• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah [Piper crocatum Ruiz & Pav] terhadap kultur sel mieloma - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah [Piper crocatum Ruiz & Pav] terhadap kultur sel mieloma - USD Repository"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP KULTUR SEL MIELOMA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Meri

NIM : 048114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(2)

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP KULTUR SEL MIELOMA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Meri

NIM : 048114141

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(3)

iii 

(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk berguna bagi orang lain, pikiran harus terwujud

dalam tindakan.. Tidak ada tempat bagi kemalasan, yang ada

hanyalah karya yang baik tanpa henti

(At The Feet of Master)

Kupersembahkan karya ini untuk

Papa dan mamaku tercinta, atas kasih sayang, doa dan dukungan

yang terus menyertaiku.

Kakak-kakakku terkasih, Edy, Lina dan Hendry

Teman-teman dan Almamaterku

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Meri

Nomor Mahasiswa : 048114141

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) terhadap Kultur Sel Mieloma”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 21 Juli 2008

Yang menyatakan,

( Meri)

(7)

vii 

 

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Sitotoksisitas

Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) terhadap Kultur

Sel Mieloma”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata

Dharma.

Penulisan skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya bimbingan,

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala

masukan serta sarannya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Drs. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan

memberikan banyak masukan dan saran.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah berkenan

menguji dan memberikan banyak masukan dan saran.

5. Ign. Y Kristyo B, M.Si., yang telah memberikan banyak masukan dalam

(8)

viii 

6. Drs. P. Sunu Hardiyanta, S.J., M.Sc., yang telah memberikan masukan dan

saran dalam pengolahan statistik.

7. Jeffry Julianus, M.Si., yang telah memberikan banyak masukan dalam uji

sitotoksisitas.

8. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma, terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Mbak Yuli dan segenap karyawan Laboratorium Hayati UGM yang telah

banyak membantu dalam penelitian skripsi ini.

10.Orang tua dan kakak-kakakku tercinta, atas segala dukungan dan doa yang

selalu menyertaiku.

11.Chong, kekasihku tercinta, atas segala dukungan dan kasih sayang yang

diberikan selama penyusunan skripsi ini.

12.Siska, Nur’aniyah, Ririt dan Eva, atas kerjasama, canda tawa, dan keluh

kesah selama penyusunan skripsi ini.

13.Limdrawati, Fenny Octarina dan semua teman-teman angkatan 2004, terima

kasih atas segala semangat dan kebersamaan kita yang indah.

14.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

Atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini, penulis mengucapkan

banyak terima kasih. Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini. Skripsi ini

diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 09 Mei 2008

Penulis,

Meri

ix 

(10)

INTISARI

Penggunaan obat tradisional di masyarakat telah berkembang semakin pesat. Daun sirih merah secara empiris memiliki banyak khasiat, salah satunya sebagai antikanker. Akan tetapi, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa daun sirih merah memiliki aktivitas sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel mieloma.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan menghitung jumlah kultur sel mieloma pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanolik daun sirih merah. Metode uji sitotoksisitas yang digunakan adalah metode perhitungan langsung dengan pewarna trypan blue. Data yang diperoleh berupa persen kematian kultur sel mieloma. Efek sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel mieloma dianalisis secara statistik dengan Anova satu arah dan harga LC50 dihitung dengan analisis probit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel mieloma dengan harga LC50 sebesar

434,1 μg/ml.

Kata kunci : daun sirih merah, kultur sel mieloma, sitotoksisitas, harga LC50

(11)

ABSTRACT

Nowadays, the use of traditional drugs in society has expanded rapidly. Empirically, celebes pepper leaves has a lot of medicinal actions, one of them is anticancer. However, there are still no research that claim celebes pepper leaves have an anticancer activity. This study aims to determine whether extract ethanolic had cytotoxic effect or not.

The study was pure experimental research with random complete and one way design. Myeloma cell cultures in control group and group with ethanolic extract of celebes pepper leaves is counted. The cytotoxicity effect was determined by using direct counting method with trypan blue stain. Data were collected by counting the percentage of death cells. Cyotoxicity effect of the ethanolic extract of celebes pepper leaves were analyzed using one way Anova and the LC50 value were analyzed

using probit statistic.

The result showed that ethanolic extract of celebes pepper leaves had cytotoxic effect to myeloma cell cultures with LC50 value of 434.1 μg/ml.

keywords : celebes pepper leaves, myeloma cell cultures, cytotoxicity, LC50 value

xi 

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... . iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 3

B. Tujuan ... 3

1. Tujuan umum ... ... 3

2. Tujuan khusus ... ... 4

(13)

xiii 

 

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Tanaman Sirih Merah ... 5

1. Keterangan botani ... 5

2. Uraian tanaman ... 5

3. Kandungan kimia ... 6

4. Khasiat dan penggunaan ... 6

5. Penelitian ... 7

B. Kanker ... 7

1. Karsinogenesis ... 8

2. Kanker sel plasma ... 9

3. Sel mieloma ... 9

C. Ekstraksi ………. ... 10

D. Uji Sitotoksisitas ... 11

E. Landasan Teori ... 12

F. Hipotesis ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 14

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 14

1. Variabel bebas ... 14

2. Variabel tergantung ... 14

3. Variabel pengacau terkendali ... 14

(14)

xiv 

C. Alat dan Bahan ... 15

1. Alat .... ... 15

2. Bahan .. ... 16

D. Tata Cara Penelitian ... 16

1. Determinasi tanaman ... 16

2. Pengumpulan daun sirih merah ... 17

3. Preparasi ekstrak etanolik daun sirih merah ... 17

4. Pembuatan larutan uji ... 18

5. Pembuatan medium pencuci ... 18

6. Pembuatan medium penumbuh ... 18

7. Propagasi sel mieloma ... 18

8. Panen sel mieloma ... 19

7. Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah ... 20

E. Analisis Hasil ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Determinasi Tanaman ... 22

B. Pengumpulan Daun Sirih Merah ... 22

C. Preparasi Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah ... 24

D. Pembuatan Medium Pencuci dan Medium Penumbuh ... 25

E. Propagasi dan Panen Sel Mieloma ... 26

(15)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 41

BIOGRAFI PENULIS ... 57

xv 

(16)

xvi 

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Data perhitungan jumlah kultur sel mieloma dengan perhitungan

langsung ... 44

Tabel II. Data persentase kematian kultur sel mieloma ... 29

Tabel III. Data log konsentrasi, % kematian dan harga probit pada

replikasi I ... 51

Tabel IV. Data log konsentrasi, % kematian dan harga probit pada

replikasi II ... 51

Tabel V. Data log konsentrasi, % kematian dan harga probit pada

replikasi III ... 52

Tabel VI. Nilai r (koefisien korelasi) pada level signifikansi 5% dan 1%... 53

(17)

xvii 

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Foto kultur sel mieloma di sumuran kontrol ... 27

Gambar 2. Kultur sel mieloma di haemocytometer ... 28

Gambar 3. Grafik konsentrasi (µg/ml) terhadap persen kematian kultur sel mieloma ... … 29

Gambar 4. Kultur sel mieloma di sumuran perlakuan ... 31

Gambar 5. Grafik log konsentrasi terhadap harga probit pada replikasi I …... 33

Gambar 6. Grafik log konsentrasi terhadap harga probit pada replikasi II ... 33

Gambar 7. Grafik log konsentrasi terhadap harga probit pada replikasi III … 34

Gambar 8. Tanaman sirih merah ………... 41

Gambar 9. Daun sirih merah ………... 42

Gambar 10. Medium pencuci dan medium penumbuh ... 42

Gambar 11. Sentrifuge ... 42

Gambar 12. Mikroskop ... 42

Gambar 13. Haemocytometer dan cell count ... 42

Gambar 14. Tabung conical steril dan 96-well plate ... 42

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto tanaman sirih merah ………... 41

Lampiran 2. Foto medium dan peralatan uji sitotoksisitas... 42

Lampiran 3. Perhitungan jumlah kultur sel mieloma tiap sumuran ... 43

Lampiran 4. Perhitungan jumlah kultur sel mieloma yang hidup... 44

Lampiran 5. Perhitungan persentase kematian kultur sel mieloma... 48

Lampiran 6. Perhitungan LC50 dengan analisis probit dan uji linearitas ………... 51

Lampiran 7. Analisis statistik dengan Anova satu arah... 54

Lampiran 8. Tabel probit ... 55

Lampiran 9. Hasil determinasi tanaman sirih merah ... 56

 

(19)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian di

seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diterbitkan pada tahun

2007 menyebutkan, sebanyak 7,6 juta jiwa meninggal pada tahun 2005 dan 84 juta

orang lainnya akan mati dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, jika tidak ada

tindakan nyata untuk menanggulangi penyakit ini. Di Indonesia, kanker menduduki

peringkat keenam sebagai penyebab kematian utama. Sekitar 800.000 orang

Indonesia terserang kanker tiap tahunnya (Anonim, 2007a).

Pada kasus kanker sel plasma, American Cancer Society memperkirakan

19.900 kasus baru akan terjadi pada tahun 2007. Jumlah kematian akibat penyakit ini

sekitar 10.790 jiwa, terdiri dari 5.550 pria dan 5.240 wanita. Dari 10,5 miliar pasien

kanker diperkirakan jumlah pasien multiple myeloma sebanyak 63.000 jiwa (Rados,

2007).

Pengobatan kanker sangat bervariasi dan tergantung pada faktor jenis,

lokasi, kuantitas penyakit serta status kesehatan pasien. Beberapa jenis pengobatan

kanker yang dapat dilakukan adalah pembedahan, radiasi, kemoterapi, terapi hormon,

inhibitor spesifik, antibodi, dan vaksin (Anonim, 2002). Akan tetapi, berbagai

pengobatan tersebut memiliki banyak efek yang merugikan pasien dan membutuhkan

biaya yang mahal.

(20)

Penggunaan obat tradisional di masyarakat telah berkembang semakin pesat.

Obat tradisional merupakan obat dari bahan-bahan alam yang memiliki khasiat untuk

menyembuhkan penyakit. Pada umumnya, harga obat tradisional lebih murah

dibandingkan dengan obat modern. Oleh karena itu, masyarakat mulai beralih

menggunakan obat tradisional yang memiliki efek terapi sama dengan obat modern.

Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) merupakan salah satu tanaman

yang memiliki berbagai khasiat. Secara empiris, daun sirih merah digunakan untuk

mengobati kanker, kencing manis, ambeien, peradangan, asam urat, hepatitis, maag,

peradangan akut pada organ tubuh tertentu, luka yang sulit sembuh, TBC, lemah

sahwat, jantung koroner, darah tinggi, dan asam urat (Sudewo, 2005).

Untuk membuktikan klaim antikanker yang beredar di masyarakat, maka

diperlukan penelitian terhadap daun sirih merah. Dalam penelitian ini, digunakan

kultur sel mieloma untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah

bersifat sitotoksik terhadap sel kanker. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai dasar pengembangan senyawa antikanker dari tanaman sirih

merah untuk pengobatan kanker sel plasma.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. apakah ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik ?

(21)

b. seberapa besar harga LC50 dari ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur

sel mieloma?

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang diketahui penulis, penelitian mengenai uji sitotoksisitas ekstrak

etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel mieloma belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

Penelitian mengenai uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah ini

diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain:

a. manfaat teoritis yang dapat diperoleh ialah untuk melengkapi dan memperkaya

teori yang telah ada mengenai khasiat daun sirih merah serta memberikan

informasi tentang efek sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

kultur sel mieloma.

b. manfaat praktis yang dapat diperoleh ialah sebagai bukti ilmiah mengenai klaim

khasiat daun sirih merah sebagai antikanker.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat

sitotoksik.

(22)

  2. Tujuan khusus :

a. untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik

terhadap kultur sel mieloma.

b. untuk mengetahui seberapa besar harga LC50 ekstrak etanolik daun sirih merah

terhadap kultur sel mieloma.

 

 

(23)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Sirih Merah

1. Keterangan botani

Tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) termasuk dalam famili

: Piperaceae (Anonim, 2007b), memiliki sinonim Piper ornatum N.E. Br. (Anonim,

2006a). Di daerah Sulawesi, tanaman ini dikenal dengan nama Celebes pepper

(Anonim, 2007c).

2. Uraian tanaman

Menurut Sudewo (2005), tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti

halnya sirih hijau. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga.

Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata,

dan permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai

15-20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian

bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan

beraroma wangi khas sirih. Batangnya beruas dengan jarak buku 5-10 cm dan di

(24)

3. Kandungan kimia

Kandungan kimia tanaman ini belum diteliti secara detil. Dari hasil

kromatogram diketahui daun sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid, senyawa

polifenolat, tanin, dan minyak atsiri (Sudewo, 2005).

Beberapa penelitian menunjukkan adanya efek sitotoksisitas dari senyawa

flavonoid dan alkaloid. Menurut Devie (2007), kematian 50% sel mieloma terjadi

akibat pemberian fraksi alkaloid daun jarong (Achyrantes aspera Linn) terjadi pada

dosis 1 µg/ml. Kematian sel mieloma diduga akibat proses degenerasi, nekrosis, dan

apoptosis. Kunci pepet (Kaempferia rotunda Linn) mengandung senyawa alkaloid,

flavonoid, dan polifenol memberikan efek sitotoksitas pada sel mieloma dengan LC50

sebesar 7,36 g/ml (Wahyuningsih, 2004). Suatu penelitian menunjukkan efek

sitotoksisitas ekstrak etanol kalus mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff)

Boerl.) terhadap sel mieloma dengan LC50 sebesar 12,53 µg/ml. Hasil analisis

menunjukkan bahwa ekstrak etanol kalus mahkota dewa mengandung senyawa

golongan alkaloid, terpenoid, dan flavonoid (Setyaningsih, 2005).

4. Khasiat dan penggunaan

Secara empiris, ekstrak daun sirih merah dalam pemakaian secara tunggal

atau diformulasikan dengan tanaman obat lainnya mampu membasmi aneka

penyakit, seperti kanker payudara, kanker rahim, leukemia, diabetes melitus,

peradangan akut pada organ tubuh tertentu, luka yang sulit sembuh, TBC, radang

pada lever, lemah sahwat, ambeien, jantung koroner, darah tinggi, dan asam urat

(25)

5. Penelitian

Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian mengenai uji sitotoksisitas

daun sirih merah terhadap kultur sel mieloma. Beberapa penelitian yang pernah

dilakukan pada daun sirih merah adalah :

a. Toksisitas ekstrak air daun sirih merah dan kemampuannya dalam menurunkan

kadar glukosa darah tikus. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daun sirih merah

dosis 20 g/kg BB dapat menurunkan glukosa darah tikus sebesar 34,3 %.

Penurunan lebih tinggi dibandingkan dengan obat anti DM komersial Daonil 3,22

ml/kg yang hanya menurunkan 27 % glukosa darah tikus (Diek, 2005).

b. Skrining fitokimia daun sirih merah. Hasil penelitian menunjukkan sirih merah

mengandung flavonoid, senyawa polifenolat, alkaloid, tanin dan minyak atsiri

(Sudewo, 2005).

B. Kanker

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan proliferasi sel yang tidak

terkontrol dan mengarah pada invasi jaringan di sekitarnya serta menyebar ke bagian

lain dalam tubuh (metastasis) (King, 2000).

Kanker disebabkan oleh mutagen, yaitu substansi yang dapat menyebabkan

mutasi DNA. Mutagen yang menyebabkan kanker adalah karsinogen. Berdasarkan

jenisnya, karsinogen terbagi menjadi 3 yaitu: karsinogen kimia, fisik dan biologi.

Karsinogen kimia berasal dari zat-zat kimia seperti nitrosamina, kadmium, dan

aflatoksin. Karsinogen fisik berasal dari pemaparan sinar X dan ultraviolet,

(26)

papiloma, virus hepatitis B, dan bakteri helikobakter pylori (Yuswanto dan Sinardi,

2000).

Menurut jaringan asal pertumbuhannya, kanker dapat diklasifikasikan

menjadi 3 kelompok, yaitu (1) karsinoma, merupakan kanker yang tumbuh dari

jaringan epitel, meliputi membran mukosa dan kelenjar (seperti kanker payudara,

paru-paru dan ovarium); (2) sarkoma, merupakan kanker yang berasal dari jaringan

mesodermal yang terdiri dari jaringan ikat, tulang atau sel otot; dan (3) blastoma,

berasal dari hemopoetik dan jaringan darah, meliputi jaringan limfosit yang berasal

dari leukosit dan mungkin juga berasal dari limfatik atau monositik (Bosman, 1999).

1. Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan proses transformasi sel normal menjadi sel

kanker. Karsinogenesis disebabkan oleh mutasi sel normal yang merusak

keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel normal. Hal ini menghasilkan

pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor. Proliferasi sel yang

tidak terkontrol dan cepat, mempermudah terbentuknya tumor jinak, beberapa tipe

tumor tersebut dapat berubah menjadi tumor ganas (kanker). Tumor jinak tidak dapat

menyebar ke bagian lain dalam tubuh atau menyerang jaringan lain, dan jarang

mengancam jiwa kecuali mereka menekan struktur utama atau fisiologi aktif seperti

produksi hormon. Tumor ganas dapat menyerang organ lain, menyebar ke lokasi

(27)

2. Kanker sel plasma

Kanker sel plasma merupakan tipe kanker yang berkembang dari sel dalam

sumsum tulang yang disebut sel plasma. Kanker ini dapat berkembang di

tempat-tempat yang terdapat sumsum tulang, termasuk tulang pinggul, tulang belakang dan

tulang rusuk (Anonim, 2007d). Penyebab kanker sel plasma tidak diketahui secara

pasti (Anonim, 2006b). Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa terjadi

perubahan DNA pada sel mieloma. Kebanyakan sel mieloma kehilangan semua atau

satu bagian pada kromosom 13. Sel yang kehilangan kromosom 13 cenderung lebih

agresif dibandingkan sel yang memiliki kromosom 13 normal (Fronseca, 2008).

Dalam keadaan normal, ketika antigen masuk ke dalam tubuh, limfosit B

akan berkembang menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi untuk melawan

antigen tersebut. Pada kanker sel plasma, limfosit B mengalami kerusakan secara

genetik sehingga terjadi peningkatan jumlah sel plasma dan antibodi yang berlebihan

(Lonial, 2005).

Ketika sel plasma tumbuh tak terkontrol, mereka dapat menghasilkan tumor.

Tumor ini umumnya berkembang di dalam sumsum tulang. Apabila, hanya terdapat

satu tumor, maka disebut plasmacytoma. Biasanya, tumor sel plasma menyebar

melewati sumsum tulang dan terdapat di beberapa tempat, yang disebut sebagai

multiple myeloma (Anonim, 2006c).

3. Sel mieloma

Sel mieloma pertama kali diambil dari Marwin Plasma Cell Tumour-11

(28)

Scharff. Sel tumor ini diadaptasi ke dalam kultur secara terus menerus sampai 6 kali

dan dipelihara dalam erlenmeyer yang berisi media Dulbecco’s-Eagle’s dengan asam

amino essensial dan 20% serum kuda yang inaktif. Sel mieloma menyerupai sel

tumor induk yang dapat memproduksi gamaglobulin (IgG2b), 5-6ug IgG2b per sel

per menit. Waktu pembelahan sel kurang lebih 17 jam. Kultur sel mieloma memiliki

karakteristik yaitu bentuk selnya hampir bulat sempurna, bergerombol, melekat di

dasar flask dan akan terlepas dari dasar flask dengan agitasi ringan (Irawati, 2005).

C. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang

diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyyawa tidak dapat larut

seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang dapat larut

digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain

(Anonim, 2000).

Bahan baku tumbuhan yang diekstraksi akan menghasilkan produk, yakni

ekstrak tumbuhan obat. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dari massa atau serbuk yang

memenuhi baku tertentu yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

Salah satu cara ekstraksi yang sering dilakukan adalah metode maserasi.

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang

(29)

senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan

di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut

dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur

lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan

memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan

alam pelarut tersebut (Lenny, 2006). Keuntungan metode maserasi adalah cara

pengerjaan dan alat yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Akan tetapi,

metode ini memiliki kelemahan, yakni waktu pengerjaannya lama (Mustofa, 2007).

Pelarut cair yang sering digunakan pada pembuatan ekstrak adalah air dan

campuran etanol air. Bila digunakan cairan penyari air maka untuk mencegah

tumbuhnya jamur dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal

penyarian (Anonim, 2000).

D. Uji Sitotoksisitas

Sitotoksisitas adalah sifat toksis atau beracun suatu senyawa terhadap sel

yang hidup. Uji sitotoksisitas adalah uji in vitro dengan menggunakan kultur sel yang

digunakan dalam evaluasi keamanan obat, kosmetika, zat tambahan makanan,

pestisida, dan digunakan juga untuk mendeteksi adanya aktivitas sitotoksik dari suatu

senyawa. Sistem ini merupakan uji kualitatif dan kuantitatif dengan cara menetapkan

kematian sel (Freshney, 2000).

Salah metode uji sitotoksisitas yang sering digunakan adalah metode

(30)

digunakan untuk menghitung sel secara efisien dan akurat adalah menggunakan

haemocytometer. Alat ini berupa counting chamber yang memiliki ketebalan 0,1 mm

dan squared graduation untuk memudahkan perhitungan. Ketika suspensi sel

diisikan ke dalam chamber, sel dapat diamati di bawah mikroskop dan dihitung

dalam ruled square yang dipilih. Dari perhitungan ini, jumlah sel per ml suspensi

dapat dihitung secara langsung (Doyle and Griffiths, 2000).

Trypan blue biasa digunakan untuk membedakan sel hidup dari sel mati. Sel

hidup tidak terwarnai, bulat dan relatif kecil dibandingkan dengan sel mati.

Sedangkan sel mati membengkak dan berwarna biru (Doyle and Griffiths, 2000).

Dalam beberapa hal, penggunaan trypan blue dihindari karena menyebabkan

lapangan pandang berwarna gelap sehingga sulit membedakan sel hidup dan sel mati

(Elly, 2002). Pemaparan trypan blue yang lebih dari 15 menit juga akan mewarnai

sel hidup (Anonim, 1999).

E. Landasan Teori

Saat ini banyak bahan-bahan alam yang digunakan dalam pengobatan

kanker, seperti daun sirih merah. Akan tetapi, belum ada penelitian yang mendukung

klaim khasiat daun sirih merah sebagai antikanker. Dari hasil skrining fitokimia,

diketahui bahwa daun sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid, senyawa

polifenolat, tanin, dan minyak atsiri.

Flavonoid terbagi menjadi 6 subkelas, yaitu : flavon (apigenin, luteolin),

flavonol (kuersetin, mirisetin), flavanon (naringenin dan hesperidin), flavanol

(31)

(genistein dan daidezin) (Ross and Kasum, 2002). Beberapa jenis flavonoid yang

memiliki efek antikanker adalah kuersetin, genistein, daidezin, dan antosianin

(Grotewold, 2006). Kebanyakan senyawa golongan ini larut dalam air dan pelarut

organik lainnya seperti metanol, etanol dan aseton. Flavonoid berperan sebagai

inhibitor enzim DNA topoisomerase sel kanker. Enzim tersebut merupakan enzim

yang berperan dalam proses replikasi, transkripsi dan rekombinasi DNA serta proses

proliferasi dan diferensiasi sel kanker (Sukardiman, 1999).

Alkaloid merupakan salah satu senyawa organik terbanyak di alam dan

tersebar pada tumbuhan. Alkaloid terdiri dari golongan piridin, pirolidin, tropan,

kuinolin, isokuinolin, penetilamin, indol, purin, terpenoid, dan vinka. Senyawa

golongan ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik, seperti etanol,

metanol, kloroform dan eter. Golongan alkaloid vinka telah diketahui memiliki

aktivitas sebagai antikanker, misalnya vinkristin dan vinblastin yang dapat

menghambat pembelahan sel kanker (Anonim, 2008b).

Penelitian dari beberapa tanaman menujukkan bahwa senyawa alkaloid dan

flavonoid memiliki efek sitotoksisitas terhadap sel mieloma. Hal tersebut mendasari

penelitian uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel

mieloma ini, untuk melihat apakah ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat

sitotoksik terhadap kultur sel mieloma.

F. Hipotesis

Ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik terhadap kultur sel

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur

sel mieloma ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak

lengkap pola satu arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Kadar ekstrak etanolik daun sirih merah, yaitu : 250 µg/ml, 500 µg/ml, 750 µg/ml,

1000 µg/ml, 1250 µg/ml, 1500 µg/ml, 1750 µg/ml, dan 2000 µg/ml.

b. Variabel tergantung

Persentase kematian kultur sel mieloma.

2. Variabel pengacau terkendali

a. Medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI-1640

serum.

b. Tempat tumbuh dan waktu pemanenan daun sirih merah dikendalikan dengan

(33)

c. Kematian alami sel mieloma dikendalikan dengan adanya kontrol kultur sel

mieloma.

3. Definisi operasional

a. Sitotoksisitas ialah sifat toksik atau beracun dari ekstrak etanolik daun sirih

merah terhadap kultur sel mieloma.

b. Ekstrak etanolik ialah ekstrak yang diperoleh dengan cara mengekstraksi daun

sirih merah secara maserasi menggunakan larutan penyari etanol 70%.

c. LC50 ialah konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah yang mampu membunuh

atau menyebabkan kematian sejumlah 50% kultur sel mieloma dan dinyatakan

dalam µg/ml.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : alat-alat gelas,

oven, blender, ayakan, kertas saring, filter polietilensulfon, timbangan analitik

(Mettler Toledo), alumunium foil, autoklaf, tissue culture flask (Nunc), tabung

conical (Nunc), swing rotor sentrifuge (Centrifuge), inkubator (Memmer),

mikropipet, lemari pendingin (Sharp), cell counter (Rogoshiseiki), 96-well plate

(NunclonTM), laminar air flow (LabconcoR), mikroskop (Olympus), haemocytometer

(Neubauer Improved), yellowtip, bluetip, tabung effendrof, tisu, sarung tangan dan

masker.

(34)

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah :

a. Daun sirih merah segar

b. Kultur sel mieloma yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

c. Larutan penyari yang digunakan dalam preparasi ekstrak etanolik daun sirih

merah, yakni etanol 70%

d. Medium pencuci : RPMI-1640, Natrium bikarbonat, Hepes

e. Medium penumbuh : RPMI-1640, FBS (Foetal Bovine Serum) 10%,

Penisilin-Streptomisin 1%, dan Fungison 0,5%.

f. Reagen pewarna : Trypan Blue

g. Aquabidest

h. Dimethyl Sulfoxide (DMSO)

D. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu daun sirih merah,

dideterminasi terlebih dahulu di laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan dipastikan juga kebenarannya

(35)

2. Pengumpulan daun sirih merah

Daun sirih merah yang digunakan diambil dari tanaman daun sirih merah

yang tumbuh di desa Mantenan, kecamatan Mertoyudan, kabupaten Magelang, Jawa

Tengah, pada bulan September 2007.

3. Preparasi ekstrak etanolik daun sirih merah

Daun sirih merah dipetik, disortir, dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan.

Setelah itu, daun sirih merah dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu

60-700C dan diserbuk dengan blender sampai halus serta diayak dengan menggunakan

ayakan 0,75 mm.

Selanjutnya, dilakukan ekstraksi daun sirih merah dengan metode maserasi.

Serbuk daun sirih merah ditimbang dan diekstraksi dengan larutan penyari etanol

70%. Untuk tiap 10 bagian (100 g) serbuk digunakan 75 bagian (750 ml) etanol

70%, ditutup dan dibiarkan selama 24 jam terlindung dari cahaya matahari. Setelah

24 jam sari diserkai, disaring, ampas diperas, ampas ditambah cairan penyari

secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100

bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2

hari kemudian endapan dipisahkan. Rendaman harus dikocok berulang-ulang

(kira-kira 3 kali sehari). Setelah 2 hari maserat disaring dengan kertas saring, kemudian

ditampung. Maserat yang terkumpul kemudian dipekatkan di atas waterbath dengan

suhu 60-65oC, dibantu dengan kipas angin sampai kental.

(36)

4. Pembuatan larutan uji

Ekstrak etanolik daun sirih merah ditimbang sebanyak 0,1 g, dilarutkan

dengan DMSO dan diaduk sampai homogen untuk mendapatkan sediaan ekstrak

induk dengan konsentrasi 100 mg/ml. Dari sediaan ekstrak induk tersebut, dibuat

sediaan uji, dengan konsentrasi sebesar 250 µg/ml, 500 µg/ml, 750 µg/ml, 1000

µg/ml, 1250 µg/ml, 1500 µg/ml, 1750 µg/ml, dan 2000 µg/ml.

5. Pembuatan medium pencuci

RPMI-1640 dilarutkan dalam aquabidest kurang lebih 80 ml, ditambah 2,3 g

natrium bikarbonat, 2 g Hepes, diencerkan sampai 100 ml, pH dibuat 7,2, lalu

disterilkan dengan filter polietilensulfon yang berdiameter 0,22 μm secara aseptis.

Medium disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC (Freshney, 1986; Jacoby

and Pastan, 1979; Sambrook, Fritsch and Maniatis, 1989).

6. Pembuatan medium penumbuh

Untuk medium RPMI-1640 serum, ditambahkan FBS (Foetal Bovine

Serum) 10%, penisilin-streptomisin 1% dan fungison 0,5% dalam medium RPMI-

1640 dan disterilkan dengan filter polietilensulfon yang berdiameter 0,22 μm secara

aseptis. Medium disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC (Freshney, 1986;

Jacoby and Pastan, 1979; Sambrook et al, 1989).

7. Propagasi sel mieloma

Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam

(37)

dan sel mieloma dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium

RPMI-1640. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan

medium RPMI-1640 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu

disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan

dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS.

Resuspensikan secara perlahan sampai homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam

tissue culture flask kecil dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37oC dan

aliran 5% CO2. Setelah 24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan

hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian (Freshney, 1986; Jacoby and

Pastan, 1979; Sambrook et al, 1989).

8. Panen sel mieloma

Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), medium

diganti dengan RPMI-1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari dinding

flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel dipindahkan

dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI-1640 sampai volum 10

ml dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan

dibuang dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian

dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium

sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2x104/100 μl dan siap dipakai untuk

penelitian (Freshney, 1986; Jacoby and Pastan, 1979; Sambrook et al, 1989).

(38)

9. Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah

Suspensi kultur sel mieloma dengan kepadatan 2 x 104 sel / 100 μl medium

diambil sebanyak 100 μl dan dimasukkan ke dalam sumuran 96-well plate bersama

dengan ekstrak uji sesuai seri konsentrasi yang dibuat, yaitu 250 µg/ml, 500 µg/ml,

750 µg/ml, 1000 μg/ml, 1250 μg/ml, 1500 μg/ml, 1750 μg/ml, dan 2000 μg/ml.

Untuk kontrol, digunakan 100 μl suspensi sel dan ditambahkan medium. Setelah itu,

plate diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 370C dan aliran 5% CO2 selama 24

jam. Pada akhir masa inkubasi, tiap sumuran sel diresuspensi, kemudian

ditambahkan 50 μl trypan blue. Tiap sumuran diambil 10 μl dan masukkan dalam

haemocytometer. Setelah itu, dilakukan perhitungan jumlah sel hidup pada control

dan tiap konsentrasi di bawah mikroskop. Sel yang hidup akan tampak relatif bulat

transparan. Sedangkan sel yang mati akan tampak gelap dan tidak cemerlang.

E. Analisis Hasil

Analisis hasil dilakukan dengan perhitungan persentase kematian kultur sel

mieloma dengan rumus :

% kematian =

A

B A−

x 100 %

Keterangan : A= Jumlah kultur sel mieloma yang hidup pada sumuran kontrol

media

B= Jumlah kultur sel mieloma yang hidup pada sumuran yang telah

(39)

   

Efek sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah diketahui dengan

analisis statistik Anova satu arah, sedangkan perhitungan LC50 dilakukan dengan

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan identitas tanaman uji dan

menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan tanaman uji. Determinasi

dilakukan dengan cara mencocokkan tanaman dengan kunci determinasi (Backer,

1965). Determinasi dilakukan pada bulan September 2007 di Laboratorium Biologi

Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang teliti adalah benar

tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)

B. Pengumpulan daun sirih merah

Daun sirih merah yang digunakan diambil dari tanaman daun sirih merah

yang tumbuh di desa Mantenan, kecamatan Mertoyudan, kabupaten Magelang, Jawa

Tengah, pada bulan September 2007. Pengumpulan daun sirih merah harus diketahui

asalnya karena perbedaan lingkungan tempat tumbuh mengakibatkan perbedaan

kadar kandungan senyawa aktif.

Setelah dipetik, daun disortir dengan standar mutu : bersih, segar, tebal, dan

mengkilap. Penyortiran daun perlu dilakukan untuk memisahkan daun yang layak

(41)

merah merah perlu dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan kotoran dan

debu yang menempel pada permukaan daun.

Dalam pembuatan simplisia daun sirih merah, dilakukan pengeringan

dengan menggunakan oven pada suhu 600C-700C. Pengeringan bertujuan untuk

mencegah kerusakan sampel oleh mikroorganisme. Bila kadar air dalam simplisia

terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang terjadi tidak hanya

terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang

terkandung di dalam simplisia. Selain itu, kapang juga dapat menghasilkan toksin

yang dapat mengganggu kesehatan (Sirait, 1985). Keuntungan pengeringan dengan

oven adalah perngeringan lebih merata, suhu dapat dikontrol dan waktu pengeringan

lebih cepat karena tidak tergantung pada cuaca, bila dibandingkan dengan

pengeringan yang menggunakan sinar matahari.

Penyerbukan simplisia perlu dilakukan karena dapat memperluas area

kontak antara daun dengan cairan penyarinya sehingga zat aktif yang terekstraksi

akan semakin banyak. Penyerbukan dipengaruhi oleh derajat kehalusan simplisia,

yakni semakin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi semakin efektif dan efisien.

Akan tetapi, apabila serbuk terlalu halus dapat mempersulit proses filtrasi. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini digunakan pengayak berdiameter 0,75 mm untuk

(42)

C. Preparasi ekstrak etanolik daun sirih merah

Dalam penelitian ini, ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan larutan

penyari etanol 70%. Prinsip metode ini adalah perendamanan sampel dalam larutan

penyari pada suhu ruangan. Perendaman menyebabkan terjadinya penembusan

larutan penyari ke dalam dinding sel sehingga zat aktif akan terlarut. Perbedaan

konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel menyebabkan zat aktif di dalam sel akan

terdesak ke luar sel. Keadaan ini akan terjadi terus-menerus hingga terjadi

kesetimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel. Waktu perendaman dilakukan

selama 2 hari sehingga ekstraksi zat aktif lebih sempurna. Kemudian ekstrak cair

diuapkan dengan waterbath pada suhu 600C-650C sehingga larutan penyari menguap

dan dihasilkan ekstrak kental.

Larutan penyari harus memiliki selektifitas yang tinggi untuk senyawa yang

akan diekstraksi, tidak bereaksi dengan senyawa yang terkandung di dalam simplisia,

ekonomis, mudah menguap dan tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan

(Samuelsson, 1999). Hal ini mendasari pemilihan etanol 70% sebagai larutan penyari

karena dapat mengekstraksi senyawa flavonoid dan alkaloid. Flavonoid merupakan

senyawa polar sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti air, etanol,

metanol, butanol, aseton, DMSO, dimetilformamida, dan lain-lain (Markham, 1988).

Senyawa alkaloid tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut organik

(43)

Keuntungan metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana. Selain itu, metode ini tidak menggunakan panas, sehingga zat

aktif yang termolabil tidak mudah rusak dan dapat terekstraksi. Kekurangan metode

ini adalah waktu pengerjaan lama tergantung waktu perendaman dan membutuhkan

jumlah pelarut yang banyak.

D. Pembuatan medium pencuci dan medium penumbuh

Dalam penelitian ini, digunakan 2 jenis medium, yakni : medium pencuci

dan medium penumbuh. Medium pencuci mengandung RPMI-1640, natrium

bikarbonat dan Hepes. Natrium bikarbonat berfungsi sebagai buffer sintetik,

sedangkan Hepes sebagai bahan buffer organik. Kedua buffer ini digunakan untuk

menjaga pH pertumbuhan agar tetap konstan.

Medium penumbuh berfungsi sebagai media pertumbuhan bagi kultur sel

mieloma. Medium ini mengandung RPMI-1640, FBS (Foetal Bovine Serum) 10%,

penisilin-streptomisin 0,5%, dan fungison 0,5%. Dalam media ini, FBS digunakan

sebagai suplemen pertumbuhan karena mampu mendukung nutrisi pertumbuhan pada

kultur sel mieloma.

Kondisi medium kultur harus bebas dari kontaminan. Hal ini dapat

menyebabkan persaingan untuk mendapatkan nutrisi sehingga pertumbuhan kultur

sel mieloma dapat terhambat. Oleh karena itu, dalam medium penumbuh digunakan

kombinasi antibiotik penisilin-streptomisin untuk menghindari kontaminan bakteri,

baik gram positif maupun negatif. Selain itu, digunakan fungison untuk menjaga agar

(44)

E. Propagasi dan panen sel mieloma

Untuk menghindari perubahan genetik, sel mieloma perlu dibekukan dalam

tangki nitrogen cair sehingga kondisi sel mieloma tetap normal. Kemudian suspensi

sel mieloma perlu disentrifugasi sehingga pelet sel terpisah dari medium dan

mengendap di dasar tabung conical. Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 3000

rpm, sebagai kecepatan optimum untuk menghasilkan pelet sel mieloma yang padat,

tidak rusak dan mudah diresuspensikan.

Setelah berumur 7 hari, populasi kultur sel mieloma telah menempati

seluruh permukaan area tumbuh dan jumlahnya telah mencukupi untuk penelitian.

Oleh karena itu, kultur sel mieloma siap dipanen dan digunakan untuk penelitian. Sel

yang siap panen merupakan sel yang fase pertumbuhannya menurun/berhenti

karena kehabisan nutrisi sehingga dilakukan penggantian medium kultur. Kultur sel

mieloma yang melekat pada flask dilepaskan dengan resuspensi secara perlahan dan

dipindahkan ke dalam tabung conical untuk disentrifugasi. Tujuannya adalah untuk

memisahkan pelet sel mieloma dan mediumnya sehingga dapat dihitung jumlah sel

total dengan menggunakan haemocytometer.

Setelah dipanen, dilakukan pengamatan morfologi sel mieloma. Kultur sel

mieloma hidup berbentuk hampir bulat sempurna, bening cemerlang, tidak keruh

pada bagian inti, dan berada pada dasar flask. Kultur sel mieloma mati terlihat

(45)

Morfologi kultur sel mieloma tampak pada gambar berikut:

Gambar 1. Foto kultur sel mieloma di sumuran kontrol (perbesaran 100x)

Ket. : semua kultur sel mieloma hidup

F. Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah

Dalam penelitian ini, uji sitotoksitas dilakukan untuk mengetahui potensi

ketoksikan ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel mieloma. Pengujian

dilakukan dengan metode perhitungan langsung menggunakan pewarna trypan blue

untuk mengamati morfologi dan menetapkan persen kematian kultur sel mieloma.

Dari hasil uji sitotoksisitas dapat ditentukan harga LC50, yaitu konsentrasi ekstrak

etanolik daun sirih merah yang mampu mematikan 50 % populasi kultur sel

mieloma.  

Prinsip metode perhitungan langsung adalah pengamatan dan perhitungan

jumlah kultur sel mieloma yang mati dan hidup dengan menggunakan

haemocytometer. Dalam metode ini, trypan blue digunakan untuk membantu

pengamatan dan perhitungan jumlah kultur sel mieloma. Kultur sel mieloma mati

akan kehilangan integritas membrannya, sehingga trypan blue dapat masuk ke dalam

(46)

dapat masuk dan mewarnai inti sel karena adanya selektifitas membran selnya. Pada

kultur sel mieloma yang mati, sel akan tampak berwarna biru, bentuknya lebih besar

dan membengkak. Sedangkan pada kultur sel mieloma yang hidup, sel akan tampak

bersinar, bentuknya kecil (gambar 2).

Gambar 2. Kultur sel mieloma di haemocytometer (perbesaran 100x)

Ket. : i = sel mieloma hidup dan ii = sel mieloma mati

Dalam metode ini, dilakukan perhitungan jumlah sel mieloma hidup dan

direpresentasikan dalam bentuk persen kematian sel. Persentase kematian kultur sel

mieloma merupakan persentase hasil pengurangan jumlah sel mieloma hidup pada

kelompok kontrol dengan jumlah sel mieloma hidup pada kelompok perlakuan

dibagi dengan jumlah sel mieloma hidup pada kelompok kontrol. Hasil persentase

kematian kultur sel mieloma menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka

persen kematian kultur sel semakin meningkat (gambar 3). Hal ini terlihat pada

konsentrasi 2000 dan 1750 µg/ml, persentase kematian kultur sel mieloma sebesar

100 %. Persentase kematian 50 % diprediksikan berada disekitar konsentrasi 500

µg/ml yang menghasilkan persentase kematian sebesar 50,69; 49,32; dan 49,32 %.

(tabel II).

i

(47)

Tabel II. Data persentase kematian kultur sel mieloma

Konsentrasi (µg/ml)

% pada penetapan

I II III

2000 100,00 100,00 100,00 1750 100,00 100,00 100,00 1500 95,89 94,52 94,52 1250 84,93 84,93 84,93 1000 75,34 73,97 73,97 750 63,01 63,01 63,01 500 50,69 49,32 49,32 250 36,99 36,99 36,99

Gambar 3. Grafik konsentrasi (µg/ml) terhadap % kematian kultur sel mieloma

Kematian kultur sel mieloma juga dapat diketahui dengan pengamatan

morfologi sel pada setiap konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah. Pada

konsentrasi 250, 500 dan 750 µg/ml, sel yang hidup dan mati terlihat secara jelas.

Kultur sel mieloma hidup berbentuk hampir bulat sempurna dan bercahaya.

(48)

keruh. Perbedaan yang signifikan ini dapat dilihat pada kadar 1750 dan 2000 µg/ml,

sel mieloma mengalami kematian (gambar 4).

ii

ii i

i

(konsentrasi 250 µg/ml) (konsentrasi 500 µg/ml)

(konsentrasi 750 µg/ml) (konsentrasi 1000 µg/ml)

(konsentrasi 1250 µg/ml) (konsentrasi 1500 µg/ml) ii

i i

ii

i

ii

(49)

ii ii

(konsentrasi 1750 µg/ml) (konsentrasi 2000 µg/ml)

Gambar 4. Kultur sel mieloma di sumuran perlakuan (perbesaran 100x)

Ket. : i = sel mieloma hidup dan ii = sel mieloma mati

Kekurangan metode perhitungan langsung menggunakan pewarna trypan

blue adalah perhitungan sel membutuhkan waktu yang lama dan subjektifitasnya

tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka perhitungan sel dilakukan minimal 3 kali oleh

orang yang sama untuk mengurangi tingkat kesalahan. Selain itu, setelah pemaparan

trypan blue, kultur sel mieloma harus segera dihitung karena dapat menyebabkan

toksisitas pada sel hidup sehingga mengurangi keakuratan perhitungan. Kelebihan

metode ini adalah mudah dilakukan/sederhana, ekonomis, dan dapat mengamati sel

yang hidup dan mati secara langsung.

Untuk mengetahui efek sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah

terhadap kultur sel mieloma, maka dalam penelitian ini digunakan kontrol kultur sel

mieloma. Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan metode Anova satu arah

untuk mengetahui apakah jumlah kematian sel pada kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan berbeda secara signifikan atau tidak.

Analisis statistik Anova satu arah dapat dilakukan apabila data yang dikaji

(50)

dan memiliki nilai varian yang sama (Harinaldi, 2005). Oleh karena itu, dilakukan uji

Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengolahan data dengan SPSS menunjukkan bahwa

data yang dikaji memiliki distribusi yang normal (α > 0,05) dan nilai varian yang

sama sehingga data dapat dianalisis dengan Anova satu arah. Hasil analisis

menunjukkan jumlah kematian sel pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

berbeda secara signifikan, artinya ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat

sitotoksik terhadap kultur sel mieloma.

Untuk mengetahui potensi ketoksikan ekstrak etanolik daun sirih merah,

dilakukan analisis probit. Analisis probit merupakan salah satu analisis regresi untuk

mengetahui hubungan konsentrasi-respon (persentase kematian sel) agar diperoleh

persamaan garis lurus yang dapat digunakan untuk menentukan LC50 dengan lebih

akurat (Nurrochmad, 2001). Analisis probit merupakan analisis regresi antara log

konsentrasi dengan harga probit. Harga probit didapatkan dari tabel probit (lampiran

8) yang disesuaikan dengan persentase kematian kultur sel mieloma.

Dalam analisis probit, perlu dilakukan uji linearitas pada setiap penetapan.

Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa r hitung > r [4, 0,05] (lampiran 6), artinya

grafik pada penetapan I, II, dan III bersifat linear (gambar 5, 6 dan 7). Grafik yang

linear menggambarkan bahwa log konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah

berbanding lurus dengan harga probit, sehingga LC50 dapat dihitung secara akurat.

(51)

Gambar 5. Grafik log konsentrasi terhadap harga probit pada penetapan I

(52)

Gambar 7. Grafik log konsentrasi terhadap harga probit pada penetapan III

Semakin kecil LC50 suatu senyawa maka semakin toksik senyawa tersebut

(Doyle and Griffiths, 2000). Ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki LC50 > 20

µg/ml terhadap kultur sel mieloma. Penelitian sitotoksisitas ekstrak etanolik daun

sirih merah juga dilakukan terhadap kultur sel kanker yang lain dengan nilai LC50

sebesar 1.143,1 µg/ml pada sel HeLa (Atmaningsih, 2008), nilai LC50 sebesar 587,7

µg/ml pada sel T47D (Neritika, 2008), nilai LC50 sebesar 200,7 µg/ml pada sel SiHa

(Nur’aniyah, 2008), dan nilai LC50 sebesar 395,5 µg/ml pada sel Raji

(Kusumaningtyas, 2008). Perbedaan harga LC50 pada sel HeLa, SiHa, T47D, raji dan

mieloma disebabkan oleh perbedaan karakteristik sel yang berpengaruh terhadap

(53)

Berdasarkan kriteria National Cancer Institute (NCI), suatu senyawa yang

dapat dikembangkan sebagai antikanker adalah senyawa dengan LC50 ≤ 20 µg/ml

(Swanson and Pezzuto, Devie, 2007). Dalam penelitian ini, digunakan ekstrak

etanolik daun sirih merah mengandung banyak senyawa yang kemungkinan

berpotensi sebagai antikanker. Oleh karena itu, daun sirih merah dapat

dikembangkan sebagai antikanker apabila ditemukan senyawa tunggal yang

bertanggung jawab atas aktivitas antikanker tersebut dan memiliki LC50 ≤ 20 µg/ml.

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik.

2. Harga LC50 dari ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel mieloma

sebesar 434,1 µg/ml.

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut mengenai sitotoksisitas fraksi etanolik daun sirih merah.

2. Penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme kematian sel mieloma oleh

ekstrak etanolik daun sirih merah.

3. Penelitian lebih lanjut mengenai sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih

merah terhadap sel normal.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999, Biochemicals and Reagent for Life Science Research, Sigma_aldrich co.Singapura, 723, 1873

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan I, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 2002, An Introduction to Cancer Treatments, http://cancerquest.emory. edu/index.cfm?page=183, November 2007

Anonim, 2006a, Celebes Pepper, http://davesgarden.com, Mei 2008

Anonim, 2006b, Understanding Myeloma, http://www.leukaemia.org.au, Maret 2008

Anonim, 2006c, Multiple Myeloma, http://documents.cancer.org/175.00/175.00.pdf, Maret 2008

Anonim, 2007a, 800.000 Orang Indonesia Terserang Kanker Tiap Tahun, http://www.suarapembaruan.com/News/2007/05/14/Utama/ut01.htm, Maret 2008

Anonim, 2007b, Piper crocatum, http://zipcodezoo.com/Plants/P/Piper_crocatum .asp, Mei 2007

Anonim, 2007c, Piper ornatum, http:/toptropicals.com/catalog/uid/piper_ornatum .htm, Mei 2007

Anonim, 2007d, Types of Myeloma, http://CancerHelp.UK.com, September 2007

Anonim, 2008a, Carcinogenesis, http://en.wikipedia.org/wiki/Carcinogenesis, Maret 2008

Anonim, 2008b, Alkaloid, http://en.wikipedia.org/wiki/Alkaloid, Maret 2008

Atmaningsih, F. R., 2008, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Kultur Sel HeLa, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.

Backer, C. A., dan Backuizen van den Brink, R. C.,1965, Flora of Java, Volume I dan II, N. V. Noordhoff, Graningen.

(56)

De Muth, J. E., 1999, Basic Statistics And Pharmaceutical Statistical Applications, 585, Marcel Dekker, Inc., New York

Devie, K., A., 2007, Efek Fraksi Alkaloid Daun jarong (Achyrantes aspera Linn.) Pada Viabilitas Kultur Sel Mieloma Mencit, Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR, Surabaya

Diek, 2005, Daun Sirih Merah Obat Tradisional Kencing Manis, http://www.bogoronline.com/index.php?ar_id=108&catid=9, November 2007

Doyle, A., and Griffiths, J.B., 2000, Cell and Tissue Culture for Medical Research, John Willey and Sons Ltd, New York

Elly, K., W., 2002, Efek Fraksi Protein yang Diisolasi dari Daun Mirabilis jalapa L. Terhadap Proses Apoptosis pada Sel HeLa, Skripsi, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta

Freshney, R.I., 1986, Animal Cell Culture : A Practical Approach, 1st Edition, 71-73, IRL Press, Washington DC

Freshney, R. I., 2000, Culture f Animal Cells : A Manual of Basic Technique, 14th Edition, 336-338, John Wiley and Sons Inc., New York

Fronseca, R., 2008, The Genome of Myeloma Cells, www.medcape.com, April 2008

Grotewold, E., 2006, The Science of Flavonoids, Springer Science_Business Media Inc., USA

Harinaldi, 2005, Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains, Penerbit Erlangga, Jakarta

Irawati, M., 2005, Uji Sitotoksisitas Senyawa Chalcone dan (2E)-3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1(4’-metoksifenil)propan-2-en-1-on Terhadap Sel Mieloma dan Sel Vero, Skripsi, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta

Jacoby, W.B., and Pastan, I.H., 1979, Methods in Enzymology Cell Culture, Volume VIII, Academia Press Inc, New York

King, R. J. B., 2000, Cancer Biology, 2nd Edition, Pearson Education Limited, London

(57)

Lenny, S., 2006, Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp, USU Repository, Sumatera Utara

Lonial, S., 2005, Intro to Myeloma, http://www.multiplemyeloma.org/ about_myeloma/, November 2007

Markham, K.R., 1988, Cara Identifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Padmawinata, ITB Bandung

Mursyidi, A., 1985, Statistika Farmasi dan Biologi, Ghalia Indonesia, Jakarta

Mustofa, 2007, Fitofarmaka, BagianFarmakologi/PusatKedokteranTropis, Fakultas KedokteranUGM, Yogyakarta

Neritika, K., 2008, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Kultur Sel T47D, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.

Nur’aniyah, 2008, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Kultur Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta.

Nurrochmad, A., 2001, Sintesis kurkumin, bisdemetoksikurkumin, bisdemetoksihidroksikurkumin dan pentagamavunon-0 serta uji ketoksikannya terhadap sel mononuklear normal secara in vitro, Tesis S2, Program pasca sarjana, universitas gadjah mada, yogyakarta.

Rados, C., 2007, Multiple Myeloma Statistics, Myeloma Breakdown, http://media.www.thehurricaneonline.com/media/paper479/sections/200710 11News.html, Maret 2008

Ross, J. A., and Kasum, C. M., 2002, Dietary flavonoids: bioavailability, metabolic effects, and safety, Annu Rev Nutr, 22: 19-34

Sambrook, Fritsch, E.F., Maniatis, T., 1989, Molecular Cloning, A Laboratory Manual, 2nd Edition, Coldspring Harbor Laboratory Press.

Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin, Swedish Pharmaceutical Press, Sweden

Setyaningsih, N., 2005, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Kalus Phaleria macrocarpa

(Scheff) Boerl. Terhadap Sel Mieloma, Skripsi, Fakultas Farmasi UMS, Solo

(58)

Sudewo, B., 2006. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah, AgroMedia Pustaka, Yogyakarta

Sukardiman, R., 1999, Efek Antikanker Isolat dari Herba Benalu Mangga, Cermin Dunia Kedokteran122: 6-8

Swanson, S.M. and Pezzuto J.M., 1990. Bioscreening Tecnique for Cytotoxic Potential and Ability to Inhibit Macromolecule Biosynthesis in : Thomson, E. B. Drug Bio Screening : Drug Evaluation Tecnique in Pharmacology. VCH publishers Inc. New York. p. 273- 295

Wahyuningsih, T., 2004, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Gubal Rimpang Kunci Pepet (Kaempferia rotunda Linn.) Terhadap Sel Mieloma, Skripsi, Fakultas Farmasi UMS, Solo

(59)

Lampiran 1. Foto tanaman sirih merah

Gambar 8. Tanaman Sirih Merah

(60)

Lampiran 2. Foto medium dan peralatan uji sitotoksisitas

Gambar 10. Medium pencuci (i) dan Gambar 11. Sentrifuge medium penumbuh (ii)

Gambar 12. Mikroskop Gambar 13. Haemocytometer (i) dan cell counter (ii)

(61)

Lampiran 3. Perhitungan jumlah kultur sel mieloma tiap sumuran

Jumlah kultur sel mieloma terhitung = 150 sel

Jumlah kultur sel mieloma sebenarnya = 4

Jumlah kultur sel mieloma yang dibutuhkan

= 9 sumuran x 3 replikasi x kepadatan sel

= 9 x 3 x 20.000

= 540.000 sel

Jumlah media pengenceran = 9 sumuran x 3 replikasi x 100 µl (tiap sumuran)

= 2700 µl

Sehingga jumlah sel yang harus diambil dan diencerkan dengan 2700 µl adalah :

(62)

Lampiran 4. Perhitungan jumlah kultur sel mieloma yang hidup

Tabel 1. Data perhitungan jumlah kultur sel mieloma dengan perhitungan langsung

Konsentrasi (µg/ml)

Penetapan

I II III Hidup Mati Hidup Mati Hidup Mati

Kontrol 73 0 73 0 73 0

Jumlah kultur sel mieloma yang hidup dan mati dari tiap sumuran hasil

dapat dihitung dengan rumus :

Jumlah sel/sumuran = 4

X

x 10 x 200

Keterangan :

X = jumlah sel hasil perhitungan langsung pada haemocytometer

4 = jumlah bilik dalam haemocytometer

10 = jumlah volume yang masuk dalam bilik haemocytometer (10 µl) 200 = jumlah volume total (200 µl)

Perhitungan jumlah sel mieloma dilakukan sebanyak tiga kali dengan hasil

(63)

III =

2. Konsentrasi 250 µg/ml

I =

3. Konsentrasi 500 µg/ml

I =

4. Konsentrasi 750 µg/ml

(64)

5. Konsentrasi 1000 µg/ml

6. Konsentrasi 1250 µg/ml

I =

7. Konsentrasi 1500 µg/ml

I =

8. Konsentrasi 1750 µg/ml

I = 4 0

(65)

II = 4 0

x 10 x 200 = 0 sel

III = 4 0

x 10 x 200 = 0 sel

9. Konsentrasi 2000 µg/ml

I = 4 0

x 10 x 200 = 0 sel

II = 4 0

x 10 x 200 = 0 sel

III = 4 0

(66)

Lampiran 5. Perhitungan persentase kematian kultur sel mieloma

Persentase kematian kultur sel mieloma dihitung dengan rumus :

% kematian sel =

A = jumlah sel hidup pada sumuran kontrol

B = jumlah sel hidup pada sumuran yang telah diberi perlakuan ekstrak etanolik daun sirih merah

1. Konsentrasi 250 µg/ml

I =

2. Konsentrasi 500 µg/ml

I =

3. Konsentrasi 750 µg/ml

(67)

III =

4. Konsentrasi 1000 µg/ml

I =

5. Konsentrasi 1250 µg/ml

I =

6. Konsentrasi 1500 µg/ml

I =

7. Konsentrasi 1750 µg/ml

(68)

II =

8. Konsentrasi 2000 µg/ml

(69)

Lampiran 6. Perhitungan LC50 dengan analisis probit dan uji linearitas Penetapan I

Tabel III. Data log konsentrasi, % kematian dan harga probit pada penetapan I

Konsentrasi

(µg/ml) Log konsentrasi % kematian Harga probit

250 2,39794 36,99 4,67

Dengan Regresi Linear log konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

harga probit didapatkan nilai : A = -1,33517, B = 2,40656 dan r hitung = 0,92852

Tabel IV. Data log konsentrasi, % kematian dan harga probit pada penetapan II

Konsentrasi

(µg/ml) Log konsentrasi % kematian Harga probit

250 2,39794 36,99 4,67

Dengan Regresi Linear log konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

harga probit didapatkan nilai : A = -1,18474, B = 2,34262, dan r hitung =

(70)

Sehingga persamaannya : y = Bx + A

y = 2,34262x – 1,18474

5 = 2,34262x – 1,18474

x = 2,64009

Penetapan III

Tabel V. Data log konsentrasi, % kematian dan harga probit pada penetapan III

Konsentrasi

(µg/ml) Log konsentrasi % kematian Angka probit

250 2,39794 36,99 4,67 500 2,69897 49,32 4,97 750 2,87506 63,01 5,33 1000 3,00000 73,97 5,64 1250 3,09691 84,93 6,04 1500 3,17609 94,52 6,64

Dengan Regresi Linear log konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

harga probit didapatkan nilai : A = -1,18474, B = 2,34262, dan r hitung =

0,93571

Sehingga persamaannya : y = Bx + A

y = 2,34262x – 1,18474

5 = 2,34262x – 1,18474

x = 2,64009

Rata-rata LC50 = anti log (

3

2,64009 2,64009

2,63246+ +

) = anti log 2,63755

(71)

Uji Linearitas

Tabel VI. Nilai r (koefisien korelasi) pada level signifikansi 5% dan 1%

(72)

Lampiran 7. Analisis statistik dengan Anova satu arah Asymp. Sig. (2-tailed) .541 a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

(73)

Lampiran 8. Tabel probit

Tabel VII. Tabel probit

(74)

Gambar

Tabel II.    Data persentase kematian kultur sel mieloma .............................
Gambar 1. Foto kultur sel mieloma di sumuran kontrol (perbesaran 100x)
Gambar 2. Kultur sel mieloma di haemocytometer (perbesaran 100x)
Tabel II.  Data persentase kematian kultur sel mieloma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data dan informasi yang diperoleh dari site-site COREMAP II, khususnya di Kawasan Timur Indonesia (Pangkep, Selayar, Sikka, Buton, Wakatobi, Biak dan Raja Ampat) menunjukkan

Merupakan kualitas pelayanan dari suatu sistem penyediaan air bersih, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, dan mencapai tingkat kepuasan pelanggan..

Tujuan yang ingin dilakukan pada penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi penerapan pembelajaran semi riset pada pemahaman sifat-siat bahan teknik. Selain itu

Misalnya, untuk tanggal yang sama, jika di hotel tersebut terdapat 5 kamar dengan tipe ekonomi dan 1 kamar sudah di check-in dan 2 kamar sudah ada yang reservasi, maka jika

(d) Persiapan peralatan Mitoni peralatan yang dibutuhkan namun pada masyarakat Desa Marga kaya hanya menggunakan sebagian besar peralatan yang mudah untuk didapat,

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, dapat diamati bahwa sebenarnya perangkat hukum yang telah dibuat oleh pemerintah

Serat dapat hidup atau tidak hidup, yang masih hidup berfungsi dalam penyimpanan cadangan makanan Dibandingkan dengan xielm sekunder, floem sekunder tidak merupakan

Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran telah menciptakan dominasi dan membentuk opini publik yang tidak sehat kepada masyarakat dimana masyarakat sipil menjadi