• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI BELAJAR ANAK YANG BERASAL DARI KELUARGA MISKIN DAN IMPLIKASINYA DALAM PELAYANAN KONSELING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MOTIVASI BELAJAR ANAK YANG BERASAL DARI KELUARGA MISKIN DAN IMPLIKASINYA DALAM PELAYANAN KONSELING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol 1, No 1, Oktober2017

[Motivasi Belajar Anak yang Berasal Dari Keluarga Miskin dan MOTIVASI BELAJAR ANAK YANG BERASAL DARI KELUARGA MISKIN DAN IMPLIKASINYA DALAM PELAYANAN KONSELING

Sri Wahyuni

Universitas Lancang Kuning email:sriwahyuni91@unilak.ac.id

Abstrak

Angka kemiskinan kota Padang meningkat setiap tahun (data BPS kota Padang). Akibatnya, angka putus sekolah semakin meningkat. Siswa mengalami penurunan nilai hasil belajar akibat membantu orangtua dalam bekerja. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang termotivasi pergi ke sekolah akibat tuntutan sosio-ekonomi teman sebaya di sekolah. Kecenderungan siswa yang berasal dari keluarga miskin memiliki penilaian yang rendah terhadap kebahagiaan hidupnya (kesejahteraan subjektif). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga miskin dan bagaimana implikasi pelayanan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar anak yang berasal dari keluarga misikin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Populasi penelitian adalah siswa Anak yang berasal yang menerima bantuan siswa miskin Tahun 2015 dengan sampel berjumlah 152 siswa, yang dipilih dengan teknik multistage random sampling. Instrumen yang digunakan adalah skala motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga miskin dan reliabel dengan nilai Alpha Cronbach 0,923. Data dianalisis dengan statistik deskriptif. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa motivasi belajar siswa tergolong pada kategori tinggi. Berdasarkan temuan penelitian, maka ada beberapa implikasi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu: Layanan Informasi, Layanan Penguasaan Konten, Layanan Konseling Perorangan, Layanan Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling Kelompok.

Kata Kunci : Motivasi Belajar, Anak dari keluarga Miskin, Layanan Konseling

1. PENDAHULUAN

Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:88) keadaan ekonomi yang miskin akan menimbulkan: 1) kurangnya alat-alat belajar, 2) kurangnya biaya yang disediakan oleh orangtua, dan 3) tidak mempunyai tempat belajar yang baik. Terdapat kaitan antara kondisi ekonomi keluarga dengan motivasi siswa dalam belajar. Faktor kemiskinan dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sagala (2003:104):

motivasi merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya pada proses belajar siswa. Tanpa adanya motivasi maka proses belajar siswa akan sukar berjalan secara lancar. Di antara karakteristik siswa yang paling dominan dalam menentukan keberhasilan seseorang (dalam hal ini siswa) dalam belajar adalah motivasi belajarnya.

Selanjutnya Muhibin (2010:121) menyatakan bahwa, “Adapun

(2)

karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa antara lain: 1) latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan, 2) gaya belajar, 3) usia kronologi, 4) tingkat kematangan, 5) spektrum dan ruang-lingkup minat, 6) lingkungan sosial ekonomi, 7) hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan, 8) inteligensi, 9) keselarasan dan attitude, 10) prestasi belajar, dan 11) motivasi belajar.” Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah bahwa kemiskinan dan motivasi belajar mempengaruhi hasil belajar siswa.

Bertolak belakang dengan fenomena yang peneliti temukan di SMPN 25 Padang pada saat melakukan praktik lapangan bimbingan dan konseling, masih banyak siswa yang terlambat datang ke sekolah, absen, dan keluar masuk kelas. Hal ini mengindikasikan bahwa motivasi siswa untuk belajar masih rendah. Di dukung hasil penelitian Rahmi (2012:78) motivasi belajar siswa sebesar 15,5% berada pada kategori tinggi, kategori sedang sebesar 69,2%, pada kategori rendah sebesar 15,5%. Artinya masih ada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah karena perhatian dan keinginan untuk belajar kurang yang dilihat dari rendahnya motivasi siswa untuk mengerjakan PR. Berikutnya, Winkel (1983:27) mengungkapkan bahwa siswa yang bermotivasi kuat akan mempunyai banyak energi, baik pikiran, waktu, dan sikap untuk melakukan kegiatan dalam belajar, namun tidak semua siswa yang berasal dari keluarga miskin memiliki motivasi belajar yang rendah.

Menurut Sobur (2011:249): pada keluarga yang kondisi ekonominya relatif kurang, boleh jadi menjadi penyebab siswa kekurangan gizi dan kebutuhan-kebutuhan siswa mungkin tidak dapat terpenuhi. Selain

itu, faktor kekurangan ekonomi menyebabkan suasana rumah menjadi muram yang pada gilirannya menyebabkan hilangnya kegairahan siswa untuk belajar.

Teori tersebut menjelaskan bahwa faktor lain yang dapat mempengaruhi motivasi belajar anak adalah tingkat kebahagiaan anak dengan kondisi keluarganya. Seperti perhatian orangtua, fasilitas, dan sebagainya yang siswa miliki. Kecenderungan yang terjadi adalah siswa yang berasal dari keluarga miskin memiliki penilaian yang rendah terhadap kebahagiaan hidupnya. Tingkatan atau kadar kebahagiaan yang dirasakan individu satu akan berbeda dengan individu lain. Hal ini dipengaruhi oleh hal-hal yang menjadikan individu tersebut bahagia seperti keluarga yang harmonis, teman-teman atau lingkungan yang hangat, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Namun seringkali kebahagiaan seseorang hanya diukur berdasarkan keterpenuhan kebutuhan dasar saja seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan (status ekonomi sosial). Menurut hirarki kebutuhan Maslow (1943:10):

undoubtedly these physiological needs are the most pre-potent of all needs. What this means specifically is, that in human being who is missing everything in life in an extreme fashion, it is most likely that the major motivation would be the physiolgical needs rather than any others. A person who is lacking food, safety, love, and esteem would most probably hunger for food more strngly than anything else.

Kebutuhan-kebutuhan pada tahap lebih tinggi (kebutuhan merasa aman

(3)

dan terlindung dari bahaya, kebutuhan merasa diterima dan disayangi, kebutuhan akan rasa harga diri dan menjadi independen, kebutuhan akan informasi, kebutuhan mengerti dan memahami, kebutuhan menghayati keindahan, dan kebutuhan mengembangkan diri seoptimal dan semaksimal mungkin) tidak akan dirasakan dan dihayati kalau kebutuhan pada tahap di bawahnya tidak terpenuhi secara memuaskan (kebutuhan fisiologis yang mana bagi keluarga miskin sulit untuk memenuhinya). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga miskin kurang merasakan kebahagiaan. Namun kenyataan yang ditemukan di lapangan banyak siswa kelas IX.1 pada SMPN 25 Kota Padang penerima program bantuan siswa miskin (program BSM), memiliki hasil belajar yang memuaskan ditinjau dari nilai hasil ujian tengah semester.

2. METODE

Penelitiaan ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif untuk melihat gambaran motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga miskin. Populasi penelitian meliputi anak yang menerima bantuan siswa miskin (BSM). Sampel penelitian berjumlah 152. Instrumen yang digunakan adalah Skala pengukuran psikologi, yaitu skala model Likert. Teknik analisis yaitu dengan menetapkan kriteria penilaian masing-masing data yang diperoleh yang mengacu kepada batasan yang dikemukan oleh Syaifuddin Azwar (2010: 108) yaitu:

Kriteria Penilaian Data Motivasi Belajar Siswa

Kategorisasi Rumus Norma

Sangat Tinggi (ST)(μ + 1,5 SD) s/d Xmax Tinggi (T) (μ + 0,5 SD) s/d (μ + 1,5 SD) Sedang (S) (μ-0,5 SD) s/d μ + 0,5 SD) Rendah (R) (μ- 1,5 SD) s/d (μ –0,5 SD) Sangat Rendah (SR) Xmin s/d (μ – 1,5 SD)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran secara keseluruhan mengenai motivasi belajar siswa dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut. Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor Motivasi Belajar (n=152)

Diagram 2. Motivasi Belajar Siswa yang Berasal dari Keluarga Miskin

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga miskin berada pada kategori tinggi yaitu dengan rata-rata skor 100. Anak yang memiliki motivasi belajar yang tinggi ini hendaknya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, terutama dalam hal melanjutkan pendidikan. Tentu saja anak yang motivasi belajarnya tinggi bila tidak didukung oleh keterampilan atau biaya

(4)

pendidikan akan musnah begitu saja ditelan modernisasi yang menuntut anak untuk mengutamakan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga terbengkalailah pendidikannya. Hal ini memicu banyaknya anak-anak bangsa yang tidak terampil dan menjadi pengangguran.

a. Tekun Menghadapi Tugas

Kondisi motivasi siswa yang berasal dari keluarga miskin ditinjau dari ketekunannya dalam menghadapi tugas, rata-rata siswa berada pada kategori tinggi yaitu dengan skor 27,3. Ketekunan dalam belajar dan tugas yang dilakukan siswa, salah satu contohnya adalah siswa tersebut dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, jika pekerjaannya dalam belajar belum selesai maka siswa tersebut tidak pernah berhenti. Hal ini sangat diharuskan bagi siswa dalam belajar, karena jika hal itu tidak ada dalam diri siswa maka kesuksesan dalam belajar tidak akan tercapai. b. Ulet dalam Menghadapi Kesulitan

Belajar

Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:77) kesulitan belajar adalah keadaan di mana anak didik/ siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan ini tidak selalu disebabkan karena faktor inteligensi yang rendah akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor lain. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung mampu mengatasi permasalahan atau

kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam belajar.

c. Menunjukkan Minat Belajar yang Tinggi

Dari seluruh siswa yang menjadi sampel penelitian, rata-rata motivasi belajarnya yang ditinjau dari minat belajar berada pada kategori tinggi. Siswa yang termotivasi dalam belajar akan terus menerus bekerja walaupun guru meninggalkan kelas, mengerjakan tugas tambahan, tidak mau membuang waktu, aktif mengerjakan pekerjaan sekolah di luar jam pelajaran dan mencari aktivitas yang berkaitan dengan belajar. Menurunnya motivasi belajar pada siswa akan menyebabkan individu kurang bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran.

d. Kerja Mandiri

Motivasi belajar siswa yang dilihat dari segi kemandiriannya, rata-rata siswa berada pada kategori tinggi yaitu dengan skor 22,92. Kondisi ekonomi bisa jadi membuat anak cenderung mandiri dalam belajar karena terbiasa tanpa bantuan orangtua atau kesadaran terhadap kondisi ekonomi yang membuatnya harus mampu mandiri. Sebagian siswa yang berasal dari keluarga miskin memiliki motivasi belajar yang tinggi bisa dikarenakan ia percaya bahwa pekerjaan yang ia lakukan secara mandiri pada saat sekarang akan membuatnya terbiasa mandiri. Dalam hal ini anak menganggap belajar mandiri atau bekerja mandiri dapat menghasilkan efek positif bagi dirinya. e. Senang mengerjakan soal-soal dan tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya.

Rata-rata skor motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga miskin yang dilihat dari aspek kesenangannya

(5)

dalam mengerjakan soal dan tidak mudah melepaskan hal yang diyakini berada pada kategori sangat tinggi, yaitu 19,3. Ini membuktikan bahwa motivasi belajar siswa sangat tinggi terkait aspek senang mengerjakan soal-soal dan tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya. Ini menandakan siswa optimis dan pantang menyerah dalam belajar. Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentang masa depan. Scheneider (dalam Ariati, 2010:4) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu bersifat realistis. Permasalahan terkait dengan motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga miskin merupakan kawasan kerja dari guru BK di sekolah. Guru BK hendaknya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa agar hasil belajar siswa menjadi maksimal meskipun siswa tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu atau keluarga miskin.

Berdasarkan temuan penelitian, maka ada beberapa implikasi terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

1) Layanan Informasi

Dari sekian layanan yang ada pada bimbingan dan konseling, guru BK dapat memanfaatkan layanan informasi sebagai salah satu layanan yang mampu

membantu siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. 2) Layanan Penguasaan Konten

Dengan penguasaan konten, individu diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya termasuk masalah belajar sehingga hasil belajarnya menjadi baik.

3) Layanan Konseling Perorangan Layanan konseling ini dapat dilakukan guru BK dengan cara memanggil siswa yang bersangkutan atau yang mengalami permasalahan, hal ini dapat diketahui dari informasi guru mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan mengatahui permasalahan yang dialami siswa terutama terkait dengan kesejahteraan subjektif dan motivasi belajar dapat memudahkan guru BK untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif dan motivasi belajar siswa.

4) Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan ini dapat membantu guru BK terkait dengan hasil penelitian mengenai kesejahteraan subjektif dan motivasi belajar dengan memberikan topik tugas seperti kiat meningkatkan motivasi belajar, cara belajar yang baik untuk memperoleh prestasi belajar yang baik.

5) Layanan Konseling Kelompok Melalui konseling kelompok, guru BK bisa membantu siswa dalam meningkatkan dan mengentaskan permasalahan belajar siswa, khususnya dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dan penilaian mengenai kesejahteraannya secara subjektif.

(6)

4. KESIMPULAN

Motivasi belajar siswa tergolong pada kategori tinggi. Ini berarti sudah ada dorongan dari dalam diri siswa untuk belajar demi tercapainya tujuan belajar meskipun berasal dari keluarga miskin.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Wahyuni. 2015. Subjective Well-Being and Learning Motivation Children Which comes from Poor Family. Jurnal Konselor. Vol. 1 No.2 UHAMKA. Jakarta: UHAMKA Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo.

2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Muhibin, Sardiman Ali. 2010. Interaksi

dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.

Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Maslow, A.H. 1943. A Theory of Human Motivation. India: Nalanda Digital Library.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Yogyakarta: Gramedia.

Prawitasari, Johana E. 2011. Psikologi Klinis (Pengantar Terapan Mikro dan Makro). Jakarta: Penerbit Erlangga. Hurlock, Elizabeth B. 1997. Psikologi

Perkembangan (Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga

Rahmi, Aulia. 2012. “Konsep Diri, Motivasi Belajar Siswa Membolos dan Implikasinya terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling”. Tesis tidak diterbitkan. Padang: Program Pascasajarna UNP.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat kebugaran jasmani yang signifikan antara atlet bola voli indoor dan atlet bolavoli pasir adalah tingkat kebugran

Diantara kedelapan variabel bebas, yaitu LDR, IPR, APB, NPL, CKPN, IRR, PDN dan FBIR yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap BOPO pada Bank Devisa triwulan 1

Based on the results of teacher responses to the suitability aspect between the content with the curriculum and the graphic aspectsof the in- teractive e-book based

Pertanyaan dalam kuesioner ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap produk-produk minuman isotonik dengan obyek penelitian pocari sweat,

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa hubungan likuiditas dengan struktur modal yaitu semakin

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah disajikan, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran Mind Mapping di SMK Negeri 4 Makassar dapat

Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi dirumah sakit perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) yaitu kegiatan yang meliputi

Objek penelitian tindakan kelas ini adalah: (1) Bunga. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner minat, dan menguji hasil belajar peserta didik. Analisis data