• Tidak ada hasil yang ditemukan

Qua Vadis Pemberlakuan Pkpu Nomor 7 Tahun 2015 dan Pkpu Nomor 5 Tahun 2015 terhadap Partisipasi Pemilih Masyarakat dalam Pilkada 2015 di Provinsi Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Qua Vadis Pemberlakuan Pkpu Nomor 7 Tahun 2015 dan Pkpu Nomor 5 Tahun 2015 terhadap Partisipasi Pemilih Masyarakat dalam Pilkada 2015 di Provinsi Bali"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

49 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

QUA VADIS PEMBERLAKUAN PKPU NOMOR 7 TAHUN 2015 DAN PKPU

NOMOR 5 TAHUN 2015 TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH MASYARAKAT DALAM PILKADA 2015 DI PROVINSI BALI

Oleh :

Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pendidikan Nasional Denpasar

Abstract

Changes to the substance of the legislation are followed the regulatory changes in the underlying consequences. Likewise, changes election law, which gave birth to more technical arrangement of elections in 2015, especially on the campaign Unison. Efforts pairs of candidates in the campaign for voters was allegedly bound by very strict rules. On the other side of the KPU as election organizers also sought over resources and efforts through socialization, voter education and to increase voter participation. Hopes implementation of elections Unison 2015 to realize realize the election of regional heads who have the competence, integrity and capability as well as meet the elements of acceptability has not been followed by public participation optimally.

Keywords: Election, Campaign, Socialization, Public Participation.

Abstrak

Perubahan substansi peraturan perundang-undangan yang diikuti dengan perubahan peraturan di bawahnya membawa konsekuensi. Demikian juga dengan perubahan yang terjadi Undang-undang Pilkada, yang melahirkan pengaturan lebih teknis pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 khususnya pada kampanye. Upaya pasangan calon dalam kampanye untuk meraih suara pemilih disinyalir terbelenggu oleh aturan yang sangat ketat. Pada sisi lain KPU sebagai penyelenggara Pemilu juga berupaya sekuat daya dan upaya melalui sosialisasi, pendidikan pemilih dan untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Harapan dilaksanakannya Pilkada Serentak 2015 untuk mewujudkan mewujudkan keterpilihan kepala daerah yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas belum diikuti dengan partisipasi masyarakat secara optimal.

Kata Kunci: Pilkada, Kampanye, Sosialisasi, Partisipasi Masyarakat.

A. PENDAHULUAN

Sebagai salah satu produk hukum nasional yang kelahirannya menjadi salah satu penanda kemajuan pembangunan di

bidang hukum, penerbitan peraturan perundang-undangan termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 juga mengalami perjalanan panjang dan berliku. Undang-Undang Nomor 8 Tahun

(2)

50 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nmor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang mengatur berbagai hal piranti ketentuan yang menjadi pedoman bagi Penyelenggara Pemilu dalam rangka mewujudkan keterpilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas. Secara umum UU No. 8 Tahun 2015 juga mengatur ketentuan-ketentuan teknis penyelenggaraan Pilkada seperti metode kampanye, dana kampanye, larangan yang harus diperhatikan dalam kampanye, cuti bagi pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kampanye dan lainnya. Berdasarkan fungsi regulator dan hirarkhi kewenangan yang dimilikinya KPURI kemudian merumuskan peraturan teknis yang lebih detail dengan menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), termasuk untuk kegiatan kampanye dalam Pilkada serentak ini.

Pada penghujung tahun 2015 ini bangsa Indonesia patut berbangga telah berhasil mewujudkan Pilkada Serentak dengan tertib, aman, lancar dan damai. Euforia dan gegap gempita pelaksanaan

Pilkada seperti Pemilu-pemilu sebelumnya memang tidak tampak pada Pilkada serentak yang diikuti oleh 269 Kabupaten/Kota dan 6 Provinsi seluruh Indonesia ini. Pemilu Presiden (Pilpres) yang diramaikan oleh tingkat kompetisi yang tinggi di antara dua pasangan calon, sementara dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) yang semarak dengan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) mulai dari baliho, spanduk, iklan di media cetak dan elektronik yang dipasang oleh para calon anggota legistatif, semua keramaian itu memang tidak tampak pada Pilkada Serentak ini. Tetapi justru kelancaran Pilkada Serentak 2015 ini menjadi pertanyaan berbagai kalangan, sebagian masyarakat mempertanyakan keseriusan para pasangan calon dalam menjadi peserta Pilkada 2015 ini terlebih yang bertarung melawan petahana. Masyarakat mencermati dan menyoroti sepak terjang paslon, terutama terkait aktivitasnya dalam pelaksanaan kampanye yang tampaknya tidak menggunakan masa kampanye dengan baik dan penuh antusiasme. Padahal kampanye sendiri adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilu (baca : di Indonesia KPU) kepada semua kontestan, baik partai politik atau perorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat

(3)

51 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

agar memberikan suara kepada mereka sewaktu pecoblosan1. Sementara Norris menyoroti kampanye politik sebagai suatu proses komunikasi politik, dimana partai politik atau kontestan individu berusaha mengkomunikasikan ideology atau program kerja yang mereka tawarkan. Mencermati pendapat Lilleker dan Norris

tersebut, sesungguhnya masa kampanye adalah kesempatan yang harus dimanfaatkan oleh pasangan calon untuk mendekatkan diri dengan masyarakat calon pemilih, kesempatan untuk meraih simpati, memberikan kesan (image)

positif, mempengaruhi dan memberikan persepsi positif, meyakinkan, membujuk dan mengingatkan masyarakat akan program kerja yang mereka tawarkan untuk masa lima tahun ke depan.

Berdasarkan pengamatan peneliti, selama masa kampanye yang berlangsung dalam kurun waktu cukup panjang yaitu 3 (tiga) bulan euphoria kampanye memang tidaklah tampak. Para kontestan seolah enggan memanfaatkan metode-metode kampanye yang telah dipersiapkan, diatur, dan difasilitasi KPU. Pilkada serentak 2015 ini juga diwarnai dengan penurunan angka partisipasi memilih masyarakat, jika dibandingkan dengan angka partisipasi saat Pileg dan Pilpres bahkan

1Firmanzah, Marketing Politik Antara

Pemahaman dan Realitas, Penerbit Obor Indonesia, 2012, Jakarta, hal. 271.

juga pada Pilkada sebelumnya. Fenomena ini terjadi hampir disemua daerah di Indonesia, pada enam kabupaten/kota di Provinsi Bali (Denpasar, Badung, Tabanan, Jembrana, Bangli, Karangasem) yang menyelenggarakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota penurunan angka partisipasi pemilih juga menjadi sorotan berbagai pihak. Target capaian partisipasi memilih masyarakat yang ditargetkan secara nasional sebesar 77,5% tidak dapat terpenuhi. Sorotan masyarakat tentu tidak saja tertuju pada kurangnya keaktifan pasangan calon dalam melakukan kampanye, tetapi juga mempertanyakan kinerja dan peraturan yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU (Komisi Pemilihan Umum). Berbagai kalangan mensinyalir bahwa Peraturan KPU No. 7 Tahun 2015 yang mengatur tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah membelenggu dan membatasi ruang gerak pasangan calon dalam berkampanye. Sementara itu di lain pihak KPU secara terus-menerus dan bekerja keras melakukan sosialisasi dengan berpedoman pada PKPU No.5 Tahun 2015 Tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati

(4)

52 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa peraturan KPU tersebut disusun dengan tujuan mulia, untuk mencegah terjadinya konflik antar pasangan calon sebagai peserta pemilu, efisiensi penggunaan anggaran, mempertahankan estetika keindahan wilayah. Mengingat pada pemilu-pemilu sebelumnya alat peraga kampanye yang terpasang pada masa kampanye dipandang merusak estetika kewilayahan, banyak baliho, spanduk, billboard terpasang hampir di semua sudut wilayah, bahkan sampai terpasang di pohon-pohon perindang, ditempel pada semua dinding bangunan, dan juga pada rambu-rambu lalu lintas, tanpa peduli apakah tempat pemasangan itu fasilitas umum, milik pribadi bahkan juga terpasang pada tempat-tempat ibadah. Menariknya justru pada kondisi seperti di ataslah kemeriahan dan suasana pesta demokrasi dari Pemilu itu sangat dirasakan warga, yang juga menambah antusiasme masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.

Demikian juga halnya dengan upaya KPU untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui serangkaian kegiatan sosialisasi dengan tujuan untuk memastikan bahwa masyarakat mengetahui hak pilihnya, cara menggunakan hak pilihnya dengan baik

dan benar. Upaya tersebut tidak saja dilakukan saat tahapan Pemilu, tetapi juga dilakukan secara berkelanjutan melalui pendidikan pemilih melalui kerjasama dengan stakeholder. Maka dapat dinyatakan bahwa upaya meningkatkan partisipasi masyarakat sesungguhnya telah dilakukan oleh peserta pemilu, dan juga oleh KPU sebagai Penyelenggara Pemilu. Tetapi harapan tersebut belum dapat dicapai secara optimal dalam Pilkada Tahun 2015 ini. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk mengupas dan mencermati lebih lanjut pemberlakuan PKPU No.5 dan PKPU No.7 Tahun 2015 terhadap partisipasi pemilih yang mengalami penurunan cukup tinggi.

B. PEMBAHASAN

1. Kiprah KPU dalam Sosialilasi dan Partisipasi Masyarakat

Berbagai upaya dilakukan oleh KPU dalam menyukseskan Pilkada 2015 sesuai dengan jenjang hirarkhinya, hal ini tidak terlepas dari amanah Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan

Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota. Dapat diartikan jika kegiatan sosialisasi dan partisipasi masyarakat menjadi tanggung jawab semua elemen KPU

(5)

53 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

dengan didukung dan difasilitasi oleh sekretariat.

Maka dari hal tersebut, KPU memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Supervisi KPU Provinsi dalam Sosialisasi & Partisipasi Pilkada 2015 Penyelenggaraan Pilkada Serentak di Provinsi Bali, yang hanya diikuti oleh satu Kota yaitu Denpasar untuk memilih Wali Kota dan Wakil Wali Kota, serta lima Kabupaten yaitu Badung, Tabanan, Jembrana, Bangli dan Karangasem untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati. Sementara Pilkada Kabupaten Buleleng akan digelar Bulan Februari Tahun 2017 sesuai dengan agenda nasional, sedangkan Kabupaten Klungkung dan Gianyar serta Provinsi Bali untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur direncanakan pada Bulan Juni Tahun 2018, hal tersebut diatur pada UU No. 8 Tahun 2015 Pasal 201.

Meskipun tidak melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPU Provinsi Bali sesuai dengan fungsi supervisi dan koordinasi yang dimilikinya, KPU Provinsi Bali menekankan kelompok sasaran yang harus mendapat perhatian terutama kelompok pemilih dengan kebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas, masyarakat di wilayah perbatasan, terpencil, penghuni lapas, pasien dan pekerja di rumah sakit, sebagaimana

diatur pada PKPU No.5 Tahun 2015 Bab II Pasal 14.

Berdasarkan pengamatan langsung tampaknya pihak KPU Provinsi menekankan pentingnya perhatian terhadap pemilih berkebutuhan khusus yang masing-masing daerah bisa berbeda kelompok masyarakatnya, serta cara pendekatannya.

Untuk Kota Denpasar, kelompok berkebutuhan khusus yang perlu mendapat perhatian seperti, penyandang disabilitas, dan pekerja profesional, pekereja profesional yang dikelompokkan menjadi pemilih berkebutuhan khusus, pihak KPU Provinsi Bali menyatakan bahwa ada kecendrungan para pekerja tidak menggunakan hak pilihnya karena alasan tidak mendapat ijin dari perusahaan tempatnya bekerja, karena pelayanan hotel terus berlangsung setiap hari tanpa kecuali.

Sementara untuk Kabupaten Tabanan KPU Provinsi memberi arahan agar KPU Tabanan memberikan atensi khusus daerah yang angka partisipasinya rendah. Pada Kabupaten Jembrana, pihak KPU Provinsi menginstruksikan agar KPU Jembrana melakukan sosialisasi intensif di daerah-daerah perbatasan, daerah yang banyak dihuni oleh pekerja buruh pelabuhan seperti Gilimanuk. Sedangkan untuk Kabupaten Bangli, pemilih berkebutuhan khusus yang perlu

(6)

54 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

mendapat perhatian sosialilasi adalah pemilih di daerah Kintamani, rumah sakit jiwa, rutan, dan rumah sakit umum.

Untuk Kabupaten Karangasem, pemilih berkebutuhan khusus yang dianjurkan untuk mendapat atensi adalah penduduk di daerah-daerah terpencil, daerah perbatasan, yang bahkan jumlahnya lebih banyak dari Kabupaten Bangli.

Metode sosialisasi yang dianjurkan oleh KPU Provinsi, selain yang tercantum pada PKPU No. 5 Tahun 2015 adalah sosialisasi dengan menggunakan mobil keliling. Pendidikan Pemilih adalah bagian penting untuk menumbuhkan kesadaran pemilih, dimana KPU Provinsi Bali secara intensif melaksanakan kegiatan tersebut ke seluruh kabupaten di Bali termasuk pada kabupaten yang tidak menyelenggarakan Pilkada. Segmen masyarakat yang perlu mendapat perhatian adalah perempuan, disabilitas, marginal, tokoh agama, dan pemilih pemula, media massa, daerah yang cukup sering terjadi konflik. Sasaran berikutnya adalah daerah terpencil, daerah yang rendah angka partisipasinya, daerah yang terkena bencana, baik bencana alam maupun sosial. Materi yang diberikan dalam pendidikan pemilih meliputi pentingnya Pendidikan Pemilih, Demokrasi, Pentingnya Pemilu, sejarah Pemilu, Partisipasi Masyarakat,

Kelembagaan KPU, Siklus Pemilu, dan Tahapan Pemilu. Pada kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada unsur sosialisasi tahapan lebih banyak dilakukan.

Sebagaimana penjelasan yang diutarakan oleh pihak KPU Provinsi Bali yang menyatakan bahwa :

Kegiatan pemilih diselenggarakan atas beberapa pertimbangan. Semakin banyaknya muncul pemilih yang pragmatis, masyarakat memuja tekonologi, vote-buying (politik uang) masih terjadi, meningkatnya pemilih non-partisan, masyarakat masih beranggapan jika politik adalah sesuatu yang harus dijauhi, semakin menurunnya kesukarelaan masyarakat terlibat dalam proses politik, dan tingkat partisipasi yang mengalami penurunan terutama dari Pileg ke Pilpres.

Kondisi ini jika dicermati secara teoritis sangat relevan dengan Teori Perubahan Sosial, maka realisasi kegiatan pendidikan pemilih juga melibatkan stakeholder lainnya, karena tanggung jawab kesuksesan Pemilu sesungguhnya bukan pada KPU semata. Selain pendidikan pemilih dengan mengunjungi langsung segmen masyarakat di kabupaten/kota, KPU Provinsi menerima kunjungan dari siswa sekolah dan mahasiswa dari perguruan tinggi di Gedung KPU Provinsi Bali untuk belajar tentang seluk-beluk Kepemiluan.

Partisipasi Masyarakat juga merupakan kegiatan yang sangat penting,

(7)

55 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

KPU Provinsi Bali dalam fungsi supervisinya juga menyusun SOP untuk menjadi pedoman bagi KPU Kabupaten/Kota. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah mengadakan pemantauan, dimana sesuai tahapan Pemilihan pendaftaran dimulai sejak tanggal 2 Mei 2015. Pihak KPU Provinsi melalui divisi sosialisasinya menyatakan bahwa mereka menyusun SOP dengan sangat detail, seperti syarat yang harus dipenuhi, hak dan kewajiban dari lembaga pemantau. Format tanda pengenal juga diatur dalam SOP tersebut.

Dengan demikian terjadi keseragaman pada masing-masing kabupaten yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah. Selain pemantauan, bentuk partisipasi masyarakat lainnya adalah survey, jajak pendapat, hitung cepat yang juga harus mengikuti aturan yang diatur pada PKPU No.5 Tahun 2015. Jika dicermati langkah KPU Provinsi dalam supervisi sangatlah mendetail. Sehingga konsep partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum dapat diterapkan dalam proses pemilihan.

b. KPU Kabupaten/Kota dalam Sosialisasi & Partisipasi Pilkada 2015 Sebagai pelaksana langsung Pilkada 2015, 6 KPU Kabupaten/Kota di Bali melakukan kegiatan sosialisasi secara optimal, sesuai dengan arahan dari KPU Provinsi Bali baik yang telah dituangkan dalam SOP.

Sosialisasi dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota melalui beberapa metode, seperti mobilisasi pemilih dalam acara pentas budaya yang dilakukan oleh semua kabupaten/kota.

Untuk segala kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU kabupaten memilih dilakukan pada hari minggu. Sosialisasi dengan menyasar pemilih secara langsung, seperti sosialisasi di pasar-pasar tradisional sambil menyebarkan bahan sosialisasi berupa

pamphlet, leaflet, brosur, tas kain dan lain-lain yang semuanya berisi ajakan memilih, mengingatkan hari-H Pilkada 9 Desember 2015.

Bali yang dikenal dengan local geniusnya seperti organisasi masyarakat adat yang terhimpun dalam karma banjar, dimana banjar merupakan pusat dari aktifitas masyarakat sebagai tempat berkumpul yang disebut paruman banjar. Forum ini dipandang sangat efektif sebagai ajang sosialisasi, dikarenakan paruman tersebut dihadiri

(8)

56 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

oleh karma banjar yang biasanya kepala keluarga. Sosialisasi juga diarahkan pada forum pemuda, seperti sekeha teruna-teruni, karang taruna, yang telah memiliki hak pilih dan organisasi wanita seperti PKK.

Pada intinya KPU khususnya divisi sosialisasi keenam kabupaten/kota berusaha memastikan bahwa semua elemen masyarakat telah tersentuh sosialisasi pemilihan, mengetahui informasi-informasi penting terkait penyelenggaraan Pilkada.

2. Kampanye dan Problematikanya dalam Pilkada 2015

Masa kampanye dalam tahapan Pilkada Serentak 2015 ini tergolong cukup panjang, dimulai dari tanggal 27 Agustus sampai 5 Desember 2015 tepatnya tiga hari setelah ditetapkannya pasangan calon bupati dan wakil bupati/wali kota dan wakil wali kota.

Dalam pembukaan kampanye, KPU kabupaten/kota kemudian menyusun zona kampanye yang akan dijadikan patokan oleh pasangan calon beserta tim kampanye dalam melakukan berbagai kegiatan seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog serta kegiatan lainnya.

Komponen yang memegang peranan penting dalam kampanye adalah :

a. Tim Kampanye

b. Penghubung Pasangan Calon

Sesuai dengan Ketentuan Umum PKPU No. 7 Tahun 2015 tim kampanye dan penghubung ini berperan melakukan koordinasi dengan pihak KPU terkait kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon, seperti waktu, tempat, sasaran, bentuk kegiatan yang akan dilakukan agar tidak menyalahi aturan yang telah ditetapkan.

Realisasi dari ketentuan dalam Undang-Undang dan PKPU yang mengatur tentang kampanye, khususnya kewajiban KPU untuk memfasilitasi pengadaan alat peraga dan bahan kampanye telah dilakukan oleh KPU kabupaten/kota.

Kelompok kerja (Pokja) kampanye KPU kabupaten/kota mengakui jika keterbatasan dana menjadi kendala pengadaan APK tersebut, sebab pihak KPU kabupaten/kota telah menyusun anggaran sejak tahun 2013 dimana saat itu aturan bahwa kampanye difasilitasi oleh KPU belum ada. Pihak KPU kabupaten/kota mengajukan dana kepada pemerintah daerah, karena sesuai amanat undang-undang Pilkada didanai oleh APBD (Anggaran Pendapat Belanja Daerah). Sehingga pada beberapa daerah yang PAD (Pendapat Asli Daerah) rendah seperti Bangli, hal tersebut cukup

(9)

57 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

menyulitkan, dan tidak dimungkinkan mengajukan anggaran kembali. Sementara dalam pengadaannya oleh KPU kabupaten/kota dengan melibatkan pihak rekanan, terdapat batasan terkait penggantian APK dari segi jumlah sehingga tidak mudah bagi pihak KPU untuk melakukan penggantian APK yang rusak tersebut. Lebih lanjut pihak KPU kabupaten/kota juga menyatakan cukup direpotkan dengan laporan dari tim kampanye seperti APK yang jatuh karena angin, APK yang terkena pohon tumbang, bahkan APK yang posisinya miring-pun selalu dikeluhkan oleh tim kampanye untuk dilakukan perbaikannya. Antara kewajiban untuk memfasilitasi, sementara di satu sisi KPU dihadapkan pada kondisi personil jajaran terbatas, beban pekerjaan dan tanggung jawab yang besar. Bahkan pihak KPU Badung merasa seperti perusahaan periklanan/advertising, yang setiap saat harus siap memperbaiki APK yang rusak.

Pada masa kampanye kegiatan dari paslon dan timnya juga tampak sangat terbatas, frekuensi kunjungan yang biasanya dikemas dalam simakrama, kunjungan ke pasar tradisional, pengobatan gratis atau kegiatan lain intensitasnya sangat kecil. Hal tersebut tidak saja tampak dari paslon yang maju untuk kedua kalinya, tetapi juga dilakukan

oleh paslon yang baru pertama bertarung meraih jabatan kepala daerah. Bahkan pertemuan tatap muka dan dialog dengan melibatkan massa yang cukup banyak, serta menghadirkan juru kampanye tingkat nasional tercatat dilakukan satu kali, hanya terjadi di Karangasem dan Badung. Sementara di empat daerah lainnya tidak dilakukan oleh paslon yang berkompetisi. Kampanye di media massa cetak dan elektronik dilakukan dalam waktu yang terbatas, yaitu 14 hari sebelum dimulainya masa tenang. Sesuai aturan kampanye jenis inipun difasilitasi oleh KPU, dengan memuat di media cetak seperti koran, dan menayangkan di stasiun televisi sedang tim kampanye hanya menyerahkan desain saja. Keterbatasan anggaran juga menjadi faktor rendahnya frekuensi penayangan dan pemuatan iklan kampanye, beberapa daerah menayangkan hanya pada saat live debat public saja, atau hanya pada waktu-waktu yang terdekat dari masa tenang. Tentunya hal ini dimaksudkan untuk semakin mengingatkan masyarakat bahwa Pilkada sudah sangat dekat.

Debat publik pada masa kampanye ini juga terlihat berbeda dengan pilkada sebelumnya, sesuai aturan mekanmisme acara ditetapkan dengan keputusan KPU setelah berkoordinasi dengan tim kampanye. Moderator menjadi kendali

(10)

58 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

yang utama, karena para penelis tidak mengajukan pertanyaan yang bersifat menguji secara langsung kepada paslon, jadi dibacakan oleh moderator. Moderator juga dilarang memberikan komentar, penilaian dan kesimpulan terhadap penyampaian materi debat setiap paslon. Berdasarkan hasil pengamatan langsung dalam acara live debat publik yang disiarkan oleh stasiun televisi, untuk memberikan semangat dalam bentuk tepuk tangan-pun para penonton yang terdiri dari para pendukung harus seijin aba-aba dari moderator. Jadi acara tersebut memang berjalan tertib, tetapi tidak tampak suasana debat pada umumnya. Alokasi dana yang terbatas juga menyebabkan KPU kabupaten/kota mengadakan debat publik berbeda intensitasnya. Hanya Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yang mengadakan debat publik tiga kali, Tabanan dan Karangasem sebanyak dua kali, Jembrana dan Bangli hanya sekali. Pada saat jeda ditayangkan iklan layanan masyarakat tentang sosialisasi Pilkada, dan jika debat publik diadakan pada masa kampanye media elektronik maka ditayangkanlah iklan kampanye dari paslon. Kondisi masyarakat yang saat ini sudah sebagian besar memanfaatkan informasi teknologi dalam keseharian aktivitasnya, maka kampanye melalui media sosial juga

dilakukan oleh pasangan calon dan tim kampanye, sesuai dengan aturan yang ditetapkan KPU. Pada tataran praktek ini terjadi komunikasi politik yang didefinisikan sebagai gaya, cara, metode yang dipergunakan aktor politik dengan masyarakat dalam upaya kampanye yang mereka lakukan untuk meraih suara dalam konstelasi Pemilu.

Secara umum kampanye berjalan tertib, lancar, dan damai tetapi masyarakat luas masih tidak terbiasa dengan hal tersebut. Masyarakat mempertanyakan sedikitnya baliho, spanduk dan umbul-umbul yang terpasang, mempertanyakan tidak adanya rapat umum yang menunjukkan kemeriahan Pilkada karena sering diikuti dengan pawai dan konvoi kendaraan dari peserta rapat umum. Pasangan calon dan tim kampanye juga tidak terbiasa menggunakan kreativitas kampanye bentuk lain yang diperbolehkan dalam aturan PKPU No.7 seperti bazaar, pentas seni, panen raya, sepeda santai, donor darah, dan lain-lain.

3. Realitas Partisipasi Memilih Pilkada Tahun 2015

Kerja keras KPU dalam melakukan sosialisasi Pilkada, serta upaya paslon dan tim kampanye-nya akhirnya terlihat pada capaian tingkat partisipasi masyarakat pada enam kabupaten/kota

(11)

59 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

yang menyelenggarakan Pilkada di Provinsi Bali. Berikut adalah tampilan data partisipasi pemilihan kepala daerah Tahun 2015 dan juga dari pemilu-pemilu sebelumnya:

a. Data Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Legislatif

Untuk Kota Denpasar 64,80% (tahun 2009), 73,16% (tahun 2014). Kabupaten Badung sebesar 77,60% (tahun 2004), 80.60% (tahun 2009), 80,88% (tahun 2014). Kabupaten Tabanan sebesar 92,35% (tahun 2004), 87,08% (tahun 2009), 84,36% (tahun 2014). Angka partisipasi Kabupaten Jembrana 75,79% (tahun 2009), 76,81% (tahun 2014). Sedangkan Kabupaten Bangli sebesar 87,40% (tahun 2004), 77,88% (tahun 2014). Kabupaten Karangasem 78,19% (tahun 2009), 76,79% (tahun 2014). b. Data Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden

Pada Kota Denpasar sebesar 68,70% (tahun 2009), 79% (tahun 2014). Kabupaten Badung 78,10% (tahun 2009), 77,79% (tahun 2014). Kabupaten Tabanan 90,91% (tahun 2004), 84,16% (tahun 2009), 82,72% (tahun 2014). Kabupaten Jembrana sebesar 74,33% (tahun 2009), dan 71,26% (tahun 2014). Kabupaten Bangli dengan angka partisipasi 84,23% (tahun 2004), dan 77,88% (tahun 2014). Untuk Kabupaten Karangasem sebesar

70,67% (tahun 2009), dan 63,64% (tahun 2014).

c. Data Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Kota Denpasar sebesar 68,11% (tahun 2013). Kabupaten Badung 66,34% (tahun 2013). Untuk Kabupaten Tabanan pada tahun 2008 sebesar 88,90%, 83,66% (tahun 2013). Kabupaten Jembrana sebesar 70,97% pada tahun 2013. Kabupaten Bangli 85,87% (tahun 2008), 80,91% (tahun 2013). Kabupaten Karangasem sebesar 69,78% (tahun 2013).

d. Data Pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota

Tahun 2005 untuk Kota Denpasar sebesar 60,31%, 61, 78% (tahun 2010), dan 57,64% (tahun 2015). Kabupaten Badung sebesar 77,25% (tahun 2005), 74,22% (tahun 2010), 68,88% (tahun 2015). Sedangkan Kabupaten Tabanan 91,31% (tahun 2005), 82,45% (tahun 2010), 77,32% (tahun 2015). Kabupaten Jembrana 73,56% (tahun 2010), 60,01% (tahun 2015). Sedangkan Kabupaten Bangli sebesar 88,05% (tahun 2005), 85,37% (tahun 2010), dan sebesar 77,28% (tahun 2015). Untuk Kabupaten Karangasem angka partisipasinya sebesar 78,31% (tahun 2005), 70,22% (tahun 2010) dan 65,55% (tahun 2015).

(12)

60 Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos., M.Si. Qua Vadis«

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Mengacu pada uraian di atas, kesimpulan yang dapat dirumuskan bahwa pemberlakuan PKPU No 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat, serta PKPU No. 7 Tahun 2015 tentang Kampanye memiliki tujuan positif. Tujuannya dalam rangka mewujudkan Pilkada Berintegritas, aman, damai, mencapai target partisipasi minimal 77,5% serta diikuti dengan kualitas dalam penyelenggaraannya. Tetapi dalam pelaksanaannya semua harapan itu tidak dapat dicapai, khususnya tingkat partisipasi pemilih yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masa kampanye tidak dimanfaatkan dengan optimal oleh pasangan calon. Mereka masih beranggapan jika masa kampanye idealnya didominasi oleh politik pencitraan melalui pemasangan alat peraga kampanye secara massif di seluruh titik. KPU sebagai pihak yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye memiliki keterbatasan baik sumber daya manusia, maupun sisi penganggaran.

2. Saran

Pilkada serentak yang menjadi tonggak kemajuan dan kematangan

demokrasi di Indonesia hendaknya dimaknai sebagai proses pembelajaran untuk menuju kesempurnaan. Maka perubahan-perubahan yang cukup ekstrem dari peraturan sebelumnya, perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan Pemilu-pemilu berikutnya. Kesiapan dari berbagai pihak seperti Penyelenggara Pemilu, Partai Politik, kelompok masyarakat yang berpotensi mengajukan calon perseorangan.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Firmanzah, 2012, Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.

Sumber Hukum

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, LN NO dan tambahan lembaran Negara

PKPU Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau WaliKota dan Wakil Walikota. PKPU Nomor 7 Tahun 2015 Tentang

Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau WaliKota dan Wakil Walikota.

Referensi

Dokumen terkait

Sljedeća postavljena podhipoteza koja se namjerava dokazati je: „Menadžment u javnome sektoru Šibensko-kninske županije ima manje učinkovit stil vođenja nego što

Penelitian dilakukan dengan mengambil contoh air laut, air sumur, plankton, substrat dan makrobenthos pada tiga perwakilan kondisi yaitu pada mangrove dengan tingkat ketebalan

Dalam hal pelarangan memberi recehan terhadap gelandangan dan pengemis (gepeng), pemerintah Yogyakarta telah memberi sanksi, baik terhadap peminta-minta maupun pihak yang

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Biologi dan mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada proses belajar

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 memasuki tahapan ke tiga (2015-2019) bertujuan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang

Menurut Aminullah (2003), ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam pendekatan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks, yaitu : (1) analisis kebutuhan,

30. Prestasi awal pemerintahan SBY adalah penyelesaian kasus GAM secara damai yang difasilitasi oleh ..... Program pemerintah SBY untuk mengatasi dampak kenaikan BBM pada tahun

6erdasarkan uraian di atas# kami akan menganalisis tentang  pengendalian internal yang diterapkan pada !T Telkom "ndonesia# Tbk  berdasarkan kerangka kerja