• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagaimana yang diungkapkan oleh Herfanda (2008:131), sastra memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. sebagaimana yang diungkapkan oleh Herfanda (2008:131), sastra memiliki"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra seyogianya sangat berperan dalam membangun karakter bangsa sebagaimana yang diungkapkan oleh Herfanda (2008:131), sastra memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan, termasuk perubahan karakter. Selain itu, menurut Suryaman (2010:114), sebagai ekspresi seni bahasa yang bersifat reflektif sekaligus interaktif, sastra dapat menjadi spirit bagi munculnya gerakan perubahan masyarakat, bahkan kebangkitan suatu bangsa ke arah yang lebih baik, penguatan rasa cinta tanah air, serta sumber inspirasi dan motivasi kekuatan moral bagi perubahan sosial budaya dari keadaan yang terpuruk dan “terjajah” ke keadaan yang mandiri dan merdeka. Oleh karena itu, nilai-nilai karakter di antaranya nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, cinta tanah air, menghargai perbedaan, toleransi, dan sebagainya harus ditanamkan sejak dini dan diinternalisasikan dalam sistem pendidikan secara terpadu, salah satunya melalui pembelajaran sastra.

Dengan pembelajaran apresiasi sastra, siswa bisa belajar memahami nilai-nilai agung berupa pergulatan baik dan buruk, realitas sosial, nilai-nilai-nilai-nilai religiusitas dan moral yang bisa mempertajam kepekaan terhadap kondisi masyarakat dan tingkah laku sesama, baik dari karakter tokoh maupun latar serta budaya yang terkandung dalam karya sastra. Sebagaimana diungkapkan oleh Effendi (2002:6) yang menyatakan bahwa apresiasi adalah kegiatan mengakrabi

(2)

karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.

Namun, dalam kenyataannya hakikat pembelajaran sastra tidak ditemukan pada pembelajaran sastra hari ini. Noor (2011:75) menyatakan bahwa pembelajaran sastra yang idealnya menarik dan besar sekali manfaatnya bagi para siswa ini disajikan hanya sekadar memenuhi tuntutan kurikulum. Dia menambahkan bahwa tak heran jika pelajaran sastra menjadi kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat di hati siswa. Padahal apabila dikaji lebih dalam, tujuan pembelajaran sastra di sekolah dimaksudkan untuk menumbuhkan keterampilan, rasa cinta, dan penghargaan para siswa terhadap bahasa dan sastra Indonesia sebagai bagian dari warisan leluhur. Dengan demikian, tugas guru sastra tidak hanya memberikan pengetahuan (aspek kognitif), tetapi juga keterampilan (aspek psikomotorik) dan menamkan rasa cinta (aspek afektif), baik melalui kegiatan di dalam kelas ataupun di luar kelas.

Selanjutnya, Sardjono dalam Noor (2011:77) menuturkan bahwa telah terjadi disorientasi dalam pembelajaran sastra di sekolah. Diungkapkan bahwa gagalnya pembelajaran sastra di sekolah lebih banyak terjadi akibat kesalahan guru di sekolah yang telah mengingkari hakikat yang melandasi lahirnya pembelajaran sastra ini. Sistem pendidikan di Indonesia acapkali memaksa sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dan guru sebagai ujung tombak mengingkari hakikat pendidikan. Target perolehan nilai tertentu yang harus dicapai dengan standar penilaian ujian nasional, memicu pengingkaran tujuan

(3)

pendidikan yang sebenarnya sehingga tidak urung memaksa guru bahasa menomorduakan sastra. Yang timbul kemudian adalah pragmatisme pendidikan sehingga terjadi distorsi tujuan dan fungsi fundamental pendidikan.

Padahal, pembelajaran sastra di sekolah sangat bermanfaat bagi siswa. Nurgiyantoro (2005:35) mengungkapkan ada dua nilai yang dapat diambil dari pembelajaran sastra, yaitu nilai personal dan nilai pendidikan. Nilai personal ini meliputi perkembangan emosional, intelektual, imajinasi, pertumbuhan rasa sosial, dan pertumbuhan rasa etis dan relijius.

Permasalahan pembelajaran sastra di sekolah-sekolah formal sebenarnya sudah menjadi perhatian berbagai pihak dari dulu, baik para sastrawan dan akademisi maupun guru. Perhatian tersebut diekspresikan dalam bentuk kekecewaan dan di antaranya diungkapkan oleh Rusyana (1977/1978 dan 1992), Ismail (1990-an – 2000-an), Sayuti (1980-an), Nasution dkk. (1981), Rahman dkk. (1981), Alwasilah (1999), Sardjono (2000), Sudaryono (2000), Kuswinarto (2001), Harras (2003:314), Nestapa (2005), Alpansyah (2005), Herfanda (2007), Wijaya (2007), Mahayana (2007), Wahyudi (2007), Gaspar (2007), dan Rudy (2008).

Sebagian besar mereka mengungkapkan keluhan dan kekecewaannya mulai dari kapasitas dan kualitas guru dalam bidang kesastraan yang sangat terbatas, strategi mengajar guru, pembelajaran sastra yang belum menyentuh substansi dan mengusung misi utamanya yaitu memberikan pengalaman bersastra kepada peserta didik, porsi pengajaran sastra yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengajaran bahasa, serta metodologi pengajaran sastra yang tidak efisien.

(4)

Berbagai permasalahan pembelajaran sastra yang diungkapkan di atas hingga saat ini belum sepenuhnya mencapai harapan dan tujuan pembelajaran sastra. Pergantian kurikulum oleh pemerintah dan pencarian serta penelitan berbagai model pembelajaran yang tepat dan efisien yang telah banyak dilakukan oleh para akademisi, peneliti, dan guru sastra menurut penulis merupakan upaya alternatif dalam mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya dalam penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu mencoba untuk menerapkan model advance organizer dalam pembelajaran apresiasi cerpen.

Model pengajaran advance organizer adalah model presentasi yang awalnya digagas oleh seorang psikolog, David Ausubel, dan merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Meskipun begitu, model pengajaran

advance organizer apabila diterapkan secara tepat dan terarah akan

mengoptimalkan hasil pembelajaran karena meskipun model ini menekankan peran aktif guru, tetapi tidak lantas meniadakan peran siswa.

Joyce dkk.(2009:31) mengklasifikasikan model pengajaran advance

organizer ke dalam model pengajaran yang memproses informasi (the

information-processing family). Ausubel dalam Santrock (2008:474)

mengemukakan bahwa advance organizer adalah aktivitas dan teknik pengajaran dengan membuat kerangka pelajaran dan mengorientasikan siswa pada materi sebelum materi itu diajarkan. Kita dapat menggunakan advance organizer saat memulai satu pelajaran untuk membantu siswa melihat “gambaran besar” dari apa yang akan diajarkan dan bagaimana makna dari informasi yang terkait.

(5)

Arends (2008:275) mengingatkan bahwa advance organizer dapat menjadi hook (kail/cantelan), jangkar, scaffolding (perancah/kerangka pendukung) intelektual bagi materi-materi belajar selanjutnya.

Penyajian advance organizer dapat dibantu dengan media penambat, seperti sinopsis cerita, analogi, ilustrasi, atau penayangan slide atau film yang relevan (Sumiyadi, 2010:108–109). Dalam penelitian ini, media penambat yang digunakan dalam menyajikan advance organizer adalah media penambat film ekranisasi atau film yang diangkat dari novel atau cerpen.

Film ekranisasi sebagai upaya estetis dan inovatif dalam memperkaya karya sastra menjadi sangat penting karena film ekranisasi (di luar kekurangan teknisnya) merupakan upaya mendekatkan karya sastra dengan pembaca sehingga tergambar secara konkret visual nilai-nilai lokal yang termanifestasikan pada unsur-unsur sastra yang kemudian diadaptasi menjadi film.

Pembelajaran apresiasi cerpen melalui model advance organizer dengan media penambat film ekranisasi diharapkan akan menstimulasi motivasi intrinsik siswa agar lebih mengapresiasi sastra. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2005:52) bahwa karya sastra dapat direspons secara nonverbal dan verbal. Lanjut Rudy (2005:52), secara nonverbal penggunaan media noncetak (visual) merupakan upaya memperluas interpretasi respons siswa dan pengetahuan yang diperoleh dari karya sastra. Hal ini diperkuat dengan pendapat Cole dan Keysser dalam Purves,dkk. (1990:85) berikut.

Using nonprint media represents an effort to extend and enrich interpretations and responses to the literature our students read, for in doing so we broaden the range of perspectives individual students may have of the knowledge they encounter in reading literatur

(6)

Menggunakan media noncetak (visual) menunjukkan upaya untuk memperluas dan memperkaya penafsiran dan respon pembacaan karya sastra siswa kita, untuk melakukannya kita memperluas berbagai perspektif individu siswa yang mungkin memiliki pengetahuan yang mereka hadapi dalam membaca sastra. Purves, dkk. (1990:88) membagi empat dimensi visual yang dapat digunakan untuk merespons karya sastra yakni: grafik, ilustrasi, film/video, dan seni pertunjukan. Berdasarkan pendapat tersebut, film ekranisasi sebagai salah satu media noncetak (visual) merupakan salah satu upaya untuk memperluas dan memperkaya penafsiran, respons, dan apresiasi siswa terhadap karya sastra.

Film ekranisasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1940-an yaitu Siti Nurbaya (versi film pertama). Bahkan cerita rakyat yang diangkat menjadi film telah ada sebelumnya, yaitu Lutung Kasarung tahun 1926, tetapi dibuat oleh orang asing. Adapun cerita rakyat yang pernah diangkat menjadi film dan dibuat oleh orang Indonesia adalah Ciung Wanara (tahun 1941), Lutung Kasarung (versi film kedua tahun 1952), Bawang Merah Bawang Putih (tahun 1953), Roro Mendut, dsb. Sederet film maupun sinetron yang juga transformasi dari karya sastra (novel) antara lain Sengsara Membawa Nikmat, Atheis, Si Doel Anak Betawi, Darah dan Mahkota Ronggeng, Salah Asuhan, Anak Perawan di

Sarang Penyamun, Siti Nurbaya (versi film kedua), Di Bawah Lindungan Kabah

(film versi pertama), Lupus, dan seterusnya hingga ke Ayat-Ayat Cinta, Laskar

Pelangi, Sang Pemimpi, Perempuan Berkalung Sorban, Si Anak Kampoeng, Sang

Pencerah, Di Bawah Lindungan Kabah (film versi baru tahun 2011), dan Sang Penari (film versi baru tahun 2011) yang diadaptasi dari novel Ronggeng Dukuh

(7)

Paruk karya Ahmad Thohari. Selain cerita rakyat dan novel, karya sastra yang pernah diangkat menjadi film adalah cerita pendek, seperti film Doa yang Mengancam diadaptasi dari cerpen Doa yang Mengancam karya Jujur Prananto, film Mereka Bilang Saya Monyet yang diadaptasi dari dua cerpen yaitu cerpen Lintah dan Melukis Jendela karya Djenar Maesa Ayu, film Emak Ingin Naik Haji diadaptasi dari cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia dan film Rumah Tanpa Jendela yang diadaptasi pula dari cerpen Jendela Rara karya Asma Nadia

Film ekranisasi sebagai media penambat dalam penyajian advance organizer dalam penelitian ini digunakan untuk mencapai tujuan sebagaimana diungkapkan oleh Ausubel (Joyce, dkk. 2008:286), yaitu untuk menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya (dan juga membantu pembelajar membedakan materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya). Dalam penelitian ini, sebelum siswa menonton film ekranisasi, siswa terlebih dahulu membaca cerpennya, kemudian siswa mengaitkan bahan pembelajaran cerpen dan media pembelajaran film ekranisasi tersebut berdasarkan unsur-unsur cerita.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis mengajukan judul penelitian “Model Pengajaran Advance Organizer dalam Meningkatkan kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek (Studi Kuasieksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012)”. Penelitian sebelumnya yang relevan dengan model advance organizer adalah disertasi Sumiyadi (2010) dengan judul “Model Pengkajian dan Pengajaran Sastra Indonesia Berbasis Sastra Bandingan”. Penelitian tersebut membuktikan

(8)

bahwa model pembelajaran yang relevan dengan konsep sastra bandingan adalah advance organizer. Bukti tersebut menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menganalisis kajian drama setelah penerapan model advance organizer mengalami peningkatan yang berarti, sesuai dengan kriteria penilaian yang ditetapkan. Selain itu, hasil observasi dan angket dalam penelitian tersebut memperkuat pula bahwa pengajaran Kajian Drama Indonesia dengan model

advance organizer dapat menggairahkan dosen dalam mengajar dan dapat

memotivasi siswa dalam belajar.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1) Pembelajaran apresiasi sastra (dalam hal ini cerpen) belum mampu menstimulasi motivasi instrinsik siswa dalam mengapresiasi karya sastra. 2) Pembelajaran sastra belum menyentuh substansi dan belum mengusung misi

utamanya yaitu memberikan pengalaman bersastra kepada peserta didik. 3) Penerapan model pembelajaran apresiasi sastra (cerpen) dan variasi model

pembelajaran belum optimal.

4) Banyak faktor penghambat dalam proses pembelajaran sastra sehingga tujuan pembelajaran sastra tidak tercapai secara optimal. Faktor penghambat tersebut bisa bersumber dari guru, siswa, metodologi pengajaran, dan sarana serta prasarana pendukung di antaranya multimedia.

(9)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1) Bagaimana pelaksanaan model pengajaran advance organizer dalam pembelajaran apresiasi cerpen di kelas X SMA Negeri 9 Bandung?

2) Apakah terdapat peningkatan kemampuan mengapresiasi cerpen pada kelas yang menggunakan model pengajaran advance organizer dan kelas yang menggunakan model pembelajaran group investigation dalam pembelajaran apresiasi cerpen di kelas X SMA Negeri 9 Bandung?

3) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan mengapresiasi cerpen pada kelas yang menggunakan model pengajaran advance organizer dan kelas yang menggunakan model pembelajaran group investigation dalam pembelajaran apresiasi cerpen di kelas X SMA Negeri 9 Bandung?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan keefektifan model pengajaran advance organizer dalam meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra (cerpen) siswa. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Memperoleh deskripsi tentang pelaksanaan model pengajaran advance organizer dalam pembelajaran apresiasi cerpen siswa kelas X SMA Negeri 9 Bandung.

(10)

2) Memperoleh deskripsi tentang adanya peningkatan kemampuan mengapresiasi cerpen di kelas yang menggunakan model pengajaran advance organizer dan kelas yang menggunakan model pembelajaran group investigation dalam pembelajaran apresiasi cerpen di kelas X SMA Negeri 9 Bandung.

3) Memperoleh deskripsi tentang perbedaan peningkatan kemampuan mengapresiasi cerpen pada kelas yang menggunakan model pengajaran advance organizer dan kelas yang menggunakan model pembelajaran group investigation dalam pembelajaran apresiasi cerpen di kelas X SMA Negeri 9 Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki banyak manfaat di antaranya manfaat teoretis dan praktis. Berikut manfaat hasil penelitian ini.

1.5.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini menggunakan model pengajaran advance organizer dalam pembelajaran apresiasi sastra (cerpen) untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra siswa. Oleh karena itu, penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan dalil-dalil atau prinsip-prinsip keilmuan yang didasarkan pada efektivitas implementasi model pengajaran advance organizer yang dikembangkan dalam pembelajaran apresiasi sastra (cerpen).

1.5.2 Manfaat Praktis

(11)

pertimbangan untuk meningkatkan kemampuan apresiasi sastra siswa melalui model pengajaran advance organizer. Selain itu, penelitian ini menawarkan model pembelajaran yang lebih efektif yang dapat digunakan guru dalam meningkatkan kemampuan mengapresiasi sastra siswa. Adapun bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat menstimulasi motivasi intrinsik siswa dalam mengapresiasi karya sastra dan membantu dalam meningkatkan kemampuan apresiasi sastra siswa.

1.6 Anggapan Dasar

Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa anggapan dasar sebagai berikut. 1) Penggunaan model pembelajaran apresiasi sastra yang tepat dan efektif dapat

mengoptimalkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra.

2) Model pembelajaran, baik yang berpusat pada siswa maupun guru, jika diterapkan secara tepat dan terarah akan mencapai keberhasilan proses belajar mengajar yang maksimal.

3) Pemilihan bahan pengajaran yang tepat dan sesuai dengan perkembangan kejiwaan siswa akan berpengaruh positif terhadap hasil pembelajaran sastra.

1.7 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara mengenai suatu masalah yang perlu

dibuktikan melalui penelitian. Berdasarkan anggapan dasar di atas, penulis berhipotesis bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas

(12)

X SMA Negeri 9 Bandung yang diberi model pengajaran advance organizer dengan model pembelajaran investigation group.

1.8 Definisi Operasional

1) Model pengajaran advance organizer adalah kerangka konseptual pengajaran yang dibuat oleh guru untuk memberikan pengetahuan baru kepada siswa yang dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran. Penggunaan model pengajaran advance organizer dalam penelitian ini adalah pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan melalui empat tahapan. Tahap pertama adalah menjelaskan tujuan dan establishing set, yaitu guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyiapkan siswa untuk belajar. Tahap kedua adalah menyajikan advance organizer, yaitu dengan menyajikan fim ekranisasi (film yang diangkat dari cerpen). Tahap ketiga adalah menyajikan materi pembelajaran, yaitu penjelasan materi pembelajaran dan pemberian contoh secara konkret dan bervariasi. Tahap keempat adalah memperkuat pengolahan kognitif atau memantau dan memeriksa pemahaman dan kemampuan berpikir siswa, yaitu dengan berdiskusi kelompok dan presentasi. 2) Kemampuan apresiasi cerpen adalah kemampuan mengeksplorasi karya sastra

dalam bentuk cerpen secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pemahaman, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan perasaan yang baik terhadap sastra.

Kemampuan apresiasi cerpen dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali isi cerpen yang dibaca dengan kata-kata

(13)

sendiri (membuat sinopsis), kemampuan siswa dalam mengungkapkan hal-hal menarik dari cerpen, kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai cerpen, kemampuan siswa dalam mengaitkan unsur-unsur intrinsik cerpen dengan kehidupan sehari-hari, dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan manfaat cerpen, serta kemampuan siswa dalam memberikan penilaian terhadap cerpen.

3) Cerita pendek adalah salah satu genre sastra yang berupa prosa fiksi dan memiliki ciri-ciri padat dari segi isi cerita dan pengembangan unsur-unsur cerita seperti alur dan tokoh yang tidak kompleks dan tidak beragam.

Cerita pendek dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen yang dipilih berdasarkan aspek bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya seperti yang kemukakan oleh Rahmanto(1988:26). Cerpen yang dipilih tersebut adalah cerpen Emak Ingin Naik Haji dan Jendela Rara karya Asma Nadia, cerpen Doa yang Mengancam karya Jujur Prananto, dan cerpen Babi karya Putu Wijaya.

Referensi

Dokumen terkait

Teori hukum murni (The Theory of Law) diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka di Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). Pandangan Kelsen tentang tata hukum

Implementasi perancangan hardware menggunakan dua buah modul Transceiver 2,4GHz yaitu satu modul bertindak sebagai pemancar dan modul lain bertindak sebagai penerima,

Seiring dengan perkembangan fisik yang sangat cepat dapat berakibat pada masa remaja yang tidak dapat menyesuaikan secara baik, sering menimbulkan

Review Setelah menggabungkan seluruh scene film, penulis mencoba melihat film tersebut dalam bentuk sesuai naskah dan akan melakukan pencatatan apa saja yang harus dikembangkan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Tahapan pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemilihan ternak perah sebagai sampel yang berada dalam bulan laktasi 2, 3 dan 4 dengan menggunakan

Pelanggan Baru pada Organisasi Perusahaan- Mereka adalah pelanggan yang cenderung mengalihkan dari pesaing ke perusahaan jika perusahaan menawarkan variasi dalam produk atau

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat yang diberikan, saya dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “Penerapan