• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan Program Studi Magister Kesehatan Keluarga Minat Utama Pendidikan Ilmu Bedah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan Program Studi Magister Kesehatan Keluarga Minat Utama Pendidikan Ilmu Bedah"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBEDAAN EFEKTIFITAS EPITELISASI ANTARA PERAWATAN TERBUKA MENGGUNAKAN Moist Exposed Burn Ointment DENGAN PERAWATAN

TERTUTUP MENGGUNAKAN NaCl 0,9% PADA LUKA BAKAR DERAJAT II DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Dr. MOEWARDI SURAKARTA TESIS

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan Program Studi Magister Kesehatan Keluarga Minat Utama

Pendidikan Ilmu Bedah

Diajukan Oleh :

Ida Ayu Setyawati Sri Krisna Dewi S500708011

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2014 commit to user

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : Ida Ayu Setyawati Sri Krisna Dewi NIM : S 560708001

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “ Perbedaan Efektifitas Epitelisasi Antara Perawatan Terbuka Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment Dengan Perawatan Tertutup Menggunakan NaCl 0,9% Pada Luka Bakar Derajat II di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta”, adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,

Ida Ayu Setyawati Sri Krisna Dewi

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan pertolonganNya sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir dengan judul “Perbedaan Efektifitas Epitelisasi Antara Perawatan Terbuka Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment Dengan Perawatan Tertutup Menggunakan NaCl 0,9% Pada Luka Bakar Derajat II di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta”.

Karya akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

Perkenankan saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan belajar pada program pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., selaku direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan fasilitas dalam menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana.

3. R. Basoeki Soetardjo, drg, MMR, selaku Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

4. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. SpPD-KR, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Dr. Hari Wujoso, dr. Sp.F, MM, selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Pendidikan Profesi Kesehatan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Prof. Dr. dr. Harsono Salimo Sp.A(K) selaku penguji tesis pasca sarjana atas segala bantuannya.

7. Soebandrijo, dr, SpB, SpBTKV, selaku Kepala SMF Bedah RSUD Dr. Moewardi Surakarta. commit to user

(6)

vi

8. Nunik Agustriani, dr, SpB, SpBA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Dr. Suharto Wijanarko, dr, Sp.U, selaku pembimbing utama yang membimbing dan mendorong saya agar menyelesaikan karya akhir ini.

10.Amru Sungkar, dr, SpB, SpBP-RE(K), selaku pembimbing pendamping yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan karya akhir ini serta memberikan banyak kesempatan dalam penanganan pasien yang menjadi sampel.

11.Dewi Haryanti Kurniasih, dr, SpBP-RE(K), selaku kepala bagian bedah plastik dan rekonstruksi RSUD Dr. Moewardi Surakarta, telah memberikan banyak kesempatan dalam penanganan pasien yang menjadi sampel serta sarannya yang membuat karya ilmiah akhir ini menjadi lebih lengkap.

12.Seluruh Senior Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

13.Paramedis dan non paramedis di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

14.Seluruh residen bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta terutama stase bedah plastik dan rekonstruksi saat penelitian ini saya kerjakan.

15.Pasien-pasien yang sudah bersedia menjadi sampel dalam penelitian saya ini. 16.Orang tua, suami dan anakku serta keluarga besar saya yang memberikan

semangat, doa dan dukungannya hingga selesainya karya akhir ini.

Kami menyadari bahwa karya akhir ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu setiap kritik dan saran yang membangun akan kami terima dengan senang hati.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa merestui segala langkah dalam menuntut ilmu, dan menjadi pribadi yang lebih berguna dalam membantu sesama. Amin.

Surakarta, Agustus 2014

Penulis commit to user

(7)

vii ABSTRAK

PERBEDAAN EFEKTIFITAS EPITELISASI ANTARA PERAWATAN TERBUKA MENGGUNAKAN Moist Exposed Burn Ointment DENGAN PERAWATAN

TERTUTUP MENGGUNAKAN NaCl 0,9% PADA LUKA BAKAR DERAJAT II DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Latar Belakang : Penyembuhan luka bakar menjadi tantangan dan hingga saat ini perawatan alternatif masih terbatas. Perawatan luka bakar merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka bakar.

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan efektifitas perawatan luka bakar derajat II menggunakan MEBO dengan NaCl 0,9%.

Metode : Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan post test only control group design. Subyek penelitian terdiri dari 11 obyek. Ditentukan menggunakan quota sampling. Subyek penelitian dibagi 2, kelompok I mendapatkan perawatan dengan MEBO, kelompok II mendapatkan perawatan dengan NaCl 0,9%, kemudian dievaluasi luas epitelisasi pada hari ke-7, 12 dan 14. Data yang diperoleh diuji normalitas dengan uji non parametrik, uji beda dengan uji Mann Whitney menggunakan SPSS 17.0.

Hasil : Pengamatan pada hari ke-7 tidak terdapat perbedaan yang bermakna penggunaan MEBO dengan NaCl 0,9% (p = 0.949), sedangkan pada hari ke-12 (p = 0.034) dan 14 (p = 0.023), berarti terdapat perbedaan yang bermakna penggunaan MEBO dengan NaCl 0,9% terhadap adanya epitelisasi.

Simpulan : Perawatan menggunakan MEBO lebih efektif terhadap adanya epitelisasi pada luka bakar derajat II dibandingkan perawatan dengan NaCl 0,9% (p<0.05).

Kata kunci : Luka bakar derajat II, MEBO, NaCl 0,9%, epitelisasi.

(8)

viii

ABSTRACT

DIFFERENCES EFFECTIVENESS EPITHELIZATION BETWEEN OPENED TREATMENT USING Moist Exposed Burn Ointment

WITH CLOSED TREATMENT USING NaCl 0,9% AT SECOND DEGREE BURNS IN Dr. MOEWARDI

GENERAL HOSPITAL SURAKARTA

Background: Wound healing in burn wounds presents a challenge in healthcare, and there is still a lack of alternatives in topical burn wound treatments. Treatment of burns is one of the factors that contribute to the healing of burns.

Objective : The purpose of this study was to evaluate the efficacy of dermaheal MEBO on thermal second degree burns compared to NaCl 0,9% treatment. Methode: This research is to design an experimental post-test only control group design. The subjects of the study consisted of 11 objects. Determined using quota sampling. Subjects were divided 2, group I with MEBO treatment, group II treatment with 0.9% NaCl, and then evaluated broad-epithelialization at days 7, 12 and 14, data were tested for normality with the non-parametric test, different test with Mann Whitney test using SPSS 17.0.

Result: Observations on day 7 there was no significant difference between MEBO and NaCl 0,9% (p = 0.949), whereas on day 12 (p = 0.034) and 14 (p = 0.023), there were significant differences between MEBO and NaCl 0,9% to the presence of epithelization.

Conclusion: MEBO more effective treatment using the presence of epithelization on second degree burns compared to treatment with NaCl 0,9% (p<0.05).

Key words: Second degree burns, MEBO, NaCl 0,9%, epithelization

(9)

ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii HALAMAN PERNYATAAN ... iv KATA PENGANTAR ... v ABSTRAK ... vii DAFTAR ISI . ... ix DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

A. Luka Bakar ... 6

B. Pengobatan Lokal Luka Bakar ... 23

C. Perawatan terbuka menggunakan MEBO ... 23

D. Perawatan tertutup menggunakan NaCl 0,9%... 30

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 34

A. Kerangka Konsep ... 34 commit to user

(10)

x

B. Hipotesis ... 35

BAB IV METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

B. Tempat dan Waktu ... 36

C. Besar Sampel dan Teknik Sampling ... 37

D. Kriteria Restriksi ... 37

E. Variabel ... 38

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38

G. Jadwal Kegiatan ... 40

H. Bahan ... 40

I. Bagan Cara Kerja ... 41

J. Analisis Data ... 42

BAB V HASIL ... 43

A. Hasil Penelitian ... 43

B. Hasil Penelitian Menurut Luas Epitelisasi Pada Heri Ke-7, ke-12 dan Ke-14 ... 43

C. Hasil Perawatan Luka... 44

D. Hasil Analisis Data ... 46

BAB VI PEMBAHASAN ... 48

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Simpulan... 53

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Luka Bakar Derajat I. ... 8

Gambar 2.2. Luka Bakar Derajat II ... 9

Gambar 2.3. Luka Bakar Derajat III ... 10

Gambar 2.4. Zona Luka Bakar ... 12

Gambar 2.5. Klinis Zona Luka Bakar ... 12

Gambar 2.6. Diagram Luas Luka Bakar ... 13

Gambar 2.7. Fase Inflamasi, Proliferasi dan Maturasi ... 17

Gambar 2.8. Epitelisasi pada tepi luka bakar ... 18

Gambar 2.9. Prosedur perbaikan dan regenerasi jaringan kulit pada luka bakar 19 Gambar 2.10. Aplikasi MEBO pada luka bakar ... 25

Gambar 2.11. Proses Hydrolisis ... 26

Gambar 2.12. Proses Enzymolisis ... 26

Gambar 2.13. Proses Rancidity dan Saponifikasi ... 27

Gambar 2.14. Proses Lipofication dan Esterification ... 28

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penyembuhan Luka ... 34

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian ... 36

Gambar 4.2. Bagan Cara Kerja ... 41

Gambar 5.1. Luka bakar derajat II pada regio femur dextra dan sinistra ... 44

Gambar 5.2 (A).Pengamatan hari ke-7 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra 45

Gambar 5.2 (B).Pengamatan hari ke-7 pada luka bakar derajat II di regio femur dextra 45 commit to user

(12)

xii

Gambar 5.3 (A). Pengamatan hari ke-12 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra 45 Gambar 5.3 (B). Pengamatan hari ke-12 pada luka bakar derajat II di regio femur dextra 45 Gambar 5.4 (A). Pengamatan hari ke-14 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra 46 Gambar 5.4 (B). Pengamatan hari ke-14 pada luka bakar derajat II di regio femur dextra 46

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jadwal kegiatan ... 41 Tabel 5.1. Data skor epitelisasi perawatan dengan MEBO hari ke-7, 12 dan 14 .. ... 44

Tabel 5.2. Data skor epitelisasi perawatan dengan NaCl 0,9% hari ke-7, 12 dan 14 44 Tabel 5.3 Uji beda hasil perawatan hari ke-7, 12 dan 14. ... 47

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN IGD : Instalasi Gawat Darurat

MEBO :Moist Exposed Burn Ointment MEBT : Moist Exposed Burn Therapy NaCl 0,9% : Natrium Clorida 0,9%

PMN : Polimorfonuklear

PRCs : Potential Regenerative Cells RSDM : Rumah Sakit Dr. Moewardi

SPSS : Statistical Product and Service Solution SSD : Silver Sulphadiazine

STSG : Split Thickness Skin Graft

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Ethical Clearance Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian Lampiran 4. Surat persetujuan

Lampiran 5. Lembar pengumpulan data

Lampiran 6. Data pasien yang dilakukan perawatan luka bakar derajat II Lampiran 7. Analisis data dengan SPSS

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. (Moenadjat Y. 2009). Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi dokter dengan biaya yang dibutuhkan dalam penanganannya cukup tinggi. Perawatan luka bakar merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka bakar. (Sjamsuhidajat R., 2005).

Di negara-negara Eropa, jumlah korban meninggal akibat luka bakar terutama di Inggris dan Wales dalam satu dekade, tahun 1990 – 2000, dilaporkan mengalami penurunan sejumlah 30%. Badan survey statistik dan pendataan penduduk di negara tersebut melaporkan bahwa pada tahun 1990 sebanyak 406 orang meninggal akibat luka bakar. Angka ini meningkat 4.5% - 50% pada kelompok anak usia 5-14 tahun. (Cox S., 2010). Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa per tahun meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah anak-anak dan lansia cukup tinggi di Indonesia serta ketidakberdayaan anak-anak dan lansia untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka pada usia anak-anak dan lansia menjadi angka kematian tertinggi akibat luka bakar yang terjadi di Indonesia. (Sjamsuhidajat R., 2005). Dalam jangka waktu 3 bulan pada

(17)

tahun 2013, sejak bulan Januari – Maret, terdapat 85 pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta dengan luka bakar dimana sebanyak 75 pasien (85%) adalah pasien dengan luka bakar grade II.

Prinsip tujuan terapi luka bakar adalah untuk; mencegah atau mengurangi invasi bakteri ke dalam sirkulasi dan ke jaringan sekitar, seminimal mungkin, mempermudah pengangkatan jaringan nekrosis dan pembentukan jaringan granulasi, melindungi jaringan granulasi dan epitel yang baru terbentuk, memperkuat jaringan yang terbentuk sebagai barrier terhadap infeksi dan membantu mempercepat penyembuhan luka.

Moist Exposed Burn Therapy (MEBT) merupakan salah satu metode baru dalam penatalaksanaan luka bakar yang bekerja dengan memicu terjadinya proses regenerasi in situ (menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak, dalam hal ini adalah kulit yang mengalami luka bakar). Teknik ini sebenarnya sudah digunakan di Cina sejak awal tahun 80-an. MEBT bekerja pada suasana yang lembab / ”moist” , suasana lembab ini diciptakan

melalui penggunaan preparat topikal yaitu salep Moist Exposed Burn Ointment (MEBO). (Ayyanar M., 2009, Xu R. X. 2003).

Suasana lembab yang dipelihara oleh MEBO akan menyebabkan sel-sel mampu bertahan hidup, mampu melepaskan faktor-faktor pemicu pertumbuhan, sehingga proses penyembuhan berlangsung lebih cepat dan lebih baik. (Xu R. X. 2003).

(18)

Perawatan luka tertutup memiliki banyak manfaat pada kondisi luka yang eksudatif. Penutupan luka menggunakan bahan yang bersifat adsorben menyerap eksudat misalnya kasa hidrofilik atau balutan sintetis ditujukan untuk kegunaan tersebut. Perawatan ini merupakan barrier yang menghambat kontaminasi luka terhadap mikroorganisme yang berasal dari luar, namun di sisi lain balutan yang mengalami kejenuhan (dipenuhi eksudat) merupakan media yang baik untuk tumbuh-kembang mikroorganisme patogen, termasuk fungi. (Moenadjat Y. 2009).

Natrium Klorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh, karena alasan ini, tidak ada reaksi hipersensitivitas dari natrium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Natrium Klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Natrium Klorida 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat. (Demling R. H., 2010).

Saat ini, di RSDM Surakarta belum ada uji klinik yang membandingkan perawatan luka bakar derajat II menggunakan MEBO dengan perawatan tertutup, sehingga mendorong untuk dilakukan penelitian. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat memberikan pilihan bagi teknik perawatan pada luka bakar derajat II dari segi efektifitas penyembuhan.

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan efektifitas epitelisasi antara perawatan terbuka menggunakan MEBO dengan perawatan tertutup menggunakan NaCl 0,9% pada luka bakar derajat II ?

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya perbedaan efektifitas epitelisasi antara perawatan terbuka menggunakan MEBO dengan perawatan tertutup menggunakan NaCl 0,9% pada luka bakar derajat II.

2. Tujuan Khusus

Untuk membedakan efektifitas epitelisasi antara perawatan terbuka menggunakan MEBO dengan perawatan tertutup menggunakan NaCl 0,9% dalam penyembuhan luka bakar derajat II

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Dapat menjelaskan tentang perbedaan efektifitas epitelisasi antara perawatan terbuka menggunakan MEBO dengan perawatan tertutup menggunakan NaCl 0,9% pada luka bakar derajat II.

2. Aplikatif

Untuk mendapatkan metode/ cara perawatan yang lebih efektif pada perawatan luka bakar derajat II. commit to user

(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. (Moenadjat Y. 2009).

Pemberian anti mikroba sistemik dalam keadaan ini kurang efektif karena penetrasinya kurang pada jaringan yang mengalami luka bakar akibat gangguan sirkulasi lokal. Pemberian anti mikroba topikal merupakan pilihan dan sama pentingnya dengan resusitasi cairan, karena kausa terbanyak kematian pada penderita luka bakar adalah syok dan sepsis yang erat hubungannya dengan resusitasi cairan dan infeksi. (Knighton J. 2011, Stander M., 2011).

Sedikitnya 5 – 10 % penderita luka bakar yang dirawat di burn center

di Amerika Serikat mendapatkan infeksi nosokomial. Sedangkan jenis bakteri sebagai penyebab infeksi terbanyak pada luka bakar adalah Stafilokokus aureus

50 – 70 %, Koliform 20 – 4- %, Pseudomonas aeruginosa 10 – 20 %, Proteus Sp. 10 – 15 % dan Streptokokus piogenes 0 – 5%. (Cancio L.C., 2001).

Klasifikasi luka bakar

Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan kedalaman kerusakan jaringan dan luas luka bakar yang perlu disertakan dalam diagnosis.

(21)

6 1. Berdasarkan penyebab

Luka bakar tidak hanya disebabkan oleh api, berdasarkan penyebabnya, antara lain :

a. Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya (burn) b. Luka bakar karena minyak panas

c. Luka bakar karena air panas (scald)

d. Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat (chemical burn)

e. Luka bakar karena listrik dan petir (electric burn/ electrocution dan

lightning)

f. Luka bakar karena radiasi

g. Luka bakar karena ledakan (ledakan bom, ledakan tabung gas) h. Trauma akibat suhu sangat rendah (frost bite).

2. Berdasarkan kedalaman jaringan (luka bakar) a. Luka bakar derajat I

Merupakan luka bakar dimana terjadi kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis, sehingga perlekatan epidermis dengan dermis (dermal-epidermal junction) tetap terpelihara dengan baik. Dari kondisi klinis, kulit kering, hiperemis berupa eritema (Gambar 2.1). Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan (regenerasi epitel) terjadi secara spontan dalam waktu 5 – 7 hari. Contoh : luka bakar akibat sengatan sinar matahari (sun-burn).

(22)

7

Gambar 2.1. Luka Bakar Derajat I. (Atiyeh B.S., 2002).

b. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respons yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Luka derajat II ini dibedakan menjadi dua, yaitu : derajat II dangkal dan derajat II dalam.

1. Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn)

Kerusakan mengenai epidermis dan sebagian (sepertiga bagian superfisial) dermis. Dermal-epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bula, blister). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal (Gambar 2.2). Bila epidermis terlepas (terkelupas), terlihat dasar luka berwarna kemerahan, kadang pucat, edematus dan eksudatif. Apendises kulit (integumen, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea utuh. Penyembuhan commit to user

(23)

8

terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu antara 10 – 14 hari, hal ini dimungkinkan karena membrana basalis dan apendises kulit tetap utuh; diketahui keduanya merupakan sumber proses epitelisasi.

2. Derajat II dalam (Deep partial thickness burn)

Kerusakan mengenai hampir seluruh (duapertiga bagian superfisial) dermis. Apendises kulit (integumen) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian utuh. Kerap dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu lebih dari 2 minggu.

Gambar 2.2. Luka Bakar Derajat II. (Atiyeh B.S., 2002). c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan kulit (epidermis dan dermis) serta lapisan yang lebih dalam. Apendises kulit (adneksa, integumen) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Kulit yang terbakar tampak berwarna pucat atau lebih putih karena terbentuk eskar (Gambar 2.3). Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama. Proses commit to user

(24)

9

epitelisasi spontan baik dari tepi luka (membrana basalis), maupun dari apendises kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea yang memiliki potensi epitelisasi) tidak dimungkinkan terjadi karena struktur-struktur jaringan tersebut mengalami kerusakan. (Moenadjat, 2009; WHO, 2008).

Gambar 2.3. Luka Bakar Derajat III. (Atiyeh B.S., 2002).

Berat ringannya luka bakar ditinjau dari kedalaman dan kerusakan jaringan ditentukan oleh peran faktor antara lain :

1. Penyebab (api, air panas, ledakan, bahan kimia, listrik) 2. Lama kontak antara tubuh dan sumber panas.

Pembagian zona kerusakan jaringan

1. Zona koagulasi, zona nekrosis. Daerah yang langsung mengalami kontak langsung. Kerusakan jaringan berupa koagulasi (denaturasi) protein akibat pengaruh trauma termis. Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak.

(25)

10

2. Zona statis. Daerah yang berada langsung di luar/ di sekitar dan berhubungan dengan zona koagulasi. Kerusakan yang terjadi di daerah ini karena perubahan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit yang diikuti perubahan permeabilitas kapiler, trombosis dan respons inflamasi lokal; mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi (no flow phenomena). Proses biasanya berlangsung 12 – 24 jam pasca trauma, yang mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

3. Zona hiperemia. Daerah di luar zona statis. Di daerah ini terjadi reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi sel. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (Gambar 2.4, 2.5). (Moenadjat, 2009; WHO, 2008).

Gambar 2.4. Zona Luka Bakar. (Xu R.X., 2004).

(26)

11

Gambar 2.5. Klinis Zona Luka Bakar. (Demling R. H., 2010). Luas luka bakar

Luas luka bakar pada dewasa dihitung dengan rumusan Rule of Nine, sedangkan pada anak-anak menggunakan Lund and Browder’s chart (Gambar 2.6). (Knighton, 2011; WHO, 2008).

Gambar 2.6. Diagram Luas Luka Bakar. (Knighton J, 2011; WHO, 2008). Penyembuhan luka

Penyembuhan luka dibagi menjadi 3 fase : 1. Fase Inflamasi

Berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ke-5. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan edema dan pembengkakan. Pembuluh kapiler yang cedera mengalami kontraksi dan trombosis memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka melepaskan histamin dan agen commit to user

(27)

12

kimia vasoaktif lainnya yang menyebabkan vasodilatasi disekitar jaringan. Aliran darah akan lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan eritema, pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi berdenyut. Aktifitas seluler yang terjadi pada fase ini adalah migrasi lekosit dari pembuluh darah yang dilatasi. Respon pertahanan melawan patogen dilakukan oleh Polimorfonuklear (PMN) atau leukosit dan makrofag ke daerah luka. PMN akan melindungi luka dari invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris pada luka.

Lekosit ini mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna mikroorganisme, debris dan benda asing pada luka. Limfosit dan monosit yang muncul kemudian turut menghancurkan debris dan mikroorganisme. Sedangkan pembentukan kolagen pada fase ini masih sedikit.(Moenadjat, 2009; WHO, 2008).

2. Fase proliferasi/ fibroplasia

Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi (hari ke-6 sampai akhir minggu ke-3). Pada fase fibroplasia ini luka dipenuhi oleh sel radang. Fibroblas dan kolagen membentuk jaringan berwarna kemerahan dan mudah berdarah dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Fase ini dibagi menjadi fase destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase. Ini merupakan fase dengan aktivitas yang tinggi yaitu suatu metode pembersihan dan penggantian jaringan sementara. PMN akan membunuh bakteri patogen dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena dapat menstimulasi fibroblastik sel untuk membuat kolagen.

Epitel dari tepi luka bermigrasi mengisi permukaan luka, tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses mitosis epitel hanya bisa terjadi ke arah permukaan yang datar atau lebih rendah. Proses ini baru berhenti apabila epitel telah saling

(28)

13

menyentuh dan menutup permukaan luka. Sebaliknya, proses ini akan berjalan terus bila permukaan luka belum tertutup epitel. (Moenadjat, 2009; WHO, 2008).

Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru. Kapiler baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan granulasi tidak rata atau bergelombang (bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas dasar luka yang bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi sekitar luka atau dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelejar sebasea dalam luka. Mereka nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati luka. Sel tersebut sangat rapuh dan mudah rusak karena tindakan, sehingga pada saat medikasi dilakukan dengan hati-hati. Migrasi berhenti ketika luka menutup dan mitosis epitelium menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan untuk membentuk epidermis.

Fase kontraksi terjadi selama proses rekontruksi yang menggambarkan tepi luka secara bersamaan dalam usaha mengurangi daerah permukaan luka yang terbuka, sehingga pengurangan jumlah jaringan pengganti diperlukan. Kontraksi luka terlihat baik diikuti dengan pelepasan selang drainase luka. Pada umumnya, 24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi dari sinus dalam keadaan tertutup.

3. Fase Maturasi/ remodelling

Fase ini berlangsung selama 2 bulan atau lebih, bahkan sampai 1 tahun. Pada fase ini saat semua bentukan-bentukan baru akibat proses penyembuhan akan diresorbsi kembali atau mengkerut menjadi matur. Tanda-tanda yang menunjukkan fase ini sudah berakhir; semua tanda radang hilang, pucat, tak ada rasa sakit/ gatal, lemas tak ada indurasi, pembengkakan sudah hilang. (Moenadjat, 2009; WHO, 2008).

(29)

14

Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan kekuatan regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama fase rekonstruksi yang diorganisir dengan kekuatan regangan yang minimal. Selama masa maturasi, kolagen akan perlahan-lahan digantikan dengan bentuk yang lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan kekuatan regangan. Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi dan ukuran skar.

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan semua cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik (dekubitus dan ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar atau luka akibat pembedahan. Pada gambar 2.7 dapat dilihat proses penyembuhan luka dari fase inflamasi, fase proliferatif dan fase maturasi dan pada gambar 2.9 dapat dilihat bagaimana fisiologi penyembuhan luka.

Gambar 2.7. Fase Inflamasi, Proliferasi dan Maturasi. (Singh V., 2007).

Epitelisasi adalah migrasi sel epitel dari area sekitar folikel rambut ke area luka. Adanya epitelisasi pada luka bakar menunjukkan proses penyembuhan dari luka tersebut. Pada luka

(30)

15

sebelum berhenti bermigrasi dan sampai di tepi luka. Sebaliknya, luka partial thickness sembuh

dari pelengkap epidermis (yaitu, folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea) di bed

luka (Gambar 2.8B). Sedangkan penyelesaian proses ini tidak berarti merupakan akhir dari

penyembuhan luka bakar, epitelisasi mengembalikan fungsi dari lapisan luar kulit :

pemeliharaan cairan, pengaturan suhu dan pencegahan mikroba atau invasi toksin. Epitelisasi

juga dapat mewakili transisi penting pada inflamasi luka. Semakin banyak bukti menunjukkan

bahwa interaksi epidermal-dermal mengatur proses morfogenetik kulit seperti pengembangan

kulit dan perbaikan luka. Sama seperti epidermis merespon mesenkim yang diturunkan

mediator, keratinosit diaktifkan dalam memajukan epidermal dapat mensekresi sitokin dan

faktor pertumbuhan untuk mempromosikan dermal inflamasi. Setelah kontak sel-sel dicapai

dengan epitelisasi luka lengkap, pelepasan mediator inflamasi dapat berhenti (Gambar 2.8C).

Dengan adanya epitelisasi pada luka bakar, saat penggantian balutan tidak dirasakan nyeri,

sebab ujung serabut saraf dilindungi oleh adanya epitelisasi.

Gambar 2.8. Epitelisasi pada luka bakar. (The Surgical Council on Resident Education, 2009). Penilaian terhadap adanya epitelisasi menggunakan skoring sebagai berikut :

(31)

16 Skor 2 : sedikit epitelisasi

Skor 4 : cukup epitelisasi

Skor 6 : banyak epitelisasi. (Young-Oh, P., 2001).

Delapan prosedur regenerasi dan duplikasi jaringan kulit pada stem cell usia dewasa setelah luka bakar; 1. Aktivasi sel regeneratif dari lapisan dalam pada jaringan kulit yang rusak membentuk stem cell; 2. Mengembangkan stem cell in situ; 3. Mencairkan dan drainage jaringan nekrotik tanpa menimbulkan kerusakan; 4. Mensuplai materi nutrisi; 5. Kontrol secara fisiologi toksisitas bakteri untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri dan toksisitas; 6. Menjaga jaringan dalam lingkungan yang lembab dan fisiologis; 7. Isolasi-mikro dan teknik yang mendukung; 8. Menyusun jaringan menjadi organ. (Gambar 2.9).

Gambar 2.9. Prosedur perbaikan dan regenerasi jaringan kulit pada luka bakar. (Xu R.X., 2004).

Infeksi merupakan kendala utama dalam proses penyembuhan luka. Pada luka bakar dimana terjadi perlukaan, untuk terjadinya infeksi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mikroorganisme sebagai agen infeksi, kepekaan tubuh, lingkungan atau metode perawatan yang diberikan dan morfologi luka itu sendiri. (Cancio L.C., 2001). commit to user

(32)

17 a. Mikroorganisme sebagai agen infeksi

Hampir seluruh jenis trauma permukaan yang kotor telah terkontaminasi mikroorganisme. Pada luka bakar, infeksi terbanyak disebabkan Stafilokokus, E. Coli dan

Pseudomonas. Organisme lain yang juga sering menginfeksi luka bakar antara lain yaitu

Streptokokus, Klebsiela dan Proteus. (Van Hasselt E. J. 2008). b. Kepekaan tubuh

Hasil kultur luka positif tidak selalu menimbulkan infeksi, karena faktor kepekaan tubuh sangat menentukan dan berhubungan dengan keadaan umum penderita saat mendapat trauma. Beberapa faktor yang mempengaruhi secara umum antara lain :

1) Umur

Bayi dan orang tua sangat peka terhadap infeksi. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kuantitas dan atau kualitas respon imunologi spesifik.

2) Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih rentan terhadap kegagalan penyembuhan luka dibandingkan dengan wanita.

3) Status gizi/ nutrisi

Penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi. Hal ini disebabkan oleh keadaan umum yang menurun secara keseluruhan terutama defisiensi protein/ albumin akan menurunkan kemampuan pembentukan antibodi dan sintesa kolagen. Defisiensi vitamin A, vitamin C dan seng akan berpengaruh dalam sintesa kolagen dan memperlambat kontraksi luka.

4) Penyakit kronis

(33)

18

Berbagai penyakit seperti diabetes mellitus, keganasan, penyakit ginjal, hati, paru, gagal jantung kongestif dan penyakit darah seperti lekemia mempunyai risiko tinggi untuk mendapatkan infeksi.

5) Kadar hemoglobin

Untuk sintesa memerlukan kadar molekuler oksigen yang tinggi sehingga kadar hemoglobin yang rendah akan mengurangi oksigen yang berakibat memperlambat proses penyembuhan.

c. Lingkungan perawatan

Hingga saat ini, di RSDM Surakarta belum ada ruang khusus untuk perawatan luka bakar. Seharusnya untuk menghindari terjadinya kontaminasi, penderita dirawat di ruang khusus (bacteria controlled nursing unit/ burn unit) dimana ruangan tersebut selain dapat mencegah masuknya kuman, juga dapat mengontrol suhu dan kelembaban sehingga dapat mengurangi kehilangan panas dan cairan tubuh. (Van Hasselt E. J. 2008).

d. Morfologi luka

1) Keadaan lokal luka

Semakin luas luka bakar akan meningkatkan insiden infeksi karena jaringan nekrotik makin banyak dan kemungkinan kontaminasi saat terjadinya trauma, sewaktu pertolongan pertama atau selama transportasi menuju rumah sakit. Luka merupakan suatu closed space karena umumnya mempunyai vaskularisasi yang jelek. Pemicu utama untuk terjadinya infeksi pada luka adalah perfusi yang kurang dan hipoksia lokal. Adanya benda asing dan jaringan nekrotik menambah kepekaan terhadap infeksi. (Van Hasselt E. J. 2008).

2) Lokasi luka

(34)

19

Lokasi luka berhubungan erat dengan banyak sedikitnya vaskularisasi di daerah tersebut. Vaskularisasi yang baik sangat dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi inflamasi, dimana reaksi ini bertujuan untuk debridement jaringan yang mati dan mengontrol infeksi. Vaskularisasi pada tiap-tiap bagian tubuh tidaklah sama sehingga proses penyembuhanpun akan berbeda. Luka di daerah kepala, leher atau badan akan sembuh lebih cepat daripada di ekstremitas. (Van Hasselt E. J. 2008).

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada penderita luka bakar diantaranya adalah syok, gangguan pada traktus gastrointestinal, sepsis, pneumonia, kelainan psikologis, tromboplebitis supuratif, sinusitis supuratif maupun endokarditis akut.

B. Pengobatan lokal luka bakar

Prinsip tujuan terapi luka bakar adalah :

 Mencegah atau mengurangi invasi bakteri ke dalam sirkulasi dan ke jaringan sekitar, seminimal mungkin

 Mempermudah pengangkatan jaringan nekrosis dan pembentukan jaringan granulasi

 Melindungi jaringan granulasi dan epitel yang baru terbentuk

 Memperkuat jaringan yang terbentuk sebagai barrier terhadap infeksi dan membantu mempercepat penyembuhan luka.

C. Perawatan terbuka menggunakan MEBO

Salep MEBO mengandung minyak wijen (sesame oil), B-Sitosterol, bacailin, yang mempunyai efek sebagai analgesik, anti inflamasi dan mampu mengurangi pembentukan jaringan parut, berberine sebagai anti bakterial dan lilin lebah (beeswax) serta dikombinasikan dengan

(35)

20

berbagai jenis herbal. Amino acid, fatty acid dan amylose, yang memberikan nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit yg terbakar. (Xu R.X., 2004).

Kombinasi bahan aktif tersebut akan mempermudah pengelupasan jaringan mati pada luka bakar (liquefaction), memicu proses regenerasi in situ, sekaligus berperan sebagai nutrisi untuk proses penyembuhan luka. Suasana lembab yang dipelihara oleh MEBO akan menyebabkan sel-sel mampu bertahan hidup, mampu melepaskan faktor-faktor pemicu pertumbuhan, sehingga proses penyembuhan berlangsung lebih cepat dan lebih baik. (Xu R.X., 2004).

MEBO merupakan kumpulan pertama dari rencana olahan pada ratusan jenis buah yang dikeluarkan oleh industri nasional negara Cina. Penemu dari teknik ini, Professor Rongxiang Xu menyampaikan hasil teknik terakhir yang mendukung kemajuan dunia, yang disebut regenerasi

stem cell in situ dan reparasi luka bakar. Teknik ini telah mencapai regenasi fisiologis dan perbaikan pada luka bakar derajat II dalam dan derajat III dangkal serta membawa pengobatan pada luka bakar yang dalam menjadi tingkat regenerasi kulit. (Xu R.X., 2004).

Arti dari regenerasi stem cell in situ adalah pada saat MEBO dioleskan di atas luka bakar membentuk kondisi yang lembab secara fisiologis kemudian Potential Regenerative Cells (PRCs) dapat mengaktifkan residu luka bakar menjadi stem cells, diaktivasi, dissosiasi, proliferasi dan differensiasi in situ menjadi struktur kulit yang normal mencapai hasil secara klinis terjadinya regenerasi dari kulit. (Xu R.X., 2004).

Jaringan nekrotik yang padat dapat diubah menjadi bentuk yang cair (Liquefaction), yang akhirnya akan menghilang akibat efek dari MEBO. Sebelum penjelasan mengenai proses

liquefaction, perlu dijelaskan efek farmakologi dari MEBO. Bentuk dapat berubah tergantung pada perubahan suhu dari luka : MEBO pada suhu ruangan; setelah dioleskan di atas luka dengan ketebalan 1 mm, terdapat 2 lapisan : lapisan luar MEBO menjaga bentuk salep, sedang lapisan

(36)

21

yang berhubungan dengan luka berfungsi menghangatkan dan diubah menjadi bentuk cair. MEBO memiliki sifat lipofilik. Setelah digunakan, cairan dari MEBO bereaksi dengan jaringan nekrotik dari luka bakar kemudian MEBO kehilangan sifat lipofiliknya dan bercampur dengan eksudat serta bentuk liquid, selanjutnya campuran tersebut berpindah ke lapisan luar MEBO dan dilepaskan dari kulit. Lapisan baru dari MEBO selanjutnya menjadi hangat dan berubah menjadi bentuk liquid selanjutnya terjadi proses hydrolysis, enzymolysis, rancidity, saponification dan

esterifikasi. (Xu R.X., 2004).

1. MEBO menjadi hangat dan mengelilingi jaringan nekrotik : pertama, dasar lapisan minyak dari bentuk padat MEBO dihangatkan oleh suhu dari luka dan diubah menjadi bentuk liquid, minyak dilepaskan hingga masuk ke dalam luka, membagi jaringan nekrotik menjadi beberapa bagian dan mengelilingi jaringan nekrotik, yang akan mengawali terjadinya reaksi kimia antara MEBO dengan jaringan nekrotik. (Xu R.X., 2004).

Gambar 2.10. Aplikasi MEBO pada luka bakar. (Xu R.X., 2004).

2. Hydrolysis : Reaksi pertama adalah hydrolysis (satu senyawa akan lisis oleh karena air). Air yang tersisa pada jaringan nekrotik bereaksi dengan kulit yang nekrosis dibawah pengaruh dari MEBO, yang akan lebih lanjut mengawali reaksi kimia. (Xu R.X., 2004).

(37)

22 Gambar 2.11. Proses Hydrolisis. (Xu R.X., 2004).

3. Enzymolysis : terdapat zymngens pada sel yang tersisa dari jaringan nekrotik pada luka. Zymngens merupakan non aktif prosome dari enzym. Setelah hydrolysis, enzym peptida dari zymngen pada fungsi non aktif akan dipindahkan. Kemudian molekul besar seperti protein, lemak, karbohidrat dicerna menjadi molekul yang kecil oleh beberapa jenis enzym. Sehingga, jaringan nekrotik pada luka bakar berubah menjadi tingkat molekul. (Xu R.X., 2004).

Gambar 2.12. Proses Enzymolisis. (Xu R.X., 2004).

4. Rancidity dan Saponifikasi : berdasarkan pada bahan kimia organik, reaksi kimia asam dan basa merupakan reaksi yang mendapatkan atau kehilangan elektron. Reaksi rancidity berarti asam amino, asam lemak terpisah, aldehyde keton oxide dibentuk dari protein, jaringan lemak setelah reaksi di atas. Semua bahan asam dibentuk oleh ion hydrogen dan asam radikal. Asam organik ini menghasilkan garam netral dan cairan setelah penguraian dan kombinasi. Saponifikasi

berarti hydrolysis lemak pada solutio alkali dan memproduksi glyserol dan asam lemak. commit to user

(38)

23

Luka bakar dapat membuat jaringan terjadi denaturalisasi dan nekrosis, menghasilkan histamin dalam jumlah yang banyak, bradykinin, asam laktat, radikal bebas dan substansi asam yang lain yang disebut ‘Burn Toxin’. Dibawah pengobatan MEBO, burn toxin dihancurkan, sehingga kerusakan secara langsung dapat dikurangi; sebagai tambahan, dapat mengurangi kerusakan multi organ dari tubuh dengan mengabsorpsi burn toxin. Hasil dari rancidity dan saponifikasi

adalah menghilangkan jaringan nekrotik menjadi substansi yang netral, yang akan melindungi luka secara effisien dan mengurangi kerusakan dari burn toxin setelah diabsorpsi. (Xu R.X., 2004).

Gambar 2.13. Proses Rancidity dan Saponifikasi. (Xu R.X., 2004). 5. Lipofication dan Esterification :

Jaringan nekrotik diubah menjadi liquid setelah reaksi yang telah dijelaskan di atas. Jaringan nekrotik yang berbentuk cair bereaksi dengan MEBO yang ada di sekitarnya dan terjadi

lipofication serta esterification, yang menjamin jaringan nekrotik yang telah diubah menjadi cair pada akhirnya dapat dikeluarkan dari luka. MEBO memiliki bentuk seperti jaringan, yang disusun oleh minyak dan lilin lebah. Terdiri dari asam linoleat (merupakan asam non-saturasi). (Xu R.X., 2004).

(39)

24

Gambar 2.14. Proses Lipofication dan Esterification . (Xu R.X., 2004). Efek dari pengobatan terbuka menggunakan MEBO :

Menghilangkan nyeri luka bakar, mencegah perluasan nekrosis pada jaringan yg terluka. Mengeluarkan jaringan nekrotik dengan mencairkannya. Membuat lingkungan lembab pada luka, yang dibutuhkan selama perbaikan jaringan kulit tersisa. Kontrol infeksi dengan membuat suasana yang jelek untuk pertumbuhan kuman, bukan dengan membunuh kuman. Merangsang pertumbuhan Potential Regenerative Cell (PRCs) dan stem cell untuk penyembuhan luka dan mengurangi terbentuknya jaringan parut. Mengurangi kebutuhan untuk skin graft. (Xu R.X., 2004).

Prinsip penanganan luka bakar dengan MEBO :

Makin cepat diberi MEBO, hasilnya lebih baik (dalam 4-12 jam setelah kejadian). Biarkan luka terbuka. Kelembaban yg optimal pada luka dengan MEBO. Pemberian salep harus teratur & terus menerus tiap 6-12 jam dibersihkan dengan kain kasa steril jangan dibiarkan kulit terbuka tanpa salep > 2-3 menit untuk mencegah penguapan cairan di kulit dan microvascular menyebabkan trombosit merusak jaringan dibawahnya yang masih vital. Pada pemberian jangan sampai kesakitan/ berdarah, menimbulkan perlukaan pada jaringan hidup tersisa. Luka jangan sampai maserasi maupun kering. Tidak boleh menggunakan : desinfektan (apapun), saline atau air untuk wound debridement. (Xu R.X., 2004).

(40)

25

Prinsip terapi utama dari MEBO meliputi beberapa aspek : 1. Mengurangi nyeri dari luka melalui mikroproteksi pada ujung saraf luka dengan cara meringankan spasme dari erektor pilorus rambut; 2. Mencegah atau menghambat cedera suhu secara fisik yang berkelanjutan melalui pemakaian ointment dengan menarik suhu yang dihasilkan oleh luka bakar; 3. Melepaskan jaringan nekrotik melalui proses liquefaction tanpa menyebabkan cedera sekunder dengan melanjutkan proses regenerasi; 4. Menciptakan lingkungan yang lembab untuk memastikan terjadinya perbaikan dari jaringan kulit; 5. Terjadinya regenerasi kulit dengan prinsip regenerasi histologis maupun sitologis; 6. Mengendalikan konsentrasi mikroba dan toksisitas pada luka sehingga dapat mencegah dan mengendalikan infeksi patologis melalui drainage yang berkelanjutan dan aktif; 7. Regulasi dari perbaikan luka bakar yang fisiologis dengan pemakaian MEBO secara tepat. (Xu R.X., 2004).

D. Perawatan tertutup menggunakan Natrium Klorida 0,9%

Perawatan luka tertutup memiliki banyak manfaat untuk kondisi luka yang eksudatif. Penutupan luka menggunakan bahan yang bersifat adsorben menyerap eksudat misalnya kasa hidrofilik atau balutan sintetis yang ditujukan untuk kegunaan tersebut. Secara rasional, perawatan tertutup dengan tujuan ini dilakukan selama masih dijumpai eksudasi luka.

Perawatan ini mengendalikan proses penguapan yang berlebihan. Karena dalam kondisi tertutup, dapat merupakan barrier yang menghambat kontaminasi luka terhadap mikroorganisme yang berasal dari luar, namun di sisi lain balutan yang mengalami kejenuhan (dipenuhi eksudat) merupakan media yang baik untuk tumbuh-kembang mikroorganisme patogen, termasuk fungi. Hal ini dimungkinkan karena balutan yang jenuh (basah) baik karena eksudat, rembesan darah atau upaya yang tidak tepat menjaga kelembaban (dengan cara membasahi kasa/ menyiram kasa dengan air).

(41)

26

Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, balutan perlu diganti saat kasa mengalami kejenuhan (basah oleh karena sebab apapun). Dengan seringnya melakukan penggantian balutan, dihadapkan pada masalah lain. Penggantian balutan pada perawatan luka tertutup kerap menimbulkan trauma pada luka (diikuti terganggunya proses fibroplasia maupun epithelisasi); disamping sensasi nyeri. (Maani C., 2008).

Natrium Klorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh, karena alasan ini, tidak ada reaksi hipersensitivitas dari natrium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Natrium Klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Natrium Klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering digunakan Natrium Klorida 0,9%. Ini adalah konsentrasi normal dari Natrium Klorida dan untuk alasan ini Natrium Klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Natrium Klorida 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah.

Normal salin atau disebut juga NaCl 0,9% merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mengandung komposisi natrium klorida 9,0 gram dengan osmolalitas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na 154 mEq/l dan Cl 154 mEql. Mekanisme NaCl 0,9% dapat berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Cairan NaCl 0,9% sangat baik digunakan pada fase inflamatori dalam proses penyembuhan luka karena pada keadaan lembab invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini. Suasana lembab yang diciptakan dari kompres NaCl 0,9% dalam merawat luka dapat mempercepat terbentuknya stratum korneum dan angiogenesis untuk proses

(42)

27

penyembuhan luka. Pada fase proliferatif dalam fisiologi penyembuhan luka, cairan NaCl 0,9% yang digunakan untuk perawatan luka sangat membantu melindungi granulasi jaringan agar tetap lembab sehingga membantu proses penyembuhan luka. (Demling R. H., 2010).

Beberapa penelitian berusaha membandingkan keefektifan kassa NaCl dengan balutan luka lain untuk perawatan luka. Cara konvensional dan terkenal adalah menggunakan kasa yang dilembabkan dengan NaCl, cara ini bisa menciptakan suasana lembab tapi tidak dapat bertahan

dalam jangka waktu yang lama sebaliknya cara ini bisa menimbulkan nyeri (pada beberapa

pasien) saat pergantian balutan ketika kasa telah mengering.

Chaby et al. melakukan penelitian sistematik untuk menilai keefektifan balutan luka modern untuk menyembuhkan luka kronik dan akut oleh penyembuhan sekunder (membiarkan luka terbuka untuk sembuh alami setelah operasi). Hasilnya menunjukkan bahwa hidrokoloid lebih unggul dibandingkan dengan kassa dengan NaCl untuk penyembuhan sempurna luka kronis. Namun, peneliti menyebutkan bahwa tidak ada bukti balutan luka modern lebih baik dibandingkan dengan kassa NaCl dalam hal kriteria penampilan secara umum. (Demling R. H., 2010).

Penelitian lain oleh Australian Safety and Efficacy Register of New Interventional Procedures (2003) menunjukkan bahwa kassa NaCl menunjukkan pengurangan ulkus di permukaan kaki sebanyak 0.5%(p=0.004) dibandingkan dengan VACO (28.4%). (Demling R.H., 2010).

Alvarez et al (2003) membandingkan penyembuhan pada luka antara terapi noncontact normothermic wound therapy (warm-up) dan dengan perawatan standar (kassa NaCl 0,9%). Hasil yang didapatkan pada 20 pasien (10 pasien pada masing-masing grup) menunjukkan bahwa setelah 12 hari, 70% luka yang diberi perlakuan dengan warm-up menunjukkan proses penyembuhan dengan adanya epitelisasi sebanyak 70% sementara dengan NaCl 0,9% hanya 40%.

(43)

28

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa lingkungan lembab mempercepat proses epitelisasi dan untuk menciptakan lingkungan lembab dapat dilakukan dengan menggunanakan balutan semi

occlusive, full occlusive dan impermeable dressing. (Schulitz, et al. 2005). Beberapa keuntungan prinsip moisture dalam perawatan luka, diantaranya :

•Mencegah luka menjadi kering dan keras. •Meningkatkan laju epitelisasi.

•Mencegah pembentukan jaringan eschar. •Meningkatkan pembentukan jaringan dermis.

•Mengontrol inflamasi dan memberikan tampilan yang lebih kosmetis. •Mempercepat proses autolysis debridement.

•Dapat menurunkan kejadian infeksi. •Cost effective.

•Mempertahankan gradient voltase normal. •Mempertahankan aktifitas neutrofil. •Menurunkan nyeri.

•Memberikan keuntungan psikologis. •Mudah digunakan.

(44)

29 BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP

Penyembuhan Luka Bakar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penyembuhan Luka.

1. Cairan fisiologis 2. Isotonis 3. Tidak iritan 4. Jaga kelembaban

Prinsip terapi luka bakar : 1. Mencegah atau mengurangi

invasi bakteri

2. Mempermudah pengangkatan jaringan nekrosis

3. Melindungi jaringan granulasi dan epitel

4. Memperkuat jaringan yang terbentuk dan mempercepat penyembuhan luka. Fase Inflamasi Epitelisasi Fase Maturasi 1. Kontrol infeksi 2. Melepaskan jaringan nekrotik 3. Lingkungan lembab 4. Merangsang PRCs dan stem cell MEBO NaCl 0,9% Fase Proliferasi Fase Proliferasi Epitelisasi Fase Maturasi commit to user

(45)

30 Keterangan kerangka konseptual :

Penyembuhan luka melalui 3 fase; fase inflamasi (sejak terjadi luka hingga hari ke-5), fase proliferasi (hari ke-6 hingga minggu ke-3) dan fase maturasi (2 bulan atau lebih). Fase proliferasi dapat berlangsung apabila perawatan luka memenuhi prinsip terapi luka bakar, yaitu : mencegah atau mengurangi invasi bakteri, mempermudah pengangkatan jaringan nekrosis dan pembentukan jaringan granulasi, melindungi jaringan granulasi dan epitel yang terbentuk, memperkuat jaringan yang terbentuk sebagai barrier terhadap infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.

Pada fase proliferasi terjadi epitelisasi, dimana terdapat migrasi sel epitel di atas dasar luka yang bergranulasi

Perawatan moist menggunakan MEBO memiliki efek; kontrol infeksi dengan membuat suasana yang jelak untuk pertumbuhan kuman, melepaskan jaringan nekrotik melalui proses

liquefaction, lingkungan lembab, merangsang pertumbuhan PRCs dan stem cell untuk penyembuhan luka sehingga MEBO dapat memenuhi keempat prinsip terapi luka bakar yang menyebabkan proses terjadinya epitelisasi lebih cepat.

Sedangkan NaCl 0,9% hanya memenuhi 2 prinsip, yaitu; bersifat tidak iritan dan menjaga kelembaban.

B. HIPOTESIS

Proses epitelisasi dengan perawatan terbuka menggunakan MEBO lebih efektif daripada perawatan tertutup menggunakan NaCl 0,9% pada luka bakar derajat II.

(46)

31

BAB IVMETODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental klinik dengan pendekatan post test only control group, karena pada penelitian ini penilaian baru dapat dilakukan setelah dilakukan perawatan luka bakar derajat II dengan MEBO dan NaCl 0,9%.

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Keterangan :

Luka bakar derajat II pada ekstremitas atas atau bawah, kanan atau kiri dapat yang terjadi pada 1 subyek, sehingga bisa didapatkan lebih dari 1 sampel pada 1 subyek. Selanjutnya dilakukan perawatan moist dibagi 2 yaitu, dengan MEBO dan NaCl 0,9%. Perawatan luka bakar biasanya dilakukan menggunakan NaCl 0,9%. Selanjutnya pada hari ke-7, 12 dan 14 dievaluasi terjadinya penyembuhan luka berupa epitelisasi.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di SMF Bedah RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Waktu penelitian : Juni – Desember 2013.

C. Besar Sampel dan Teknik Sampling

Jumlah sampel adalah semua pasien luka bakar derajat II yang masuk melalui IGD maupun poliklinik bedah plastik dan rekonstruksi RSDM, sampel diambil secara quota sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam kurun waktu bulan Juni - Desember 2013.

Luka bakar derajat II pada ekstremitas atas/ bawah, kanan/ kiri Epitelisasi (7) Epitelisasi (7) MEBO NaCl 0,9% Epitelisasi (12) Epitelisasi (12) Epitelisasi (14) Epitelisasi (14) M o i s t commit to user

(47)

32 D. Kriteria Restriksi

1. Kriteria inklusi

1) Luka bakar derajat II pada ekstremitas atas atau bawah, kanan atau kiri 2) Pasien telah dilakukan resusitasi, debridement dan kondisi stabil 3) Menyetujui informed consent

2. Kriteria eksklusi

1) Penderita dengan trauma multipel

2) Penderita yang alergi terhadap komponen MEBO

3) Penderita dengan penyakit kronis : diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit paru kronis, gagal jantung dan penyakit lain yang menimbulkan keadaan

immunocompromized. 4) Penderita dengan anemia

5) Penderita dengan trauma elektrik 6) Luka bakar telah terinfeksi

7) Penderita dengan gizi buruk/ hipoalbuminemia E. Variabel

1. Variabel bebas : jenis obat; variasi nilai : a) Moist Exposed Burn Ointment (MEBO®) b) NaCl 0,9%

Skala : Nominal

2. Variabel terikat : Epitelisasi penyembuhan luka bakar derajat II dengan menggunakan skoring kriteria Young-Oh P.

Skala : Ordinal

(48)

33 3. Variabel luar yang terkendali :

a) Trauma multipel

b) Alergi komponen MEBO

c) Penyakit kronis : diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit paru kronis, gagal jantung dan penyakit lain yang menimbulkan keadaan immunocompromized.

d) Anemia

e) Trauma elektrik f) Luka bakar terinfeksi

g) Penderita dengan gizi buruk/ hipoalbuminemia h) Umur

i) Jenis kelamin

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. MEBO® : Perawatan Moist Exposed Burn Ointment menggunakan MEBO® dengan cara dioleskan dengan ketebalan 2-3 mm pada luka bakar derajat II post debridement yang telah ditetapkan dalam penelitian menggunakan MEBO®. Apabila MEBO® telah kering, dibersihkan dengan aquadest dan dilakukan ulang. Evaluasi luka dilaksanakan pada perawatan hari ke-7, ke-12 dan ke-14.

2. NaCl 0,9% : Perawatan menggunakan NaCl 0,9% dengan cara luka bakar derajat II post debridement yang telah ditetapkan dalam penelitian menggunakan NaCl 0,9%, luka ditutup dengan kassa steril sebanyak 3 lapis yang dibasahi dengan NaCl 0,9%, diperas, kemudian diletakkan diatas luka bakar derajat II, kemudian ditutup dengan kassa steril sebanyak 5 lapisan. Balutan diganti apabila kondisi jenuh. Evaluasi luka dilaksanakan pada perawatan hari ke-7, ke-12 dan ke-14.

(49)

34 3. Skor epitelisasi :

Epitelisasi adalah migrasi sel epitel dari area sekitar folikel rambut ke area luka. Penilaian terhadap adanya epitelisasi menggunakan skoring kriteria Young-Oh, P., 2001, sebagai berikut :

Skor 0 : tidak ada epitelisasi Skor 2 : sedikit epitelisasi Skor 4 : cukup epitelisasi Skor 6 : banyak epitelisasi.

Variabel luar dapat dikendalikan karena kedua perlakuan dikenakan pada seorang subyek. G. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan adalah sebagai berikut : Tabel 4.1. Jadwal Kegiatan.

N O KEGIATAN Mare t 2013 April 2013 Mei 2013 Jun i 201 3 Juli 201 3 Ags t 201 3 Sept 201 3 Mei 201 4 Ags t 201 4 1 Penyusunan proposal X X 2 Pembahasan dengan pembimbing X X X X X X X X X 3 Ujian proposal X 4 Pengambilan Data X X X X X 5 Penulisan laporan X 6 Ujian commit to user

(50)

35 H. Bahan

1. Kassa steril 2. MEBO®

3. Larutan NaCl 0,9%

I. Bagan Cara Kerja

Area luka bakar pada ekstremitas atas/ bawah, kanan/ kiri

Dari 7 subyek didapatkan 11 sampel

Gambar 4.2 Kerangka operasional Perawatan dengan MEBO® Perawatan dengan NaCl 0,9% M o i s t Lapisan Epitel Kulit ---

Evaluasi hari ke-7

Evaluasi hari ke-12

Evaluasi hari ke-14 Epitelisa si Epitelisas i --- --- Epitelisas i Epitelisas i Epitelisas i Epitelisas i

Luka Bakar Derajat II

Kriteria restriksi inklusi

Analisis statistik uji non parametrik Mann-Whitney

dan Wilcoxon W commit to user

(51)

36 Keterangan kerangka operasional :

Pasien luka bakar derajat II pada ekstremitas atas/ bawah, kanan/ kiri langsung dilakukan perawatan disaat pasien masuk rumah sakit. Dari 7 subyek yang memenuhi kriteria restriksi inklusi, dapat diambil 11sampel karena terdapat 3 subyek yang dapat diambil lebih dari 1 sampel. Selanjutnya 1 subyek mendapatkan perlakuan 2 perawatan moist pada luka bakar, yaitu dengan MEBO® dan NaCl 0,9%. Evaluasi terbentuknya lapisan epitel kulit yang baru, dilakukan pada hari ke-7, ke-12 dan ke-14 secara bersamaan. Dibandingkan luasnya epitelisasi antara perawatan dengan MEBO® dan NaCl 0,9% dinilai dengan skor epitelisasi.

J. Analisis Data

Data diuji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan hasil P<0.05 yang berarti data tidak berdistribusi normal sehingga uji hipotesis menggunakan non parametrik. Selanjutnya dilanjutkan uji beda dengan Mann-Whitney U dan Wilcoxon W ( α = 0,05 ).

(52)

37 BAB V HASIL A. Hasil Penelitian

Pada penelitian ini, direncanakan proses sampling dilakukan dari bulan Mei-Desember 2013, tetapi karena jumlah subyek kurang, penelitian diperpanjang hingga 1 tahun. Dalam pelaksanaan, jumlah pasien luka bakar derajat II yang memenuhi kriteria inklusi hingga 1 tahun hanya sejumlah 7 orang. Dari ketujuh pasien, dapat diambil sebanyak 11 sampel luka bakar derajat II pada ekstremitas atas/ bawah, kanan/ kiri yang dilakukan perawatan luka dengan MEBO dan NaCl 0,9%, selanjutnya dilakukan pengamatan terjadinya epitelisasi pada hari ke-7, ke-12 dan hari ke-14. Kemudian dilakukan pembandingan luas epitelisasi dari masing-masing sampel.

B. Hasil Penelitian Menurut Luas Epitelisasi Pada Hari Ke-7, Ke-12 dan Ke-14

Dari hasil penelitian didapatkan 11 sampel luka bakar derajat II serta dilakukan

perawatan dengan MEBO (Tabel 5.1) dan NaCl 0,9% (Tabel 5.2), kemudian dievaluasi terjadinya epitelisasi pada hari ke-7, ke-12 dan ke-14. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan

dibandingkan luas epitelisasi yang terbentuk dalam hitungan hari.

Tabel 5.1 Data skor epitelisasi perawatan dengan MEBO hari ke-7, 12 dan 14. Subyek Hari ke-7 Hari ke-12 Hari ke-14

1 4 6 6 2 2 4 6 3 2 4 6 4 2 4 6 5 2 4 4 6 2 4 6 7 2 4 6 8 2 4 6 9 4 6 6 10 4 6 6 11 2 4 6 Mean 2.55 4.55 5.82 Standar Deviasi 0.934 0.934 0.603 commit to user

(53)

Tabel 5.2 Data skor epitelisasi perawatan dengan NaCl 0,9% hari ke-7, 12 dan 14. Subyek Hari ke-7 Hari ke-12 Hari ke-14

1 4 4 6 2 2 4 6 3 2 2 4 4 2 2 2 5 2 2 4 6 2 4 6 7 2 2 4 8 2 4 4 9 4 4 6 10 2 4 6 11 2 4 4 Mean 2.73 3.27 4.18 Standar Deviasi 1.348 1.009 1.662

C. Hasil Perawatan Luka

1. Luka bakar derajat II sebelum dilakukan perawatan dengan MEBO/ NaCl 0,9%

Gambar 5.1. Luka bakar derajat II pada regio femur dextra dan sinistra yang akan dilakukan tindakan aspirasi bula, dilanjutkan medikasi pada regio femur sinistra menggunakan MEBO, sedangkan regio femur dextra medikasi menggunakan NaCl 0,9%. Pada perawatan hari ke-7, 12 dan 14 dilakukan pengamatan terbentuknya epitelisasi pada masing-masing regio.

2. Perawatan luka bakar derajat II dengan MEBO dan NaCl 0,9% hari ke-7

Gambar 5.2 (A). Pengamatan hari ke-7 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra. Tampak sedikit epitelisasi pada luka bakar (skor epitelisasi : 2).

A

B

commit to user

(54)

Gambar 5.2 (B). Pengamatan hari ke-7 pada luka bakar derajat II di regio femur dextra. Tampak sedikit epitelisasi pada luka bakar (skor epitelisasi : 2).

3. Perawatan luka bakar derajat II dengan MEBO dan NaCl 0,9% hari ke-12

Gambar 5.3 (A). Pengamatan hari ke-12 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra. Tampak epitelisasi pada seluruh luas luka bakar (skor epitelisasi : 6).

Gambar 5.3 (B). Pengamatan hari ke-12 pada luka bakar derajat II di regio femur dextra. Tampak cukup epitelisasi pada luka bakar (skor epitelisasi : 4).

4. Perawatan luka bakar derajat II dengan MEBO dan NaCl 0,9% hari ke-14

Gambar 5.4 (A). Pengamatan hari ke-14 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra

setelah terjadi epitelisasi pada seluruh luas luka bakar di hari ke-12 (skor epitelisasi : 6).

Gambar 5.4 (B). Pengamatan hari ke-14 pada luka bakar derajat II di regio femur dextra. Tampak epitelisasi pada seluruh luas luka bakar (skor epitelisasi : 6).

A

B

A

B

(55)

D. Hasil Analisis Data 1. Uji Normalitas

Dari data primer di atas kemudian dilakukan analisis data statistik dengan menggunakan program SPSS for windows versi 17.0.

Nilai p (Asymp.sig) hari ke-7 = 0.000, hari ke-12 = 0.009 dan hari ke-14 = 0.003, yang berarti data tidak berdistribusi normal, sehingga uji beda menggunakan Mann-Whitney U dan Wilcoxon W.

2. Uji Beda

a. Uji beda pengamatan pada hari ke-7 perawatan luka bakar derajat II menggunakan MEBO dan NaCl 0,9%.

Evaluasi dari 11 sampel pada hari ke-7 tidak terdapat perbedaan yang bermakna penggunaan MEBO dengan NaCl 0,9% (p = 0.949). Kondisi luka bakar derajat II belum menunjukkan adanya epitelisasi yang cukup atau banyak.

b. Uji beda pengamatan pada hari ke-12 perawatan luka bakar derajat II menggunakan MEBO dan NaCl 0,9%.

Di hari ke-12, mulai terdapat perbedaan yang bermakna penggunaan MEBO dengan NaCl 0,9% (p = 0.034), terdapat 3 sampel dengan perawatan menggunakan MEBO telah mengalami epitelisasi yang banyak (skor 6).

c. Uji beda pengamatan pada hari ke-14 perawatan luka bakar derajat II menggunakan MEBO dan NaCl 0,9%.

Begitu juga pada hari ke-14, terdapat perbedaan yang bermakna penggunaan MEBO dengan NaCl 0,9% pada hari ke-14 (p = 0.023). Hanya ada 1 sampel pada perawatan dengan MEBO belum mengalami epitelisasi yang banyak (skor 4). commit to user

(56)

Dari hasil uji beda rata-rata skor epitelisasi pada hari ke-7, 12 dan 14 dapat diringkas pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Uji beda hasil perawatan hari ke-7, 12 dan 14. Mean (x)

Hari ke-7 Hari ke 12 Hari ke 14

MEBO 2.55 4.55 5.82

NaCl 0,9% 2.73 3.27 4.18

p=0.949 p=0.034 p=0.023

d. Uji beda pengamatan pada hari ke-7 hingga hari ke-14 perawatan luka bakar derajat II menggunakan MEBO dan NaCl 0,9%.

Analisis data secara keseluruhan pada hari ke-7 hingga ke-14, meskipun pada hari ke-7 tidak terdapat perbedaan yang bermakna, didapatkan perbedaan yang bermakna epitelisasi penggunaan MEBO dengan NaCl 0,9% (p=0.009).

Tabel 5.4. Uji beda hasil perawatan hari ke-7 hingga ke-14.

Jenis Obat

Mann-Whitney U 352.000

Wilcoxon W 913.000

Z -2.631

Asymp. Sig. (2-tailed) .009

Gambar

Gambar 5.3 (A). Pengamatan hari ke-12 pada luka bakar derajat II di regio femur sinistra   45  Gambar 5.3 (B)
Tabel 4.1  Jadwal kegiatan ................................................................................
Gambar 2.1. Luka Bakar Derajat I. (Atiyeh B.S., 2002).
Gambar 2.2. Luka Bakar Derajat II. (Atiyeh B.S., 2002).  c.  Luka bakar derajat III (Full thickness burn)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengecek apakah interface jaringannya sudah terpasang atau belum, dapat dicek dengan perintah lspci... Layer 1 (cont’d) Layer

IP Address Publik adalah IP Address yang digunakan oleh kita sebagai address untuk berkomunikasi dengan address lainnya di internet.. IP Address ini kita dapatkan secara

perceived behavioral control yang positif terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka intensi individu tersebut akan semakin tinggi untuk membeli pakaian bekas, dan

Selain itu pohon pinus sangat mendominasi lahan tersebut diakibatkan oleh adanya proses reboisasi pada lahan tersebut yang dilakukan pada tahun 1976 dan tanaman utama

b. Material Fly Ash dan Bottom Ash yang digunakan diperoleh dari PT. Universitas Sumatera Utara.. Ukuran Bottom Ash yang digunakan yaitu lolos saringan No. Komposisi yang

Pada percobaan penetapan kadar glukosa dalam madu hutan dan madu sachet dengan menggunakan metode Luff Schoorl, glukosa yang terkandung didalam madu hutan memenuhi syarat

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin membuktikan manfaat kelopak bunga rosela terhadap penurunan kadar kolesterol total darah tikus putih dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan alat peraga Luasan, keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan