• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "commit to user BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen

ke IV yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Jadi s

udah barang

tentu jika Negara Indonesia mendukung dan selalu menjunjung tinggi penegakan

hukum di Indonesia. Penegakan hukum merupakan tahapan setelah berakhirnya

pembuatan hukum, sehingga yang dimaksud penegakan hukum adalah pelaksanaan

secara konkrit atas dasar hukum yang telah dibuat ke dalam kehidupan masyarakat

sehari-hari (Satjipto Raharjo, 2006: 181).

Proses penegakan hukum di Indonesia terdapat syarat-syarat yang harus

dipenuhi agar proses persidangan berjalan lancar, yaitu dimulai dari proses

penyidikan oleh polisi dalam suatu perkara yang kemudian dibuat Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) yang akan diajukan ke Pengadilan Negeri, dalam proses

penyidikan ini diperlukan alat-alat menyidik kebenaran untuk menyidik pelaku yang

lengkap dan akurat, menangkap dan menahan pelaku kejahatan agar proses

penyidikan berjalan lancar. Setelah dari kepolisian, berkas-berkas diajukan ke

Kejaksaan Negeri guna proses penuntutan. Selanjutnya berkas dari Kejaksaan Negeri

dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Kemudian di persidangan hakim memberikan

putusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan

untuk itu menjatuhkan pidana. Terdakwa diberikan kesempatan untuk melakukan

upaya hukum jika ia melawan putusan hakim tersebut. Dan pada akhirnya terdakwa

melaksanakan putusan tentang pidana dan tindakan tata tertib oleh hakim.

Tujuan hukum acara pidana antara lain dapat dibaca pada pedoman

pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman sebagai berikut.

“Tujuan dari hukum acara pidana ialah untu

k mencari dan mendapatkan atau bahkan

(2)

suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur

dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan

melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan

putusan pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana

telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan” (Andi

Hamzah, 2013: 7-8).

Putusan yang dibacakan oleh hakim di persidangan idealnya mampu

menyelesaikan suatu perkara dan atau sengketa. Putusan hakim merupakan suatu

pernyataan hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan

di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara

atau sengketa antara para pihak. Mengingat peran putusan hakim yang begitu penting

maka seharusnya putusan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan negara. Hakim adalah profesi terhormat. Ia adalah pemeriksa,

pengadili dan pemutus sehingga harus menjaga indepensi, imparsialitas, kompetensi

dan integritas (Michael Jackson Hutabarat, 2013:3) .

Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian

opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat

(Malaysia). KUHAP memberi definisi penyidikan sebagai berikut:

“Serangkaian

tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Dalam bahasa

Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti

“pemeriksaan permulaan o

leh pejabat-pejabat yang untuk itu dirujuk oleh

undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekadar

beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum”.

Penyidikan merupakan tugas pokok dari kepolisian dan penuntutan

merupakan tugas pokok dari kejaksaan. Walaupun tugas pokok dari kejaksaan dalah

untuk melakukan penuntutan, akan tetapi jaksa juga mempunyai wewenang untuk

melakukan penyidikan menurut HIR. Kemudian dengan berlakunya Undang-undang

(3)

Nomor 8 Tahun 1981, maka kewenangan jaksa untuk melakukan penyidikan sudah

tidak dimungkinkan (C. Djisman Samosir, 2013: 115).

Tahap pemeriksaan, setiap alat bukti diperlukan guna membantu hakim untuk

mengambil keputusan. Salah satunya alat bukti adalah keterangan saksi. Bahwa

pengertian umum dari saksi dicantumkan dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP yang

berbunyi: “saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan,dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Ketentuan mengenai saksi verbalism ini belum diatur dalam UU No. 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun peraturan

perundang-undangan lainnya di Indonesia. Namun, penggunaan saksi verbalism ini banyak

ditemui dalam ranah praktik hukum acara pidana. Dari sisi hukum acara pidana, yang

dimaksud dengan saksi verbalism atau disebut juga dengan saksi penyidik adalah

seorang penyidik yang kemudian menjadi saksi atas suatu perkara pidana karena

terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah dibuat di bawah

tekanan atau paksaan. Dengan kata lain, terdakwa membantah kebenaran dari BAP

yang dibuat oleh penyidik yang bersangkutan. Sehingga, untuk menjawab bantahan

terdakwa, penuntut umum dapat menghadirkan saksi verbalism ini. Apabila dalam

persidangan, terdakwa mencabut keterangannya pada waktu pemeriksaan penyidikan

(berita acara penyidikan) atau mungkin, seringkali penyidik yang memeriksa perkara

tersebut dipanggil jadi saksi (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 48).

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses

pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa suatu peristiwa

yang telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang

ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan

kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya jika kesalahan

terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184

KUHAP, terdakwa dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhi hukuman. Oleh

(4)

karena itu hakim harus berhati-hati, cermat. Dan matang menilai dan

mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti sampai dimana batas minimum

kekuatan pembuktian atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam

Pasal 184 KUHAP (Yahya Harahap, 2009: 273).

Pembuktian ialah ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan

undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang

didakwakan. Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti ialah: keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa (Hari Sasangka, Lily Rosita,

2003: 223).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam

tentang pencabutan BAP oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan

berencana di persidangan yang mempengaruhi kedudukan saksi verbalism yang

berjudul: TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN SAKSI VERBALISM SEBAGAI

RESPON HAKIM TERHADAP PENCABUTAN BAP PENYIDIKAN OLEH

TERDAKWA

DALAM

PEMBUKTIAN

PERKARA

PEMBUNUHAN

BERENCANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 893 K/PID/2011).

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis

merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa yang

hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan,

menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih rinci. Adapun permasalahan

yang akan dikaji penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kedudukan saksi verbalism sebagai respon hakim terhadap

pencabutan BAP penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian perkara

pembunuhan berencana di persidangan?

2. Bagaimanakah pertimbangan hakim

mengenai saksi

verbalism

dalam

persidangan?

(5)

C. TUJUAN PENELITIAN

Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai

dengan jelas. Tujuannya penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam

melangkah dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk menganalisis kedudukan saksi verbalism sebagai respon hakim

terhadap pencabutan BAP penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian

perkara pembunuhan berencana di persidangan dalam kasus nomor 893

K/Pid/2011.

b. Untuk menganalisis pertimbangan hakim mengenai saksi verbalism dalam

persidangan.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang

ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya.

b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal mengetahui kekuatan

pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana pembunuhan berencana.

c. Untuk melatih kemampuan penulis dala mempraktekkan teori ilmu hukum,

mengembangkan dan memperluas pemikiran serta pengetahuan yang

diperoleh selama masa perkuliahan guna mengkaji kekuatan pembuktian

dalam pengungkapan tindak pidana pembunuhan berencana.

d. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar akademik sarjana

dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

Salah satu pemilihan masalah dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat

bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dalam penulisan hukum ini, yaitu bagi

penulis maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Karena nilai dari sebuah

penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya

(6)

penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini antara

lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi

bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya

dan Hukum Acara Pidana pada khususnya.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dan sarana untuk

pemahaman, pengkajian, dan pengembangan, serta penulian karya ilmiah di

bidang hukum.

c. Digunakan sebagai bahan pendalaman dan menambah referensi bagi ilmu

pengetahuan dalam bidang hukum khususnya dalam hal pencabutan BAP

terdakwa dan kekuatan pembuktian saksi verbalism dalam putusan perkara

pembunuhan berencana dengan alasan kekuatan saksi verbalism dan

kaitannya dengan respon hakim dalam perkara pembunuhan berencana.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola

pikir dinamis, sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu hukum yang telah diperoleh di bangku kuliah.

b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti secara

benar dan bukan hanya penalaran saja sehingga sesuai dengan tujuan hukum

yaitu kepastian hukum.

c. Memberikan masukan terhadap ilmu hukum bagi masyarakat pada umumnya

dan bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang hukum pada khususnya.

Karena sesungguhnya kegiatan sehari-hari seorang dosen pada fakultas

hukum, caturwangsa (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) serta profesi hukum

yang bebas seperti notaris, dan kegiatan penulisan di bidang hukum,

sesungguhnya tidak pernah lepas dari kegiatan penelitian hukum (Sunaryati

hartono, 1994:131).

(7)

E. METODE PENELITIAN

Penelitian adalah suatu proses untuk menentukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau

konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter

Mahmud Marzuki, 2013: 35). Dalam mendapatkan bahan hukum dan metode dalam

menemukan jawaban pernasalahan dapat diperoleh metode yang sesuai. Adapaun

metode peneliian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan penulisan

hukum ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat

preskriptif bukan deskriptif sebagai mana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter

Mahmud Marzuki, 2013: 33).

Dimana dalam penelitian hukum ini penulis meneliti kedudukan saksi

verbalism sebagai respon hakim terhadap pencabutan BAP penyidikan oleh

terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana studi kasus dalam

putusan Mahkamah Agung Nomor: 893 K/Pid/2011 yang perkara ini diteliti

dengan menggunakan penalaran dari aspek hukum normatif yang merupakan ciri

khas dari penelitian hukum normatif. Atas dasar itu maka jenis penelitian yang

dipilih penulis yaitu penelitian hukum normatif telah sesuai dengan objek kajian

yang akan diteliti oleh penulis.

2. Sifat Penelitian

Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian di atas, maka kajian

penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum memiliki karakteristik

sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan

norma-norma hukum. Maksud bersifat terapan yaitu ilmu hukum menerapkan standar

prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum

(Peter Mahmud Marzuki, 2013: 22).

(8)

3. Pendekatan penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yang mana

dengan pendekatan tersebut maka peneliti akan mendapatkan informasi dari

beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus

(case approach). Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah

ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai

kepada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 94).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan

hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah-risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder

berupa seluruh publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181).

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini antara lain:

a) Bahan hukum primer:

1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

4) Putusan Mahkamah Agung Nomor: 893 K/Pid/2011.

b) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, jurnal-jurnal hukum,

referensi. Majalah, artikel, dan komentar-komentar putusan pengadilan yang

berkaitan dengan topik ini.

(9)

Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis dalam

penelitian hukum ini adalah deduksi silogisme. Deduksi silogisme bertujuan

untuk merumuskan fakta hukum dengan cara membuat konklusi atas premis

mayor dan premis minor (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89). Sehingga dapat

dikatakan bahwa penulisan hukum dengan menggunakan metode deduksi

silogisme berarti menganalisis hukum dalam kenyataan (in concreto) dalam hal

ini adalah putusan hakim dengan hukum yang abstrak (in abstracto) yaitu

peraturan perundang-undangan untuk diambil suatu kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyuluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis

menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat)

bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk

mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Sistematika

penulisan hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan

penutup. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I

: PENDAHULUAN

Pada bab I ini penulis mengemukakan mengenai uraian latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian,

dan sistematika

penelitian.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori

dari para pakar hukum dan doktrin hukum berdasarkan literatur

yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang

diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1.

Kerangka Teori, yang berisikan Tinjauan mengenai sistem

(10)

tinjauan tentang saksi, tinjauan tentang saksi verbalism,

dan tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan

berencana.

2.

Kerangka Pemikiran, yang berisikan gambaran alur

berfikir dari penulis berupa konsep yang akan dijabarkan

dalam penelitian ini.

BAB III

: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab III penulis hendak menguraikan pembahasan dan

hasil dari penelitian yang dilakukan. Berpijak pada perumusan

masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis akan membahas

2 (dua) pokok permasalahan yaitu membahas Kedudukan saksi

verbalism sebagai respon hakim terhadap pencabutan BAP

penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian perkara

pembunuhan berencana di persidangan dalam putusan dan

pertimbangan hakim mengenai saksi

verbalism

dalam

persidangan.

BAB IV

: PENUTUP

Pada bab IV ini penulis mengemukakan simpulan dari hasil

penelitian serta memberiakan saran yang relevan dengan

penelitian terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian

ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Kolonisasi cendawan endofit daerah Alahan Panjang dan Tanah Datar berbeda tidak nyata karena varietas yang digunakan sama, sehingga tidak mempengaruhi tingkat kolonisasi

dahulu meminta anak untuk mempraktekkan dalam lari estafet kecepatan anak saat berlari, kelincahan anak saat berlari, dan mengikuti aturan main. Apabila anak

Variabel budaya etis diukur dengan indikator yang dikembangkan dari Svanberg and Ohman (2013), Shafer and Wang (2010), dan TrevinO (1998) yang dikutip oleh

Operasional pada musim kemarau ditujukan agar ketersediaan air yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, dapat difungsikan secara optimal baik dari cara, waktu, dan

• Penilaian Acuan Patokan adalah penilaian yang dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan studi penelitian mengenai efektivitas pelayanan publik khususnya Dinas Kependudukan dan

Atas dasar uraian diatas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam tentang keabsahan pemeriksaan hakim secara langsung dengan teleconference dalam persidangan berlandaskan

15.9.8 Bendahari atau mana-mana pegawai yang diberikan kuasa secara bertulis oleh Bendahari adalah diberi kuasa untuk memberi penangguhan bayaran ansuran bulanan pembiayaan