• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN ASFIKSIA BERAT DI RUANG PERINATOLOGI RSUD KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN ASFIKSIA BERAT DI RUANG PERINATOLOGI RSUD KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN

ASFIKSIA BERAT DI RUANG PERINATOLOGI

RSUD KABUPATEN CIAMIS

TAHUN 2016

Laporan Tugas Akhir

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan

Oleh :

RISA HOIRUNISA

NIM. 13DB277129

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS

2016

(2)

vii INTISARI

Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Faktor-faktor yang berhubungan dengan asfiksia

antara lain bayi prematur, umur ibu, partus lama dan lilitan tali pusat. Dampak terjadinya asfiksia sebelum mengalami kematian adalah diantaranya dapat menimbulkan edema otak dan perdarahan otak, anuria, oliguria, kejang, koma.

Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untu memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia berat dengan menggunakan standar asuhan kebidanan dan pendokumentasian dalam bentuk SOAP. Asuhan kebidanan pada asfiksia berat ini dilakukan selama 12 hari di RSUD Kabupaten Ciamis.

Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada bayi asfiksia

berat. Kesimpulan dari hasil penatalaksanaan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia berat di RSUD Kabupaten Ciamis dilaksanakan cukup baik.

Kata Kunci : Asfiksia Berat

Kepustakaan : 14 buku 3 jurnal (2005-2015)

Halaman : i-xii, 39 halaman, 10 lampiran

1Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen

(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization diperkirakan bahwa sekitar 23% kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari organisasi kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa sejak tahun 2007-2012 asfiksia menempati urutan ke 5 yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian neonatal di seluruh dunia setelah pneumonia, malaria,

sepsis neonatorum dan kelahiran prematur (WHO, 2012).

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menemukan bahwa angka kematian di Indonesia saat ini mengalami penurunan dari 43 per 1.000 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Di antara angka ini, 19 per 1.000 kelahiran hidup terjadi pada masa neonatal

sejak lahir sampai usia 28 hari. Penyebab terbesar dari angka kematian bayi adalah asfiksia yaitu sebesar 37%.

Salah satu tujuan Millenium Development Goal’s (MDG’s) adalah menurunkan angka kematian bayi dan anak. Saat ini, Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang berkontribusi besar terhadap tingginya Angka Kematian Bayi di Indonesia. Menurut data Laporan Program Kesehatan Anak Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2012, jumlah kematian neonatus

yang dilaporkan di Jawa Barat mencapai angka 3.624 dan kematian bayi mencapai 4.650. Menurut dari laporan Kepala Bidang pelayanan kesehatan Jawa Barat mengungkapkan bahwa angka kematian bayi tinggi terutama disebabkan karena asfiksia, bayi berat lahir rendah (BBLR), infeksi, diare, dan pneumonia (Firyal, 2015). Sementara sejak tahun 2015, Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten Ciamis mencatat 176 bayi meninggal, dan tahun 2016 hingga bulan Februari tercatat 15 bayi meninggal.

Untuk mengurangi jumlah kematian neonatal perlu ada intervensi dari tingkat masyarakat, tingkat pelayanan dasar dan tingkat rujukan. Di tingkat masyarakat misalnya dengan perawatan neonatal di rumah, ASI

(4)

esklusif, dan menggunakan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dalam hal ini tentu adanya pendamping atau instruksi khusus dari tenaga medis. Di tingkat pelayanan dasar yaitu adanya persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan neonatal essensial, kunjungan sebanyak minimal 3 kali dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Sementara di tingkat rujukan dengan adanya Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan Neonatal Intensive Care Unit

(NICU) (Firyal, 2015).

Data dari RSUD Ciamis dari bulan Januari-Desember 2015 didapatkan jumlah kelahiran bayi normal sebanyak 260 bayi, sedangkan jumlah kelahiran bayi dengan kasus sebanyak 982 bayi. Kasus tersebut diantaranya, asfiksia 626 kasus, BBLR 310 kasus, ikterus 32 kasus, caput succedaneum 14 kasus.

Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Katiandagho menerangkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan asfiksia antara lain bayi prematur,

umur ibu, partus lama dan lilitan tali pusat.

Perlu kita ketahui bahwa dampak terjadinya asfiksia sebelum mengalami kematian adalah diantaranya dapat menimbulkan edema otak dan perdarahan otak, anuria, oliguria, kejang, koma (Subianto, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Masitoh menerangkan bahwa neonatus

dengan asfiksia memiliki risiko 21 kali lebih besar terhadap kematian neonatal dibandingkan neonatus yang tidak mengalami asfiksia. Hasil penelitiannya juga menunjukan asfiksia merupakan faktor dominan penyebab kematian neonatal.

Tindakan bidan dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bidan harus dapat mengenali dengan baik pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan melakukan tindakan yang di mulai dari resusitasi, membebaskan jalan nafas, mengusahakan bantuan medis, merujuk dengan benar serta memberikan perawatan lanjutan pada bayi secara tepat dan sistematis.

(5)

3

Sesuai dengan firman allah dalam Al-qur’an yang berhubungan dengan asfiksia terdapat dalam Q.S Al Qiyamah ayat : 26

(26)

Artinya

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan”.

Ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa apabila seseorang susah bernafas dan telah sampai ke kerongkongan maka akan merasa sesak dan tidak mampu menghirup udara, bahkan dapat membuat seseorang meninggal. Seperti hal nya pada bayi asfiksia yang mengalami kegagalan bernafas.

Berdasarkan uraian diatas, dikarenakan kasus asfiksia di RSUD Ciamis menempati urutan pertama penulis tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan Asfiksia Berat di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan Asfiksia Berat di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia berat di ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis dengan menggunakan standar asuhan kebidanan dan pendokumentasian dalam bentuk SOAP.

2. Tujuan Khusus

a. Diharapkan dapat melaksanakan pengkajian data subjektif pada Neonatus dengan Asfiksia Berat di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis.

(6)

b. Diharapkan dapat melaksanakan pengkajian data objektif pada Neonatus dengan Asfiksia Berat di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis.

c. Diharapkan dapat menganalisa data pada Neonatus dengan

Asfiksia Berat di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis. d. Diharapkan dapat melaksanakan penatalaksanaan sesuai dengan

data yang di dapat pada Neonatus dengan Asfiksia Berat di Ruang Perinatologi RSUD Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian kasus diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan pada asfiksia berat.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Klien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan untuk orang tua dalam mengasuh anaknya.

b. Bagi Lahan Praktik

Sebagai masukan untuk dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dalam memberikan asuhan kepada klien asfiksia berat.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk menghasilkan lulusan bidan yang profesional dan juga mandiri dan juga sebagai penambahan bahan kepustakaan yang dapat di jadikan studi banding untuk penelitian studi kasus selanjutnya.

d. Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir patologis dan juga sebagai bahan masukan atau informasi untuk peneliti agar mampu mengaplikasikan seluruh teori ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan praktik lapangan.

(7)

5

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Neonatus 1. Pengertian

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus, merupakan individu yang sedang bertumbuh, baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu-42 minggu dan berat badannya 2500 gram– 4000 gram (Dewi, 2013).

2. Ciri-ciri Neonatus Normal

a. Lahir aterm antara 37–42 minggu. b. Berat badan 2500-4000 gram. c. Panjang badan 48-2 cm. d. Lingkar dada 30-38 cm. e. Lingkar kepala 33-35 cm. f. Lingkar lengan 11–12 cm.

g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit. h. Pernafasan 40-60x/menit.

i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup. j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah

sempurna.

k. Kuku agak panjang dan lemas. l. Nilai APGAR > 7.

m. Gerak aktif.

n. Bayi lahir langsung menangis kuat.

o. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.

p. Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik. q. Reflek moro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk

(8)

r. Reflek grasping (menggenggam) sudah baik. s. Genitalia

1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis berlubang.

2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta labia mayora menutupi labia minora.

t. Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2013).

3. Nilai APGAR.

Skor apgar atau nilai apgar (Apgar Score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh

anestesi obstetric terhadap bayi.

Skor apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga sepuluh. Kata “Apgar” belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari Apperance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons reflek, tonus otot/keaktifan,dan pernapasan) untuk mempermudah menghafal.

(9)

7

Tabel 2.1 Tanda APGAR

Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Apperance (Warna Kulit) Pucat/biru seluruh tubuh Tubuh merah, ekstremitas biru Seluruh tubuh kemerahan Pulse (Denyut Jantung) Tidak ada <100x/m >100x/m Grimace (Tonus Otot)

Tidak ada Ekstremitas sedikit fleksi

Gerakan aktif

Activity (Aktivitas)

Tidak ada Sedikit gerak Langsung

menangis Respiration

(Pernapasan) Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis

a. Interpretasi skor

Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran dan dapat di ulangi jika skor masih rendah.

Tabel 2.2 Interpretasi Skor Apgar Jumlah

Interpretasi Skor

Catatan

7-10 Bayi Normal

4-6 Agak Rendah Memerlukan tindakan medis segera

seperti penyedotan lendir yang

menyumbat jalan napas atau

pemberian oksigen untuk membantu bernapas.

0-3 Sangat Rendah Memerlukan tindakan medis yang

intensif.

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan

(10)

perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasi akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor apgar dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15 atau 30menit), maka ada resiko bahwa anak tersebut mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada resiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera dan tidak di desain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut (Judarwanto, 2014).

4. Masalah pada Bayi Baru Lahir

Menurut Saifudin (2010) penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu penilaian APGAR. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama yang mengalamai depresi berat. Masalah bayi baru lahir yang perlu tindakan segera :

a. Bayi tidak bernapas/sulit bernapas.

Penanganan umum yang bisa dilakukan adalah :

1) Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian hangat dan kering.

2) Jika belum dilakukan, segeraklem dan potong tali pusat. 3) Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat (dibawah

radiant heater) untuk resusitasi.

4) Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan tindakan kebidanan dan resusitasi.

5) Jika resusitasi gagal lakukan ventilasi. b. Sianosis dan sukar bernapas.

Bayi yang mengalami sianosis (biru) atau sukar bernapas (frekuensi kurang dari 30 atau lebih dari 60x/menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih). Maka tindakan yang perlu dilakukan adalah :

(11)

9

6) Hisap mulut dan hidung untuk memastikan jalan napas bersih.

7) Berikan oksigen 0,5 liter/menit.

8) Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju, menjaga bayi tetap hangat, bngkus bayi dengan kain kering, selimuti dan pakai topi untuk mencegah kehilangan panas. c. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau premature kecil.

Bayi yang sangat kecil (<1500 gram atau kurang dari usia

gestasi 32 minggu) sering terjadi yang masalah berat misalnya sukar bernapas. Kesukaran pemberian minum, ikterus berat, infeksi. Bayi rentan hipotermi jika tidak dalam inkubator.

d. Letargi

Bayi yang mengalami letargi atau tonus otot rendah (tidak ada gerakan), sangat mungkin bayi sakit berat dan harus segera dirujuk ke tempat pelayanan yang sesuai.

e. Hipotermi

Hipotermi dapat terjadi secara cepat pada bayi sangat rendah atau bayi yang di resusitasi atau dipisahkan dari ibu. Dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun kurang dari 35oc. Untuk mengatasi kondisi tersebut, lakukan hal berikut :

1) Gunakan alat yang ada seperti incubator, radian heater,

kamar hangat atau tempat tidur hangat.

2) Rujuk ke pelayanan kesehatan yang memiliki Neonatal Intensif Care Unit (NICU).

3) Jika bayi sianosis, sukar bernapas, atau ada tarikan dinding dada dan merintih segera berikan oksigen.

f. Kejang

Kejang dalam satu ja pertama kehidupan jarang. Kejang

dapat disebabkan oleh meningitis, enchepalopati atau

hipoglikemia berat (Sondakh, 2013).

Menurut Ningsih (2012) masalah pada bayi baru lahir bisa menimbulkan beberapa hal diantaranya :

(12)

a. Diare

Bayi dikatakan mengalami diare jika terjadi pengeluaran

feces yang tidak normal, baik dalam jumlah atau bentuk (frekuensi lebih normal dan bentuknya cair). Bayi diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.

b. Infeksi

Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa antenatal dan intranatal.

(13)

11

4. Manajemen Bayi Baru Lahir Normal

Gambar 2.1 Manajemen Bayi Baru Lahir Normal Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensisal, 2012

Penilaian Sebelum bayi lahir :

1. Apakah kehamilan cukup bulan?

2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur meconium? Segera setelah lahir :

3. Apakah bayi, menangis atau bernafas/tidak megap-megap?

4. Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif?

Bayi cukup bulan Ketuban jernih

Bayi menangis atau bernafas

Tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif

Asuhan Bayi Baru Lahir

1. Jaga bayi tetap hangat.

2. Isap lendir dari mulut dan hidung (hanya jika perlu). 3. Keringkan.

4. Pemantauan tanda bahaya.

5. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit setelah lahir.

6. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini.

7. Beri suntikan Vitamin K1 1mg Intra Muskular, di paha kiri anterolateral setelah Inisiasi Menyusu Dini.

8. Beri salep mata antibiotika pada kedua mata. 9. Pemeriksaan fisik.

10. Beri imunisasi Hepatitis B 0,5ml Intra Muskular, di paha kanan anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.

(14)

B. Asfiksia 1. Pengertian

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (JNPK-KR, 2008).

Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2013).

2. Etiologi

a. Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal berikut :

1) Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin di antaranya disebabkan oleh bebrapa hal berikut :

a) Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang menyebabkan tali pusat menumbung dan kehamilan lebih bulan (post term). b) Adanya pengaruh obat, misalnya tindakan SC yang

menggunakan narkosa. 2) Faktor dari ibu selama kehamilan

a) Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak.

b) Vasokontriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan, preeklampsia dan eklampsia.

c) Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang).

(15)

13

b. Towel asfiksia biasa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni faktor ibu, plasenta, fetus dan neonatus.

1) Ibu

Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami hipoksia yang berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain.

2) Plasenta

Pertukaran gas antar ibu dan janin dipengaruhi oleh luas kondisi plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

3) Fetus

Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus

dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.

4) Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal berikut.

a) Pemakaian anastesi yang berlebihan pada ibu. b) Trauma yang terjadi selama persalinan.

c) Kelainan kongenital pada bayi (Dewi, 2013). 3. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda dan gejala bayi mengalami asfiksia pada bayi baru lahir meliputi bayi lahir tidak bernafas atau merintih, warna kulit kebiruan, dan penurunan kesadaran (Indriyani, 2013).

Menurut Dewi (2013)

a. Asfiksia Berat (Nilai APGAR 0-3).

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asisodis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit. 2) Tidak ada usaha napas.

(16)

4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.

5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

b. Asfiksia Sedang (Nilai APGAR 4-6).

Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit. 2) Usaha napas lambat.

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.

5) Bayi tampak sianosis.

6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan

c. Asfiksia Ringan (Nilai APGAR 7-10).

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :

1) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit. 2) Bayi tampak sianosis.

3) Adanya retraksi sela iga. 4) Bayi merintih (grunting).

5) Adanya pernapasan cuping hidung. 6) Bayi kurang aktifitas.

7) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales dan

(17)

15

4. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Gambar 2.2

Penilaian

Sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian BBL :

1. Apakah bayi cukup bulan?

2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium? 3. Apakah bayi bernafas atau menangis?

4. Apakah bayi aktif?

Bila salah jawaban Tidak ! Langkah Awal 1. Jaga bayi tetap hangat. 2. Atur posisi bayi. 3. Isap lendir.

4. Keringkan dan rangsang taktil. 5. Reposisi.

Nilai Napas

Bila bernapas normal Asuhan Pasca Resusitasi 1. Pemantauan.

2. Pencegahan hipotermi. 3. Inisiasi menyusu dini. 4. Pemberian Vit K1. 5. Pencegahan infeksi. 6. Pemeriksaaan fisik. 7. Pencatatan dan pelaporan.

Bayi tidak bernapas/bernapas megap-megap

Ventilasi

1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan. 2. Ventilasi 2x dengan tekanan 30 cm air. 3. Bila dada mengembang lakukan

ventilasi 20x dengan tekanan 20cm air selama 30 detik.

Nilai Napas Bayi mulai bernapas

Bayi tidak bernapas/bernapas megap-megap

1. Ulangi ventilasi 20x selama 30 detik. 2. Hentikan ventilasi dan nilai kembali

napas tiap30 detik.

3. Bila bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan.

Bila tidak mau di rujuk dan tidak berhasil 1. Sesudah 10 menit pertimbangkan untuk

menghentikan resusitasi. 2. Konseling.

3. Pencatatan dan pelaporan. Bila dirujuk 1. Konseling. 2. Lanjutkan resusitasi. 3. Pemantauan. 4. Pencegahan hipotermi. 5. Pemberian Vit K1. 6. Pencegahan infeksi. 7. Pencatatan dan pelaporan.

(18)

5. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

a. Pernapasan. b. Denyut jantung.

c. Warna kulit (Winkjosastro, 2008).

Klasifikasi asfiksia dan kebutuhannya menurut Winkjosastro (2010) terbagi tiga :

a. Asfiksia Ringan.

Bayi di anggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi.

b. Asfiksia Sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus ototkurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernapas normal. c. Asfiksia Berat.

Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosi berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

6. Langkah dalam melakukan resusitasi a. Tahap Awal

Pada tahap awal ini harus diselesaikan dalam waktu < 30 detik. Langkah tersebut meliputi :

(19)

17

a) Letakkan bayi di atas kain ke 1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum.

b) Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada, dan perut tetap terbuka, potong tali pusat.

c) Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke 1 ke atas kain ke 2 yang telah digelar di tempat resusitasi.

d) Jaga bayi tetap diselimuti dengan wajah dan dada terbuka dan dibawah pemancar panas.

2) Atur posisi bayi

a) Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.

b) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.

3) Isap lendir

a) Isap lendir mulai dari mulut, kemudian dari hidung.

b) Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan.

c) Jangan melakukan pengisapan terlalu dalam yaitu > 5 cm kedalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba–tiba berhenti bernafas. Untuk hidung jangan sampai melewati cuping hidung

4) Keringkan dan berikan rangsangan taktil. 5) Atur kembali posisi kepala bayi.

6) Lakukan penilaian bayi

Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap–megap.

a) Jika bayi bernapas normal : lakukan asuhan pasca resusitasi.

b) Jika bayi megap–megap atau tidak bernapas : mulai lakukan ventilasi bayi.

b. Tahap Kedua : Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan

(20)

tekanan positif, untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. Langkah–langkah :

1) Pasang sungkup

Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.

2) Ventilasi 2 kali

a) Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air. b) Tiupan awal tabung dan sungkup atau remasan awal

balon dan sungkup penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.

c) Lihat apakah dada bayi mengembang

Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Jika tidak mengembang :

(1) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.

(2) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah ekstensi.

(3) Periksa cairan atau lendir di mulut. Jika ada lendir atau cairan lakukan penghisapan.

(4) Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.

3) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

a) Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik, dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan atau menangis.

b) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.

Jika bayi mulai bernapas normal/tidak megap–megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap.

(21)

19

(2) Hitung frekuensi napas per menit.

Jika bernapas > 40 per menit dan tidak ada retraksi berat :

(a) Jangan ventilasi lagi

(b) Letakkan bayi dengan kontak kulit bayi ke kulit ibu pada dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL. (c) Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan

kehangatan.

(d) Jangan tinggalkan bayi sendiri. Kemudian lakukan asuhan pasca resusitasi.

Jika bayi megap–megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi

(a) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas.

(b) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)

(c) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap–megap :

 Jika bayi mulai bernapas normal/tidak

megap–megap dan atau menangis,

hentikan ventilasi bertahap, kemudian lakukan asuhan pascaresusitasi.

 Jika bayi megap–megap/tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik, kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.

4) Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi.

a) Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan mengapa.

b) Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan. c) Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan.

(22)

d) Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan.

e) Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung.

f) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air).

g) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian nilai ulang napas dan nilai denyut jantung.

h) Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, lanjutkan ventilasi selama 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen (JNPK-KR, 2008).

C. Standar Asuhan Kebidanan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/III/2007

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa dan masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan.

1. Standar I : Pengkajian a. Pernyataan Standar

Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondis klien.

b. Kriteria Pengkajian :

1) Data tepat, akurat dan lengkap.

2) Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesa : biodata, keluhan utama, riwayat obstetrik, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya).

(23)

21

3) Data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang).

2. Standar II : Perumusan Diagnosa dan Masalah Kebidanan. a. Pernyataan Standar

Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat. b. Kriteria Perumusan diagnosa dan atau Masalah.

1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan. 2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.

3) Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

3. Standar III : Perencanaan a. Pernyataan Standar

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasakan diagnosa dan masalah yang ditegakkan.

b. Kriteria Perencanaan

1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien; tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara komprehensif.

2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.

3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya

klien/keluarga.

4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien.

5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumberdaya serta fasilitas yang ada.

4. Standar IV : Implementasi a. Pernyataan Standar

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif,

(24)

preventif, kuratif dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolabirasi dan rujukan.

b. Kriteria :

1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko- sosial-spiritual-kultural.

2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya (inform consent).

3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evience based. 4) Melibatkan klien/pasien dan setiap tindakan.

5) Menjaga privasi klien/pasien.

6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.

7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara

berkesinambungan.

8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.

9) Melakukan tindakan sesuai standar.

10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan. 5. Standar V : Evaluasi

a. Pernyataan standar

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. b. Kriteria Evaluasi

1) Penilaian dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien.

2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan atau keluarga.

3) Evaluasi dilakukan sesuai standar.

4) Hasil dan evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.

(25)

23

6. Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan a. Penyataan Standar

Bidan melakukan pecatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.

b. Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan

1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan

formulir yang tersedia (Rekam Medis/KMS/Status

Pasien/buku KIA).

2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP. 3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa. 4) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.

5) A adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan.

6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.

D. Landasan Hukum

Bidan dalam menyelenggarakan praktiknya berlandaskan pada Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal pasal 11 yaitu tentang pelayanan kesehatan yang diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk :

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pecegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vit K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), perawatan tali pusat. b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dengan segera merujuk. c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan rujukan.

(26)

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

f. Pemberian konseling dan penyuluhan. g. Pemberian surat kelahiran.

h. Pemberian surat keterangan kematian.

Sesuai dengan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 BAB III Pasal 10 ayat 3 huruf f dan h :

Bidan dalam memberikan pelayanan fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu esklusif. Bidan berwenang memberikan penyuluhan dan konseling.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Kebidanan layanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.

UU Kesehatan Nomor. 23 Tahun 1992 yaitu : Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

E. Pandangan Al-Qur’an Tentang Bayi Baru Lahir Normal dan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Berat.

Allah SWT berfirman dalam Alqur’an Q.S Al Qiyammah ayat : 26

(26)

ََيِقاَرَّتلا َِتَغَلَب اَذِإ ََّلََك

Artinya

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan”.

Ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa apabila seseorang susah bernafas dan telah sampai ke kerongkongan maka akan merasa sesak dan tidak mampu menghirup udara, bahkan dapat

(27)

25

membuat seseorang meninggal. Seperti hal nya pada bayi asfiksia yang mengalami kegagalan bernafas.

Q.S An Nahl ayat : 78

Artinya :

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (Q.S. an-Nahl [16] : 78)”

Allah SWT Maha adil. Dia tidak memerintahkan sesuatu tanpa membekalinya dengan seperangkat kemampuan penunjang tugas yang diberikan-Nya. Allah SWT berkehendak mengangkat seorang khalifah pemakmur, menciptakannya dalam sebaik-baik bentuk yang unik tetapi lemah, dan memberi tahu manusia bahwa tugasnya untuk beribadah. Pada Surah An-Nahl [16] ayat 78 ini Allah SWT menyatakan bekal yang diberikannya kepada manusia untuk melaksanakan amanah yang mereka emban. Bekal itu adalah pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.

(28)

Al-Qur’an. (2006). Qur’an surat An-Nahl surat ke-16 ayat 78. Semarang:Karya Putra Toha

Dewi, V. (2013) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:Salemba Medika.

Eprila, Muhayan H dan Lestari D. (2013) Lama Perawatan Tali Pusat Berdasarkan Metode Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir. Desember.3

Firyal, M . (2015) Data AKI Dinas Kesehatan Jawa Barat 2012. Tersedia dalam http://healthproblemofjabar.blogspot.co.id [diakses 4 Mei 2016]

Hidayat, Asri dan Mufdillah. (2009) Catatan kulah konsep kebidanan.

Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Indriyani, D., Unaria MEU (2013). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.

Jakarta:Cv Trans Indo Media

JNPK-KR. (2008) Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Judarwanto, W. (2014) Asfiksia, Bayi Tidak Menangis Saat Lahir dan Penanganannya. terdapat pada www.klinikbayi.com [diakses 17 Juni 2016]

Katiandagho, N. (2015) Jurnal Ilmiah Bidan. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. 3 (2), Juli, 29

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., Direktorat Jendra Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. (2012) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Nonatal Esensial Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: WHO UNICEF Save the Children.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 938 tahun (2007)

Standar Asuhan Kebidanan. terdapat pada http://bit.ly/1T7eEDY [diakses 6 Mei 2016].

Kepmenkes RI Nomor. 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Kebidanan.

(29)

Menkes RI. (2010) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta.

Masitoh, S. (2014) Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan. Asfiksia Faktor Dominan Penyebab Kematian Neonatal. 1 (2), Maret, 167

Ningsih, Titis Arum Putri. (2012) Jurnal Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir. Surakarta

Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta. Riwidikdo. (2007) Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Bina Pustaka. SDKI. (2012) Angka Kematian Bayi di Indonesia dan Angka Kejadian Asfiksia.

Tersedia dalam http://eprints.undip.ac.id [diakses pada tanggal 20 Mei 2016]

Sondakh. (2013) Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.

Jakarta:Erlanggga

Subianto (2009) in Yulianti (2015) Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Sedang di RSUD Kabupaten Ciamis. Laporan Tugas Akhir, STIKes Muhammadiyah Ciamis.

Saifudin. (2010) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Undang-undang Nomor. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

WHO. (2012) Angka Kejadian Asfiksia. terdapat pada http://www.depkes.co.id [diakses 20 April 2016]

Gambar

Tabel 2.1 Tanda APGAR
Gambar 2.1 Manajemen Bayi Baru Lahir Normal

Referensi

Dokumen terkait

Transformasi fungsi produksi ke dalam fungsi logaritma membuatnya dapat diestimasi dengan metode

Dengan pem- anfaatan teknologi kapasitas produksi dapat ditingkatkan, dan secara kualitas juga akan lebih baik karena dengan adanya alat bantu da- lam produksi maka makanan

Oleh karena itu apabila ada orang lain yang atau salah satu ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya itu dipandang tidak sah, sebab dikhawatirkan

Dengan segala kerendahan hati atas terselesainya penyusunan Tugas Akhir ini, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa telah

Konstruksi sistem suspensi diatas bekerja menjadi satu kesatuan juga, seperti pada sistem suspensi depan. Konstruksi sistem suspensi belakang tersebut bertujuan untuk

“ Distribusi Konsentrasi Radionuklida 137 Cs dan 90 Sr di Udara dan Dosis Efektif Radiasi Sebagai Dampak Kecelakaan Reaktor Kartini Yogyakarta Berdasarkan

Peningkatan tingkat kompetensi siswa yang belajar menggunakan internet dalam pembelajaran berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) lebih tinggi dari pada peningkatan

Dalam kenyataan tidak sedikit orang berambisi untuk menduduki jabatan terhomat atau jabatan istimewa baik yang ada di pemerintahan, kantor, sekolah, dan Gereja. Orang yang