• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMATUH I Wayan Armawan,I Ketut Garwa, Tri Haryanto Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar 80235 Telp (0361) 227316fax(0361) 236100 Email: Armawanw949gmail.com Abstrak - Mematuh - ISI Denpasar | Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MEMATUH I Wayan Armawan,I Ketut Garwa, Tri Haryanto Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar 80235 Telp (0361) 227316fax(0361) 236100 Email: Armawanw949gmail.com Abstrak - Mematuh - ISI Denpasar | Institutional Repository"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MEMATUH

I Wayan Armawan,I Ketut Garwa, Tri Haryanto Institut Seni Indonesia Denpasar

Jalan Nusa Indah Denpasar 80235 Telp (0361) 227316/fax(0361) 236100

Email: Armawanw949@gmail.com

Abstrak

Karya ini mengangkat cerita dari Mabegal-begalan atau Mematuh yang ada di Desa Talepud,Tegalalang, Gianyar. Mematuh Merupakan Bagian dari cerita perjalanan Ki Dukuh sakti dan para pengikutnya,singkatnya setelah Ki Dukuh sakti meninggal, para pengikutnya menjadi bubar dan terpecah belah,namun . Dalam proses memohon petunjuk tersebut, terdengar “sabda” bahwa sebenarnya mereka adalah para pengikut Ki Dukuh Sakti yang dulu telah berpencar untuk menyelamatlan diri. Namun karena kehendak_Nya serta doa dari Jro Nengah Bedil agar semua sanak saudaranya dipertemukan kembali maka, mereka pun kembali berkumpul sebagai saudara dan keluarga walaupun dengan cara yang tidak semestinya.

Sumber data yang digunakan diperoleh dari observasi, wawancara ,dan studi kepustakaan.“Kreasi Pepanggulan” yang mengambil judul “Mematuh”ini memiliki arti suasana dan dinamika yang muncul dan terjadi ketika kembali bersatunya masyarakat yang dulunya sempat terpisah. Dengan memakai media ungkap Gamelan Semarandana

konsep dalam karya ini berpegang pada struktur atau pakem dalam karawitan Bali menggunakan konsep Tri Angga yang terdiri dari 3 bagian pokok, yakni Kawitan, Pengawak, dan Pengecet. Selain penggarapan secara musikal, sebuah karya disajikan dengan harapan karya yang disajikan nanti menjadi karya yang enak didengar dan nyaman dipandang. Maka dari itu, aspek-aspek estetis secara umum juga perlu dipertimbangkan untuk dijadikan penyeimbang dalam sebuah karya seni pertunjukan khusunya seni musik.

(2)

Abstract

This work takes the story from Mabegal-begalan or Mematuh which is in Talepud Village, Tegalalang, Gianyar. Obeying is part of the story of Ki Dukuh Sakti's journey and his followers, in short after Ki Dukuh Sakti died, his followers became disbanded and divided, however. In the process of asking for these instructions, there was a "word" that actually they were followers of Ki Dukuh Sakti who had dispersed to save themselves. But because of His will and the prayer of Jro Nengah Bedil so that all his relatives were reunited, they also reunited as brothers and family in an inappropriate manner.

The data sources used were obtained from observation, interviews, and literature studies, "Pepulan Creations" which took the title "Obeying" meant the atmosphere and dynamics that emerged and occurred when the community united once separated. By using the media, said Gamelan Semarandana

the concept in this work adheres to the structure or standard in Balinese music using the Tri Angga concept which consists of 3 main parts, namely Kawitan, Pengawak, and Pengetet. In addition to musical cultivation, a work is presented in the hope that the work presented later will be a work that is pleasant to hear and comfortable to look at. Therefore, the aesthetic aspects in general also need to be considered as a counterweight in a performance art, especially the art of music.

(3)

PENDAHULUAN

Babad merupakan kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang berisi peristiwa sejarah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat, 2012:108). Salah satu babad yang ada dan pernah dibaca penata adalah sebuah babad yang menceritakan tentang asal mula berdirinya desa tempat tinggal penata. Melalui tulisan yang sangat sederhana, penata mencoba untuk menggali informasi mengenai hal tersebut dan adapun cerita singkat dari babad ini ialah, menceritakan kisah tentang keberadaan Ki Dukuh Sakti beserta keluarganya yang tinggal di daerah lereng Gunung Abang. Kesaktian Ki Dukuh Sakti yang mampu berjalan di atas air dan berdiri di atas daun talas terdengar sampai ke pelosok daerah sehingga banyak warga yang ingin berguru kepadanya, sebut saja warga dari Desa Sidem Bunut, Desa Asti, Desa Manikaji, Desa Jati Tuhu dan beberapa desa lainnya. Tetapi setelah berita bahwa Ki Dukuh Sakti telah tiada tersebar maka diseranglah wilayah tersebut oleh para begal yang datang dari arah timur laut. Hal itu menyebabkan putera dan para pengikut Ki Dukuh Sakti lari tunggang-langgang menyelamatkan diri ke pelosok Bali. Adapun desa yang menjadi tujuan pengungsiannya kelak meliputi Desa Jati Tuhu, Sunari Terus, Sari Amerta, Sukadana, Watukaru, Alas Metaun, Sidem Bunut, Jati Luwih, Sunari Bungkah, Sari Kentel, Suka Luwih, Watukaang, Alas Angker, dan Alas Bugbugan. Namun suatu ketika, mereka kembali dipertemukan dengan cara yang tidak wajar seperti saling membegal atau merampok barang yang dibawa oleh masing-masing orang. Kejadian tersebut terjadi disebuah desa yang telah berpenghuni sehingga masyarakat yang dipimpin oleh Jro Nengah Bedil (anak Ki Dukuh Sakti) memberikan isyarat dengan cara memukul kentongan desa. Pertikaian tersebut dapat dilerai oleh beliau dan segera disarankan agar memohon petunjuk kepada Tuhan atau “Sesuhunan” yang langsung disetujui oleh para begal tersebut. Dalam proses memohon petunjuk tersebut, terdengar “sabda” bahwa sebenarnya mereka adalah para pengikut Ki Dukuh Sakti yang dulu telah berpencar untuk menyelamatlan diri. Namun karena kehendak_Nya serta doa dari Jro Nengah Bedil agar semua sanak saudaranya dipertemukan kembali maka, mereka pun kembali berkumpul sebagai saudara dan keluarga walaupun dengan cara yang tidak semestinya (Kerta, 2004:2).

Babad tersebut masih sangat diingat oleh masyarakat, terlebih babad tersebut diceritakan kembali melalui drama teater rakyat yang langsung menjadi rangkaian upacara keagamaan yang diselenggarakan di Desa Adat Talepud yang dikenal masyarakat dengan istilah “ Mabegal-begalan” dan atau “Mematuh”. Berdasarkan isi dari babad tersebut, penata memperhatikan serta melihat langsung gambaran suasana dimasa itu. Hal tersebut membuat penata merasa tertarik untuk mengangkat kisahan babad ini sebagai ide dasar dalam karyanya. Ketertarikan penata muncul setelah membayangkan dan merasakan berbagai suasana dan dinamika yang muncul dan terjadi ketika kembali bersatunya masyarakat yang dulunya sempat terpisah. Maka dari itu, penata sangat terinspirasi untuk menuangkan kejadian dimasa lampau itu ke dalam sebuah karya seni karawitan “Kreasi Pepanggulan” yang mengambil judul “Mematuh”. Adapun alasan penata mengambil judul mematuh ini ialah karena menurut penata judul ini sangat unik serta kata mematuh ini merupakan sebuah kata yang fundamental serta dengan pengambilan judul ini penata dapat mengangkat kearifan lokal masyarakat ke khalayak umum. Secara musikal, istilah mematuh ini dapat dimaknai sebagai penyatuan segala unsur dalam permainan musik, baik teknik ataupun penjiwaan atau rasa musikal.

(4)

persepsi dan penyatuan komitmen yang bertujuan untuk kebaikan bersama (wawancara dengan I Made Rahajeng, S.Sn., Rabu, 28 Februari 2018)

IDE GARAPAN

Ide merupakan rancangan yang tersusun dalam pikiran, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2012:516), kata ide sering juga disama artikan dengan kata gagasan. Ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan oleh seorang penggarap dalam karya seni. Ide dalam sebuah garapan karya seni merupakan hal yang sangat penting, sebab tanpa adanya ide garapan, mustahil terwujud sebuah karya seni karena ide merupakan gagasan atau dasar pemikiran yang ingin disampaikan penata melalui karya yang akan diprosesnya.

Ide merupakan suatu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan komposisi karawitan, karena ide terkadang muncul dengan sendirinya dan secara tiba-tiba namun terkadang juga seorang penata harus mencarinya dengan berbagai aktivitas seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman yang pernah dialami, dan lain sebagainya. Adapun ide yang menjadi landasan karya ini adalah babad tentang asal-usul Desa Pakaraman Talepud, Banjar Pujung Kaja. Dimana babad tersebut kembali diteaterkan dalam rangkaian upacara keagamaan.

Selaras dengan imajinasi penata, ide ini muncul ketika penata membaca buku babad serta beberapa kali menyaksikan teater tradisi sakral dalam rangkaian upacara keagamaan tersebut. Dalam pementasannya, semua pemeran memainkan perannya secara total baik dari segi dialog dan emosi saat saling berebut barang yang dibawa pemeran lain (mebegal-begalan), maupun saat sedih-haru ketika tersadar dan teringat bahwa sebenarnya mereka bersaudara (Mematuh). Peristiwa tersebut memberi imajinasi yang sangat tinggi kepada penata untuk mengekspresikannya ke dalam bentuk karya seni musik tradisi inovatif yang mampu mewakili suasana yang terjadi pada saat itu.

Untuk mewakili suasana yang dinamis tersebut, penata memilih media berupa barungan Gamelan Semarandhana sebagai media ungkapnya. Hal tersebut dipilih mengingat gamelan ini memiliki laras 7 nada, dengan demikian penata memiliki lebih banyak pilihan nada sebagai nada dasar. Melalui ide yang sangat mendasar dan pemilihan media ungkap yang sesuai, penata berharap dapat mengaplikasikan ide ke dalam sebuah garapan yang berjudul Mematuh.

PROSES KREATIVITAS

Tahap eksplorasi ini merupakan titik awal yang dijadikan pedoman penata untuk menuju dan menjalani tahapan-tahapan selanjutnya dalam berkarya. Sebagai langkah awal, dalam tahap ini penata mencoba untuk menemukan ide yang digunakan sebagai dasar dalam karyanya. Pencarian ide ini penata lakukan dengan berbagai cara seperti mengamati gejela sosial masyarakat baik sebagai masyarakat individu, social dan religious, menonton pertunjukan seni, membaca dan pada akhirnya mendiskusikan tentang beberapa konsep yang telah penata fikirkan.

(5)

Tahapan kedua adalah Improvisasi, Setelah melalui proses penjajagan yang panjang, proses kreativitas berlanjut pada tahapan berikutnya yakni pada tahapan improvisasi. Tahapan ini menjadi tidak kalah penting dari tahapan sebelumnya karena dalam tahapan ini, penata mulai untuk merespon secara musikal segala gejala yang telah diperoleh dari tahap penjajagan sebelumnya. Respon tersebut penata tunjukan dengan merenungkan, menemukan, merangkai serta lanjut mendokumentasikan baik lewat catatan kecil ataupun audio-visual sebanyak-banyak rangkaian melodi, jenis jalinan pukulan serta unsur musikal lainnya yang penata rasa sesuai dengan pola yang diinginkan. Hal ini penata lakukan karena menurut penata melakukan dokumentasi terhadap hasil perenungan dan percobaan pola dapat mempermudah penata dalam mengaplikasikannya kepada para pendukung karya ini saat latihan berlangsung.

Tahapan ketiga adalah Eksplorasi, Tahap ini merupakan tahapan akhir dalam proses kreatif sebuah karya seni. Dalam tahapan ini, penata langsung menuangkan materi lagu yang telah dikumpulkan dari proses penjajagan serta eksplorasi kepada seluruh pendukungnya. Tahap ini penata mulai dengan memilih serta menggabungkan beberapa bait lagu yang dianggap sesuai dengan mood serta tema yang telah dikonsepkan. Tahapan ini menjadi sangat penting karena dalam proses ini penata sudah harus memulai mempertimbangkan unsur-unsur estetis dalam berkarya baik secara musikal maupun non-musikalnya. Tempo, dinamika, modulasi, warna suara, serta melodi merupakan beberapa unsur musikal yang menjadi acuan penata untuk mengimbangi rangkaian lagu yang telah tercipta. Dalam prosesnya, semua aspek tersebut diramu secara kreatif oleh penata dan tidak menutup kemungkinan adanya beberapa bait lagu yang diubah ataupun dihilangkan dan diganti dengan lagu yang baru sesuai dengan keinginan penata.

WUJUD GARAPAN

Berdasarkan ilmu estetika, dalam semua jenis kesenian baik yang visual, auditif maupun abstrak, wujud dari apa yang tampil dan dapat dinikmati oleh kita, mengandung dua unsur mendasar yakni bentuk (form) dan susunan (structure) (Djelantik, 1992:17). Maka, dengan melihat bentuk alat yang digunakan serta susunan lagu yang dimainkan, dapat dikatakan bahwa wujud dari karya ini tergolong tabuh kreasi pepanggulan. Tabuh kreasi pepanggulan ialah sebuah tabuh kreasi yang mempergunakan kendang cedugan (mempergunakan panggul) serta biasanya menggunakan pola dasar lagu yang bersumber dari tabuh-tabuh lelambatan seperti gilak, tabuh telu, pat, nem dan sebagainya.

DESKRIPSI GARAPAN

(6)

dalamnya. Penyiasatan baik secara musikal maupun non-musikal penata lakukan dalam karya ini, adapun tujuan dari hal itu ialah agar karya ini terdengar lebih dinamis, tidak monoton serta enak untuk dipandang. Melalui karya ini, penata mencoba untuk mengekspresikan jati dirinya dengan menuangkan ide-ide kreatifnya ke dalam alunan melodi yang penuh makna. Karya ini ingin memunculkan sensasi berbeda ketika sebuah kalimat lagu dimainkan dengan menggunakan dua nada dasar atau patet yang berbeda. Pola garap tersebut muncul mengingat konsep yang diangkat penata adalah tentang pertikaian antara dua pihak yang berbeda namun akhirnya kembali rujuk dan hidup secara harmonis.

STRUKTUR GARAPAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, struktur merupakan susunan dengan pola tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Keempat, 2012:1341). Dalam konteks ini, struktur garapan dapat diartikan sebagai susunan beberapa elemen-elemen musikal yang akhirnya menghasilkan kesatuan lagu yang utuh. Di Bali, istilah struktur ini lebih sering dikenal dengan jajar pageh dan erat hubungannya dengan strukur tradisi yang disebut Tri Angga yang terdiri dari Kawitan, Pengawak, dan Pengecet.

Secara keseluruhan, struktur garapan “mematuh” ini mengambil konsep tri angga sebagai pijakannya dan adapun dalam prosesnya, karya ini menggunakan sistem lelambatan tabuh dua sebagai kerangka dasarnya dan hal itu dapat terdengar jelas pada bagian pengawaknya. Adapun uraian dari tri angga dalam karya “mematuh” adalah sebagai berikut

Kawitan

(7)

Pengawak

Bagian pengawak pada karya ini merupakan isi atau hal pokok yang terkandung dan ingin disampaikan oleh penata. Adapun bagian ini penata mainkan dengan tempo yang relatif pelan dengan tujuan mendapat suasana yang hening dan tenang. Bagian ini memainkan 2 jenis patet, yakni patet selisir dan patet tembung. Hal tersebut penata munculkan mengingat media ungkap semarandhana memiliki 7 nada yang memungkinkan untuk dieksplorasi nada dasarnya. Secara filosofi, dengan adanya modulasi tersebut menegaskan bahwa dibagian ini diceritakan kubu yang bertikai tersebut telah ditenangkan serta telah dicarikan jalan keluar secara niskala. Munculnya modulasi juga ingin menyiratkan seolah masih ada beberapa hal yang terjadi antara dua pihak tersebut, misalnya menyebutkan asal serta barang bawaan mereka yang ternyata mirip antara satu dengan lainnya, namun pada akhirnya mereka sepakat untuk kembali hidup bersama dilingkangan tersebut secara harmonis. Bagian pengawak ini diulang sebanyak dua putaran dengan menggunakan beberapa kalimat lagu dengan teknik modulasi dari patet tembung ke patet selisir. Bagian pengawak ini berakhir dengan adanya peningkatan tempo dari semua instrument namun kembali menuju tempo sedang pada bagian pengecet.

Pengecet

(8)

KESIMPULAN

Dari apa yang diungkapkan berkenaan dengan garapan komposisi karawitan mematuh ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Bentuk atau wujud dari garapan mematuh ini adalah kreasi pepanggulan;Struktur dari garapan komposisi ini menggunakan konsep tri angga yang dibagi 3 bagian, yaitu kawitan, bagian pengawak, dan bagian pengecet. Ketiga bagian tersebut disusun menjadi satu-kesatuan struktur yang harmonis dalam berkomposisi kreasi pepanggulan ini; Garapan komposisi kreasi pepanggulan mematuh ini telah diwujudkan sesuai dengan ide-ide dan konsep yang penata angkat; dan Karya komposisi kreasi pepanggulan ini menggunakan media ungkap gambelan semarandana.

Dari pengalaman yang telah dilalui selama proses berkarya, penata ingin menyampaikan beberapa hal yang nantinya bisa dimanfaat sebagai masukan untuk mewujudkan suatu karya yang lebih baik dimasa yang akan datang. Adapun hal-hal tersebut antara lain:

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Arya Sugiarta, I Gede. 2012. Kreativitas Musik Bali Garapan Baru; Persfetif Cultural Studies. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.

Aryasa, I W.M, dkk. 1984. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia.

Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Karawitan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia.

. 1991. Ubit Ubitan Sebuah Teknik Permainan Gambelan Bali. Denpasar: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

. 2013. Gambelan Bali di atas Panggung Sejarah. Denpasar: Stikom Bali.

Djlantik, A.A.M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

. 1992. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid II. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.

Guermonprez,Jean Francois. 2012. Soroh Pande di Bali. Denpasar: Udayana University Press.

Kerta, Jro Mangku Pande. 2004. Sejarah Desa Adat dan Pura Bali Bang. Talepud: Desa Adat Talepud

Sutjaja, I Gusti Made. 2003. Kamus Sinonim Bahasa Bali. Denpasar: IGMS

Tim Redaksi. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

DAFTAR INFORMAN

Nama : Pande Made Rahajeng, S.Sn

Umur : 42 tahun

Agama : Hindu

Pekerjaan : Guru dan seniman

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Monitoring Air Layak Konsumsi Berbasis Arduino dengan Studi Kasus PDAM Patalassang Kabupaten Gowa adalah alat yang dibuat untuk memberi kemudahan pada karyawan

Usaha ternak anjing tentunya memiliki pesaing dalam pasarnya. Sekarang ini sudah ada banyak usaha pembiakan anjing dari berbagai jenis ras anjing yang berkembang di sekitaran

Beam shutter terdiri dari tiga bagian yaitu transmisi penggerak, lengan ayun dan penyetop berkas, yang berfungsi sebagai penyetop dan pengukur berkas elektron sebelum

Tampil antarmuka menu utama yang menampilkan menu tentang haji, petunjuk berhaji, kumpulan do’a, kegiatan jama’ah, tempat ziarah dan tentang aplikasi Antarmuka menu

Untuk mengindari keluhan pelanggan, keakuratan data yang dihasilkan meter sangat diperlukan untuk menentukan besar energi yang dipakai dengan kWh meter mekanik saat

Dampak perilaku seks bebas pada usia remaja sangat besar, namun di suatu sisi masih rendahnya tingkat pengetahuan tentang resiko seks bebas yang dilakukan oleh remaja

BATAN sebagai pengelola iptek nuklir di Indonesia dituntut untuk ikut berkontribusi dalam menanggulangi krisis energi dengan diusulkannya membangun PLTN, untuk itu BATAN

Pada studi ini, penulis menginvestigasi penerapan pemodelan ESPC pada bangunan gedung kantor di Jakarta yang berencana melakukan retrofit perangkat sistem tata