7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman di Kota Makassar terdiri dari
pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan.Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman
kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan,
serta desa tertinggal.
7.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Permukiman
A. Arah Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada
peraturanperundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
JangkaPanjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan
bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga
kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh
pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
KawasanPermukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup
penyelenggaraan perumahan (butir c),penyelenggaraan kawasan
permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh (butir f) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
3. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,
rumahsusun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung
jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya
terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan
dengan penanggulangan kawasan kumuh.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan
Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas
permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar b10% pada tahun 2014.
Pengembangan Permukiman di Kota Makassar dilaksanakan dengan
upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh, perkotaan, dan desa Nelayan.
Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana ( infrasruktur ) Permukiman di
kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa / Desa Pusat Pertumbuhan dan pada
Desa terpencil / Desa tertinggal melalui program pemberdayaan masyarakat.Terkait
dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman
maka UU No. 1 Tahun 2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:
B. Tugas
Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota
Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan
Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan,
kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. Melaksanakan kebijakan dan
strategi pada tingkat kabupaten/kota.
Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
Tabel 7.2. wewenang Pemerintah pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah kota dalam Pengembangan Permukiman
Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota
Menyusun dan menetapkan
Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-
Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Menetapkan kebijakan dan
strategi nasional dalam Menetapkan Kebijakan dan
Strategi daerah dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
Prioritas pembangunan permukiman di Kota Makassar adalah:
1. Peningkatan kualitas lingkungan pemukiman kumuh perkotaan tertuju
pada kelurahan di Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Mariso dan
Kecamatan Mamajang sebagai prioritas utama dalam pembangunan
strategis kawasan perkotaan. Peningkatan kualitas permukiman tersebut
dilakukan dengan peningkatan infrastruktur permukiman, seperti
pembangunan prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan
pelayanan air minum, pembangunan sistem pengelolaan limbah/ sanitasi
lingkungan, serta pengelolaan persampahan. Pembangunan dari
komponen sektor keciptakaryaan tersebut akan menjadi tolak ukur
peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh perkotaan.
2. Pembangunan infrasturktur sanitasi di daerah pinggiran kota dengan
Pendekatan konsep penanganan permukiman kota sebagai berikut :
a. Konsep Penanganan Lingkungan Permukiman Padat dan Kumuh
b. Konsep Penangangan Lingkungan Permukiman Nelayan / Pesisir
c. Konsep Kawasan Rawan Bencana Alam
6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Setiap Kabupaten/Kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis
didaerahnya, berikut penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman di
Kota Makassar yang disajikan pada tabel 7.3.
Tabel 7.3.
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman di Kota Makassar
No Strategis Ket.
1
Kedudukan Kawasan Perkotaan Kota Makassar baik secara geografis maupun dalam tatanan kebijakan spasial nasional dan provinsi, dalam berbagai kegiatan pembangunan, jelas ini menjadi faktor kuat menarik arus penduduk masuk ke kawasan ini. Kedudukan Kawasan Perkotaan Kota Makassar baik secara geografis maupun dalam tatanan kebijakan spasial nasional dan provinsi yang menempatkannya sebagai pusat pelayanan dalam berbagai kegiatan pembangunan, jelas ini menjadi faktor kuat menarik arus penduduk masuk ke kawasan ini.
Kota
Makassar
2
Secara historis, dalam lintasan sejarah peradaban
masyarakat SulawesiSelatan, salah satu dari tiga kerajaan besar di Sulawesi adalah Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo
3
Fungsi dan peran Kota Makassar sebagai tempat pemusatan berbagai aktivitas wilayah, seperti pemusatan permukiman perkotaan, pusat pelayanan kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan pemerintahan, tentunya memerlukan pendekatan pola penanganan yang lebih terpadu, terintegrasi, komprehensif, dan berkelanjutan guna mewadahi aktivitas masyarakat dalam satu tatanan pengaturan pemanfaatan ruang yang harmonis, nyaman, dan produktif, sehingga dalam mengelola kawasan perkotaan Kota Makassar ini perlu melibatkan berbagai sektor pembangunan. Penting bagi kawasan perkotaan ini menjadikan bidang ke-ciptakaryaan sebagai katalisator penciptaan lingkungan perkotaan yang layak huni.
4
Orientasi kawasan perkotaan pada Kawasan Perkotaan lingkungan perkotaan
yang layak huni. permukimanKota Makassar ini sebagian ke pesisir Teluk Kota Makassar, dimana berkembang kelompok permukiman nelayan yang kondisinya cukup memprihatinkan utamanya dari aspek prasarana dan sarana dasar lingkungan permukiman.
5
Alokasi realisasi program peningkatan kualitas lingkungan permukiman pada Kawasan Perkotaan Kota Makassar ini belum mampu mengatasi secara signifikan permasalahan- permasalahan di seputar permukiman perkotaan, terutama kawasan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah.
6
Kawasan perkotaan Kota Makassar menjadi pusat distribusi pergerakan lintas provinsi dan Negara melalui Pelabuhan Penyeberangan yang tentunya menjadikan kawasan ini sebagai tempat transit bagi pelintas di jalur trans sulawei tersebut.
Sumber: SPPIP Perkotaan Kota Makassar 2012
Kondisi prasarana dan sarana permukiman secara kuantitas menyebar,
pembangunan infrastruktur perkotaan seperti peningkatan jalan, ketersediaan air
minum dan sanitasi serta fasiilitas umum lainnya. Ditinjau dari tingkat penyediaan
PSD masih menunjukkan adanya indikator keterbatasan berkaitan dengan tingkat
kebutuhan pelayanan kepada masyarakat terutama di daerah pinggiran.
Lanjutan Tabel 7.4..
Sumber : SK Kumuh Walikota Makassar No 050/1341/kep/IX/2014
Tabel 7.5 Data Kondisi Rusunawa di Kota Makassar
N
BLOK 487 2006/2008 KEMENTERIAN PU
2 DAYA Kecamatan Biringkanaya 3 TWIN
BLOK 291 2003/2009 KEMENTERIAN PU
Tabel 7.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya organisasi, ketatalaksanaan, serta dukungan prasarana dan sarana dasar.
Aspek pembiayaan
5 Aspek Lingkungan Permukiman organisasi, ketatalaksanaan, serta dukungan prasarana
pemecahan masalah yang direkomendasikan sebagai berikut:
1. Kelembagaan yang menangani bidang kecipta-karyaan khususnya
pengembangan permukiman yang didukung dengan uraian tugas dan fungsi
(tupoksi) yang jelas serta penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar
belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki.
2. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD
Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan Swadaya) yang pelaksanaannya oleh
Satker berada dalam SKPD.
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam menangani program/ kegiatan
pengembangan permukiman baik individu maupun organisasi masyarakat.
4. Optimalisasi peningkatan peran serta swasta dalam penyelenggaraan
pembangunan sektor perumahan dan permukiman.
5. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
A. Program Kerja
1. Pembinaan Pengembangan Permukiman
a. Penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur
Perkotaan (SPPIP)
b. Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman
2. Infrastruktur Kawasan Pemukiman Perkotaan
a. Peningkatan Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh
b. Peningkatan Infrastruktur Kawasan RSH
3. Rusunawa Beserta Infrstuktur Pendukungnya
4. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan
a. Pembangunan/Peningkatan Kawasan Permukiman Perdesaan
Potensial
a. Infrastruktur Kawasan Permukiman Rawan Bencana
b. Infrastruktur Kawasan Pemukiman di Perbatasan dan Pulau terluar
5. Pemberdayaan Masyarakat (PPIP, PISEW, dan RIS PNPM).
B. Kesiapan (Readiness Criteria)
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)Dalam pengembangan permukiman
terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiridari kriteria umum dan khusus,
sebagai berikut :
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP,
RPKPP,Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana
daerahuntuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa
berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus
a. Rusunawa
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda untuk menyediakan Sambungan Listrik, Air Bersih,
dan PSD lainnya
Ada calon penghuni
b. PNPM Perkotaan
Lokasi adalah kelurahan perkotaan mengacu data PODES 2008 dan
sudah ditetapkan oleh Menko Kesra
Kel. perkotaan dengan penduduk miskin ≥ 10%
Dipilih kelurahan yang belum mendapatkan 3 kali putaran BLM dan yang
sudah, tetapi jumlah KK miskin ≥ 25%
Kab/Kota menyediakan:
DDUB sebesar 20 – 30%
BOP minimal 5% dari pagu BLM kab/kota
Provinsi menyediakan BOP 1% dari Pagu BLM Provinsi
c. RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP
nminimal 5% dari BLM.
d. PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani
program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
7.1.4 Usulan Program dan Kegiatan
Sasaran yang dicapai dalam pembangunan permukiman di Kota
pemukiman kumuh perkotaan di kelurahan Lette sebagai prioritas utama dalam
pembangunan strategis kawasan perkotaan di Kota Makassar. Peningkatan
kualitas permukiman tersebut dilakukan dengan peningkatan infrastruktur
permukiman, seperti pembangunan prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan
pelayanan air minum, pembangunan sistem pengelolaan limbah/ sanitasi lingkungan,
serta pengelolaan persampahan. Pembangunan dari komponen sektor
keciptakaryaan tersebut akan menjadi tolak ukur peningkatan kualitas lingkungan
permukiman kumuh perkotaan. Berikut Uraian Rencana Kegiatan Prioritas
Keciptakaryaan sektor Pengembangan Permukiman di Kota Makassar yang
diperlihatkan pada tabel 6.7.
Tabel 7.7 Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kota Makassar Tahun 2018 - 2022
43.200.000 Daya, Mariso dan Tallo Siap (semua)
3 Rusunawa Beserta Infrastruktur Pendukungnya
42.000.000 - 1.200.000 - - -
Sumber : Usulan Prioritas Keg Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman Kota Makassar T.A 2018-2022
7.2 ENATAAN BANGUNAN & LINGKUNGAN
7.2.3 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di
perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.Kebijakan
penataan bangunan dan lingkungan Kota Makassaryaitu :
1. Bantuan teknis penyusunan pedoman pembangunan gedung dan
lingkungan.
2. Penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat
3. Penyusunan NPSM sebagai tindak lanjut UU No. 28/2002 dan PP No.
36/2005
4. Pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung kepada pemangku
kepentingan terkait
5. Bantuan teknis pembangunan bangunan gedung dan pelayanan
pengelolaan rumah Negara
6. Penataan lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional melelui
pemberdayaan masyarakat.
7. Penataan dan revitalisasi bangunan gedung bersejarah dan lingkungannya.
Bidang Tata Bangunan Kota Makassar mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standart,
prosedur dan kriteria yang ada;
b. Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan
bangunan gedung dan rumah negara serta penataan bangunan dan
c. Pelaksanaan pembinaan teknis penyelenggaraan pemeliharaan dan
perawatan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya;
d. Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara;
e. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik
sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
1. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan
pemukiman kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
tradisional.
2. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pelatihan teknis.
3. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
Paket dan Replikasi
7.2.4 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
1. Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan;
2. Masalah kemiskinan di Kota Makassar sudah sangat mendesak untuk
ditangani. Di mana salah satu ciri umum dari kemiskinan adalah minimnya
infrastruktur Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) yang memadai, kualitas
lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Pendekatan yang dilakukan
dengan masyarakat melalui program P2KP (Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan) Kota Makassar.
3. Kebutuhan Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh;
Permukiman kumuh adalah permukiman yang kualitas lingkungannya
sangat tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang sangat
tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang, kepadatan dalam luasan
sangat tinggi, kualitas bangunan tidak memadai dan tidak terlayani
prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan
keberlangsungan hidup dan penghidupan penghuninya. Upaya penataan
kawawan kumuh tidak hanya pada aspek fisik saja tetapi juga melaui
Konsep TRIDAYA/bersejarah tersebut.
4. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Tradisional/Bersejarah; Kawasan
tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi lain
kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan
mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai
budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan
dibutuhkan upaya revitaliasasi kawasan tradisional Kota Makassar.
5. Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara Merupakan kegiatan berupa
pengadaan, pemanfataan dan penghapusan baik fisik maupun administrasi
dari Gedung-gedung dan Rumah-rumah negara. Pada pelaksanaan
pemerintah pusat mendorong peran pemerintah daerah berkomitmen
dalam pengelolaan GRN. Kegitan- kegiatan utama GRN terdiri Kegiatan
Pembinaan Teknis dan kegiatan fisik.
Tabel 7.10. Isu Strategis Sektor PBL di Kota Makassar Tahun 2017
NO KEGIATAN SEKTOR PBL
ISU STRATEGIS SEKTOR PBL KAB KOTA MAKASSAR
1 Penataan Lingkungan
Permukiman
a. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh
b. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Tradisional/Bersejarah
2 Penyelenggaraan Bangunan
Gedung dan Rumah Negara
3 Pemberdayaan Komunitas
dalam Penanggulangan
Kemiskinan
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar 2017
B. Kondisi Eksisting
Penanganan tata bangunan dan lingkungan di Kota Makassar dilakukan
melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan
Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Namun dalam hal ini belum
banyak memberi dampak positif terhadap keserasian bangunan dan lingkungan masih
bercampur baur kawasan perumahan, perdagangan dan pergudangan di daerah
perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis- garis sempadan bangunan
menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak terkendali baik di
daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat pembangunan dan pemanfaatan
lahan dilakukan pada kawasan non budidaya seperti pada kemiringan lahan >40%,
dikawasan pantai dan pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah
longsor dan bencana lainnya.
Tabel 7.11 Laporan Ruang Terbuka Hijau Kota Makassar Tahun 2017
NO JENIS RTH STATUS (LUAS) LUAS (M2)
PUBLIK (M2) PRIVAT (M2)
1 Taman 6.560 16.839 23.399
2 Lapangan 96.930 16.009 112.939
3 Pemakaman 64.056 0 64.056
4 Jalur Hijau 64.276 0 64.276
5 Bakau 0 0 0
6 Hutan Kota 7.581 0 7.581
7 Sempadan 1.618.264 0 1.618.264
Total 1.857.667 32.848 1.890.515
JUMLAH DALAM (Ha) 187,71
Tabel 7.12 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Tabel 7.13 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan kota makassar
Mariso BLM USRI dan PAMSIMAS
2 Mamajang BLM SLBM, USRI dan PAMSIMAS
11 Panakkukang BLM SLBM, USRI dan PAMSIMAS
12 Manggala BLM USRI dan PAMSIMAS
13 Biringkanaya BLM SLBM, USRI dan PAMSIMAS
14 Tamalanrea BLM PAMSIMAS
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
1. Penataan Lingkungan Permukiman
Rendahnya Kualitas lingkungan dikawasan pesisir ,pusat kota,
percampuran fungsi perdagangan dan perumahan.
Masih rendahnya kondisi jalan lingkungan permukiman.
Belum tersedianya system proteksi kebakaran
Sudah tersedia rencana rinci bangunan dan lingkungan (RTBL) pada
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Belum ada regulasi Pengaturan Bangunan;
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung
Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan yang
bertopografi rendah sehingga cenderung mengalami banjir pada musim hujan.
sebagian kondisi fisk bangunan Perkantoran sudah tua sehingga perlu di
revitalisasi dan di relokasi.
3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Kurangnya penyediaan taman kota, ruang publik dan ruang terbuka hijau
Kurangnya penyediaan fasilitas olahraga tingkat kabupaten
Kapasitas Kelembagaan Daerah
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan
gedung dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
7.2.5 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk menjamin kondisi
bangunan (menata dan mengatur) karena akan dijadikan dasar pada masa yang
akan datang. Jika ditinjau dari intensitas bangunan yang ada saat ini, maka
penataan bangunan belum dilakukan dengan baik.Rencana penataan bangunan dan
lingkungan terutama pada daerah yang sudah terbangun harus memperhatikan
kelestarian lingkungan. Untuk itu, maka pada beberapa daerah yang peruntukannya
sebagai lahan bebas bangunan akan dijadikan sebagai open space untuk
memberikan nuansa nuansa lingkungan yang asri.Analisis kebutuhan Program dan
Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas
DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010 yaitu :
a. RTBL ( Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ) Kawasan Kota Makassar.
Panduan bangunan Kawasan Kota Makassar yang dimaksudkan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana
umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan Kawasan Kota
Makassar. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kab Kota
Makassarmeliputi:
1) Program Bangunan dan Lingkungan
Visi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan adalah me- revitalisasi dan
meningkatkan citra kawasan (pusat kota) Kota Makassar sebagai kawasan
Bugis Epicentrum berbasiskan pusat pelayanan pemerintahan, pelayanan
sosial ekonomi, perdagangan dan jasa yang didukung oleh kegiatan dan
permukiman yang serasi, nyaman dan berwawasan lingkungan guna
mendukung terwujudnya kota Kota Makassar sebagai kawasan strategis
pertumbuhan.
2) Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan
Konsep utama pengembangan struktur kawasan dari Kawasan Kota Makassar
adalah penataan kembali dari struktur linier dimana semua pergerakan
dan fungsi-fungsi kawasan berorientasi pada jalur jalan utamanya menjadi
suatu struktur kawasan yang kompak dan diarahkan untuk memiliki
nilai-nilai kualitas perancangan kawasan.
3) Konsep Komponen Perancangan Kawasan
Pengembangan kawasan perencanaan sebagai urban epicentrum dipahami
sebagai sebuah kawasan yang menjadi titik pusat orientasi Kota
Makassar yang di dalamnya berkembang fungsi- fungsi pelayanan skala
regional antara lain pusat pelayanan jasa dan pemerintahan, perdagangan
serta pariwisata perkotaan. Karakter kawasan urban epicentrum
memperlihatkan ciri-ciri sebuah kawasan yang hidup (liveable dan vibrant)
intensif.Pengembangan dan pembangunan kawasan perencanaan harus
mampu memadukan unsur-unsur serta nuansa kesejarahan dan budaya
ke dalam sektor-sektor pembangunan serta Harus mampu mewadahi
aspirasi-aspirasi masyarakat.Dalam perkembangannya, kawasan
perencanaan ini diharapkan menjadi atau memiliki perbedaan dengan
kawasan lainnya di Kota Kota Makassar, baik secara fisik, visual, lingkungan
maupun suasana tempatnya.
4) Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya
5) Rencana Umum Dan Panduan Rancangan Struktur Peruntukan Lahan
Upaya menegaskan Kawasan Kota Makassar sebagai kawasan urban
epicentrum sekaligus mem-vital-kannya secara optimal dan efisien,
memerlukan suatu upaya untuk menambahkan fungsi-fungsi lainnya yang
dapat mendukung fungsi dan kegiatan utama pusat kota.
Fungsi fungsi-fungsi baru yang ditempatkan di dalam kawasan, yaitu “Visitor Centre” yang berfungsi sebagai tempat pusat informasi tentang segala hal
yang terkait dengan kegiatan wisata budaya di Kota Makassar. Fungsi ini
dilengkapi dengan fasilitas wisata seperti ruang pamer, pusat informasi,
pagelaran seni, gallery, perpustakaan, museum, dan toko cindera mata.
Area wisata keluarga yang dilakukan di blok Pasar Sentra. Wisata keluarga
ini merupakan wisata kuliner skala lokal kabupaten. Keberadaan blok wisata
kuliner ini bertujuan sebagai “etalase” bagi produk makanan khas Kota
Makassar.
6) Rencana Perpetakan
Rencana perpetakan lahan pada Kawasan perencanaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu perepetakan tanah berupa sistem blok yang terdiri dari
gabungan beberapa persil, dan sistem kapling/persil.
7) Rencana Tapak
Rencana tapak pada wilayah perencanaan, secara umum tidak banyak
mengalami perubahan, yaitu sebagai kawasan kawasan pusat kota. Namun
diciptakan suatu karakter khas pada masing- masing blok perencanaan. Hal
yang dapat dilakukan adalah:
jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian) di beberapa
bagian blok, yang dapat membuka wilayah perencanaan dengan wilayah lain
di sekitarnya.
Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit
perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom.
Mengupayakan agar bantaran bisa menjadi urban green space.
Menetapkan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga
tercipta building alignment yang serasi.
Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan
roof-lineyang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure.
Untuk memperkuat „entrance masuk‟ pada kawasan dapat dibuat „Gerbang‟ sebagai focal point untuk kawasan melalui pengarahan ketinggian bangunan di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk image sebagai
gerbang, juga dapat dilakukan dengan membuka node yang ada
serta
o menempatkan landmark berupa patung dan sejenisnya pada bundaran
jalan (roundabout).
Memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/ koridor bagi
pejalan kaki, sehingga wilayah perencanaan bisa disebut sebagai kawasan
yang pedestrian friendly.
8) Intensitas Pemanfaatan lahan
Konsep pengendalian intensitas kawasan urban epicentrum Kota Makassar
adalah tercapainya pemanfaatan lahan yang lebih merata dan seimbang
sesuai dengan tujuan peruntukan kawasan. Intensitas Pemanfaatan Lahan
adalah perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas
tanah perpetakan / daerah perencanaan yang sesuai dengan rencana kota.
Intensitas pemanfaatan lahan erat hubungannya dengan konsep
peruntukkan yang telah ditetapkan.Intensitas pemanfaatan lahan merupakan
luas lantai maksimum yang dapat dibangun di atas sebidang lahan, hal tersebut
memberi gambaran tentang skala pembangunan bagi kawasan Kota
Makassar.
Koefisien Lantai Bangunan adalah perbandingan jumlah total luas bangunan
terhadap luas lantai dasar. Ketinggian bangunan ini perlu diatur agar terjadi
keselarasan dan keharmonisan antar bangunan dan lingkungan. Penetapan
besar KLB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai
berikut:
Harga lahan
Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan)
Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan
Ekonomi dan pembiayaan
Rencana ketinggian bangunan maksimum yang dapat diterapkan di kawasan
perencanaan adalah sebagai berikut :
Di sepanjang jalan arteri diperbolehkan maksimum berkisar antara 15 –
20 lantai (KLB maks = 20 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan
maksimum 100 meter dari lantai dasar.
Di sepanjang jalan kolektor diperbolehkan maksimum berkisar antara 15 –
20 lantai (KLB maks = 4 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan
maksimum 100 meter dari lantai dasar.
Di sepanjang jalan lokal diperbolehkan maksimum 5 lantai (KLB maks = 5 x
KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 30 meter dari lantai
dasar.
Koefisien Dasar Bangunan adalah perbandingan antara luas lantai dasar
bangunan dan luas total keseluruhan tapak. Dengan menyisakan luasan beberapa
meter persegi pada tapak dimaksudkan agar masih terdapat bidang-bidang
peresapan air hujan di dalam tapak tersebut. Dengan menyisakan luasan kapling
agar tidak didirikan bangunan, juga berdampak secara psikologis. Apabila seluruh
Penetapan besar KDB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut:
Tingkat pengisian / peresapan air (water recharge)
Besar pengaliran air
Jenis penggunaan lahan dan Harga lahan
Rencana intensitas pemanfaatan lahan kawasan Kota Makassar :
Permukiman, terdiri dari perumahan dengan KDB 50 – 60 %
Fasilitas Pendidikan, terdiri dari TK, SD, SLTP, SLTA, Akademi/PT, dan Pesantren dengan KDB 45 – 50 %.
Fasilitas Kesehatan, terdiri dari rumah sakit bersalin, puskesmas, apotik, dan balai pengobatan dengan KDB 40 – 50 %.
Fasilitas Peribadatan, terdiri dari masjid, langgar / musholla, gereja, dan vihara dengan KDB 40 – 50 %.
Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan, terdiri dari kantor pemerintahan kota, kecamatan, balai desa, dan lain-lain dengan KDB 40 – 50 %.
Fasilitas Perdagangan dan Jasa, terdiri dari pasar, pertokoan, pasar
swalayan, warung/kios, koperasi dengan KDB maksimum 70 % disesuaikan
dengan lokasi dan karakteristik kegiatannya.
Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga, terdiri dari gedung gedung
pertemuan, penginapan/losmen, hotel, rumah makan, dan sarana rekreasi lainnya dengan KDB 70 – 80 %.
Taman dan Ruang Terbuka Hijau, berupa taman kota, taman lingkungan,
lapangan olah raga dan lahan konservasi dengan KDB 5 – 10 %.
9) Rencana Investasi
Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan
kawasan Kota Makassar dilakukan oleh pemerintah Kota Makassar,
Pemerintah Povinsi Sulawesi Selatan, dan masyarakat Kota Makassar.
Seluruh kegiatan pembangunan harus mengacu kepada panduan Tata
Pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat melalui pembangunan fisik bangunan
di dalam lahan yang dikuasainya, termasuk pembangunan ruang terbuka hijau,
ruang terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan tetap mengacu pada syarat
dan ketentuan berlaku.
Sekenario rencana investasi yang akan dilakukan kawasan perencanaan
mencakup 3 tahapan :
Tahap I: pembentukan citra kawasan sebagai kawasan kota maritim yang
menjadi pusat perkembangan kawasan timur nasional. Kota Makassar sebagai
kota yang memiliki sejarah besar memiliki cita-cita melindungi situs-situs
bersejarah yang terdapat di dalam kawasan dan blok-blok dalam kawasan
dengan pendefinisian fungsi ruang yang jelas, pencirian dengan aksesori local
pada bangunan dan kelengkapan pedestrian path, dan ruang sirkulasi
manusia dan kendaraan yang mendukung fungsi ruang, serta sosialisasi
kepada pengguna ruang.
Tahap II: pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan
pelayanan terhadap kebutuhan pengguna ruang dalam kawasan, terutama
fasilitas vital yang belum terdapat di kawasan perencanaan seperti jaringan
air bersih, pengelolaan persampahan, TPS dan fasilitas perdagangan dan jasa.
Tahap III: peningkatan kualitas lingkungan kawasan untuk mendukung
fungsi ruang dengan pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan sarana
dan prasarana dasar lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsi ruangnya.
10) Ketentuan Pengendalian Rencana
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan
kegiatan diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disensitif, serta pengenaan sanksi.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan penegendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam
Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang penataan ruang diatur oleh pemerintah Kota Makassar berdasarkan
kewenangan dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan
pemerintah dapat membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang
berlaku.
Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dibatalkan oleh pemerintah daerah Kota Makassar sesuai dengan
kewenangannya.
Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban
pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan
sesuai rencana tata ruang.
Izin pemanfaatan ruang diatur dan ditertibkan oleh pemerintah daerah Kota
Makassar sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi
dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif,
sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah.
Bentuk insentif tersebut, antara lain dapat berupa keringanan pajak,
pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi,
kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.
Disisentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang
tinggi, pembatasan, penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan
Pemberian insentif dan disisentif dalam pengendalian pemanfaatan
ruang dilakukan supaya pemanfaatan ruangyang dilakukan sesuai dengan
rencana tata ruang yang sudah di tetapkan.
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata tuang,
berupa :
keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
pemberian penghargaan kepada masyarakat,
swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsetif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
tata ruang, berupa :
pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; dan/atau
pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,
dan penalti;
Insentif dan disisentif dalam penataan bangunan dan lingkungan
diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.
11) Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pengelola Kawasan
Guna tercapainya keberhasilan operasionalisasi RTBL, dilaksanakan
melalui pemasyarakatan secara menyeluruh, yaitu :
Pemasyarakatan bagi keseluruhan dinas-dinas sektoral maupun instansi
vertikal.
Pemasyarakatan kepada masyarakat luas melalui pemerintah
kabupaten dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Peran serta
o Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan.
o Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTBL;
o Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya
alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
o Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTBL;
o Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan
ruang; dan atau kegiatan menjaga, memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Peran Pemerintah Daerah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam
memasyarakatkan RTBL mempunyai pengaruh besar, yang akan
menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaannya.
12) Program Pengendalian Pelaksanaan
Program-program yang menjadi prioritas utama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 direkomendasikan berdasarkan kebutuhan dari stakeholder
kabupaten dan berawal dari permasalahan utama kawasan yang
membutuhkan solusi yang tepat dan inovatif.
Pelaksanaan RTBL kawasan Kota Makassar dapat dikendalikan dari
kesesuaian dengan arahan kebijakan tata ruang yang lebih makro,
ketepatan sasaran program, adanya dukungan legal, serta adanya “good governance”.
b. RISPK (Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran) Kawasan Kota Makassar.
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan
dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem
yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang
maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan
dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya
kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,
serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana
Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu
10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang
terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota,
lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi
pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma,
Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang
penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman
kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
2. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi.
Di sisi lain kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik
bahkan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian
nilai budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan
upaya revitaliasasi kawasan tradisional.Beberapa kawasan yang perlu segera
dilakukan penataan, antara lain:
a. Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan Budaya
b. Kawasan Permukiman Tradisional dan Bersejarah yang Meningkat
Kualitasnya
c. Revitalisasi Kawasan Bola Soba.
d. Penyusunan desain revitalisasi Kawasan Tradisional
3. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan yang
hujan, dan sebagian kondisi fisk bangunan sebagian sudah tua sehingga perlu
relokasi sedangkan di daerah perdesaan cukup baik.
b. Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan
rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standart,
prosedur dan kriteria yang ada; Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan
teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta penataan
bangunan dan lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan teknis
penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan
rumah negara beserta lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan dan
pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan bangunan gedung dan
rumah negara;
4. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya
dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan
masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk
Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat
terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur
dan prinsip-prinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum
P2KP- 3, Edisi Oktober 2005]
Permasalahan kemiskinan di Kota Makassar sudah sangat
mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah
satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak
memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai,
dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah
standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu.
Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat
persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak
multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain.
Dalam kehidupan sehari-hari dimensi- dimensi dari gejala-gejala
kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, seperti antara lain
:
a) Dimensi Politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi
yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin,
sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan
penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki
akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;
b) Dimensi Sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga
miskin ke dalam institusi sosial yang ada,terinternalisasikannya budaya
kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta
pudarnya nilai-nilai kapital sosial;
c) Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara
pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga
cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang
menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;
d) Dimensi Ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan
sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
sampai batas yang layak; dan
e) Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin
ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset
kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana,
hunian atau perumahan, dan sebagainya.
Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang
terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih
dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah
pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini
benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan
berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu
mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan
publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk
perumahan dan permukiman.
Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga
dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam ‘melembagakan' dan ‘membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta
kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang
melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui
kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat
yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain
diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih
layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial
masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk
masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif,
transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh
masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir
maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan
yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta
sarana dasar perumahan dan permukiman.
Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian
persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya
yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam
jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin
dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan
keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses
pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap
kelurahan sasaran.
Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan
langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan
memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi
dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat.
8.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai dalam penataan bangunan dan
lingkungan, beberapa program penataan bangunan dan lingkungan yang
diusulkan, antara lain:
1. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
a. Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan
b. Sarana dan Prasarana Penanggulangan Bahaya Kebakaran
c. Sarana dan Prasarana Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
d. Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman
e. Tradisional/ Bersejarah
f. Pembangunan Fisik PSD Revitalisasi
2. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung
b. Penyusunan RTBL
c. Kelengkapan Aksesibilitas Bangunan Gedung (Pintu Gerbang Masjid Al
Markas Al Ma'arif)
3. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
Kemiskinan.
a. P2KP
7.2.6 Usulan Program dan Kegiatan
Uraian Rencana Kegiatan Prioritas Keciptakaryaan sektor Penataan
Bangunan dan Lingkungan di Kota Makassar diperlihatkan pada tabel 6.17.
7.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
7.3.3 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
A. Arahan Kebijakan
Penyelenggaraan Pengembangan SPAM adalah Kegiatan merencanakan
konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau
mengevaluasi sistem fisik (teknik).Beberapa peraturan perundangan yang
menjadi dasar dalam pengembangan systempenyediaan air minum (SPAM) antara
lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada pasal 40
mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum
rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka
Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025. Perundangan ini mengamanatkan bahwa
kondisi sarana dan prasarana masihrendah aksesibilitas, kualitas, maupun
cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
SistemPenyediaan Air Minum; Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan
yang bertujuan membangun,memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik
(teknik) dan non fisik(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran
masyarakat, dan hukum) dalamkesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepadamasyarakat menuju keadaan yang lebih baik.
Peraturan tersebut jugamenyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan
keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang
KebijakandanStrategi pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum,
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan
pelayanan/penyediaanairminum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang
bertujuanuntuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem
fisik dan non fisikdalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan
air minum kepadamasyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan
sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang; Peraturan ini
menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60
liter/orang/hari.
Kebijakan mengenai pengembangan air minum dalam kurun waktu 5
tahun kedepan di Kota Makassar dibagi atas 3 bagian yaitu :
1. Pengembangan dan peningkatan Air Minum (Kota Makassar) dalam
rangka peningkatan pelayanan meliputi peningkatan kelembagaan,
penambahan air baku, perbaikan instalasi untuk meningkatkan kapasitas
produksi air Minum, pengadaan pipa dan pemasangan pipa transmisi dari Dia
300 mm ke Dia 400 mm, distribusi dan sambungan rumah, dan bangunan
pelengkap lainnya.
2. Pengembangan system penyediaan air minum/ SPAM IKK meliputi
peningkatan kelembagaan, peningkatan/ perbaikan prasarana dan sarana yang
sudah rusak, dan pembangunan baru bagi IKK yang belum Memiliki SPAM.
3. Pengembangan system penyediaan air minum pedesaan meliputi :
prasarana dan sarana yang sudah ada dan kurang berfungsi, dan
pengembangan penyediaan air bersih yang berbasis masyarakat.
B. Lingkup Kegiatan
Sub Bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan
air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat
miskin di kawasan rawan air. Selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam
investasi dalam pembangunan sarana air minum di perkotaan.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem
pengadaan air minum antara lain :
1. Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah
2. Rencana pembangunan kabupaten/kota
3. kabupaten/kota Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi
bersangkutan, seperti struktur dan marfologi tanah, tipografi dan
sebaginya
4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
5. Dalam penyusunan RPJIM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem
Pengembangan air minum.
6. Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi
pengelolaan air minum.
7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan
penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada
setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam
perencanaan teknik.
8. Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan petunjuk
yang tersedia.
A. Isu Strategis
Cakupan pelayanan air minum dengan perpipaan maupun non perpipaan
rendah, sehingga diperlukan pembangunan jaringan sistem air minum baru dalam
rangka menambah jumlah masyarakat yang mendapat pelayan air minum dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, diantaranya :
a. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum di Ibukota
Kecamatan (IKK)
b. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum di Kawasan MBR
c. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum Perdesaan
B. Kondisi Eksisting
Peranan air sangat menentukan dalam kehidupan sehari-hari, seiring
dengan pembangunan yang terus berlangsung dan meningkatnya jumlah
penduduk. Di sisi lain, kuantitas dan ketersediaannya masih perlu mendapat
perhatian serius. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
pencemaran, menurunnya daerah untuk resapan air, dan kegiatan-kegiatan
yang mengabaikan lingkungan. Sumber air baku yang dimanfaatkan untuk
pengelolaan air bersih Kota Makassar berasal dari air permukaan Sungai Leko
paccing dan air yang berasal dari Waduk Bili -Bili. Potensi sumber air baku
tersebut digunakan oleh PDAM Kota Makassar untuk mensuplai kebutuhan air
bersih/minum penduduk dan beberapa instansi pemerintah/swasta yang ada di
Kota Makassar. Sedangkan sumber air baku lainnya selain PDAM yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Makassar dan sekitarnya, bersumber dari
sumur gali dengan kedalaman rata-rata 5-6 meter untuk sumur gali, dan 15-30
meter untuk sumur tanah dalam.
Pengelolaan penyediaan pelayanan air bersih Kota Makassar dilakukan oleh
PDAM, elaku perusahaan daerah serta kelembagaan lainnya ditingkat masyarakat
sebagai pelaku pengguna air bersih yang tidak terjangkau oleh pelayanan
jaringan pipa distribusi PDAM. Potensi air bersih yang bersumber dari PDAM,
Berdasarkan data yang diperoleh tingkat pelayanan air bersih yang bersumber dari
PDAM Kota Makassar baru mencapai 64,89% a t a u 189.148 KK.
Tabel 7.15. Potensi Sumber Air Baku Yang Dikelola PDAM Kota Makassar
zNo Lokasi Sumber Air Baku Kapasitas (Lt/Dt)
1 2 3 4
1 IPA I Ratulangi Sungai Jeneberang 50
2 IPA II Panaikang Sungai Lekopaccing 1.000
3 IPA III Antang Sungai Jeneberang 90
4 IPA IV Maccini Sombala Sungai Jeneberang 200
5 IPA V Somba Opu Sungai Jeneberang 1.000
6 Air Permukaan Danau Tonjong Danau Balang
Tonjong 6,60
7 Air Permukaan Waduk Tunggu Borong
Waduk Tunggu
Borong 8,48
Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Makassar Tahun 2017
Tabel 7.16. Kondisi Air Tanah Dangkal dan Dalam Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar
No Kecamatan
Air Tanah Dangkal Air Tanah Dalam
wilayah pelayanan yang di uraikan sebagai berikut:
IPA I Ratulangi, area pelayanan meliputi; Kecamatan Ujung Pandang dan
IPA II Panaikang, area pelayanan meliputi; Kecamatan Wajo, Bontoala,
Panakkukang, Kawasan Industri Makassar (KIMA), Tamalanrea dan
Kecamatan Biringkanaya
IPA III Antang, area pelayanan meliputi; Kecamatan Manggala
IPA IV Maccini Sombala, area pelayanan meliputi; Kecamatan Mamajang
dan Mariso
IPA V Somba Opu, area pelayanan meliputi; Kecamatan Ujung Pandang,
Mamajang, Panakkukang, Rappocini, Tamalate dan Manggala.
Sistem Non Perpipaan
a) Aspek Teknis; Sistem non perpipaan yang ada umumnya berupa sumur, baik
berupa sumur gali maupun sumur bor, dimana untuk sumur bor masih
sangat terbatas penggunaannya akibat biaya yang cukup besar dan bisa
memicu terjadinya intrusi air laut masuk ke sumber air penduduk.
Sementara untuk sumur gali permasalahannya adalah Kualitas air yang
dihasilkan pada umumnya rasanya asin, disamping itu cenderung terjadi
pencemaran, karena banyak yang masih belum dilantai dan sekat dengan
septik tank warga sehingga cenderung terkontimanisasi dengan sumur
mereka yang bisa menimbulkan efek negative bagi kesehatan.
b) Aspek Pendanaan; Mengingat ketersediaan dana dari pemerintah
maupun kemampuan masyarakat dalam membiayai penyediaan sarana dan
prasarana air bersih, maka diperlukan dukungan dan dari pihak ke tiga yang
diharapkan mampu membantu kebutuhan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan air bersih sehingga kesehatan masyarakat terkait dengan
konsumsi air bersih bisa terpenuhi.
c) Aspek Kelembagaan dan Peraturan; Belum adanya lembaga yang
menagani masalah ini baik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun
masayarakat, sehingga sampai saat ini hanya dilakukan secara individu.
Penanganan ini prasarana ini juga biasanya dilakukan program pemberdayaan
masyarakat dan program yang dilakukan oleh Dinas permukiman dan tata
Sistem Perpipaan
a) Aspek Teknis; Tingkat pelayanan masih rendah, hal ini disebabkan karena
kondisi pipa transmisi sudah dimakan usia dan sudah tidak layak.
Ketersediaan air baku yang ada masih memungkinkan karena kapasitas
terpasang untuk perkotaan sebesar 270 liter/detik cukup untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan, sehingga perlu pergantian jaringan pipa transmisi
dari Dia. 300 mm menjadi Dia. 400 mm sepanjang ±
b) 12.500 m dari sumber mata air.Operasional dan maintenance tidak sesuai
standard, sehingga banyak mengalami kendala disamping itu ketersediaan
tenaga untuk melayani operasionalisasi sistem perpipaan tersebut sangat
kurang yang menyebabkan pelayanan kepada pelanggan mengalami
kendala.
c) Aspek Pendanaan; Terbatasnya dana APBD, dimana kebutuhan lain yang
sifatnya lebih urgen sehingga hingga saat ini pemenuhan dana memenuhi
kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau jaringan pipa belum dapat
direaliasikan, disamping itu untuk menyediaan prasrana dan sarana
memang memerlukan investasi yang cukup besar apalagi jika yang akan
dihasilkan adalah air bersih yang layak minum.
d) Aspek Kelembagaan dan Peraturan; Dari sisi kelembagaan
sebenarnya sudah ada yaitu PDAM yang didukung oleh perda. Namun dari sisi
efektifitas lembaga itu sendiri perlu ditingkatkan, hal ini terindikasi
dengan masih banyaknya keluhan dari para pelanggan dan tidak lanjut dari
keluhan itu kurang terlihat.
C. Permasalahan
Penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan air bersih seluruh masyarakat terutama di daerah
perkotaan dan daerah yang mengalami kesulitan air bersih terutama pada musim
kemarau. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat air bersih merupakan