BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Landasan Teori
2.1.1 Teori Perilaku Yang Direncanakan (Theory of Planned Behaviour)
Menurut Ajzen (2002) “Theory of Planned Behavior (TPB)
menjelaskan bahwa perilaku yang ditentukan oleh individu timbul
karena ada niat untuk berperilaku. Munculnya niat berperilaku
ditentukan oleh tiga faktor penentu yaitu:
1. Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari
suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.
2. Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang
lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.
3. Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal
yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan
ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal–hal yang
mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived
power)”.
Bobek & Hatfield (2003) dan Hanno & Violette (1996),
memanfaatkan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan
kepatuhan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dengan temuan
bahwa sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara
menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
2.1.2 Definisi Pajak
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam
Mardiasmo (2011) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan
Undang-undang No.16 Tahun 2009 (KUP) pasal 1 angka 1 bahwa:
pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
2.1.3 Jenis – Jenis Pajak
Adapun jenis-jenis pajak berdasarkan golongan, sifat dan lembaga
pemungutnya menurut Mardiasmo (2011), yaitu:
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai.
2) Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contohnya: Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya:
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3) Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah. Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
2.1.4 Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011), yaitu:
1) Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
2.1.5 Syarat Pemungut Pajak
Syarat pemungut pajak menurut Mardiasmo (2011), yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara
umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
Majelis Pertimbangan Pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal
ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik
bagi negara maupun warga negaranya.
c. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan
kelesuan perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.
2.1.6 Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011) teori-teori yang mendukung pemungutan
pajak, antara lain:
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
b. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing
orang.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya
negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian
2.1.7 Asas-asas Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak menurut Rahayu (2010), antara lain:
a. Asas Domisili
Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) wajib
pajak. Wajib pajak tinggal di suatu negara maka negara itulah yang
berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan
dengan obyek yang dimiliki wajib pajak yang menurut
undang-undang dikenakan pajak.
b. Asas Sumber
Cara pemungutan yang bergantung pada sumber dimana obyek
pajak diperoleh. Tergantung di negara mana obyek pajak tersebut
diperoleh.
c. Asas Kebangsaan
Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan
pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Asas kebangsaan atau
asas nasional, adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak
yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.
2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011) sistem pemungutan pajak dibedakan
a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang.
c. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
wajib pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
2.2 Pengetahuan Pajak
2.2.1 Definisi Pengetahuan Pajak
Pengetahuan pajak ialah keadaan wajib pajak dalam memiliki
pengetahuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
sistem perpajakan, dan fungsi pajak.
Menurut Hardiningsih dan Nila (2011) Pengetahuan pajak yaitu
suatuusaha mendewasakan manusia melalui pengajaran atau pelatihan
dengan cara mengubah perilaku wajib pajak atau kelompok wajib
pajak melalui pengajaran serta pelatihan. Wajib pajak akan secara
sukarela mematuhiapabila mereka mengerti konsep dasar perpajakan.
Pengetahuan tentang pajak dapat dilihat dari pengetahuan yang
dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besaranya, dan bagaimana cara
menghitungnya (Nazir, 2010).
2.2.2 Indikator Pengetahuan Pajak
Berdasarkan konsep pengetahuan atau pemahaman pajak menurut
Rahayu (2010), wajib pajak harus memiliki di antaranya adalah
Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Sistem Perpajakan di Indonesia, dan Fungsi Perpajakan.
Berikut ini adalah penjelasan dari konsep pengetahuan pajak di
atas yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sudah diatur dalam
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 yang pada prinsipnya
diberlakukan bagi undang-undang pajak material. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,
meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan
meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Isi dari Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut antara lain mengenai hak
dan kewajiban wajib pajak, SPT, NPWP, dan prosedur
pembayaran, pemungutan serta pelaporan pajak.
2. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia
Sistem perpajakan di Indonesia yang diterapkan saat ini adalah self
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3. Pengetahuan mengenai Fungsi Perpajakan
Terdapat dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi penerimaan (budgeter), pajak berfungsi sebagai sumber
dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
b. Fungsi mengatur (reguler), pajak berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan
ekonomi.
2.3 Sistem Administrasi Perpajakan Modern
2.3.1 Definisi Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Modernisasi sistem administrasi perpajakan menurut Pandiangan
(2008) adalah restruksi atau penataan organisasi, penyempurnaan
proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan
informasi, dan penyempurnaan manajemen SDM. Konsep ini
disesuaikan dengan iklim, kondisi, dan sumber daya yang ada di
Indonesia.
Sistem administrasi perpajakan modern merupakan pelaksanaan
dari berbagai program dan kegiatan yang ditetapkan dalam reformasi
penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan
sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau
perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun
kelembagaan. Penerapan sistem ini diharapkan agar lebih efisien,
ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan
kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang
menjadi prioritas reformasiperpajakan yang digulirkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak sejak tahun 2001 (Rahayu danLingga, 2009).
2.3.2 Tujuan Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan
Tujuan dari modernisasi sistem administrasi perpajakan adalah
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan
produktivitas dan integritas aparat pajak demi terwujudnya kepatuhan
sukarela wajib pajak. Untuk mewujudkan itu semua, maka program
reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan
secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahan yang dilakukan
meliputi bidang-bidang berikut:
1. Struktur organisasi
Implementasi konsep administrasi perpajakan modern yang
berorientasi pada pelayanan dan pengawasan memerlukan
perubahan pada struktur organisasi DJP, baik di tingkat kantor
pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di jajaran kantor
operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan.
Kunci perbaikan birokrasi yang berbelit-belit adalah perbaikan
proses bisnis, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja.
Perbaikan proses bisnis merupakan pilar penting program
modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full automation
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi,
terutama untuk pekerjaan yang bersifat administratif/klerikal.
Proses bisnis dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dengan wajib
pajak untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Disamping itu, fungsi pengawasan
internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system,
karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi
melalui sistem yang ada.
3. Manajemen sumber daya manusia
Dirjen Pajak melakukan pemetaan kompetensi (competency
mapping) terhadap seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak guna
mengetahui distribusi kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai di
mana hasil program dari tersebut menjadi informasi yang
membantu Dirjen Pajak dalam merumuskan kebijakan
kepegawaian yang lebih tepat. Kemudian, dalam rangka
memperoleh kesesuaian antara jabatan dan kompetensi pegawai,
dilakukan evaluasi dan analisis beban kerja atas seluruh jabatan
Dengan tujuan untuk menciptakan arsitektur Sumber Daya
Manusia DJP yang antara lain mempunyai ciri-ciri jujur, ikhlas,
mampu, dapat dipercaya, bertanggungjawab, profesional,
berwawasan, dapat berlaku adil, menjadi agen perubahan dan dapat
menjadi teladan, serta berbasis pada kompetensi dan kinerja.
4. Pelaksanaan good governance
Tersedianya dan terimplementasikannya prinsip-prinsip good
governance yang mencakup berwawasan ke depan, terbuka,
melibatkan partisipasi masyarakat, akuntabel, profesional, dan
didukung pegawai yang kompeten. Prinsip keterbukaan dan
partisipasi masyarakat dilaksanakan DJP dengan membuka akses
informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penyebaran
informasi diantaranya dilakukan dengan cara pemberian
penyuluhan, pembuatan iklan layanan masyarakat, dan
pemanfaatan website. Disamping keterbukaan informasi, DJP juga
membuka diri terhadap masukan dan kritik dari stakeholders, guna
meningkatkan kualitas pelayanan dan perbaikan administrasi
perpajakan.
Sasaran penerapan sistem administrasi pajak modern menurut
Rahayu dan Lingga (2009) adalah:
1. Maksimalisasi penerimaan pajak.
3. Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal
Pajak mempunyai tingkat integritas dan keadilan yang tinggi.
4. Menjaga rasa keadilan dan persamaan perlakuan dalam proses
pemungutan pajak.
5. Pegawai pajak dianggap sebagai karyawan yang bermotivasi
tinggi, kompeten, dan profesional.
6. Peningkatan produktivitas yang berkesinambungan.
7. Wajib pajak mempunyai alat dan mekanisme untuk mengakses
informasi yang diperlukan.
8. Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak.
2.3.3 Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan di Indonesia
Reformasi Perpajakan dilakukan bertahap. Tahap pertama
dilakukan antara tahun 2002-2009. Pada periode tersebut Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) melakukan dua buah perubahan mendasar, yang
pertama adalah Reformasi Administrasi yang meliputi restrukturisasi
organisasi, perbaikan proses bisnis, dan penyempurnaan sistem
manajemen sumber daya manusia. Sedangkan yang kedua dilakukan
Reformasi Kebijakan yaitu dengan amandemen atas beberapa
undang-undang perpajakan dan juga pemberian stimulus fiskal.
Tahap kedua reformasi perpajakan dilakukan antara tahun 2009-
2012. Pada tahap ini perubahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
difokuskan kepada pengembangan sumber daya manusia dan
Pengelolaan terhadap sumber daya manusia merupakan sebuah
perubahan subtansial dan belum pernah dijalankan pada perubahan
sebelumnya. Besarnya perubahan yang dilakukan dalam Reformasi
Perpajakan diatas tampak sebagai upaya mewujudkan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) baru. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
menjalankan administrasi perpajakan secara modern, berorientasi pada
pelayanan kepada wajib pajak, dan memiliki nilai-nilai organisasi baru
yang kuat (Irawan, 2013).
2.3.4 Indikator Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Menurut Rahayu (2010), indikator-indikator dalam modernisasi
sistem administrasi perpajakan adalahsebagai berikut:
1. Sistem Administrasi
Sistem administrasi melalui penerapan teknologi informasi dengan
tujuan meningkatkan integritas petugas pajak sehingga dapat
membentuk citra yang baik dan memperoleh kepercayaan
masyarakat yang tinggi melalui kapasitas sumber daya profesional,
budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan Good
Governance.
2. Efektivitas Pengawasan
Meningkatkan produktivitas aparat perpajakan melalui program
reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan fungsi dan
kelompok wajib pajak, program peningkatan kemampuan
Jenderal Pajak, program penyusunan kebijakan baru untuk
manajemen sumber daya manusia, program peningkatan mutu
sarana dan prasarana serta penyusunan rencana kerja operasional.
3. Sumber Daya Manusia Profesional
Penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang bekualitas dan
profesional merupakan program reformasi aspek sumber daya
manusia, antara lain melalui pelaksanaan fit and profer test secara
ketat, penempatan pegawai sesuai kapasitas dan kapabilitasnya,
reorganisasi, pelatihan, dan program pengembangan self capacity.
2.4 Kepatuhan Wajib Pajak
2.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Rahayu (2010), Kepatuhan berarti tunduk, taat atau patuh
pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan
sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak
dalam Rahayu (2010) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam suatu
situasi dimana:
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
b. Mengisi formulir perpajakan dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan teliti dan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tersebut tepat pada waktunya.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.192/PMK.03/2007,
Wajib pajak patuh adalah mereka yang memenuhi kriteria dibawah
ini, yaitu:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecualitunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur
ataumenunda pembayaran pajak.
c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir.
Salah satu bentuk kepatuhan wajib pajak adalah membayar pajak
dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Direktorat Jenderal
Pajak, 2013) menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan
(SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk
dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan.
Terdapat dua macam Surat Pemberitahuan (SPT) yaitu:
a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun
Pajakatau Bagian Tahun Pajak.
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dibedakan untuk wajib pajak
orang perseorangan dan wajib pajak badan. Menurut Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No.181/PMK.03/2007
tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan menyebutkan bahwa SPT Tahunan Wajib Pajak
Orang Pribadi (WP-OP) beserta lampiran yang harus disertakan
adalah SPT Tahunan PajakPenghasilan WP Orang Pribadi (Formulir
1770) dan SPT Tahunan Wajib Pajak Badan beserta lampiran yang
harus disertakan adalah SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP Badan
(Formulir 1771). SPT Tahunan PPh WPOrang Pribadi disampaikan
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan SPT
Tahunan PPh WP Badan disampaikan palinglambat 4 (empat) bulan
setelah akhir Tahun Pajak.
2.4.2 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak merupakan tujuan utama dari pemeriksaan
kepatuhan wajib pajak. Bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya
tergolong rendah (minim), maka diharapkan dengan dilakukannya
pemeriksaan dapat memberikan motivasi positif agar menjadi lebih
baik untuk kedepannya.
Menurut Nasucha (2004), kepatuhan wajib pajak dapat
diidentifikasi dari:
a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
b. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan.
c. Kepatuhan dalam menghitung, memperhitungkan dan membayar
pajak terutang.
d. Kepatuhan dalam pelaporan dan pembayaran tunggakan.
Identifikasi indikator-indikator tersebut sesuai dengan kewajiban
pajak dalam self assessment system menurut Rahayu (2010) yaitu
sebagai berikut:
a. Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi
tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak dan dapat melalui
e-register (media elektronik online) untuk diberikan Nomor
Pokok WajibPajak (NPWP).
b. Menghitung dan memperhitungkan pajak oleh wajib pajak
Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya
dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan
pajaknya, sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi
pajak yang terutang tesebut dengan jumlah pajak yang dilunasi
dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak
(prepayment). Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit
pajak dapat berupa kurangbayar, lebih bayar atau nihil.
c. Membayar pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak
Membayar pajak yaitu melakukan pembayaran pajak tepat
waktu sesuai jenis pajak. Pelaksanaan pembayaran dapat
dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor
pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang
dapat diambil di KPP terdekat atau melalui e-payment.
d. Pelaporan dilakukan sendiri oleh wajib pajak
Pelaporan yang dimaksud adalah pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT), di mana SPT tersebut berfungsi sebagai
sarana bagi wajib pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu, untuk melaporkan pembayaran
dan pelunasan pajak, baik yang dilakukan sendiri oleh wajib
pajak maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, serta
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil pengujian dari penelitian terdahulu dapat dilihat
dari tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Hasil
Nazmel Nasir
(Survei atas WP-OP PBB di KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo)
1. Tingkat pengetahuan pajak
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Efektivitas sistem
administrasi perpajakan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
3. Tingkat pengetahuan pajak dan efektivitas sistem administrasi perpajakan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
1. Struktur organisasi dan
kualitas layanan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Fasilitas layanan dengan teknologi informasi dan kode etik tidak berpengaruh
signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utara
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara
modernisasi sistem
administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak 2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara
sistem administrasi
perpajakan modern
terhadap kepatuhan wajib pajak. Wajib Pajak Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013
1. Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
2. Modernisasi sistem
administrasi perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kepatuhan wajib
3. Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak.
2.6Kerangka Pemikiran
Fallan (1999) yang dikutip oleh Rahayu (2010) memberikan kajian
mengenai pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak
sangat mempengaruhi sikap pajak terhadap sistem perpajakan yang adil.
Adanya kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap
memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan
sesuatu negara yang dianggap adil.
Pengetahuan mengenai peraturan perpajakan yang dimiliki oleh
wajib pajak akan mempengaruhi patuh tidaknya wajib pajak itu sendiri
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya serta akan berdampak pula
pada penerimaan pajak yang diterima oleh negara jika masyarakatnya
Pemerintah terus melakukan reformasi perpajakan yang meliputi
peraturan perundang-undangan dari tahap perumusan hingga
pembuatannya serta penyempurnaan administrasi perpajakan sehingga
memudahkan wajib pajak dari segi pelayanan. Modernisasi sistem
administrasi perpajakan sebagai salah satu bentuk reformasi dalam
memberikan pelayanan yang dilakukan oleh kantor pajak di mana akan
mempengaruhi pula patuh tidaknya wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
H1 (+)
H2 (+)
2.7Hipotesis Penelitian
2.7.1 Pengaruh Pengetahuan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Tingkat kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh pengetahuan
wajib pajak tentang perpajakan. Hal ini berarti, semakin baik tingkat
pengetahuan pajak yang dimiliki wajib pajak maka semakin baik pula
kepatuhan pajak yang dilakukan wajib pajak. Dengan Pengetahuan Pajak
Sistem Administrasi Perpajakan Modern
pajak terutang dan pengisian SPT yang dimiliki wajib pajak maka akan
menghasilkan kepatuhanpajak yang lebih optimal (Kuraesin, 2009).
Menurut Nugroho (2012) semakin tinggi pengetahuan dan
pemahaman wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan
perilakunya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan
perpajakan. Namun jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan
mengenai peraturan dan proses perpajakan, maka wajib pajak tidak
dapat menentukan perilakunya dengan tepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2014) menyatakan
bahwa pengetahuan pajak memiliki pengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:
H1: pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
2.7.2 Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan
yang diberikan kepada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan,
pemeriksaan pajak dan tarif pajak yang berlaku. Modernisasi sistem
administrasi perpajakan sebagai salah satu bentuk reformasi dalam
akan mempengaruhi pula patuh tidaknya wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini dikarenakan wajib
pajak dalam melaporkan pajaknya dengan cara mendatangi ke
kantor-kantor pajak terdekat. Jika sistem yang ada telah memberikan
kepuasan terhadap wajib pajak maka wajib pajak sendiri akan lebih
patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Sara (2013) menyatakan bahwa modernisasi dalam sistem
administrasi perpajakan secara positif signifikan mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak. Semakin baik penerapan sistem administrasi
perpajakan modern yang dilakukan oleh aparatur pajak maka semakin
banyak wajib pajak yang patuh terhadap kewajiban perpajakannya.
Maka dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut: