• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCOBAAN X KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERCOBAAN X KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERCOBAAN X

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah percobaan ini adalah - Mengetahui dan memahami cara-cara pemisahan dan identifikasi suatu zat

dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. II. Landasan Teori

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen yang dipisahkan terdistribusi dalam 2 fase. Salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas yang lainnya seperti fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stasioner. Ketika pita tersebut melewati kolom, pelebaran disebabkan oleh rancangan kolom dan kondisi pengerjaan dan dapat diterangkan secara kuantitatif dengan pengertian jarak dengan teori kolom adalah jantung kromatografi, pemisahan sesungguhnya komponen dicapai dalam kolom. Kromatografi lapis tipis atau TLC(Thin layer chromatography) seperti halnya kromatografi kertas, murah dan mudah dilakukan. Kromatografi ini mempunyai satu keunggulan dari segi kecepatan dan kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis membutuhkan hanya setengah jam saja, sedangkan pemisahan yang umum pada kertas membutuhkan waktu beberapa jam. TLC sangat terkenal dan rutin digunakan di berbagai laboratorium. Media pemisahannya adalah lapisan dengan ketebalan sekitar 0,1-0,3 mm zat padat adsorben pada lempeng kaca, plastic dan aluminium. Lempeng yang paling umum digunakan yang berukuran 8x2 inchi. Dan zat padat yang digunakan adalah alumina, TLC kadang-kadang disebut dengan kromatografi planar. Tidak ada cara yang mudah dalam mengelusi komponen sampel dari lempengan (kertas) untuk melintasi sebuah detektor tetapi telah dikembangkan peralatan untuk mengamati lempengan dengan sifat-sifat sampel seperti itu adsorpsi sinar UV dan pengedaran.

(2)

2 ( Underwood.2006 : 487 )

KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel padat. Kromatografi adsorpsi memiliki beberapa kekurangan, yaitu : a. pemilihan fase diam(adsorben), b. koefisien distribusi untuk seringkali tergantung pada kadar total, sehingga pemisahannya kurang sempurna.

( Soebagio,dkk. 2002 : 58-88) Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error

.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah: Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat

(3)

3 polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.

(Ewing Galen Wood, 1985) Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat.

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini

1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.

1. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan perekasi warna, fluorinsasi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. T

2. Dapat dilakukan elusi secara menaik, atau dengan cara elusi 2 dimensi. merupakan bercak yang tidak bergerak.

3. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu

(4)

4 dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan

(Gholib Gandjar, 2007)

III. Prosedur Kerja 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat - Oven - Kertas saring - Kaca besar - Pita selotip - Gelas piala - Batang pengaduk - TLC - Tabung reaksi - Pipa gelas kapiler

- Bejana - Gelas piala - Rotarvan - Pipet tetes - Lempeng 3.1.2 Bahan - Benzena - Akuades - Metanol - Etanol - Tablet kafelin - Zat cateknik - PE - CaCO4 - Sukrosa

(5)

5 - Larutan pengembang komposisi metanol

3.2 Skema Kerja

3.2.1 Reparasi Plat

Diaduk dengan mortis Dilapiskan diatas plat

Dikeringkan pada oven dalam suhu 120 selama satu jam

3.2.2 Penyiapan Pengembang Kromatografi

Dimasukkan ke dalam chember, digoyang, dihomogenkan, dan dijenuhkan selama 5 – 10 menit

Dicampurkan dalam gelas kimia Ditutup dengan cawan sampai jenuh Diamati pola senyawa

3 gram silika + 6 mL air

HASIL

1 mL metanol

Asam asetat, eter, benzen

(6)

6 3.2.3 Penotolan Sampel

Ditotolkan pada ujung plat menggunakan pipet halus

Didiamkan sampai kering

Dimasukkan dalam chember, didiamkan, dan dilihat hasilnya

Sampel

(7)

7 IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

NO Perlakuan Hasil

1 Silika Gel pada eluen Heksana : Benzena

Terbentuk warna :

- Cokelat, jarak dari pangkal 0,6 cm

Rf =

= 0,15

- Kuning, jarak dari pangkal 0,48 cm

Rf =

=

0,12

- Hijau, jarak dari pangkal 0,3 cm Rf =

=

0,075

2 Silika Gel pada eluen CH3COOH :

Benzena : Heksana

Terbentuk warna : - Hijau, jarak 1,6 cm

Rf =

= 0,4 cm

3 Silika gel pada eluen CH3COOH :

Benzena

Terbentuk warna Hijau, jarak 3,8 cm Rf =

= 0,95

4 Silika Gel pada eluen CH3COOH :

Heksana : Bnezena Terbentuk warna - Hijau, jarak 3,6 cm Rf =

= 0,9

- Merah, jarak 2,3 cm Rf =

= 0,575

- Cokelat, jarak 2,3 cm Rf =

= 0,575

(8)

8 4.2 Pembahasan

Pada percobaan ini praktikan melakukan identifikasi senyawa yang terkandung dalam sirih merah menggunakan prinsip kromatografi lapis tipis (KLT), sirih merah sendiri mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin.

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu

sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan

komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya

memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel

dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin

dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan

dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan

Dalam kromatografi, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan

(9)

9 komponen. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika).

Eluen – eluen yang dipergunakan pada percobaan ini memiliki nilai perbandingan yang telah ditentukan. Eluen yang dipergunakan antara lain Heksana : Benzena (1:1), CH3COOH : Benzena : Heksana (1:1:1), CH3COOH :

Benzena (2:1), dan CH3COOH : Heksana : Benzena (1:1:1). Ketiga jenis pelarut

tersebut memiliki kepolaran berbeda – beda, dimana CH3COOH bersifat polar,

benzena bersifat non polar, sedangkan heksana bersifat sangat non polar.

Seperti yang yang telah diketahui bahwa daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin. Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida, dan asam asetat. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air. Berikut struktur flavonoid

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme

(10)

10 dari tumbuh–tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis. Alkaloid bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar. Berikut struktur alkaloid

Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya: terasa manis, ada yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis, dan bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut yang bersifat polar seperti seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida, dan asam asetat

Tanin merupakan suatu senyawa golongan yang terbesar dari senyawa kompleks yang tersebar luas pada dunia tumbuhan. Tanin dianggap senyawa

(11)

11 kompleks yang dibentuk dari campuran polifenol yang sangat sukar dipisahkan karena tidak dapat dikristalkan. Tanin umumnya terdapat dalam organ daun, buah, kulit batang, dan kayu. Tanin bersifat polar sehingga dapat larut dalam senyawa polar.

Sebelum melakukan identifikasi dengan KLT, terlebih dahulu sampel daun sirih merah di maserasi untuk memeperoleh ekstrak daun sirih merah. Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas.

Namun biasanya maserasi digunakan untuk mengekstrak senyawa yang tidak tahan panas (termolabil) atau senyawa yang belum diketahui sifatnya. Karena metoda ini membutuhkan pelarut yang banyak dan waktu yang lama. Secara sederhana, maserasi dapat kita sebut metoda “perendaman” karena memang proses ekstraksi dilakukan dengan hanya merendam sample tanpa mengalami proses lain kecuali pengocokan (bila diperlukan). Prinsip penarikan (ekstraksi) senyawa dari sample adalah dengan adanya gerak kinetik dari pelarut, dimana pelarut akan selalu bergerak pada suhu kamar walaupun tanpa pengocokan. Namun untuk mempercepat proses biasanya dilakukan pengocokan secara berkala.

Setelah diperoleh ekstrak dari sirih merah, dilanjutkan dengan penotolan sampel. Dimana pada percobaan ini digunakan fase diam berupa silika

(12)

12 gel atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Digunakan silica gel karena mengandung bahan tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekat.

Pelat KLT yang digunaka berukuran 5 cm 1 cm, kemudian dibuat batas bawah dan atasnya agar mudah untuk menghitung Rfnya. Batas bawah yang dibuat adalah ⁄ cm dan batas atas adalah ⁄ cm. Batas bawah dan batas atas ini dibuat dengan menggunakan pensil. Sebuah garis menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Sebagai penanda batas atas dan batas bawah fase diam (yang akan dilalui eluen) digunakan pensil, karena pensil mengandung senyawa karbon yang tidak larut dalam eluen. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk, oleh karena itu digunakan pensil sebagai penandanya. Penotolan biasanya dilakukan menggunakan pipa kapiler kaca tetapi dapat pula dilakukan penyemprotan atau alat otomatis. Lalu pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran udara kering. Selanjutnya lapisan dimasukkan ke bejana pengembang sesuai dengan fraksi dan perbandingan masing-masing.

Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.

Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda

(13)

13 dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Bagaimana cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada:

1. Kelarutan senyawa dalam pelarut. Tergantung pada besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.

2. Senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika. Tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan jel silika.

Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya hanya dapat mengambil bagian interaksi van der Waals yang lemah. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan.

Terdapat perbedaan bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya merupakan atraksi antara senyawa dengan jel silika. Atraksi antara senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting-hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika. Penyerapan pada kromatografi lapis tipisbersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silika-untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan.

Setelah pencelupan, pada silika gel akan terbentuk noda – noda yang memilki warna berbeda – beda. Setiap noda yang terbentuk pada silika gel diukur

(14)

14 jaraknya dari batas yang telah dibuat agar dapat dilakukan perhitungan nilai Rf. Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0

Untuk pelat yang dicelupkan pada eluen Heksana : Benzena (1:1) terbentuk tiga warna yang berbeda, yaitu warna cokelat berjarak 0,6 cm, warna kuning berjarak 0,48 cm, dan hijau 0,3 cm. nilai Rf yang diperoleh dari ketiga warna tersebut adalah 0,15, 0,12, dan 0,075. Pada pelat ini noda yang terbentuk bergerak lurus dari warna pertama hingga warna ketiga. Ini menunjukan noda yang terbentuk tidak berekor dan senyawa - senyawa yang terlarut oleh pelarutnya terpisah dengan baik dan membentuk noda yang berada di tengah, dari hasil ini dapat di;ihat bahwa eluen Heksana : Benzena merupakan eluen yang baik pada percobaan KLT ini. Berbeda dengan pelat yang direndam dengan eluen lain yang membentuk noda yang berekor, ini menunjukan senyawa yang tidak terpisah. Pada eluen CH3COOH : Heksana : Heksana(1:1:1) hanya terbentuk noda

(15)

15 berwarna hijau, dengan jarak tempuh 1,6 cm dan nilai Rf yang diperoleh 0,4. Pada eluen CH3COOH : Benzena (2:1) terbentuk noda berwarna hijau dengan jarak

tempuh 3,8 cm dan Rf 0,95, dan pada eluen CH3COOH : Heksana : Benzena

(1:1:1) terbentuk tiga warna yaitu hijau, merah, dan cokelat, dengan jarak tempuh masing – masing 3,6 cm, 2.3 cm, dan 2,3 cm dan Rf yang diperoleh 0,9, 0,575, dan 0,575.

Noda-noda yang diperoleh biasanya berekor disebabkan karena : 1. Penotolan yang berulang-ulang dan letaknya tidak tepat 2. Kandungan senyawa yang terlalu asam atau basa 3. Lempeng yang tidak rata

Dari nilai Rf yang diperoleh dibawah 1, dapat diketahui bahwa senyawa – senyawa yang serkandung dalam sirih merah sebagian besar bersifat polar. Warna – wana yang terbentuk itu merupakan hasil pengamatan berdasarkan penglihatan mata, seharusnya digunakan sinar UV untuk dapat melihat noda – noda yang benar – benar terbentuk pada pelat KLT dan pengukuran jarak – jarak noda lebih akurat.

Menurut beberapa jurnal penelitian senyawa metabolit sekunder, dengan eluen yang berbeda diperoleh :

1. Ekstrak metanol daun sirih merah ditotolkan pada fase diam lempeng KLT silica gel, dengan fase gerak etilasetat:metanol:air (9:2:2). Penampak noda yang digunakan pereaksi Dragendorf. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya senyawa alkaloid di dalam ekstrak daun sirih merah.

2. Dengan menggunkan eluen n-heksana : etil asetat (20:80) dan diamati dibawah sinar UV , = 365 nm setelah diberi penampak noda asam sitroborat menghasilkan noda orange yang menunjukan adanya senyawa flavonoid.

(16)

16 V. Kesimpulan dan Saran

1. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu

sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan

komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.

2. Eluen yang dipergunakan antara lain Heksana : Benzena (1:1), CH3COOH :

Benzena : Heksana (1:1:1), CH3COOH : Benzena (2:1), dan CH3COOH :

Heksana : Benzena (1:1:1).

3. Pelat yang dicelupkan pada eluen Heksana : Benzena (1:1) terbentuk tiga warna yang berbeda, yaitu warna cokelat berjarak 0,6 cm, warna kuning berjarak 0,48 cm, dan hijau 0,3 cm. Nilai Rf yang diperoleh dari ketiga warna tersebut adalah 0,15, 0,12, dan 0,075.

4. Pada eluen CH3COOH : Heksana : Heksana(1:1:1) hanya terbentuk noda

berwarna hijau, dengan jarak tempuh 1,6 cm dan nilai Rf yang diperoleh 0,4.

5. Pada eluen CH3COOH : Benzena (2:1) terbentuk noda berwarna hijau

dengan jarak tempuh 3,8 cm dan Rf 0,95.

6. Pada eluen CH3COOH : Heksana : Benzena (1:1:1) terbentuk tiga warna

yaitu hijau, merah, dan cokelat, dengan jarak tempuh masing – masing 3,6 cm, 2.3 cm, dan 2,3 cm dan Rf yang diperoleh 0,9, 0,575, dan 0,575.

7. Noda yang baik adalah noda yang tidak berekor yang menunjukkan senyawa - senyawa yang terlarut oleh pelarutnya terpisah dengan baik dan

membentuk noda yang berada di tengah. 5.2 Saran

Disarankan untuk percobaan KLT ini disediakan pembanding dari percobaan lain sehingga dapat dengan mudah mengidentifikasi kandungan yang ada dalam suatu sampel dan untuk memperoleh pengamatan bercak yang terbentuk ada baiknya diamati dengan menggunakan sinar UV, sehingga warna – warna yang sebenarnya terbentuk dapat terdeteksi dan pengukuran jaraknya juga lebih akura.

(17)

17 VI. Daftar Pustaka

Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Ewing, Galen Wood. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw-Hill. Singapore.

Gholib, Ibnu.2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Soebagio,dkk.2003. Kimia Analitik II. Malang : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Referensi

Dokumen terkait

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca..

Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu melakukan analisis kromatografi lapis tipis terhadap larutan standar dengan konsentrasi berbeda, penentuan

IDENTIFIKASI SENYAWA OBAT PIROKSIKAM DALAM SEDIAAN PADAT OBAT TRADISIONAL DENGAN METODE.. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) DAN

Manfaat yang diperoleh dari identifikasi senyawa obat Piroksikam dalam. sediaan padat obat tradisional dengan metode kromatografi lapis tipis

Dalam kromatografi partisi cairan, fase cair yang bergerak mengalir melewati fase cair stasioner yang diserapkan pada suatu pendukung; dalam kromatografi kertas

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca..

Dalam metode Kromatografi Lapis Tipis, untuk mengidentifikasi antalgin dalam jamu pegal linu dapat diamati pada kromatogram berdasarkan perbandingan harga Rf

Pada gas kromatografi, yang berperan sebagai fasa diam adalah suatu senyawa polar dengan fasa gerak berupa gasinert untuk analisis sampel polar.. Komponen-komponen sampel akan dibawa