• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KERUSAKAN MINYAK DAN PROSES VALIDASI PADA QTELA TEMPE RASA ORIGINAL DI PT INDOFOOD FRITOLAY, SEMARANG, JAWA TENGAH LAPORAN KERJA PRAKTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISA KERUSAKAN MINYAK DAN PROSES VALIDASI PADA QTELA TEMPE RASA ORIGINAL DI PT INDOFOOD FRITOLAY, SEMARANG, JAWA TENGAH LAPORAN KERJA PRAKTIK"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISA KERUSAKAN MINYAK DAN PROSES

VALIDASI PADA QTELA TEMPE RASA ORIGINAL DI

PT INDOFOOD FRITOLAY, SEMARANG, JAWA

TENGAH

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

OLEH :

STEVEN SOESANTO PUTRA

15.I1.0036

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

ii

ANALISA KERUSAKAN MINYAK DAN PROSES

VALIDASI PADA QTELA TEMPE RASA ORIGINAL DI

PT INDOFOOD FRITOLAY, SEMARANG, JAWA

TENGAH

Oleh:

STEVEN SOESANTO PUTRA NIM : 15.I1.0036

PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI PANGAN

Laporan Kerja Praktik ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada

Semarang, 21 Juni 2018 Fakultas Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Universitas Soegijapranata Semarang

Pembimbing Lapangan, Pembimbing Akademik,

Wondo Harsodo Dr. Victoria Kristina A, S.

T., MSc.

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian,

(3)

iii

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas dalam menyusun Laporan Kerja Praktik yang berjudul “Kerusakan Minyak pada produk Qtela Tempe di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah. Penulisan laporan ini tak lepas dari dukungan, bantuan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak sehingga penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. R. Probo Y Nugrahedi S.TP, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

2. Dr. Victoria Kristina Ananingsih S.T, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktik yang telah memberikan saran dan motivasi dalam penulisan laporan kerja praktik.

3. Meiliana S.Gz., M.Sc. selaku koordinator kerja praktik yang telah memberikan kesempatan dan membantu penulis dalam mempersiapkan kerja praktik.

4. Bapak Fransiskus Xaverius Parwoto selaku Factory Manager dari PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah yang telah memberikan kesempatan penulis dan kelompoknya untuk melakukan kerja praktik.

5. Bapak Wondo Harsodo selaku QC Manager dan sekaligus pembimbing lapangan penulis yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama melakukan kerja praktik di lapangan.

6. Bapak Masrofin, Mas Hasan, Mas Fathi, Bapak Aziz selaku pembimbing untuk mengenalkan berbagai divisi yang ada di Pabrik Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah.

7. Mas Rokhmadi, Mas Surya, Mas Ryan, Mbak Linda, Mbak Ririn, Mas Ernest, Mas Junaidi, serta Pak Munawar selaku analis di laboratorium yang bersedia direpotkan oleh penulis dalam mendapatkan data.

(4)

9. Gisen Mikkyu dan Victor Bagas selaku teman dan rekan satu kelompok kerja praktik di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis maupun dalam penyusunan laporan kerja praktik yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Kerja Praktik ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Semarang, 13 Juli 2018 Penulis

(5)

v

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 2

1.4. Metode Pelaksanaan ... 2

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 3

2.2. Lokasi dan Keadaan Geografis Perusahaan ... 5

2.3. Visi dan Misi Perusahaan ... 6

2.4. Sertifikasi Produk ... 6

2.5. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... 6

2.6. Ketenagakerjaan ... 10

2.6.1. Sumber Daya Manusia ... 10

2.6.2. Prosedur Penerimaan Karyawan ... 10

2.6.3. Sistem Pengupahan ... 11

2.6.4. Fasilitas Yang Diterima oleh Karyawan ... 11

3. SPESIFIKASI PRODUK ... 13

3.1. Jenis Produk ... 13

3.2. Kapasitas Produksi ... 17

3.3. Pemasaran Produk ... 17

4. PROSES PRODUKSI ... 18

4.1. Pembuatan produk Qtela Tempe ... 18

4.1.1. Penerimaan Bahan ... 19

(6)

4.1.3. Proses Pemotongan / Slicing ... 19

4.1.4. Proses Feeding / Sorting ... 19

4.1.5. Proses Pembumbuan dengan Tepung / Coating Tepung ... 20

4.1.6. Proses Penggorengan / Frying ... 20

4.1.7. Proses Pengemasan / Packing (Termasuk Penimbangan dan Metal Detector)... 20

4.1.8. Cartoning ... 20

5. TUGAS KHUSUS : ANALISA KERUSAKAN MINYAK DAN PROSES VALIDASI PADA QTELA TEMPE ... 21

5.1. Analisa FFA (Free Fatty Acid) ... 21

5.2. Analisa POV (Peroxide Value) ... 22

5.3. Proses Validasi ... 24

6. PEMBAHASAN ... 25

6.1. Analisa FFA (Free Fatty Acid) ... 25

6.2. Analisa POV (Peroxide Value) ... 27

6.3. Proses Validasi ... 29

7. KESIMPULAN ... 31

7.1. Kesimpulan ... 31

7.2. Saran ... 31

8. DAFTAR PUSTAKA ... 32

9. LAMPIRAN ... 35

(7)

vii

Tabel 1. Produk dan beberapa varian rasa yang diproduksi di PT Indofood Fritolay

Makmur, Semarang ... 13

Tabel 2. Tabel Hasil Analisa Kadar FFA (Free Fatty Acid) ... 21

Tabel 3. Hasil Analisa POV (Peroxide Value) ... 22

Tabel 4. Kadar Air dari Oven dan Moisture Balance ... 24

(8)

viii

Gambar 2. Logo Merk Lay’s ... 4

Gambar 3. Logo Merk Cheetos ... 4

Gambar 4. Logo Merk Qtela... 5

Gambar 5. Logo Merk JetZ ... 5

Gambar 6. Struktur Organisasi QC (Quality Control) ... 7

Gambar 7. Struktur Organisasi Indofood Fritolay Makmur ... 9

Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Qtela Tempe ... 18

Gambar 9. Grafik Analisa Kadar FFA (Free Fatty Acid)... 21

(9)

1

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Tempe merupakan pangan tradisional dari Indonesia yang dihasilkan dari fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. (Astawan, 2013). Menurut Rosalina (2011) produksi tempe memanfaatkan 60% dari jumlah pemakaian kedelai di Indonesia atau 1.2 juta ton dalam setahun. Konsumsi tempe di Indonesia menurut SUSENAS (2009) mencapai kurang lebih 8,5 kg pertahun-nya. Tempe tinggi akan kadar air maka dari itu menurut SNI (2009) kadar air harus kurang dari 65%. Astuti et al. (2000) menyatakan bahwa kadar lemak di tempe akan jauh lebih rendah daripada kedelai, ini disebabkan karena selama fermentasi, kapang mensintesis enzim lipase yang menghidrolisis triagliserol menjadi asam lemak bebas.

Pembuatan tempe tidak lepas dari biji kedelai, pembuatan tempe yang baik harus didukung dengan kualitas biji kedelai yang baik pula. Menurut data Badan Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa produksi kedelai di dalam negri hanya 779.740 ton atau sekitar 29 persen saja dari kebutuhan nasional, sehingga tiap tahun Indonesia harus mengimpor sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71 persen sisanya. Menurut Krisdiana (2005) menyebutkan bahwa biji kedelai harus berkulit kuning serta berbiji besar karena akan menghasilkan tempe dengan warna yang cerah dan volume yang besar nantinya.

(10)

Asam lemak dibedakan menjadi 2 yakni asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap sehingga titik didih nya tinggi. Contoh asam lemak jenuh adalah asam palmitat, stearat, dan laurat. Biasanya asam lemak jenuh ditemui di dalam lemak hewani yang terdapat pada sapi dan babi. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik leburnya rendah, contohnya asam linoleat, linolenat, dan oleat. Asam lemak tidak jenuh biasanya dapat ditemukan di lemak nabati (Gaman & Sherrington, 1994).

1.2. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan kerja praktik di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah adalah untuk menerapkan apa yang telah didapatkan selama perkuliahan, mengetahui kendala yang terjadi di dunia nyata (pabrik), mengetahui jenis kerusakan minyak hasil gorengan produk Qtela tempe, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan minyak.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja praktik ini dilaksanakan di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah selama 23 hari yakni sejak tanggal 15 Januari 2018 hingga 15 Februari 2018 dengan jam kerja 9 jam. Dalam satu minggu, kerja praktik dilakukan selama 5 hari, 9 jam termasuk istirahat 1 jam.

1.4. Metode Pelaksanaan

(11)

3

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT Indofood Fritolay Makmur (IFL) Semarang didirikan pada tanggal 28 Maret 1990 dengan nama PT Dian Makmur Abadi yang terletak di Semarang dan menjadi pabrik kedua setelah di Tangerang. Pada tahun 1992 nama pabrik dirubah menjadi Indofood Frito-lay Corp dan akhirnya pada tahun 2001 berubah kembali menjadi PT Indofood Fritolay Makmur. Fritolay merupakan anak perusahaan yang berasal dari Amerika, yakni Pepsico Internasional yang bergabung dengan indofood pada tahun 1992 dengan meluncurkan produk seperti Cheetos di pabrik PT Indofood Semarang. Kemudian pada tahun 2000 PT Indofood Fritolay Makmur merilis produk lain selain Cheetos yakni Lay’s. Lay’s merupakan salah satu brand disamping Cheetos.

(12)

Gambar 1. Logo Merk Chitato Potato Chips Sumber : Google Images

Gambar 2. Logo Merk Lay’s Sumber : Google Images

(13)

Gambar 4. Logo Merk Qtela Sumber : Google Images

Gambar 5. Logo Merk JetZ Sumber : Google Images

2.2. Lokasi dan Keadaan Geografis Perusahaan

(14)

2.3. Visi dan Misi Perusahaan

Adanya visi dan misi perusahaan diperuntukan untuk memajukan perusahaan. Di PT Indofood Fritolay Makmur Semarang memiliki visi dan misi tersebut antara lain : Visi : menjadi perusahaan total food solution.

Misi : memberikan solusi atas kebutuhan pangan secara berkelanjutan, senantiasa meningkatkan potensi karyawan; proses produksi; dan teknologi kami, memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan.

2.4. Sertifikasi Produk

Dalam sebuah industri, terkhusus pada industri pangan sertifikasi produk ini sangat diperlukan, sebagai suatu jaminan dari pihak berwenang bahwa produk dan prosesnya dapat dikatakan memenuhi syarat kesehatan, keamanan, kehalalan, dan ramah lingkungan. Tentu saja di PT Indofood Fritolay Makmur memiliki berbagai standar berkaitan dengan produknya. Sertifikasi yang telah dimiliki oleh PT Indofood Fritolay Makmur yakni adalah yang pertama, ISO 22000 yang kemudian nantinya akan

2.5. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Struktur organisasi tertinggi di PT Indofood Fritolay Makmur dikepalai oleh kepala divisi snack atau makanan ringan. Kepala divisi tersebut bertanggung jawab atas tiga pabrik PT Indofood Fritolay Makmur yang tersebar di Semarang., Cikupa, dan Cikokol yang membawahi departemen Finance atau Accounting, Manufacturing, Marketing,

Human Resource, Sales, Product Developement and Quality Control, dan Agro.

Departemen Human Resource di PT Indofood Fritolay Makmur membawahi 4 sub-departemen yakni Industrial Relation, Payroll, Recruitment, Health Safety Environment

(15)

beberapa departemen lain seperti Maintenance, Production Planning and Inventory Control (PPIC), Purchasing, Warehouse, dan Production. Departemen Product Developement and Quality Control (PDQC) bertanggung jawab untuk melakukan pengembangan produk baru yang akan diluncurkan oleh ketiga pabrik serta melakukan pengawasan mutu terhadap produk-produk yang dihasilkan. PDQC membawahi 3 departemen yang masing-masing dipimpin oleh manager yaitu Quality Control & Quality Assurance Manager, PD Manager Traditional Snack, dan PD Manager Modern Snack. Di PT Indofood Fritolay hanya terdapat QC manager serta bagian – bagian dibawah QC Manager.

Gambar 6. Struktur Organisasi QC (Quality Control)

Departemen Quality Assurance bertugas untuk mengatur standar baku yang akan dikontrol oleh departemen Quality Control. Standar buku tersebut diantaranya adalah standar baku material, kadar NaCl, kadar lemak, kadar air, dan lain sebagainya. Selain menentukan standar baku, departemen QA juga bertugas utnuk melakukan validasi terhadap alat-alat yang terdapat pada departemen QC.

Departemen Accounting atau Finance bertanggung jawab dalam merencanakan dan menyiapkan budget and planning untuk menentukan tujuan yang akan dicapai.

Accounting juga bertugas dalam mengawasi atau memonitor kegiatas operasional pada sektor finansial agar sesuai dengan budget and planning yang telah direncanakan. Departemen terakhir yakni departemen Distribution yang bertanggung jawab untuk

(16)
(17)
(18)

2.6. Ketenagakerjaan 2.6.1. Sumber Daya Manusia

Tenaga kerja di PT Indofood Fritolay Makmur Semarang berjumlah kurang lebih 1800 orang, yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan kontrak. Dua kategori karyawan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan dari perusahaan. Karyawan

Office bekerja pada Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 16.00 WIB serta pada hari sabtu dari pukul 08.00 – 13.30 WIB. Karyawan Accounting bekerja pada hari Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 17.00 WIB, dan libur pada hari sabtu. Kemudian untuk karyawan produksi bekerja dengan sistem “Shift” dari Senin sampai Jumat selama 7 jam

kerja dan hari Sabtu selama 5 jam kerja. Shift pertama dengan jam kerja 07.00 – 15.00 WIB, kemudian shift kedua dimulai pukul 15.00 – 23.00 WIB, dan shift ketiga dimulai pukul 23.00 – 07.00 WIB. Seluruh pekerja PT Indofood Fritolay Makmur Semarang mendapatkan jam istirahat selama 1 jam pada pukul 12.00 – 13.00 WIB.

2.6.2. Prosedur Penerimaan Karyawan

Perekrutan dilakukan ketika terdapat permintaan tenaga kerja pada departemen tertentu di PT Indofood Fritolay Makmur Semarang. Setiap departemen yang membutuhkan tenaga kerja harus mengajukan Surat Permintaan Tenaga Kerja (PTK) kepada bagian personalia sesuai dengan kebutuhan dari departemen yang bersangkutan. Selanjutnya bagian Recruitment Supervisor akan mencari tenaga kerja baru yang memiliki spesifikasi yang telah diberikan oleh departemen yang bersangkutan.

(19)

dari teman atau anggota keluarga dari karyawa, lamaran terdahulu yang telah masuk, agen tenaga kerja, karyawan perusahaan lain, asosiasi profesi, dan outsorching yang dapat dipublikasikan di media.

Di PT Indofood Fritolay Makmur akan lebih memprioritaskan mengambil tenaga kerja dari dalam lingkungan pabrik terlebih dahulu. apabila dibutuhkan satu tenaga kerja dan dari hasil selesai diperoleh 2 terbaik maka keduanya harus mempresentasikan

knowledge mengenai pekerjaan yang akan digelutinya beserta riwayat hidup di depan petinggi perusahaan. Setelah presentasi dan dinyatakan diterima, pelamar akan melakukan negosiasi gaji dan medical check up.

2.6.3. Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan yang digunakan di PT Indofood Fritolay Makmur adalah sistem job grade dimana semakin tinggi jabatan seseorang diperusahaan ini maka point pada job grade tersebut akan semakin besar dan menentukan jumlah upah yang diterima. Gaji yang akan diberikan kepada seluruh staff dan karyawan memiliki gaji pokok sebesar UMR (Upah Minimum Regional) ditambahkan dengan upah makan, transportasi dan THR.

2.6.4. Fasilitas Yang Diterima oleh Karyawan

(20)

anak karyawan yang kurang mampu namun memiliki prestasi yang baik. Memberikan pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Good Manufacturing Practice

(21)

13

3. SPESIFIKASI PRODUK 3.1. Jenis Produk

PT Indofood Fritolay Makmur ini bergerak dalam bidang makanan ringan. Produk dikemas dengan ukuran kemasan yang bervariasi mulai dari 12 gram - 185 gram berat bersih. Pada Qtela tempe hanya terdapat 1 jenis ukuran kemasan yakni ukuran 60 gram. Akan tetapi nantinya akan diluncurkan produk Qtela Tempe dengan ukuran 185 gram. Varian rasa Qtela tempe pun ada 4 macam yakni rasa Original, rasa Cabe Rawit, rasa Daun Jeruk, serta rasa Rumput Laut / Seaweed. Akan tetapi di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah hanya memproduksi 2 varian rasa yakni rasa Original dan rasa Cabe Rawit, sedangkan kedua varian rasa lainnya diproduksi oleh pabrik Indofood Fritolay Makmur di Cikokol. Berikut produk – produk selain Qtela Tempe yang diproduksi di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah.

Tabel 1. Produk dan beberapa varian rasa yang diproduksi di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang

Produk Varian Rasa Keterangan Gambar

Chitato Rasa Sapi Panggang

(22)

Lay’s Rasa Rumput Laut

Cheetos Twist Rasa Jagung Bakar

Rasa Ayam Bakar

Cheetos Net Rasa Sapi Panggang

(23)

Qtela Sinkong Rasa Original

Rasa Keju Panggang

Rasa Barbeque

Rasa Ayam Bawang

(24)

Qtela Tempe Rasa Original

Rasa Cabe Rawit

JetZ Rasa Cokelat Fiesta

JetZ Hollow Rasa Paprika

(25)

Qtela Ubi Ungu Rasa Original

Rasa Pedas Manis

3.2. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi Qtela Tempe bervariasi dari tahun ke tahun tergantung permintaan di pasar. Akan tetapi dari PT Indofood Fritolay Makmur memiliki target yang harus dipenuhi tiap harinya. Dalam 1 harinya (3 shift) produksi Qtela Tempe mencapai 1500 hingga 1800 karton. Dengan bahan baku sekitar 1 ton sehari (shift pagi, sore, dan malam).

3.3. Pemasaran Produk

(26)

18

4.1. Pembuatan produk Qtela Tempe

Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Qtela Tempe Penerimaan Bahan

Penyimpanan Suhu Rendah

Proses Slicing / Pemotongan

Proses Feeding / Sorting

Proses Coating / Pembumbuan menggunakan

Tepung

Proses Frying / Penggorengan

Proses Packing / Pengemasan

(27)

4.1.1. Penerimaan Bahan

Bahan-bahan pembuatan tempe seperti kedelai diperoleh dari pabrik kita. Kemudian diberikan kepada petani binaan PT Indofood Fritolay Makmur. Petani binaan PT Indofood Fritolay Makmur ini akan membuat tempe yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh pabrik. Setelah jadi akan diserahkan untuk dibawa ke pabrik dan disimpan.

4.1.2. Penyimpanan di Suhu Rendah

Penyimpanan tempe yang telah diterima dari petani binaan dilakukan pada suhu rendah menggunakan AC (Air Conditioner) yang diturunkan hingga suhu sejuk. Kemudian tempe diletakkan pada kayu yang telah diberi lubang sesuai dengan diameter dari tempe. Tiap lubang memiliki jarak tertentu supaya tidak saling menempel dan tidak terjadi fermentasi lanjutan karena tempe saling menempel pada waktu yang cukup lama. Tempe yang dianggap sudah matang diambil kemudian disusun agar nantinya dapat diproses lebih lanjut. Suhu maximal dari ruangan pendingin ini adalah 25°C, apabila lebih dari suhu tersebut maka tempe akan mengalami fermentasi lanjutan atau over fermentation.

4.1.3. Proses Pemotongan / Slicing

Pemotongan menggunakan slicer otomatis dengan ketebalan tertentu sesuai dengan standar. Proses pemotongan dilakukan agar diperoleh tekstur yang crispy. Selain itu juga, pemotongan ini juga memperlambat waktu ketengikan minyak, karena tipisnya ukuran akan menghasilkan kadar air yang rendah karena kadar air yang rendah akan mengurangi hidrolisis pada minyak.

4.1.4. Proses Feeding / Sorting

(28)

4.1.5. Proses Pembumbuan dengan Tepung / Coating Tepung

Menggunakan conveyor berjalan kemudian lapisan tepung seperti turun dari atas untuk melapisi bagian atas tempe. Setelah itu masuk dalam tahap berikutnya yakni tahap penggorengan / frying. Di Indofood Fritolay Makmur tersedia 2 varian tepung yakni tepung yang disisipkan rasa original dan rasa cabe rawit.

4.1.6. Proses Penggorengan / Frying

Penggorengan digunakan fryer yang panjang dikarenakan kadar air yang tinggi dari tempe tersebut. Suhu yang digunakan untuk penggorengan sekitar suhu 160ºC. Kemudian setelah melalui penggorengan dan ditiriskan akan masuk di proses pengemasan.

4.1.7. Proses Pengemasan / Packing (Termasuk Penimbangan dan Metal Detector)

Sebelum dimasukkan ke dalam packaging, tempe yang telah mengalami proses frying

ditimbang menggunakan timbangan otomatis. Sistem ini akan otomatis mengurangi atau melebihkan apabila produk yang dimasukkan nantinya kurang atau berlebih. Kemudian setelah itu masuk ke dalam metal detector sebelum masuk ke dalam etiket atau pengemas.

4.1.8. Cartoning

(29)

21

5. TUGAS KHUSUS : ANALISA KERUSAKAN MINYAK DAN PROSES VALIDASI PADA QTELA TEMPE

5.1. Analisa FFA (Free Fatty Acid)

Hasil analisa FFA atau Free Fatty Acid dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Tabel Hasil Analisa Kadar FFA (Free Fatty Acid)

Hari pertama Hari kedua Hari ketiga

Kontrol 0.0599 0.0899 0.0625

Pengecekan I 0.0857 0.1314 0.1025

Pengecekan II 0.1957 0.1939 0.1399

Pengecekan III 0.2876 0.2220 0.2682

Gambar 9. Grafik Analisa Kadar FFA (Free Fatty Acid)

Dari tabel 2 dan gambar 9, dapat dilihat bahwa nilai kadar FFA atau Free Fatty Acid kontrol berkisar antara 0,059 hingga 0,089. Kemudian pada hari pertama, nilai FFA atau

0

kontrol pengecekan 1 pengecekan 2 pengecekan 3

(30)

Free Fatty Acid mengalami kenaikan signifikan seiring pengecekan berkala yakni 0,085 pada pengecekan pertama, 0,195 pada pengecekan kedua, dan 0,287 pada pengecekan ketiga. Kemudian pada hari kedua pula mengalami kenaikan signifikan yakni 0,131 pada pengecekan pertama, 0,193 pada pengecekan kedua, dan 0,220 pada pengecekan ketiga. Pada hari ketiga juga mengalami kenaikan seiring pengecekan berkala yakni 0,102 pada pengecekan pertama, 0,139 pada pengecekan kedua, dan 0,268 pada pengecekan ketiga. Penambahan Minyak Baru akan dilakukan PT Indofood Fritolay ketika nilai kadar FFA lebih dari 0,2.

5.2. Analisa POV (Peroxide Value)

Hasil analisa POV atau Peroxide Value dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa POV (Peroxide Value)

Hari pertama Hari kedua Hari ketiga

Kontrol 1.6466 0.9269 0.9888

Pengecekan I 6.2208 1.0488 1.3285

Pengecekan II 5.7324 5.99 3.6368

Pengecekan III 3.0875 6.4315 5.9370

Gambar 10. Grafik Analisa POV (Peroxide Value)

0

kontrol pengecekan 1 pengecekan 2 pengecekan 3

pengecekan 1

pengecekan 2

(31)
(32)

5.3. Proses Validasi

Proses validasi diawali dengan penghancuran sampel sebanyak 250 gram menggunakan blender. Setelah itu sampel yang telah hancur dibagi 2 ke dalam kemasan laminasi yang nantinya dilaminasi guna mencegah kadar air dari Qtela Tempe semakin tinggi. Kemasan pertama dibagi ke dalam 12 cawan kecil kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven selama 4 jam agar didapatkan nilai kadar air, sedangkan kemasan lainnya diukur kadar airnya menggunakan moisture balance sebanyak 12 kali. Kemudian dari 2 metode berbeda tersebut 2 data dihilangkan karena memiliki interval yang jauh dari kebanyakan data. Hasil analisa kadar air dari 2 metode dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kadar Air dari Oven dan Moisture Balance

Kadar Air (menggunakan oven dengan suhu yang sudah di-setting sesuai standar

perusahaan)

Kadar air (menggunakan moisture balance

dengan suhu 150°C selama 4 menit)

1,21 1,38

NB = Sebelum sampel dimasukkan ke dalam oven, sebaiknya dilakukan proses homogenisasi dengan cara mengukur kadar air menggunakan moisture balance hingga didapatkan 10 data yang memiliki rentang nilai yang berbeda jauh.

Kemudian dicari suhu & waktu yang dapat mendekati nilai kadar air dari oven menggunakan moisture balance yakni 145°C selama 3 menit dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Tabel Hasil Validasi

(33)

25

6. PEMBAHASAN

Qtela Tempe adalah salah satu produk berbasis tempe yang di produksi di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang Jawa Tengah. Qtela ini ada beberapa varian rasa seperti rasa original, cabe rawit, daun jeruk, serta rumput laut / seaweed, akan tetapi di PT Indofood Fritolay Makmur, Semarang, Jawa Tengah hanya memproduksi 2 varian rasa yakni original dan cabe rawit. Tentu saja tekstur yang renyah diperoleh dari minyak yang baik dan masih belum tengik. Maka dari itu sebelum terjadi ketengikan setiap pabrik seharusnya mengecek keadaan minyak secara berkala dan menentukan batas maksimal penggunaan minyak sebelum terjadi ketengikan. Minyak akan mengalami kerusakan pada suhu 190°C ketika terdapat oksigen dan akan rusak pada suhu 240°C -260°C ketika tidak terdapat oksigen (Ketaren, 1986 dalam Ilmi et al., 2015 ), sedangkan suhu yang digunakan untuk penggorengan Qtela Tempe adalah sekitar 180°C. Ini menjadi langkah tepat untuk mengurangi kerusakan yang lebih cepat pada minyak. Menurut Ketaren (2008) dalam Ayu et al. (2016) kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan viskositas, peningkatan kadar asam lemak bebas, kenaikan bilangan peroksida. Pada minyak bekas penggorengan Qtela Tempe dilakukan 2 analisa yakni analisa FFA (Free Fatty Acid) dan POV (Peroxide Value). Pemanasan pada minyak menyebabkan terjadinya oksidasi, hidrolisis, serta dekomposisi minyak yang dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lama pemanasan (Chatzilzaron et al., 2006). Maka dari itu untuk mencegah adanya oksidasi, ditambahkan fortifikasi seperti antioksidan. Menurut Suroso (2013) dalam jurnalnya mengatakan antioksidan (tokoferol) berguna untuk mengalihkan proses oksidasi dari minyak ke antioksidan sehingga ikatan rangkap pada minyak tetap utuh.

6.1. Analisa FFA (Free Fatty Acid)

(34)

katalis asam maka akan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisis akan sangat menurunkan kualitas minyak dikarenakan smoke point-nya akan turun, bahan-bahan yang digoreng akan menjadi coklat dan berminyak (Winarno, 2004 dalam Siswanto & Mulasari, 2015). Smoke point disini berarti apabila suatu minyak dipanaskan pada suhu tertentu dan pertama kali timbul asap. Apabila minyak yang telah disimpan lama akan terjadi reaksi enzimatis dan akhirnya akan membebaskan asam lemak yang disebut Asam Lemak Bebas.

Minyak/Lemak Air Gliserol Asam Lemak Bebas (Suroso, 2013)

(35)

Keterangan =

Normalitas NaOH = 0.01 N BM Asam Lemak = 256 Berat sampel = 10 gram

Dari tabel dan grafik analisa kadar FFA / Free Fatty Acid dimana hasil dari analisa tersebut menyatakan bahwa nilai FFA akan terus naik seiring pengecekan berkala. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak penggorengan maka nilai FFA akan semakin tinggi. Menurut Daintith (1999) kadar FFA yang tinggi disebabkan karena proses pengolahan yang tidak tepat, contohnya seperti pemanasan dimana pemanasan ini dapat menurunkan kualitas dari minyak tersebut. Dari data yang didapatkan, nilai FFA berkisar antara 0,05 hingga 0,28. Menurut SNI 01-3741-2002, standar yang ditentukan untuk kadar free fatty acid adalah 0,3 sehingga hasil yang didapatkan telah sesuai dengan standar yang telah di tentukan oleh SNI

6.2. Analisa POV (Peroxide Value)

Peroxide Value atau lebih dikenal dengan bilangan peroksida ini adalah produk hasil oksidasi minyak, yang apabila diteruskan nantinya akan terbentuk aldehida (bau tengik). Pengolahan dan penyimpanan minyak pada bahan yang tidak terbuat dari logam sangatlah penting karena logam seperti besi dapat menjadi katalis dari oksidasi lemak (Fennema et al., 2002).

(36)

dan radikal bebas yang baru (Ericson, 2002). Proses penggorengan berulang pada suhu tinggi mempengaruhi mutu kimia dan organoleptik dari minyak. Metode penggorengan “Deep Frying” menurunkan asam lemak tak jenuh pada minyak, meningkatkan buih,

warna, viskositas, densitas, panas spesifik, kandungan asam lemak bebas, komponen polar, dan komponen polimerik (Choe and Min, 2007). Pernyataan ini diperkuat oleh Fennema et al. (2002) yang mengatakan dalam proses penggorengan deep far frying

terjadi banyak proses kimia yang bersifat deterioratif seperti hidrolisis, oksidasi, serta polimerisasi dan minyak terurai membentuk senyawa-senyawa volatil, senyawa monomer dan polimer nonvolatil.

R-CH=R’ + O2 R-CH-CH-R’ R-CH-CH-R’ R-CH + CH-R O O O O O O

Monooksida Peroksida labil aldehid (bau tengik) (Suroso, 2013)

Analisa POV (Peroxide Value) dimulai dengan menimbang sampel minyak sebanyak kurang lebih 10 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 30 ml campuran asam asetat glasial dan kloroform dengan perbandingan 3:2 dan ditambahkan larutan KI jenuh sebnayk 0.5 ml. Sampel kemudian ditutup rapat, diletakkan diruang gelap dan didiamkan selama kurang lebih satu menit. Kemudian ditambahkan 30 ml aquades dan larutan amilum sebagai indikator sebanyak 3 tetes hingga berubah warna menjadi agak kehitaman. Kemudian dititrasi menggunakan natrium tiosulat (Na2S2O3) 0.01 N hingga warna kehitaman hilang. Hasil titrasi yang didapatkan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut

Keterangan =

Normalitas Na2S2O3 = 0.01

Berat sampel = 10 gram

(37)

Menurut Nurhasnawati et al. (2015) cahaya juga memicu terjadinya oksidasi minyak. Fluktuasi ini dapat terjadi karena cahaya masuk ke dalam pabrik dengan intensitas berbeda-beda sehingga nilai bilangan peroksida atau peroxide value akan naik turun. Abdullah (2007) menambahkan bahwa fluktuasi nilai bilangan peroksida / peroxide value dikarenakan senyawa peroksida telah terurai karena sifatnya yang tidak stabil. Pemanasan minyak suhu tinggi akan menyebabkan reaksi oksidasi pada awal dimana senyawa peroksida akan terbentuk, lalu terurai menjadi keton, aldehid, asam lemak bebas, dan senyawa polimer (Ketaren, 1986 dalam Abdullah, 2007). Data yang diperoleh memiliki rentang antara 0,9 hingga 6,4. Menurut SNI 01-3741-2002 dinyatakan bahwa nilai bilangan peroksida maksimal bernilai 1,00 mg O2 dalam 100 gram sampel atau 10 mg O2 dalam 10 gram sampel, dari data yang didapatkan dapat dikatakan telah sesuai dengan standar.

6.3. Proses Validasi

Hal pertama yang dilakukan dalam melakukan proses validasi adalah melakukan proses pemilihan data pencilan. Data pencilan didapatkan dari 12 kali pengujian kadar air pada produk “A” dengan suhu 155°C selama 4 menit baik pada oven maupun mettler (alat untuk mengukur kadar air). Kemudian dari 12 data dibuanglah 2 data yang tidak serumpun dengan 10 data lainnya dan disebut sebagai data pencilan. Mencari data pencilan ini disebut dengan uji Dixon. Setelah mencari data pencilan, kemudian data yang didapatkan ini diuji homogenitasnya. Uji homogenitas baik dari mesin pengukur kadar air (mettler) maupun oven digunakan 2 syarat yakni % RSD dan % CV Horwitz, dimana keduanya memiliki rumus masing-masing.

Keterangan = Sd : standar deviasi dari 10 data yang didapatkan

Keterangan = C : nilai rata- rata dari 10 data yang didapatkan

(38)

mengetahui perbedaan variansi antar kelompok data. Imam (2005:84) dalam Meidera Elsa Dwi Putri (2012) menambahkan bahwa uji F statistik dasarnya menunjukan apakah semua variabel bebas dapat dimasukkan ke dalam fungsi regresi mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel terikatnya. Uji T pada dasarnya memiliki tujuan untuk menguji pengaruh dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dalam hal menjelaskan variasi variabel dependen (Imam, 2005:84 dalam Meidera Elsa Dwi Putri, 2012). Uji T digunakan untuk mengetahui apakah 2 metode berbeda tersebut memiliki perbedaan nyata atau tidak. Menurut Thompson et al. (2002) menyatakan bahwa proses validasi ini harus memperhatikan efek bias dari metode tersebut dan efek dari laboratorium terhadap proses validasi. Berikut rekomendasi menurut Thompson et al. (2002) mengenai validasi pada laboratorium tunggal yakni

Jika dimungkinkan dan praktis, laboratorium harus menggunakan metode analisis yang memiliki karakteristik kinerja melalui uji kolaboratif yang sesuai dengan protokol Standar Internasional (SI).

Apabila metode diatas tidak dapat diterapkan, metode harus divalidasi sebelum digunakan untuk menghasilkan dana analitik.

(39)

31

7. KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan

Dari tingkat kerusakan minyak, baik FFA (Free Fatty Acid) maupun POV (Peroxide Value) di perusahaan Indofood Fritolay Semarang telah memenuhi standar SNI yakni untuk kadar FFA (Free Fatty Acid) tidak lebih dari 0,3 ; sedangkan pada POV (Peroxide Value) tidak melebihi 10 mg O2 dalam 10 gram sampel.

Kerusakan minyak dapat disebabkan karena proses pemanasan dan proses pengolahan yang kurang baik.

Fluktuasi dari bilangan peroksida disebabkan karena telah terurainya senyawa peroksida menjadi aldehid, keton, asam lemak bebas, dan senyawa polimer lain, bisa saja ada udara yang masuk ke pabrik dengan intensitas berbeda ke dalam pabrik.

Proses validasi berguna untuk pembuktian bahwa 2 metode memiliki perbedaan nyata atau tidak.

7.2. Saran

Menutup saluran udara yang berada diatas penggorengan supaya nilai bilangan peroksida yang diukur dapat menghasilkan nilai yang valid.

Diperlukan penggantian minyak yang lebih rutin, serta suhu penggorengan tidak boleh terlalu tinggi.

(40)

32

Abdullah. (2007). Pengaruh Gorengan dan Intensitas Penggorengan Terhadap Kualitas Minyak Goreng. Pendidikan Kimia FKIP Universitas Riau. Pekanbaru. https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JPS/article/view/1525

Aminah, Siti. (2010). Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Universitas Muhammadiyah Semarang. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPDG/article/view/141/123

Astawan, Made, Tutik Wresdiyati, Sri Widowati, Siti Harnina Bintari, Nadya Ichsani. (2013). Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai. Universitas Negeri Semarang. jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/102/89

Astuti, M., M Andreanyta, S.F. Dalais, M.L. Wahlqvist. (2000). Tempe, a Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinic and Nutrition.

Vol. 9: 322-325. http://apjcn.nhri.org.tw/server/APJCN/9/4/322.pdf

Ayu, Afifa; Farida Rahmawati; Saifudin Zukhri. (2016). Pengaruh Penggunaan Berulang Minyak Goreng terhadap Peningkatan Kadar Asam Lemak Bebas dengan Metode Alkalimetri. Farmasi STIKES Muhammadiyah. Klaten. ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/cerata/article/view/117

Badan Pusat Statistik. (2012). Produksi Tanaman Pangan. Jakarta: BPS.

Chatzilazarou, A., Gartzi O., Lalas, S., Zoidis, E., and Tsaknis, J. (2006). Physicochemical Changes Of Olive Oil and Selected Vegetable Oil During

Frying. Journal Food Lipids 13: 27-35.

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.547.8202&rep=rep1&t ype=pdf

(41)

deMan, M.J, (1999). Principles of Food Chemistry. Third Edition. Aspen Publicher, Inc.

Fennema, Owen R; Y.H. Hui; Marcus Karel; Pieter Walstra; John R. Whitaker. (2002). Food Lipids : Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Marcel Dekker, Inc. New York. http://www.stu.edu.vn/uploads/documents/030509-215944.pdf

Gaman, P. M., Sherrington, K. B., & Gardjito, M. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. https://books.google.co.id/books?id=HgPLBAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq =Gaman,+P.+M.,+Sherrington,+K.+B.,+%26+Gardjito,+M.+(1994).+Ilmu+Panga n:+Pengantar+Ilmu+Pangan,+Nutrisi+dan+Mikrobiologi.+Gadjah+Mada+Univers ity+Press.&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiKvpiV9KXbAhXMbCsKHdx9AKQQ 6AEILzAB#v=onepage&q&f=false

Ilmi, Ibnu Malkan Bakhrul; Ali Khomsan; Sri Anna Marliyati. (2015). Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Bogor. jatp.ift.or.id/index.php/jatp/article/download/119/87

Krisdiana, R. (2005). Preferensi Industri Tahu dan Tempe dalam Menggunakan Bahan

Baku Kedelai di Jawa Timur. Malang: Balitkabi.

ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/ippan/article/view/2674

Meidera Elsa Dwi Putri. (2012). Pengaruh Profitabilitas, Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Padang.

http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/mnj/article/view/44/32

Nurhasnawati, Henny; Risa Supriningrum; Nana Caesariana. (2015). Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Peroksida pada Minyak Goreng yang Digunakan Pedagang Gorengan di Jl. A.W. Sjahranie Samarinda. Akademi

Farmasi. Samarinda.

(42)

Rosalina. 2011. Swasembada Kedelai Terancam Gagal. http://www.tempo.co/read/ news/2011/07/21/ 090347618/swasembadakedelai-terancam-gagal. [diakses 14 mei 2018]

Siti NW, Tri Dewanti W, Kuntanti. 2001. Studi tingkat kerusakan dan keamanan pangan minyak goreng bekas (Kajian dari perbedaan jenis minyak goreng dan bahan pangan yang digoreng). Laporan Penelitian, Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya Malang.

https://media.neliti.com/media/publications/104568-ID-kualitas-minyak-goreng-habis-pakai-ditin.pdf

Standar Nasional Indonesia SNI, 01-3741-2002, Kualitas Minyak Goreng, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Strayer, Dennis. 2006. Food Fats and Oils. Institute of Shortening and Edible Oils. Ninth Edition.

Suroso, Asri Sulitijowati. 2013. Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau dari Bilangan Peroksida, Bilangan Asam dan Kadar Air. Jurnal Kefarmasian Indonesia

Vol 3.2.2013 : 77-88.

ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jki/article/view/4058

Survei Konsumsi Nasional. 2009. Data Konsumsi Kedelai Nasional. Jakarta: BPS.

(43)

35

9. LAMPIRAN

Gambar

Tabel 5. Tabel Hasil Validasi ........................................................................................
Gambar  3. Logo Merk Cheetos       Sumber : Google Images
Gambar  4. Logo Merk Qtela
Gambar  6. Struktur Organisasi QC (Quality Control)
+7

Referensi

Dokumen terkait

c) Maksud menyusun skripsi di Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Bagian ini ditulis menggunakan huruf Times New Roman ukuran 12 pt dan hanya huruf pertama

Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan yaitu : a) usia wanita yang sangat muda dan ibu yang tua mengeluh tingkat nyeri persalinan yang lebih tinggi, b) primipara

Pada kawasan perdesaan potensial, seharusnya dapat berperan sebagai simpul pelayanan bagi daerah belakang ( hinterland ). Namun karena keterbatasan infrastruktur,

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi Afirmasi Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Primigravida Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Patrang Kabupaten Jember” telah

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepadatan populasi keong bakau di Kawasan Hutan Mangrove Maligi Kabupaten Pasaman Barat tergolong tinggi

Status Zarri Bano dalam keluarga berkaitan dengan stereotipe gender ini telah mengikat tubuh Zarri Bano dengan tradisi keluarga yang telah dibentuk secara turun

Bermain mengembangkan aspek sosial emosional anak yaitu melalui bermain anak mempunyai rasa memiliki, merasa menjadi bagian/diterima dalam kelompok, belajar untuk hidup

Puji dan Syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya dan bimbingan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi)