• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 7.1 Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab VII RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 7.1 Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

Hal VII-1

7.1

Penetapan Kawasan Perkotaan dan Kawasaan Pedesaan

Kondisi wilayah Kota Tidore Kepulauan yang dipisahkan oleh selat menjadikan wilayah tersebut mempunyai perbedaan karakteristik wilayah. Pulau Tidore lebih memiliki karakteristik wilayah perkotaan sedangkan wilayah di Pulau Halmahera lebih berkarakteristik pedesaan. Dengan konsep pengembangan struktur ruang wilayah multi nukleus, Kota Tidore Kepulauan direncanakan mempunyai pusat-pusat aktivitas yang terdapat di satuan wilayah masing-masing. Diharapkan terdapat perkembangan pada Kota Tidore Kepulauan dengan berkembangnya wilayah perkotaan. Penetapan wilayah perkotaan dan pedesaan di Kota Tidore Kepulauan dilakukan berdasarkan:

1. Kondisi wilayah eksisting

2. Kecenderungan perkembangan penduduk untuk tahun perencanaan 3. Konsep pengembangan wilayah

4. Konsep pengembangan penduduk

5. Konsep pengembangan sarana dan prasarana

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian (kegiatan pertanian, kegiatan penunjang pertanian, dan kegiatan pengolahan produk pertanian), termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan dapat berupa satu atau beberapa desa/kelurahan pada satu kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan perkotaan dengan kedudukan sebagai ibukota kecamatan dan area di luar ibukota kecamatan dimaksud adalah sebagai kawasan perdesaan.

Sehingga Kota Tidore Kepulauan dibagi menjadi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan dengan ketetapan:

Bab VII

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

KOTA TIDORE KEPULAUAN

(2)

Hal VII-2 1. Pulau Tidore merupakan 100% wilayah perkotaan

2. Wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian pulau Halmahera yang merupakan wilayah perkotaan sebesar 40% dan 60% termasuk kawasan pedesaan.

Penetapan tersebut mempengaruhi pada rencana arahan pengembangan dan distribusi penduduk.

Tabel 7. 1 Rencana Pembagian Jumlah Penduduk di Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2030

No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Jumlah Penduduk Perkotaan Jumlah Penduduk Desa 1 Tidore 30.625 30.625 0 2 Tidore Selatan 25.005 25.005 0 3 Tidore Utara 23.021 23.021 0 4 Tidore Timur 11.244 11.244 0 5 Oba 14.755 5.902 8.853 6 Oba Utara 29.480 11.792 17.688 7 Oba Selatan 7.339 2.936 4.404 8 Oba Tengah 8.892 3.557 5.335

Sumber: Hasil Analisis Studio

Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk

Kondisi demografi di Kota Tidore Kepulauan secara umum mempunyai jumlah penduduk sebesar 91.930 jiwa pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Tidore sebesar 20.789 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di Kecamatan Oba Selatan sebesar 5.009 jiwa. Pertumbuhan penduduk rata-rata Kota Tidore Kepulauan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 sebesar 2,17%. Pertambahan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan lebih dikarenakan faktor alami yaitu kelahiran. Dengan jumlah penduduk usia muda lebih banyak dari pada jumlah penduduk usia tua, Kota Tidore Kepulauan lebih banyak mempunyai penduduk usia produktif. Penduduk yang produktif bekerja lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk pengangguran. Pencari kerja dan pekerja lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Namun dari kondisi perbandingan jenis kelamin, didapatkan kecenderungan jumlah laki-laki yang semakin menurun dengan kemungkinan bahwa penduduk laki-laki melakukan migrasi untuk mencari kerja.

Dinamika penduduk tersebut menjadi landasan perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan. Jumlah penduduk selama tahun perencanaan terhitung April

(3)

Hal VII-3 2010 – Maret 2030 direncanakan mengalami perkembangan alami. Khusus untuk Oba Utara yang di dalamnya terdapat Kota Sofifi direncanakan pertumbuhan penduduknya dua kali lebih dari pertumbuhan tertinggi di Kota Tidore Kepulauan. Pertumbuhan penduduk sebanyak dua kali lebih besar didasari perencanaan bahwa Kota Sofifi akan menjadi ibukota provinsi dengan fenomena perpindahan penduduk yang tinggi. Tahun 2015 rencana jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan sebesar 106.926 jiwa dan tahun 2030 direncanakan jumlah penduduk bertambah menjadi 150.360 jiwa. Rencana pertumbuhan penduduk rata-rata diperkirakan sebesar 1,99%. Perkiraan distribusi penduduk lebih banyak tersebar di Pulau Tidore khususnya Kecamatan Tidore. Kepadatan tertinggi diperkirakan berada di Kecamatan Tidore dan kepadatan terendah di Kecamatan Oba Tengah. Dengan proyeksi jumlah penduduk tersebut maka perkiraan luas lahan untuk permukiman terbanyak di Kecamatan Tidore Kepulauan. Kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai ketidakmerataan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan.

Tabel 7. 2 Rencana Jumlah Penduduk Tahun 2015 dan 2030 (Jiwa)

No. Kecamatan Rencana Jumlah Penduduk

2015 2030 1 Tidore 23.516 30.625 2 Tidore Selatan 17.714 25.005 3 Tidore Utara 18.104 23.021 4 Tidore Timur 8.634 11.244 5 Oba 11.371 14.755 6 Oba Utara 14.795 29.480 7 Oba Selatan 5.656 7.339 8 Oba Tengah 7.135 8.892 Kota Tidore Kepulauan 106.926 150.360

Sumber: Hasil Analisis Studio

Ketidakmerataan jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan dikarenakan adanya ketidakmerataan fasilitas pelayanan dan lokasi yang dipisahkan oleh laut sedangkan jalan darat tidak dapat mengakomodasi secara maksimal. Ketidakmerataan jumlah penduduk juga menyebabkan perbedaan terhadap perkembangan wilayah. Sehingga dengan tujuan agar tercipta pemerataan pembangunan maka perlu adanya arahan pengembangan dan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan.

Dengan tujuan pengembangan perencanaan yaitu menyamaratakan pembangunan terutama di daerah tertinggal, maka strategi pengembangan penduduk

(4)

Hal VII-4 dilakukan pada upaya pemerataan distribusi penduduk. Dalam pengembangannya, distribusi penduduk di wilayah perencanaan diarahkan untuk menempati peruntukan kawasan permukiman. Hal ini untuk menjaga optimalisasi pemanfaatan lahan dengan mengalokasikan distribusi penduduk pada permukiman dan menghambat pertumbuhan permukiman pada kawasan lindung dan rawan bencana. Skenario dan arahan pengembangan distribusi penduduk bertujuan untuk mencapai pembangunan wilayah yang merata dan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Untuk itu, pengembangan distribusi jumlah penduduk memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek lingkungan dan arahan pengembangan wilayah.

Arahan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan antara lain adalah sebagai berikut:  Pusat-pusat kegiatan dan pusat kegiatan baru diarahkan mempunyai kepadatan

penduduk tinggi.

 Pusat kegiatan yang telah berkembang menjadi area terbangun diupayakan mempunyai kepadatan penduduk sedang.

 Kawasan-kawasan rentan bencana geologi diupayakan memiliki kepadatan penduduk rendah.

Secara umum, terdapat tiga tindakan yang dilakukan terkait dengan rencana distribusi penduduk, yaitu:

 Menghambat Laju Pertumbuhan Penduduk

Langkah ini dilakukan di kawasan permukiman dengan resiko bencana geologi tinggi dan kawasan lindung, seperti di bagian pulau Tidore yang rawan bencana gunung api. Tindakan menghambat laju distribusi penduduk di kawasan ini antara lain dilakukan dengan pembatasan pengembangan permukiman di lokasi tersebut dan tidak mengembangkan fasilitas pelayanan pada daerah tersebut.  Mengontrol Perkembangan Distribusi Penduduk

Definisi mengontrol distribusi penduduk di sini adalah dengan membatasi perkembangan penduduk, khususnya terkait dengan pertumbuhan lahan permukiman pada peruntukkan permukiman di wilayah terkait. Hal ini untuk memastikan pertumbuhan penduduk yang ada tidak menimbulkan efek negatif minimal bagi wilayah perencanaan. Langkah ini banyak dilakukan di bagian perkotaan khususnya pulau Tidore. Upaya ini dilakukan pada beberapa daerah pengembangan dengan kepadatan penduduk tinggi. Sehingga wilayah

(5)

Hal VII-5 permukiman menjadi kompak, mengumpul dan tidak menyebar di peruntukan lahan hutan lindung.

 Memacu Pertumbuhan Penduduk

Langkah memacu pertumbuhan penduduk dilakukan di kawasan dengan kriteria jumah penduduk sedikit dan ketersediaan lahan kosong masih luas. Penerapan langkah ini dapat dilakukan dengan upaya merangsang kawasan terkait agar lebih sesuai bagi peruntukkan perkotaan, baik dengan rekayasa teknologi, maupun dengan tindakan insentif dan disinsentif oleh pemerintah. Langkah ini diterapkan pada wilayah Kota Tidore Kepulauan bagian pulau Halmahera antara lain: Kota Sofifi, pusat pengembangan kegiatan lokal di Gita-Payahe dan ibukota-ibukota Kecamatan Loleo-Akelamo dan Lifofa.

Dalam implementasinya, pengembangan distribusi penduduk ini juga harus disertai dengan pengembangan sarana prasarana pendukung, khususnya fasilitas pendukung permukiman untuk memacu tumbuhnya permukiman di beberapa lokasi yang dipacu untuk memiliki laju pertumbuhan penduduk pesat.

(6)

Hal VII-6 Perhitungan distribusi penduduk optimum disesuaikan dengan skenario distribusi penduduk. Hasil perhitungan distribusi penduduk optimum sesuai dnegan skenario dapat diketahui bahwa penduduk Kota Tidore Kepulauan terdistribusi ke Kota Sofifi dan Oba Utara sebanyak 27,05%. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil rencana, maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang direncanakan di Kota Sofifi masih dapat ditampung karena jumlah penduduk optimum tahun 2030 diperkirakan sebesar 32.323 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk rencana Pulau Tidore melebihi jumlah penduduk optimum. Sehingga dalam perencanaan distribusi penduduk dapat diarahkan ke wilayah Kota Tidore Kepulauan di Pulau Halmahera.

Tabel 7. 3 Distribusi Tahun 2008 dan Distribusi Penduduk - Kepadatan Optimum Tahun 2030

No. Kecamatan Distribusi Penduduk 2008 (%) Distribusi Penduduk 2030 (%) Kepadatan Optimum 2030 Keterangan 1 Tidore 22,61 7,64 Tinggi

28,29 – 52,55 jiwa/Ha = Kepadatan Rendah 52,56 – 75,82 jiwa/Ha = Kepadatan Sedang 75,83 – 99,19 jiwa/Ha = Kepadatan Tinggi 2 Tidore Selatan 16,41 12,23 Rendah

3 Tidore Utara 17,60 17,24 Rendah 4 Tidore Timur 8,30 3,07 Tinggi 5 Oba 10,95 10,51 Rendah 6 Oba Utara 11,67 27,05 Rendah Oba Selatan 5,45 8,43 Rendah 8 Oba Tengah 7,00 13,82 Rendah

100,00 100,00

Sumber: Hasil Analisis Studio

Tabel 7. 4 Perbandingan Jumlah Penduduk Rencana dengan Jumlah Penduduk Optimum Th 2030

No. Kecamatan Jumlah Penduduk Rencana 2030 (Jiwa) Jumlah Penduduk Optimum 2030 (Jiwa) Verifikasi

1 Tidore 30.625 9.129 Melebihi jumlah penduduk optimum 2 Tidore Selatan 25.005 14.621 Melebihi jumlah penduduk optimum 3 Tidore Utara 23.021 20.606 Melebihi jumlah penduduk optimum 4 Tidore Timur 11.244 3.671 Melebihi jumlah penduduk optimum 5 Oba 14.755 12.565 Melebihi jumlah penduduk optimum 6 Oba Utara 29.480 32.323 Belum melebihi jumlah penduduk optimum 7 Oba Selatan 7.339 10.075 Belum melebihi jumlah penduduk optimum 8 Oba Tengah 8.892 16.521 Belum melebihi jumlah penduduk optimum

Kota Tidore Kepulauan 150.360 119.511

(7)

Hal VII-7 Untuk mencapai tujuan pemerataan distribusi penduduk di Kota Tidore Kepulauan, maka dilakukan beberapa upaya berikut ini:

 Pembatasan KDB dan ketinggian bangunan di kawasan padat perkotaan Pulau Tidore yang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan bangunan agar menjadi kota sehat.

 Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan yang relatif lebih tinggi di Pulau Tidore untuk menghambat laju permukiman di kawasan tersebut.

 Menerapkan PBB yang relatif rendah pada beberapa tahun awal pembangunan untuk memacu pertumbuhan kawasan di pusat-pusat layanan kegiatan baru dan di kawasan yang telah ditetapkan dalam rencana penataan ruang sebagai blok pertumbuhan maupun blok permukiman yang kondisinya masih tertinggal untuk memacu pertumbuhan blok terkait.

 Pada daerah yang ditetapkan sebagai pusat layanan kegiatan berskala kecamatan diberikan kemudahan ijin dan administrasi sebagai pemacu pertumbuhan di kawasan tersebut.

 Pada kawasan rawan bencana, tidak diberikan ijin bagi pengembangan permukiman yang kurang sesuai dengan standar bangunan anti gempa dan memiliki KDB maupun KLB tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

 Tidak diberikan ijin pembangunan kompleks permukiman baru oleh pengembang bagi kawasan yang perlu dihambat pertumbuhan penduduknya.  Peningkatan layanan sarana prasarana dan angkutan umum untuk mendorong

(8)

Hal VII-8

Peta 7. 1 Rencana Kepadatan Penduduk Optimum

(9)

Hal VII-9

(10)

Hal VII-10

7.2

Rencana Sistem Pedesaan

Pengembangan sistem kegiatan pembangunan adalah arahan pembangunan yang harus memperhatikan arahan pengembangan kawasan budidaya dan kawasan prioritas pada wilayah Kota Tidore Kepulauan.

Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem permukiman perkotaan dan perdesaan, maka sistem kegiatan pembangunan harus mampu mengupayakan cara-cara keterpaduan berbagai instrumen yang ada, sehingga pengembangan sistem permukiman dapat dilaksanakan.

Pengembangan ini meliputi antara lain :

 Pengembangan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan yang dilaksanakan secara serasi dan saling mendukung dengan memperkuat interaksi antar dua wilayah.

 Pengembangan sistem permukiman yang diarahkan untuk menunjang kegiatan perekonomian, dan sektor-sektor produksi yang didukung oleh pola jaringan transportasi dan jaringan prasarana wilayah lainnya.

 Pengembangan pusat-pusat permukiman perdesaan yang disusun terkait dengan pusat permukiman perkotaan yang melayaninya, sehingga secara keseluruhan, pusat-pusat permukiman saling terkait, berjenjang dan dapat menguatkan perkembangan kota dan desa yang serasi.

 Peningkatan fasilitas pelayanan perkotaan yang sesuai dengan fungsi kota dan hierarki kota.

 Rencana pengembangan infrastruktur jaringan jalan sebagai penghubung antara satu pusat permukiman dengan pusat permukiman lainnya

 Pembangunan permukiman yang diarahkan untuk meningkatkan infrastruktur lingkungan permukiman yang meliputi sistem drainasi, suplai air bersih, pembuangan limbah.

Untuk rencana pengembangan kawasan perkotaan dan pedesaan Kota Tidore Kepulauan, dapat dilihat pada Peta 7.3

(11)

Hal VII-11

(12)

Hal VII-12

7.3

Rencana Sistem Kota-kota Tidore Kepulauan

7.3.1 Konsep Pengembangan Pusat Pelayanan

Rencana sistem pusat pelayanan kegiatan disusun untuk mencapai efisiensi dan efektifitas pelayanan dalam wilayah Kota Tidore Kepulauan. Rencana sistem pusat pelayanan juga disusun untuk memudahkan pencapaian masyarakat pada pusat pelayanan. Untuk itu, beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana sistem pusat pelayanan antara lain adalah sebagai berikut:

 Struktur pelayanan wilayah Kota Tidore Kepulauan disusun dengan berjenjang berdasarkan hierarkhinya, yaitu pusat pelayanan regional (Pusat Pusat Kegiatan Wilayah), Pelayanan Kota sebagai pusat kegiatan lingkungan wilayah, pusat kegiatan lokal (Sub Pusat Pelayanan Kota) dan pusat pelayanan kecamatan (Pusat Pelayanan Lingkungan)

 Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dikonsentrasikan sebagai pusat kegiatan regional.

 Pusat Pelayanan Kota (PKK) dikonsentrasikan di pusat kota dengan tingkat aksesibiitas yang sangat baik guna memudahkan pencapaian pelayanan pusat regional terhadap wilayah Kota Tidore Kepulauan dan wilayah lain disekitarnya sebagai daerah layanan pusat pelayanan ini. Wilayah lain disekitarnya meliputi Ternate dan Tidore.

 Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK) dikonsentrasikan di lokasi dengan tingkat aksesibiitas yang baik guna memudahkan pencapaian pelayanan pusat ini terhadap pusat pelayanan lain dibawahnya dan mendorong pertumbuhan kawasan setempat.

 Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dengan tingkat pelayanan yang lebih rendah disebarkan sesuai dengan kebutuhan penduduk untuk memudahkan tingkat pencapaian masyarakat setempat terhadap pusat pelayanan terdekat.

Terkait dengan peran dan posisi Kota Tidore Kepulauan dalam Provinsi Maluku Utara dan keberadaan kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, maka terdapat pusat pelayanan kegiatan dalam wilayah perencanaan dengan tingkat hierarki yang berbeda. Berikut ini tabulasi hierarki pusat pelayanan dalam wilayah perencanaan:

(13)

Hal VII-13 Tabel 7. 5 Rencana Hierarki, Pusat Pelayanan dan Skala Layanannya

Hierarki Pusat Pelayanan

Kegiatan Skala Pelayanan Wilayah Fungsi

I

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Regional kelurahan Soasio,

Melayani seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan dan

Kabupaten/Kota di sekitarnya yang masuk dalam satuan wilayah pengembangan yang sama, yaitu: Ternate dan Tidore

II

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kota Kota Sofifi

Melayani Kota dalam bidang pemerintahan, jasa dan perdagangan

III

Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub-PPK) Wilayah Kawasan Soaso Akelamo Payahe Lifofa

Pusat kegiatan baru untuk melayani daerah Oba dan Oba Selatan dengan tujuan memajukan daerah selatan

IV

Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Lokal Kecamatan

Semua ibukota kecamatan (Tomagoba, Gurabati, Rum, Tosa, Sofifi, Loleo, Payahe dan Lifofa)

Melayani wilayah kecamatan dan dibawahnya untuk kegiatan pemerintahan kecamatan, perdagangan dan jasa. Sumber : Hasil Analisis Studio

(14)

Hal VII-14 Gambar 7. 2 Skema Rencana Hierarki/Orde Sistem Kota-kota

(15)

Hal VII-15 Peta 7. 4 Rencana Hierarki

(16)

Bab VII Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tidore Kepulauan

Hal VII-16

7.3.2 Rencana Struktur Kota Tidore Kepulauan

Penetapan struktur pusat-pusat pelayanan di wilayah perencanaan dan Kota Tidore Kepulauan secara luas didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain sebagai berikut:

Pertimbangan Hierarki Sistem Kota-Kota.

Sarana pendidikan, kesehatan, perdagangan telah melayani seluruh wilayah Tidore Kepulauan. Antar wilayah di Kota Tidore Kepulauan juga sudah dilayani oleh jalur transportasi darat dan laut. Permasalahan persebaran sarana prasarana Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan adalah terdapat perbedaan jumlah di Pulau Tidore dengan Pulau Halmahera. Sebaran sarana prasarana di Kota Tidore Kepulauan lebih banyak di Pulau Tidore. Tujuan dari pertimbangan potensi dan masalah sebaran sarana prasarana di Kota Tidore Kepulauan dan distribusi penduduk adalah menenetukan hierarki sistem kota-kota. Dengan pertimbangan hierarki sistem kota-kota sebagai acuan maka dapat dikelompokkan pembagian wilayah.

Pertimbangan Kondisi Fisik dan Geografis Wilayah

Terkait dengan pengaruh kondisi fisik wilayah Kota Tidore Kepulauan terhadap bentukan struktur ruang yang ada serta distribusi layanan sarana prasarana, maka pengembangan struktur ruang maupun pembentukan BWK (Bagian Wilayah Kota), juga harus memperhatikan aspek ini. Beberapa natural constrain, seperti laut dan perbukitan, serta artificial constrain, seperti bangunan dan infrastruktur perlu diperhatikan. Hal ini untuk memastikan bahwa adanya kondisi fisik tersebut tidak menghambat aksesibilitas pusat pelayanan satu menuju pusat pelayanan lainnya, maupun dari pusat pelayanan menuju masyarakat.

Pertimbangan Fungsional dan Kesamaan Karakteristik Wilayah(Homogenitas Wilayah)

Satuan wilayah pengembangan juga didasarkan atas kesamaan fungsi dan karakter yang ada pada masing-masing wilayah desa dan aspek homogenitas kesesuaian pemanfaatan ruang dan kemungkinan pengembangan, terutama berkaitan denga rencana pengembangan pemanfaatan lahan.

(17)

Hal VII-17  Pertimbangan Lokasi Optimum Masa Depan dan Arahan Pengembangan

Wilayah

Penentuan lokasi optimum pada dasarnya mengacu pada konsep jarak dan waktu tempuh terhadap pusat pelayanan sebagai variabel tingkat pencapaian masyarakat. Dengan memperhatikan lokasi optimum dalam penetapan struktur ruang, diharapkan tingkat pelayanan yang diberikan pada penduduk wilayah Kota Tidore Kepulauan merata dalam suatu optimum-areal. Beberapa prinsip yang diacu dalam penentuan lokasi optimum ini antara lain adalah:

o Agregat Distance Minimization: jarak total yang ditempuh oleh masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan kegiatan harus minimum

o Average Distance Minimization: jarak rata-rata yang ditempuh oleh masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan kegiatan harus minimum

o Minimization Distance Criterion: jarak terjauh yang ditempuh oleh masyarakat dari tempat tinggalnya untuk mencapai pusat pelayanan kegiatan harus minimum

o Equal Asignment Criterion: jumlah penduduk yang berada di sekitar pusat pelayanan harus sama sehingga beban masing-masing pusat pelayanan sama.

o Tracehold Constrain Criterion: jumlah penduduk di sekitar pusat pelayanan lebih besar dari jumlah minimal yang dibutuhkan untuk mendukung satu pusat pelayanan.

o Capacity Constrain Criterion: jumlah penduduk di sekitar pusat pelayanan tidak melebihi nilai kapasitas maksimal pusat pelayanan.

o Accecibility Criterion: merupakan kriteria aksesibilitas yang diukur melalui jarak antara supply center dan demand point.

Dengan mengacu pada beberapa pertimbangan yang telah dikemukakan, maka rencana pengembangan struktur ruang di Kota Tidore Kepulauan antara lain dapat tergambar melalui skema berikut:

(18)

Hal VII-18  Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Pulau Tidore direncanakan sebagai pusat kegiatan wilayah dengan cakupan wilayah pelayanan regional meliputi Kota Tidore Kepulauan, Ternate dan daerah lainnya yang lebih dekat dengan Kota Tidore Kepulauan. Pulau Tidore sebagai PKW karena merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai: 1) simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; 2) Pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota; 3) Simpul transportasi yang melayani skala provisni atau beberapa kabupaten/kota. Satu pulau Tidore merupakan satu PKW karena kesamaan kondisi alam, terhubung dengan baik dalam jaringan transportasi darat dan lebih bersifat urban dibandingkan dengan wilayah lainnya. Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap adalah salah satu pertimbangan bahwa pulau Tidore sebagai pusat kegiatan wilayah yang melayani wilayah sendiri maupun wilayah di luar Kota Tidore kepulauan. Pusat kegiatan wilayah ini lebih berfungsi pada ketersediaan fasilitas pemerintahan kota, pusat perdagangan, pusat pengembangan pendidikan, pusat wisata budaya dan sejarah, perantara jalur perhubungan laut.

Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Pusat kegiatan lingkungan wilayah terletak di Kota Sofifi dengan pusat kawasan di Sofifi. Pusat kegiatan lingkungan wilayah ini direncanakan mempunyai fungsi layanan kota regional karena status Kota Sofifi yang telah direncanakan sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara. Sofifi mempunyai lokasi yang strategis karena dilewati oleh jalur trans Halmahera dan mempunyai pelabuhan yang menghubungkan dengan wilayah sekitar seperti Tidore dan Ternate. Sofifi mempunyai fungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi, pusat perkantoran regional provinsi, pusat pengembangan pendidikan tinggi, pusat perdagangan dan jasa regional dan permukiman perkotaan. Pada masanya, dengan perencanaan sebagai ibukota provinsi Kota Sofifi akan menjadi kota yang padat sehingga Kota Sofifi termasuk hierarki I bersama dengan Pulau Tidore.

Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub - PPK)

Sub Pusat kegiatan lokal di Kota Tidore Kepulauan terletak di Gita-Payahe yang direncanakan sebagai pusat kegiatan baru untuk layanan kecamatan dan kecamatan lainnya. Kondisi fisik Payahe sebagai ibukota Kecamatan Oba telah

(19)

Hal VII-19 berkembang menjadi permukiman lebih padat dibandingkan dengan kecamatan Oba Selatan. Payahe mempunyai wilayah yang strategis dengan adanya dataran yang landai dan dilewati oleh jalur trans Halmahera yang menghubungkan antara Kota Tidore Kepulauan dengan Weda dan daerah Halmahera Selatan. Sedangkan Gita telah berkembang sebagai pelabuhan lokal yang direncanakan akan ditingkatkan menjadi pelabuhan yang dapat melayani Kota Tidore Kepulauan dan wilayah di luar Kota Tidore Kepulauan. Sehingga, Kota Gita-Payahe berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa kawasan Kota Tidore Kepulauan bagian selatan, pengembangan perkebunan, industri agro dan permukiman transmigrasi.

Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

Dalam pengembangan struktur ruang Kota Tidore Kepulauan, semua ibukota kecamatan (IKK) di Kota Tidore Kepulauan dikembangkan sebagai pusat layanan kegiatan kecamatan. Pusat pelayanan ini berfungsi untuk melayani kebutuhan kegiatan penduduk di wilayah kecamatan Kota Tidore Kepulauan. Pusat layanan kegiatan kecamatan antara lain Tomagoba, Gurabati, Rum, Tosa, Sofifi, Loleo-Akelamo, Gita-Payahe dan Lifofa. Fungsi pusat layanan kegiatan kecamatan yaitu sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat pelayanan kecamatan baik pendidikan, kesehatan dan layanan umum, pusat perdagangan kecamatan. Pemerataan fasilitas di kecamatan juga diturunkan sampai kepada desa agar pelayanan dapat merata di semua wilayah.

Sehingga rencana pembagian struktur ruang Kota Tidore Kepulauan secara skematik dapat dilihat dibawah ini

(20)

Hal VII-20 Peta 7. 5 Rencana Struktur Ruang

(21)

Hal VII-21

7.4

Rencana Kebutuhan Sarana Hunian

Ketersediaan perumahan di Kota Tidore Kepulauan pada dasarnya masih bersifat seperti daerah pedesaan (rural) di Indonesia dengan pemenuhan kebutuhan perumahan yang diusahakan sendiri oleh masyarakat. Ketersediaan sarana hunian yang disediakan pemerintah tergolong masih sedikit. Proyeksi jumlah kebutuhan rumah untuk tahun 2030 di Kota Tidore Kepulauan sebanyak 26.840 unit rumah. Luas lahan untuk permukiman pada tahun 2030 diperkirakan membutuhkan 3,16 Km2. Dengan total luas wilayah Kota Tidore Kepulauan sebesar 9.116,36 Km2, maka luas lahan untuk permukiman tersebut masih mencukupi. Hal yang perlu diperhatikan adalah Kota Tidore Kepulauan memiliki kerawanan bencana yang kompleks dari bencana gunung berapi, longsor, banjir, tsunami dan gempa bumi. Selain itu wilayah Kota Tidore Kepulauan mempunyai area lindung dan daerah bergunung-gunung yang luas.

Tabel 7. 6 Proyeksi Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Lahan (Km2)

No. Kecamatan Jumlah Kebutuhan Rumah (Unit) Jumlah Luas Lahan (Km

2)

Perkotaan Pedesaan Jumlah Perkotaan Pedesaan Jumlah

1 Tidore 6.125 0 6.125 2,94 0,00 2,94 2 Tidore Selatan 5.001 0 5.001 2,40 0,00 2,40 3 Tidore Utara 4.604 0 4.604 2,21 0,00 2,21 4 Tidore Timur 2.249 0 2.249 1,08 0,00 1,08 5 Oba 1.180 1.771 2.951 0,57 0,85 1,42 6 Oba Utara 2.358 3.538 5.896 1,13 1,70 2,83 7 Oba Selatan 587 881 1.468 0,28 0,42 0,70 8 Oba Tengah 711 1.067 1.778 0,34 0,51 0,85 Kota Tidore Kepulauan 22.816 7.256 30.072 10,95 3,48 14,43

Sumber: Hasil Analisis Studio

Gambar 7. 3 Sarana Hunian yang Ketersediaannya Dipenuhi Oleh Masyarakat Sendiri Sumber: Hasil Survey

(22)

Hal VII-22 Melihat tingginya kebutuhan akan rumah di wilayah perencanaan, maka penyediaan perumahan lebih mempertimbangkan beberapa hal antara lain:

1. Jumlah dan kepadatan penduduk 2. Tingkat kemampuan ekonomi penduduk

3. Pola budaya penduduk setempat dengan melihat kecenderungan perkembangan kawasan permukiman

4. Kondisi fisik dasar wilayah antara lain kondisi topografi dan geografi, kondisi iklim, pertimbangan gangguan bencana alam, kondisi vegetasi

5. Peraturan setempat, seperti rencana tata ruang yang meliputi GSB, KDB, KLB, dan sejenisnya, atau peraturan bangunan secara spesifik, seperti aturan khusus arsitektur, keselamatan dan bahan bangunan

Ketentuan berdasarkan standar nasional Indonesia, fisik lingkungan perumahan mempunyai ketentuan sebagai berikut:

1. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali dengan rekayasa/ penyelesaian teknis.

2. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% dengan ketentuan:

a. Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi datar landai dengan kemiringan 0-8%

b. Diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%

Agar kebutuhan akan rumah tidak mempengaruhi produksi pertanian-perkebunan di Kota Tidore Kepulauan, maka rencana untuk penyediaan perumahan di Kota Tidore Kepulauan antara lain:

1. Perumahan hanya diperbolehkan di daerah terbangun (built-up area) dan daerah bebas bencana.

2. Rumah yang disediakan berupa rumah tinggal dengan tipe rumah sederhana dengan luas kavling sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah.

3. Pengendalian penyelenggaraan pembangunan gedung dengan penerbitan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan), Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung dan Perpanjangan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Persetujuan Rencana Teknis Pembongkaran Bangunan Gedung.

(23)

Hal VII-23 5. Rencana penyediaan perumahan di Kecamatan Oba Utara, Oba Tengah, Oba dan Oba Selatan, sebagian pemenuhan kebutuhan masih diserahkan pada masyarakat setempat namun sesuai dengan ketentuan IMB.

Untuk estetika, kelestarian fungsi lahan, dan ketahanan gempa, maka rencana penyediaan perumahan (rumah) dibatasi pada:

1. Dalam satu kompleks perumahan terdapat taman lingkungan perumahan. 2. Koefisien lantai dasar maksimal sebesar 60% dari luas lahan yang tersedia. Hal

ini berlaku untuk semua lokasi.

3. Tinggi bangunan perumahan dua lantai, diperbolehkan untuk tiga lantai.

4. Bangunan rumah menggunakan desain hemat energi dan tahan terhadap gempa (Surat Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor: 111/KPTS/CK/1993)

Gambar 7. 4 Contoh Rumah Sederhana Tahan Gempa Sumber: RTRW Provinsi Maluku Utara

5. Berjarak 5 meter dari badan jalan (ruang manfaat jalan)

6. Dalam mendirikan bangunan rumah meliputi: rumah berlandaskan pada tanah dan pondasi batuan yang kokoh, bangunan rumah memiliki serambi dan trotoar rumah, terdapat sumber air bersih (baik sumur bor maupun sambungan pipa air bersih kota), terdapat penampungan air hujan dan limbah rumah tangga (SNI 03-1728-1989).

7. 40% luas lahan dalam satu rumah digunakan untuk area terbuka hijau dan sumur resapan.

(24)

Hal VII-24 Gambar 7. 5 Skema Area Sumur Resapan di Lingkungan Rumah

7.5

Rencana Pengembangan Fasilitas Umum

7.5.1 Rencana Pengembangan Fasilitas Pendidikan

Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus memperhatikan :

1. Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan 2. Optimasi daya tampung dengan satu shift;

3. Effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu; 4. Pemakaian sarana dan prasarana pendukung;

5. Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai jenis sarana lingkungan lainnya.

Adapun penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran ini meliputi: 1. Taman kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar

dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan bermain, yaitu 75%, selebihnya bersifat pengenalan

2. Sekolah dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program enam tahun

3. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan proram tiga tahun sesudah sekolah dasar (SD)

(25)

Hal VII-25 4. Sekolah menengah umum (SMU), yang merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan tinggi

5. Sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun perpustakaan umum lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkungan perumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca, menambah ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan.

Sarana pendidikan di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi. Berdasarkan perbandingan jumlah sarana pendidikan eksisting dan hasil proyeksi untuk tahun 2030, maka dapat diketahui bahwa sarana pendidikan TK di Kota Tidore Kepulauan masih kurang untuk mencukupi kebutuhan pendidikan taman kanak-kanak. Sarana pendidikan TK saat ini dirasa perlu karena sebagai pendidikan pengantar sebelum pendidikan dasar. Pada jenjang pendidikan ini telah diajarkan pengenalan huruf dan menulis sehingga dapat merintis pengurangan buta huruf.

Tabel 7. 7 Jumlah Sarana Pendidikan TK Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas TK (Unit)

Kebutuhan Luas (m2) Kondisi Eksisting 2030 1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 1.250 jiwa. Luas lahan minimal 500 m2. 12 24 kurang 12.250

2 Tidore Selatan 4 20 kurang 10.002

3 Tidore Utara 9 18 kurang 9.208

4 Tidore Timur 5 9 kurang 4.498

5 Oba 10 12 kurang 5.902

6 Oba Utara 16 24 kurang 11.792

7 Oba Selatan 2 6 kurang 2.936

8 Oba Tengah 7 kurang 3.557

Kota Tidore Kepulauan 54 120 kurang 60.144

Sumber: Hasil Analisis Studio

Kebutuhan sarana pendidikan tingkat dasar (SD) di Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2030 masih belum mencukupi. Terutama untuk wilayah Kecamatan Tidore dan Tidore Selatan.

(26)

Hal VII-26 Tabel 7. 8 Jumlah Sarana Pendidikan SD Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas SD (Unit)

Kebutuhan Luas (m2) Kondisi Eksisting 2030 1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 1.600 jiwa. Luas lahan minimal 2.000 m2. 15 19 kurang 38,281

2 Tidore Selatan 11 16 kurang 31,256

3 Tidore Utara 15 14 lebih 28,776

4 Tidore Timur 7 7 cukup 14,055

5 Oba 14 9 lebih 18,444

6 Oba Utara 18 18 cukup 36,850

7 Oba Selatan 7 5 lebih 9,174

8 Oba Tengah 12 6 lebih 11,115

Kota Tidore Kepulauan 99 94 lebih 187,951

Sumber: Hasil Analisis Studio

Kebutuhan sarana pendidikan tingkat dasar (SD) di Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2030 masih belum mencukupi. Terutama untuk wilayah Kecamatan Tidore, Tidore Selatan dan Tidore Timur.

Tabel 7. 9 Jumlah Sarana Pendidikan SMP Eksisting dan Kebutuhan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas SMP (Unit)

Kebutuhan Luas (m2) Kondisi Eksisting 2030 1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 4.800 jiwa. Luas lahan minimal 9.000 m2. 3 6 kurang 57,421

2 Tidore Selatan 2 5 kurang 46,884

3 Tidore Utara 5 5 cukup 43,164

4 Tidore Timur 1 2 kurang 21,083

5 Oba 7 3 lebih 27,665

6 Oba Utara 6 6 cukup 55,275

7 Oba Selatan 2 2 cukup 13,761

8 Oba Tengah 3 2 lebih 16,672

Kota Tidore Kepulauan 29 31 lebih 281,926

Sumber: Hasil Analisis Studio

Berdasarkan proyeksi penduduk untuk tahun tahun perencanaan 2030, maka diperkirakan jumlah fasilitas pendidikan SMA saat ini kurang mencukupi kebutuhan. Kecamatan Tidore, Tidore Selatan, Tidore Utara dan Oba Selatan masih membutuhkan fasilitas pendidikan pada tahun perencanaan.

(27)

Hal VII-27 Tabel 7. 10 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan SMA Eksisting dan Tahun 2030

No Kecamatan Standar

Jumlah Fasilitas SMA (Unit)

Kebutuhan Luas (m2) Kondisi Eksisting 2030 1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 4.800 jiwa. Luas lahan minimal 12.500 m2. 5 6 kurang 79.752

2 Tidore Selatan 2 5 kurang 65.117

3 Tidore Utara 2 5 kurang 59.950

4 Tidore Timur 2 2 cukup 29.282

5 Oba 3 3 cukup 38.424

6 Oba Utara 6 6 cukup 76.771

7 Oba Selatan 2 kurang 19.113

8 Oba Tengah 2 2 cukup 23.155

Kota Tidore Kepulauan 22 31 lebih 391.564

Sumber: Hasil Analisis Studio

Fasilitas pendidikan lainnya adalah ketersediaan taman bacaan. Keberadaan fasilitas taman bacaan ditujukan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat pada sumber informasi khususnya buku. Diperkirakan jumlah fasilitas taman bacaan yang dibutuhkan pada tahun 2030 sebanyak 60 unit. Fasilitas pendidikan tingkat tinggi atau perguruan tinggi telah tersedia di Kecamatan Tidore sebanyak 3 unit yaitu: STMIK, PG SD, dan Universitas Nuku.

Tabel 7. 11 Jumlah Kebutuhan Sarana Pendidikan Taman Bacaan Tahun 2030

No Kecamatan Standar Jumlah Fasilitas Taman Bacaan th 2030 Luas (m2) 1 Tidore Jumlah penduduk pendukung minimal 2.500 jiwa. Luas lahan minimal 150 m2. 12 1,837 2 Tidore Selatan 10 1,500 3 Tidore Utara 9 1,381 4 Tidore Timur 4 675 5 Oba 6 885 6 Oba Utara 12 1,769 7 Oba Selatan 3 440 8 Oba Tengah 4 533

Kota Tidore Kepulauan 60 9,022

Sumber: Hasil Analisis Studio

(28)

Hal VII-28 1. Peningkatan dan perbaikan bangunan sekolah dan perguruan tinggi yang telah ada pada saat ini. Serta peningkatan fasilitas pembelajaran di sekolah-sekolah menyangkut ketersediaan laboratorium dan perpusatakaan.

2. Mendirikan sekolah baru dibeberapa titik untuk daerah yang belum terlayani di wilayah perencanaan.

3. Untuk pulau-pulau kecil di Kota Tidore Kepulauan yang terdapat permukiman seperti pulau Mare dan pulau Maitara setidakknya terdapat 1 (satu) sarana pendidikan untuk setiap tingakatan (TK, SD, SLTP dan Taman bacaan).

4. Menyediakan sekolah menengah kejuruan berdasarkan potensi wilayah pengembangan. Ketersediaan fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. 12 3 Arahan Rencana Ketersediaan Fasilitas SMK di Kota Tidore Kepulauan

Lokasi SMK yang Dibutuhkan

Tidore dan Tidore Selatan SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Home Industri

4. Perikanan 5. Perkapalan

Tidore Utara dan Tidore Timur SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Pertanian

4. Perikanan

Oba Utara SMK dengan pembagian program studi: 1. Pariwisata dan perhotelan 2. Manajemen perkantoran 3. Industri Agro

4. Perkebunan 5. Perkapalan

Oba Tengah SMK dengan pembagian program studi: 1. Industri Agro

2. Perkebunan 3. Perkapalan 4. Pertambangan

Oba SMK dengan pembagian program studi: 1. Industri Agro

2. Pertanian 3. Perkebunan 4. Perikanan 5. Perkapalan

(29)

Hal VII-29

Lokasi SMK yang Dibutuhkan

1. Pertanian 2. Peternakan 3. Perkebunan 4. Perikanan

5. Mendirikan taman bacaan umum di tengah-tengah permukiman masyarakat untuk memberikan akses ilmu pengetahuan dan informasi melalui buku. 6. KDB bangunan sebesar 60% dengan 40% digunakan untuk lapangan olah

raga, taman, dan area parkir.

(30)

Hal VII-30

(31)

Hal VII-31

7.5.2

Rencana Pengembangan Fasilitas Kesehatan

Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan adalah a. Rumah sakit

b. Posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia balita

c. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktu-waktu tertentu juga untuk vaksinasi

d. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA) / Klinik Bersalin), yang berfungsi melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun

e. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya

f. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah yang lebih kecil

g. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha penyembuhan tanpa perawatan

(32)

Hal VII-32 h. Apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik

untuk penyembuhan maupun pencegahan.

Tabel 7. 13 Kondisi Eksisting Sarana Kesehatan dan Rencana Kebutuhan Tahun 2030

No. Kecamatan Jenis Sarana Jumlah Sarana (unit) Luas

Eksisting 2030

1 Tidore Rumah Sakit Umum Tipe C 1 1 86400 (* BKIA dan Rumah Bersalin 1 3000 Tempat praktek dokter 1 6

Puskesmas 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 2 2 600

Balai Pengobatan 2 12 3600

Apotek 1 250

2 Tidore Selatan Tempat praktek dokter 1 5

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 3 2 600

Balai Pengobatan 2 10 3000

Apotek 1 250

3 Tidore Utara BKIA dan Rumah Bersalin 1 3000 Tempat praktek dokter 5

Puskesmas rawat inap 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 5 2 600

Balai Pengobatan 5 9 2700

Apotek 1 250

4 Tidore Timur Tempat praktek dokter 2

Puskesmas 1 1000

Puskesmas Pembantu 3 2 600

Balai Pengobatan 3 4 1200

Apotek 1 250

5 Sofifi dan Oba Utara Rumah Sakit Umum Tipe B 1 86400 (* BKIA dan Rumah Bersalin 1 3000 Tempat praktek dokter 6

Puskesmas rawat inap 1 1 1000 Puskesmas Pembantu 5 8 2400

Balai Pengobatan 5 8 2400

Apotek 1 250

6 Oba Tengah Tempat praktek dokter 2

Puskesmas rawat inap 1 1 1000 Puskesmas Pembantu 4 6 1800

Balai Pengobatan 5 4 1200

(33)

Hal VII-33

No. Kecamatan Jenis Sarana Jumlah Sarana (unit) Luas

Eksisting 2030

7 Oba Rumah sakit Tipe D 1 3000

BKIA dan Rumah Bersalin 1 3000 Tempat praktek dokter 3

Puskesmas rawat inap 1 1 1000 Puskesmas Pembantu 5 8 2400

Balai Pengobatan 3 6 1800

Apotek 1 250

8 Oba Selatan Tempat praktek dokter 1

Puskesmas 1 1 1000

Puskesmas Pembantu 2 4 1200

Balai Pengobatan 4 3 900

Apotek 1 250

Sumber: Hasil Analisis Studio

Keterangan: Perhitungan kebutuhan berdasarkan SNI 03 – 1733 – 2004, (* berdasarkan Buku Teknik Analisis Regional)

Status Tidore yang telah ditetapkan oleh RUTR Provinsi sebagai PKW dan status Kota Sofifi sebagai PKLW dan ibukota Provinsi Maluku Utara membutuhkan fasilitas yang dapat melayani secara regional. Sehingga rencana pemenuhan kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Tidore Kepulauan dengan :

1. Mendirikan rumah sakit umum tipe B dengan skala layanan provinsi di Kota Sofifi dan mendirikan rumah sakit tipe D di Payahe untuk jangkauan layanan wilayah Tidore bagian Selatan (Oba dan Oba Selatan).

2. Peningkatan dan perbaikan bangunan fasilitas kesehatan yang telah ada untuk skala layanan Kota Tidore Kepulauan terutama yang terletak di pusat kota. 3. Menambah fasilitas puskesmas pembantu di wilayah Tidore bagian Pulau

Halmahera untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan. Penambahan ini mempertimbangkan lokasi yang luas dengan persebaran permukiman yang mengelompok dibeberapa tempat.

4. Menambah fasilitas BKIA atau rumah bersalin di pusat kegiatan terutama di Tidore (Soasio), Tidore Utara (Rum), Kota Sofifi, Oba (Payahe). Pembangunan sarana kesehatan BKIA bertujuan untuk meningkatkan akses kesehatan bagi ibu dan anak.

(34)

Hal VII-34 5. Penambahan fasilitas kesehatan seperti praktek dokter, apotek dan lainya yang dapat disediakan oleh masyarakat diserahkan pada masyarakat dan diarahkan pada pusat-pusat kegiatan lainnya.

6. Di setiap satuan permukiman diharuskan terdapat pos pelayanan terpadu (Posyandu). Dengan standar pelayanan posyandu yang melayani 1.250 jiwa, maka di Kota Tidore Kepulauan dibutuhkan posyandu sebanyak 112 unit posyandu. Lokasi yang dipakai untuk posyandu dapat dilakukan di balai warga atau rumah warga.

7. Untuk pulau-pulau kecil di Kota Tidore Kepulauan yang terdapat permukiman seperti Pulau Mare dan Pulau Maitara setidaknya terdapat 1 (satu) sarana kesehatan untuk fasilitas posyandu untuk balita dan lansia, puskesmas pembantu.

8. Setiap fasilitas kesehatan mempunyai kepadatan bangunan (BCR) 60% dan 40% untuk parkir dan lahan terbuka hijau.

(35)

Hal VII-35

(36)

Hal VII-36

7.5.3

Rencana Pengembangan Fasilitas Peribadatan

Sarana peribadatan merupakan sarana kebutuhan kerohanian sehingga perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena berbagai macam agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat penghuni yang bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan perumahan dihuni selama beberapa waktu. Pendekatan perencanaan yang diatur adalah dengan memperkirakan populasi dan jenis agama serta kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah dan lokasi bangunan peribadatan sesuai dengan tuntutan planologis dan religius.

Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya lahir sesuai konteks lingkungannya. Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area tertentu.

Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut, dan tata cara atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Saat ini, fasilitas sarana ibadah umat Islam sudah terpenuhi, sedangkan fasilitas umat Kristiani lebih banyak tersedia di Kecamatan Oba dan Oba Utara.

Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan sebagai berikut: 1. Kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar

2. Kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid 3. Kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid desa

4. Kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan (mengacu pada SNI 03-1733-2004)

Untuk sarana ibadah agama lain, direncanakan sebagai berikut: 1. Katolik mengikuti ketentuan paroki

2. Hindu mengikuti adat

3. Budha dan Kristen Protestan mengikuti sistem kekerabatan atau hierarki lembaga.

(37)

Hal VII-37 Sehingga gambaran kebutuhan fasilitas peribadatan agama Islam pada tahun rencana 2030 adalah:

Tabel 7. 14 Rencana Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Tahun 2030

no Kecamatan Standar

Kebutuhan Fasilitas Peribadatan

Mushola Masjid Warga Masjid Desa 1 Tidore Penduduk penunjang Mushola = 250 Jiwa; Masjid Warga = 2500 jiwa; Masjid Desa = 30.000 jiwa

122 12 1 2 Tidore Selatan 100 10 1 3 Tidore Utara 92 9 1 4 Tidore Timur 45 4 0 5 Oba 59 6 0 6 Oba Utara 118 12 1 7 Oba Selatan 29 3 0 8 Oba Tengah 36 4 0

Kota Tidore Kepulauan 601 60 5

Sumber: Hasil Analisis Studio

Keterangan: Standar berdasarkan SNI 03-1733-2004

Dalam hal pemenuhan kebutuhan sarana peribadatan, rencana pembangunannya antara lain:

1. Pembangunan fasilitas peribadatan skala layanan Kota Sofifi yang terletak di pusat kota.

2. Pembangunan fasilitas peribadatan skala layanan kecamatan seperti Masjid Agung di pusat kegiatan baru Payahe dengan lokasi dapat berdekatan dengan kantor kecamatan.

3. Penambahan sarana peribadatan diserahkan kepada kesepakatan masyarakat dengan syarat pembangunan mengikuti IMB dan ketentuan bangunan tahan gempa.

4. Membantu masyarakat dengan diberikannya pedoman standar pembangunan bangunan peribadatan.

5. Dalam satu tempat peribadatan harus mempunyai 40% lapangan terbuka hijau dan parkir.

6. Untuk sarana ibadah agama Islam dan Kristen Protestan dan Katolik, kebutuhan ruang dihitung dengan dasar perencanaan 1,2 m²/jemaah, termasuk ruang ibadah, ruang pelayanan dan sirkulasi pergerakan. Sedangkan tempat ibadah agama lain disesuaikan berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat dalam melakukan ibadah agamanya.

(38)

Hal VII-38

(39)

Hal VII-39

7.5.4

Rencana Pengembangan Fasilitas Pemerintahan dan

Pelayanan Umum

Fasilitas perkantoran di Kota Tidore Kepulauan merupakan fasilitas pemerintah dan pelayanan umum yang memberikan jasa pelayanan pada masyarakat. Skala pelayanan untuk fasilitas ini dibedakan menjadi: skala wilayah Kota Tidore Kepulauan, skala kota, skala wilayah kecamatan dan skala lingkungan desa. Pengembangan wilayah Kota Tidore Kepulauan berdasarkan satuan wilayah pengembangan dan pembagian pusat-pusat kegiatan mengharuskan adanya perhitungan luasan fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum. Perhitungan luas kawasan perkantoran yang dibutuhkan di Kota Tidore Kepulauan adalah:

Tabel 7. 15 Rencana Jumlah Perkiraan Kebutuhan Luas Areal Perkantoran

No. Kecamatan

Luas Lahan Perkantoran per

Cakupan Layanan (Ha) Jumlah

(Ha) Kecamatan Kelurahan Perkotaan

1 Tidore 0.6 2.31 8 10.91 2 Tidore Selatan 0.6 1.68 2.28 3 Tidore Utara 0.6 2.52 3.12 4 Tidore Timur 0.6 0.84 1.44 5 Oba 0.6 1.89 2.49 6 Oba Utara 0.6 1.89 16 18.49 7 Oba Selatan 0.6 1.47 2.07 8 Oba Tengah 0.6 2.52 3.12

Kota Tidore Kepulauan 4.8 15.12 43.92 Sumber: Hasil Analisis Studio

Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup kelurahan meliputi: kantor kelurahan, Pos Kamtib, pos pemadam kebakaran, agen pelayanan pos, loket pembayaran air bersih, loket pembayaran listrik dan lahan parkir. Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup kecamatan meliputi: kantor kecamatan, kantor polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, dan kantor stasiun telekomunikasi. Kebutuhan lahan perkantoran pemerintahan pada lingkup perkotaan di Kecamatan Tidore dan sekitarnya untuk perkantoran pelayanan setingkat kabupaten, di Kota Sofifi digunakan untuk perkantoran pemerintahan tingkat provinsi.

Dengan perbedaan cakupan layanan, maka direncanakan bahwa luas kebutuhan perkantoran di Kota Sofifi dua kali lebih banyak dibandingkan kebutuhan perkantoran di Kecamatan Tidore.

(40)

Hal VII-40 Rencana pengembangan sarana pemerintahan dan pelayanan umum atau perkantoran:

1. Kawasan perkantoran dialokasikan pada pusat-pusat kegiatan baik skala kota, kecamatan dan desa dengan pertimbangan mempermudah penduduk Kota Tidore Kepulauan dalam mengakses perkantoran pemerintahan dan pelayanan umum. Pulau Tidore untuk pusat perkantoran skala regional dan kota, sedangkan Kota Sofifi untuk pusat perkantoran skala provinsi.

2. Dibangunnya fasilitas layanan pemerintah dan pelayanan umum kantor pemadam kebakaran dengan mempertimbangkan bahwa kondisi perkotaan di Kota Tidore Kepulauan dua puluh tahun kedepan akan semakin padat. Penyediaan kantor pemadam kebakaran bertujuan untuk mengatisipasi bencana kebakaran dengan seiring padatnya intensitas bangunan di perkotaan.

3. Penyediaan kantor Pos dan Giro untuk peningkatan pelayanan jasa komunikasi dan pengiriman barang di setiap ibukota kecamatan dengan pusat kantor di Kecamatan Tidore dan Kota Sofifi yang berskala layanan regional.

4. Bangunan perkantoran di Pulau Tidore mempunyai kepadatan bangunan 50% dengan ketinggian maksimal 4 lantai.

Gambar 7. 7 Gedung Perkantoran Provinsi Maluku Utara di Sofifi Sumber: Hasil Survey

7.5.5

Rencana Pengembangan Fasilitas Perdagangan

Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

(41)

Hal VII-41 Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah:

1. Toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari;

2. Pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya;

3. Pusat pertokoan dan/atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit desa ≈ 30.000 penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya;

4. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

5. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit perkotaan ≈ penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

Kondisi eksisting sarana perdagangan di Kota Tidore Kepulauan hanya sebatas untuk cakupan wilayah lokal. Lokasi pusat perbelanjaan yang dapat diketahui antara lain:

- Pasar daerah di Kecamatan Tidore - Pasar lokal di dekat pelabuhan Rum - Pasar lokal di dekat pelabuhan Goto - Pasar lokal di Payahe

Selain lokasi perdagangan yang diketahui, kemungkinan masyarakat melakukan kegiatan perdagangan yang dilakukan di lingkungan terkecil permukiman setempat.

Untuk menggerakkan perekonomian di Kota Tidore Kepulauan bidang pariwisata harus dikembangkan. Sebagai basis perekonomian di Kota Tidore Kepulauan adalah pertanian-perkebunan. Kedua bidang tersebut harus ditunjang oleh sarana perdagangan

(42)

Hal VII-42 sebagai pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sehingga rencana sarana perdagangan di wilayah perencanaan:

1. Perbaikan dan peningkatan pasar di Sofifi (dekat Goto) menjadi pasar induk yang melayani regional. Dengan ketentuan maksimal ketinggian bangunan 4 lantai dan KDB 50%.

2. Perbaikan dan peningkatan pelayanan pasar induk Sari Malaha yang dapat melayani regional dan Kota Tidore Kepulauan. Dengan ketentuan masksimal ketinggian bangunan 4 lantai dan KDB 50%.

3. Perbaikan pasar induk kecamatan dengan maksimal ketinggian bangunan 3 lantai, ketentuan KDB 50%. Desain pasar induk kecamatan didasarkan pada pasar tradisional dengan keleluasaan interaksi antara pembeli dan penjual. 4. Pembangunan pasar pusat kerajinan di pusat-pusat kota pengembangan

pariwisata yang tersebar di Soasio, Rum, Gurabati, Sofifi dan Payahe.

5. Pengaktifan pasar ikan di Soasio untuk menunjang kegiatan perdagangan perikanan.

6. Pembangunan toko dan warung diserahkan kepada masyarakat namun lebih diarahkan kepada pusat kegiatan baru dan pusat-pusat kegiatan lainnya.

Gambar 7. 8 Kegiatan Perdagangan di Kota Tidore Kepulauan

(43)

Hal VII-43

7.5.6

Rencana Pengembangan Fasilitas Perbankan

Sarana perbankan adalah sarana perekonomian yang menunjang dinamika perekonomian daerah di Kota Tidore Kepulauan. Dengan tipe masyarakat Kota Tidore Kepulauan yang lebih bersifat masyarakat rural, kondisi perekonomian menengah ke bawah, serta bisnis yang dijalankan, maka sebaiknya pemerintah memberikan kemudahan sarana perbankan berbasis masyarakat dan juga menggandeng perbankan swasta yang memberikan bunga ringan. Selain itu, rencana pengembangan fasilitas perbankan bertujuan memberikan fasilitas penunjang dalam pengembangan industri agro dan pariwisata.

Rencana pengembangan sarana perbankan di Kota Tidore Kepulauan:

1. Diijinkan pendirian cabang bank dengan cakupan wilayah regional di Sofifi. Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum 50% dan ketinggian bangunan maksimum 4 lantai.

2. Membuka cabang bank daerah di pusat kegiatan baru yaitu di lokasi Payahe. Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum 50% dan ketinggian bangunan maksimum 3 lantai.

3. Membuka cabang bank daerah di setiap ibukota kecamatan. Bangunan bank didirikan pada kawasan perdagangan dengan KDB maksimum 50% dan ketinggian bangunan maksimum 3 lantai.

4. Pendampingan untuk program pemerintah dalam mengentas kemiskinan daerah perkotaan dengan adanya BKM (Badan Keuangan Masyarakat) di masyarakat.

7.5.7

Rencana Pengembangan Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi

Sarana kebudayaan dan rekreasi merupakan bangunan yang dipergunakan untuk mewadahi berbagai kegiatan kebudayaan dan atau rekreasi, seperti gedung pertemuan, gedung serba guna, bioskop, gedung kesenian, dan lain-lain. Bangunan dapat sekaligus berfungsi sebagai bangunan sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sehingga penggunaan dan pengelolaan bangunan ini dapat berintegrasi menurut kepentingannya pada waktu-waktu yang berbeda.

Penetapan jenis atau macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu daerah sangat tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu menyangkut faktor-faktor:

(44)

Hal VII-44 1. Tata kehidupan penduduknya.

2. Struktur sosial penduduknya.

Menurut lingkup pelayanannya, jenis sarana kebudayaan dan rekreasi meliputi: 1. Balai warga/balai pertemuan (skala pelayanan unit RW ≈ 2.500 penduduk) 2. Balai serbaguna (skala pelayanan unit Desa ≈ 30.000 penduduk)

3. Gedung pertemuan/gedung serbaguna (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk)

4. Bioskop (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000 penduduk)

Sarana kebudayaan dan rekreasi di Kota Tidore Kepulauan masih menggunakan sarana pemerintahan seperti balai pertemuan di Kantor Kepala Desa. Balai pertemuan tersebut berfungsi sebagai balai serbaguna. Sehingga rencana peningkatan sarana kebudayaan dan rekreasi antara lain:

1. Merawat fasilitas kebudayaan dan rekreasi yang telah ada bersama dengan masyarakat sekitar. Pelibatan partisipasi masyarakat dari berbagai elemen LSM, komunitas setempat, swasta.

2. Membuat tambahan fasilitas rekreasi baru yang dapat diintegrasikan dengan fasilitas eksisting.

3. Meningkatkan fasilitas disekitar tempat rekreasi seperti fasilitas persampahan, parkir, taman, penerangan dan lainnya.

4. Memperbaiki balai pertemuan yang ada di setiap kantor masing-masing desa. 5. Dengan adanya Upacara Adat Lufu Kie, Legu Gam dan Dabus di Pulau Tidore

sebagai obyek wisata seni dan budaya, maka direncanakan dibangun gedung serbaguna sebagai gedung kesenian dan pusat informasi kebudayaan di Pulau Tidore.

Gambar 7. 30 Contoh Gedung Pertemuan Sebagai Gedung Kesenian dan Pusat Informasi Kebudayaan

(45)

Hal VII-45

7.5.8

Rencana Pengembangan Lokasi Pariwisata

Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional maupun global. Untuk Kota Tidore Kepulauan, fasilitas rekreasi untuk sekarang ini masih berada satu lokasi dalam tempat wisata setempat seperti pantai , dan lainnya. Sebagai salah satu lokasi pariwisata nasional, tempat rekreasi di Kota Tidore Kepulauan sudah memenuhi standar nasional. Namun keberadaan fasilitas rekreasi yang ada sekarang ini belum mampu mengangkat Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan. Berdasarkan data primer, diketahui bahwa di desa-desa Kota Tidore Kepulauan terdapat lokasi-lokasi yang mempunyai potensi sebagai lokasi wisata alternatif selain wisata budaya.

Obyek wisata unggulan yang dijadikan sebagai integrated tourism antara lain:

1. Obyek wisata tirta, terdiri dari: Kawasan wisata Pulau Mare, Pulau Maitara dan gugusan Pulau Woda yang dapat dijadikan sebagai kawasan wisata global skala Provinsi Maluku Utara dengan keunikan dan daya tarik yang beragam, pantai Rum, Cobo, Taman Cobo, Pantai Gamgau, dan Pantai Tugulufa.

2. Obyek wisata alam, terdiri dari: Kawasan wisata Gurua Marasai di Kelurahan Guraping Kota Sofifi dan Air Terjun Luku Celeng di Desa Kalaodi, Kecamatan Tidore.

3. Obyek wisata sejarah, terdiri dari: Kedaton Sultan, Masjid Sultan, Dermaga Sultan, Museum Malige Sonyine, Makam Sultan Nuku, Makam Sultan Djamaluddin, Makam Habib Umar Al’Faroek Rahmatullah dan Benteng Tahula. Obyek wisata ini dapat dijadikan sebagai obyek wisata sejarah dan wisata ziarah. 4. Obyek wisata seni dan budaya, terdiri dari: Upacara Adat Lufu Kie dan Legu Gam

serta Dabus.

(46)

Hal VII-46

Gambar 7. 41 Obyek Wisata Bahari Kota Tidore Kepulauan Rencana pengembangan pariwisata Kota Tidore Kepulauan:

1. Pengembangan kawasan pariwisata di Kota Tidore Kepulauan dilakukan secara integrated dengan pengembangan dikhususkan pada obyek wisata unggulan Kota Tidore Kepulauan

2. Membentuk Badan Promosi Pariwisata Daerah.

Badan promosi pariwisata daerah Kota Tidore Kepulauan berkedudukan di ibukota Tidore Kepulauan (Soasio). Badan tersebut merupakan badan swasta yang berdiri sendiri dan saling melakukan koordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

3. Mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata dengan membentuk Gabungan Industri Pariwisata Daerah yang terdiri dari pengusaha pariwisata, asosiasi usaha pariwisata, asosiasi profesi dan asosiasi lain yang terkait dengan pariwisata.

Rencana pengembangan fasilitas pendukung pariwisata

1. Lokasi wisata dilengkapi dengan fasilitas penerangan, tempat sampah, taman, parkir, wc umum.

2. Membangun dan melestarikan fasilitas camping ground, pembuatan pos-pos pendakian untuk pengembangan wisata alam.

3. Membangun taman wisata bunga dan fasilitas taman bermain sebagai perluasan wisata alam dan budaya di Gurabunga.

4. Pembangunan port marina pada pulau-pulau kecil sebagai pengembangan fasilitas pada wisata bahari.

5. Banyaknya wisata bahari, maka perlu adanya pembangunan early warning system untuk bencana tsunami dan area evakuasi.

6. Pengembangan wisata yang berorientasi pada integrated tourism maka perlu ditunjang dengan sarana transportasi baik darat dan laut yang terpadu yang menghubungkan ODTW di Kota Tidore Kepulauan secara keseluruhan.

(47)

Hal VII-47 7. Merangsang dan mengontrol berdirinya tempat penginapan yang berkualitas. 8. Perbaikan dan pembangunan museum serta menyediakan fasilitas penunjang

seperti loket, wc umum, taman, penerangan dan parkir.

Gambar 7. 52 Contoh Taman Bunga yang Dapat Dikembangkan di Gurabunga

(48)

Hal VII-48

(49)

Hal VII-49

7.6

Rencana Sistem Jaringan Transportasi

Kota Tidore Kepulauan merupakan bagian dari gugusan pulau di Kepulauan Maluku. Sarana perhubungan yang telah ada di Kota Tidore Kepulauan antara lain perhubungan darat dan perhubungan laut. Baik perhubungan darat maupun perhubungan laut sangat berperan penting dalam bidang ekonomi, budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta untuk kemakmuran rakyat. Hal tersebut dikarenakan dengan perhubungan yang baik maka dapat meningkatkan mobilitas penduduk antar wilayah untuk dapat mengakses suatu layanan tertentu. Selain itu, perhubungan tersebut dapat berperan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa.

7.6.1

Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat

7.6.1.1

Rencana Pengembangan jaringan jalan

Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Sistem jaringan jalan di Kota Tidore Kepulauan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer tersebut meliputi jaringan jalan trans Halmahera yang melayani pergerakan antar wilayah di Provinsi Maluku Utara. Kondisi jaringan jalan primer di Kota Tidore Kepulauan sudah dalam keadaan baik. Sistem jaringan jalan sekunder meliputi jaringan jalan yang menghubungkan tiap pusat kegiatan di wilayah Kota Tidore Kepulauan. Kondisi jaringan jalan sekunder di Kota Tidore Kepulauan sudah dalam keadaan baik namun masih terdapat jaringan jalan yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki.

Gambar

Tabel 7. 1 Rencana Pembagian Jumlah Penduduk di Perkotaan dan Pedesaan Tahun 2030
Tabel 7. 4  Perbandingan Jumlah Penduduk Rencana dengan Jumlah Penduduk Optimum Th 2030
Gambar 7.3. Peta Rencana Perkotaan dan Perdesaan
Tabel 7. 6 Proyeksi Jumlah Kebutuhan Rumah dan Luas Lahan (Km 2 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar penilaian LKS, lembar keterampilan berpikir kritis dan angket respon siswaData diperoleh dari hasil

Berdasarkan hasil uji hipotesis 1 (H 1 ), didapat bahwa pada tingkat signifikansi dibawah 0,05 Perbandingan nilai antara t hitung sebesar 5,593 lebih besar dengan nilai t tabel

Berdasarkan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, landasan teori, studi pustaka, hasil wawancara dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat

(1) Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan kebijakan teknis dan pembinaan hubungan industrial serta

Motor bakar adalah mesin atau pesawat yang mengubah energi kimia dari bahan Motor bakar adalah mesin atau pesawat yang mengubah energi kimia dari bahan bakar menjadi energi Mekanik

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan

Simpanan yang diperuntukkan bagi perorangan maupun lembaga, yang merupakan persiapan dana jangka panjang seperti untuk keperluan masa pensiun, biaya pendidikan,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, salawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW serta