• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGATURAN KOMBINASI MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN CABUTAN TUMIH [Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser] NIECHI VALENTINO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGATURAN KOMBINASI MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN CABUTAN TUMIH [Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser] NIECHI VALENTINO"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGATURAN KOMBINASI MEDIA

TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN CABUTAN

TUMIH [Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser]

NIECHI VALENTINO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

TUMIH [Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser]

NIECHI VALENTINO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

NIECHI VALENTINO. Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media terhadap Pertumbuhan

Anak Cabutan Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser). Di bawah bimbingan: ISTOMO.

Adanya pemanfaatan gambut yang tidak bijaksana, menyebabkan laju kerusakan gambut sangat cepat di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi agar fungsi dari ekosistem ini dapat dipertahankan hingga generasi mendatang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah rehabilitasi awal melalui pemilihan jenis lokal yang sesuai dengan kondisi ekologis setempat.

Salah satu jenis lokal yang tumbuh di lahan gambut yaitu tumih (C. rotundatus

(Miq.) Danser). Dalam rangka rehabilitasi C. rotundatus dapat diklasifikasikan

jenis yang cepat tumbuh (fast growing species) dan toleran terhadap kondisi

kering dan terbuka sehingga sangat baik untuk jenis pra awal penanaman dalam usaha rehabilitasi lahan gambut yang terganggu. Pengembangan jenis C.

rotundatus dapat dilakukan melalui cabutan anakan alam melalui pengaturan kombinasi media.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi awal mengenai perlakuan

komposisi media terbaik yang mampu meningkatkan pertumbuhan C. rotundatus

dalam rangka merintis pengembangan teknik silvikultur pada tanaman C.

rotundatus. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan enam perlakuan kombinasi media yaitu (K1) pasir:kompos:sekam padi dengan komposisi (1:1:2), (K2) pasir:kompos:serbuk gergaji dengan kombinasi (1:1:2),

(K3) pasir:kompos:cocopeat dengan kombinasi (1:1:2), (K4)

kompos:cocopeat:serbuk gergaji dengan kombinasi (1:2:2), (K5)

kompos:cocopeat:sekam padi dengan kombinasi (1:2:2), dan (K6) kompos:sekam

padi:serbuk gergaji dengan kombinasi (1:2:2). Setiap perlakuan memiliki tiga ulangan masing-masing ulangan berisi 15 anakan, sehingga total unit pengamatan adalah 270 tanaman sumber bibit. Hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata pertambahan tinggi perminggu pada perlakuan K1 sebesar 0.099 cm, K2 sebesar 0.083 cm, K3 sebesar 0.081 cm, K4 sebesar 0.116 cm, K5 sebesar 0.088 cm, dan K6 sebesar 0.078 cm. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman tumih. Sedangkan nilai persentase hidup tanaman pada perlakuan pemberian hormon K1 sebesar 86.67%, K2 sebesar 80.00%, K3 sebesar 35.56%, K4 sebesar 62.22%, K5 sebesar 71.11%, dan K6 sebesar 86.67%. Setelah data dianalisis sidik ragam

menggunakan Softtware SAS 9.3.1, didapat hasil bahwa perlakuan memberikan

pengaruh nyata terhadap persentase hidup. Selanjutnya pada uji lanjutan dengan Uji Duncan menunjukkan perlakuan K6 tidak berbeda nyata dengan K1 dan K2. Hal tersebut ditunjukkan pada persentase hidup K6 dan K1 yaitu 86.67 % serta K2

sebesar 80.00 %. Perlakuan K6 tidak berbeda nyata dengan K4 dan K5, tetapi berbeda

nyata dengan K3. Sedangkan untuk perlakuan kombinasi K4 dan K5 tidak berbeda nyata dengan K3. Persentase hidup untuk K4 dan K5 masing-masing sebesar 62.22% dan 71.11% sedangkan untuk K3 menunjukkan persentase hidup terendah yaitu 35.56%.

(4)

NIECHI VALENTINO. Influence of Media Combination Toward The Growth of

Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) Natural Stump Seedling.

Supervised by: ISTOMO.

The unwise utilization of peat-land has been causing a very rapid rate of peat destruction in Indonesia. Therefore, it is neccesary to conduct the effort to protect the function of these ecosystems so it can become sustain until the next generation. One effort for the initial rehabilitation is through an appropriate selection of local species by local ecological conditions. One of the local species

that can grow in the peatland is tumih (C. rotundatus (Miq.) Danser). C.

rotundatus can be classified as of fast-growing types (fast growing species) and tolerant of dry and open condition so it is good for initial pre-planting in the

rehabilitation of disturbed peatlands. Development of C. rotundatus species can

be done through natural stump seedling with media combination.

This study aimed to obtain a preliminary information of the best media

composition treatment which capable of enhancing the growth of C. rotundatus in

order to develop the silvicultural techniques. This research used Completely Randomized design with six treatment combinations of media which is (K1) sand: compost: rice husk with composition (1:1:2), (K2) sand: compost: sawdust with a composition of (1:1:2), (K3) sand: compost: cocopeat with composition (1:1:2), (K4) compost: cocopeat: sawdust with composition (1:2:2), (K5) compost: cocopeat: rice husk with a composition (1 : 2:2), and (K6) compost: rice hulls: sawdust with composition (1:2:2). Each treatment had three replications, each test contained 15 seedling, so the total of unit observation were 270 units of seed plants. This study discovered that the average of height increment per week on treatment were (K1) 0,099 cm, (K2) 0,083 cm, (K3) 0,081 cm, (K4) 0116 cm, at (K5) 0,088 cm, and (K6) 0,078 cm. The results of variance showed that the treatment did not give the real effect of the increase in plant height. While the percentage of living plants on the media combination treatment were 86.67% (K1), (K2) 80.00%, 35.56% for K3, 62.22% for K4, 71.11% for K5 and 86.67% for K6. After the data were analyzed using SAS 9.3.1 Software, we got the result recaled that the treatment gave a real influence on the percentage of living seedling. Then on the advanced test with Duncan's test showed that K6 treatment is similar with K1 and K2 treatment. This was shown in the living percentation of K6 toward K1 and K2 which is 86.67% at 80.00%. K6 treatment is similar with K5 and K4 treatment, but significantly different from K3. As for the K4 and K5 combination treatment was also similar with the K3 treatment. Percentage of life for K4 and K5 were respectively by 62.22% and 71.11% respectively, while for K3 showed the lowest percentage of life was 35.56%.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media terhadap Pertumbuhan Anakan Cabutan Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Niechi Valentino E44060019

(6)

Judul Penelitian : Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media terhadap

Cabutan Anakan Tumih [Combretocarpus rotundatus

(Miq.) Danser]

Nama Mahasiswa : Niechi Valentino

NRP : E44060019 Menyetujui: Dosen Pembimbing NIP 19620706 198903 1 003 Dr. Ir. Istomo, MS Mengetahui:

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

NIP 19601024 198403 1 009 Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

terselesaikannya penyusunan skripsi berjudul “Pengaruh Pengaturan Kombinasi

Media terhadap Pertumbuhan Anakan Cabutan Tumih (Combretocarpus

rotundatus (Miq.) Danser)” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di bawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.

Penelitian ini merupakan penelitian awal dalam perbanyakan C.

rotundatus melalui metode pengaturan kombinasi media. Penelitian mengenai C. rotundatus melalui metode pengaturan kombinasi media dilakukan untuk menggali informasi mengenai pengembangan teknik silvikutur mengenai

pertumbuhan dari C. rotundatus pada kombinasi media yang terbaik sehingga

mampu tumbuh baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

bagi penelitian selanjutnya mengenai pengenbamgan C. rotundatus baik untuk

tujuan perbanyakan maupun pelestarian plasma nutfah di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam hal penyajian isi materi dan tata bahasa. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap karya ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2012

Penulis

(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Februari 1989 bertempat di Gunung selan, Argamakmur, Bengkulu. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Rapani dan Zurmawati. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 015 Sidorejo, SLTPN 1 Curup, dan SMUN 1 Curup yang kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur USMI Rejang Lebong, dan pada tahun 2007 masuk ke Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di BEM KM divisi Infokom selaku Wakil Ketua II tahun 2006. Selanjutnya di BEM-E divisi Kemahasiswaan tahun 2007. Selain itu di Himpunan Profesi mahasiswa

Silvikultur, Tree Grower Community (TGC) sebagai anggota, dan organisasi

eksternal HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Bogor tahun 2012. Pada bulan Juli hingga Agustus tahun 2010 penulis melakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di HPH PT Diamond Raya Timber Riau.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media terhadap Pertumbuhan Anakan Cabutan Tumih [Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser]” di bawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Bapak Dr. Ir. Istomo, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

2. Kepada Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku ketua sidang dan Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Kepada seluruh keluarga besar Laboratorium Ekologi Hutan atas dukungan, kerja sama, bantuan literatur, dan ilmu dalam mendukung penelitian ini.

4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan, Departemen Silvikultur yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

5. Kepada Ibunda tercinta Zurmawati atas segala do’a tiada henti setiap dalam sujudmu , dorongan dan dukungan moral maupun material, serta semangat yang membangun buat anakmu yang selalu diberikan dengan tetesan keringat dan air mata.

6. Kepada Kakak tingkat Benny M, S.Hut (SVK 42) yang telah banyak membantu, mendukung, memberikan bimbingan, motivasi dan saran serta berbagi ilmu dalam pengerjaan dan penyelesaian penelitian.

7. Kepada teman satu bimbingan, Niechi Valentino, S.Hut (SVK 43) dan Vianti, S.Hut (KSHE 44) atas segala bantuan dan kerjasama yang telah dilakukan dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian dan penulisan.

8. Kepada seluruh teman-teman Kostan Semeru Basecamp dan teman-teman

angkatan 43 yang telah membantu, memberikan motivasi dan semangat. 9. Kepada M.A. Ayu Dewayani (SVK 46) serta adik-adik tingkat yang telah

berkenan membantu dalam penyelesaian penelitian dan penulisan.

10. Kepada pihak-pihak yang tidak sempat saya sebutkan pada kesempatan kali ini yang telah ikut serta dalam membantu, memberikan motivasi dan semangat.

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai dan Manfaat Gambut serta Pentingnya Rehabilitasi di Hutan Gambut ... 4

2.2 Tinjauan Umum Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) ... 5

2.2.1 Taksonomi Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser. 5 2.2.2 Ciri – ciri Morfologi... 6

2.2.3 Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh ... 7

2.2.4 Manfaat Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser ... 8

2.3 Media Tanam ... 8 2.3.1 Sekam Padi... 8 2.3.2 Serbuk Gergaji ... 9 2.3.3 Cocopeat ... 9 2.3.4 Pasir... 10 2.3.5 Kompos ... 11 2.4 Faktor Lingkungan ... 11 2.4.1 Media Pertumbuhan ... 11 2.4.2 Kelembaban Udara ... 12

2.4.3 Suhu dan Temperatur Udara ... 12

2.4.4 Cahaya Matahari ... 13

2.5 Kualitas Bibit ... 13

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

(11)

3.3 Persiapan Bibit C. rotundatus ... 15

3.4 Persiapan Tempat dan Media ... 17

3.4.1 Pembuatan Media Tanam ... 17

3.4.2 Persiapan Bahan Anakan ... 18

3.4.3 Penanaman pada Media Tanam ... 18

3.4.4 Pemeliharaan ... 19

3.5 Pengambilan Data ... 20

3.6 Rancangan Penelitian dan Analisis Data ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 23

4.1.1 Persentase Hidup Tanaman ... 23

4.1.2 Pertumbuhan Tinggi Tanaman ... 27

4.1.3 Persentase Hidup Tumih Berdasarkan Pengelompokkan

Tinggi Awal Tanaman... 28

4.1.4 Kondisi Lingkungan... 30

4.2 Pembahasan... 31

4.2.1 Respon Persentase Hidup Terhadap Perlakuan Kombinasi Media... 31

4.2.2 Respon Perlakuan Kombinasi Media Terhadap Pertumbuhan Tinggi ... 36

4.2.3 Pengaruh Faktor Kondisi Lingkungan ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(12)

Halaman

1 Data persentase hidup tanaman tumih ... 23

2 Data rata-rata persentase hidup dan rata-rata transformasinya ... 25

3 Sidik ragam nilai persentase hidup tanaman tumih ... 26

4 Uji duncan tanaman tumih ... 26

5 Pertumbuhan tinggi tanaman tumih ... 27

6 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan kombinasi media terhadap pertumbuhan tinggi tanaman tumih ... 28

7 Data jumlah tinggi awal pada masing-masing perlakuan yang dikelompokkan ke dalam range tinggi awal ... 29

8 Persentase hidup total tanaman pengelompokkan kelas tinggi ... 29

9 Rata-rata temperatur udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya selama penelitian ... 30

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagian-bagian pohon C. rotundatus (Miq.) Danser (A. ranting-daun yang

berbuah; B. buah potongan melintang; C. bunga; D. bunga tanpa kelopak,

mahkota dan benang sari; E. mahkota bunga; F. benang sari)... 6

2 Combretocarpus rotundatus( Miq). Danser... 7

3 Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser di Kalimantan Tengah ... 7

4 Anakan alam Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser... 14

5 Alat yang digunakan dalam penelitian: (a. thermo-hygrometer, dan b. lightmeter) ... 15

6 (a) persiapan pengepakan C. rotundatus pada koran,(b) pengepakan C. rotundatus pada kantong plastik besar,(c) C. rotundatus yang siap diangkut 16 7 Sungkup dan paranet yang digunakan dalam penelitian ... 17

8 Pembuatan media tanam ... 18

9 Pemotongan helai daun tumih (C. rotundatus) ... 18

10 Penanaman pada media tanam ... 19

11 Proses pemeliharaan selama penelitian... 20

12 Persentase hidup pada masing – masing perlakuan ... 24

13 Pertumbuhan tanaman tumih per minggu ... 28

14 Persentase hidup total tumih pada pengelompokkan kelas tinggi... 30

(14)

1.1 Latar Belakang

Lahan gambut tropis di seluruh dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan 50% (21 juta ha) terdapat di Indonesia (BB Litbang SDLP 2008) dengan perincian di Sumatera seluas 7,21 juta ha, Kalimantan 5,79 juta ha, dan Papua seluas 8,0

juta ha (Wahyunto et al. 2005). Ditinjau dari pengertiannya, hutan rawa gambut

merupakan hutan yang tumbuh dari terakumulasinya residu vegetasi tropis yang kaya akan lignin dan selulosa yang lama terdekomposisi dan digenangi air hujan

sehingga miskin hara (Brady 1997 dalam Murdiyarso et al. 2004).

Hutan rawa gambut merupakan habitat berbagai flora-fauna dan

memberikan berbagai jasa lingkungan/environmental services seperti pengatur

tata air, penyerap dan penyimpan karbon (Wibisono et al. 2005). Lahan gambut

berfungsi sebagai penambat (sequester) karbon sehingga berfungsi mengurangi

gas rumah kaca di atmosfer, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan

setinggi 0-3 mm gambut per tahun (Parish et al. 2007) atau setara dengan

penambatan 0-5,4 t CO2 ha-1 tahun-1 (Agus 2009).

Adanya perluasan pemanfaatan gambut yang tidak bijaksana, menyebabkan laju kerusakan gambut sangat cepat di Indonesia. Sebagai contoh, antara tahun 1982 hingga 2007 telah dikonversi seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di provinsi Riau (WWF 2008). Kerusakan gambut menyebabkan berkurangnya atau hilangnya multifungsi baik secara ekologis maupun sosial ekonomi lahan gambut. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya untuk melindungi ekosistem gambut agar fungsinya dapat dipertahankan hingga generasi mendatang.

Menurut Wibisono et al. (2005) rehabilitasi merupakan salah satu upaya

yang sangat penting dalam memperbaiki hutan rawa gambut yang telah terdegradasi. Kegiatan rehabilitasi ini didukung oleh aspek legal mengenai konservasi lahan gambut yang diatur dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung.

Salah satu pertimbangan dari rehabilitasi adalah pemilihan jenis lokal yang

(15)

2

satu jenis lokal yang dapat direkomendasikan adalah tumih (Combretocarpus

rotundatus. Selain itu, dalam rangka rehabilitasi C. rotundatus dapat

diklasifikasikan jenis yang cepat tumbuh (fast growing species) dan toleran

terhadap kondisi kering dan terbuka sehingga sangat baik untuk penanaman dalam

usaha rehabilitasi lahan gambut yang terganggu, C. rotundatus juga memiliki

toleransi terhadap radiasi cahaya matahari yang intensif dan suhu tanah yang

tinggi (Saito et al. 2005).

Istomo et al. (2007) menyatakan bahwa dalam rangka rehabilitasi, C.

rotundatus merupakan jenis pohon asli setempat yang tumbuh sangat baik dan mungkin cocok untuk dikembangkan sehingga dapat dijadikan tanaman prioritas. Selain itu, menurut Daryono (2005) lahan sulfat masam aktual yang merupakan lahan konservasi diperlukan jenis spesifik untuk dapat hidup di tipologi lahan

sulfat masam aktual, C. rotundatus merupakan jenis yang hanya mampu tumbuh

pada areal terbuka dan pada hutan gambut yang telah terbakar dan mampu bertahan hidup. Jenis kayu ini pun mampu memberikan keuntungan ekonomis berupa kayu bakar bagi masyarakat lokal.

Salah satu upaya memperbanyak jenis ini yaitu melalui permudaan alam cabutan melalui pengaturan media tumbuh. Menurut Marlina dan Rusnandi (2007), media tumbuh merupakan salah satu faktor lingkungan yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya akar tanaman, penopang tanaman agar tumbuh dengan baik, menyediakan unsur hara dan air bagi pertumbuhan tanaman.

Penelitian tentang media tanam untuk jenis C. rotundatus belum pernah

dilakukan maka penelitan Pengaruh Pengaturan Kombinasi Media terhadap

Pertumbuhan Anakan Cabutan C. rotundatus perlu dilakukan. Dengan demikian

mengingat ini sebagai penelitian awal diharapkan penelitian ini dapat mengetahui

(16)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perlakuan

komposisi media terbaik yang mampu meningkatkan pertumbuhan C. rotundatus

dalam rangka pengembangan teknik silvikultur pada tanaman C. rotundatus.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi

sebagai acuan dalam pengembangan C. rotundatus baik untuk tujuan perbanyakan

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai dan Manfaat Gambut serta Pentingnya Rehabilitasi di Hutan Gambut

Hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunan atau akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu yang lama. Akumulasi ini terjadi karena lambatnya dekomposisi dibandingkan laju penimbunan bahan organik di lahan hutan yang basah atau tergenang tersebut

(Najiyati et al. 2005).

Gambut mulai gencar dibicarakan orang sejak sepuluh tahun terakhir, ketika dunia mulai menyadari bahwa sumberdaya alam ini tidak hanya sekedar berfungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, tempat budi daya, dan sumber energi, tetapi juga memiliki peran besar lagi sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuannya dalam

menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia.

Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya serap air yang sangat besar. Apabila jenuh, gambut saprik, hemik dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 450%, 450 – 850%, dan lebih dari 850% dari bobot keringnya atau hingga 90% dari volumenya. Karena sifatnya itu,

gambut memiliki kemampuan sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup

besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada musim kemarau sehingga dapat mencegah intrusi air

laut ke darat (Subiksa et al. 2000).

Fungsi gambut sebagai pengatur hidrologi dapat terganggu apabila terjadi drainase yang berlebihan karena material ini memiliki sifat kering tidak balik, porositas yang tinggi, dan daya hantar vertikal yang rendah. Gambut yang telah mengalami kekeringan sampai batas kering tak balik, akan memiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa air hujan, strukturnya lepas- lepas seperti lembaran serasah, mudah terbakar, sulit menyerap air kembali, dan

(18)

Di Sumatera, lebih dari 300 jenis tumbuhan dijumpai di hutan rawa gambut (Giessen 1991). Contoh tumbuhan spesifik lahan gambut yang memiliki

nilai ekonomi tinggi adalah jelutung (Dyera custulata), ramin (Gonystylus

bancanus), dan meranti (Shorea spp.), kempas (Koompassia malaccensis), punak (Tetramerista glabra), perepat (Combretocarpus rotundatus), pulai rawa (Alstonia pneumatophora), terentang (Campnosperma spp.), bungur (Lagestroemia speciosa), dan nyatoh (Palaquium spp.) (Iwan et al. 2004).

Keanekaragaman hayati lahan gambut merupakan sumber plasma nutfah yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat varietas atau jenis flora dan fauna komersial sehingga diperoleh komoditas yang tahan penyakit, berproduksi tinggi, atau sifat-sifat menguntungkan lainnya.

Hutan atau lahan rawa gambut yang mengalami degradasi, baik sebagai akibat penebangan liar, penjarahan dan kebakaran hutan, dan lain-lain ini harus segera dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekologis maupun meningkatkan produktivitasnya sehingga fungsi ekosistem itu dapat segera pulih kembali.

2.2 Tinjauan Umum Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) 2.2.1 Taksonomi Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser

Menurut Boer dan Lemmens (1998), Combretocarpus rotundatus (Miq.)

Danser (C. rotundatus), memilik nama daerah merapat (Dayak, Ngaju,

Kalimantan). Berdasarkan taksonominya jenis ini termasuk ke dalam: Kingdom : Plantae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Anisophylleales

Famili : Anisophylleaceae

Genus : Combretocarpus

Spesies : C. rotundatus (Miq.) Danser

Jenis ini memiliki beberapa nama daerah, yaitu marapat (Dayak, Ngaju, Kalimantan), perepat (Palembang), perepat darat (Belitung) dan teruntum batu (Bangka) (Heyne 1987).

(19)

6

2.2.2 Ciri-ciri Morfologi

Pohon C. rotundatus berukuran sedang sampai besar dengan tinggi

mencapai 40 m dan diameter mencapai 100 cm. Permukaan kulit batang tidak beraturan dan beralur dalam, berwarna cokelat terang sampai cokelat keabu-abuan sedangkan bagian dalam kulit batang keras, berwarna cokelat kejingga-jinggaan. Jenis ini hidup di daerah rawa, terkadang dengan bantalan dari akar nafas berwarna coklat kemerahan berbentuk seperti benang (Boer dan Lemmens 1998).

Gambar 1 Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser : (a. ranting-daun yang

berbuah, b. buah potongan melintang, c. bunga, d. bunga tanpa kelopak, mahkota dan benang sari, e. mahkota bunga, f. Benang sari) Bunga dari jenis ini berbentuk malai, muncul pada bagian pangkal cabang,

berwarna kuning, kelopak berbentuk deltoid-ovatus; stamen berjumlah dua kali

lipat dari jumlah mahkota; memiliki tiga (sampai empat) kepala putik, tidak saling menempel. Buahnya merupakan buah kering, umumnya bersayap tiga, dengan masing-masing buah mengandung satu pucuk yang berbentuk kumparan. Daun

berbentuk alternate, mengerucut pada bagian pangkal, membulat pada bagian

ujung dan tidak memiliki stipula. Daun muda berwarna merah tua terang sampai

merah gelap (Boer dan Lemmens 1998). Buah C. rotundatus berukuran 23 cm x

(20)

Gambar 2 Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser.

2.2.3 Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh

Combretocarpus rotundatus tersebar di Sumatra, Kalimantan dan pulau di sekitarnya (Kepulauan Riau, Bangka, Belitung) (Boer dan Lemmens 1998).

Menurut Argent et al. (1998), di Kalimantan, penyebaran jenis ini tercatat dari

Sarawak, Brunei, Sabah, Kalimantan Barat dan Tengah. Jenis ini ditemukan pada tanah berpasir, gambut dan rawa air tawar dan sepanjang pantai sampai 100 m, pada tegakan yang rapat. Boer dan Lemmens (1998) menyatakan jenis ini paling melimpah pada hutan sekunder atau hutan dengan kanopi terbuka. Jenis ini tumbuh pada tanah tergenang pada hutan gambut dan kerangas dengan ketinggian mencapai 100–300 m dpl.

(21)

8

2.2.4 Manfaat Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser

Jenis ini dapat digunakan untuk kayu bakar dan kayu pertukangan. Kayu

dari C. rotundatus secara lokal banyak digunakan untuk konstruksi berat dari

interior dan bantalan rel kereta api, tetapi membutuhkan perlakuan pengawetan untuk tujuan penggunaan lainnya. Pohon ini juga digunakan untuk konstruksi perahu, mebel, lantai, dan panel (Boer dan Lemmens 1998). Selain itu, Boer dan

Lemmens (1998) juga menyatakan bahwa pohon C. rotundatus biasa digunakan

sebagai pembatas atau pendukung tunggak yang digunakan sebagai pagar hidup.

2.3 Media Tanam

Media tanam merupakan tempat tumbuh akar tanaman serta penyuplai unsur hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Menurut Purwanto (2006) dalam Octaviani (2009) media tanam yang baik

digunakan memiliki beberapa persyaratan, di antaranya mampu mengikat dan menyimpan air dan hara dengan baik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit, cukup porous sehingga mampu menyimpan oksigen yang diperlukan untuk proses respirasi, tahan lama, dan mudah diperoleh. Pemilihan media tanam harus disesuaikan dengan tujuan penanaman, yaitu sebagai media semai, perbanyakan, atau produksi. Selain itu media tanam harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Umumnya media tanam yang digunakan untuk perbanyakan adalah media yang memiliki porositas serta drainase yang baik. Menurut Prayugo (2007) media yang memiliki drainase yang baik akan membuat akar-akar tanaman lebih leluasa bernafas dan optimal dalam menyerap unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

2.3.1 Sekam padi

Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling.

Menurut Houston (1972), sekam merupakan bagian keras yang melindungi kariopsis, terdiri dari dua belahan, yaitu: glume dan lemma yang saling terkait. Sekam padi sangat baik untuk mendukung media atau pengganti tanah di persemaian. Fungsi atau peranan sekam padi sebagai penyubur tanah memang

(22)

kecil, tetapi sekam padi yang telah mengalami penguraian akan membebaskan unsur P dan K dengan kadar yang cukup berarti.

Sekam padi terutama terdiri dari lignin, selulosa, silikat, dan 0,019% Phospat (Bromfield 1959). Kelebihan sekam padi lainnya adalah mudah mengikat air, mudah menggumpal dan memadat sehingga mempermudah pertumbuhan akar tanaman, tidak mudah lapuk, hanya saja kekurangannya adalah cenderung miskin hara. Media sekam padi memiliki kondisi lingkungan tumbuh khususnya sifat fisik dan kimia yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman karena lebih cepat mengalami pelapukan dan dekomposisi, mengandung unsur N, P, K, Cl, dan Mg.

2.3.2 Serbuk gergaji

Serbuk gergaji merupakan limbah yang berasal dari industri penggergajian kayu. Limbah tersebut dapat menimbulkan pengotoran lingkungan apabila tidak diatasi, baik pembuangan maupun pemanfaatannya (Anggraini 2000). Penggunaan serbuk gergaji mempunyai keuntungan, diantaranya mempunyai bobot yang ringan, lebih seragam, kompak, mampu menyimpan air dan kaya akan nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, dalam bentuk 0,24% N, 0,20% P, dan 0,45% K. Selain itu, serbuk gergaji mengandung komponen kimia yang sama yang terkandung di dalam kayu, yakni komponen selulosa, lignin, hemiselulosa dan zat ekstraktif. Debu dari kayu cukup kaya akan zat makanan bagi tumbuhan

terutama CaCO3 (Darusman 1983). Serbuk gergaji mempunyai kapasitas pegang

air sangat baik sehingga serbuk gergaji baik digunakan sebagai media tanaman, jika sudah terdekomposisi.

2.3.3 Cocopeat

Cocopeat merupakan bahan organik alternatif yang dapat digunakan

sebagai media tanam. Cocopeat untuk media tanam berasal dari buah kelapa tua

karena memiliki serat yang kuat (Satria 2008). Cocopeat dapat menahan

kandungan air dan unsur kimia pupuk serta dapat menetralkan keasaman tanah.

Karena sifat tersebut cocopeat dapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan

(23)

10

Cocopeat merupakan media perkecambahan benih yang berasal dari sabut kelapa yang direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa-senyawa kimia yang dapat merugikan seperti tanin yang dapat menghambat pertumbuhan. Sabut kelapa yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam mesin untuk memisahkan serat dengan jaringan empulurnya. Residu dari pemisahan itulah yang digunakan (Sunandi 2007).

Menurut Satria (2008) kelebihan cocopeat sebagai media tanam lebih

dikarenakan karakteristiknya yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan

kuat sehingga dengan menggunakan cocopeat penyiraman dapat dilakukan

dengan lebih jarang, serta sesuai untuk daerah panas, dan mengandung unsur- unsur hara esensial, seperti Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (N), dan Fosfor (P).

2.3.4 Pasir

Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif menggunakan fungsi tanah. Pasir memiliki kapasitas menahan kelembaban yang sangat rendah dan kandungan hara yang rendah. Pasir sangat penting karena dapat meningkatkan ruang pori dan memperbaiki aerasi tanah. Menurut Prayugo (2007) media pasir memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bersifat cepat kering sehingga memudahkan dalam pemindahan tanaman ke media lain, mempertahankan stek batang tetap tegak dengan bobotnya yang cukup berat, serta memiliki aerasi dan drainase yang baik.

Rubatzky (1998) menyatakan bahwa pasir merupakan zarah berukuran antara 0,1–2 mm, berbentuk bulat, bersudut angular atau pipih. Pasir merupakan zarah yang terpisah yang dapat menciptakan ruang pori yang cukup sehingga air dapat merembes dengan cepat. Pasir sebagai media membutuhkan irigasi dengan frekuensi tetap atau sesuai dengan aliran yang konstan untuk mencegah kekeringan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Yanti (2004) media pasir memiliki pH sebesar 3,64 dan memiliki kandungan C organik sebesar 0,90%. Kandungan Na dan P pada pasir ternyata lebih besar dibandingkan dengan media

(24)

arang sekam. Menurut Hartman dan Kester (1989) pasir tidak mengandung nutrisi sehingga dalam penggunaannya perlu dicampur dengan bahan organik.

2.3.5 Kompos

Menurut Satria (2008) kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Pengomposan dapat didefinisikan sebagai proses biokimia, dimana bermacam-macam kelompok mikroorganisme menghancurkan bahan organik menjadi bahan seperti humus, yang mempunyai sifat sama dengan pupuk kandang (Gaur 1982). Kompos yang baik adalah kompos yang mengalami pelapukan dengan ciri-ciri warna berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu ruang (Samekto 2006).

Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang berfungsi untuk memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal

tersebut kompos memiliki dua fungsi yaitu sebagai soil conditioner yang

berfungsi memperbaiki struktur tanah terutama tanah kering dan soil ameliorator

yang berfungsi memperbaiki kapasitas tukar kation (KTK) baik pada tanah ladang maupun sawah (Nugroho 2008). Unsur lain dari kompos bervariasi cukup banyak dengan kadar rendah seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan magnesium (Lingga dan Marsono 2001).

2.4 Faktor Lingkungan 2.4.1 Media Pertumbuhan

Media pertumbuhan memegang peranan penting dalam menjaga tanaman agar tetap tegak, menyediakan nutrisi bagi tanaman, menyediakan oksigen, dan menyediakan air selama proses pertumbuhan (Harjowigeno 1989). Hartman dan Kester (1989) menyatakan bahwa seleksi media ditentukan oleh peranannya dalam memudahkan pertumbuhan tanaman dan mempertahankan kelembaban, drainase dan aerasi yang baik.

(25)

12

2.4.2 Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang semakin rendah karena kehilangan air merupakan sebab utama kegagalan pertunasan tanaman. Untuk kegiatan pertumbuhan kelembaban udara harus tetap dipertahankan mendekati 100% (Yasman dan Smits 1988).

Usaha untuk mempertahankan kelembaban dapat dilakukan dengan penyemprotan interval tertentu yang mampu memberikan kabut uap air dengan pengatur osmotik yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Tetapi kelebihan air juga akan berbahaya bagi pertumbuhan tanaman karena akan menyuburkan pembiakan mikroorganisme, maka untuk mengatasinya perlu dilakukan pengaturan drainase dan aerasi media pertumbuhan (Hartman dan Kester 1989).

2.4.3 Suhu atau Temperatur Udara

Suhu merupakan faktor yang sangat penting peranannya dalam pertumbuhan. Kisaran temperatur optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tidak selalu sama untuk setiap jenis tanaman, namun Read (1990) mengemukakan

kisaran temperatur yang paling sering digunakan yaitu 20°C–27°C. Sedangkan

Santoso dan Nursandi (2003) menyatakan temperatur yang dibutuhkan untuk

dapat terjadi pertumbuhan yang optimum yaitu berkisar 20°C–30°C.

Pemunculan tunas dikendalikan oleh suhu, dan setelah tunas tumbuh yang paling berpengaruh adalah ketersediaan karbohidrat. Terdapat bukti bahwa setiap pertumbuhan membutuhkan suhu yang berbeda. Respirasi akan berkurang pada suhu rendah, sehingga terjadi akumulasi fotosintat optimum bagi pertumbuhan (Briggs dan Calvin 1987).

Suhu juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pertumbuhan tanaman akan terjadi pada suhu 5–350C.

Jumlah dan cadangan air di dalam sel dan kondisi protoplasma berhubungan dengan resistensi suhu ekstrim. Untuk pertumbuhan yang baik tanaman memerlukan suhu optimum dan hal ini berbeda dari tingkatan dan jenis tanaman. Suhu terlalu rendah atau tinggi akan merusak jaringan tanaman.

(26)

2.4.4 Cahaya Matahari

Cahaya matahari sebagai sumber energi bagi semua tumbuhan berperan sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Sinar matahari yang berpengaruh adalah intensitas penyinaran, kualitas penyinaran, dan lamanya penyinaran. Salah satu fungsi utama dari cahaya pertumbuhan tanaman adalah menggerakkan proses fotosintesis dalam pembentukan karbohidrat. Kepentingan karbohidrat dalam pertumbuhan tanaman tidak hanya sebagai bahan penyusun struktur tubuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber energi metabolisme yaitu energi yang digunakan untuk mensintesis dan memelihara biomassa tanaman.

Daubenmire (1967) dalam Ika (1993) menyatakan energi matahari yang

digunakan oleh tumbuhan melalui fotosintesis hanya sekitar 0,5–0,2% dari jumlah energi sinar yang tersedia. Energi yang diberikan tergantung kepada kualitas yang

berupa panjang gelombang, banyaknya sinar per cm2/detik dan juga jangka

waktunya, sebentar atau lama. Secara tidak langsung cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan melalui efeknya terhadap transpirasi.

Menurut Harjadi (1973) kegunaan cahaya terutama dalam pembentukan auksin dan karbohidrat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tunas dan akar. Untuk pengaturan pencahayaan yang harus diperhatikan yaitu periodisasi pencahayaan dan intensitas pencahayaan.

2.5 Kualitas Bibit

Untuk menentukan bibit yang baik dapat dilakukan dengan cara melakukan pengujian persen jadi dan kecepatan pertumbuhan di lapangan. Cara lain yang lebih cepat adalah dengan cara mendasarkan ciri morfologis dan fisiologis bibit. Ciri morfologis lebih mudah dan praktis dibandingkan ciri fisiologis. Ciri morfologis ini diantaranya tinggi tanaman, nisbah pucuk, diameter,

bobot kering (Bickelhaupt 1980 dalam Hendromono 1987).

Soetarno et al. (2000) menyatakan bahwa ukuran tinggi yang baik untuk

kualitas bibit adalah dibawah 20 cm dan memiliki daun 2–5 lembar yang berasal dari pohon induk yang baik dan masih dalam keadaan hutan alam yang hampir utuh. Keberadaan ukuran tinggi dari kualitas bibit mampu menjadi acuan dalam penentuan yang praktis ciri-ciri morfologis.

(27)

14

Menurut Gunawan (1987), tingkat kontaminasi permukaan setiap bahan tanaman berbeda-beda tergantung dari jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaan (misalnya berbulu atau tidak), lingkungan

tumbuhnya (green house atau lapang), musim waktu mengambil (musim hujan

atau kemarau), umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa), dan kondisi

tanamannya (sehat atau tidak). Semangun (1989) menyatakan bahwa pengambilan bahan tanaman yang dilakukan pada musim hujan memiliki tingkat kontaminasi yang lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada musim hujan terjadi peningkatan kelembaban tanah dan kelebihan air yang cenderung mendukung pertumbuhan jamur maupun bakteri secara cepat pada lingkungan tumbuh tempat pengambilan tanaman.

(28)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Bagian Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, mulai dari bulan Maret 2011 sampai bulan Juni 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan cabutan

tumih (C. rotundatus). Bahan anakan cabutan yang digunakan berasal dari pulau

Kalimantan (Kalimantan Tengah). Selain itu media tanam (berupa kombinasi media sekam padi, kokopit, serbuk gergaji, pasir dan kompos), alkohol 70%, fungisida dan bakterisida.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting stek, gelas ukur, bak plastik, pengaduk, timbangan, polybag, plastik sungkup transparan, paranet, alat penyiram/gembor, cutter, dan sprayer. Sedangkan untuk kegiatan pengamatan alat yang digunakan yaitu alat tulis dan kamera digital dan

hygrometer, lightmeter (Gambar 5a), thermo-hygrometer (Gambar 5b), penggaris dan tally sheet.

a b

Gambar 5 Alat yang digunakan dalam penelitian: a. thermo-hygrometer; dan b.

Lightmeter.

3.3 Persiapan Bibit C. rotundatus

Anakan C. rotundatus diambil dengan menggunakan metode cabutan.

(29)

16

Sebangau, Propinsi Kalimantan Tengah. Anakan yang diambil memiliki kisaran

tinggi 10–20 cm. Anakan C. rotundatus yang diambil dengan metode cabutan

dibungkus dengan kertas koran kemudian dibasahi dengan air dan diikat (sekitar 50 anakan dalam setiap bungkusan koran untuk menghindari anakan mengalami pembusukan bila ditumpuk terlalu banyak).

Pengepakan anakan C. rotundatus yang telah dibungkus kertas koran

dimasukkan ke dalam plastik besar dan dibasahi dengan air secukupnya hingga kertas koran menjadi basah/lembap, kemudian dimasukkan ke dalam kardus.

Pengangkutan anakan C. rotundatus dari lokasi pengambilan dilakukan dengan

hati-hati untuk menghindari kerusakan anakan tersebut.

a b

c

Gambar 6 (a) persiapan pengepakan C. rotundatus pada koran, (b) pengepakan C.

rotundatus pada kantong plastik besar, (c) C. rotundatus yang siap diangkut.

Anakan C. rotundatus cabutan dari Kalimantan Tengah kemudian

dipindahkan ke media tanam yang telah disiapkan sebelumnya di Rumah Kaca Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Daun anakan dari cabutan, dipotong hingga tersisa 1/3 daun, untuk mengurangi penguapan daun. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gunting stek yang terlebih dahulu dicelupkan ke dalam alkohol 70%. Dalam pemindahan anakan ke media tanam yang baru, akar

(30)

tidak boleh terlipat agar pengambilan nutrisi oleh akar dapat optimal. Setelah semua dipindahkan ke media tanam, dilakukan penyungkupan dan pemberian paranet 65–90%.

Proses karantina tanaman dilakukan untuk mensterilisasi tanaman dari kontaminan berupa jamur atau bakteri yang berasal dari alam. Proses karantina yang dilakukan yaitu dengan menyemprot Hyponex 10 ml/l atau campuran

Hyponex hijau 2 g/l + GA (Giberelin acid) 2 mg/l pada pagi hari secara

bergantian. Pada sore hari secara bergantian disemprot fungisida (Antracol) 1 g/l + bakterisida (Agrept) 1 g/l. Dalam pelaksanaannya, proses sterilisasi hanya dilakukan satu kali dalam seminggu secara bergantian. Hal ini dikarenakan

kondisi bibit yang belum stabil serta menghindari kematian bibit C. rotundatus.

3.4 Persiapan Tempat dan Media

Langkah awal yang dilakukan adalah pembuatan kerangka bambu dengan ukuran 12x1 m, dan 5x1 m yang kemudian ditutup dengan plastik transparan. Selanjutnya digunakan paranet dengan ukuran penyerapan cahaya matahari 60%, diletakkan di atas sungkup. Pembuatan sungkup ini dimaksudkan untuk menjaga kelembaban dan daya tahan hidup bibit cabutan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sekaligus sebagai aklimatisasi tanaman.

Gambar 7 Sungkup dan paranet yang digunakan dalam penelitian

3.4.1 Pembuatan Media Tanam

Jenis media yang digunakan berupa sekam padi (Sp), cocopeat (C) , serbuk gergaji (Sg), pasir (P), dan kompos (K). Komposisi media dikombinasikan dengan

(31)

18

media lainnya dengan perbandingan tertentu, yang kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 15x20 cm sebanyak 270 polybag.

a b

Gambar 8 (a) pembuatan media tanam, (b) media tanam yang siap digunakan

3.4.2 Persiapan Bahan anakan

Anakan tumih yang diambil memiliki tinggi berkisar antara 5–25 cm. Sebelum disapih, dilakukan pengguntingan bagian daun sekitar 60% atau sekitar 2/3 bagian daun dan pengguntingan dengan menyisakan 2–3 helai daun pada batang. Selain itu juga dilakukan pemotongan pada bagian ujung akar tanaman agar akar tanaman nantinya mudah beradaptasi dengan media yang telah dibuat sehingga memudahkan penyerapan unsur-unsur hara yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.

a b

Gambar 9 (a) pengguntingan helai daun C. rotundatus, (b) pengguntingan 2/3

helai daun

3.4.3 Penanaman pada Media Tanam

Pada media sapih terlebih dahulu dibuat lubang agar memudahkan dalam melakukan penyapihan. Selain itu pada media sapih juga dilakukan penyiraman

terlebih dahulu agar media menjadi tidak kering untuk mengurangi stress pada

(32)

penyiraman agar dapat membantu tanaman dalam mengurangi stress akibat proses transpirasi yang berlebihan akibat pengaruh adapatasi lingkungan.

a b

c

Gambar 10 (a) penanaman pada media tanam di siang hari, (b) penanaman pada

media tanam di malam hari, (c) C. rotundatus yang sudah ditanam

3.4.4 Pemeliharaan

Anakan tumih yang telah dimasukkan ke dalam polybag, dimasukkan ke dalam sungkup yang telah dibuat di dalam rumah kaca. Hal ini untuk menjaga pertumbuhan tanaman terhadap cahaya matahari yang berlebihan, sehingga tanaman anakan tidak menjadi stress karena penyinaran yang terlalu berlebihan.

Selain itu, dilakukan penggenangan air terhadap polybag bagian bawah sekitar 1/3 bagian. Hal ini dimaksudkan untuk menyerupai habitat aslinya karena Tumih berasal dari lahan gambut yang basah dan tergenang air. Selain itu untuk menjaga aerasi dan drainase air yang cukup bagi pertumbuhan tanaman, sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman.

(33)

a

c

20

b

d Gambar 11 (a) pemeliharaan dengan metode penggenangan media, (b)

penyiraman, (c) pengecekan media tanam, (d) media tanam yang sudah digenangi air.

3.5 Pengambilan Data

Dalam penelitian ini parameter yang diamati dan diukur adalah tinggi tanaman, suhu, kelembaban, dan cahaya. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan seminggu sekali selama 3 bulan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris mulai pangkal batang yang telah ditandai hingga titik tumbuh pucuk tanaman.

Pengukuran suhu, kelembaban, dan cahaya dilakukan setiap hari pada pagi, siang dan sore hari selama 3 bulan. Untuk pengukuran suhu dan kelembaban

dilakukan dengan menggunakan thermo-hygrometer yang diletakkan di dalam

sungkup. Untuk pengukuran cahaya dilakukan dengan menggunakan lightmeter

pada dalam dan luar sungkup serta di luar rumah kaca.

Dalam penelitian ini juga diamati mortalitas pada tanaman. Pengamatan dilakukan dengan menghitung total persentase kehidupan tanaman pada masing- masing perlakuan setiap minggu. Persentase kehidupan akan mempengaruhi keberhasilan dalam penelitian ini dimana respon tanaman terhadap berbagai perlakuan akan berpengaruh pada kemampuan tanaman untuk bisa beradaptasi dengan baik dan mampu untuk tumbuh hidup.

(34)

3.6 Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui media yang paling sesuai untuk keberhasilan anakan tumih. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Media tanam yang digunakan ada lima

macam yaitu, sekam padi (Sp), cocopeat (C), serbuk gergaji (Sg), pasir (P), dan

kompos (K).

Terdapat 6 kombinasi perlakuan media dengan 3 ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 15 bahan cabutan sehingga total bahan anakan cabutan yang akan digunakan berjumlah 270 bahan anakan cabutan. Pengamatan dilakukan terhadap bahan anakan cabutan yang ditanam. Masing-masing kombinasi perlakuan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Perlakuan K1 yaitu P : K : Sp dengan komposisi (1 : 1 : 2) sebanyak 45 bibit. 2. Perlakuan K2 yaitu P : K : Sg dengan kombinasi (1 : 1 : 2) sebanyak 45 bibit. 3. Perlakuan K3 yaitu P : K : C dengan kombinasi (1 : 1 : 2) sebanyak 45 bibit. 4. Perlakuan K4 yaitu K : C : Sg dengan kombinasi (1 : 2 : 2) sebanyak 45 bibit. 5. Perlakuan K5 yaitu K : C : Sp dengan kombinasi (1 : 2 : 2) sebanyak 45 bibit. 6. Perlakuan K6 yaitu K : Sp : Sg dengan kombinasi (1 : 2 : 2) sebanyak 45 bibit.

Model persamaan matematis yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah (Mattjik dan Sumartawijaya 2006) sebagai berikut.

Keterangan:

I = 1,2,3,.. dan j = 1,2.3,..

Yij = µ + αi + εij

Yij = Nilai pengamatan pada faktor perlakuan kombinasi media ke-i, dan

ulangan ke-j

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan kombinasi media ke-i

εij = Pengaruh acak percobaan pada perlakuan kombinasi media ke-i dan

ulangan ke-j

Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel, software SAS 9.3.1. Sidik ragam dengan uji F terhadap variabel yang diamati

(35)

22

dilakukan dengan mengetahui pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut:

Pengaruh utama faktor

a. Ho: Pengaruh kombinasi media tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tumih

b. H1: Kombinasi media berpengaruh nyata terhadap respon

Untuk pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah: a. Nilai P-value > alpha 5%; Terima Ho

b. Nilai P-value < alpha 5%; Tolak Ho

Besarnya keragaman respon yang dipengaruhi oleh faktor perlakuan ataupun faktor lain di luar perlakuan dapat diketahui dengan Uji R-square.

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji Duncan karena perlakuan dilakukan dengan membandingkan dengan kontrol.

Dalam penelitian ini analisis data dihitung pada variable tinggi tanaman, persentase pertumbuhan, dan pengaruh faktor tinggi awal tanaman cabutan terhadap persentase pertumbuhan tanaman.

(36)

4.1. Hasil

4.1.1 Persentase Hidup Tanaman

Persentase hidup tanaman dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan dari pertumbuhan tanaman setelah diberikan perlakuan. Persentase hidup ditunjukkan oleh banyaknya tanaman yang masih hidup setelah diberi perlakuan. Data persentase hidup tanaman tumih diambil pada akhir penelitian yaitu pada minggu ke-13. Persentase hidup pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase hidup tanaman tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.)

Danser)

No Perlakuan Jumlah Jumlah hidup Persentase

(tanaman) (tanaman) (%) 1 K1 45 39 86.67 2 K2 45 36 80.00 3 K3 45 16 35.56 4 K4 45 28 62.22 5 K5 45 32 71.11 6 K6 45 39 86.67

Keterangan : K1 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sp (1 : 1 : 2) K2 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sg (1 : 1 : 2) K3 = Perlakuan kombinasi media P : K : C (1 : 1 : 2) K4 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sg (1 : 2 : 2) K5 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sp (1 : 2 : 2) K6 = Perlakuan kombinasi media K : Sp : Sg (1 : 2 : 2)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai persentase hidup pada tanaman Tumih di setiap masing-masing perlakuan sangat bervariasi. Persentase hidup tanaman tumih yang tertinggi dapat dilihat pada perlakuan K1 dan K6 masing- masing 86.67%, sedangkan persentase hidup terendah dapat dilihat pada perlakuan kombinasi K3 yaitu 35.56%. Sedangkan untuk perlakuan kombinasi K2 memiliki persentase hidup yaitu 80.00%. Persentase hidup untuk perlakuan K4 dan K5 yaitu 62.22% dan 71.11%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase hidup tanaman tumih sangat dipengaruhi oleh kesesuaian perlakuan kombinasi media dalam mempengaruhi daya tahan hidup tanaman tumih.

Persentase hidup tumih pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada gambar berikut.

(37)

24

Keterangan : K1 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sp (1 : 1 : 2) K2 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sg (1 : 1 : 2) K3 = Perlakuan kombinasi media P : K : C (1 : 1 : 2) K4 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sg (1 : 2 : 2) K5 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sp (1 : 2 : 2) K6 = Perlakuan kombinasi media K : Sp : Sg (1 : 2 : 2)

Gambar 12 Persentase hidup pada tumih masing-masing perlakuan

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) bahwa data yang berasal dari data proporsi atau data persentase yang diturunkan dari nisbah jumlah data tidak dapat langsung digunakan dalam analisis sidik ragam. Hal ini disebabkan karena data tersebut harus ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam transformasi Arc

sin. Untuk mentransformasikan tersebut digunakan software Excel. Data hasil

(38)

Tabel 2 Data persentase hidup dan transformasi Arc sin.

No Perlakuan Persentase tumbuh Transformasi Arc Sin

1 K1(1) 0.80 0.93 2 K1(2) 0.93 1.20 3 K1(3) 0.87 1.05 4 K2(1) 0.93 1.20 5 K2(2) 0.80 0.93 6 K2(3) 0.67 0.73 7 K3(1) 0.53 0.56 8 K3(2) 0.07 0.06 9 K3(3) 0.47 0.48 10 K4(1) 0.47 0.48 11 K4(2) 0.60 0.64 12 K4(3) 0.80 0.93 13 K5(1) 0.67 0.73 14 K5(2) 0.80 0.93 15 K5(3) 0.67 0.73 16 K6(1) 0.87 1.05 17 K6(2) 0.73 0.82 18 K6(3) 1.00 1.57 16 K6(1) 0.87 1.05 17 K6(2) 0.73 0.82 18 K6(3) 1.00 1.57

Keterangan : K1(1) = Perlakuan kombinasi media ulangan 1 P : K : Sp (1 : 1 : 2) K1(2) = Perlakuan kombinasi media ulangan 2 P : K : Sp (1 : 1 : 2) K1(3) = Perlakuan kombinasi media ulangan 3 P : K : Sp (1 : 1 : 2) K2(1) = Perlakuan kombinasi media ulangan 1 P : K : Sg (1 : 1 : 2) K2(2) = Perlakuan kombinasi media ulangan 2 P : K : Sg (1 : 1 : 2) K2(3) = Perlakuan kombinasi media ulangan 3 P : K : Sg (1 : 1 : 2) K3(1) = Perlakuan kombinasi media ulangan 1 P : K : C (1 : 1 : 2) K3(2) = Perlakuan kombinasi media ulangan 2 P : K : C (1 : 1 : 2) K3(3) = Perlakuan kombinasi media ulangan 3 P : K : C (1 : 1 : 2) K4(1) = Perlakuan kombinasi media ulangan 1 K : C : Sg (1 : 2 : 2) K4(2) = Perlakuan kombinasi media ulangan 2 K : C : Sg (1 : 2 : 2) K4(3) = Perlakuan kombinasi media ulangan 3 K : C : Sg (1 : 2 : 2) K5(1) = Perlakuan kombinasi media ulangan 1 K : C : Sp (1 : 2 : 2) K5(2) = Perlakuan kombinasi media ulangan 2 K : C : Sp (1 : 2 : 2) K5(3) = Perlakuan kombinasi media ulangan 3 K : C : Sp (1 : 2 : 2) K6(1) = Perlakuan kombinasi media ulangan 1 K : Sp : Sg (1 : 2 : 2) K6(2) = Perlakuan kombinasi media ulangan 2 K : Sp : Sg (1 : 2 : 2) K6(3) = Perlakuan kombinasi media ulangan 3 K : Sp : Sg (1 : 2 : 2)

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan K6(3) memiliki persentase hidup tertinggi yaitu 100%. Kemudian untuk perlakuan K1(2) dan K2(1) memiliki persentase hidup 93.33%. Sementara untuk perlakuan K1(3) dan K6(2) memiliki persentase hidup 86.67%. Kemudian dilihat dari tabel di atas, menunjukkan adanya persentase hidup yang cukup baik dengan sebaran normal berkisar dari

(39)

Sumber Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F Model 5 1.20265242 0.24053048 4.04 0.0221 Error 12 0.71431473 0.05952623

Total 17 1.91696714 Kombinasi Media 26

60% hingga 80%. Pada kombinasi media K1(1), K2(2), K4(3), dan K5(2) dengan persentase hidup yaitu 80%, sedangkan pada K6(2) dengan persentase hidup 73.33%. Untuk perlakuan K2(3), K5(1), K5(3) mempunyai persentase hidup yaitu 66.67% dan pada perlakuan K4(2) dengan persentase hidup yaitu 60.00%. Pada tabel 2 juga dapat dilihat adanya perlakuan dengan persentase hidup yang rendah yaitu pada perlakuan K3(1) dengan persentase hidup 53.33% dan persentase hidup dengan nilai 46.67% terdapat pada perlakuan kombinasi K3(3) dan K4(1). Sedangkan untuk persentase hidup terendah terdapat pada perlakuan kombinasi 6.67%.

Setelah data persentase hidup dari setiap perlakuan ditransformasi Arc sin, maka dapat dianalisis ragamnya. Hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sidik ragam nilai persentase hidup tanaman Tumih

Keterangan: Nilai P-value 0.0221 < alpha 5%, maka model berpengaruh nyata terhadap respon perlakuan.

Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi memberikan pengaruh nyata terhadap persentase hidup tanaman tumih. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai P-value (0.0221) lebih kecil dari α (0.05).

Untuk mengetahui lanjutan hasil sidik ragam, dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Uji Duncan respon persentase hidup

Rata-rata Persentase Hidup

(cm) K6 Pengelompokkan Duncan 1.1475 A K1 1.0598 A K2 0.9535 A K5 0.7956 AB K4 0.6855 AB K3 0.3716 B

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf dan kolom yang sama tidak berbeda nyata

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan kombinasi media K6 tidak berbeda nyata dengan K1 dan K2. Perlakuan K6, K1, K2 berbeda nyata dengan

(40)

perlakuan kombinasi K5 dan K4. Perlakuan kombinasi media K4 dan K5 berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi K3.

4.1.2 Pertumbuhan tinggi tanaman

Data hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 13 minggu (3 bulan) mulai dari bulan Maret 2011 hingga Juni 2011. Data pertumbuhan tinggi merupakan rata-rata pertambahan tinggi pada pengukuran awal dan pada pengukuran akhir yang diamati pada masing-masing perlakuan pada Tabel 5. Sedangkan untuk hasil perhitungan sidik ragam pertambahan tinggi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5 Pertumbuhan tinggi tanaman tumih

Perlakuan Rata-rata Tinggi Awal (cm) Rata-rata Tinggi Akhir (cm) Rata-rata Selisih Tinggi (cm) Rata-rata tinggi /minggu (cm) K1 15.02 16.34 1.32 0.102 K2 12.70 14.05 1.35 0.104 K3 12.36 13.54 1.18 0.091 K4 10.92 12.37 1.45 0.112 K5 13.80 14.95 1.15 0.088 K6 13.18 14.21 1.02 0.072

Keterangan : K1 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sp (1 : 1 : 2) K2 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sg (1 : 1 : 2) K3 = Perlakuan kombinasi media P : K : C (1 : 1 : 2) K4 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sg (1 : 2 : 2) K5 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sp (1 : 2 : 2) K6 = Perlakuan kombinasi media K : Sp : Sg (1 : 2 : 2)

Tabel 5 menunjukkan adanya keragaman pertumbuhan tinggi yang tidak terlalu nyata antara setiap perlakuan. Untuk perlakuan kombinasi media K1 memiliki rata-rata pertambahan tinggi perminggu sebesar 0.102 cm. Kemudian perlakuan kombinasi media K2 menunjukkan rata-rata pertambahan tinggi perminggu sebesar 0.104 cm. Untuk perlakuan kombinasi K3 menunjukkan pertambahan rata-rata sebesar 0.091 cm. Nilai rata-rata pertambahan tinggi tertinggi dimiliki perlakuan kombinasi media K4 dengan rata-rata pertambahan tinggi sebesar 0.112 cm. Untuk rata-rata pertambahan tinggi pada kombinasi media K5 sebesar 0.088 cm, sedangkan untuk K6 memiliki rata-rata pertambahan tinggi sebesar 0.072 cm, dimana rata-rata pertambahan tinggi perminggu pada perlakuan kombinasi K6 merupakan rata-rata pertambahan tinggi terendah.

(41)

28

Tabel 6 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan kombinasi media terhadap pertumbuhan tinggi tanaman tumih.

Sumber Keragaman

Db Jk KT F-Hit Pr > F

Model 5 0.0031 0.0006 1.83 0.1803

Error 12 0.0040 0.0003

Total 17 0.0071

Keterangan: Nilai P-value 0.1803 > alpha 5%, maka model tidak berpengaruh nyata terhadap respon perlakuan.

Sidik ragam (Tabel 7) menunjukkan bahwa media yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman tumih.

Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value (0.1803) yang lebih besar dari α (0.05).

Untuk memperjelas gambaran pertumbuhan tinggi tanaman tumih perminggu dapat dilihat dalam bentuk grafik seperti yang terlihat pada Gambar 13 berikut.

Gambar 13 Pertumbuhan Tumih perminggu

4.1.2 Persentase Hidup Tumih Berdasarkan Pengelompokkan Tinggi Awal Tanaman

Pada penelitian yang dilakukan ini diperoleh tinggi awal yang beragam dari hasil cabutan anakan alam yang digunakan di penelitian pengaturan kombinasi media ini. Tinggi awal tanaman dikelompokkan ke dalam lima kelas, yaitu kelas A dengan range 4.7–8.2 cm, kelas B dengan range 8.3–11.8 cm, kelas C dengan range 11.9–15.4 cm, kelas D dengan range 15.5–19 cm, dan kelas E dengan range 19.1–22.6 cm. Berikut data jumlah tanaman pada masing-masing

(42)

perlakuan yang dikelompokkan dalam kelas tinggi awal tanaman yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Data jumlah tinggi awal pada masing-masing perlakuan yang dikelompokkan ke dalam range tinggi awal

No. Kelas Tinggi (cm) Jumlah Total

K1 K2 K3 K4 K5 K6 1 A (4.7–8.2 ) 0 4 6 18 1 2 31 2 B (8.3–11.8) 15 9 6 3 7 5 45 3 C (11.9–15.4) 5 19 15 12 10 9 70 4 D (15.5–19) 20 13 16 11 23 29 112 5 E (19.1–22.6) 5 0 2 1 4 0 12

Keterangan : K1 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sp (1 : 1 : 2) K2 = Perlakuan kombinasi media P : K : Sg (1 : 1 : 2) K3 = Perlakuan kombinasi media P : K : C (1 : 1 : 2) K4 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sg (1 : 2 : 2) K5 = Perlakuan kombinasi media K : C : Sp (1 : 2 : 2) K6 = Perlakuan kombinasi media K : Sp : Sg (1 : 2 : 2)

Pada masing-masing perlakuan di setiap kelas di atas dapat dilihat persentase hidup Total tanaman yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 8 Persentase hidup total tanaman pengelompokkan kelas tinggi

Kelas Tinggi Jumlah Hidup Persentase (%)

A 31 13 41.94

B 45 26 57.78

C 70 46 65.72

D 112 89 79.47

E 12 10 83.33

Keterangan : A = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (4.7 – 8.2) cm B = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (8.3 – 11.8) cm

C = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (11.9 – 15.4) cm D = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (15.5 - 19) cm E = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (19.1 – 22.6) cm

Dari Tabel 10 dapat dilihat persentase hidup tertinggi terdapat pada kelas tinggi E yang menunjukkan persentase hidup sebesar 83.33%, sedangkan untuk persentase terendah terdapat pada kelas A dengan persentase sebesar 41.94%. Selanjutnya untuk kelas tinggi B, kelas tinggi C, dan kelas tinggi D menunjukkan persentase hidup yang signifikan dari pengelompokkan kelas tinggi ini. Untuk kelas tinggi B memiliki persentase sebesar 57.78%, kelas C dengan persentase 65.72% sedangkan untuk kelas D dengan persentase sebesar 79.47%.

Persentase hidup tumih berdasarkan pengelompokkan kelas tinggi dapat dilihat pada gambar 14.

(43)

30

Keterangan : a = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (4.7 – 8.2) cm b = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (8.3 – 11.8) cm c = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (11.9 – 15.4) cm d = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (15.5 – 19) cm e = Pengelompokkan kelas dengan tinggi (19.1 – 22.6) cm

Gambar 14 Persentase hidup total pada tumih berdasarkan pengelompokkan kelas tinggi

4.1.4 Kondisi Lingkungan

Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan tanaman meliputi pengukuran temperatur udara, kelembaban, dan intensitas cahaya. Tanaman dalam penelitian ini ditempatkan di dalam sungkup yang diletakkan di dalam rumah kaca. Untuk pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan di dalam sungkup, sedangkan untuk pengukuran cahaya dilakukan di dalam sungkup, di luar sungkup/di dalam rumah kaca, dan di luar rumah kaca setiap pagi, siang, dan sore hari selama 3 bulan (13 minggu). Data pengamatan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata temperatur udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya selama penelitian

Waktu Suhu Kelembaban

(oC)

Cahaya (Lux)

(%) Luar

Rumah Kaca

Dalam Rumah

Kaca Dalam Sungkup

Pagi 23.21 97.19 28605.49 1775.49 198.68

Siang 27.57 96.71 91069.23 4016.37 278.24

(44)

Kondisi lingkungan di dalam sungkup menunjukkan bahwa temperatur

udara tertinggi (27,57oC) terjadi pada siang hari dan terendah (23,21oC) terjadi

pada pagi hari. Sedangkan rata-rata kelembaban tertinggi (97,19%) terjadi pada pagi hari dan terendah (96,71%) terjadi pada siang hari. Rata-rata intensitas cahaya untuk di luar rumah kaca tertinggi (91069,23 lux) terjadi pada siang hari dan terendah (28605,49 lux) terjadi pada pagi hari, untuk di dalam rumah kaca tertinggi (4016,37 lux) terjadi pada siang hari dan terendah (987,03 lux) terjadi pada sore hari, dan untuk di dalam sungkup tertinggi (278,24 lux) terjadi pada siang hari dan terendah (125,60 lux) terjadi pada sore hari.

4.2 Pembahasan

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses tumbuh kembang tanaman adalah media tumbuh. Kualitas tempat tumbuh yang baik akan merangsang pertumbuhan akar yang cepat sehingga serapan hara berlangsung dengan baik. Tumbuh kembang akar sebagai salah satu unsur vital tanaman sangat dipengaruhi oleh media tumbuh. Semakin baik kualitas tempat tumbuh, maka semakin baik akar yang berkembang yang kemudian mendukung pekembangan bagian lain dari tanaman seperti batang, daun, dan sebagainya. Harjadi (1989) dalam Rohmaningsih (2002) menyatakan bahwa media tanam yang digunakan harus merupakan media yang memungkinkan akar berpegang kuat, aerasi dan menahan air tinggi.

4.2.1 Respon Persentase Hidup Terhadap Perlakuan Kombinasi Media

Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan hidup adalah media yang digunakan. Hartman et al.

(1990) media tanam berfungsi untuk menjaga dan memasok air serta mengatur kelembaban dan aerasi selama pertumbuhan akar, memiliki aerasi dan drainase yang baik, mempertahankan kelembaban dan bebas dari penyakit. Media tanam

yang digunakan adalah sekam padi, serbuk gergaji, cocopeat, dan pasir. Keempat

media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga digunakan kompos sebagai media pencampur.

Gambar

Gambar 1   Combretocarpus  rotundatus  (Miq.)  Danser  :  (a.  ranting-daun  yang  berbuah,   b
Gambar 2  Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser.
Gambar 4  Anakan alam Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser
Gambar 5  Alat yang digunakan dalam penelitian: a. thermo-hygrometer; dan b.  Lightmeter
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun suatu sistem informasi mengenai hasil pertanian di di wilayah Malang dalam bentuk peta, selain itu kami juga akan memberikan

Dari hasil simulasi menggunakan Evolutionary Programming didapatkan hasil penempatan Node B HSDPA dengan nilai fitness sebesar 55329, ini berarti sistem dapat meng-cover 85.66%

Kendala yang dihadapi dalam penerapan diversi terhadap anak pelaku kejahatan menurut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan narasumber ibu Tri selaku jaksa

Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik

Narasi yang sehat – yang adalah hasil dari persepsi yang sehat – diperlukan bukan hanya untuk pemulihan tetapi juga untuk memperkecil prevalensi reviktimisasi. Narasi

Fotografi jalanan ( street photography ) menjadi sarana bagi fotografer Erik Prasetya untuk menggambarkan kota Jakarta secara visual dalam buku foto Jakarta: Estetika Banal..

Proses modifikasi adsorben terxantasi merupakan proses yang cukup baik, karena dapat meningkatkan performa dari adsorben (afinitas dan kapasitas adsorpsi dapat