BAB II
BAHAN DAN METODE
II. 1 Proses Erosi
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kawasan yang berfungsi sebagai daerah penangkap, penyimpan, dan penyalur air yang jatuh ke atasnya ke dalam sistem aliran sungai yang menuju titik pengeluaran DAS (Gambar 2.1). Batas DAS ditentukan dengan menghubungkan titik-titik tertinggi pada punggung gunung yang mengelilingi sistem aliran sungai yang bersangkutan. Setiap DAS hanya memiliki satu titik pengeluaran menuju laut (outlet).
Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai
Erosi, angkutan (transpor), dan deposisi sedimen merupakan proses-proses pada DAS permukaan. Proses ini dimulai dengan terkelupasnya partikel tanah karena tidak mampu menahan stres akibat gaya pembangkit yang bekerja pada sistem DAS (Gambar 2.2). Partikel yang terlepas dari permukaan tanah selanjutnya akan terangkut oleh aliran air dan suatu saat akan terdeposisi. Sebagian partikel tanah akan terdeposisi pada lereng DAS dan jaringan sungai (Sivapalan et al., 2001). Partikel tanah yang ikut terangkut hingga outlet DAS dinamakan hasil sedimen (sediment yield). Biasanya partikel tanah yang terangkut hingga outlet lebih kecil dari total tanah yang tererosi karena sebagian tanah sudah terdeposisi pada sepanjang aliran air.
Gambar 2.2 Proses Erosi
Proses erosi dikendalikan oleh faktor penentu utamanya yaitu gaya pembangkit, topografi, karakteristik tanah, dan kondisi tutupan lahan. Gaya pembangkit yang jatuh pada suatu sistem DAS dapat berupa tiupan angin maupun curahan air hujan. Dalam penelitian ini akan diperhitungkan gaya pembangkit yang berasal dari air hujan. Di antara faktor penentu tersebut hanya tutupan lahan yang dapat diubah oleh manusia. Sehingga dalam pengelolaan DAS, perubahan tutupan lahan merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan.
Peningkatan laju erosi sebanding dengan kecepatan aliran air. Kecepatan dan besarnya debit aliran ditentukan oleh kemiringan topografi dan gaya pembangkit yang berupa curah hujan. Selain kecepatan aliran air, laju erosi ditentukan oleh karakteristik tanah menurut tingkat kepekaannya terhadap erosi. Pertahanan DAS terhadap erosi dikendalikan oleh kondisi tutupan lahan. Modifikasi pada tutupan lahan yang berarti akan mengubah perilaku erosi (Poerbandonoet al., 2006). Setelah partikel tanah tererosi, partikel tersebut akan terangkut oleh aliran air. Perististiwa ini dinamakan transpor sedimen. Kecepatan transpor sedimen ditentukan oleh medium pembawa partikel tanah yaitu aliran air. Kecepatan aliran air dipengaruhi oleh kemiringan topografi DAS. Semakin curam kemiringan, semakin tinggi kecepatan aliran air dan semakin banyak partikel tanah yang terangkut. Transpor sedimen ditentukan pula oleh ukuran partikel tanah yang
(clay) dan debu (silt) akan terangkut secara terlarut dan melayang pada kolom air (suspended load transport). Sedangkan partikel berukuran lebih besar seperti pasir (sand) akan terangkut dengan cara merayap, melompat, dan berguling pada dasar sungai (bed load transport).
Peningkatan laju erosi dilihat dari nilai laju ekspor sedimen yang dihasilkan pada outlet DAS. Semakin banyak sedimen yang terangkut hingga titik pengeluaran DAS, semakin tinggi laju erosi pada DAS tersebut. Berdasarkan nilai sedimen total yang terangkut hingga titik pengeluaran DAS (laju ekspor sedimen), tingkat erosi dapat diklasifikasikan menjadi (Mulyanto, 2006):
i. Tingkat erosi normal, dengan laju ekspor sedimen rata-rata antara 0-3000ton/km2/tahun,
ii. Tingkat erosi kritis, dengan laju ekspor sedimen rata-rata antara 3000-10000ton/km2/tahun, dan
iii. Tingkat erosi super kritis, dengan laju ekspor sedimen rata-rata di atas 10000ton/km2/tahun.
II. 2 Model Proses Erosi
Model proses erosi dibangun untuk mengestimasi total sedimen yang diekspor suatu sistem DAS (Y). Y diestimasi berdasarkan nilai laju erosi dan sediment delivery ratio.
II. 2. 1 ModelSediment Delivery Ratio (SDR)
SDR menyatakan rasio perbandingan antara sedimen yang terekspor keluar sistem DAS (Y) dengan sedimen yang tererosi dari sumbernya (E) sebagai:
E Y
=
SDR
(2.1) SDR diestimasi berdasarkan proses fisik angkutan sedimen pada lereng DAS dan jaringan saluran (Lu et al., 2003; Sivapalan et al., 2001). Efisiensi pengangkutan sedimen yang tererosi dipengaruhi oleh waktu tempuh medium pengangkut sedimen yaitu aliran air. Waktu tempuh aliran air dihitung dengan:
V D t=
(2.2) dengan D = jarak tempuh aliran dan V = kecepatan aliran. D merupakan hasil penurunan peta topografi. V dipengaruhi oleh kemiringan lereng, intensitas curah hujan, dan koefisien kekasaran permukaan. V dihitung pada lereng DAS dan sistem saluran. Pada lereng DAS, V dihitung dengan (Overton & Meadows, 1976):
( )
6 . 0 3 . 0 4 . 0 n s L i V = e (2.3) dengan ie = kelebihan tingkat curah hujan, L = jarak tempuh aliran sungai, s = kemiringan, sedangkan n = koefisien kekasaran permukaan Manning. Pada jaringan saluran,V dihitung dengan (Haanet al., 1994):5 . 0
as
V = (2.4)
dengans = kemiringan dana = koefisien kekasaran permukaan dasar sungai. SDR dipengaruhi oleh waktu tinggal partikel sedimen (residence time). Waktu tinggal sedimen menyatakan durasi waktu yang diperlukan sedimen untuk tinggal di suatu tempat. Waktu tinggal sedimen sebanding dengan waktu tempuh aliran. Waktu tinggal sedimen dihitung pada sistem lereng DAS dan jaringan saluran sebagai: ( hws) hw h t e t = γ (2.5) ( nws) nw n t e t = γ (2.6) dengan thw = waktu tempuh aliran pada lereng bukit, tnw = waktu tempuh pada jaringan saluran, h dan n adalah faktor yang berbanding terbalik dengan dengan aliran air, h =hh-1 dan n =hn-1, dengan hh = kedalaman aliran lereng bukit,hn = kedalaman aliran jaringan sungai, sedangkanws = kecepatan jatuh sedimen.
Efisiensi pengangkutan sedimen yang tererosi (SDR) diestimasi dengan menggunakan persamaan eksponensial sebagai:
untuktn thdanth 0: − − − − − − − = h er h n h n er h n n t t t t t t t t t t exp 1 exp 1 SDR (2.7) untuktn =th: .... 3 1 2 1 SDR 3 3 2 2 + − = n er n er t t t t (2.8)
dengan ter = durasi curah hujan efektif yang merupakan fungsi dari curah hujan rata-rata.
II. 2. 2 Model Laju Erosi (E)
Partikel tanah yang tererosi dari sumbernya dihitung dengan model empirik Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier & Smith, 1978) sebagai:
CKR L E= s
(2.9) dengan E = laju erosi, LS = indeks kemiringan, C = faktor tutupan lahan, K = erodibilitas, danR = erosivitas.
Faktor C merupakan nilai yang menyatakan pengaruh tutupan lahan terhadap erosi. Pengaruh tutupan lahan terhadap erosi adalah melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan dengan menurunkan kecepatan dan memperkecil diameter air hujan, dan menurunkan kecepatan dan volume aliran air.
Erosivitas R merupakan nilai yang menyatakan besarnya gaya eksternal yang berasal dari curah hujan untuk melepaskan partikel sedimen dari permukaan tanah.
Erodibilitas K merupakan nilai yang menyatakan mudah tidaknya partikel sedimen terkelupas dari lapisan tanah oleh limpasan air permukaan. Sifat tanah yang dominan dalam menentukan erodibilitas adalah tekstur tanah dan kapasitas infiltrasi (Asdak, 1995).
II. 3 Data Masukan
Data masukan yang digunakan untuk mengestimasi laju erosi dan ekspor sedimen adalah:
1. Digital Elevation Model (DEM) sebagai hasil ekstraksi dataShuttle Radar Topographic Mission (SRTM).
2. Peta jenis tanah. 3. Peta tutupan lahan. 4. Peta curah hujan.
Data SRTM diproduksi oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) tahun 2001. SRTM memiliki resolusi spasial 90m dan ketelitian vertikal 16m (Rodriguez, 2005). DEM SRTM dapat diturunkan menjadi kemiringan dan panjang aliran (Jenson & Domingue, 1988) (Gambar 2.3). Kemiringan dihitung dengan membandingkan beda tinggi satu piksel dengan piksel sekelilingnya. Panjang aliran ditentukan dari arah aliran dan akumulasi aliran. Arah aliran ditentukan berdasarkan nilai piksel pada setiap piksel DEM dengan mencari nilai piksel terkecil di sekelilingnya. Air akan mengalir ke piksel dengan nilai terkecil. Akumulasi aliran menyatakan piksel yang menjadi titik pengeluaran dari beberapa arah aliran. Total jarak aliran dari awal hingga titik pengeluran DAS disebut panjang aliran. Jarak lurus antara dua piksel sesuai dengan resolusi DEM yaitu 90m, sedangkan jarak diagonal yaitu 90 2m.
Peta jenis tanah digunakan untuk menentukan kapasitas penyerapan air dan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Menurut tingkat kepekaannya terhadap erosi, jenis tanah dikelompokkan menjadi lima jenis (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah-RLKT, 1985):
i. Jenis tanah tidak peka terhadap erosi, yaitu: aluvial,gley, hidromorfik, dan laterik.
ii. Jenis tanah agak peka terhadap erosi, yaitu: latosol.
iii. Jenis tanah kepekaannya sedang terhadap erosi, yaitu: brown forest soil, non calcic brown forest soil, dan mediteran.
iv. Jenis tanah peka terhadap erosi, yaitu: andosol, laterik, gramosol, podsol, dan podsolik.
v. Jenis tanah sangat peka terhadap erosi, yaitu: regosol, litosol, organosol, dan renzina.
Adapun sebaran jenis tanah pada DAS Krueng Aceh tersaji pada Gambar 2.4. Peta jenis tanah ini bersumber dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitnak) Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan skala 1:250000.
Gambar 2.4 Peta Jenis Tanah
Peta tutupan lahan digunakan sebagai pertahanan DAS terhadap energi pembangkit erosi dan menentukan daya tampung air di permukaan tanah. Peta tutupan lahan bersumber dari Badan Perencana Pembangunan Daerah Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam (BAPPEDA NAD) dengan skala 1:100000. Peta ini merupakan hasil klasifikasi dari citra LANDSAT pada tahun 2005 (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Peta Tutupan Lahan
Peta curah hujan rata-rata digunakan untuk menentukan besarnya intensitas energi pembangkit erosi dan besarnya pasokan air ke permukaan tanah. Peta curah hujan tahunan DAS Krueng Aceh tersaji pada Gambar 2.6. Peta ini bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).