• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP CARA PENGGUNAAN Metered Dose Inhaler (MDI) PADA PASIEN ASMA DI RSUD DR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP CARA PENGGUNAAN Metered Dose Inhaler (MDI) PADA PASIEN ASMA DI RSUD DR."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN USIA, TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP CARA PENGGUNAAN

Metered Dose Inhaler (MDI) PADA PASIEN ASMA DI RSUD DR. MOEWARDI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

FITRIA MARIZKA KUSUMAWARDHANY G0009086

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2012

(2)

commit to user vi PRAKATA

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) pada Pasien Asma di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini. 3. Novi Primadewi, dr., Sp.THT-KL, M.Kes selaku Pembimbing Pendamping

yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Nur Hafidha Hikmayani, dr., MClinEpid, M.Scdan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda Drs. Dodi Kusmayadi, SE, M.M dan Ibunda Wariyah, dr., Sp.S yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

8. Adik tersayang Rachmanisa Kusumawardhiny yang senantiasa memberikan semangat dan doa hingga penelitian ini terselesaikan.

9. Sahabat-sahabat terdekat, Antonius Bagus BK, Nur Alfiani, Handayani Putri, Francine Roselind, Ruben Stevanus atas semangat yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, Oktober 2012 Fitria Marizka Kusumawardhany

(3)

commit to user

iv ABSTRAK

Fitria Marizka Kusumawardhany, G0009086, 2012. Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) pada Pasien Asma di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Asma merupakan penyakit inflamasi jalan napas kronik yang berdampak serius terhadap morbiditas dan mortalitas di dunia. Sebagian besar pasien yang diresepkan untuk mengkonsumsi obat dengan menggunakan alat inhalasi, tidak menggunakan alat inhalasi tersebut dengan benar. Sekitar 90% pasien menunjukkan cara yang salah dalam menggunakan MDI. Untuk itu, perlu diteliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kesalahan cara penggunaan MDI. Sehingga, faktor-faktor tersebut dapat diatasi dan menurunkan angka kesalahan cara penggunaan MDI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 40 subjek penelitian dipilih dengan metode purposive sampling dari pasien asma di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung untuk mengisi suggested checklist dan kuesioner. Data dianalisis menggunakan metode

Chi-Square dan analisis regresi logistik ganda, dengan SPSS 17.00 for Windows.

Hasil Penelitian: Pasien usia ≥ 65 tahun memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 4/10 kali lebih rendah daripada pasien usia < 65 tahun (OR = 0.43; CI 95% 0. 0.07 hingga 2.89; p = 0.388). Pasien dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 2 kali lebih tinggi daripada pasien dengan tingkat pendidikan di bawah SMA (OR = 1.68; CI 95% 0.32 hingga 8.82; p = 0.539). Pasien dengan tingkat pengetahuan tinggi terhadap pentingnya cara penggunaan MDI yang benar memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 14 kali lebih tinggi daripada pasien dengan tingkat pengetahuan rendah (OR = 13.58; CI 95% 2.37 hingga 77.76; p = 0.003). Hasil penelitian ini telah mengontrol variabel luar terkendali lama menggunakan MDI.

Simpulan Penelitian: Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma. Juga terdapat hubungan usia dan tingkat pendidikan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma walaupun secara statistik data yang diperoleh tidak signifikan. Simpulan ini buat setelah mengontrol mengontrol lama menggunakan MDI sebagai variabel luar terkendali.

(4)

commit to user

v ABSTRACT

Fitria Marizka Kusumawardhany, G0009086, 2012. The Association between Age, Level of Education and Level of Knowledge on How to Use Metered Dose Inhaler (MDI) in Asthma Patients at RSUD Dr. Moewardi. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Background: Asthma is a chronic airway inflammatory disease that seriously impact on morbidity and mortality in the world. Most of the patients were taking medication prescribed for inhalation using a tool, not using inhalation devices correctly. Approximately 90% of patients showed a wrong way to use MDI. For that, need to be investigated the factors associated with the occurrence of errors how to use MDI. Thus, these factors can be overcome and reduce the number of errors on how to use MDI. This study aimed to analyze the relationship between age, education level and level of knowledge on how to use MDI in asthma patients.

Methods: This analytic study was observational with cross-sectional approach. A sample of 40 study subjects was selected by purposive sampling from out asthma patients visiting the Pulmonary Clinics, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The data were collected by interview using suggested checklist and a set of questionnaire. The data was analyszed using Chi-Square and multiple logistic regression model on SPSS version 17 for Windows.

Results: Patients aged ≥ 65 years had a good way of using MDI 4/10 times lower than patients aged < 65 years (OR = 0.43; CI 95% 0. 0.07 to 2.89; p = 0.388). Patients with high education level have a good way of using MDI 2 times higher than patients with low education level (OR = 1.68; CI 95% 0.32 to 8.82; p = 0.539). Patients with a high level of knowledge of the importance of how to use the correct MDI had a good way of using MDI 14 times higher than patients with low levels of knowledge (OR = 13.58; CI 95% 2.37 to 77.76; p = 0.003).This estimate has controlled for the effects of long use of MDI as a confounding variable.

Conclusion: There is a statistically significant association between knowledge on how to use MDI. There are also the association between age and education level on how to use MDI in asthma patients even though the data obtained was not statistically significant. This conclusion is drawn after controlling for the effects of long use of MDI as a confounding variable.

(5)

commit to user vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... ... 5 1. Asma ... ... 5 a. Definisi ... ... 5 b. Faktor Risiko ... ... … 5 c. Patofisiologi ... ... 6 d. Klasifikasi ... ... 8 2. Pengobatan Asma ... ... 10 3. Terapi Inhalasi ... ... 11

4. Cara Penggunaan Terapi Inhalasi Memiliki Konsekuensi Klinis yang Penting ... 12

5. Hubungan Usia terhadap Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) ... 14

6. Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) ... 15

7. Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) ... 15

B. Kerangka Pemikiran ... 16

C. Hipotesis ... 17

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Rancangan Penelitian ... 18

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

C. Subjek Penelitian ... 18

D. Rancangan Penelitian ... 20

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 21

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

G. Alat dan Bahan ... 23

H. Cara Kerja ... 24

I. Teknik Analisis Data ... 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 26

A. Karakteristik Sampel Penelitian ... 26

(6)

commit to user viii

1. Hubungan Usia terhadap Cara Penggunaan MDI………. 29

2. Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Cara Penggunaan MDI ... 30

3. Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan MDI ... 31

4. Hubungan Lama Menggunakan MDI terhadap Cara Penggunaan MDI ... 33

C. Analisis Regresi Logistik Ganda ... 34

BABV. PEMBAHASAN ... 38

BABVI. SIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Simpulan ... 42

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN

(7)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi jalan napas kronik yang berdampak serius terhadap morbiditas dan mortalitas di dunia. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1992, ditemukan angka kematian akibat asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-4 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000 jiwa (PDPI, 2004).

Di samping prevalensi yang meningkat, berbagai studi

memperlihatkan bahwa pasien dengan asma seringkali tidak terkontrol penyakitnya (Holgate, 2000). Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Asma Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI Rumah Sakit Persahabatan Jakarta memperlihatkan hanya 30% pasien asma yang menggunakan terapi inhalasi dengan benar sehingga tujuan pengobatan pada pasien asma banyak yang tidak tercapai (Gotzsche, 2006).

Penatalaksanaan pasien asma salah satunya adalah dengan terapi inhalasi, diantaranya yaitu Metered Dose Inhaler (MDI), Dry Powder Inhaler

(DPI), dan Inhalasi nebulizer. Obat-obatan inhalasi adalah suatu obat yang

(8)

commit to user

dan menurunkan risiko untuk terjadinya efek sistemik. Bertahun-tahun yang lalu, Jet nebulizer adalah satu-satunya alat terapi inhalasi yang tersedia, tetapi

perkembangan untuk alat terapi inhalasi lain MDI, dengan atau tanpa spacer,

dan DPI telah menyebabkan pengiriman obat ke dalam paru menjadi lebih baik, dan juga menurunkan efek sistemik (Luiza et al., 2009).

Sebagian besar pasien yang diresepkan untuk mengkonsumsi obat-obatan dengan menggunakan alat inhalasi, tidak menggunakan alat inhalasi tersebut dengan benar. Sekitar 90% pasien menunjukkan cara yang salah dalam menggunakan MDI (Plaza dan Sachis, 1998). Walaupun alat-alat terapi inhalasi yang terbaru ini diciptakan dengan cara penggunaan yang lebih mudah, jumlah yang sangat signifikan dalam kesalahan menggunakan alat-alat ini pada pasien-pasien asma telah dilaporkan untuk semua jenis inhalasi yang sering digunakan, bahkan pada pasien remaja. Pada semua tipe alat inhalasi, rasio kesalahan meningkat dengan meningkatnya usia (Wieshammer dan Dreyhaupt, 2008). Menurut Ronmark et al., (2005), bahkan setelah dilakukan pelatihan, beberapa pasien tetap mengalami kesulitan dalam menggunakan alat terapi inhalasi tersebut.

Menurut Wright et al., (2002), terapi inhalasi memiliki peranan yang sangat penting pada perawatan pasien-pasien dengan asma. Supaya bisa mendapatkan hasil terapi yang baik, pasien asma harus mengetahui dan memahami cara menggunakan alat terapi inhalasi tersebut dengan benar. Untuk itu, perlu diteliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kesalahan cara penggunaan alat terapi inhalasi khususnya MDI.

(9)

commit to user

Sehingga, faktor-faktor tersebut dapat diatasi dan menurunkan angka kesalahan cara penggunaan alat terapi inhalasi.

Dari latar belakang di atas, untuk itu penulis ingin mengangkat topik penelitian tentang adakah hubungan usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) pada

pasien asma di RSUD Dr. Moewardi. B. Perumusan Masalah

Atas dasar uraian latar belakang tersebut di atas, dapat disusun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Adakah hubungan usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan

Metered Dose Inhaler (MDI) pada pasien asma di RSUD Dr. Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI)

pada pasien asma di RSUD Dr. Moewardi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan usia terhadap cara penggunaan Metered Dose

Inhaler (MDI).

b. Mengetahui Hubungan tingkat pendidikan terhadap cara

(10)

commit to user

c. Mengetahui Hubungan tingkat pengetahuan terhadap cara

penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik:

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yaitu membuktikan adanya hubungan usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) pada

pasien asma di RSUD Dr. Moewardi. 2. Manfaat Praktis:

a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi rumah sakit dalam membuat program penanganan asma khususnya untuk mengurangi kesalahan cara penggunaan obat inhalasi.

b. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk

(11)

commit to user 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi

Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas (Baratawidjaja et al., 2006).

b. Faktor Risiko

Di Depkes RI (2008) membedakan faktor risiko asma secara umum menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

1) Faktor Genetik

a) Hipereaktivitas saluran napas b) Atopi/alergi bronkus

(12)

commit to user

c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik d) Jenis kelamin

e) Ras/etnik 2) Faktor Lingkungan

a) Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, bulu kucing, jamur)

b) Alergen di luar ruangan (misalnya tepung sari)

c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur)

d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, AINS, β

-blocker)

e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum) f) Stres emosional

g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif h) Polusi udara

i) Aktivitas tertentu yang dapat menyebabkan kambuhnya asma j) Perubahan cuaca

c. Patofisiologi

Pada Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan

(13)

commit to user

fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator (Alsagaff dan Mukty, 2009). Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel

(14)

commit to user

Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptida sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related

Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya

bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi sehingga terjadi obstruksi jalan napas (Bernstein, 2003).

d. Klasifikasi

Gejala Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan derajat berat penyakitnya penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang (PDPI, 2004).

(15)

commit to user

Menurut GINA (2002), penggolongan asma berdasarkan derajat berat penyakitnya dibagi 4 (empat) yaitu:

1) Asma Intermiten

a) Gejala < 1 kali/minggu b) Serangan singkat

c) Gejala pada malam hari ≤ 2kali/bulan d) VEP1 atau APE ≥ 80% nilai terbaik e) Variabilitas APE (VAPE) < 20% 2) Asma Persisten Ringan

a) Gejala > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari b) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur c) Gejala pada malam hari > 2kali/bulan d) VEP1 atau APE ≥ 80% nilai terbaik

e) Variabilitas APE (VAPE) 20% - 30%

3) Asma Persisten Sedang a) Gejala setiap hari

b) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur c) Gejala pada malam hari > 1kali/minggu d) VEP1 atau APE 60% - 80% nilai terbaik e) Variabilitas APE (VAPE) >30%

4) Asma Persisten Berat a) Gejala setiap hari b) Serangan terus-menerus

(16)

commit to user c) Gejala pada malam hari setiap hari d) Terjadi pembatasan aktivitas fisik e) VEP1 atau APE ≤ 60% nilai terbaik f) Variabilitas APE (VAPE) >30% 2. Pengobatan Asma

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi atau serangan, dikenal dengan pelega. (PDPI, 2004).

Tabel 2.1 Obat Asma yang Tersedia di Indonesia (PDPI, 2004).

Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk Obat

Pengontrol Antiinflamasi Steroid Inhalasi Sodium kromoglikat Nedokromil Antileukotrien Kontikosteroid sistemik

Agonis β2 long acting

Flutikason Propionat Budesonide Kromolin Nedokromil Zafirluksat Metilprednisolon Prednisolon Prokaterol Bambuterol Formoterol MDI MDI, Turbuhaler MDI MDI Oral Oral Oral Oral Oral Turbuhaler

(17)

commit to user Pelega Bronkodilator Agonis β2 short acting Antikolinergik Metilsamin

Agonis β2 long acting Kontikosteroid sistemik Salbutamol Terbutalin Prokaterol Fenoterol Ipratropium bromide Teofilin Aminofilin Teofilin lepas lambat Formoterol Metilprednisolon Prednison

Oral, MDI, rotacap, rotadisk, solutio Oral, MDI, Turbuhaler, solutio, ampul (injeksi) MDI MDI, solutio MDI, solutio Oral Oral, injeksi Oral Turbuhaler Oral, injeksi Oral

Keterangan : MDI = Metered Dose Inhaler; Solutio = larutan

untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer; Oral = dapat berbentuk

tablet, atau sirup; Injeksi = dapat untuk penggunaan subkutan, intramuskular, dan intravena.

3. Terapi Inhalasi

Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral, dan injeksi (subkutan, intramuskular, dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah: a. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

(18)

commit to user b. Efek sistemik minimal atau dihindarkan

c. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Menurut NACA (2008) dengan cara penggunaan terapi inhalasi yang salah ketika mengkonsumsi obat-obatan yang menggunakan alat inhalasi secara berkala akan menghambat pasien untuk mendapatkan hasil maksimal dari pengobatan itu. Beberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa :

a. Berdasarkan tipe alat inhalasi yang diresepkan, pasien pada umumnya tidak menggunakan alat terapi dengan benar kecuali pasien mendapatkan instruksi yang jelas termasuk demonstrasi cara pemakaian alat terapi inhalasi tersebut.

b. Risiko terjadinya kesalahan menggunakan alat terapi inhalasi pada umumnya tinggi pada pasien usia lanjut dan pasien cacat.

Instruksi verbal yang jelas mengenai cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar dan demonstrasi, sangat efektif apabila selalu diulangi setiap waktu. Hal ini dapat meningkatkan hasil klinis pasien.

4. Cara Penggunaan Terapi Inhalasi Memiliki Konsekuensi Klinis yang Penting

Penggunaan alat terapi inhalasi yang salah berhubungan dengan hasil kontrol asma yang tidak adekuat (Giraud dan Roche, 2002).

(19)

commit to user

Menurut Lindgren et al., (1987) pada obat-obatan β-2 agonis waktu kerja pendek (pelega), penggunaan alat terapi inhalasi yang salah akan

menghasilkan efek bronkodilator yang tidak adekuat. Penggunaan MDI yang salah berhubungan dengan terjadinya peningkatan penggunaan obat pelega, peningkatan penggunaan layanan medis gawat darurat untuk asma, memperparah asma, dan menyebabkan instabilitas asma.

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Penggunaan MDI dan Beberapa Kesalahan yang Terjadi (NACA, 2008).

Langkah Penggunaan Masalah dan

kesalahan umum

Tips

Buka tutup inhaler

Pegang inhaler tegak lurus dan kocok tabung inhaler

Bernapas dengan pelan, ekshalasi dengan pelan dari mulut jauh dari inhaler

Letakkan mouthpiece diantara gigi tanpa menggigitnya dan tutup bibir hingga mouthpiece tertutup rapat Mulai inhalasi pelan melalui mulut dan sekaligus tekan canister

Lanjutkan inhalasi dengan pelan dan dalam

Ketidakmampuan mengkoordinasi ekshalasi dengan inhalasi

Gagal untuk menahan nafas selama waktu yang diperlukan Tidak mengocok tabung inhaler sebelum

menggunakannya Posisi inhaler yang salah

Susah dilakukan bagi orang-orang yang

Semua pasien yang menggunakan MDI untuk obat kortikosteroid inhalasi sebaiknya menggunakan spacer Pertahankan dagu tetap tegak dan posisi inhaler tegak lurus

(20)

commit to user Tahan napas sampai sekitar 10 detik

(sekuat-kuatnya)

Ketika sedang menahan napas keluarkan inhaler dari mulut

Ekshalasi dengan pelan dari mulut Jika dibutuhkan dosis ekstra, tunggu 1 menit dan ulangi langkah 2-9 Tutup kembali inhaler

mengalami

osteoarthritis pada tangannya

5. Hubungan Usia dengan Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI)

Beberapa bukti telah menunjukkan bahwa cara penggunaan alat terapi inhalasi MDI yang salah sangat umum terjadi pada pasien usia lanjut dengan asma (Wieshammer dan Dreyhaupt, 2008). Ketika meresepkan medikasi inhalasi, dokter harus memeriksa apakah individu tersebut mampu menggunakan alat inhalasi yang relevan dengan benar (NACA, 2008).

Beberapa pasien usia lanjut dengan advanced asma bisa

mendapatkan keuntungan dari penggunaan MDI dengan spacer

(Wieshammer dan Dreyhaupt, 2008). Tetapi, pada umumnya pasien akan mengalami kesulitan menghubungkan alat terapi inhalasi tersebut dengan

spacer. Sedangkan anak berusia mulai dari 8 tahun sudah dapat

(21)

commit to user

6. Hubungan Usia dengan Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI)

Menurut Mitchell dan Nagel, (2007) ketidakmampuan untuk menutup dengan rapat sekeliling mouthpiece ketika menggunakan alat

terapi inhalasi sendiri, maupun menggunakan spacer merupakan suatu

masalah untuk pasien dengan pendidikan rendah. Tetapi penggunaan masker spacer(spacer face mask) bisa menyelesaikan masalah ini. Pasien

dengan pendidikan rendah akan memiliki kesulitan untuk berlatih dalam menggunakan alat terapi inhalasi setelah dilakukan instruksi tentang cara penggunaan alat terapi inhalasi (Allen et al., 2003).

7. Hubungan Usia dengan Cara Penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI)

Cara penggunaan alat terapi inhalasi yang tepat tergantung pada tipe alat terapi yang digunakan oleh pasien, jadi pasien harus mengetahui dan memahami tahap-tahap yang tepat dalam menggunakan alat terapi inhalasi yang digunakan (NACA, 2008). Bahkan terkadang pasien dapat mendemonstrasikan cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar ketika konsultasi dengan pakar kesehatan, tetapi pasien tidak mempertahankan standar penggunaan ini setiap waktu.

Edukasi yang tidak adekuat sangat berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan untuk melakukan kesalahan dalam

(22)

commit to user

menggunakan alat terapi inhalasi. Edukasi bisa meningkatkan cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar dan hasil klinis yang lebih baik. Berbagai bukti yang didapat dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar dapat ditingkatkan dengan cara memberikan edukasi kepada pasien dari pakar kesehatan atau orang lain yang sudah dilatih dengan mengikuti cara yang benar (Jones et al., 1999). Tetapi beberapa studi menyatakan bahwa sekitar 25% pasien dengan asma tidak pernah mendapatkan instruksi verbal tentang cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar. Hanya 11% pasien yang diberikan follow-up dan edukasi untuk menggunakan alat terapi inhalasi

yang mereka gunakan (NACA, 2008). B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran. Asma

Pengobatan Faktor Risiko

Obstruksi Saluran Napas

Usia Tingkat Pendidikan

Tingkat Pengetahuan

Cara Penggunaan MDI

Inhalasi Oral

(23)

commit to user

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan Metered Dose Inhaler (MDI) pada

(24)

commit to user 18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Cross sectional merupakan studi

epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status paparan, penyakit atau outcome lain secara serentak pada individu dari suatu

populasi pada suatu saat (Taufiqurrahman, 2004). B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Juli-Agustus 2012.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi

Pasien asma yang datang berobat ke Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi.

a. Kriteria inklusi:

1) Pasien terdiagnosis menderita asma persisten. 2) Berusia 8-80 tahun

3) Saat ini sedang menggunakan terapi inhalasi dengan MDI minimal dalam sebulan terakhir.

(25)

commit to user

4) Bersedia ikut penelitian dengan menandatangani informed

consent.

b. Kriteria eksklusi:

1) Mengalami hambatan motorik pada tangan (misalnya

pasien post-stroke dan osteoarthritis).

2) Pasien mengalami Bell’s palsy.

2. Sampel

a. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus untuk menghitung besar sampel pada rancangan cross sectional (Taufiqurrahman,

2004), yaitu: n = Z 1-a/22 . p .q d2 n = (1,96)2 (0,02) (0,98) (0,05)2 n = 30 Keterangan :

P : perkiraan prevalensi asma pada populasi = 2% (Kusuma, 2011)

q : 1-p

Z 1-a/2: nilai statistik Z 1-a/2 pada kurva normal standar pada tingkat kemaknaan α = 5 %, sehingga Z 1-a/2 = 1,96

(26)

commit to user

d : presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi, misalnya +/- 5%.

Jadi sampel minimal yang dibutuhkan adalah 30 subjek. b. Teknik Sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan

purposive sampling yaitudengan pemilihan subjek berdasarkan

atas ciri - ciri atau sifat tertentu (Taufiqurrahman, 2004). D. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

Purposive sampling

Sampel Populasi

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Suggested Checklist Cara Penggunaan MDI

Penggunakan terapi inhalasi : Baik

Penggunakan terapi inhalasi : Buruk

Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Cara Penggunaan MDI

Uji multivariat Logistic Regression

Analisis data dengan Chi-Square

Usia Tingkat Pendidikan

(27)

commit to user

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan 2. Variabel terikat : cara penggunaan MDI

3. Variabel luar :

a. Terkendali : lama menggunakan MDI

b. Tak terkendali : kepatuhan berobat, dan kepatuhan memakai terapi inhalasi sehari-hari

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas :

a. Usia :

1) Definisi : usia sampel yang diambil dari selisih tanggal penelitian dengan tanggal lahir sampel

2) Alat ukur : kuesioner

3) Skala pengukuran : kategorikal 4) Kategori : < 65 tahun dan ≥ 65 tahun b. Tingkat Pendidikan :

1) Definisi : tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh sampel

2) Alat ukur : kuesioner

3) Skala pengukuran : kategorikal

4) Kategori : < SMA [tidak bersekolah, pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah pertama (SLTP)] dan

(28)

commit to user

diploma (D1-D4), Sarjana (S1-S3))] c. Tingkat Pengetahuan:

1) Definisi : tingkat pengetahuan sampel tentang pentingnya cara penggunaan MDI yang benar

2) Alat ukur : kuesioner

3) Skala pengukuran : kategorikal

4) Kategori : tingkat pengetahuan rendah dan tingkat pengetahuan tinggi

2. Variabel terikat :

a. Cara penggunaan MDI

1) Definisi : cara sampel untuk menggunakan terapi inhalasi MDI

2) Alat ukur : suggested checklist

3) Skala pengukuran : kategorikal

4) Kategori : cara penggunaan MDI baik dan cara penggunaan MDI buruk

3. Variabel luar terkendali

a. Lama menggunakan MDI

1) Definisi : sampel dicek apakah sedang memakai terapi inhalasi MDI minimal dalam sebulan terakhir ini 2) Alat ukur : kuesioner dan data sekunder berupa rekam

medik sampel yang diambil dari Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi

(29)

commit to user 3) Skala pengukuran : kategorikal 4) Kategori : ≤ 1 tahun dan > 1 tahun 4. Variabel luar tidak terkendali

a. Kepatuhan berobat

b. Kepatuhan menggunakan MDI sehari-hari G. Alat dan Bahan

1. Kuesioner

Kuesioner tingkat pengetahuan tentang cara penggunaan MDI diawali mengenai identitas sampel. Kemudian juga berisi pertanyaan berupa pertanyaan tertutup yang berjumlah 10 pertanyaan dengan dua pilihan jawaban yang menggambarkan tingkat pengetahuan sampel tentang pentingnya cara penggunaan terapi inhalasi yang benar. Kuesioner memiliki total skor 10, tiap pertanyaan memiliki skor 0 sampai 1 dengan kriteria jawaban ya = 1 dan tidak = 0, dan kategori penilaian dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu:

a. Rendah, jika jawaban Ya dari sampel ≤ 70%, yaitu total skor sampel 0-7.

b. Tinggi, jika jawaban Ya dari sampel > 70%, yaitu total skor sampel 8-10.

2. Suggested Checklist

Merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk

(30)

commit to user

Suggested checklist memiliki total skor 11, tiap checklist memiliki

skor 0 sampai 1 dengan kriteria jika checklist dilakukan = 1 dan

checklist tidak dilakukan = 0, dan kategori penilaian dibagi ke

dalam 2 kelompok, yaitu:

a. Baik, jika checklist dilakukan sampel ≥ 81%, yaitu total skor

sampel 9-11.

b. Buruk, jika checklist dilakukan sampel < 81%, yaitu total skor

sampel 0-8

3. Data sekunder berupa rekam medik sampel yang diambil dari Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi.

4. Alat tulis H. Cara Kerja

1. Sampel dijelaskan tujuan dan cara kerja penelitian kemudian bila bersedia diminta untuk menandatangani Informed Consent.

2. Sampel diminta untuk melakukan cara penggunaan MDI.

3. Peneliti mengamati cara penggunaan MDI oleh sampel dan mengevaluasinya dengan suggested checklist.

4. Sampel diminta mengisi kuesioner tingkat pengetahuan tentang cara penggunaan MDI.

(31)

commit to user

I. Teknik Analisis Data

Analisis dilakukan secara bertahap yaitu:

1. Untuk mengetahui hubungan antara usia, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma di RSUD Dr. Moewardi menggunakan analisis uji Chi-

Square. Uji analisis ini dilakukan untuk menguji hipotesis dengan ≥ 2 kelompok data penelitian yang berskala kategorikal dan tidak berpasangan.

2. Dilakukan uji multivariat dengan Logistic Regression. Analisis

regresi logistik ganda dilakukan dengan memperhitungkan variabel usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan lama menggunakan MDI sehingga didapatkan hasil yang lebih valid karena telah mengontrol variabel luar terkendali yang dapat mempengaruhi hubungan usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI.

(32)

commit to user

26

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan MDI pada Pasien Asma di RSUD Dr.Moewardi telah dilakukan di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Juli - Agustus 2012. Subjek penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 pasien dengan cara penggunaan MDI baik dan 20 pasien dengan cara penggunaan MDI buruk. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel.

A. Karakteristik Sampel Penelitian

Berdasarkan data tentang identitas sampel, dapat diketahui karakteristik sampel berdasarkan usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, lama menggunakan MDI dan cara penggunaan MDI seperti yang akan dipaparkan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut: Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinyu.

Variabel n Mean SD Min Maks

Usia (tahun) 40 51.50 15.06 18 80 Tingkat Pengetahuan 40 7.48 1.06 4 9 Lama Menggunakan 40 78.75 94.58 1 408 MDI (bulan) Cara Penggunaan 40 7.95 1.71 4 11 MDI

(33)

commit to user

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal.

Variabel n % Usia <65 tahun 31 77.50 ≥65 tahun 9 22.50 Total 40 100.00 Tingkat Pendidikan < SMA 19 47.50 ≥ SMA 21 52.50 Total 40 100.00 Tingkat Pengetahuan Rendah 17 42.50 Tinggi 23 57.50 Total 40 100.00

Lama Menggunakan MDI

≤ 1 tahun 12 30.00

> 1 tahun 28 70.00

Total 40 100.00

Cara Penggunaan MDI

Buruk 20 50.00

Baik 20 50.00

(34)

commit to user

Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 memperlihatkan karakteristik sampel 40 pasien asma yang diteliti. Dari segi usia, rata-rata pasien berumur sekitar 52 tahun dengan umur tertinggi adalah 80 tahun dan umur terendah adalah 18 tahun. Pasien dengan umur < 65 tahun berjumlah 31 pasien (77.50%) dan umur ≥ 65 tahun berjumlah 9 pasien (22.50%). Dari skor tingkat pengetahuan, rata-rata pasien memiliki skor sekitar 7 dengan skor tertinggi adalah 9 dan skor terendah adalah 4 tahun. Pasien dengan tingkat pengetahuan rendah berjumlah 17 pasien (42.50%) dan tingkat pengetahuan tinggi berjumlah 23 pasien (57.50%). Dari segi tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat pendidikan di bawah SMA berjumlah 19 pasien dan SMA ke atas sebanyak 21 pasien. Pasien dengan tingkat pendidikan di bawah SMA berjumlah 19 pasien (47.50%) dan tingkat pengetahuan tinggi berjumlah 21 pasien (52.50%).

Dari segi lama penggunaan, rata-rata pasien sekitar 79 bulan dengan lama penggunaan tertinggi adalah 408 bulan dan lama penggunaan terendah adalah 1 bulan. Pasien dengan lama penggunaan ≤ 1 tahun berjumlah 12 pasien (30%) dan lama penggunaan > 1 tahun berjumlah 28 pasien (70%).

Dilihat dari skor cara penggunaan MDI, pasien memiliki rerata skor 8. Nilai skor cara penggunaan MDI tertinggi pada sampel sebesar 11, sedangkan yang terendah adalah 4. Dari data di atas didapatkan jumlah pasien yang memiliki cara penggunaan MDI buruk sebanyak

(35)

commit to user

20 pasien (50%) dan cara penggunaan MDI baik sebanyak 20 pasien (50%).

B. Analisis Bivariat

Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel bebas (usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan) terhadap variabel terikat (cara penggunaan MDI) serta arah hubungannya. Analisis juga dilakukan terhadap variabel luar terkendali yaitu lama menggunakan MDI. Adanya faktor luar terkendali berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Uji statistik menggunakan Chi-Square dengan Confidence Interval (CI) =

95%.

1. Hubungan Usia terhadap Cara Penggunaan MDI

Tabel 4.3 Analisis Bivariat tentang Hubungan Usia terhadap Cara Penggunaan MDI.

Cara Penggunaan MDI

Variabel Buruk Baik Total OR p n (%) n (%) n (%)

Usia

< 65 tahun 14 (45.20) 17 (54.80) 31 (100.00) 0.41 0.225 ≥ 65 tahun 6 (66.70) 3 (33.30) 9 (100.00)

Dari Tabel 4.3 didapatkan dari 31 pasien berusia < 65 tahun dengan cara penggunaan MDI buruk sebanyak 14 pasien (45.2%)

(36)

commit to user

sedangkan pasien dengan cara penggunaan MDI baik, yaitu sebanyak 17 pasien (54.8%), dimana dari 9 pasien berusia ≥ 65 tahun dengan cara penggunaan MDI buruk sebanyak 6 pasien (66.7%) sedangkan pasien dengan cara penggunaan MDI baik hanya sebanyak 3 pasien (33.3%). Gambar 4.3 menunjukkan analisis bivariat terhadap hubungan usia dengan cara penggunaan MDI dalam statistik menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.225). Pasien asma berusia ≥ 65 tahun memungkinkan untuk menggunakan MDI dengan baik 4/10 kali lebih rendah daripada pasien < 65 tahun (OR = 0.41), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel luar terkendali.

2. Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Cara Penggunaan MDI

Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Cara Penggunaan MDI

Cara Penggunaan MDI

Variabel Buruk Baik Total OR p n (%) n (%) n (%)

Tingkat Pendidikan

< SMA 12 (63.20) 7 (36.80) 19 (100.00) 2.79 0.102 ≥ SMA 8 (38.10) 13 (61.90) 21 (100.00)

Dari Tabel 4.4 didapatkan kelompok pasien dengan tingkat pendidikan di bawah SMA yang berjumlah 19 orang yang

(37)

commit to user

menggunakan MDI dengan buruk sebanyak 12 pasien (63.20%) dan yang dapat menggunakan MDI dengan baik hanya sebanyak 7 pasien (36.80%). Kemudian pada kelompok pasien dengan tingkat pendidikan SMA ke atas berjumlah 21 orang, dimana pasien yang menggunakan MDI dengan buruk sebanyak 8 pasien (38.10%) dan yang dapat menggunakan MDI dengan baik berjumlah 13 pasien (61.90%). Analisis bivariat tentang hubungan tingkat pendidikan terhadap cara penggunaan MDI dalam statistik menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.102). Pasien asma dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memungkinkan untuk menggunakan MDI dengan baik 3 kali lebih tinggi daripada pasien dengan tingkat pendidikan di bawah SMA (OR = 2.786), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel luar terkendali. 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan

MDI

Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan MDI

Cara Penggunaan MDI

Variabel Buruk Baik Total OR p n (%) n (%) n (%)

Tingkat Pengetahuan

Rendah 14 (82.40) 3 (17.60) 17 (100.00) 13.22 0.001 Tinggi 6 (26.10) 17 (73.90) 23 (100.00)

(38)

commit to user

Dari Tabel 4.5 didapatkan kelompok pasien dengan tingkat pengetahuan rendah tentang pentingnya penggunaan MDI dengan benar yang berjumlah 17 orang menggunakan MDI dengan buruk sebanyak 14 pasien (82.40%) dan yang dapat menggunakan MDI dengan baik hanya sebanyak 3 pasien (17.60%). Kelompok pasien dengan tingkat pengetahuan tinggi tentang pentingnya penggunaan MDI dengan benar berjumlah 23 orang, dimana pasien yang menggunakan MDI dengan buruk sebanyak 6 pasien (26.10%) dan yang dapat menggunakan MDI dengan baik sebanyak 17 pasien (73.90%). Analisis bivariat tentang hubungan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.001). Pasien asma dengan tingkat pengetahuan tinggi tentang pentingnya penggunaan MDI dengan benar memungkinkan untuk menggunakan MDI dengan baik 13 kali lebih tinggi daripada pasien dengan tingkat pengetahuan rendah tentang pentingnya penggunaan MDI dengan benar (OR = 13.22), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel luar terkendali.

(39)

commit to user

4. Hubungan Lama Menggunakan MDI terhadap Cara Penggunaan MDI

Tabel 4.6 Analisis Bivariat tentang Hubungan Lama Menggunakan MDI terhadap Cara Penggunaan MDI.

Cara Penggunaan MDI

Variabel Buruk Baik Total OR p n (%) n (%) n (%)

Lama Menggunakan MDI

≤ 1 tahun 8 (66.70) 4 (33.30) 12 (100.00) 2.67 0.150 > 1 tahun 12 (42.90) 16 (57.10) 28 (100.00)

Dari Tabel 4.6 didapatkan kelompok pasien dengan lama

menggunakan MDI ≤ 1 tahun yang berjumlah 12 orang

menggunakan MDI dengan buruk sebanyak 8 pasien (66.70%) dan yang dapat menggunakan MDI dengan baik hanya sebanyak 4 pasien (33.30%). Kelompok pasien dengan lama menggunakan MDI > 1 tahun berjumlah 28 orang, dimana pasien yang menggunakan MDI dengan buruk sebanyak 12 pasien (42.90%) dan yang dapat menggunakan MDI dengan baik sebanyak 16 pasien (57.10%). Analisis bivariat tentang hubungan tingkat pendidikan terhadap cara penggunaan MDI menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.150). Pasien asma dengan lama menggunakan MDI > 1 tahun memungkinkan untuk menggunakan

(40)

commit to user

MDI dengan baik 3 kali lebih tinggi daripada pasien dengan lama menggunakan MDI ≤ 1 tahun (OR = 2.67).

C. Analisis Regresi Logistik Ganda

Setelah melakukan analisis bivariat cara penggunaan MDI terhadap usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan variabel luar terkendali yaitu lama menggunakan MDI didapatkan tingkat pengetahuan secara signifikan berpengaruh terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma di RSUD Dr.Moewardi. Analisis regresi logistik ganda dilakukan dengan memperhitungkan variabel usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan lama menggunakan MDI sehingga didapatkan hasil yang lebih valid karena telah mengontrol variabel luar terkendali yang dapat mempengaruhi hubungan usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI.

Tabel 4.7 Analisis Regresi Logistik Ganda tentang Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan, dan Tingkat Pengetahuan terhadap Cara Penggunaan MDI dengan Mengontrol Lama Menggunakan MDI.

Variabel OR CI 95% Nilai p independen Batas Batas

Bawah Atas

Usia (≥ 65thn) 0.43 0.07 2.89 0.388 Pendidikan (≥ SMA) 1.68 0.32 8.82 0.539 Pengetahuan (Tinggi) 13.58 2.37 77.76 0.003

(41)

commit to user Lama menggunakan 4.09 0.69 23.99 0.118 (>1thn) N observasi 40 -2 log likelihood 38.29 Negerkerke R² 46.5%

Interpretasi dari Tabel 4.7 menunjukkan hasil regresi logistik ganda bahwa terdapat hubungan antara usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI. Pasien asma usia ≥ 65 tahun memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 4/10 kali lebih rendah daripada pasien asma usia < 65 tahun. (OR = 0.43; CI 95% 0. 0.07 hingga 2.89; p = 0.388).

Pasien asma dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 2 kali lebih tinggi daripada pasien asma dengan tingkat pendidikan di bawah SMA. (OR = 1.68; CI 95% 0.32 hingga 8.82; p = 0.539).

Pasien asma dengan tingkat pengetahuan tinggi terhadap pentingnya cara penggunaan MDI yang benar memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 14 kali lebih tinggi daripada pasien asma dengan tingkat pengetahuan rendah. (OR = 13.58; CI 95% 2.37 hingga 77.76; p = 0.003).

Simpulan ini telah mengendalikan pengaruh lama

menggunakan MDI usia pasien. Pasien dengan lama menggunakan MDI > 1 tahun memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI

(42)

commit to user

yang baik 4 kali lebih tinggi daripada pasien dengan lama menggunakan MDI ≤ 1 tahun. (OR = 4.09; CI 95% 0.69 hingga 23.99; p = 0.118). Negerkerke R² = 46.5% mengandung arti bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan lama menggunakan MDI sebagai variabel independen dalam model regresi logistik (Tabel 4.7) mampu menjelaskan terjadinya cara penggunaan MDI yang baik 46.5%.

Tabel 4.7 menghasilkan estimasi tentang pengaruh usia terhadap cara panggunaan MDI setelah mengontrol variabel luar terkendali lama menggunakan MDI (adjusted estimate) dengan OR =

0.43, sedangkan tabel 4.3 menghasilkan estimasi tentang pengaruh usia terhadap cara panggunaan MDI tanpa mengontrol variabel luar terkendali (crude estimate) dengan OR = 0.41. Perbedaan estimasi

tersebut menunjukkan bahwa lama menggunakan MDI jika tidak dikontrol pengaruhnya akan menyebabkan bias.

Kemudian di Tabel 4.7 juga didapatkan estimasi tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap cara panggunaan MDI setelah mengontrol variabel luar terkendali lama menggunakan MDI (adjusted

estimate) dengan OR = 1.68, sedangkan tabel 4.4 menghasilkan

estimasi tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap cara panggunaan MDI tanpa mengontrol variabel luar terkendali (crude

(43)

commit to user

bahwa lama menggunakan MDI jika tidak dikontrol pengaruhnya juga akan menyebabkan bias.

Selanjutnya pada Tabel 4.7 menghasilkan estimasi tentang pengaruh tingkat pengetahuan terhadap cara panggunaan MDI setelah mengontrol variabel luar terkendali lama menggunakan MDI (adjusted

estimate) dengan OR = 13.58, sedangkan tabel 4.5 menghasilkan

estimasi tentang pengaruh tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI tanpa mengontrol variabel luar terkendali (crude

estimate) dengan OR = 13.22. Perbedaan estimasi tersebut

menunjukkan bahwa lama menggunakan MDI jika tidak dikontrol pengaruhnya akan menyebabkan bias.

Hasil analisis di atas memperlihatkan nilai -2 log likelihood

sebesar 38.29 mengandung arti bahwa model regresi logistik yang melibatkan usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan lama menggunakan MDI sebagai variabel independen cukup sesuai dengan data sampel yang diteliti (karena mendekati nol dan nilainya berada pada kisaran antara 0 sampai 100).

(44)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Juli - Agustus 2012. diperoleh data sebagaimana yang telah disajikan pada tabel-tabel di atas.

Pada penelitian ini didapatkan distribusi subjek penelitian berdasarkan usia (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pasien asma yang menjadi sampel rata-rata berusia 52 tahun dengan usia terendah 18 tahun dan usia tertinggi 80 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa risiko penggunaan MDI yang salah meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Wieshammer dan Dreyhaupt, 2008).

Dengan analisis uji bivariat (Tabel 4.3) diperoleh bahwa kesalahan cara panggunaan MDI lebih sedikit terjadi pada kelompok usia < 65 tahun yaitu sebanyak 14 orang (45.20%) dari total 31 orang dan lebih banyak terjadi pada kelompok usia ≥ 65 tahun yaitu sebanyak 6 orang (66.70%) dari total 9 orang. Dapat dilihat bahwa persentase terjadinya kesalahan cara panggunaan MDI meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa kesalahan cara panggunaan MDI dapat terjadi pada usia berapa pun, namun demikian angka risiko kesalahan cara penggunaan MDI meningkat dengan meningkatnya usia (Wieshammer dan Dreyhaupt, 2008).

(45)

commit to user

Pada analisis uji bivariat (Tabel 4.4) didapatkan bahwa kesalahan cara panggunaan MDI lebih sedikit terjadi pada kelompok tingkat pendidikan SMA ke atas yaitu sebanyak 8 orang (38.10%) dari total 21 orang dan lebih banyak terjadi pada kelompok tingkat pendidikan di bawah SMA yaitu sebanyak 12 orang (63.20%) dari total 19 orang. Dapat dilihat bahwa persentase terjadinya kesalahan cara panggunaan MDI lebih banyak terjadi pada pasien dengan kelompok pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa Pasien dengan pendidikan rendah akan memiliki kesulitan untuk berlatih dalam menggunakan alat terapi inhalasi setelah dilakukan instruksi tentang cara penggunaan alat terapi inhalasi (Allen et al., 2003).

Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan pasien yang mengalami kesalahan cara panggunaan MDI lebih sedikit terjadi pada kelompok dengan skor tingkat pengetahuan tinggi tentang pentingnya cara penggunaan MDI yang benar yaitu sebanyak 6 orang (26.10%) dari total 23 orang dan lebih banyak terjadi pada kelompok dengan skor tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak 14 orang (82.40%) dari total 17 orang. Dapat dilihat bahwa persentase terjadinya kesalahan cara panggunaan MDI lebih banyak terjadi pada pasien dengan kelompok pengetahuan rendah tentang pentingnya cara penggunaan MDI yang benar. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa edukasi yang tidak adekuat sangat berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan untuk melakukan kesalahan dalam menggunakan alat terapi inhalasi. Berbagai bukti yang

(46)

commit to user

didapat dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa cara penggunaan alat terapi inhalasi yang benar dapat ditingkatkan dengan cara memberikan edukasi kepada pasien dari pakar kesehatan atau orang lain yang sudah dilatih dengan mengikuti cara yang benar (Jones et al., 1999).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma. Pada Tabel 4.4, 4.5, dan 4.6 menunjukkan terdapat hubungan yang antara usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan dengan cara penggunaan MDI. Untuk semakin memperjelas hubungan dari hasil analisis data yang didapat maka dilakukan kontrol terhadap variabel luar terkendali, yaitu lama menggunakan MDI dengan analisi regresi logistik ganda. Lama menggunakan MDI pasien secara statistik mempengaruhi cara penggunaan MDI. Hasil yang diperoleh ini akan menjadi lebih valid karena dalam penelitian variabel luar terkendali yang dapat mempengaruhi variabel terikat telah dikontrol terlebih dahulu.

Pada penelitian ini masih terdapat variabel yang secara statistik memiliki presisi (ketelitian) yang rendah dan tidak signifikan yaitu usia, tingkat pendidikan, dan lama menggunakan MDI. Hal ini dikarenakan penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu : (1) jumlah sampel yang terlalu kecil, hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam penelitian, (2) hasil penelitian ini tidak turut menganalisis variabel luar lainnya yang mungkin mempengaruhi hasil dari penelitian ini, seperti

(47)

commit to user

kepatuhan berobat dan kepatuhan menggunakan MDI sehari-hari pada pasien.

Dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka penelitian ini hanya mengendalikan sejumlah variabel yang dipilih sedemikian rupa, sehingga hasil penelitian dapat mempresentasikan keadaan yang sesungguhnya.

(48)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma. Pasien asma dengan tingkat pengetahuan tinggi memungkinkan untuk menggunakan MDI dengan baik 14 kali lebih tinggi daripada pasien dengan tingkat pengetahuan rendah (OR = 13.58; CI 95% 2.37 hingga 77.76; p = 0.003). Juga terdapat hubungan usia dan tingkat pendidikan terhadap cara penggunaan MDI pada pasien asma walaupun secara statistik data yang diperoleh tidak signifikan. Pasien asma usia ≥ 65 tahun memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 4/10 kali lebih rendah daripada pasien asma usia < 65 tahun. Pasien asma dengan tingkat pendidikan SMA ke atas memungkinkan untuk memiliki cara penggunaan MDI yang baik 2 kali lebih tinggi daripada pasien asma dengan tingkat pendidikan di bawah SMA.

Hasil penelitian yang didapat sesuai dengan hipotesis. Hasil penelitian ini juga telah mengontrol lama menggunakan MDI sebagai variabel luar terkendali dengan menggunakan analisis multivariat.

(49)

commit to user

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran peneliti adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penyuluhan pada pasien asma yang menggunakan MDI dan juga keluarga pasien mengenai pentingnya cara pemakaian MDI yang benar.

2. Sebaiknya di rumah sakit disediakan ruangan dan tenaga kesehatan khusus untuk mencontohkan, mengontrol, dan mengevaluasi pengobatan pasien asma khususnya untuk cara penggunaan MDI. Agar dapat dipastikan pasien dapat menggunakan MDI tersebut dengan benar.

3. Pemberian terapi inhalasi perlu mempertimbangkan usia dan tingkat pendidikan pasien, oleh karena itu pasien harus mendapat terapi yang sesuai dan paling mudah untuk digunakan oleh pasien.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menganalisis variabel-variabel luar terkendali yang lain sehingga semakin memperkuat simpulan dan memperkecil bias.

Gambar

Tabel 2.1 Obat Asma yang Tersedia di Indonesia (PDPI, 2004).
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Penggunaan MDI dan Beberapa Kesalahan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran.  Asma
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suryabrata (1983: 92) mengemukakan bahwa tujuan penelitian kuasi eksperimen adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan dugaan atau perkiraan, yang dapat diperoleh dengan

Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan, garam dengan konsentrasi 9 % pada fillet belut asap merupakan perlakuan yang paling banyak diminati oleh panelis, baik itu

Meisarah Putri Amarillah, L 100 080 119, Sosialisasi dan Pembentukan Citra Melalui Penerapan Program Bina Lingkungan (BL) “Sektor Pendidikan: Beasiswa Kebidanan Masyarakat

Berdasarkan Penetapan Penunjukan Langsung nomor: 08/PAN-PL/DB-DM/2012 tanggal 18 Juni 2012 untuk Pekerjaan Pengadaan Database ABI/Inform Global Edition, ProQuest Research

Penghargaan dengan sentuhan dilakukan untuk memotivasi siswa dan lebih mengakrabkan, misalnya pada saat salah seorang siswa maju ke depan kelas menjelaskan pelajaran atau

Melalui penyajian informasi yang aktual dan faktual dilakukan kedua media online Detik.Com dan Kompas.Com terhadap pemberitaan terorisme di Surabaya memberikan suatu hal

Sebelum melakukan praktik mengajar yang dilaksanakan di SMAN 4 Magelang, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan administrasi pembelajaran, salah

Di satu sisi,Mustafa Kemal Attaturk sebenarnya dihormati sebagai penyelamat bangsa dari kekuasaan penjajahan, dan sekaligus dihormati karena jasanya dalam