• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - YUSUP WIBISONO BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - YUSUP WIBISONO BAB I"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menulis adalah sebuah konsep komunikasi tidak langsung yang sifatnya paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan tersebut pada dasarnya sudah dapat menjelaskan sebuah ungkapan khas yang selalu disampaikan di dalam kegiatan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di kelas. Ungkapan khas berupa “Menulislah dan Kau akan Dikenang” telah

membangun sebuah doktrinasi bahwa kegiatan menulis dan dikenang adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam ungkapan tersebut, menulis sebagai sebuah kegiatan bukan hanya dinilai sebagai wujud dari rangkaian kerja semata. Ungkapan tersebut secara implisit menjelaskan bahwa sebuah tulisan sebagai hasil dari kegiatan menulis dimaknai lebih jauh dari pada wujud harfiahnya. Tulisan dimaknai sebagai sebuah bentuk komoditas ide atau gagasan yang sifatnya subjektif serta mengandung nilai aktualisasi sebagai sebuah idenlitas intelektual dan kualitas diri secara akademik. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis adalah wujud nyata dari kegiatan intelektual yang menunjukkan kualitas diri secara akademik sekaligus menunjukkan sebuah indenlitas diri secara elegan.

(2)

penulisnya. Pada dasarnya ungkapan khas di dalam pembelajaran menulis tersebut berasal dari tulisan Pramoedya Ananta Toer di dalam novel Anak Semua Bangsa dengan kutipannya sebagai berikut “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari

siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari” (Toer, 2011: 112).

Apabila mengacu pada kutipan pernyataan Toer di dalam novelnya tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis ternyata bukan hanya rangkuman huruf atau jalinan kata semata, tetapi juga sebuah media yang mampu membuka pikiran si pembaca. Secara tidak langsung konsep membuka pikiran tersebutlah yang dalam konteks ini dinilai sebagai kemampuan dari sebuah tulisan yang mampu “berbuat banyak hal” melebihi apa yang dibuat oleh seorang penulis ketika Dia menuliskan

tema tersebut. Pernyataan tersebutlah yang secara tidak langsung telah menjelaskan bahwa sebuah tulisan dinilai dapat dikenang dan abadi karena pada dasarnya aspek yang dibangun bukan hanya rangkaian huruf atau kata semata. Di dalam konteks menulis ini, aspek yang ditampilkan adalah sebuah konstruksi pesan dan amanat yang berisi tentang ide, gagasan, dan cita-cita yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Apabila ide, gagasan, dan cita-cita sudah dapat diterima oleh pembaca sebagai sebuah pesan atau amanat, maka secara tidak langsung akan membuat si penulis selalu dikenang walaupun tidak selamanya dikenal dengan baik oleh si pembaca tulisannya tersebut.

(3)

enak dibaca, dan bisa dipahami orang lain. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa keterampilan menulis itu sangat kompleks. Di dalam konteks ini, menulis dimaknai bukan hanya sebuah kegiatan yang sederhana berupa menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa agar dapat dipahami oleh orang lain (pembaca) saja, namun menulis juga melingkupi seluruh aspek bahasa yang di dalam pelaksanaannya memang tidak dapat berdiri sendiri.

Kondisi yang kompleks tersebut muncul dikarenakan seorang penulis dituntut harus benar-benar paham tentang teknis bahasa sebagai medianya serta mengetahui dengan jelas pesan apa yang akan disampaikannya tersebut. Pada hakekatnya sebelum menguasai keterampilan menulis, seseorang harus menguasai tiga keterampilan berbahasa lainnya terlebih dahulu. Secara kronologis alamiah seseorang akan memperoleh empat keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis melalui sebuah rangkaian proses yang bersifat runtut serta teratur. Pada umumnya keterampilan menulis selalu merupakan keterampilan berbahasa terakhir yang diperoleh seseorang di dalam rangkaian perkembangan kebahasaannya.

(4)

mayoritas komunikasi (kegiatan berbahasa) yang dilakukan oleh manusia modern adalah melalui media tulis dengan wujud adanya penggunaan aplikasi media sosial berbasis teks dengan jaringan internet. Kedua, adanya penilaian bahwa menulis merupakan kegiatan menyandikan ide atau gagasan yang khas. Kegiatan penyandian adalah rangkaian proses intelektual yang sifatnya sangat rumit dan kompleks, namun pesan yang terkandung tetap dapat terbaca karena kekhasan dari media (bahasa tulis) yang disandikan tersebut. Kondisi khas tersebutlah yang justru membuat pesan dapat dipahami dengan mudah oleh si penerima sandi (pembaca) sebagai pihak kedua di dalam proses komunikasi. Ketiga, adanya penilaian bahwa menulis merupakan kegiatan komunikasi tidak langsung yang presisi dan akurat. Pada dasarnya konsep komunikasi tidak langsung itu menekankan bahwa ide atau gagasan yang dipikirkan oleh penulis harus dapat disandikan melalui tulisan secara cermat dan tepat sehingga pesan yang dipikirkan oleh penulis dapat diterima dengan baik oleh pembaca, seolah-olah si pembaca berhadapan langsung dengan si penulis. Keempat, adanya penilaian bahwa keterampilan menulis adalah salah satu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.

Keempat penilaian tersebut muncul bukan tanpa sebab. Penilaian-penilaian tersebut muncul dari dua acuan utama sebaga bagian dari rangkaian besar kegiatan menulis. Dua acuan utama tersebut akan diuraiakn lebih rinci sebagai berikut.

(5)

berbahasa (menulis) maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Morsey dalam (Tarigan 2013: 4) berpendapat bahwa menulis itu digunakan untuk melaporkan, memberitahu, mempengaruhi, dan tujuan-tujuan tersebut hanya dapat dicapai oleh orang yang mampu menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas di mana kejelasan itu bergantung pada pikiran, organisasi, penggunaan kata, dan struktur kalimatnya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa menulis adalah kegiatan utama yang digunakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, melaporkan, serta mempengaruhi orang lain melalui media tulis. Berbagai tujuan tersebut hanya akan dicapai dengan baik oleh orang yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas (Tarigan, 2013: 20).

Acuan kedua, saat ini kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari maju atau

tidaknya komunikasi tulis bangsa tersebut dan diukur dari kualitas serta kuantitas hasil percetakan yang terdapat di negara tersebut, antara lain seperti penerbitan surat kabar, majalah, dan buku (Tarigan, 2013: 1-20). Di sisi lain, saat ini tidak hanya hasil cetak secara fisik (terbitan) saja yang dinilai sebagai tolak ukur kemajuan sebuah bangsa, tetapi juga penilaian pada berbagai karya tulis di dalam media on line yang bersifat informatif juga dinilai menjadi ciri kemajuan sebuah bangsa.

(6)

mengungkapkan beberapa manfaat dari keterampilan menulis lainnya secara lebih jelas, yaitu: (1) menulis itu menyumbang kecerdasan, (2) menulis mengembangkan daya insiatif dan kreatifitas, (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Pada dasarnya jika dilihat menurut sudut pandang akademik, manfaat menulis yang disampaikan oleh Morsey dan Greves tersebut memang sangat mendukung khususnya di dalam proses pengembangan diri seorang siswa. Di dalam konteks akademik, jenis tulisan (teks) yang umumnya digunakan untuk mengembangkan diri dengan wujud dapat mengungkapkan ide atau gagasan dan tujuan utamanya memberikan informasi adalah teks eksposisi. Secara umum teks eksposisi adalah salah satu jenis karangan yang diajarkan di jenjang SMA sebagai bagian dari strategi akademik di dalam pengembangan diri siswa melalui pembelajaran dan pengajaran komunikasi tulis.

Pada hakekatnya teks eksposisi adalah bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut. Teks eksposisi digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakekat suatu objek, misalnya menjelaskan pengertian suatu kebudayaan, keadaan sosial, dan perkembangan pendidikan kepada pembaca. Teks eksposisi dianggap sebagai sebuah alat untuk menjelaskan bagaimana pertalian suatu obyek dengan obyek lainnya atau dapat digunakan oleh seorang penulis untuk menganalisa struktur suatu barang, menganalisa karakter seorang individu, atau situasi tertentu (Keraf, 1995: 7).

(7)

berpikir kritis, runtut, dan solutif khususnya pada siswa kelas XI. Apabila mengacu pada aspek komunikasi modern, maka kemampuan berpikir kritis, runtut, dan solutif tersebut dituntut tidak hanya diwujudkan secara lisan saja tetapi juga secara tulis. Secara umum tuntutan-tuntutan dari aspek komunikasi modern tersebut dapat dipenuhi apabila siswa mampu menguasai teknik penulisan teks eksposisi dengan baik. Penilaian tersebut berasal dari acuan utama bahwa di dalam teks eksposisi terdapat berbagai model alur berpikir yang nantinya dapat membuat siswa semakin mahir untuk berpikir kritis di dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi secara tulis. Pendapat-pendapat tersebut muncul dikarenakan secara akademik pelaksanaan pengajaran bahasa di sekolah (SMA) khususnya pada keterampilan menulis hakekatnya adalah sebuah usaha sadar untuk mengubah siswa dari warga masyarakat yang umumnya masih berbudaya tutur (lisan) menjadi manusia yang akrab dengan bacaan sekaligus terampil menulis (Hadiwidjoyo, 1999: 8).

(8)

mengacu pada tata cara pengorganisasian alur berpikir di dalam tulisannya, (5) siswa SMA akan belajar menilai sebuah ide/gagasan secara obyektif dan cermat sebagai wujud dari sikap berpikir kritis, dan (6) berdasarkan Permendikbud, No. 69 Tahun 2013 dijelaskan bahwa teks eksposisi adalah salah satu genre teks dari 15 genre teks yang wajib dikuasai oleh siswa jenjang SMA. Berdasarkan beberapa uraian tentang pentingnya penguasaan terhadap teks eksposisi tersebutlah, maka dapat dipahami dengan jelas manfaat serta kontribusi yang akan diperoleh siswa di jenjang SMA apabila mampu menguasai keterampilan menulis teks eksposisi dengan baik.

(9)

nilai artistik tinggi (Keraf, 2006: 23).

Acuan dasar dari penilaian tersebut ada pada konsep bahwa apabila seseorang di dalam kegiatan berkomunikasinya (lisan/tulis) mampu meretriv kata dengan baik dan banyak, maka kondisi tersebut dapat menjadi sebuah indikator bahwa wawasan orang tersebut luas. Kondisi sebaliknya juga dapat menjadi indikator yaitu apabila seseorang hanya dapat meretriv kata di dalam kegiatan berkomunikasinya (lisan/tulis) dalam jumlah sedikit, maka indikasinya adalah orang tersebut memiliki wawasan yang sempit. Di sisi lain, kosakata (kata) juga menjadi indikator tentang etika dan kemampuan berkomunikasi yang efektif. Seseorang yang mampu meretif kata dengan diksi yang tepat sesuai situasi dan konteks komunikasi yang sedang berlangsung atau dihadapi maka, secara tidak langsung kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah indikator bahwa orang tersebut mempunyai etika berkomunikasi yang bagus serta kemampuan komunikasi yang efektif. Berdasarkan acuan dari aspek-aspek yang melingkupi proses retrival kata sebagai sebuah proses psikologis di dalam kegiatan berkomunikasi tersebutlah yang secara tidak langsung telah membuat pengajaran dan pembelajaran bahasa khususnya menulis dinilai menjadi semakin kompleks.

(10)

siswa. Di sisi lain tahap mentalistik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi psikologis dan psikolinguistik siswa pada saat pengajaran keterampilan menulis teks eksposisi itu berlangsung. Berdasarkan kompleksitas tersebutlah, maka secara sederhana dapat diartikan bahwa kegiatan berbahasa itu berkaitan langsung dengan proses atau kegiatan mental (psikologis) di dalam diri seseorang (siswa). Di dalam kegiatan mental (psikologis) yang berlangsung tersebutlah, peneliti menilai adanya keterkaitan yang erat antara keterampilan menulis khususnya pada teks eksposisi dengan usaha di dalam memanggil kata dari kosakata yang telah dimiliki atau disebut sebagai proses retrival kata pada diri seseorang (siswa).

(11)

keterampilan menulis di lapangan justru dinilai mengalami berbagai masalah dan tantangan yang berat. Pada dasarnya terdapat dua masalah utama di dalam proses pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di lapangan yang berkaitan dengan proses retrival kata, yaitu sebagai berikut.

Masalah pertama, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pengajaran bahasa di sekolah khusunya pengajaran keterampilan menulis justru dinilai masih sangat sulit untuk dilaksanakan. Apabila mengacu pada aspek kosakata (kata) sebagai dasar dari kegiatan retrival kata, maka secara umum siswa di Indonesia baik di tingkat SD, SMP, SMA/SMK bahkan Perguruan Tinggi hanya memiliki kosakata (kata) yang masih terbatas (rendah). Kondisi tersebut dapat dilihat dari tulisan yang dihasilkan oleh mereka, di mana secara umum mencerminkan kemiskinan kosakata (Hadiwidjoyo, 1999: 8).

(12)

mempengaruhi kemampuan seorang siswa di dalam menulis teks eksposisi. Kondisi tersebut dapat muncul dikarenakan seorang siswa yang memiliki kosakata (kata) sedikit (rendah) akan menemukan kesulitan-kesulitan dalam proses berkomunikasi. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat berwujud sebuah kondisi abu. Kondisi abu-abu diartikan sebagai sebuah kondisi di mana apa yang dipikirkan (pesan) dan dirasakan (amanat) oleh siswa sebagai penulis yang sedang menulis tidak dapat diungkapkannya dengan jelas dan tepat melalui tulisannya kepada pembaca.

(13)

pada saat menguraikan sebuah topik yang pada akhirnya akan melahirkan karakteristik yang unik berupa idenlitas dari tulisannya tersebut berdasarkan ciri pribadi (individual) dari penulisnya.

Masalah kedua, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran

keterampilan menulis adalah sebuah tahapan pembelajaran yang sangat kompleks dan harus dilalui oleh setiap siswa dengan baik, di mana pengajaran keterampilan menulis khususnya teks eksposisi ada di dalam proses tersebut. Fenomena yang dinilai penting ini dapat muncul karena di dalam pembelajaran bahasa itu sendiri selain berkenaan dengan masalah bahasa secara material dan teknikal juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa secara psikologis (mental) dan psikolinguistik.

(14)

disebutkan tersebut secara umum dapat menggambarkan kondisi kejiwaan manusia sekarang ini yang merasa penuh dengan berbagai ketidakpastian. Pada dasarnya di antara sekian bentuk persoalan kejiwaan yang terjadi pada manusia, persoalan kecemasan dinilai telah menjadi salah satu problematika terbesar manusia pada zaman ini. Kondisi-kondisi tersebutlah yang juga dinilai terjadi pada siswa sebagai peserta didik di sekolah khususnya pada jenjang SMA.

Secara akademik kecemasan menulis teks eksposisi dapat dipahami sebagai efek (sikap negatif) dari adanya tuntutan akademik berupa berbagai teknik dari keterampilan menulis yang harus dikuasai oleh siswa secara holistik. Wirawan (2012: 287) berpendapat bahwa efek berupa sikap negatif terhadap tuntutan akademik seperti itulah yang disebutnya sebagai sebuah kecemasan evaluasi atau evaluation anxiety. Pada umumnya sebagian orang akan mengalami kecemasan evaluasi jika perilaku, prestasi, atau kinerjanya dievaluasi. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dipahami bahwa faktor psikologis juga dinilai ikut berperan serta dalam mempengaruhi kemampuan seorang siswa pada saat menulis. Senada dengan hal tersebut, di dalam proses pembelajaran dan pengajaran keterampilan menulis terdapat sebuah keyakinan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang baik maka kemampuan seorang penulis (siswa) tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kognitif semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Kecemasan menulis teks eksposisi merupakan salah satu bentuk kecemasan akademik yang menimbulkan “penderitaan” dan berpotensi untuk menghambat

(15)

dapat timbul ketika siswa mulai mengikuti proses pembelajaran, kemudian siswa melihat tugas akademik (tugas menulis teks eksposisi) sebagai suatu hal yang sulit baginya untuk diatasi atau sebagai suatu hal yang mengancam dirinya (Prawitasari, 2012: 81). Pada saat siswa kehilangan keyakinan akan kemampuannya untuk bisa mengatasi tugas-tugas akademik yang dihadapinya seperti tugas menulis teks eksposisi, maka pada saat itulah siswa sudah dapat dikatakan mengalami kecemasan. Wujud peliknya kondisi di lapangan tersebut, jika terus dibiarkan maka secara tidak langsung akan terus melahirkan siswa-siswa yang terkungkung dengan masalah kecemasan menulis yang dialaminya. Selain hal tersebut efek lain yang akan muncul adalah adanya siswa yang mengalami kesulitan di dalam mengungkapkan ide, pikiran, dan pendapatnya terutama secara tulis karena rasa cemas yang dialaminya semakin lama akan semakin tinggi (akut).

Secara keseluruhan telah dapat dipahami bahwa pada kenyataannya bahasa sebagai salah satu variabel sosial selalu menjadi topik yang menarik dan penting bagi para pemerhati masalah-masalah sosial. Di dalam konteks tersebut, fenomena psikolinguistik muncul sebagai bagian dari efek bahasa dikarenakan kedudukan bahasa yang sangat sentral. Kedudukan bahasa memiliki kaitan yang erat dengan pengalaman psikologis seseorang sebagai individu. Di sisi lain bahasa juga memiliki kedudukan yang berkaitan dengan perubahan psikologis yang mungkin ditimbulkannya dari perubahan tatanan kehidupan sosial bermasyarakat.

(16)

bentuk hubungan antara kemampuan menulis teks eksposisi, retrival kata, dan kecemasan menulis teks eksposisi di jenjang SMA di suatu wilayah. Bentuk hubungan tersebut dinilai penting agar pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan lebih efektif, efisien dan up to date. Berdasarkan uraian latar belakang tersebutlah, maka penelitian ini menjadi penting dan menarik untuk dilaksanakan guna mengetahui kondisi/keadaan dari keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa SMA kelas XI di Kabupaten Banjarnegara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang peneliti paparkan tersebut, maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah keterkaitan retrival kata dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

2. Bagaimanakah keterkaitan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

3. Bagaimanakah keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(17)

eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

2. Mendeskripsikan keterkaitan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

3. Mendeskripsikan keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis dari hasil penelitian ini, diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut.

a. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang keterampilan menulis khususnya pada teks eksposisi di dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang SMA.

b. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang retrival kata.

c. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang psikologi kecemasan pada siswa jenjang SMA.

d. Penelitian ini dapat mengembangkan teori keterkaitan antara retrival kata dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eskposisi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian ini, antara lain sebagai berikut.

(18)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis teks eksposisi pada siswa. Kondisi tersebut akan memudahkan siswa pada saat menghadapi tugas menulis sehingga hasil tulisannya dapat lebih komunikatif serta eksploratif terhadap tema atau topik yang diuraikan. Di sisi lain, siswa diharapkan juga akan mengalami peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep retrival kata di dalam kegiatan menulis. Pada aspek psikologis, masalah kecemasan menulis yang dialami oleh siswa sebagai bagian dari evaluasi keterampilan menulis juga diharapkan dapat diatasi dengan wujud adanya manajemen kecemasan individu di dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas .

b. Bagi Guru

Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian ini, bagi guru dibagi menjadi empat manfaat utama yaitu sebagai berikut.

Pertama, secara umum hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru sebagai referensi untuk mengatasi masalah kecemasan menulis teks eksposisi pada siswa untuk jenjang SMA serta sebagai pedoman guru di dalam mengawasi manajemen kecemasan pada siswa.

Kedua, guru dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk

mengukur kemampuan menulis teks eskposisi siswanya yang dikaitkan dengan kecemasan menulis, dan proses retrival kata.

Ketiga, secara umum guru Bahasa Indonesia pada jenjang SMA dapat

menggunakan data dari penelitian ini sebagai acuan di dalam mengajarkan keterampilan menulis teks eksposisi dengan lebih efektif dan efisien.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

Abstrak: Penelitian kualitatif ini mendeskripsikan metakognisi mahasiswa perempuan dengan gaya kognitif reflektif dan impulsif dalam menyelesaikan masalah bangun datar. Subjek

Sebagian besar proses administrasi dan transaksi menggunakan media komputer, namun berdasarkan data tahun 2016 nasabah Bank Sampah Pelita Harapan telah mencapai

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat