• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2018"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

oleh:

Bernadheta Oceania Monica NIM : 158114151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

oleh:

Bernadheta Oceania Monica NIM : 158114151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Pengasih yang selalu menyertaiku dikala suka maupun duka;

Untuk Papah,Mamah,Kakak,dan adikku yang menjadi sumber penyemangat; Untuk rekan dan teman seperjuanganku;

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan Syukur bagi Tuhan Yesus Kristus berkat anugerah-Nya yang melimpah serta kasih-Nya yang tiada tara, Bunda Maria yang telah menyampaikan doa dan harapan kepada Bapa di Surga, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Antibiotika di Apotek Wilayah Kabupaten Bantul tahun 2018” untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan demi meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat dipertimbangkan.Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orangtua tercinta Papa Wilhelmus Yuniarta M.Mar.Eng dan Mama Evia S.Pd.Sd yang selalu memberi anaknya semangat,cinta,doa,dukungan moral dan finansial yang telah diberikan selama ini,juga kakak tersayang Maria Brigita Octsea Maharani S.E dan tak lupa adik tersayang Olga Angely. Berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak,akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini,penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Kepada Ibu Dr. Christine Patramurti,Apt.selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

3. Kepada Ibu T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt yang telah bermurah hati meluangkan waktu untuk membimbing,memotivasi,dan memberikan kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Kepada Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc.,Apt dan Bapak Christianus Heru Setiawan, M.Sc.,Apt selaku dosen penguji yang telah membantu peneliti dalam menyempurnakan naskah skripsi.

(9)
(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAK... xii

ABSTRACT ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19

LAMPIRAN ... 21

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Profil Antibiotika yang paling sering diresepkan ... 8 Gambar 2. Perbedaan Frekuensi Resep Antibiotika berdasarkan indikasi ... 8 Gambar 3. Perbandingan jumlah apoteker pelayanan Permenkes RI... 17

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden ... 22

Lampiran 2.Informed Consent ... 25

Lampiran 3.Kuisioner Penelitian ... 26

Lampiran 4.Surat Keterangan Kelaikan Etik ... 29

Lampiran 5.Surat Izin Penelitian (Uji Pemahaman Bahasa,Validitas,Reliabilitas) ... 30

Lampiran 6.Surat Izin Penelitian ... 31

Lampiran 7.Hasil Uji Pemahaman Bahasa ... 32

Lampiran 8.Hasil Uji Validitas... 33

Lampiran 9.Hasil Uji Reliabilitas ... 34

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Karakteristik Responden ... 6

Tabel 2.Profil Pelayanan Resep Antibiotika di Apotek Kabupaten Bantul ... 9

Tabel 3.Karakteristik Pasien Penerima Antibiotika ... 10

Tabel 4.Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Antibiotika ... 14

(14)

xiii ABSTRAK

Antibiotika merupakan pengobatan utama dalam mengatasi permasalahan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Resistensi dapat terjadi akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Oleh karena itu, apoteker memegang peranan penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi apoteker, mengidentifikasi hambatan apoteker dan membandingkan pelaksanaan pelayanan antibiotika dengan Permenkes RI nomor 73 tahun 2016. Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental dengan survei deskriptif menggunakan cluster sampling. Kriteria inklusi berupa melayani minimal 5 resep antibiotika per minggu dengan ekslusi berupa mengisi kuisioner tidak lengkap dan tidak bersedia mengisi kuisioner.

Hasil penelitian ini menunjukkan persepsi apoteker dalam pelayanan antibiotika dengan persentase terbesar ialah pharmaceutical care terhadap pasien menjadi tanggungjawab apoteker (100%). Hambatan apoteker dengan persentase terbesar ialah pasien ragu mengungkapkan keluhannya (77,5%). Pelayanan kefarmasian belum sepenuhnya dilakukan yaitu home pharmacy care (12,5%), MESO (32,5%), dan pemantauan terapi obat (47,5%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah apoteker sudah memiliki persepsi bahwa mewujudkan pelayanan kefarmasian sesuai dengan Permenkes RI nomor 73 tahun 2016 merupakan peran penting apoteker, dilihat dari persentase terbesar pada kategori “pharmacist’s responsibilities” walaupun belum dilakukan secara optimal, terutama home pharmacy care, MESO, dan pemantauan terapi obat. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penghambat dari pasien dan apoteker.

(15)

xiv ABSTRACT

Antibiotics are the main treatment to resolve the problem of infectious diseases caused by bacteria.Resistance can occurs due to the irrational use of antibiotics. Therefore, pharmacists play an important role in the society to control resistance. This research aim to find out about the depiction of the pharmacists’ perception, the obstacles and the implementation of the Standard of Pharmaceutical Care in Pharmacies No. 73 in 2016 on Pharmaceutical services. This research includes the non-experimental research with descriptive survey design using cluster sampling. Inclusion criteria in the form of pharmacies serving antibiotic services with a minimum 5 recipes a week with exclusion in the form of the pharmacists filling in the incomplete questionnaires and unwilling to fill out the questionnaire sheet.

The research results showed that pharmacists' perceptions in antibiotic services with the highest is pharmaceutical-care toward patient is the responsibility of a pharmacist (100%). Obstacles experienced by pharmacists with the highest percentage : patients were hesitant to respond about complaints (77,5%). Pharmaceutical services have not been implemented are MESO (32,5%), home pharmacy care (12,5%), and drug monitoring therapy (47,5%). In conclusion, pharmacists already has the perception that the actualization of pharmaceutical service based on Standard of Pharmacies No.73 in 2016 is the important component of the pharmacists role, seen from the category of the questionnaire “pharmacist’s responsibilities”, even though the implementation of standard pharmaceutical service in Bantul district’s pharmacy has yet been fully done, especially in home pharmacy care, monitoring the medicine’s side effects, and monitoring the medication therapy, therefore this condition is based on several obstacles either from the patient or the pharmacist.

(16)

1 PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih menjadi sepuluh penyakit yang paling banyak ditemukan dalam negara berkembang khususnya,di Indonesia (Depkes, 2011). Pemberian antibiotika merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi. Sebagai salah satu jenis obat umum,antibiotika banyak beredar dimasyarakat dan masih ditemukan perilaku yang salah dalam penggunaan antibiotika, yang menjadi resiko terjadinya resistensi antibiotika,diantaranya: tidak menghabiskan atau menyelesaikan treatment antibiotika, membeli antibiotika secara bebas atau tanpa resep dokter, hanya berdasarkan pengalaman atau saran dari keluarga/teman, peresepan antibiotika secara berlebihan, kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat, adanya anggapan yang salah dimasyarakat bahwa antibiotika merupakan obat dari segala penyakit (Ikatan Apoteker Indonesia, 2016).

Dalam menghadapi permasalahan tersebut apoteker perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah perilaku, agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien, guna memberikan informasi yang benar, jelas, terkini, dan mudah dimengerti, terutama selama pemberian antibiotika. Pengetahuan dan komunikasi yang memadai pada apoteker tentang penggunaan antibiotika dapat mencegah terjadinya pengobatan yang kurang efektif, peningkatan resiko terhadap keamanan pasien dan meluasnya resistensi. Untuk menghindari hal-hal tersebut maka diperlukan praktik yang sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang sudah ditetapkan oleh Permenkes RI no 73 tahun 2016. Persepsi apoteker terhadap pelayanan antibiotika dapat menjadi salahsatu penilaian untuk melihat sejauhmana pemahaman dan peran apoteker dalam melaksanakan pelayanan antibiotika terutama di apotek.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Bantul tahun 2018 terdapat kasus penyakit pneumonia balita pada tahun 2017 sebanyak 1197 kasus, jumlahnya meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak 744 kasus (Dinas

(17)

2

Kesehatan Kabupaten Bantul, 2018). Hal tersebut menunjukkan bahwa banyaknya peresepan antibiotika untuk penyakit infeksi. Oleh sebab itu,penelitian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan persepsi apoteker terhadap pelayanan antibiotika, mendeskripsikan hambatan yang dialami apoteker, dan membandingkan kesesuaian pelaksanaan pelayanan antibiotika di apotek wilayah Kabupaten Bantul dengan Permenkes RI nomor 73 tahun 2016 terkait peresepan antibiotika.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian survey deskriptif. Penelitian ini dilakukan di apotek wilayah Kabupaten Bantul dalam beberapa cluster,bagian wilayah yaitu utara (Sewon), selatan (Imogiri), timur (Pleret), dan barat (Bantul) yang didapatkan dengan menggunakan cluster random sampling, setelah didapatkan kecamatan yang dipilih sebagai sampel daerah, selanjutnya dipilih apotek dengan menggunakan interval sampel yang diperoleh dengan membagi jumlah populasi dengan jumlah sampel yang sudah ditetapkan (Eriyanto, 2007). Menurut (Dinas Kesehatan Bantul, 2016) di kabupaten Bantul terdapat 125 apotek yang masih beroperasi. Pertama, interval yang didapat adalah 3,125 setiap apotek diberi nomor urut, untuk sampel pertama diambil secara acak, untuk sampel selanjutnya merupakan apotek dengan nomot urut yang sudah disesuaikan dengan interval.

Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu apoteker bekerja di apotek wilayah Kabupaten Bantul dan apotek melayani pelayanan antibiotika minimal 5 resep dalam seminggu. Kriteria ekslusi ialah apoteker mengisi kuisioner tidak lengkap dan tidak bersedia untuk mengisi lembar kuisioner. Untuk menentukan besarnya subjek penelitian, jumlah batas minimal yang harus diambil oleh peneliti yaitu sebanyak minimal 30 (Cohen,et al., 2007). Menurut (Sugiyono, 2011) jumlah pengambilan subjek penelitian minimal 30 yang dapat diterima dalam suatu penelitian. Untuk memudahkan dalam

(18)

3

penyebaran kuisioner berdasarkan cluster (wilayah) subjek penelitian ditambah 10, sehingga total subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah 40 responden. Kuisioner dibagi menjadi beberapa bagian yaitu karakteristik responden, gambaran pelayanan kefarmasian resep antibiotika, persepsi apoteker dalam pelayanan antibiotika, hambatan dalam pelayanan kefarmasian terutama antibiotika, dan penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Permenkes RI No.73 tahun 2016.

Studi Pendahuluan

Peneliti telah menyelesaikan proposal penelitian dan telah mendapatkan izin dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman dengan nomor izin:070/Kesbangpol/875/2019 untuk melakukan uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan uji reliabilitas. Peneliti juga telah mendapatkan izin dari BAPPEDA Kabupaten Bantul dengan nomor izin 070/Reg/0417/S1/2019 untuk izin penelitian dan pengambilan data yang telah memenuhi kelaikan etik (Ethical Clearance) dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana dengan nomor 911/C.16/FK/2019.

Pengujian Kuisioner

Pada pengujian kuisioner terdiri atas tiga yaitu uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan uji reliabilitas. Uji pemahaman bahasa bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pemahaman apoteker terhadap pertanyaan yang terdapat dikuisioner, kesalahan pengetikan, penyusunan kalimat dalam kuisoner.Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan menyebarkan kuisioner tersebut kepada tiga apoteker diluar populasi penelitian yang bersedia mengisi kuisioner. Uji validitas dilakukan untuk memastikan, sejauhmana tingkat interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh mempunyai makna yang setara antara kuisioner dengan peneliti (Moleong, 2017).

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan validitas isi, yang diestimasi melalui Professional Judgement, dalam penelitian ini ahli yang dimaksud ialah orang yang berpengalaman pada bidang yang diteliti pada penelitian (Azwar,

(19)

4

2007). Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan teknik triangulasi. Teknik triangulasi ialah teknik untuk memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu dari luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2017).

Dalam metode triangulasi dilakukan tiga tahapan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi feedback. Observasi dilakukan dengan mengunjungi apotek-apotek yang melayani antibiotika dan memberikan kuisioner kepada tiga apoteker untuk diisi dan melakukan wawancara singkat serta apoteker akan memberikan feedback berupa saran atau tanggapan terkait kuisioner dari apoteker yang akan dijadikan dasar untuk kuisioner sebelum disebar ke daerah sampel. Penyebaran dan Pengumpulan Kuisioner

Penyebaran kuisioner dengan membagikan kuisioner kepada apoteker-apoteker di apotek yang sudah terpilih dan memperkenalkan diri kepada apoteker-apoteker, menjelaskan maksud dan tujuan bertemu, dan meminta apoteker yang sudah bersedia menjadi responden untuk mengisi informed consent. Pengumpulan kuisioner yang sudah disi, dilakukan secara langsung dan menyesuaikan janji temu dengan apoteker.

Pengolahan dan Analisis Hasil

Pengolahan dengan proses editing meliputi pemeriksaan kelengkapan data, seperti konsistensi jawaban, kejelasan tulisan/ejaan pada pilihan jawaban, selanjutnya dikelompokan berdasarkan jawaban responden. Peneliti menetapkan definisi operasional, yang digunakan untuk memudahkan peneliti untuk memberikan kesimpulan pada bagian kuisioner tentang persepsi dan hambatan, apabila hasil yang didapatkan paling banyak pada kategori setuju, maka dapat disimpulkan bahwa apoteker setuju dengan hal tersebut, begitupula sebaliknya. Pada bagian kuisioner tentang Pelaksanaan Permenkes RI No.73 tahun 2016 setiap jawaban “ya diberi nilai 1 sedangkan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Untuk menghitung persentase tiap aspek tersebut, jumlah dari jawaban “ya” dibagi

(20)

5

dengan jumlah responden (40 responden). Hasil persentase dari tiap aspek dijumlahkan kemudian dibagi berdasarkan jumlah aspek untuk menentukan rata-rata persentase dari aspek yang dilaksanakan oleh apoteker sesuai dengan Permenkes RI.No 73 tahun 2016.

Dalam penyajian data tabel pada bagian persepsi dan hambatan dirangkum menjadi dua pilihan saja yaitu setuju dan tidak setuju, yang mana setuju merupakan jumlah dari pilihan sangat setuju dan setuju, sedangkan pilihan tidak setuju merupakan jumlah dari pilihan sangat tidak setuju dan tidak setuju. Menurut (Sujarweni, 2015) analisis data menggunakan statistik deskriptif yaitu pengolahan data untuk tujuan mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi. Peneliti melakukan tabulasi atau pembuatan tabel dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 yang memuat informasi data yang dianalisis dan data disajikan dalam bentuk grafik dengan persentase total 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kuisioner yang telah dibuat diuji isinya secara Profesional Judgement oleh apoteker-apoteker diluar wilayah sampel. Terdapat perbaikan pada kusioner dari uji pemahaman bahasa yang tertera pada lampiran 7. Setelah kuisioner telah dilakukan uji pemahaman bahasa, maka dilakukan uji validitas dengan membandingkan isi kuisioner dengan pustaka yang diacu yaitu Permenkes RI no.73 tahun 2016 dan Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotika. Didapatkan hasil uji validitas kuisioner yaitu perlu penambahan pertanyaan dan jurnal pendukung tentang Patient Perceptions and Behaviors pada bagian hambatan yang tertera pada lampiran 8. Uji reliabilitas dilakukan dengan triangulasi dengan metode observasi, wawancara singkat dan dokumentasi feedback, dimana feedback dijadikan dasar untuk kuisioner yang akan disebar. Didapatkan hasil pada pengujian reliabilitas kuisoner yaitu pada pernyataan

(21)

6

kuisioner “Saya dapat melakukan pendekatan kepada pasien yang mendapatkan terapi antibiotika” dengan “Saya percaya diri dalam memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien yang menerima antibiotika” dijadikan satu pernyataan saja yaitu menjadi “Saya dapat mengatasi pasien yang tidak taat dalam menggunakan antibiotika dengan mudah”. Untuk hasil feedback dari apoteker tentang uji reliabilitas kuisioner tertera pada lampiran. 9.

A. Karakteristik Responden

Data karakteristik responden yang didapatkan selama proses pengambilan data meliputi: jenis kelamin, usia, peran apoteker di apotek, pengalaman bekerja sebagai apoteker dan pendidikan terakhir apoteker.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Parameter Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin Responden Laki-laki Perempuan 6 34 15% 85% Usia Responden 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 16 20 4 40% 50% 10% Lama bekerja <5 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun 15-19 tahun ≥20 tahun 9 11 16 3 1 22,5% 27,5% 40% 7,5% 2,5% Peran Apoteker Apoteker Penanggungjawab Apotek Apoteker Pendamping 33 7 82,5% 17,5% Pendidikan terakhir Apoteker

S1/Apoteker S2 S3 38 1 1 95% 2,5% 2,5%

Penjelasan mengenai karakteristik responden secara lengkap diuraikan sebagai berikut pada kategori perbandingan jumlah responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil terbanyak pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Pada kategori perbandingan usia responden didapatkan hasil terbanyak

(22)

7

berkisar antara 30-39 tahun. Hal ini menandakan bawa responden yang bekerja di Apotek di wilayah Kabupaten Bantul yang dijadikan sampel masuk kategori usia produktif. Menurut Chandra (1995) mengemukakan bahwa usia produktif adalah antara 15 hingga 64 tahun. Pada kategori lama bekerja diketahui terbanyak pada 10-14 tahun. Responden yang memiliki pengalaman kerja yang cukup lama umumnya sudah memiliki pengetahuan yang lebih dikarenakan sudah terbiasa dalam melakukan pelayanan kefarmasian. Menurut Jahja (2011) kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar melakukan sesuatu Peran apoteker di apotek terbanyak sebagai Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) yang mana pendidikan terakhir terbanyak pada S1/Apoteker.

B. Deskripsi Pelayanan Kefarmasian Resep Antibiotika

Data deskripsi pelayanan kefarmasian resep antibiotika yang didapatkan selama proses pengambilan data meliputi: profil antibiotika yang paling sering diresepkan,indikasi penyakit berdasarkan antibiotika yang diresepkan, frekuensi resep antibiotika dalam seminggu, frekuensi apoteker dalam melakukan pelayanan resep antibiotika, frekuensi apoteker dalam melakukan konseling antibiotika, perbandingan jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin.

Dalam kategori profil antibiotika yang paling sering diresepkan di apotek- apotek wilayah kabupaten Bantul ialah Amoxicilin dengan persentase sebesar 70%. Hal ini serupa dengan penelitian Bahat (2018) yang menyebutkan bahwa antibiotika yang paling banyak diresepkan di wilayah kota Yogyakarta terbanyak ialah Amoxicilin. Untuk jenis indikasi yang sering mendapatkan resep antibiotika terbanyak di kabupaten Bantul ialah ISPA. Hal ini serupa dengan penelitian Muchson, dkk (2009) yang menunjukan jenis antibiotika yang digunakan untuk mengobati ISPA salahsatunya ialah Amoxicilin. Berdasarkan penatalaksana ISPA, salahsatu antibiotika yang digunakan untuk terapi ISPA adalah Amoxicilin.

(23)

8

Gambar 1. Profil Antibiotika yang paling sering diresepkan

Gambar 2. Perbedaan Frekuensi Resep Antibiotika berdasarkan indikasi

Dalam kategori frekuensi resep antibiotika dalam seminggu yang masuk keapotek-apotek di wilayah Kabupaten Bantul terbanyak pada 5-10 resep yaitu dengan persentase sebanyak 95%. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Silvia (2018) yang menyebutkan bahwa jumlah resep yang paling banyak masuk di apotek wilayah Kulonprogo, 5-10 resep dalam seminggu.

Dalam kategori frekuensi apoteker dalam melakukan pelayanan resep antibiotika di apotek wilayah kabupaten Bantul terbanyak pada 2-3 kali seminggu yaitu dengan persentase sebanyak 40%. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahat (2018) yang menyebutkan bahwa mayoritas apoteker di

70.0% 7.5% 5.0% 2.5% 7.5% 2.5% 2.5% 2.5% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% Amoxicilin Cefixime Ciprofoxacim Clindamycin Kloramfenikol Metronidazole Cefadroxyl Azitromycin 47.5% 20% 5% 7.5% 12.5% 7.5% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0% 50.0% ISPA Sakit gigi pharyngitis Jerawat Otitis media Diare

(24)

9

apotek wilayah kota Yogyakarta yang melakukan pelayanan resep antibiotika terbanyak pada 2- 3 kali seminggu. Mayoritas apoteker di wilayah kabupaten Bantul memberikan pelayanan kefarmasian berupa konseling kepada pasien dengan frekuensi 2-3 kali seminggu yaitu dengan persentase sebanyak 40%. Berdasarkan hasil wawancara dengan salahsatu apoteker di apotek menyatakan bahwa pelayanan konseling antibiotika sesuai dengan jumlah resep antibiotika yang masuk. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahat (2018) yang menyebutkan mayoritas apoteker di apotek wilayah kota Yogyakarta yang memberikan konseling antibiotika terbanyak pada 2-3 kali seminggu. Hasil rangkuman terkait profil pelayanan resep antibiotika di Apotek Kabupaten Bantul disimpulkan dalam bentuk tabel 1.

Tabel 2. Profil Pelayanan Resep Antibiotika di Apotek Kabupaten Bantul

Parameter Jumlah (n) Persentase (%)

Frekuensi resep antibiotika per minggu 1-10 resep 11-20 resep ≥21 38 2 0 95% 5% 0% Frekuensi dalam melakukan

pelayanan & konseling antibiotika Setiaphari 2-3 kali seminggu Sekali seminggu Sekali sebulan 2 16 12 10 5% 40% 30% 25%

Berdasarkan hasil penelitian di apotek-apotek wilayah Kabupaten Bantul, jumlah pasien laki-laki dan perempuan yang membeli antibiotika cenderung tidak relevan. Tidak relevan menunjukan bahwa apoteker tidak mengetahui dengan pasti perbedaan jumlah pasien berasarkan jenis kelamin. Berdasarkan wawancara dengan salahsatu apoteker, hal ini dikarenakan kebanyakan apotek tidak membuat dokumentasi pasien yang membeli resep di apotek. Setiap harinya apoteker tidak hanya melayani pasien dengan antibiotika saja, apoteker tidak mengingat dengan pasti pasien laki-laki atau perempuan yang paling banyak membeli antibiotika.

(25)

10

Rentang usia yang paling sering mendapatkan antibiotika di apotek-apotek wilayah kabupaten Bantul adalah 0-5 tahun sebesar 35%. Hal ini cukup sesuai dengan penelitian Purwaningsih et al. (2015) yang menyebutkan bahwa rentang usia tersebut yang paling banyak mendapatkan antibiotika di Yogyakarta. Hasil penelitian terkait karakteristik pasien penerima antibiotika di Apotek Kabupaten Bantul disimpulkan dalam tabel 2.

Tabel 3. Karakteristik Pasien Penerima Antibiotika di Apotek Kabupaten Bantul Parameter Jumlah (n) Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Sama banyak Tidak relevan 10 4 11 15 25% 10% 27,5% 37,5% Usia 0-5 tahun 5-11 tahun 12-16 tahun 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun ≥46 tahun Tidak relevan 14 3 4 2 5 4 1 7 35% 7,5% 10% 5% 12,5% 10% 2,5% 17,5%

*Tidak relevan adalah apoteker tidak mengetahui dengan pasti perbedaan antara dua hal parameter

C. Persepsi dan Hambatan Apoteker dalam Pelayanan Antibiotika di Apotek

Apoteker yang telah terpilih dan bersedia untuk menjadi responden, diminta untuk mengisi kuisioner yang terdiri dari 20 pertanyaan terkait persepsi dan juga hambatan dalam pelayanan antibiotika yang dialami oleh apoteker. Kategori pada kuisioner terbagi menjadi 4 kelompok yaitu pharmacist’s responsibilities, prescribing behaviors, patient perceptions and behaviors, dan infrastructure and facilities. Dalam kategori pharmacist’s responsibilities hasil menunjukan apoteker menjawab sebanyak 60% setuju dapat mengatasi pasien yang tidak taat dalam menggunakan antibiotika dengan mudah. Hal tersebut didukung oleh penelitian Res et al (2017) yang menyatakan bahwa apoteker

(26)

11

berada dalam posisi terbaik untuk memberikan nasihat kepada pasien tentang penggunaan antibiotika untuk memastikan kualitas penggunaan antibiotika. Hal tersebut didukung oleh penelitian Tarawatu (2014) yang menyebutkan rasa tanggung jawab terhadap sumpah profesi untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian ditengah-tengah masyarakat. Apoteker menjawab sebanyak 52,5% setuju, melakukan edukasi kepada pasien tentang penggunaan antibiotika serta masalah terkait resistensi. Hal ini didukung oleh penelitian Kotwani (2012) yang menemukan apoteker merasa bahwa peningkatan kesadaran diantara pasien akan memiliki efek positif pada penggunaan antibiotik. Pada hasil diperoleh, apoteker menjawab sebanyak 57,5% setuju, melakukan skrining terhadap resep, terutama antibiotika dengan guidelines sebelum mengeluarkan antibiotika yang diresepkan. Hal ini didukung oleh Res et al (2017) yang menyatakan bahwa peran profesional apoteker termasuk untuk memastikan bahwa resep berada dalam pedoman terapeutik dan memeriksa adanya interaksi atau alergi yang signifikan.

Semua apoteker memberikan respon positif dengan menjawab sebanyak 100% setuju, bahwa pharmaceutical care terhadap pasien yang mendapat antibiotika menjadi tanggungjawab seorang Apoteker. Hal ini didukung oleh penelitian Almasdy, dkk (2017) yang mendukung bahwa asuhan kefarmasian merupakan tanggungjawab semua apoteker. Hasil tersebut menunjukan bahwa apoteker berpendapat bahwa pharmaceutical care menjadi tanggungjawab apoteker tetapi tidak menutup kemungkinan, bahwa masih ditemukan kurangnya training terkait pharmaceutical care menjadi salahsatu hambatan dalam memberikan pelayanan kefarmasian sebanyak 67,5% apoteker menjawab setuju akan hal tersebut.

Dalam kategori prescribing behaviors hasil menunjukkan Apoteker menjawab sebanyak 60% setuju, mencari informasi klinis tambahan (misalnya interaksi obat, ADR, alergi) sebelum memutuskan untuk mengeluarkan antibiotika yang diresepkan. Hal ini didukung oleh penelitian Res et al (2017) untuk

(27)

12

memeriksa adanya interaksi atau alergi yang signifikan. Apoteker menjawab sebayak 72,5% setuju, berkomunikasi dengan dokter penulis resep, jika merasa tidak yakin tentang kesesuaian antibiotika diresep. Hal ini menunjukan sebagian besar apoteker telah melakukan sesuai dengan Permenkes RI (1993) yang menyebutkan apabila apoteker menganggap bahwa terdapat kekeliruan resep atau penulisan resep, yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apoteker menjawab sebanyak 57,5% setuju, selalu memastikan bahwa pasien benar-benar mengerti alasan harus diberikan oleh dokter penulis resep. Hal ini dikarenakan antibiotika masuk kedalam kategori obat keras, maka diperlukan resep untuk menebus antibiotika.

Apoteker menjawab sebanyak 75% tidak setuju, ikut serta dalam kampanye kesadaran antibiotika untuk mempromosikan penggunaan antibiotika secara optimal kepada masyarakat. Hal ini bertentangan dengan penelitian Res et al (2017) yang menyatakan bahwa promosi kesehatan diidentifikasi sebagai tanggungjawab penting seorang apoteker. Salah satu responden menyoroti pentingnya kolaborasi antarprofesi dalam hal promosi kesehatan. Apoteker menjawab sebanyak 82,5% tidak setuju, selalu mengupdate pengetahuan terkait antibiotika dengan mengikuti seminar atau workshop. Hal ini dikarenakan adanya hambatan dari pihak apoteker yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki oleh apoteker, menjawab setuju sebanyak 60%, selain bekerja di apotek banyak apoteker yang bekerja di Puskesmas dan juga Rumah Sakit.

Dalam kategori patient perceptions and behaviors, apoteker menjawab sebanyak 72,5% setuju, kurangnya pengetahuan pasien tentang penggunaan antibiotika menjadi penghambat dalam memberikan pelayanan antibiotika. Salah satu apoteker berpendapat bahwa pengetahuan pasien dianggap sebagai faktor penting dalam optimalisasi resep antibiotik. Hal ini didukung penelitian Res et al (2017) apoteker menekankan perlunya pengetahuan pasien yang lebih baik, dan konseling oleh apoteker untuk memastikan penggunaan antibiotika secara optimal.

(28)

13

Karena kurangnya pengetahuan pasien tentang antibiotika, membuat pasien tidak mengerti kepentingan pharmaceutical care, padahal pemahaman terhadap asuhan kefarmasian sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker menjawab sebanyak 77,5% setuju, keraguan pasien untuk mengungkapkan keluhannya menjadi faktor penghambat. Hal ini didukung oleh penelitian Mehralian, dkk (2017) yang menyebutkan bahwa hambatan dari lingkungan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian adalah keraguan-keraguan pasien untuk berbicara tentang isu pribadi. Hal ini mungkin dikarenakan kurang terampil apoteker dalam membangun komunikasi dengan pasien (72,5% setuju) sehingga pasien enggan untuk berbicara tentang isu pribadi yang menjadi salahsatu faktor penghambat dalam melakukan pelayanan kefarmasian. Hanya terpaku pada keluhan pasien juga menjadi faktor penghambat dikarenakan jumlah pasien yang datang banyak dan apotek kekurangan staff untuk memberikan pelayanan kefarmasian.

Dalam kategori infrastructure and facilities, apoteker menjawab sebanyak 52,5% tidak setuju, kurangnya sumber informasi tentang antibiotika menjadi faktor penghambat dalam melakukan pelayanan kefarmasian. Salah satu apoteker berpendapat bahwa apotek telah menyediakan brosur tentang antibiotika yang disediakan di apotek sehingga baik pasien maupun pengunjung dapat mengambil brosur-brosur tersebut untuk dibaca. Apoteker menjawab sebanyak tidak setuju 52,5%, tidak memiliki ruangan konseling tidak menjadi penghambat apoteker dalam memberikan pelayanan konseling. Apoteker menjawab sebanyak 67,5% setuju, kurangnya jumlah staff menjadi faktor penghambat apoteker. Salah satu apoteker berpendapat bahwa dalam memberikan pelayanan konseling kepada pasien tidak harus diruangan konseling, bisa dilakukan langsung bersamaan saat ingin menyerahkan obat. Hasil penelitian terkait persepsi dan hambatan dalam memberikan pelayanan kefarmasian tentang antibiotika di Apotek wilayah Kabupaten Bantul disimpulkan dalam tabel 3 dan 4.

(29)

14

Tabel 4. Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Antibiotika

Tabel 5. Hambatan dalam memberikan layanan pharmaceutical care (Misalnya riwayat pengobatan,identifikasi permasalahan,monitoring efek samping obat)

Pernyataan TS

(%)

S (%)

Hasil

Kurangnya pengetahuan pasien tentang penggunaan antibiotika 11 (27,5%) 29 (72,5%) Setuju

Pasien ragu untuk mengungkapkan keluhannya 9

(22,5%) 31 (77,5%) Setuju Pernyataan TS (%) S (%) Hasil

Saya dapat mengatasi pasien yang tidak taat dalam menggunakan antibiotika dengan mudah

16 (40%)

24 (60%)

Setuju Saya melakukan edukasi kepada pasien tentang penggunaan

antibiotika serta masalah terkait resistensi

19 (47,5%)

21 (52,5%)

Setuju Saya melakukan skrining terhadap resep,terutama antibiotika

dengan guidelines,sebelum mengeluarkan antibiotika yang diresepkan 17 (42,5%) 23 (57,5%) Setuju

Saya mencari informasi klinis tambahan (misalnya:interaksi obat,ADR,alergi) sebelum memutuskan untuk mengeluarkan antibiotika yang diresepkan

18 (45%)

22 (55%)

Setuju

Saya berkomunikasi dengan dokter penulis resep, jika merasa tidak yakin tentang kesesuaian antibiotika di resep

11 (27,5%)

29 (72,5%)

Setuju Saya ikut serta dalam kampanye kesadaran antibiotika untuk

mempromosikan penggunaan antibiotika secara optimal kepada masyarakat 34 (85%) 6 (15%) Tidak setuju Saya selalu memastikan bahwa pasien benar-benar mengerti

alasan antibiotika harus diberikan oleh dokter dengan resep

17 (42,5%)

23 (57,5%)

Setuju Menurut saya Pharmaceutical care terhadap pasien yang

mendapat antibiotika menjadi tanggungjawab seorang Apoteker 0 (0%) 40 (100%) Setuju

Saya punya pengetahuan yang cukup tentang Farmakoterapi untuk antibiotika 0 (0%) 40 (100%) Setuju Saya selalu mengupdate pengetahuan terkait antibiotika

dengan mengikuti seminar atau workshop

33 (82,5%) 7 (17,5%) Tidak setuju

(30)

15

Pasien tidak mengerti kepentingan Pharmaceutical care 13 (32,5%)

27 (67,5%)

Setuju

Kurang terampil dalam komunikasi 11

(27,5%)

29 (72,5%)

Setuju

Kurangnya training terkait Pharmaceutical care 13 (32,5%)

27 (67,5%)

Setuju

Keterbatasan waktu apoteker di apotek 11

(27,5%)

29 (72,5%)

Setuju Hanya terpaku pada keluhan pasien

seperti:Demam,Batuk,sakit waktu buang air kecil,lamanya pasien kesakitan dsb 15 (37,5%) 25 (62,5%) Setuju

Kurangnya sumber informasi tentang antibiotika 21 (52,5%)

19 (47,5%)

Tidak Setuju

Tidak memiliki ruang konseling 21

(52,5%)

19 (47,5%)

Tidak Setuju

Kurangnya jumlah staff 13

(32,5%)

27 (67,5%)

Setuju

D. Penerapan standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Permenkes RI No.73 tahun 2016

Standar pelayanan kefarmasian memiliki tolak ukur yang harus diikuti oleh apoteker, namun untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian sesuai standar bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu peneliti ingin melihat sejauhmana penerapan standar pelayanan kefarmasian yang telah dilakukan oleh apoteker-apoteker di apotek khususnya di wilayah Kabupaten Bantul. Dalam ketentuan hukum Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Kefarmasian di Apotek, diatur bahwa kegiatan pengkajian dan pelayanan resep terdiri dari kajian administratif, kajian farmasetis dan pertimbangan klinis sebanyak 98,3% apoteker telah melakukannya. Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan obat. Pada bagian penyiapan dan penyerahan obat semua apoteker telah melaksanakan semua bagian sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes Nomor 73 Tahun 2016.

Pada bagian Pelayanan Informasi Obat (PIO) sebanyak 82,5% apoteker telah melakukan PIO, tetapi masih ditemukan beberapa apoteker yang tidak melakukan PIO dikarenakan kurangnya jumlah staff di apotek, menjadi faktor

(31)

16

penghambat belum sepenuhnya pelayanan informasi obat dilakukan. Kegiatan konseling sebanyak 90% apoteker telah melakukan kegiatan tersebut, tetapi masih ditemukan apoteker yang belum melakukan konseling dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki apoteker. Salah satu peran apoteker adalah sebagai care giver, sehingga diharapkan apoteker dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia. Dalam hal ini apoteker belum seluruhnya melaksanakan kegiatan tersebut, berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 12,5% apoteker yang baru melaksanakan kegiatan tersebut. Menurut Supardi, dkk (2011) yang menyebutkan alasan pelayanan Home Pharmacy Care jarang dilakukan karena tenaga, waktu, dan sarana ekstra di apotek lainnya pada umumnya terbatas. Dalam hal pemantauan terapi obat belum berjalan sepenuhnya, diperoleh hasil 47,5% apoteker yang baru melakukan pemantauan terapi obat.

Berdasarkan hasil wawancara, hal tersebut dkarenakan terbatasnya waktu apoteker untuk melakukan kegiatan pemantauan kepada pasien dikarenakan waktu kerja apoteker di apotek yang cenderung singkat, sehingga kegiatan apoteker lebih ditekankan pada kegiatan pelayanan, seperti pelayanan resep maupun pelayanan swamedikasi. Menurut Permenkes RI (2016) kegiatan monitoring efek samping obat terdiri dari mengidentifikasi obat dan pasien yang beresiko mengalami efek samping obat. Hasil penelitian menunjukkan apoteker yang melaksanakan MESO baru 32,5 % apoteker. Berdasarkan penelitian Atmini, dkk (2011) mayoritas apoteker di Kota Yogyakarta melakukan pelayanan kefarmasian seperti pelayanan resep, konseling, dan promosi edukasi namun untuk pelayanan kefarmasian di rumah jarang atau belum dilakukan secara menyeluruh karena beberapa alasan, diantaranya terbatasnya jumlah SDM untuk melakukan pemantauan kepada pasien, serta program pelatihan seperti seminar tentang monitoring jarang dilakukan.

(32)

17

Gambar 3. Perbandingan jumlah apoteker yang melakukan pelayanan kefarmasian berdasarkan Permenkes RI No.73 tahun 2016

98.3% 100% 82.5% 90% 12.50% 47.50% 32.5% 1.67% 0% 17.50% 10% 87.50% 52.50% 67.5% 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% 120.0% YA TIDAK

(33)

18 KESIMPULAN

Apoteker sudah memiliki persepsi bahwa mewujudkan pelayanan kefarmasian sesuai dengan Permenkes RI no 73 tahun 2016 merupakan peranan penting dari seorang apoteker dilihat dari kategori kuisioner “pharmacist’s responsibilities”dengan persentase terbanyak yaitu sebanyak 100% apoteker setuju bahwa pharmaceutical care terhadap pasien yang mendapat antibiotika menjadi tanggungjawab apoteker, dan sebanyak 72,5% apoteker setuju untuk berkomunikasi dengan dokter penulis resep jika merasa tidak yakin tentang resep antibiotika, walaupun implementasi dari standar pelayanan kefarmasian di apotek wilayah kabupaten Bantul belum terlaksana sepenuhnya, terutama home pharmacy care (12,5%), pemantauan terapi obat (47,5%), dan MESO (32,5%) kondisi ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penghambat dengan persentase terbesar yaitu kurangnya pengetahuan pasien (72,5%), pasien ragu kepada apoteker (77,5%), pasien tidak mengerti kepentingan pharmaceutical care (67,5%), kurangnya training terkait pharmaceutical care (67,5%), keterbatasan waktu apoteker (72,5%), dan kurangnya jumlah staff di apotek (67,5%).

SARAN

Berdasarkan hambatan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, peneliti juga menyarankan perlu adanya program training pharmaceutical care kepada apoteker oleh pihak Dinas Kesehatan kabupaten Bantul dan sosialisasi kepada masyarakat tentang antibiotika oleh apoteker.

(34)

19

DAFTAR PUSTAKA

Almasdy, dkk., 2017. Pemahaman dan Sikap Apoteker Rumah Sakit di Kota Padang Terhadap Asuhan Kefarmasian. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol.19. 9-11.

Atmini, K.D., Gandjar, I.G., Purnomo, A., 2011. Analisis Aplikasi Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kota Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 1 (1), 49-55.

Bahat,Riska., 2018. Pelayanan Kefarmasian Bagi Pasien Dengan Antibiotika Di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta, Skripsi, 25, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Baltazar,F.,et al.,2009. Portuguese students' knowledge of antibiotics: a cross-sectional study of secondary school and university students in Braga, 1-6, BMC PublicHealth, Portugal.

Cohen, L., et al., 2007, Research Method in Education, Routledge, New York, hal.102.

Chandra, 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta. EGC. Hal. 45.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011.Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. 1-13.

Departemen Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Bantul.Kabupaten Bantul: Dinas Kesehatan Bantul. 1-45.

IkatanApotekerIndonesia, 2016. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia. Jakarta.

(35)

20

Jahja, Yudrik., 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta. Prenadamediagroup. hal.473.

Mehralian G, Rangchian M, Javadi A., 2014. Peiravian F. Investigation On Barriers To Pharmaceutical Care In Community Pharmacies: A Structural Equation Model. International Journal Clinic Pharmacy. 36(5):1087-1094.

Moleong, L.J., 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif, edisi revisi, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal.330-331.

Muchson, dkk., Kerasionalan Penggunaan Antibiotika pada anak penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Delanggu. CERATA Journal of Pharmacy Science. 42-53.

Purwaningsih, dkk., 2015. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Pediatrik Rawat Inap. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 211-217.

Silvia., 2018. Pelayanan Kefarmasian Bagi Pasien Dengan Antibiotika Di Apotek Wilayah KulonProgo, Skripsi, 20, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan kombinasi (Mixed Method). Bandung. Alfabeta. hal.172.

Sujarweni,Wiratna., 2015. Statistik Untuk Kesehatan. Yogyakarta. Penerbit Gava Media. Hal.151.

Res et al., 2017. Pharmacists’s Perceptions Regarding Optimization of Antibiotic Prescribing in the Community. Journal of Pharmacy Practice. Canada. 30(2). 146-153.

Tarawatu, Tirzayana, A., 2014. Evaluasi Pemberian Infomasi Obat dalam Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Desa Catur Tunggal, Depok, Sleman tahun 2018, Skripsi, 50, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(36)

21

(37)

22 Lampiran 1.

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Saya Bernadheta Oceania Monica dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma akan melakukan penelitian yang berjudul “Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Antibiotika di Apotek Wilayah Kabupaten Bantul Tahun 2018”. Penelitian ini merupakan penelitian untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan. Peneliti mengajak responden untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini memerlukan waktu keikutsertaan responden selama sekitar 30 menit.Anda akan mengisi lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, kemudian dilanjutkan dengan mengisi kuisioner.

A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian

Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila anda sudah memutuskan untuk ikut maka Anda juga bebas mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau pun sanksi apapun. Bila Anda tidak bersedia untuk berpartisipasi, tidak ada sanksi atau hal merugikan apapun yang akan dikenakan.

B. Prosedur Penelitian

Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda, diminta menandatangani lembar persetujuan penelitian (informed consent). Kemudian prosedur selanjutnya ialah memperkenalan peneliti kepada responden dan mengisi kuisioner penelitian

C. Kewajiban subjek penelitian

Sebagai subyek penelitian, Anda berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas, Anda dapat bertanya lebih lanjut kepada peneliti.

(38)

23

Keuntungan langsung yang Anda dapatkan adalah menyumbangkan informasi baru yang dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian terutama antibiotika diapotek-apotek Kabupaten Bantul

(39)

24 E.Kerahasiaan

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas responden penelitian akan dirahasiakan dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan

dipublikasikan tanpa identitas responden penelitian. F. Kompensasi

Anda akan memperoleh souvenir dalam bentuk map sebagai tanda terima kasih telah bersedia ikut serta dalam penelitian.

G. Resiko yang terjadi dalam Penelitian

Sebagai subjek penelitian ini,Anda tidak akan terkena resiko apapun karena peneliti tidak melakukan intervensi apapun.Pengisian kuisioner akan berlangsung sekitar 30 menit,timbul ketidaknyamanan akibat waktu yang digunakan untuk mengisi kuisioner.

H. Informasi Tambahan

Anda diberikan kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Bernadheta Oceania Monica no Hp : 087816426316 atau Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) (Jl.Dr Wahidin Sudirohusodo,5-25,Yogyakarta,55224,Telp.(0274)8509590.

(40)

25 Lampiran 2.

LEMBAR KONFIRMASI PERSETUJUAN

UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

1. Saya...(mohon menuliskan nama) Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian dengan judul: “PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2018”

2. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami “Lembar Informasi” yang berisi informasi yang terkait dengan penelitian ini dan ketentuan-ketentuan dalam berpartisipasi sebagai responden

3. Saya menyatakan bahwa penelitian telah memberikan penjelasan secara lisan untuk memperjelas hal-hal terkait dengan informasi tersebut diatas.Saya telah memahaminya dan telah diberi waktu untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas

4. Saya menyadari bahwa mungkin saya tidak akan secara langsung menerima atau merasakan manfaat dari penelitian ini,namun telah disampaikan bahwa hasil penelitian ini akan berguna untuk membantu meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian terutama antibiotika di apotek-apotek Kabupaten Bantul dan penjelasan mengenai sejauhmana persepsi Apoteker dalam melakukan pelayanan antibiotika.

5. Saya telah diberi hak untuk menolak memberikan informasi jika saya keberatan untuk menyampaikannya

6. Saya juga juga diberi hak untuk dapat mengundurkan diri sebagai responden pada penelitian sewaktu-waktu tanpa ada konsekuensi apapun

7. Saya mengerti dan saya telah diberitahu bahwa semua informasi yang akan saya berikan akan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan penelitian 8. Saya juga telah diberi informasi bahwa identitas pribadi saya akan dijamin kerahasiaannya baik dalam laporan maupun publikasi hasil penelitian

SAKSI

Saya telah menjelaskan kepadaBpk/Ibu/Sdr...(namaresponden) mendasar tentang penelitian ini. Menurut saya,Bpk/Ibu/Sdr tersebut telah memahami penjelasan tersebut.

Status dalam penelitian ini Yogyakarta,……….. (Nama Pewawancara) (Nama Saksi) (Nama Responden)

(41)

26 1.Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2.Umur: 3.Lulus Tahun: 4.Peran:

a. Apoteker Penanggungjawab Apotek b. Apoteker Pendamping

5.Pendidikan terakhir:

a. S1/Profesi Apoteker c.S3 b. S2

“Persepsi Apoteker terhadap Pelayanan Antibiotika di Apotek” 1.Tuliskan nama/jenis antibiotika yang sering anda layani:

Peresepan Tersedia Diagnosis Indikasi Antibiotika

*Catatan:Beberapa obat dapat mempunyai lebih dari 1 indikasi Petunjuk:Berilah Tanda Silang (x) pada bagian pilihan jawaban 2.Berapa sering anda melayani pasien dengan antibiotika?

a. Setiap hari c.Sekali seminggu b. 2-3 kali seminggu d.Sekali sebulan

3. Berapa banyak anda melayani resep antibiotika per minggu? a. 1-10 resep c.21-30 resep

b. 11-20 resep d.>31 resep

4. Apakah jenis kelamin pasien yang terbanyak mendapatkan antibiotika? a. Perempuan c.Sama banyak

b. Laki-laki d.Tidak relevan

5. Berapa range (kisaran) umur pasien pada umumnya yang mendapatkan antibiotika?

a. 0-5 tahun e.26-35 tahun b. 5-11 tahun f.36-45 tahun c. 12-16 tahun g.>46 tahun d. 17-25 tahun h.Tidak relevan

6. Berapa sering anda memberikan konseling kepada pasien yang mendapatkan antibiotika?

a. Setiap hari c.Sekali seminggu b.2-3 kali seminggu d.Sekali sebulan Lampiran 3.Kuisioner Penelitian

(42)

26

Tidak Setuju

Setuju Setuju

Saya dapat mengatasi pasien yang tidak taat dalam menggunakan antibiotika dengan mudah

Saya melakukan edukasi kepada pasien tentang penggunaan antibiotika serta masalah terkait resistensi

Saya melakukan skrining terhadap resep,terutama antibiotika dengan guidelines,sebelum mengeluarkan antibiotika yang diresepkan Saya mencari informasi klinis tambahan (misalnya:interaksi obat,ADR,alergi) sebelum memutuskan untuk mengeluarkan antibiotika yang diresepkan

Saya berkomunikasi dengan dokter penulis resep, jika merasa tidak yakin tentang kesesuaian antibiotika di resep

Saya ikut serta dalam kampanye kesadaran antibiotika untuk mempromosikan penggunaan antibiotika secara optimal kepada masyarakat

Saya selalu memastikan bahwa pasien benar-benar mengerti alasan antibiotika harus diberikan oleh dokter dengan resep

Menurut saya Pharmaceutical care terhadap pasien yang mendapat antibiotika menjadi tanggungjawab seorang Apoteker

Saya punya pengetahuan yang cukup tentang Farmakoterapi untuk antibiotika

Saya selalu mengupdate pengetahuan terkait antibiotika dengan mengikuti seminar atau workshop

(43)

27

8.Apa saja hambatan dalam memberikan layanan Pharmaceutical Care (Misalnya riwayat pengobatan,identifikasi permasalahan Farmakoterapi,monitoring efektifitas obat dan efek samping obat,penyediaan konseling obat) terhadap pasien yang menggunakan antibiotika?

Petunjuk:Beri tanda sesuai yang anda lakukan

Pernyataan Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju

Kurangnya pengetahuan pasien tentang penggunaan antibiotika Pasien ragu untuk mengungkapkan keluhannya

Pasien tidak mengerti kepentingan Pharmaceutical care Kurang terampil dalam komunikasi

Kurangnya training terkait Pharmaceutical care

Keterbatasan waktu apoteker di apotek

Hanya terpaku pada keluhan pasien seperti:Demam,Batuk,sakit waktu buang air kecil,lamanya pasien kesakitan dsb

Kurangnya sumber informasi tentang antibiotika Tidak memiliki ruang konseling yang nyaman Kurangnya jumlah staff

(44)

28

9.Ketika menerima Resep Antibiotika apa yang Anda lakukan? Berilah Tanda Silang ( ) pada bagian pilihan jawaban

NO PERTANYAAN PILIHAN

YA TIDAK 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

a. Kajian administratif b. Kajian Farmasetik c. Pertimbangan Klinis 2. Dispensing a. Penyiapan obat b. Penyerahan obat

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

a. Menjawab pertanyaan ,Memberi informasi dan edukasi terkait obat

b. Melakukan dokumentasi PIO 4. Konseling

a. Menanyakan Three Prime Question Apa yang disampaikan dokter tentang obat? Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat?

Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah menerima terapi Obat tersebut?

b. Menggali informasi terkait permasalah obat c. Melakukan verifikasi akhir untuk

memastikan pemahaman pasien 5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home

pharmacy care)

6. PemantauanTerapi Obat

7. Monitoring Efek Samping Obat

Mengidentifikasi obat & pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat

(45)

29 Lampiran 4.Surat Keterangan Kelaikan Etik

(46)

30

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian (Uji pemahaman bahasa,Uji Validitas,dan Uji Reliabilitas)

(47)

31 Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

(48)

32 Lampiran 7. Hasil Uji Pemahaman Bahasa

Kata “tidak relevan” artinya bisa dijelaskan

kepada responden Kuisioner nomor 2 dengan

opsi f. “tidak pernah” dihilangkan saja karena

(49)

33 Lampiran 8. Hasil Uji Validitas

Perlu mencari jurnal pendukung tentang persepsi apoteker Perlu tambahkan pertanyaan ttg

patient perceptions and behaviors dalam bagian

(50)

34 Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas

Bagian kuisioner “Saya dapat melakukan pendekatan kepada pasien” dengan “saya

(51)

35 Lampiran 10. Tabel Data Penelitian Tabel 1.Jenis Kelamin Responden

NO Kategori Jumlah (n) Persentase(%)

1 Laki-laki 6 15%

2 Perempuan 34 85%

Total 40 100%

Tabel 2.Usia Responden

NO Kategori Jumlah (n) Persentase(%)

1 20-29 tahun 16 40%

2 30-39 tahun 20 50%

3 40-49 tahun 4 10%

Total 40 100%

Tabel 3.Lama Bekerja

NO Kategori Jumlah (n) Persentase(%)

1 <5 tahun 9 22,5% 2 5-9 tahun 11 27,5% 3 10-14 tahun 16 40% 4 15-19 tahun 3 7,5% 5 ≥20 tahun 1 2,5% Total 40 100%

Tabel 4.Peran Apoteker

NO Kategori Jumlah (n) Persentase(%)

1 Apoteker Penanggungjawab Apotek

33 82,5%

2 Apoteker Pendamping 7 17,5%

Total 40 100%

Tabel 5.Pendidikan terakhir Apoteker

NO Kategori Jumlah (n) Persentase(%)

1 S1/Apoteker 38 95%

2 S2 1 2,5%

3 S3 1 2,5%

(52)

36

Tabel 6.Jenis Antibiotika yang paling sering diresepkan

NO Antibiotika Golongan Jumlah Persentase

1 Amoxicilin Penisilin 28 70%

2 Cefixime Sefalosporin gen 3 3 7.5% 3 Ciprofoxacim Fluorokuinolon gen

2

2 5%

4 Clindamycin Makrolida 1 2,5%

5 Kloramfenikol Kloramfenikol 3 7,5% 6 Metronidazole Nitromidazol 1 2,5% 7 Cefadroxyl Sefalosporin gen 1 1 2,5%

8 Azitromycin Makrolida 1 2%

Total 40 100%

Tabel 7.Frekuensi resep antibiotika per minggu NO Frekuensi resep antibiotika

per minggu Jumlah(n) Persentase(%) 1 1-10 resep 38 95% 2 11-20 resep 2 5% 3 21-30 resep 0 0% 4 ≥31 resep 0 0% Total 40 100%

Tabel 8.Frekuensi apoteker dalam melakukan pelayanan resep antibiotika NO Frekuensi dalam melakukan

pelayanan resep antibiotika Jumlah(n) Persentase(%) 1 Setiaphari 2 5% 2 2-3 kali seminggu 16 40% 3 Sekali seminggu 12 30% 4 Sekali sebulan 10 25% Total 40 100%

Tabel 9.Jenis kelamin pasien yang mendapatkan antibiotika NO Frekuensi dalam melakukan

pelayanan resep antibiotika Jumlah(n) Persentase(%) 1 Perempuan 10 25% 2 Laki-laki 4 10% 3 Sama banyak 11 27,5% 4 Tidak relevan 15 37,5% Total 40 100%

(53)

37

Tabel 10.Kisaran usia pasien yang menerima antibiotika

NO Kisaran usia Jumlah (n) Persentase(%)

1 0-5 tahun 14 35% 2 5-11 tahun 3 7,5% 3 12-16 tahun 4 10% 4 17-25 tahun 2 5% 5 26-35 tahun 5 12,5% 6 36-45 tahun 4 10% 7 ≥46 tahun 1 2,5% 8 Tidak relevan 7 17,5% Total 40 100%

Tabel 11.Frekuensi apoteker dalam melakukan konseling pada pasien yang mendapatkan antibiotika

NO Frekuensi dalam melakukan konseling pada pasien yang

mendapatkan antibiotika Jumlah Persentase(%) 1 Setiaphari 2 5% 2 2-3 kali seminggu 16 40% 3 Sekali seminggu 12 30% 4 Sekali sebulan 10 25% Total 40 100%

(54)

38 NO Pernyataan STS (%) TS (%) S (%) SS (%) Hasil 1 Saya dapat mengatasi pasien yang tidak taat dalam menggunakan

antibiotika dengan mudah

2 (5%) 14 (35%) 20 (50%) 4 (10%) Setuju

2 Saya melakukan edukasi kepada pasien tentang penggunaan antibiotika serta masalah terkait resistensi

2 (5%) 17 (42,5%) 20 (50%) 1 (2,5%) Setuju

3 Saya melakukan skrining terhadap resep,terutama antibiotika dengan guidelines,sebelum mengeluarkan antibiotika yang diresepkan 1 (2,5%) 16 (40%) 20 (50%) 3 (7,5%) Setuju

4 Saya mencari informasi klinis tambahan (misalnya:interaksi obat,ADR,alergi) sebelum memutuskan untuk mengeluarkan antibiotika yang diresepkan

0 (15%) 22 (25%) 16 (40%) 2 (20%) Setuju

5 Saya berkomunikasi dengan dokter penulis resep, jika merasa tidak yakin tentang kesesuaian antibiotika di resep

0 (0%) 11 (27,5%) 19 (47,5%) 10 (25%) Setuju

6 Saya ikut serta dalam kampanye kesadaran antibiotika untuk mempromosikan penggunaan antibiotika secara optimal kepada masyarakat 10 (25%) 24 (60%) 6 (15%) 0 (0%) Tidak setuju

(55)

39

antibiotika harus diberikan oleh dokter dengan resep (2,5%) (40%) (47,5%) (10%) 8 Menurut saya Pharmaceutical care terhadap pasien yang mendapat

antibiotika menjadi tanggungjawab seorang Apoteker

0 (0%) 0 (0%) 23 (57,5%) 17 (42,5%) Setuju

9 Saya punya pengetahuan yang cukup tentang Farmakoterapi untuk antibiotika 0 (0%) 0 (0%) 18 (45%) 22 (55%) Setuju

10 Saya selalu mengupdate pengetahuan terkait antibiotika dengan mengikuti seminar atau workshop

8 (20%) 25 (62,5%) 6 (15%) 1 (2,5%) Tidak setuju

Tabel 13.Hambatan dalam memberikan layanan pharmaceutical care (Misalnya riwayat pengobatan,identifikasi

permasalahan,monitoring efek samping obat,dan penyediaan konseling) terhadap pasien yang menggunakan antibiotika

NO Pernyataan STS (%) TS (%) S (%) SS (%) Hasil 1 Kurangnya pengetahuan pasien tentang penggunaan

antibiotika 0 (0%) 11 (27,5%) 29 (72,5%) 0 (0%) Setuju

2 Pasien ragu untuk mengungkapkan keluhannya 0 (0%) 9 (22,5%) 30 (75%) 1 (2,5%) Setuju

(56)

40

4 Kurang terampil dalam komunikasi 1

(2,5%) 10 (25%) 27 (67,5%) 2 (5%) Setuju

5 Kurangnya training terkait Pharmaceutical care 0 (0%) 13 (32,5%) 26 (65%) 1 (2,5%) Setuju

6 Keterbatasan waktu apoteker di apotek 1 (2,5%) 10 (25%) 25 (62,5%) 4 (10%) Setuju

7 Hanya terpaku pada keluhan pasien

seperti:Demam,Batuk,sakit waktu buang air kecil,lamanya pasien kesakitan dsb 5 (12,5%) 10 (25%) 20 (50%) 5 (12,5%) Setuju

8 Kurangnya sumber informasi tentang antibiotika 1 (2,5%) 20 (50%) 15 (37,5%) 4 (10%) Tidak Setuju

9 Tidak memiliki ruang konseling 2

(5%) 19 (47,5%) 14 (35%) 5 (12,5%) Tidak Setuju

10 Kurangnya jumlah staff 1

(2,5%) 12 (30%) 25 (62,5%) 2 (5%) Setuju

(57)

41 Tahun 2016 NO PERTANYAAN YA (%) TIDAK (%) 1. Pengkajian & Pelayanan Resep Kajian Administratif 40 (100) 0 (0) Kajian Farmasetis 40 (100) 0 (0) Pertimbangan Klinis 38 (95) 2 (5) 118 (98,3) 2 (1.67) 2. Dispensing Penyiapan Obat 40 (100) 0 (0) Penyerahan Obat 40 (100) 0 (0) 80 (100) 0 (0) 3. Pelayanan Informasi Obat

Menjawab pertanyaan,Memberi Informasi & Edukasi terkait Obat

40 (100)

0 (0)

Melakukan Dokumentasi PIO 26

(65) 14 (35) 66 (82,5) 14 (17.5) 4. Konseling

Menanyakan Three Prime Question kepada pasien 36 (90)

4 (10)

(58)

42

Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien 38 (95) 2 (5) 108 (90) 12 (10) 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah

(home pharmacy care)

Melakukan pendampingan pengelolaan dan kepatuhan dalam menggunakan obat dirumah

5 (12,5) 35 (87,5) 6. Pemantauan Terapi Obat

Melakukan identifikasi masalah serta tindakan yang perlu dilakukan dengan dokter penulis resep

19 (47.5) 21 (52,5) 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Mengidentifikasi obat dan pasien yang beresiko mengalami efek samping obat

13 (32,5)

27 (67,5)

(59)

43

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Antibiotika di Apotek Wilayah Kabupaten Bantul tahun 2018” bernama Bernadheta Oceania Monica.Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Wilhelmus Yuniarta M.Mar.Eng dan Evia S.Pd.Penuli lahir di Kota Kuala Kapuas,13 Juli 1997.Pendidikan formal penulis diawali di TK Katolik Santo Paulus (2002-2003),melanjutkan pendidikan ke SD Katolik Santo Paulus (2003-2009),kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Katolik Santo Paulus (2009-2012),dan pendidikan menegah atas di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta (2012-2015).Pendidikan dilanjutkan hingga perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.Penulis terlibat dalam beberapa organisasi,kepanitiaan,asisten dosen praktikum,yaitu menjadi anggota Advokasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Framasi periode 2016/2017,Bendahara Komunitas Paingan periode 2016/2017,anggota P3K acara Pharmacy Performance and Pharmacy Road To School 2015,Koordinator Pubdekdok Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) 2017,asisten Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia (2018 dan 2019),asisten Praktikum Komunikasi Farmasi (2018),dan asisten Praktikum Peracikan Obat (2019).Penulis juga pernah menjadi perwakilan sebagai KKN APTIK Peduli Mentawai 2018.

Gambar

Gambar 1. Profil Antibiotika yang paling sering diresepkan  ..........................................
Tabel 1. Karakteristik Responden
Gambar 1. Profil Antibiotika yang paling sering diresepkan
Tabel 2. Profil Pelayanan Resep Antibiotika di Apotek Kabupaten Bantul
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa dapat memahami permasalahan- permasalahan yang dihadapi dalam analisis kuantitatif komponen aktif sediaan obat,

Efisiensi produksi susu yang telah tercapai akan berdampak pula pada persistensi produksi susu yang optimal, oleh karena itu, maka penting untuk memilih bahan

Data yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b, hanya dapat disajikan untuk kepentingan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan

Dalam mengisolasi mikroorganisme dengan menggunakan metode tuang dimana dibuat pengenceran dari 10 -1 sampai 10 -7 untuk menurunkan jumlah mikroorganisme sehingga

Hasil penelitian menunjukkan stratifikasi sosial terdiri atas: (a) ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas;

Menurut Samryn (2002), dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajerial” Analisa break even adalah: “titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau

Dari hasil penilaian indeks kinerja daerah irigasi menurut Permen PU No.32/ PRT/M/2007 dapat dilihat indeks kinerja daerah irigasi pada daerah irigasi Jantuk sebesar 60.41% dari

Penelitian yang sudah dilakukan adalah pelelitian oleh Diana Puspita, dengan judul Faktor-faktor yang mempengaruhi dokter dalam memilih obat generik dan obat merek