yaitu 9,09%. Untuk kandungan Erytrosit maupun Leucosit yang berfungsi dalam pengangkutan O2keseluruh tubuh,

dan leucosit yang berfungsi menjaga tubuh dari serangan mikroorganisme. Kandungan erytrosit dan leucosit masing-masing kambing memiliki kandungan yang tidak terlalu jauh berbeda. Kandungan erytrosit terendah pada kambing gembrong mencapai 2,73 (juta/mic.l) – sedangkan tertinggi pada kambing kacang 3,19 (juta/mic.l), sedangkan pada kambing PE hanya mencapai 2,91 (juta/mic.l). Untuk kandungan Leucosit tertinggi pada kambing Kacang 16,40 (ribu/mic.l) dan terendah pada kambing PE (13,52 ribu/mic.l). Untuk kandungan glucosa pada darah kambing juga tidak terlalu jauh berbeda antara ke tiga kambing yang diamati dengan kisaran 60,17 (mg/dl) pada kambing gembrong dan tertinggi pada kambing PE yang mencapai (64,67 mg/dl) seperti terlihat pada Tabel 4. Komponen darah yang diamati yang paling signifikan perbedaannya adalah kandungan trigliserida. Kambing kacang memiliki kandungan trigliserida tertinggi yang mencapai 26,67 (mg/dl) berbeda nyata dengan kandungan pada darah kambing gembrong 21,50 (mg/dl), sedangkan pada kambing PE kandungan trigliseridanya justru paling rendah 12,67 (mg/dl) nyata berbeda bila dibandingkan dengan kandungan pada kambing gembrong maupun kacang. Pada itik kandungan trigliserida pada darah sangat berpengaruh terhadap kerontokan bulu. Kandungan trigliserida pada itik akan menurun pada saat terjadinya rontok bulu, dan produksi menjadi menurun (Purba dkk., 2005).

Kesimpulan

1. Dari ketiga jenis kambing yang berkembang di Bali, jenis Peranakan Ettawa (PE) mempunyai dimensi dan ukuran tubuh yang paling tinggi diantara kambing yang lain, sehingga secara ekonomi paling berpotensi untuk dikembangkan.

2. Kambing kacang memiliki ukuran dan dimensi tubuh yang paling kecil diantara ketiga jenis kambing yang ada dan dipelihara di Bali. Namun karena sistem pemeliharaanya yang diumbar/digembalakan dan ketahanannya terhadap kekeringan dan efisiensi terhadap pakan berpotensi dikembangkan di wilayah tertentu terutama Kabupaten Karangasem bagian timur.

(8)

3. Kambing gembrong memiliki karakteristik yang unik, yaitu bulu yang panjang dan termasuk jenis kambing yang langka (terancam punah). Dari segi bobot badan dan dimensi tubuh yang lainnya berada antara kambing PE dan Kacang. Memiliki potensi untuk dilestarikan sebagai salah satu plasma nutfah yang perlu dilindungi dan dijaga populasinya, dan selanjutnya dikembangkan sebagai sarana kunjungan obyek wisata.

Daftar Pustaka

Batubara. A, M. Doloksaribu dan Bess Tiesnamurti. 2007. Potensi Keragaman Sumberdaya Genetik Kambing Lokal Indonesia. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia : Manfaat ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Hal.206 - 214

Disnakkeswan. 2014. Informasi Data Peternakan Di Provinsi Bali Tahun 2014. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. Denpasar. Hal 10 - 11

Disnakkeswan. 2015. Informasi Data Peternakan Di Provinsi Bali Tahun 2014. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. Denpasar. Hal 11

Fera Mahmilia., Simon P Ginting., Aron Batubara,M., Dalok Saribu,M dan Andi Tarigan. 2004. Karakteristik Morfologi dan Performans Kambing Gembrong dan Kosta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 375 - 380

Kostaman, T dan K. Sutama. 2006. Korelasi Bobot Badan Induk dan Lama Bunting, Litter Size dan Bobot Lahir Anak Kambing Peranakan Ettawa. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 2006 . Hal 522 - 527

Nyoman Suyasa dan Ida Ayu Putu Parwati.2015. Karakteristik Kambing Gembrong Bali.

Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Genetik Pertanian. “Pengelolaan Sumber Daya

Genetik Lokal Sebagai Sumber Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Denpasar. 2014. Hal. 408 -414

Novita,CI. ; A. Sudono. ; IK. Sutama dan T. Toharmat. 2006. Produktivitas Kambing Peranakan Etawah yang Diberikan Ransum Berbasis Jerami Fermentasi. Media Peternakan, Journal of Animal Sciene and Technology. Hal. 96–106.

Purba , M., P.S. Hardjosworo , L.H. Prasetyo, Dan D.R. Ekastuti. 2005. Pola Rontok Bulu Itik Betina Alabio dan Mojosari serta Hubungannya dengan Kadar Lemak Darah (Trigliserida), Produksi dan Kualitas Telur. JITV Vol. 10 No. 2. Hal. 96 - 105

Sayang Yupardi., IG. Lanang Oka., IB. Mantra dan Nyoman Suyasa. 2009. Hasil Penelitian. Evaluasi Fisiologi Kambing Gembrong. Universitas Udayana. Bali. Hal 22 - 34

Subandryo,.B. Setiadi, D. Priyanto, M. Rangkuti, W.K. Sejati, D. Angraini, R.S.G. Sianturi, Hastono, dan O. Butar-butar. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Ettawah dan Sumber Daya di daerah Sumber Bibit Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Setiadi, B., D. Priyanto, M. Martawidjaja, Sorta D. Sitorus dan S. Mawi. 1995. Penelitian Karakterisasi Kambing Kosta di Pedesaan. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN tahun anggaran 1994/1995. Ternak Ruminansi Kecil. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rataan ukuran tubuh Kambing Peranakan Ettawa (PE) yang ada di Bali No. Parameter Betina dewasa Jantan dewasa
Gambar 1. Perbedaan antara kambing gembrong (kanan) dengan kambing kacang (kiri)
Gambar 2. Perkembangan bobot badan jantan dan betina kambing Gembrong.
Tabel 4. Kandungan Komponen darah dari masing-masing kambing

Referensi

Dokumen terkait

a. GMP merupakan kaidah cara pengolahan makanan yang baik dan benar untuk menghasilkan makanan atau produk akhir yang aman, bermutu, dan sesuai dengan selera konsumen. Tujuan

Hubungan keseimbangan terhadap keterampilan sepak sila dalam permainan sepak takraw pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 1 Palolo.. Mahir

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menermukan tiga tema induk yang menjadi fokus dari pengalaman terinfeksi HIV para subjek dan satu tema khusus

neonatus cukup bulan,sesuai masa kehamilan usia 6 jam.Asuhan yang diberikan berupa menginformasikan kepada ibu dan suami bahwa bayi dalam keadaan sehat, tanda vital

Untuk mengamati kesegaran ikan nila dilakukan dengan pengenalan perub ahan warna yang tampak pada citra digital dengn menggunakan metode kuadrat terkecil.. Tujuan dari

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menelaah secara lebih mendalam, diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh CAR dan NPL memberikan dampak

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan Kelurahan Balai Gadang memiliki lahan potensial untuk menjadi arahan pemanfaatan lokasi perumahan berdasarkan faktor

Dari kedua sektor yang dilakukan oleh baitul maal KSPPS Binama Semarang dalam memberdayakan ekonomi dhuafa tersebut, penulis melakukan penelitian pada mustahik yang