• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1526004996BAB 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1526004996BAB 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian

yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,

sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di

kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman di Kota Makassar terdiri dari

pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan

perdesaan.Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari

pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman

kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari

pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan,

serta desa tertinggal.

7.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Permukiman

A. Arah Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada

peraturanperundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

JangkaPanjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan

bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana

dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga

kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh

pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

(2)

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

KawasanPermukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup

penyelenggaraan perumahan (butir c),penyelenggaraan kawasan

permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan

dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh (butir f) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

3. Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,

rumahsusun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung

jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya

terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan

dengan penanggulangan kawasan kumuh.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan

Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas

permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar b10% pada tahun 2014.

Pengembangan Permukiman di Kota Makassar dilaksanakan dengan

upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh, perkotaan, dan desa Nelayan.

Peningkatan pembangunan prasarana dan sarana ( infrasruktur ) Permukiman di

kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa / Desa Pusat Pertumbuhan dan pada

Desa terpencil / Desa tertinggal melalui program pemberdayaan masyarakat.Terkait

dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman

maka UU No. 1 Tahun 2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

B. Tugas

(3)

Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota

 Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan

 Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

 Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan

 Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan,

kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.  Melaksanakan kebijakan dan

strategi pada tingkat kabupaten/kota.

(4)

 Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang

Tabel 7.2. wewenang Pemerintah pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah kota dalam Pengembangan Permukiman

Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota

 Menyusun dan menetapkan

 Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang

 Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang

 Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan

 Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-

 Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai

(5)

 Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap

perumahan kumuh dan permukiman kumuh.  Menetapkan kebijakan dan

strategi nasional dalam  Menetapkan Kebijakan dan

Strategi daerah dalam penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Prioritas pembangunan permukiman di Kota Makassar adalah:

1. Peningkatan kualitas lingkungan pemukiman kumuh perkotaan tertuju

pada kelurahan di Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Mariso dan

Kecamatan Mamajang sebagai prioritas utama dalam pembangunan

strategis kawasan perkotaan. Peningkatan kualitas permukiman tersebut

dilakukan dengan peningkatan infrastruktur permukiman, seperti

pembangunan prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan

pelayanan air minum, pembangunan sistem pengelolaan limbah/ sanitasi

lingkungan, serta pengelolaan persampahan. Pembangunan dari

komponen sektor keciptakaryaan tersebut akan menjadi tolak ukur

peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh perkotaan.

2. Pembangunan infrasturktur sanitasi di daerah pinggiran kota dengan

Pendekatan konsep penanganan permukiman kota sebagai berikut :

a. Konsep Penanganan Lingkungan Permukiman Padat dan Kumuh

b. Konsep Penangangan Lingkungan Permukiman Nelayan / Pesisir

c. Konsep Kawasan Rawan Bencana Alam

6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

(6)

Setiap Kabupaten/Kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis

didaerahnya, berikut penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman di

Kota Makassar yang disajikan pada tabel 7.3.

Tabel 7.3.

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman di Kota Makassar

No Strategis Ket.

1

Kedudukan Kawasan Perkotaan Kota Makassar baik secara geografis maupun dalam tatanan kebijakan spasial nasional dan provinsi, dalam berbagai kegiatan pembangunan, jelas ini menjadi faktor kuat menarik arus penduduk masuk ke kawasan ini. Kedudukan Kawasan Perkotaan Kota Makassar baik secara geografis maupun dalam tatanan kebijakan spasial nasional dan provinsi yang menempatkannya sebagai pusat pelayanan dalam berbagai kegiatan pembangunan, jelas ini menjadi faktor kuat menarik arus penduduk masuk ke kawasan ini.

Kota

Makassar

2

Secara historis, dalam lintasan sejarah peradaban

masyarakat SulawesiSelatan, salah satu dari tiga kerajaan besar di Sulawesi adalah Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo

3

Fungsi dan peran Kota Makassar sebagai tempat pemusatan berbagai aktivitas wilayah, seperti pemusatan permukiman perkotaan, pusat pelayanan kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan pemerintahan, tentunya memerlukan pendekatan pola penanganan yang lebih terpadu, terintegrasi, komprehensif, dan berkelanjutan guna mewadahi aktivitas masyarakat dalam satu tatanan pengaturan pemanfaatan ruang yang harmonis, nyaman, dan produktif, sehingga dalam mengelola kawasan perkotaan Kota Makassar ini perlu melibatkan berbagai sektor pembangunan. Penting bagi kawasan perkotaan ini menjadikan bidang ke-ciptakaryaan sebagai katalisator penciptaan lingkungan perkotaan yang layak huni.

4

Orientasi kawasan perkotaan pada Kawasan Perkotaan lingkungan perkotaan

yang layak huni. permukimanKota Makassar ini sebagian ke pesisir Teluk Kota Makassar, dimana berkembang kelompok permukiman nelayan yang kondisinya cukup memprihatinkan utamanya dari aspek prasarana dan sarana dasar lingkungan permukiman.

5

Alokasi realisasi program peningkatan kualitas lingkungan permukiman pada Kawasan Perkotaan Kota Makassar ini belum mampu mengatasi secara signifikan permasalahan- permasalahan di seputar permukiman perkotaan, terutama kawasan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah.

6

Kawasan perkotaan Kota Makassar menjadi pusat distribusi pergerakan lintas provinsi dan Negara melalui Pelabuhan Penyeberangan yang tentunya menjadikan kawasan ini sebagai tempat transit bagi pelintas di jalur trans sulawei tersebut.

Sumber: SPPIP Perkotaan Kota Makassar 2012

(7)

Kondisi prasarana dan sarana permukiman secara kuantitas menyebar,

pembangunan infrastruktur perkotaan seperti peningkatan jalan, ketersediaan air

minum dan sanitasi serta fasiilitas umum lainnya. Ditinjau dari tingkat penyediaan

PSD masih menunjukkan adanya indikator keterbatasan berkaitan dengan tingkat

kebutuhan pelayanan kepada masyarakat terutama di daerah pinggiran.

(8)
(9)
(10)

Lanjutan Tabel 7.4..

Sumber : SK Kumuh Walikota Makassar No 050/1341/kep/IX/2014

Tabel 7.5 Data Kondisi Rusunawa di Kota Makassar

N

BLOK 487 2006/2008 KEMENTERIAN PU

2 DAYA Kecamatan Biringkanaya 3 TWIN

BLOK 291 2003/2009 KEMENTERIAN PU

(11)

Tabel 7.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya organisasi, ketatalaksanaan, serta dukungan prasarana dan sarana dasar.

Aspek pembiayaan

(12)

5 Aspek Lingkungan Permukiman organisasi, ketatalaksanaan, serta dukungan prasarana

pemecahan masalah yang direkomendasikan sebagai berikut:

1. Kelembagaan yang menangani bidang kecipta-karyaan khususnya

pengembangan permukiman yang didukung dengan uraian tugas dan fungsi

(tupoksi) yang jelas serta penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar

belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki.

2. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD

Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan Swadaya) yang pelaksanaannya oleh

Satker berada dalam SKPD.

3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam menangani program/ kegiatan

pengembangan permukiman baik individu maupun organisasi masyarakat.

4. Optimalisasi peningkatan peran serta swasta dalam penyelenggaraan

pembangunan sektor perumahan dan permukiman.

5. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

A. Program Kerja

1. Pembinaan Pengembangan Permukiman

a. Penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur

Perkotaan (SPPIP)

b. Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman

(13)

2. Infrastruktur Kawasan Pemukiman Perkotaan

a. Peningkatan Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh

b. Peningkatan Infrastruktur Kawasan RSH

3. Rusunawa Beserta Infrstuktur Pendukungnya

4. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan

a. Pembangunan/Peningkatan Kawasan Permukiman Perdesaan

Potensial

a. Infrastruktur Kawasan Permukiman Rawan Bencana

b. Infrastruktur Kawasan Pemukiman di Perbatasan dan Pulau terluar

5. Pemberdayaan Masyarakat (PPIP, PISEW, dan RIS PNPM).

B. Kesiapan (Readiness Criteria)

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)Dalam pengembangan permukiman

terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiridari kriteria umum dan khusus,

sebagai berikut :

1. Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP,

RPKPP,Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana

daerahuntuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa

berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus

a. Rusunawa

(14)

 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda untuk menyediakan Sambungan Listrik, Air Bersih,

dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni

b. PNPM Perkotaan

 Lokasi adalah kelurahan perkotaan mengacu data PODES 2008 dan

sudah ditetapkan oleh Menko Kesra

 Kel. perkotaan dengan penduduk miskin ≥ 10%

 Dipilih kelurahan yang belum mendapatkan 3 kali putaran BLM dan yang

sudah, tetapi jumlah KK miskin ≥ 25%

 Kab/Kota menyediakan:

 DDUB sebesar 20 – 30%

 BOP minimal 5% dari pagu BLM kab/kota

 Provinsi menyediakan BOP 1% dari Pagu BLM Provinsi

c. RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP

nminimal 5% dari BLM.

d. PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani

program Cipta Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

 Tingkat kemiskinan desa >25%

7.1.4 Usulan Program dan Kegiatan

Sasaran yang dicapai dalam pembangunan permukiman di Kota

(15)

pemukiman kumuh perkotaan di kelurahan Lette sebagai prioritas utama dalam

pembangunan strategis kawasan perkotaan di Kota Makassar. Peningkatan

kualitas permukiman tersebut dilakukan dengan peningkatan infrastruktur

permukiman, seperti pembangunan prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan

pelayanan air minum, pembangunan sistem pengelolaan limbah/ sanitasi lingkungan,

serta pengelolaan persampahan. Pembangunan dari komponen sektor

keciptakaryaan tersebut akan menjadi tolak ukur peningkatan kualitas lingkungan

permukiman kumuh perkotaan. Berikut Uraian Rencana Kegiatan Prioritas

Keciptakaryaan sektor Pengembangan Permukiman di Kota Makassar yang

diperlihatkan pada tabel 6.7.

Tabel 7.7 Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kota Makassar Tahun 2018 - 2022

43.200.000 Daya, Mariso dan Tallo Siap (semua)

(16)

3 Rusunawa Beserta Infrastruktur Pendukungnya

42.000.000 - 1.200.000 - - -

Sumber : Usulan Prioritas Keg Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman Kota Makassar T.A 2018-2022

7.2 ENATAAN BANGUNAN & LINGKUNGAN

7.2.3 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang

diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,

terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di

perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.Kebijakan

penataan bangunan dan lingkungan Kota Makassaryaitu :

1. Bantuan teknis penyusunan pedoman pembangunan gedung dan

lingkungan.

2. Penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat

3. Penyusunan NPSM sebagai tindak lanjut UU No. 28/2002 dan PP No.

36/2005

4. Pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung kepada pemangku

kepentingan terkait

5. Bantuan teknis pembangunan bangunan gedung dan pelayanan

pengelolaan rumah Negara

6. Penataan lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional melelui

pemberdayaan masyarakat.

7. Penataan dan revitalisasi bangunan gedung bersejarah dan lingkungannya.

Bidang Tata Bangunan Kota Makassar mempunyai fungsi :

a. Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan

rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standart,

prosedur dan kriteria yang ada;

b. Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan

bangunan gedung dan rumah negara serta penataan bangunan dan

(17)

c. Pelaksanaan pembinaan teknis penyelenggaraan pemeliharaan dan

perawatan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya;

d. Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta

pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara;

e. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik

sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

1. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

 Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan

pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman

tradisional.

2. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan

lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;

 Pelatihan teknis.

3. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

 Paket dan Replikasi

7.2.4 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis

1. Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan;

2. Masalah kemiskinan di Kota Makassar sudah sangat mendesak untuk

ditangani. Di mana salah satu ciri umum dari kemiskinan adalah minimnya

infrastruktur Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) yang memadai, kualitas

lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Pendekatan yang dilakukan

(18)

dengan masyarakat melalui program P2KP (Program Penanggulangan

Kemiskinan di Perkotaan) Kota Makassar.

3. Kebutuhan Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh;

Permukiman kumuh adalah permukiman yang kualitas lingkungannya

sangat tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang sangat

tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang, kepadatan dalam luasan

sangat tinggi, kualitas bangunan tidak memadai dan tidak terlayani

prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan

keberlangsungan hidup dan penghidupan penghuninya. Upaya penataan

kawawan kumuh tidak hanya pada aspek fisik saja tetapi juga melaui

Konsep TRIDAYA/bersejarah tersebut.

4. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Tradisional/Bersejarah; Kawasan

tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi lain

kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan

mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai

budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan

dibutuhkan upaya revitaliasasi kawasan tradisional Kota Makassar.

5. Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara Merupakan kegiatan berupa

pengadaan, pemanfataan dan penghapusan baik fisik maupun administrasi

dari Gedung-gedung dan Rumah-rumah negara. Pada pelaksanaan

pemerintah pusat mendorong peran pemerintah daerah berkomitmen

dalam pengelolaan GRN. Kegitan- kegiatan utama GRN terdiri Kegiatan

Pembinaan Teknis dan kegiatan fisik.

Tabel 7.10. Isu Strategis Sektor PBL di Kota Makassar Tahun 2017

NO KEGIATAN SEKTOR PBL

ISU STRATEGIS SEKTOR PBL KAB KOTA MAKASSAR

1 Penataan Lingkungan

Permukiman

a. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

b. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Tradisional/Bersejarah

2 Penyelenggaraan Bangunan

Gedung dan Rumah Negara

(19)

3 Pemberdayaan Komunitas

dalam Penanggulangan

Kemiskinan

Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar 2017

B. Kondisi Eksisting

Penanganan tata bangunan dan lingkungan di Kota Makassar dilakukan

melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan bangunan (IMB) dan

Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Namun dalam hal ini belum

banyak memberi dampak positif terhadap keserasian bangunan dan lingkungan masih

bercampur baur kawasan perumahan, perdagangan dan pergudangan di daerah

perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis- garis sempadan bangunan

menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak terkendali baik di

daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat pembangunan dan pemanfaatan

lahan dilakukan pada kawasan non budidaya seperti pada kemiringan lahan >40%,

dikawasan pantai dan pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah

longsor dan bencana lainnya.

Tabel 7.11 Laporan Ruang Terbuka Hijau Kota Makassar Tahun 2017

NO JENIS RTH STATUS (LUAS) LUAS (M2)

PUBLIK (M2) PRIVAT (M2)

1 Taman 6.560 16.839 23.399

2 Lapangan 96.930 16.009 112.939

3 Pemakaman 64.056 0 64.056

4 Jalur Hijau 64.276 0 64.276

5 Bakau 0 0 0

6 Hutan Kota 7.581 0 7.581

7 Sempadan 1.618.264 0 1.618.264

Total 1.857.667 32.848 1.890.515

JUMLAH DALAM (Ha) 187,71

(20)

Tabel 7.12 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

Tabel 7.13 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan kota makassar

Mariso BLM USRI dan PAMSIMAS

2 Mamajang BLM SLBM, USRI dan PAMSIMAS

11 Panakkukang BLM SLBM, USRI dan PAMSIMAS

12 Manggala BLM USRI dan PAMSIMAS

13 Biringkanaya BLM SLBM, USRI dan PAMSIMAS

14 Tamalanrea BLM PAMSIMAS

C. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa

permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

1. Penataan Lingkungan Permukiman

 Rendahnya Kualitas lingkungan dikawasan pesisir ,pusat kota,

percampuran fungsi perdagangan dan perumahan.

 Masih rendahnya kondisi jalan lingkungan permukiman.

 Belum tersedianya system proteksi kebakaran

 Sudah tersedia rencana rinci bangunan dan lingkungan (RTBL) pada

(21)

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

 Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta

rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

 Belum ada regulasi Pengaturan Bangunan;

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan

Bangunan Gedung

 Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan yang

bertopografi rendah sehingga cenderung mengalami banjir pada musim hujan.

 sebagian kondisi fisk bangunan Perkantoran sudah tua sehingga perlu di

revitalisasi dan di relokasi.

3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Kurangnya penyediaan taman kota, ruang publik dan ruang terbuka hijau

 Kurangnya penyediaan fasilitas olahraga tingkat kabupaten

 Kapasitas Kelembagaan Daerah

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam

pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan

gedung dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

7.2.5 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk menjamin kondisi

bangunan (menata dan mengatur) karena akan dijadikan dasar pada masa yang

akan datang. Jika ditinjau dari intensitas bangunan yang ada saat ini, maka

penataan bangunan belum dilakukan dengan baik.Rencana penataan bangunan dan

lingkungan terutama pada daerah yang sudah terbangun harus memperhatikan

kelestarian lingkungan. Untuk itu, maka pada beberapa daerah yang peruntukannya

sebagai lahan bebas bangunan akan dijadikan sebagai open space untuk

memberikan nuansa nuansa lingkungan yang asri.Analisis kebutuhan Program dan

Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas

DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010 yaitu :

(22)

a. RTBL ( Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ) Kawasan Kota Makassar.

Panduan bangunan Kawasan Kota Makassar yang dimaksudkan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta

membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana

umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian

rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan Kawasan Kota

Makassar. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kab Kota

Makassarmeliputi:

1) Program Bangunan dan Lingkungan

Visi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan adalah me- revitalisasi dan

meningkatkan citra kawasan (pusat kota) Kota Makassar sebagai kawasan

Bugis Epicentrum berbasiskan pusat pelayanan pemerintahan, pelayanan

sosial ekonomi, perdagangan dan jasa yang didukung oleh kegiatan dan

permukiman yang serasi, nyaman dan berwawasan lingkungan guna

mendukung terwujudnya kota Kota Makassar sebagai kawasan strategis

pertumbuhan.

2) Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan

Konsep utama pengembangan struktur kawasan dari Kawasan Kota Makassar

adalah penataan kembali dari struktur linier dimana semua pergerakan

dan fungsi-fungsi kawasan berorientasi pada jalur jalan utamanya menjadi

suatu struktur kawasan yang kompak dan diarahkan untuk memiliki

nilai-nilai kualitas perancangan kawasan.

3) Konsep Komponen Perancangan Kawasan

Pengembangan kawasan perencanaan sebagai urban epicentrum dipahami

sebagai sebuah kawasan yang menjadi titik pusat orientasi Kota

Makassar yang di dalamnya berkembang fungsi- fungsi pelayanan skala

regional antara lain pusat pelayanan jasa dan pemerintahan, perdagangan

serta pariwisata perkotaan. Karakter kawasan urban epicentrum

memperlihatkan ciri-ciri sebuah kawasan yang hidup (liveable dan vibrant)

(23)

intensif.Pengembangan dan pembangunan kawasan perencanaan harus

mampu memadukan unsur-unsur serta nuansa kesejarahan dan budaya

ke dalam sektor-sektor pembangunan serta Harus mampu mewadahi

aspirasi-aspirasi masyarakat.Dalam perkembangannya, kawasan

perencanaan ini diharapkan menjadi atau memiliki perbedaan dengan

kawasan lainnya di Kota Kota Makassar, baik secara fisik, visual, lingkungan

maupun suasana tempatnya.

4) Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya

5) Rencana Umum Dan Panduan Rancangan Struktur Peruntukan Lahan

 Upaya menegaskan Kawasan Kota Makassar sebagai kawasan urban

epicentrum sekaligus mem-vital-kannya secara optimal dan efisien,

memerlukan suatu upaya untuk menambahkan fungsi-fungsi lainnya yang

dapat mendukung fungsi dan kegiatan utama pusat kota.

 Fungsi fungsi-fungsi baru yang ditempatkan di dalam kawasan, yaitu “Visitor Centre” yang berfungsi sebagai tempat pusat informasi tentang segala hal

yang terkait dengan kegiatan wisata budaya di Kota Makassar. Fungsi ini

dilengkapi dengan fasilitas wisata seperti ruang pamer, pusat informasi,

pagelaran seni, gallery, perpustakaan, museum, dan toko cindera mata.

 Area wisata keluarga yang dilakukan di blok Pasar Sentra. Wisata keluarga

ini merupakan wisata kuliner skala lokal kabupaten. Keberadaan blok wisata

kuliner ini bertujuan sebagai “etalase” bagi produk makanan khas Kota

Makassar.

6) Rencana Perpetakan

Rencana perpetakan lahan pada Kawasan perencanaan dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu perepetakan tanah berupa sistem blok yang terdiri dari

gabungan beberapa persil, dan sistem kapling/persil.

7) Rencana Tapak

Rencana tapak pada wilayah perencanaan, secara umum tidak banyak

mengalami perubahan, yaitu sebagai kawasan kawasan pusat kota. Namun

(24)

diciptakan suatu karakter khas pada masing- masing blok perencanaan. Hal

yang dapat dilakukan adalah:

 jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian) di beberapa

bagian blok, yang dapat membuka wilayah perencanaan dengan wilayah lain

di sekitarnya.

 Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit

perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom.

 Mengupayakan agar bantaran bisa menjadi urban green space.

 Menetapkan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga

tercipta building alignment yang serasi.

 Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan

roof-lineyang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure.

 Untuk memperkuat „entrance masuk‟ pada kawasan dapat dibuat „Gerbang‟ sebagai focal point untuk kawasan melalui pengarahan ketinggian bangunan di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk image sebagai

gerbang, juga dapat dilakukan dengan membuka node yang ada

serta

o menempatkan landmark berupa patung dan sejenisnya pada bundaran

jalan (roundabout).

 Memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/ koridor bagi

pejalan kaki, sehingga wilayah perencanaan bisa disebut sebagai kawasan

yang pedestrian friendly.

8) Intensitas Pemanfaatan lahan

Konsep pengendalian intensitas kawasan urban epicentrum Kota Makassar

adalah tercapainya pemanfaatan lahan yang lebih merata dan seimbang

sesuai dengan tujuan peruntukan kawasan. Intensitas Pemanfaatan Lahan

adalah perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas

tanah perpetakan / daerah perencanaan yang sesuai dengan rencana kota.

Intensitas pemanfaatan lahan erat hubungannya dengan konsep

(25)

peruntukkan yang telah ditetapkan.Intensitas pemanfaatan lahan merupakan

luas lantai maksimum yang dapat dibangun di atas sebidang lahan, hal tersebut

memberi gambaran tentang skala pembangunan bagi kawasan Kota

Makassar.

Koefisien Lantai Bangunan adalah perbandingan jumlah total luas bangunan

terhadap luas lantai dasar. Ketinggian bangunan ini perlu diatur agar terjadi

keselarasan dan keharmonisan antar bangunan dan lingkungan. Penetapan

besar KLB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai

berikut:

 Harga lahan

 Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan)

 Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan

 Ekonomi dan pembiayaan

Rencana ketinggian bangunan maksimum yang dapat diterapkan di kawasan

perencanaan adalah sebagai berikut :

 Di sepanjang jalan arteri diperbolehkan maksimum berkisar antara 15 –

20 lantai (KLB maks = 20 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan

maksimum 100 meter dari lantai dasar.

 Di sepanjang jalan kolektor diperbolehkan maksimum berkisar antara 15 –

20 lantai (KLB maks = 4 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan

maksimum 100 meter dari lantai dasar.

 Di sepanjang jalan lokal diperbolehkan maksimum 5 lantai (KLB maks = 5 x

KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 30 meter dari lantai

dasar.

Koefisien Dasar Bangunan adalah perbandingan antara luas lantai dasar

bangunan dan luas total keseluruhan tapak. Dengan menyisakan luasan beberapa

meter persegi pada tapak dimaksudkan agar masih terdapat bidang-bidang

peresapan air hujan di dalam tapak tersebut. Dengan menyisakan luasan kapling

agar tidak didirikan bangunan, juga berdampak secara psikologis. Apabila seluruh

(26)

Penetapan besar KDB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan

sebagai berikut:

 Tingkat pengisian / peresapan air (water recharge)

 Besar pengaliran air

 Jenis penggunaan lahan dan Harga lahan

 Rencana intensitas pemanfaatan lahan kawasan Kota Makassar :

 Permukiman, terdiri dari perumahan dengan KDB 50 – 60 %

 Fasilitas Pendidikan, terdiri dari TK, SD, SLTP, SLTA, Akademi/PT, dan Pesantren dengan KDB 45 – 50 %.

 Fasilitas Kesehatan, terdiri dari rumah sakit bersalin, puskesmas, apotik, dan balai pengobatan dengan KDB 40 – 50 %.

 Fasilitas Peribadatan, terdiri dari masjid, langgar / musholla, gereja, dan vihara dengan KDB 40 – 50 %.

 Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan, terdiri dari kantor pemerintahan kota, kecamatan, balai desa, dan lain-lain dengan KDB 40 – 50 %.

 Fasilitas Perdagangan dan Jasa, terdiri dari pasar, pertokoan, pasar

swalayan, warung/kios, koperasi dengan KDB maksimum 70 % disesuaikan

dengan lokasi dan karakteristik kegiatannya.

 Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga, terdiri dari gedung gedung

pertemuan, penginapan/losmen, hotel, rumah makan, dan sarana rekreasi lainnya dengan KDB 70 – 80 %.

 Taman dan Ruang Terbuka Hijau, berupa taman kota, taman lingkungan,

lapangan olah raga dan lahan konservasi dengan KDB 5 – 10 %.

9) Rencana Investasi

 Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan

kawasan Kota Makassar dilakukan oleh pemerintah Kota Makassar,

Pemerintah Povinsi Sulawesi Selatan, dan masyarakat Kota Makassar.

 Seluruh kegiatan pembangunan harus mengacu kepada panduan Tata

(27)

 Pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat melalui pembangunan fisik bangunan

di dalam lahan yang dikuasainya, termasuk pembangunan ruang terbuka hijau,

ruang terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan tetap mengacu pada syarat

dan ketentuan berlaku.

 Sekenario rencana investasi yang akan dilakukan kawasan perencanaan

mencakup 3 tahapan :

 Tahap I: pembentukan citra kawasan sebagai kawasan kota maritim yang

menjadi pusat perkembangan kawasan timur nasional. Kota Makassar sebagai

kota yang memiliki sejarah besar memiliki cita-cita melindungi situs-situs

bersejarah yang terdapat di dalam kawasan dan blok-blok dalam kawasan

dengan pendefinisian fungsi ruang yang jelas, pencirian dengan aksesori local

pada bangunan dan kelengkapan pedestrian path, dan ruang sirkulasi

manusia dan kendaraan yang mendukung fungsi ruang, serta sosialisasi

kepada pengguna ruang.

 Tahap II: pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan

pelayanan terhadap kebutuhan pengguna ruang dalam kawasan, terutama

fasilitas vital yang belum terdapat di kawasan perencanaan seperti jaringan

air bersih, pengelolaan persampahan, TPS dan fasilitas perdagangan dan jasa.

 Tahap III: peningkatan kualitas lingkungan kawasan untuk mendukung

fungsi ruang dengan pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan sarana

dan prasarana dasar lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsi ruangnya.

10) Ketentuan Pengendalian Rencana

 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan

kegiatan diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian

insentif dan disensitif, serta pengenaan sanksi.

 Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan penegendaliannya dan

disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam

(28)

 Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam

undang-undang penataan ruang diatur oleh pemerintah Kota Makassar berdasarkan

kewenangan dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan

pemerintah dapat membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang

berlaku.

 Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi

kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,

dibatalkan oleh pemerintah daerah Kota Makassar sesuai dengan

kewenangannya.

 Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban

pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan

sesuai rencana tata ruang.

 Izin pemanfaatan ruang diatur dan ditertibkan oleh pemerintah daerah Kota

Makassar sesuai dengan kewenangannya masing- masing. Pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi

dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif,

sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

 Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan

imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata

ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah.

Bentuk insentif tersebut, antara lain dapat berupa keringanan pajak,

pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi,

kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.

 Disisentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan

rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang

tinggi, pembatasan, penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan

(29)

 Pemberian insentif dan disisentif dalam pengendalian pemanfaatan

ruang dilakukan supaya pemanfaatan ruangyang dilakukan sesuai dengan

rencana tata ruang yang sudah di tetapkan.

 Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata tuang,

berupa :

 keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa

ruang, dan urun saham;

 pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

 kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

 pemberian penghargaan kepada masyarakat,

 swasta dan/atau pemerintah daerah.

 Disinsetif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana

tata ruang, berupa :

 pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya

yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat

pemanfaatan ruang; dan/atau

 pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,

dan penalti;

 Insentif dan disisentif dalam penataan bangunan dan lingkungan

diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.

11) Pedoman Pengendalian Pelaksanaan Pengelola Kawasan

 Guna tercapainya keberhasilan operasionalisasi RTBL, dilaksanakan

melalui pemasyarakatan secara menyeluruh, yaitu :

 Pemasyarakatan bagi keseluruhan dinas-dinas sektoral maupun instansi

vertikal.

 Pemasyarakatan kepada masyarakat luas melalui pemerintah

kabupaten dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Peran serta

(30)

o Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud

struktural dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan.

o Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTBL;

o Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya

alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;

o Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTBL;

o Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan

ruang; dan atau kegiatan menjaga, memelihara dan

meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

 Peran Pemerintah Daerah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam

memasyarakatkan RTBL mempunyai pengaruh besar, yang akan

menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaannya.

12) Program Pengendalian Pelaksanaan

 Program-program yang menjadi prioritas utama sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 43 direkomendasikan berdasarkan kebutuhan dari stakeholder

kabupaten dan berawal dari permasalahan utama kawasan yang

membutuhkan solusi yang tepat dan inovatif.

 Pelaksanaan RTBL kawasan Kota Makassar dapat dikendalikan dari

kesesuaian dengan arahan kebijakan tata ruang yang lebih makro,

ketepatan sasaran program, adanya dukungan legal, serta adanya “good governance”.

b. RISPK (Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran) Kawasan Kota Makassar.

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan

dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem

Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem

Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem

yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang

maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan

(31)

dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya

kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan

lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,

serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi

kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana

Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu

10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang

terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota,

lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi

pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma,

Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang

penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman

kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

2. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi.

Di sisi lain kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik

bahkan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian

nilai budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan

upaya revitaliasasi kawasan tradisional.Beberapa kawasan yang perlu segera

dilakukan penataan, antara lain:

a. Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan Budaya

b. Kawasan Permukiman Tradisional dan Bersejarah yang Meningkat

Kualitasnya

c. Revitalisasi Kawasan Bola Soba.

d. Penyusunan desain revitalisasi Kawasan Tradisional

3. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan yang

(32)

hujan, dan sebagian kondisi fisk bangunan sebagian sudah tua sehingga perlu

relokasi sedangkan di daerah perdesaan cukup baik.

b. Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan

rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standart,

prosedur dan kriteria yang ada; Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan

teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta penataan

bangunan dan lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan teknis

penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan

rumah negara beserta lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan dan

pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan bangunan gedung dan

rumah negara;

4. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya

dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan

masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk

Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat

terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan

pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur

dan prinsip-prinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum

P2KP- 3, Edisi Oktober 2005]

Permasalahan kemiskinan di Kota Makassar sudah sangat

mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah

satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak

memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai,

dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah

standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu.

Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat

persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak

(33)

multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain.

Dalam kehidupan sehari-hari dimensi- dimensi dari gejala-gejala

kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, seperti antara lain

:

a) Dimensi Politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi

yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin,

sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan

penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki

akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;

b) Dimensi Sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga

miskin ke dalam institusi sosial yang ada,terinternalisasikannya budaya

kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta

pudarnya nilai-nilai kapital sosial;

c) Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara

pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga

cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang

menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;

d) Dimensi Ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan

sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka

sampai batas yang layak; dan

e) Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin

ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset

kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana,

hunian atau perumahan, dan sebagainya.

Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang

terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih

dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah

pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini

(34)

benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan

berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu

mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan

publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk

perumahan dan permukiman.

Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga

dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam ‘melembagakan' dan ‘membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta

kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang

melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui

kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat

yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain

diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih

layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial

masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan.

Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk

masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif,

transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh

masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir

maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan

yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta

sarana dasar perumahan dan permukiman.

Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian

persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya

yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam

jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin

dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan

(35)

keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses

pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap

kelurahan sasaran.

Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan

langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan

memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi

dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat.

8.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL

Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai dalam penataan bangunan dan

lingkungan, beberapa program penataan bangunan dan lingkungan yang

diusulkan, antara lain:

1. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

a. Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan

b. Sarana dan Prasarana Penanggulangan Bahaya Kebakaran

c. Sarana dan Prasarana Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

d. Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman

e. Tradisional/ Bersejarah

f. Pembangunan Fisik PSD Revitalisasi

2. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung

b. Penyusunan RTBL

c. Kelengkapan Aksesibilitas Bangunan Gedung (Pintu Gerbang Masjid Al

Markas Al Ma'arif)

3. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan.

a. P2KP

(36)

7.2.6 Usulan Program dan Kegiatan

Uraian Rencana Kegiatan Prioritas Keciptakaryaan sektor Penataan

Bangunan dan Lingkungan di Kota Makassar diperlihatkan pada tabel 6.17.

7.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

7.3.3 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

A. Arahan Kebijakan

Penyelenggaraan Pengembangan SPAM adalah Kegiatan merencanakan

konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau

mengevaluasi sistem fisik (teknik).Beberapa peraturan perundangan yang

menjadi dasar dalam pengembangan systempenyediaan air minum (SPAM) antara

lain:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada pasal 40

mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum

rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air

minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi

tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka

Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025. Perundangan ini mengamanatkan bahwa

kondisi sarana dan prasarana masihrendah aksesibilitas, kualitas, maupun

cakupan pelayanan.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

SistemPenyediaan Air Minum; Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan

yang bertujuan membangun,memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik

(teknik) dan non fisik(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran

masyarakat, dan hukum) dalamkesatuan yang utuh untuk melaksanakan

penyediaan air minum kepadamasyarakat menuju keadaan yang lebih baik.

Peraturan tersebut jugamenyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan

(37)

keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta

transparansi dan akuntabilitas.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang

KebijakandanStrategi pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum,

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan

pelayanan/penyediaanairminum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang

bertujuanuntuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem

fisik dan non fisikdalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan

air minum kepadamasyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan

sejahtera.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang; Peraturan ini

menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem

Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan

perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60

liter/orang/hari.

Kebijakan mengenai pengembangan air minum dalam kurun waktu 5

tahun kedepan di Kota Makassar dibagi atas 3 bagian yaitu :

1. Pengembangan dan peningkatan Air Minum (Kota Makassar) dalam

rangka peningkatan pelayanan meliputi peningkatan kelembagaan,

penambahan air baku, perbaikan instalasi untuk meningkatkan kapasitas

produksi air Minum, pengadaan pipa dan pemasangan pipa transmisi dari Dia

300 mm ke Dia 400 mm, distribusi dan sambungan rumah, dan bangunan

pelengkap lainnya.

2. Pengembangan system penyediaan air minum/ SPAM IKK meliputi

peningkatan kelembagaan, peningkatan/ perbaikan prasarana dan sarana yang

sudah rusak, dan pembangunan baru bagi IKK yang belum Memiliki SPAM.

3. Pengembangan system penyediaan air minum pedesaan meliputi :

(38)

prasarana dan sarana yang sudah ada dan kurang berfungsi, dan

pengembangan penyediaan air bersih yang berbasis masyarakat.

B. Lingkup Kegiatan

Sub Bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan

Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan

air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat

miskin di kawasan rawan air. Selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam

investasi dalam pembangunan sarana air minum di perkotaan.

Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem

pengadaan air minum antara lain :

1. Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah

2. Rencana pembangunan kabupaten/kota

3. kabupaten/kota Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi

bersangkutan, seperti struktur dan marfologi tanah, tipografi dan

sebaginya

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

5. Dalam penyusunan RPJIM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem

Pengembangan air minum.

6. Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi

pengelolaan air minum.

7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan

penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada

setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam

perencanaan teknik.

8. Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan petunjuk

yang tersedia.

(39)

A. Isu Strategis

Cakupan pelayanan air minum dengan perpipaan maupun non perpipaan

rendah, sehingga diperlukan pembangunan jaringan sistem air minum baru dalam

rangka menambah jumlah masyarakat yang mendapat pelayan air minum dalam

rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, diantaranya :

a. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum di Ibukota

Kecamatan (IKK)

b. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum di Kawasan MBR

c. Pembangunan jaringan sistem Penyediaan Air Minum Perdesaan

B. Kondisi Eksisting

Peranan air sangat menentukan dalam kehidupan sehari-hari, seiring

dengan pembangunan yang terus berlangsung dan meningkatnya jumlah

penduduk. Di sisi lain, kuantitas dan ketersediaannya masih perlu mendapat

perhatian serius. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain

pencemaran, menurunnya daerah untuk resapan air, dan kegiatan-kegiatan

yang mengabaikan lingkungan. Sumber air baku yang dimanfaatkan untuk

pengelolaan air bersih Kota Makassar berasal dari air permukaan Sungai Leko

paccing dan air yang berasal dari Waduk Bili -Bili. Potensi sumber air baku

tersebut digunakan oleh PDAM Kota Makassar untuk mensuplai kebutuhan air

bersih/minum penduduk dan beberapa instansi pemerintah/swasta yang ada di

Kota Makassar. Sedangkan sumber air baku lainnya selain PDAM yang

dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Makassar dan sekitarnya, bersumber dari

sumur gali dengan kedalaman rata-rata 5-6 meter untuk sumur gali, dan 15-30

meter untuk sumur tanah dalam.

Pengelolaan penyediaan pelayanan air bersih Kota Makassar dilakukan oleh

PDAM, elaku perusahaan daerah serta kelembagaan lainnya ditingkat masyarakat

sebagai pelaku pengguna air bersih yang tidak terjangkau oleh pelayanan

jaringan pipa distribusi PDAM. Potensi air bersih yang bersumber dari PDAM,

(40)

Berdasarkan data yang diperoleh tingkat pelayanan air bersih yang bersumber dari

PDAM Kota Makassar baru mencapai 64,89% a t a u 189.148 KK.

Tabel 7.15. Potensi Sumber Air Baku Yang Dikelola PDAM Kota Makassar

zNo Lokasi Sumber Air Baku Kapasitas (Lt/Dt)

1 2 3 4

1 IPA I Ratulangi Sungai Jeneberang 50

2 IPA II Panaikang Sungai Lekopaccing 1.000

3 IPA III Antang Sungai Jeneberang 90

4 IPA IV Maccini Sombala Sungai Jeneberang 200

5 IPA V Somba Opu Sungai Jeneberang 1.000

6 Air Permukaan Danau Tonjong Danau Balang

Tonjong 6,60

7 Air Permukaan Waduk Tunggu Borong

Waduk Tunggu

Borong 8,48

Sumber: Buku Putih Sanitasi Kota Makassar Tahun 2017

Tabel 7.16. Kondisi Air Tanah Dangkal dan Dalam Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar

No Kecamatan

Air Tanah Dangkal Air Tanah Dalam

wilayah pelayanan yang di uraikan sebagai berikut:

 IPA I Ratulangi, area pelayanan meliputi; Kecamatan Ujung Pandang dan

(41)

 IPA II Panaikang, area pelayanan meliputi; Kecamatan Wajo, Bontoala,

Panakkukang, Kawasan Industri Makassar (KIMA), Tamalanrea dan

Kecamatan Biringkanaya

 IPA III Antang, area pelayanan meliputi; Kecamatan Manggala

 IPA IV Maccini Sombala, area pelayanan meliputi; Kecamatan Mamajang

dan Mariso

 IPA V Somba Opu, area pelayanan meliputi; Kecamatan Ujung Pandang,

Mamajang, Panakkukang, Rappocini, Tamalate dan Manggala.

Sistem Non Perpipaan

a) Aspek Teknis; Sistem non perpipaan yang ada umumnya berupa sumur, baik

berupa sumur gali maupun sumur bor, dimana untuk sumur bor masih

sangat terbatas penggunaannya akibat biaya yang cukup besar dan bisa

memicu terjadinya intrusi air laut masuk ke sumber air penduduk.

Sementara untuk sumur gali permasalahannya adalah Kualitas air yang

dihasilkan pada umumnya rasanya asin, disamping itu cenderung terjadi

pencemaran, karena banyak yang masih belum dilantai dan sekat dengan

septik tank warga sehingga cenderung terkontimanisasi dengan sumur

mereka yang bisa menimbulkan efek negative bagi kesehatan.

b) Aspek Pendanaan; Mengingat ketersediaan dana dari pemerintah

maupun kemampuan masyarakat dalam membiayai penyediaan sarana dan

prasarana air bersih, maka diperlukan dukungan dan dari pihak ke tiga yang

diharapkan mampu membantu kebutuhan masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan air bersih sehingga kesehatan masyarakat terkait dengan

konsumsi air bersih bisa terpenuhi.

c) Aspek Kelembagaan dan Peraturan; Belum adanya lembaga yang

menagani masalah ini baik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun

masayarakat, sehingga sampai saat ini hanya dilakukan secara individu.

Penanganan ini prasarana ini juga biasanya dilakukan program pemberdayaan

masyarakat dan program yang dilakukan oleh Dinas permukiman dan tata

(42)

Sistem Perpipaan

a) Aspek Teknis; Tingkat pelayanan masih rendah, hal ini disebabkan karena

kondisi pipa transmisi sudah dimakan usia dan sudah tidak layak.

Ketersediaan air baku yang ada masih memungkinkan karena kapasitas

terpasang untuk perkotaan sebesar 270 liter/detik cukup untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan, sehingga perlu pergantian jaringan pipa transmisi

dari Dia. 300 mm menjadi Dia. 400 mm sepanjang ±

b) 12.500 m dari sumber mata air.Operasional dan maintenance tidak sesuai

standard, sehingga banyak mengalami kendala disamping itu ketersediaan

tenaga untuk melayani operasionalisasi sistem perpipaan tersebut sangat

kurang yang menyebabkan pelayanan kepada pelanggan mengalami

kendala.

c) Aspek Pendanaan; Terbatasnya dana APBD, dimana kebutuhan lain yang

sifatnya lebih urgen sehingga hingga saat ini pemenuhan dana memenuhi

kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau jaringan pipa belum dapat

direaliasikan, disamping itu untuk menyediaan prasrana dan sarana

memang memerlukan investasi yang cukup besar apalagi jika yang akan

dihasilkan adalah air bersih yang layak minum.

d) Aspek Kelembagaan dan Peraturan; Dari sisi kelembagaan

sebenarnya sudah ada yaitu PDAM yang didukung oleh perda. Namun dari sisi

efektifitas lembaga itu sendiri perlu ditingkatkan, hal ini terindikasi

dengan masih banyaknya keluhan dari para pelanggan dan tidak lanjut dari

keluhan itu kurang terlihat.

C. Permasalahan

Penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan air bersih seluruh masyarakat terutama di daerah

perkotaan dan daerah yang mengalami kesulitan air bersih terutama pada musim

kemarau. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat air bersih merupakan

Gambar

Tabel 7.1. Tugas Pemerintah pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah kota
Tabel 7.2. wewenang Pemerintah pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Tabel 7.3.
Tabel 7.4 Data Kawasan Kumuh Kota Makassar Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Respon dengan karakteristik Smaller The Better (Kekasaran Permukaan dan Penyimpangan Dimensi) pada metode Fungsi Utility dan Fuzzy Logic menghasilkan nilai prediksi yang lebih

• EIS adalah sistem berbasis komputer untuk mendukung manajer puncak dalam mengakses informasi (dalam dan luar) secara mudah dan relevan dengan CSF (Critical Success Factor)

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat Kabupaten Sambas

1) Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) pada penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar meskipun terdapat beberapa kekurangan pada siklus I yakni langkah

Oleh karena itu, menarik untuk mengamati secara empiris bagaimana tanggung jawab sosial (yang sering disebut kinerja sosial) yang telah dilakukan di dalam

Kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi pada Januari 2016, yaitu: kelompok bahan makanan 1,50 persen; kelompok makanan jadi, minuman; rokok

Inflasi tertinggi terjadi di Kota Madiun sebesar 0,85 persen, diikuti Kota Surabaya sebesar 0,83 persen, Kota Kediri dan Kota Malang masing-masing sebesar 0,78 persen,

Tabel 2 memperlihatkan hubungan antara kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia, terlihat bahwa proporsi kejadian anemia lebih tinggi pada kelompok usila yang