BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Urian Teoritis
2.1.1 Teori Stakeholder
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Oleh karena itu, ”ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara memuaskan keinginan stakeholder”
2.1.2 Teori Legitimasi
Ghozali dan Chariri (2007) mengungkapkan definisi teori legitimasi sebagai suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar di mana perusahaan merupakan bagiannya. Ketika suatu perbedaan yang nyata atau potensial, ada antara kedua sistem nilai tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan. Dengan melakukan pengungkapan sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi.
Organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai yang melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat dimana organisasi adalah bagian dari sistem tersebut. Selama kedua hal tersebut selaras, hal tersebut dinamakan legitimasi perusahaan. Ketika terjadi ketidak selarasan antara kedua sistem tersubut, maka akan ada ancaman terhadap legitimasi perusahaan.
Dalam posisi sebagai bagian dari masyarakat, operasi perusahaan seringkali mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Eksitensinya dapat diterima sebagai anggota masyarakat, sebaliknya eksitensinya pun dapat terancam bila perusahaan tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau bahkan merugikan anggota komunitas tersebut. Oleh
karena itu, perusahaan melalui manajemennya mencoba memperoleh kesesuaian antara tindakan organisasi dan nilai-nilai dalam masyarakat umum dan publik yang relevan atau stakeholder-nya.
Keselarasan antara tindakan organisasi dan nilai-nilai masyarakatnya ini tidak selamanya berjalan seperti yang diharapkan. Tidak jarang akan terjadi perbedaan potensial antara organisasi dan nilai-nilai sosil yang dapat mengancam legitimasi perusahaan yang sering disebut legitimacy gap. Bahkan menurut menyatakan bahwaa ketika legitimacy gap terjadi dapat menghancurkan legitimasi organisasi yang berujung pada berakhirnya eksitensi perusahaan.
2.1.3 Tanggung Jawab Sosial
Word Bank (Bank Dunia) mendefenisikan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) sebagai:
Corporate Social Responsibility is commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of live, in ways that are both good for business and good for development.
CSR dalam defenisi tersebut adalah tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu komitmen bisnis untuk berperan
dalam pembangunan ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka, masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dengan cara yang baik bagi bisnis maupun pengembangan.
Menurut The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisakan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupu untuk pembangunan.
Dalam aspek hukum tanggung jawab sosial perusahaan juga diatur didalam Undang-undang yaitu dalam UU PT No.40 Tahun 2007. Disebutkan bahwa PT yang melanjutkan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Peraturan lain adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa “Setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Peraturan tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.40 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti kita ketahui, tanggung jawab sosial milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya Permen Negara BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar 2% yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
2.1.4 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial sebagai Tanggung Jawab Perusahaan
Pengungkapan (disclosure) mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Ghozali dan Chariri, 2007). Informasi yang dimuat dalam laporan tahunan ada dua jenis. Yang pertama adalah laporan tahunan dengan pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) yaitu pengungkapan informasi yang wajib diberitahukan sebagai mana diatur dalam Bapepam. Jenis yang kedua adalah laporan tahunan dengan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan informasi diluar pengungkapan wajib yang diberikan dengan sukarela oleh perusahaan kepada para pemakai (Yularto dan Chariri, 2003 dalam Fauzan, 2010).
Karena sulitnya untuk menilai secara kuantitatif tanggung jawab sosial perusahaan, metode untuk menilai pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan selama ini ada beberapa cara. Namun, yang sering dipergunakan adalah metode analisis konten laporan tahunan perusahaan atau check list. Dalam penelitian ini metode check list yang dipergunakan berdasarkan aturan dari Global Reporting Initiative (GRI). Alasan penggunaan aturan dari GRI ini karena GRI merupakan sistem pelaporan yang komprehensif dari kinerja CSR serta kebanyakkan perusahaan yang mengadopsi GRI ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, sumber daya alam, dan energi karena lebih banyak berhubungan dengan alam. Hal tersebut sesuai dengan sampel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menurut Global Reporting Initiative (GRI), dalam konten analisis terkandung tema tentang pengungkapan tanggung jawab sosial, yang terdiri dari :
1. Ekonomi
Tema ini berisi sembilan item yang mencakup laba perusahaan yang dibagikan untuk bonus pemegang saham, kompensasi karyawan, pemerintah, membiayai kegiatan akibat perubahan iklim serta aktivitas terkait ekonomi lainnya.
2. Lingkungan Hidup
Tema ini berisi tiga puluh item yang meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.
3. Ketenagakerjaan
Tema ini berisi empat belas item yang meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya.
4. Hak Asasi Manusia
Tema ini berisi sembilan item yang mencakup berapa besar jumlah investasi yang melibatkan perjanjian terkait hak asasi manusia, pemasok dan kontraktor yang menjunjung hak asasi, kejadian yang melibatkan kecelakaan atau kriminal terhadap karyawan di bawah umur, dan aktivitas lainnya.
Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi menjadi tiga kategori yang biasa disebut sebagai aspek Triple Bottom Line, yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial.
Tabel 2.1
Kategori dalam Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin (2004) dalam Anggraini (2006)
Kategori Aspek
Kinerja Ekonomi Pengaruh ekonomi secara
langsung
Pelanggan, pemasok, karyawan, penyedia modal dan sektor public.
Kinerja Lingkungan Hal-hal yang terkait dengan
lingkungan
Bahan baku, energy, air, keanekaragaman hayati (biodiversity), emisi, sungai, dan sampah, pemasok, produk dan jasa, pelaksanaan, dan angkutan.
Kinerja Sosial
Praktik kerja Keamanan dan keselamatan tenaga kerja, pendidikan dan training, kesempatan kerja.
Hak manusia Strategi dan manajemen, non diskriminasi, kebebasan berserikat dan berkumpul, tenaga kerja di bawah umur, kedisiplinan, keamanan, dll. Sosial Komunitas, korupsi, kompetisi dan penetapan
harga. Tanggung jawab terhadap produk
Kesehatan dan keamanan pelanggan, iklan yang peduli terhadap hak pribadi.
2.1.5 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan menggambarkan komposisi kepemilikan saham dari suatu perusahaan. Struktur kepemilikan juga menjelaskan komitmen pemilik untuk mengelola dan menyelamatkan perusahaan.
Terdapat beberapa literratur yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang kemungkinan menjelaskan variasi pengungkapan sosial dalam laporan tahunan. Struktur kepemilikan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing yang akan diteliti signifikansi pengaruhnya terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara entitas satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan yaitu kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing.
1. Kepemilikan Pemerintah
Kepemilikan pemerintah adalah jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah. Melalui kepemilikan saham ini pemerintah berhak menetapkan direktur perusahaan. Selain itu pemerintah dapat mengendalikan kebijakan yang diambil oleh manajemen agar sesuai dengan kepentingan/aspirasi pemerintah.
Di Indonesia perusahaan ini disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemerintah sehingga stakeholder utama perusahaan ini
adalah pemerintah. Dalam menjalankan operasional perusahaannya, BUMN berpedoman kepada perudang-undangan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. 2. Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di indonesia. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap peduli terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti diketahui negara-negara di Eropa sangat memperhatikan isu sosial misalnya hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan lingkungan seperti efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air.
2.2 Penelitian Terdahulu
Pada dasarnya penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Darus, et al (2009) dan Amran dan Devi (2008). Pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk menguji struktur kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Amran dan Devi (2008) masih menunjukkan bahwa kepemilikan asing tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas pengungkapan tanggung
jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Darus et al (2009) menunjukkan bahwa kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan.
Amran dan Devi (2008) mengadakan penelitian mengenai pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan di Malaysia. Mereka menyelidiki mengenai pengaruh pemerintah dan afiliasi dengan pihak asing, terutama perusahaan multinasional, dengan perkembangan CSR dalam ekonomi, dimana dalam hal ini tingkat kesadaran CSR rendah dan tekanan akan penerapan CSR juga lemah. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pemerintah berpengaruh terhadap perkembangan CSR di Malaysia, sedangkan afiliasi dengan pihak asing tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan CSR di Malaysia. Yang menjadi sample dalam penelitian ini adalah 133 perusahaan dari jumlah keseluruhan 584 perusahaan berbagai sektor yang listing pada Bursa Malaysia periode 2002-2003. Sampel diambil dengan metode random sampling. Batasan dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini hanya memeriksa laporan tahunan untuk satu tahun serta hanya terfokus pada laporan tahunan, tidak melihat laporan lainnya pada subyek dari masyarakat dan lingkungan.
Machmud dan Djakman (2008) mengadakan penelitian untuk menyelidiki pengaruh kepemilikan asing dan kepemilikan institutional sebagai
pertimbangan perusahaan dalam pengungkapkan CSR pada laporan tahunan 2006. Penelitian ini menggunakan variabel kontrol antara lain Ukuran Perusahaan, Tipe Industri, BUMN dan Non BUMN. Sampel penelitian ini terdiri dari 107 perusahaan yang terdaftar pada BEI tahun 2006. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan asing tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, dan kepemilikan institutional juga tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua struktur kepemilikan tersebut tidak mempunyai perhatian terhadap pengungkapan CSR untuk membuat keputusan investasi. Begitu pula dengan variabel kontrol BUMN dan Non BUMN tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR dalam laporan tahunannya. Akan tetapi variable control lain yaitu ukuran perusahaan, dan tipe industri terhadap pengungkapan CSR.
Tabel. 2.2
Perbandingan Penelitian Terdahulu
No. Judul dan Peneliti Variabel Alamat
Analisis Hasil Penelitian 1. Influence Of Institutional Presure On Corporate Social Responsibility Disclosure (Darus et al, 2008) Variabel Independen • Anticipation Of Government Regulation • Existence Of Government Regulation • Board Interlock • Family Ownership • Government Ownership • Foreign Ownership Variabel Dependen: Corporate Social Responsibility Regresi Berganda Family Ownership (kepemilikan saham keluarga) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan variable lainnya berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2. The Impact of Government and Foreign Affiliate Influence on Corporate Social Reporting (Amran dan Devi, 2008) Variabel Independen: • Foreign Shareholder • Government Shareholder • Dependence on Government • Dependence on Foreign Partner • Industry • Regresi Berganda Pemerintah berpengaruh terhadap perkembangan CSR di Malaysia, sedangkan afiliasi dengan pihak asing tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan CSR di Malaysia
• Profitability Variabel Dependen: Corporate Social Reporting 3. Pengaruh struktur kepemilikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) pada laporan tahunan perusahaan: studi empiris pada perusahaan publik yang
tercatat di bursa efek indonesia tahun 2006 (Novita Machmud Dan Chaerul Djakman Variabel Independen: kepemilikan asing, kepemilikan institusi. Variabel Kontrol: Ukuran Perusahaan, Tipe Industri, BUMN dan Non BUMN. Variabel Dependen: Corporate Social Responsibility Disclosure. Regresi Berganda Kepemilikan institusional dan kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap CSR disclosure dalam laporan tahunannya. Ukuran perusahaan, dan tipe industri sebagai variabel kontrol berpengaruh positif terhadap CSR disclosure dalam laporan tahunannya. BUMN dan Non BUMN sebagai variabel kontrol tidak berpengaruh terhadap CSR disclosure dalam laporan tahunannya.
2.3 Konseptual
Berdasarkan uraian teoritis dan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang menguji pengaruh struktur kepemilikan yaitu kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar. 2.1.
Kerangka konseptual antara variabel independen dan variabel dependen
Variable Independen Variable Dependen Struktur Kepemilikan: Pemerintah – GOV Asing – FOR Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
H1
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan (sugiyono, 2006:51) berdasarkan tinjauan dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.4.1 Kepemilikan Pemerintah
Kepemilikan saham oleh pemerintah menyebabkan perusahaan tersebut dalam menjalankan aktivitasnya harus selaras dengan kepentingan pemerintah (Amran dan Devi, 2008). Perusahaan akan mendapatkan sorotan yang lebih besar oleh masyarakat, karena masyarakat memiliki ekspektasi yang lebih besar terhadap BUMN dari pada perusahaan swasta.
Kuatnya tekanan pemerintah dan publik membuat perusahaan ini harus lebih transparan dalam pengelolaannya. Perusahaan menggunakan laporan tahunan sebagai salah satu media pelaporan tanggung jawab manajemen mereka sebagaimana diatur dalam UU PT No. 40 Tahun 2007. Pengungkapan yang lebih luas merupakan wujud akuntabilitas atas pengelolaan perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Kepemilikan Pemerintah berpengaruh positif terhadap pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.4.2 Kepemilikan Asing
Penerapan CSR di Indonesia dapat diindikasikan sebagai akibat peningkatan nilai perusahaan asing setelah menerapkan CSR di dalam operasional perusahaan. Nilai-nilai tersebut diterapkan oleh perusahaan yang dibentuk oleh para investor asing dalam kegiatan operasional perusahaan di Indonesia. Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukup, skill karyawan yang baik, jaringan informasi yang luas, sehingga memungkinkan melakukan pengungkapan CSR secara luas (Pian, 2010).
Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, maka yang disebut sebagai “Penanaman Modal Asing”, harus memenuhi beberapa unsur berikut (Pasal 1 ayat 3):
1. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal. 2. Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia.
4. Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Banyak penelitian yang menggunakan kepemilikan asing sebagai variabel independen yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Darus et al (2009) menunjukkan hasil yang signifikan antara kepemilikan asing terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan. Penelitian tersebut berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amran dan Devi (2008) yang menunjukkan hasil tidak signifikan antara kepemilikan asing terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial Perusahaan
2.4.3 Kepemilikan Pemerintah dan Kepemilikan Asing
Pengaruh kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing secara simultan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2010. H3 : Kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing
berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial Perusahaan.