Abstrak—Penyakit menular seperti flu burung merupakan jenis penyakit menular yang sudah bersifat pandemik. Sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menganalisa pola penyebaran virus flu burung tersebut. Pada penelitian kali ini dilakukan analisa stabilitas lokal dan analisa sensitivitas terhadap model epidemik flu burung pada unggas-manusia dengan vaksinasi. Dari model epidemik tersebut dicari bilangan reproduksi dasar, analisa stabilitas lokal pada titik setimbang, serta analisa sensitivitas untuk mengetahui parameter-parameter yang sensitif. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa masih terjadi penyebaran virus flu burung saat 𝑹𝑹𝟎𝟎> 1, dan tidak terjadi penyebaran virus flu burung saat 𝑹𝑹𝟎𝟎< 1. Selain itu dari setiap asumsi parameter, didapatkan beberapa parameter yang mempengaruhi tingkat penyebaran virus flu burung, baik pada populasi manusia maupun pada populasi unggas. Parameter-parameter yang sensitif tersebut yaitu laju kelahiran dan laju
kematian pada populasi manusia 𝝁𝝁, laju kelahiran dan laju
kematian pada populasi unggas 𝝁𝝁𝒃𝒃, laju kontak rata-rata populasi 𝒔𝒔𝒉𝒉− 𝒊𝒊𝒃𝒃 𝜷𝜷𝟏𝟏, laju kontak rata-rata populasi 𝒗𝒗𝒉𝒉− 𝒊𝒊𝒃𝒃𝜷𝜷𝟐𝟐, laju kontak rata-rata populasi 𝒔𝒔𝒃𝒃− 𝒊𝒊𝒃𝒃𝜷𝜷𝟑𝟑, serta laju kesembuhan dari infeksi 𝜸𝜸.
Kata Kunci—Analisis sensitivitas, analisis stabilitas lokal, bilangan reproduksi dasar, flu burung, parameter sensitif.
I. PENDAHULUAN
AAT ini penyakit yang sering dijumpai adalah penyakit menular. Salah satu jenis penyakit menular yang cukup ganas dan telah menelan banyak korban di berbagai negara di dunia adalah virus flu burung. Flu atau bisa disebut sebagai influenza adalah suatu infeksi virus pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh virus RNA tertentu dari keluarga
Orthomyxoviridae [7]. Dari ketiga jenis virus influenza A, B, dan C, virus flu burung sendiri merupakan jenis virus influenza tipe A yang tidak hanya menyerang pada manusia tapi juga pada hewan. Berdasarkan data WHO, virus flu burung telah menelan banyak korban di berbagai negara. Salah satunya yaitu di Indonesia. Sepanjang tahun 2005-2012 di Indonesia terdapat 192 kasus flu burung yang menyerang manusia dengan 160 kematian [1], [2]. Tentu saja kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Sehingga diperlukan langkah lebih lanjut untuk mencegahnya.
Seperti teori yang dikemukakan Kermark dan Mckendrick, penyebaran penyakit menular dapat dideskripsikan secara matematis dengan model kompartemen [3]. Bentuk matematis dari model epidemik flu burung pada unggas-manusia dengan
vaksinasi ini yaitu terdiri dari dua subpopulasi pada populasi unggas dan empat subpopulasi pada populasi manusia [4].
𝑆𝑆̇ℎ(𝑡𝑡) =𝜇𝜇(1− 𝜀𝜀)𝑁𝑁ℎ− 𝜇𝜇𝑆𝑆ℎ(𝑡𝑡)− 𝛽𝛽1𝑆𝑆ℎ(𝑡𝑡)𝐼𝐼𝑏𝑏𝑁𝑁(𝑏𝑏𝑡𝑡)+𝜃𝜃𝑉𝑉ℎ(𝑡𝑡) + 𝜎𝜎𝑅𝑅ℎ(𝑡𝑡) (1) 𝑉𝑉̇ℎ(𝑡𝑡) =𝜇𝜇𝜀𝜀𝑁𝑁ℎ− 𝛽𝛽2𝑉𝑉ℎ(𝑡𝑡)𝐼𝐼𝑏𝑏𝑁𝑁(𝑏𝑏𝑡𝑡)−(𝜇𝜇+𝜃𝜃)𝑉𝑉ℎ(𝑡𝑡) (2) 𝐼𝐼̇ℎ(𝑡𝑡) =𝛽𝛽1𝑆𝑆ℎ(𝑡𝑡)𝐼𝐼𝑏𝑏𝑁𝑁(𝑏𝑏𝑡𝑡)+𝛽𝛽2𝑉𝑉ℎ(𝑡𝑡)𝐼𝐼𝑏𝑏𝑁𝑁(𝑏𝑏𝑡𝑡)−(𝛾𝛾+𝜇𝜇)𝐼𝐼ℎ(𝑡𝑡)
(3) 𝑅𝑅̇ℎ(𝑡𝑡) =𝛾𝛾𝐼𝐼ℎ(𝑡𝑡)−(𝜇𝜇+𝜎𝜎)𝑅𝑅ℎ(𝑡𝑡)
(4)
𝑆𝑆̇𝑏𝑏(𝑡𝑡) =𝜇𝜇𝑏𝑏𝑁𝑁𝑏𝑏− 𝜇𝜇𝑏𝑏𝑆𝑆𝑏𝑏(𝑡𝑡)− 𝛽𝛽3𝑆𝑆𝑏𝑏(𝑡𝑡)𝐼𝐼𝑏𝑏𝑁𝑁(𝑏𝑏𝑡𝑡)
(5) 𝐼𝐼̇𝑏𝑏(𝑡𝑡) =𝛽𝛽3𝑆𝑆𝑏𝑏(𝑡𝑡)𝐼𝐼𝑁𝑁𝑏𝑏(𝑏𝑏𝑡𝑡)− 𝜇𝜇𝑏𝑏𝐼𝐼𝑏𝑏(𝑡𝑡)
(6) Populasi manusia terdiri dari populasi individu manusia yang rentan terhadap penyakit (susceptible) 𝑆𝑆ℎ, populasi individu manusia yang berada dibawah pengaruh vaksinasi (vaccinated) 𝑉𝑉ℎ, populasi individu manusia yang terjangkit penyakit (infected) 𝐼𝐼ℎ, dan populasi individu manusia yang sembuh (recovered) 𝑅𝑅ℎ. Sementara populasi unggas terdiri dari subpopulasi unggas yang rentan terhadap penyakit (susceptible) 𝑆𝑆𝑏𝑏 dan subpopulasi unggas yang terjangkit penyakit (infected) 𝐼𝐼𝑏𝑏. Disertakan dengan parameter asumsi yaitu 𝜇𝜇 sebagai laju kelahiran dan kematian manusia yang besarnya dianggap sama, 𝜇𝜇𝑏𝑏 sebagai laju kelahiran dan kematian unggas yang besarnya dianggap sama, 𝛽𝛽1 sebagai laju kontak rata-rata antara 𝑆𝑆ℎ dengan 𝐼𝐼𝑏𝑏, 𝛽𝛽2 sebagai laju kontak rata-rata antara 𝑉𝑉ℎ dengan 𝐼𝐼𝑏𝑏, 𝛽𝛽3 sebagai laju kontak rata-rata antara 𝑆𝑆𝑏𝑏 dengan 𝐼𝐼𝑏𝑏, 𝜀𝜀 sebagai bagian dari populasi manusia yang mendapat pemberian obat pencegah flu, 𝜎𝜎 sebagai laju hilangnya kekebalan pada populasi manusia akibat infeksi, 𝛾𝛾 sebagai laju kesembuhan populasi manusia dari infeksi, serta 𝜃𝜃 sebagai laju menurunnya vaksin pada populasi manusia akibat hilangnya kekebalan alami.
Dari (1) sampai dengan (6), agar setiap besaran pada model tidak memiliki dimensi dan untuk memudahkan dalam menganalisa model, maka diperlukan adanya normalisasi. Didefinisikan
𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) =𝑁𝑁𝑆𝑆ℎℎ((𝑡𝑡𝑡𝑡)) 𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) =𝑁𝑁𝑉𝑉ℎℎ((𝑡𝑡𝑡𝑡)) 𝑟𝑟ℎ(𝑡𝑡) =𝑁𝑁𝑅𝑅ℎℎ((𝑡𝑡𝑡𝑡))
𝑠𝑠𝑏𝑏(𝑡𝑡) =𝑁𝑁𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏((𝑡𝑡𝑡𝑡)) 𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡) =𝑁𝑁𝐼𝐼𝑏𝑏𝑏𝑏((𝑡𝑡𝑡𝑡))
(7)
Analisis Stabilitas dan Sensitivitas Model
Epidemik Flu Burung pada Unggas-Manusia
dengan Vaksinasi
Wahyuni Ningsih, Mohammad Setijo Winarko, Nuri Wahyuningsih
Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: setijo_winarko@yahoo.com
Dapat dibentuk pula diagram kompartemen dari (1) sampai dengan (6) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
Permasalahan yang ada dari model kompartemen tersebut yaitu bagaimana mencari bilangan reproduksi dasar untuk mengetahui tingkat penyebaran suatu penyakit, bagaimana hasil analisis stabilitas lokal dan analisis sensitivitas parameter dari titik setimbang, serta bagaimana hasil simulasi dan interpretasinya. Dengan batasan masalahnya yaitu model epidemik yang dikaji merupakan model epidemik campuran flu burung pada unggas-manusia yang diasumsikan penyebaran flu burung berasal dari populasi unggas ke populasi manusia dengan tambahan subpopulasi manusia yang berada dibawah pengaruh vaksinasi, dan simulasi model dilakukan dengan menggunakan software pemrograman. Sehingga hasil akhir nantinya didapatkan bilangan reproduksi dasar, hasil analisis stabilitas lokal dan hasil analisis sensitivitas, serta hasil simulasi dan interpretasinya.
II. METODEPENELITIAN
A. Studi Literatur
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka selanjutnya akan dilakukan studi literatur sebagai bahan acuan dalam pemecahan permasalahan. Studi literatur ini dilakukan pada jurnal-jurnal ilmiah, tugas akhir, thesis, dan buku-buku yang berkaitan dengan analisis stabilitas dan sensitivitas pada model epidemik.
B. Kajian Model Epidemik
Model epidemik flu burung pada unggas-manusia dengan vaksinasi pada penelitian ini merupakan jenis model epidemik campuran. Sehingga untuk memahami model tersebut diperlukan kajian agar dapat disusun asumsi-asumsi tertentu dan dapat dibuat model kompartemen dengan empat populasi individu pada manusia, dan juga dua subpopulasi pada populasi unggas.
C. Analisa Stabilitas
Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap model epidemik secara analitik untuk mendapatkan bilangan reproduksi dasar
𝑅𝑅0. Setelah itu dicari titik setimbang yang nantinya digunakan
untuk menganalisa stabilitas lokal sistem dinamik tersebut.
D. Simulasi dan Analisis
Hasil yang didapatkan disimulasikan menggunakan software pemrograman untuk menampilkan grafik kestabilan sistem. Selain itu pada simulasi ini dilakukan analisa sensitivitas dengan cara mengubah besarnya nilai parameter dengan nilai yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan sistem. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi parameter yang sensitif. Dan estimasi pada parameter-parameter tersebut berhenti ketika tingkat ketelitian terpenuhi.
E. Penarikan Kesimpulan dan Saran
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil simulasi dan analisa yang dilakukan sebelumnya. Selanjutnya akan diberikan saran sebagai bahan masukan untuk pengembangan pada penelitian selanjutnya.
III. HASILDANPEMBAHASAN
A. Analisis Stabilitas Lokal
Dalam melakukan analisis stabilitas model epidemik, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Dengan melakukan normalisasi model, setelah diinputkan (7) dan direduksi dengan mensubstitusi 𝑟𝑟ℎ(𝑡𝑡) = 1−(𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) +𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) +𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡)) dan 𝑠𝑠𝑏𝑏(𝑡𝑡) = 1− 𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡),maka (1) sampai dengan (6) akan berubah menjadi, 𝑑𝑑𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑎𝑎 − 𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡)�𝜇𝜇+𝛽𝛽1𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)+𝜎𝜎�− 𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡)(𝜎𝜎 − 𝜃𝜃)− 𝜎𝜎𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝜇𝜇𝜀𝜀 − 𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡)𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)−(𝜇𝜇+𝜃𝜃)𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝛽𝛽1𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡)𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡) +𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡)𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)−(𝛾𝛾+𝜇𝜇)𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝛽𝛽3�1− 𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)�𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)− 𝜇𝜇𝑏𝑏𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡) (8)
dengan 𝑎𝑎=𝜇𝜇(1− 𝜀𝜀) +𝜎𝜎 dan daerah batas penyelesaian
Ω= {�𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡),𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡),𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡), ,𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)�|0≤ �𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) +𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) +
𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡)� ≤1, 0≤ 𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)≤1} serta semua parameter bernilai positif.
Dengan menggunakan (8), maka selanjutnya akan dicari titik setimbang.
1. Titik setimbang bebas penyakit
Titik setimbang bebas penyakit 𝐸𝐸0(𝑠𝑠�ℎ,𝑣𝑣���ℎ, 0,0) dengan
𝑖𝑖̇�ℎ=𝑖𝑖̇�𝑏𝑏 = 0. 𝑑𝑑𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑎𝑎 − 𝑠𝑠�ℎ(𝑡𝑡)(𝜇𝜇+𝜎𝜎)− 𝑣𝑣���ℎ(𝑡𝑡)(𝜎𝜎 − 𝜃𝜃) = 0 𝑎𝑎=𝑠𝑠�ℎ(𝑡𝑡)(𝜇𝜇+𝜎𝜎) +𝑣𝑣���ℎ(𝑡𝑡)(𝜎𝜎 − 𝜃𝜃) (9) 𝑑𝑑𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝜇𝜇𝜀𝜀 −(𝜇𝜇+𝜃𝜃)𝑣𝑣���ℎ(𝑡𝑡) = 0 𝑣𝑣ℎ ���(𝑡𝑡) =(𝜇𝜇𝜇𝜇𝜀𝜀+𝜃𝜃)=𝜑𝜑 (10) Substitusi (10) ke dalam (9), sehingga didapatkan
𝑠𝑠�ℎ(𝑡𝑡) =�1−𝜇𝜇ε+(𝜇𝜇𝜑𝜑+(𝜎𝜎−𝜃𝜃𝜎𝜎) )�
Gambar. 1. Diagram kompartemen model penyebaran virus flu burung pada unggas-manusia dengan vaksinasi
2. Titik setimbang endemik
Titik setimbang endemik 𝐸𝐸1(𝑠𝑠ℎ∗,𝑣𝑣ℎ∗,𝑖𝑖̇ℎ∗,𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗) dengan
𝑖𝑖̇ℎ ≠0, 𝑖𝑖̇𝑏𝑏≠0. Untuk mendapatkan 𝑠𝑠ℎ∗, 𝑣𝑣ℎ∗, 𝑖𝑖̇ℎ∗, dan 𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗ dengan menggunakan (8) maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
𝑑𝑑𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑎𝑎 − 𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡)�𝜇𝜇+𝛽𝛽1𝑖𝑖̇𝑏𝑏 ∗ (𝑡𝑡)+𝜎𝜎�− 𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡)(𝜎𝜎 − 𝜃𝜃)− 𝜎𝜎𝑖𝑖̇ℎ∗(𝑡𝑡) = 0 didapatkan 𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝑎𝑎−𝑣𝑣ℎ ∗(𝑡𝑡)(𝜎𝜎−𝜃𝜃)−𝜎𝜎𝑖𝑖̇ℎ∗(𝑡𝑡)� �𝜇𝜇+𝛽𝛽1𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)+𝜎𝜎� (11) 𝑑𝑑𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝜇𝜇𝜀𝜀 − 𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡)𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡)−(𝜇𝜇+𝜃𝜃)𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) = 0 didapatkan 𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝛽𝛽 𝜇𝜇𝜀𝜀 2𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)+(𝜇𝜇+𝜃𝜃)� (12) 𝑑𝑑𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝛽𝛽1𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡)𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) +𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡)𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)−(𝛾𝛾+ 𝜇𝜇)𝑖𝑖̇ℎ∗(𝑡𝑡) = 0 didapatkan 𝑖𝑖̇ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝛽𝛽1𝑠𝑠ℎ ∗(𝑡𝑡)𝑖𝑖̇ 𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)+𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡)𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)� (𝛾𝛾+𝜇𝜇) (13) 𝑑𝑑𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝛽𝛽3�1− 𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)�𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡)− 𝜇𝜇𝑏𝑏𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) = 0 didapatkan 𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) =𝛽𝛽13(𝛽𝛽3− 𝜇𝜇𝑏𝑏) =𝑏𝑏 (14) Dari (14) dapat dicari bilangan reproduksi dasar yaitu
𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) =𝛽𝛽13(𝛽𝛽3− 𝜇𝜇𝑏𝑏)
𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) =𝛽𝛽𝜇𝜇3𝑏𝑏�𝛽𝛽𝜇𝜇3𝑏𝑏−1�
Berdasarkan persamaan diatas, jika nilai (𝛽𝛽3/𝜇𝜇𝑏𝑏) < 1 maka penyebaran virus flu burung akan berkurang. Namun, jika (𝛽𝛽3/𝜇𝜇𝑏𝑏) > 1 maka penyebaran virus flu burung masih terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bilangan reproduksi dasar yang dicari yaitu
𝑅𝑅0=𝛽𝛽𝜇𝜇3
𝑏𝑏
Substitusi (14) ke dalam (12), didapatkan
𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝛽𝛽2𝑏𝑏+(𝜇𝜇𝜀𝜀𝜇𝜇+𝜃𝜃)�=𝑐𝑐 (15) Selanjutnya (13) menjadi 𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡) =(𝛾𝛾+𝜇𝜇)𝑖𝑖ℎ ∗(𝑡𝑡)−𝛽𝛽 2𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡)𝑖𝑖𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) 𝛽𝛽1𝑖𝑖𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) (16)
Substitusi (14), dan (15) ke dalam (16) sehingga didapat
𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡) =(𝛾𝛾+𝜇𝜇)𝑖𝑖ℎ
∗(𝑡𝑡)−𝛽𝛽 2𝑐𝑐𝑏𝑏
𝛽𝛽1𝑏𝑏 (17)
Setelah itu substitusi (17) ke dalam (11), sehingga didapat
(𝛾𝛾+𝜇𝜇)𝑖𝑖ℎ∗(𝑡𝑡)−𝛽𝛽2𝑐𝑐𝑏𝑏
𝛽𝛽1𝑏𝑏 =
�𝑎𝑎−𝑐𝑐(𝜎𝜎−𝜃𝜃)−𝜎𝜎𝑖𝑖̇ℎ∗(𝑡𝑡)�
(𝜇𝜇+𝛽𝛽1𝑏𝑏+𝜎𝜎)
𝑖𝑖ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝛽𝛽1𝑏𝑏𝑎𝑎 −𝛽𝛽(𝜇𝜇+1𝑏𝑏𝑐𝑐𝛽𝛽1(𝑏𝑏𝜎𝜎−𝜃𝜃+𝜎𝜎)()+𝛾𝛾𝛽𝛽+2𝜇𝜇𝑐𝑐𝑏𝑏)+(𝛽𝛽𝜇𝜇1+𝑏𝑏𝜎𝜎𝛽𝛽1𝑏𝑏+𝜎𝜎)�=𝑑𝑑 (18) Selanjutnya substitusi (14), (15), dan (18) ke dalam (11), sehingga didapatkan
𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡) =(𝑎𝑎−𝑐𝑐(𝜇𝜇+(𝜎𝜎−𝜃𝜃𝛽𝛽1𝑏𝑏+)−𝜎𝜎𝑑𝑑𝜎𝜎) )
Jadi, diperoleh titik setimbang endemik
𝐸𝐸1(𝑠𝑠ℎ∗,𝑣𝑣ℎ∗,𝑖𝑖̇ℎ∗,𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗) dengan 𝑠𝑠ℎ∗(𝑡𝑡) =(𝑎𝑎−𝑐𝑐(𝜇𝜇+(𝜎𝜎−𝜃𝜃𝛽𝛽1𝑏𝑏+)−𝜎𝜎𝑑𝑑𝜎𝜎) ) 𝑣𝑣ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝛽𝛽2𝑏𝑏+(𝜇𝜇𝜀𝜀𝜇𝜇+𝜃𝜃)�=𝑐𝑐 𝑖𝑖ℎ∗(𝑡𝑡) =�𝛽𝛽1𝑏𝑏𝑎𝑎 −𝛽𝛽(𝜇𝜇+1𝑏𝑏𝑐𝑐𝛽𝛽1(𝑏𝑏𝜎𝜎−𝜃𝜃+𝜎𝜎)()+𝛾𝛾𝛽𝛽+2𝜇𝜇𝑐𝑐𝑏𝑏)+(𝛽𝛽𝜇𝜇1+𝑏𝑏𝜎𝜎𝛽𝛽1𝑏𝑏+𝜎𝜎)�=𝑑𝑑 𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗(𝑡𝑡) =𝛽𝛽13(𝛽𝛽3− 𝜇𝜇𝑏𝑏) =𝑏𝑏
Karena titik setimbang sudah didapatkan maka selanjutnya yaitu melakukan analisa stabilitas lokal. Namun sebelumnya, terlebih dahulu dilakukan linierisasi sebagai berikut :
Misalkan 𝑑𝑑𝑠𝑠ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑤𝑤(𝑠𝑠ℎ,𝑣𝑣ℎ,𝑖𝑖ℎ,𝑖𝑖𝑏𝑏) 𝑑𝑑𝑣𝑣ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑥𝑥(𝑠𝑠ℎ,𝑣𝑣ℎ,𝑖𝑖ℎ,𝑖𝑖𝑏𝑏) 𝑑𝑑𝑖𝑖ℎ(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑦𝑦(𝑠𝑠ℎ,𝑣𝑣ℎ,𝑖𝑖ℎ,𝑖𝑖𝑏𝑏) 𝑑𝑑𝑖𝑖𝑏𝑏(𝑡𝑡) 𝑑𝑑𝑡𝑡 =𝑧𝑧(𝑠𝑠ℎ,𝑣𝑣ℎ,𝑖𝑖ℎ,𝑖𝑖𝑏𝑏)
Pendekatan linier dilakukan disekitar titik setimbang. Misalkan titik setimbang �𝑠𝑠ℎ0,𝑖𝑖ℎ0,𝑣𝑣ℎ0,𝑖𝑖𝑏𝑏0�. Sehingga dengan menggunakan ekspansi deret Taylor maka didapatkan matriks
Jacobian 𝐽𝐽untuk titik setimbang �𝑠𝑠ℎ0,𝑖𝑖ℎ0,𝑣𝑣ℎ0,𝑖𝑖𝑏𝑏0� yaitu
𝐽𝐽= ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡𝜕𝜕𝑠𝑠𝜕𝜕𝑤𝑤 ℎ 𝜕𝜕𝑤𝑤 𝜕𝜕𝑣𝑣ℎ 𝜕𝜕𝑥𝑥 𝜕𝜕𝑠𝑠ℎ 𝜕𝜕𝑥𝑥 𝜕𝜕𝑣𝑣ℎ 𝜕𝜕𝑤𝑤 𝜕𝜕𝑖𝑖ℎ 𝜕𝜕𝑤𝑤 𝜕𝜕𝑖𝑖𝑏𝑏 𝜕𝜕𝑥𝑥 𝜕𝜕𝑖𝑖ℎ 𝜕𝜕𝑥𝑥 𝜕𝜕𝑖𝑖𝑏𝑏 𝜕𝜕𝑦𝑦 𝜕𝜕𝑠𝑠ℎ 𝜕𝜕𝑦𝑦 𝜕𝜕𝑣𝑣ℎ 𝜕𝜕𝑧𝑧 𝜕𝜕𝑠𝑠ℎ 𝜕𝜕𝑧𝑧 𝜕𝜕𝑣𝑣ℎ 𝜕𝜕𝑦𝑦 𝜕𝜕𝑖𝑖ℎ 𝜕𝜕𝑦𝑦 𝜕𝜕𝑖𝑖𝑏𝑏 𝜕𝜕𝑧𝑧 𝜕𝜕𝑖𝑖ℎ 𝜕𝜕𝑧𝑧 𝜕𝜕𝑖𝑖𝑏𝑏⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ �𝑠𝑠ℎ0,𝑖𝑖ℎ0,𝑣𝑣ℎ0,𝑖𝑖𝑏𝑏0�
Selanjutnya dilakukan analisis stabilitas titik setimbang bebas penyakit dan analisis stabilitas titik setimbang endemik. 1. Analisis stabilitas titik setimbang bebas penyakit
Matriks Jacobian nya yaitu
𝐽𝐽1= ⎣ ⎢ ⎢ ⎡−(𝜇𝜇0+𝜎𝜎) −−((𝜎𝜎 − 𝜃𝜃𝜇𝜇+𝜃𝜃)) −𝜎𝜎0 −𝛽𝛽−𝛽𝛽1𝑠𝑠���ℎ 2𝑣𝑣���ℎ 0 0 0 0 −(𝛾𝛾0+𝜇𝜇) 𝛽𝛽1𝑠𝑠���𝛽𝛽ℎ3− 𝜇𝜇+𝛽𝛽2𝑏𝑏���𝑣𝑣ℎ⎦ ⎥ ⎥ ⎤
Hasil determinan dari 𝐽𝐽1, didapatkan persamaan karakteristik yaitu
𝑃𝑃1(𝜆𝜆) = (−(𝜇𝜇+𝜎𝜎)− 𝜆𝜆)(−(𝜇𝜇+𝜃𝜃)− 𝜆𝜆)(−(𝛾𝛾+𝜇𝜇)− 𝜆𝜆𝛽𝛽3−𝜇𝜇𝑏𝑏−𝜆𝜆
Sehingga didapatkan akar-akar karakteristiknya yaitu
𝜆𝜆1=−(𝜇𝜇+𝜎𝜎), 𝜆𝜆2=−(𝜇𝜇+𝜃𝜃), 𝜆𝜆3=−(𝛾𝛾+𝜇𝜇), dan 𝜆𝜆4=𝛽𝛽3− 𝜇𝜇𝑏𝑏=𝜇𝜇𝑏𝑏(𝑅𝑅0−1)
Titik setimbang suatu sistem dikatakan stabil jika nilai bagian real dari akar-akar persamaan karakteristik bernilai negatif. Maka dari itu, berdasarkan akar-akar karakteristik diatas, titik setimbang bersifat stabil asimtotis jika 𝑅𝑅0< 1
[8].
2. Analisis stabilitas titik setimbang endemik Matriks Jacobian nya yaitu
𝐽𝐽2= ⎣ ⎢ ⎢ ⎡−(𝜇𝜇+𝜎𝜎+𝛽𝛽1𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗) −(𝜎𝜎 − 𝜃𝜃) 0 −𝛽𝛽2𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗−(𝜇𝜇+𝜃𝜃) −𝜎𝜎 −𝛽𝛽1𝑠𝑠ℎ∗ 0 −𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ∗ 𝛽𝛽1𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗ 𝛽𝛽2𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗ 0 0 −(𝛾𝛾+𝜇𝜇) 𝛽𝛽1𝑠𝑠ℎ∗+𝛽𝛽2𝑣𝑣ℎ∗ 0 𝛽𝛽3−2𝛽𝛽3𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗− 𝜇𝜇𝑏𝑏⎦ ⎥ ⎥ ⎤
Hasil determinan dari 𝐽𝐽2, didapatkan persamaan karakteristik yaitu
𝑃𝑃2(𝜆𝜆) = (𝛽𝛽2𝑖𝑖𝑏𝑏∗+𝜇𝜇+𝜃𝜃+𝜆𝜆)(−𝛽𝛽3+𝜇𝜇𝑏𝑏− 𝜆𝜆)(−𝜆𝜆2−
𝐺𝐺𝜆𝜆 − 𝐻𝐻) = 0
Sehingga didapatkan akar-akar karakteristiknya yaitu
𝜆𝜆1=−(𝛽𝛽2𝑖𝑖𝑏𝑏∗+𝜇𝜇+𝜃𝜃)
𝜆𝜆2=−𝛽𝛽3�𝛽𝛽3𝛽𝛽−𝜇𝜇3𝑏𝑏�=−𝜇𝜇𝑏𝑏(𝑅𝑅0−1)
𝜆𝜆3 dan 𝜆𝜆4 dicari dengan menggunakan teori kestabilan
Routh-Hurwitz. Misalkan 𝐺𝐺= (𝜇𝜇+𝜎𝜎+𝛽𝛽1𝑖𝑖𝑏𝑏∗+𝛾𝛾+𝜇𝜇) dan 𝐻𝐻=�(𝜇𝜇+𝜎𝜎+𝛽𝛽1𝑖𝑖𝑏𝑏∗)(𝛾𝛾+𝜇𝜇) +𝜎𝜎𝛽𝛽1𝑖𝑖𝑏𝑏∗�. Sehingga untuk 𝑅𝑅0> 1, didapatkan 𝐺𝐺 > 0, 𝐻𝐻> 0, dan 𝐺𝐺𝐻𝐻> 0. Jadi dapat disimpulkan bahwa titik setimbang endemik bersifat stabil asimtotis lokal untuk 𝑅𝑅0> 1 [8].
B. Analisis Sensitivitas
Setelah dilakukan analisis stabilitas lokal terhadap titik setimbang, maka selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk mendapatkan parameter yang sensitif dan mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung, baik pada populasi manusia maupun populasi unggas.
Secara umum, analisis sensitivitas dilakukan dengan [10]: a. Mendefinisikan model yaitu menentukan variabel bebas
dan tak bebas
b. Menetapkan kemungkinan nilai fungsi input untuk tiap parameter
c. Menghasilkan suatu matriks input melalui sebuah metode sampling random, menghitung vektor output
d. Menilai pengaruh dan kepentingan relatif dari setiap hubungan input/output.
Untuk melakukan analasis sensitivitas ini, diasumsikan nilai inputan dari masing-masing parameter [3] yaitu
𝜇𝜇= 0,2 (per tahun), 𝜇𝜇𝑏𝑏 = 0,02 (per hari), 𝛽𝛽1= 0,026 (per (tahun*orang*ekor)), 𝛽𝛽2= 0,035 (per (tahun*orang*ekor)),
𝛽𝛽3= 0,045 (per (hari*ekor)), 𝜀𝜀= 0,2 , 𝜃𝜃= 0,06 (per
tahun),𝜎𝜎= 0,04 (per tahun), 𝛾𝛾= 0,09 (per tahun)
Dengan nilai awal tiap subpopulasi yaitu 𝑠𝑠ℎ(0) =𝑣𝑣ℎ(0) =
𝑖𝑖ℎ(0) =𝑖𝑖𝑏𝑏(0) = 0,03. Didapatkan hasil simulasinya dalam waktu (bulan) yaitu
Gambar. 2. Grafik tiap populasi terhadap waktu (bulan)
Didapatkan pula titik setimbang endemik 𝐸𝐸1(𝑠𝑠ℎ∗,𝑣𝑣ℎ∗,𝑖𝑖̇ℎ∗,𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗), dengan 𝑠𝑠ℎ∗= 0,789586; 𝑣𝑣ℎ∗= 0,143141; 𝑖𝑖̇ℎ∗= 0,048926; dan 𝑖𝑖̇𝑏𝑏∗= 0,555556; serta 𝑅𝑅0= 2,25.
Dalam melakukan analisis sensitivitas, maka perlu dilakukan memasukkan nilai input yang berbeda secara random dari setiap parameter terhadap titik setimbang endemik.
Gambar. 3. Grafik populasi 𝑖𝑖ℎ terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝜇𝜇 0 100 200 300 400 500 600 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 waktu(t) popul as i sh terhadap t vh terhadap t ih terhadap t ib terhadap t 0 100 200 300 400 500 600 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 waktu(t) ih µ awal µ - 50% µ - 35% µ + 20% µ + 65%
Pada Gambar 3 terlihat bahwa parameter 𝜇𝜇 cukup mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi manusia 𝑖𝑖ℎ.
Gambar. 4. Grafik populasi 𝑖𝑖ℎ terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝜇𝜇𝑏𝑏
Pada Gambar 4 terlihat bahwa parameter 𝜇𝜇𝑏𝑏 mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi manusia 𝑖𝑖ℎ.
Gambar. 5. Grafik populasi 𝑖𝑖𝑏𝑏 terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝜇𝜇𝑏𝑏
Pada Gambar 5 terlihat bahwa parameter 𝜇𝜇𝑏𝑏 mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi unggas 𝑖𝑖𝑏𝑏.
Gambar. 6. Grafik populasi 𝑖𝑖ℎ terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝛽𝛽1.
Pada Gambar 6 terlihat bahwa parameter 𝛽𝛽1 mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi manusia 𝑖𝑖ℎ.
Gambar. 7 Grafik populasi 𝑖𝑖ℎ terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝛽𝛽2
Pada Gambar 7 terlihat bahwa parameter 𝛽𝛽2 mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi manusia.
Gambar. 8 Grafik populasi 𝑖𝑖ℎ terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝛽𝛽3
Pada Gambar 8 terlihat bahwa parameter 𝛽𝛽3 mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi manusia 𝑖𝑖ℎ.
Gambar. 9 Grafik populasi 𝑖𝑖𝑏𝑏 terhadap waktu dengan variasi nilai input parameter 𝛽𝛽3
Pada Gambar 9 terlihat bahwa parameter 𝛽𝛽3 mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung pada populasi unggas 𝑖𝑖𝑏𝑏.
Simulasi dengan variasi nilai input ini juga dilakukan untuk parameter 𝜎𝜎,𝛾𝛾,𝜃𝜃, dan 𝜀𝜀. Serta dilakukan juga variasi input terhadap perubahan nilai output populasi yang lainnya. Berdasarkan hasil simulasi tersebut didapatkan
parameter-0 100 200 300 400 500 600 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 waktu(t) ih µb awal µb - 50% µb - 35% µb + 20% µb + 65% 0 100 200 300 400 500 600 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 waktu(t) ib µ b awal µb - 50% µb - 35% µb + 20% µ b + 65% 0 100 200 300 400 500 600 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 waktu(t) ih β1 awal β1 - 50% β1 - 35% β1 + 20% β1 + 65% 0 100 200 300 400 500 600 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 waktu(t) ih β2 awal β2 - 50% β2 - 35% β2 + 20% β2 + 65% 0 100 200 300 400 500 600 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 waktu(t) ih β3 awal β3 - 50% β3 - 35% β3 + 20% β3 + 65% 0 100 200 300 400 500 600 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 ib waktu(t) β3 awal β3 - 50% β3 - 35% β3 + 20% β3 + 65%
parameter yang sensitif yaitu 𝜇𝜇,𝜇𝜇𝑏𝑏,𝛽𝛽1,𝛽𝛽2,𝛽𝛽3, dan 𝛾𝛾 . Parameter-parameter yang sensitif tersebut merupakan parameter yang berpengaruh terhadap arah penyebaran virus flu burung, baik pada populasi manusia maupun pada populasi unggas. Untuk lebih jelasnya berikut diberikan variasi nilai input tiap parameter dan hasil nilai outputnya pada Tabel 1.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisa diatas yaitu :
1. Bilangan reproduksi dasar dari model epidemik flu burung pada unggas-manusia dengan vaksinasi yaitu
𝑅𝑅0=𝜇𝜇𝛽𝛽3𝑏𝑏.
2. Penyebaran virus flu burung tetap akan terjadi jika bilangan reproduksi dasar 𝑅𝑅0> 1 dan tidak akan terjadi penyerbaran virus flu burung jikabilangan reproduksi dasar 𝑅𝑅0< 1.
3. Didapatkan pula parameter yang sensitif yang dapat mempengaruhi arah penyebaran virus flu burung baik pada populasi unggas maupun pada populasi manusia. Parameter-parameter yang sensitif tersebut yaitu laju kelahiran dan laju kematian pada subpopulasi manusia 𝜇𝜇, laju kelahiran dan laju kematian pada subpopulasi unggas
𝜇𝜇𝑏𝑏, laju kontak rata-rata populasi 𝑠𝑠ℎ− 𝑖𝑖𝑏𝑏 𝛽𝛽1, laju kontak
rata-rata populasi 𝑣𝑣ℎ− 𝑖𝑖𝑏𝑏 𝛽𝛽2 , laju kontak rata-rata populasi 𝑠𝑠𝑏𝑏− 𝑖𝑖𝑏𝑏𝛽𝛽3, serta laju kesembuhan dari infeksi 𝛾𝛾.
DAFTARPUSTAKA
[1 ] WHO, H5N1 Avian Influenza : Timeline of Major Events. 17 December 2012.
http://www.who.int/influenza/H5N1_avian_influenza_update_20121217
b.pdf. Diakses pada tanggal 21 Desember 2012, pukul 10.00 WIB
[2] DEPKES RI, Laporan Kasus Fu Burung 192. 12 Desember 2012.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2173-laporan-kasus-flu-burung-192.html Diakses pada tanggal 21 Desember 2012,
pukul 10.00 WIB
[3] Liu, X., Takeuchi, Y., Iwami, S. (2007). “SVIR epidemic models with vaccination strategies”. Journal of Theoretical Biology.
[4] Agarwal, M., dan Verma, V. (2010). “An Avian-Human Influenza Epidemic Model with Vaccination”. Journal of Applied Sciences. Vol 5 (6). Hal : 451-458.
[5] Rahmalia, D. (2010). “Pemodelan Matematika dan Analisa Stabilitas dari Penyebaran Penyakit Flu Burung”. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
[6] Taslima. (2011). “Kendali Optimal pada Pencegahan Wabah Flu Burung dengan Eliminasi, Karantina, dan Pengobatan”. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
[7] Earn, D. J. D., Dushoff, J., dan Levin, S. A. (2002). “Ecology and evolution of the flu”, Trends Ecol. Evol., 17, Hal : 334-340.
[8] Finizio, N., dan Landas, G. (1988). “Ordinary Differential Equations with Modern Applications”. California: Wadsworth Publishing Company.
[9] Linda J.S. Allen. (2007). “An Introduction to: Mathematical Biology”. United States: Prentice Hall.
[10] Hamby, D. M. (1994). “A Review of Techniques for Parameter Sensitivity Analysis of Environmental Models”. Netherlands : Kluwer Academic Publisher.
Tabel 1.
Variasi nilai input tiap parameter terhadap nilai output tiap subpopulasi Nilai awal (%) Nilai variasi 𝒔𝒔𝒉𝒉 𝒗𝒗𝒉𝒉 𝒊𝒊𝒉𝒉 𝒊𝒊𝒃𝒃 𝜇𝜇= 0,2 -50% 0,1 0,7732 0,1114 0,0702 0,5556 -35% 0,13 0,7806 0,1241 0,0622 0,5556 20% 0,24 0,7922 0,1502 0,0435 0,5556 65% 0,33 0,7955 0,1612 0,0348 0,5556 𝜇𝜇𝑏𝑏 = 0,02 -50% 0,01 0,769 0,1392 0,0667 0,7778 -35% 0,013 0,775 0,1404 0,0614 0,7111 20% 0,024 0,7981 0,1447 0,0415 0,4667 65% 0,033 0,8180 0,1485 0,0243 0,2667 𝛽𝛽1 = 0,026 -50% 0,013 0,8157 0,1431 0,0299 0,5556 -35% 0,0169 0,8077 0,1431 0,0357 0,5556 20% 00312 0,7795 0,1431 0,0561 0,5556 65% 0,0429 0,7580 0,1431 0,0718 0,5556 𝛽𝛽2= 0,035 -50% 0,0175 0,7907 0,1483 0,0443 0,5556 -35% 0,02275 0,7903 0,1466 0,0457 0,5556 20% 0,042 0,7891 0,1412 0,0506 0,5556 65% 0,05775 0,7882 0,1369 0,0544 0,5556 𝛽𝛽3 = 0,045 -50% 0,0225 0,8342 0,1515 0,0103 0,1111 -35% 0,02925 0,8129 0,1475 0,0286 0,3162 20% 0,054 0,7826 0,1418 0,0549 0,6296 65% 0,07425 0,7732 0,14 0,0630 0,73 𝜀𝜀= 0,2 -50% 0,1 0,8627 0,0715 0,0477 0,5556 -35% 0,13 0,8407 0,093 0,0481 0,5556 20% 0,24 0,7603 0,1717 0,0493 0,5556 65% 0,33 0,694 0,2361 0,0504 0,5556 𝜃𝜃 = 0,06 -50% 0,03 0,7719 0,1603 0,0492 0,5556 -35% 0,039 0,7776 0,1547 0,0491 0,5556 20% 0,072 0,7956 0,1372 0,0488 0,5556 65% 0,099 0,8075 0,1256 0,0486 0,5556 𝜎𝜎 = 0,04 -50% 0,02 0,7880 0,1431 0,0488 0,5556 -35% 0,026 0,7885 0,1431 0,0488 0,5556 20% 0,048 0,7901 0,1431 0,0489 0,5556 65% 0,066 0,7912 0,1431 0,0490 0,5556 𝛾𝛾 = 0,09 -50% 0,045 0,7881 0,1431 0,0578 0,5556 -35% 0,0585 0,7886 0,1431 0,0548 0,5556 20% 0,108 0,7900 0,1431 0,0460 0,5556 65% 0,1485 0,7908 0,1431 0,0407 0,5556