• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika

Matematika sudah sering kita dengar dalam pelajaran maupun kehidupan, karena matematika tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari. Menurut Ade Sanjaya (2011:1) dari bahasa Yunani “mathein” atau “mathenin” artinya yaitu “mempelajari”. Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi, matematika salah satu mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang bertujuan untuk menunjukkan sikap positif bermatematika, yaitu logis, cermat dan teliti, bertanggung jawab dan tidak mudah menyerah demi menyelesaikan permasalahan sebagai wujud dari implementasi kebiasaan dalam inkuiri dan bereksplorasi matematika.

Daniel Muijs dan David Reynolds (2008:332) mengatakan matematika dapat dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kurang menyenangkan bagi peserta didik maupun orang dewasa. Hal ini dapat disebabkan karena materi matematika itu sendiri, guru sebagai calon pendidik seharusnya dapat menyampaikan konsep matematika dan membawa proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Muijs dan Reynolds (2008:333) berpendapat bahwa pada usia Sekolah Dasar atau biasa disebut dengan usia emas, anak diharuskan belajar matematika yang merupakan sarana penting untuk megembangkan keterampilan maupun kemampuan berpikir logis yang lebih tinggi. Walaupun tidak semua peserta didik dapat memahami konsep dari matematika itu sendiri sebenarnya pembelajaran matematika di Sekolah Dasar melatih peserta didik untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sederhana.

Menurut Karso (2014: 1.4) matematika merupakan mata pelajaran yang mempelajari konsep abstrak yang tersusun secara symbol, hierarkis,

(2)

deduktif, formal dan aksiomatis untuk melatih siswa berpikir secara logis. Dalam hal ini yang lebih ditekankan dalam matematika adalah pada pembentukan logika, sikap dan keterampilan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.

Menurut Hamzah (2008:129) matematika suatu bidang ilmu dalam memecahkan masalah sebagai alat pikir, komunikasi, dari berbagai persoalan dan memiliki berbagai cabang diantaranya aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Definisi matematika sendiri lalu dipertegas lagi oleh Hudoyo dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:9), yang mengemukakan matematika ialah memiliki funsgi praktis yaitu untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan seperti dalam membuat suatu perumusan, membuat penafsiran dan menyelesaikan masalah model matematika, sedangkan fungsi teoritisnya untuk memudahkan dalam berfikir.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan ternyata matematika adalah ilmu yang sulit dan kurang menyenangkan untuk bisa dipahami, dalam mempelajari pelajaran matematika seharusnya memerlukan pemahaman, penalaran, logika, ketekunan, keuletan, serta rasa cinta terhapat pelajaran matematika itu sendiri. Matematikapun dapat dipakai sebagai pemecahan masalah atau persoalan yang memiliki berbagai cabang dan memiliki fungsi praktis dan teoritis.

Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar isi, pembelajaran matematika di SD memiliki ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini:

(3)

Tabel 2.1

Tingkat Kompetensi dan Ruang Lingkup Materi Matematika SD

Tingkat

Kompetensi Kompetensi Ruang Lingkup Materi

Tingkat Pendidikan Dasar (kelas I-VI)  Menunjukkan sikap positif bermatematika: logis, cermat dan teliti, jujur, bertanggung jawab, dan tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah, sebagai wujud implementasi kebiasaan dalam inkuiri dan eksplorasi matematika.  Memiliki rasa ingin

tahu, semangat belajar yang berkelanjutan, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar.

 Bilangan asli dan pecahan sederhana.  Geometri dan

pengukuran sederhana.  Statiska sederhana.  Bilangan bulat dan

bilangan pecahan.  Geometri (sifat dan

unsur) dan pengukuran (satuan standar).  Statistika (pengumpulan dan penyajian data sederhana).  Bilangan (termasuk pangkat dan akar sederhana).

 Geometri dan Pengukuran (termasuk satuan turunan).

 Statistika dan peluang.

Sumber : Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi halaman 111-114.

(4)

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Di era sekarang ini banyak terjadi perkembangan diberbagai bidang ilmu, salah satunya dibidang teknologi sains modern. Matematika merupakan salah satu dasar terjadinya perkembangan, dengan seiring berjalannya perkembangan teknologi pada perkembangan matematika dibidang teori tentang bilangan, analisis, peluang, dan teori matematika sampai saat ini. Oleh sebab itu maka pembelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang penting dan harus diberikan untuk peserta didik dari mulai jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang bertujuan supaya dapat melatih kemampuan peserta didik untuk menerima, mengelola, memanfaatkan maupun menciptakan teknologi dimasa depan serta bertujuan untuk membekali peserta didiksupaya berfikir secara logis, kreatif, sistematis, kritis, dan analistis serta kemampuan untuk saling bekerja sama.

Mawardi (2018: 29) menyampaikan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran yaitu sasaran atau target yang akan dicapai di suatu pembelajaran. Tujuan pembelajaran dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Tujuan pembelajaran umum memiliki sifat yang masih umum, belum menggambarkan perilaku spesifik yang akan dicapai sedangkan tujuan pembelajaran khusus lebih spesifik dan operasional. Dalam suatu pembelajaran haruslah terdapat materi yang akan disampaikan, karena materi pembelajaran adalah isi suatu pembelajaran yang menjadi pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Mawardi dan Sulasmono (2011: 33) menjelaskan jenis-jenis materi pembelajaran ke dalam lima kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, prosedur, serta nilai dan sikap.

Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi, Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar yang bertujuan untuk menunjukkan sikap positif bermatematika, yaitu logis, cermat dan teliti, bertanggung jawab dan tidak mudah

(5)

menyerah dalam menyelesaikan suatu permasalahan sebagai wujud dari implementasi kebiasaan dalam inkuiri dan eksplorasi matematika.

Matematika merupakan ilmu yang mendunia karena mendasari perkembangan teknologi modern, matematikapun juga memiliki peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika sangat perlu diberikan kepada peserta didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berfikir analitis, sistematis, kritis, logis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.

2.1.1.3 Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)

Matematika salah satu ilmu universal dan merupakan mata pelajaran yang diajarkan dari jenjang paling dasar yaitu PAUD/TK, Sekolah Dasar, SMP, SMA hingga jenjang paling tinggi yaitu Universitas. Pendidikan matematika di SD memiliki suatu kompetensi yang harus dicapai yaitu Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).Suhandi Astuti (2017: 55) mengemukakan bahwa kompetensi adalah suatu penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang diterapkan sebagai cerminan dari kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi Inti (KI) pada kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016 tentang KI dan KD merupakan tingkat kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik pada setiap kelas untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Kompetensi inti terdiri dari kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 24 tahun 2016 tentang KI dan KD merupakan kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai oleh peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti. Berikut ini KI dan KD Matematika kelas IV di SD sesuai dengan Permendikbud No. 24 tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar disajikan dalam tabel 2.2.

(6)

Tabel 2.2

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas IV Semester II

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN)

KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN) 3. Memahami pengetahuan faktual

dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminn perilaku anak beriman dan berakhlak mulia. 3.1 Menjelaskan pecahan-pecahan

senilai dengan gambardan model konkret.

4.1 Mengidentifikasi pecahan-pecahan senilai dengan gambar dan model konkret.

3.2 Menjelaskan berbagai bentuk pecahan (biasa campuran, desimal, dan persen) dan hubungan di antaranya.

4.2 Mengidentifikasi berbagai bentuk pecahan (biasa, campuran, desimal, dan persen) dan hubungan di antaranya.

3.3 Menjelaskan dan melakukan penaksiran dari jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi dua bilangan cacah maupun pecahan dan desimal.

4.3 Menyelesaikan masalah penaksiran dari jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi dua bilangan cacah maupun pecahan dan desimal.

3.4 Menjelaskan faktor dan kelipatan suatu bilangan.

4.4 Mengidentifikasi faktor dan kelipatan suatu bilangan.

3.5 Menjelaskan bilangan prima. 4.5 Mengidentifikasi bilangan prima.

3.6 Menjelaskan dan menentukan faktor persekutuan, faktor persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutuan, dan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan berkaitan dengan

4.6 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan faktor persekutuan, faktor persekutuan terbesar (FPB), kelipatan persekutuan, dan persekutuan

(7)

kehidupan sehari-hari. terkecil (KPK) dari dua bilangan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

3.7 Menjelaskan dan melakukan pembulatan hasil pengukuran panjang dan berat ke satuan terdekat.

4.7 Menyelesaikan masalah pembulatan hasil pengukuran panjang dan berat ke satuan terdekat.

3.8 Menganalisis sifat-sifat segibanyak beraturan dan segibanyak tidak beraturan.

4.8 Mengidentifikasi segibanyak beraturan dan segibanyak tidak beraturan.

3.9 Menjelaskan dan menentukan keliling dan luas pesegi, persegi panjang, dan segitiga serta hubungan pangkat dua dengan akar pangkat dua.

4.9 Menyelesaikan maslaah berkaitan dengan keliling dan luas pesegi, persegi panjang, dan segitiga termasuk melibatkan pangkat dua dengan akar pangkat dua.

3.10 Menjelaskan hubungan antar garis (sejajar, berpotongan, berhimpit) menggunakan model konkret.

4.10 Mengidentifikasi hubungan antar garis (sejajar, berpotongan, berhimpit) menggunakan model konkret.

3.11 Menjelaskan data diri peserta didik dan lingkungannya yang disajikan dalam bentuk diagram batang.

4.11 Mengumpulkan data diri peserta didik dan lingkungannya dan menyajikan dalam bentuk diagram batang.

3.12 Menjelaskan dan menentukan ukuran sudut pada bangun datar dalam satuan baku dengan menggunakan busur derajat.

4.12 Mengukur sudut pada bangun datar dalam satuan baku dengan menggunakan busur derajat.

Sumber : Lampiran Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) halaman 7.

(8)

2.1.2 Model Pembelajaran

Pembelajaran suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik secara langsung bertatap muka maupun tidak langsung dengan menggunakan berbagai media belajar dan model metode pengajaran yang terdapat dan bisa dilakukan di sekolah. Miftahul Huda (2014:2) pembelajaran bisa dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang sangat berpengaruh pada pemahaman peserta didik. Hal seperti itu yang kerap sekali terjadi di kehidupan sehari-hari, sebab belajar merupakan sebuah proses alamiah yang dialami oleh setiap orang.

Slameto (2007:4) pembelajaran merupakan proses penugasan pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pengalaman, belajar dan mengajar. Suatu proses pengajaran dikatakan berhasil apabila terjadi suatu perubahan tingkah laku pada peserta didik. Proses pembelajaran yang baik dan berhasil dapat terwujud dari perubahan tingkah laku peserta didik pada saat proses pembelajaran, bila terlihat secara aktif baik fisik, mental, maupun emosional. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai susunan yang dapat dipakai untuk menyusun kurikulum, materi, dan memberikan petunjuk bagi guru kelas.

Soekanto (2012:5) mengatakan model pembelajaran adalah sebuah kerangka prosedur yang sistematis dalam pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan memiliki fungsi menjadi pedoman untuk perancang pembelajaran supaya dapat membuat aktivitas belajar mengajar. Joyce dan Weil seperti dikutip dalam Rusman (2011:133) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana yang digunakan untuk merancang kurikulum pembelajaran, bahan pembelajaran dalam membimbing pembelajaran di kelas. Rusman (2012:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang tepat, sesuai dan efisien yang digunakan oleh guru untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan model pembelajaran adalah sarana untuk membantu siswa mendapatkan informasi,

(9)

ketrampilan, meningkatkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan berdasarkan ruang lingkup matematika. Model pembelajaran meningkatkan hasil belajar agar lebih baik dari sebelumnya dan model pembelajaran juga diharapkan membuat peserta didik lebih berpikir kritis melalui proses yang lebih baik.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menyampaikan suatu materi pembelajaran pastinya deperlukan model pembelajaran yang dapat memenuhi KI dan KD maupun indikator pembelajaran matematika, serta harus sesuai dengan karakteristik pembelajaran matematika. Oleh sebab itu pembelajaran matematika dapat menggunakan model-model pembelajaran kooperatif karena model kooperatif ini memiliki berbagai tipe yang menarik perhatian serta minat belajar dari peserta didik serta dapat mengembangkan kemampuannya. Misalnya tipe Numbered Head Together (NHT), Student Team Achievement Division (STAD), Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Investigasi Kelompok atau Team Game Tournament (TGT), dan masih banyak lainnya. Model pembelajaran yang dipakai haruslah memiliki potensi dalam memenuhi KI, KD, indikator pencapaian dan juga kriteria pembelajaran matematika. Peserta didik tetap dapat menguasai konsep-konsep dasar matematika melalui permainan-permainan menarik sekaligus menumbuhkan kemampuannya dalam menggali dan mencari informasi bersamak kelompok maupun individu, memiliki pemikiran yang logis, kritis, bertanggung jawab, dan saling bekerja sama.

Guru sebagai pedoman atau tenaga pendidik memiliki peran yang sangat aktif dalam membantu peserta didik untuk memahami mata pelajaran. Guru memiliki berbagai inovasi dalam menyampaikan materi pelajaran, guru yang kreatif pastinya dapat menghadapi berbagai persoalan yang ada di dalam kelas serta dapat mencari tahu seperti apa cara penyelesaiannya. Melalui perkembangan dibidang pendidikan di Indonesia

(10)

saat ini, banyak model dan metode pembelajaran yang dirancang dan dibuat oleh para ahli yang dapat dipakai dan digunakan untuk mengembangkan hasil belajar peserta didik. Terdapat beberapa model-model pembelajaran antar lain pembelajaran klasik, individual dan kooperatif, pembelajaran klasik dan individual dinilai kurang untuk meningkatkan kualitas berfikir peserta didik pada pelajaran matematika karena sangat sedikit interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru. Oleh sebab itu, maka dibutuhkan model pembelajaran yang inovatif supaya berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.

Maka dikembangkanlah model-model pembelajaran kooperatif yang memiliki fungsi membentuk sebuah hubungan antar peserta didik, dan guru dengan peserta didik. Pembelajaran kooperatif bertujuan meningkatkan sikap berfikir kritis dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama serta mempermudah guru dalam menyampaikan materi. Model pembelajaran kooperatif salah satu model pembelajaran yang membentuk suatu kelompok, dalam kelompok mempunyai krieria yang berbeda-beda dalam tingkat berfikirnyaada yang tingkat berfikirnya tinggi, sedang, bahkan rendah. Model kooperatif mengutamakan dibentuknya kelompok supaya mampu bekerja sama untuk memecahkan suatu permasalah yang dihadapi, peserta didik juga dituntut untuk mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Thompson seperti dikutip dalam Isjoni (2012:14) mengemukakan dengan model belajar secara kooperatif memberikan dampak positif pada unsur interaksi sosial pada pembelajaran, dampak positif dari unsur interaksi sosial dalam penerapan model belajar kooperatif ini adalah peserta didik belajar bersama dalam kelompok yang sudah dibentuk oleh guru dan dapat saling membantu tanpa membedakan kemampuan masing-masing peserta didik, jenis kelamin maupun suku dalam kelompoknya. Model pembelajaran ini juga mengajarkan kepada peserta didik dengan keterampila khusus seperti menjadi pendengar yang baik dan menghargai

(11)

dalam mendengarkan pendapat teman sekelompoknya. Mengerjakan lembar yang berisi pertanyaan ataupun tugas sesuai materi yang diajarkan dan dikerjakan secara bersama-sama, hal tersebut dimaksudkan agar peserta didik dapat membangun kerjasama dan komunikasi yang baik antar individu untuk menuntaskan dan mengerjakan tugas yang sudah diberikan. Nurulhayati seperti dikutip dalam Rusman (2010:203) berpendapat pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang mengajak siswa berpartisipasi untuk berinteraksi dalam kelompok kecil. Tom V. Savage seperti dikutip dalam Rusman (2010:203) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan yang mengajarkan mengenai kerjasama antar kelompok. Johnson seperti dikutip dalam Isjoni (2013:16) pembelajaran kooperatif merupakan teknik pembelajaran yang mengajarkan siswa untuk bekerja terarah dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dalam mencapai tujuan bersama.Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang terbentuk dari 4-5 orang bertujuan untuk saling berpartisipasi dan bekerja sama dalam kelompok.

2.1.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Arends (1997:113) terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif dapat dilihat dalam tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah Tingkah Laku Guru

Langkah 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Guru menyampikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang dipelajari dan memotivasi peserta didik belajar.

(12)

Langkah 2

Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Langkah 3

Mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Langkah 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Langkah 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan mengerjakan soal evaluasi. Langkah 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun belajar individu dan kelompok.

2.1.3.3Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya (2008:249) pembelajaran secara kooperatif memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran, berikut ini kelebihan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif:

a. Siswa tidak harus selalu bergantung pada penjelasan guru, akan tetapi cara tersebut dapat membangun dan menambah kepercayaan diri, kemampuan berfikir dan menemukan informasi dari anggota kelompoknya,

b. Siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara verbal dan membandingkan pendapatnya dengan pendapat anggota kelompoknya,

(13)

c. Mengajarkan sifat menghormati pendapat orang lain dan mampu untuk menerima perbedaan; Mengajarkan pada setiap siswa untuk memiliki tanggungjawab,

d. Membantu peningkatan prestasi akademik setiap siswa dan menambah kemampuan interaksi sosial tiap individu, meningkatkan kedisiplinan dan bersikap positif terhadap sekolah,

e. Menambah kemampuan individu tiap siswa untuk menguji pendapatnya sendiri dan mampu menerima saran dari siswa lainnya, f. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mencari dan menggunakan

informasi sesuai fakta yang ada dan kemampuan mempelajari hal abstrak menjadi riil,

g. Meningkatkan motivasi dan rangsangan dalam berpikir pada tiap siswa.

Sedangkan kekurangan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a. Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang di pelajari tidak akan tercapai. b. Penilaian kelompok dapat membutakan peniliaan secara individu

apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaanya.

c. Mengembangkan kesadaran berkelompok dan memerlukan waktu yang panjang.

Berdasarkan pemaparan tentang kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan tersebut, maka dalam menerapkan pembelajaran kooperatif guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip, karakteristik, serta prosedur dalam menggunakan model pembelajaran kooperatifdengan benar. Dengan begitu guru dapat memaksimalkan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam proses belajar mengajar dan mengatasi kelemahan dari pembelajaran kooperatif itu sendiri.

(14)

2.1.4 Model Kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) 2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions

(STAD)

Model Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model atau tipe belajar yang memiliki struktur yaitu tugas, tujuan, dan penghargaan. Pada model belajar secara kooperatif peserta didik diberikan motivasi untuk mampu bekerjasama dan mengkoordinasi kelompok belajarnya dalam menyelesaikan tugas yang sudah diberikan oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk peningkatan kemampuan menerima perbedaan, pendapat, keterampilan sosial, saling menghargai dan bekerjasama.

Student Team Achievement Division(STAD) menurut Slavin (2015:11) adalah peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok yang memiliki berbagai tingkat kemampuan, ras, suku, dan jenis kelamin. Trianto (2007:133) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe

Student Team Achievement Divisions menggunakan metode ceramah,

tanya jawab dan diskusi, pembelajaran ini terdiri dari 4-5 peserta didik yang acak dalam satu kelompok.Huda (2014: 201)menyatakan bahwa Student Team Achievement Divisions salah satu teknik pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil yang saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas pembelajaran dengan kemampuan yang berbeda-beda. Menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah strategi pembelajaran yang berbentuk kelompok acak secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas.

2.1.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

Menurut Slavin (2010:143) pada model STAD terdapat 5 komponen utama yang terkandung di dalamnya, komponen-komponen tersebut antara lain:

(15)

a. Presentasi. Penyampaian materi pembelajaran diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung seperti yang pernah dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual, sehingga dalam penyampaian materi dapat diterima dengan jelas oleh peserta didik, dan merangsang untuk memiliki rasa ingin tahu terhadap isi materi yang diberikan. Perbedaan antara presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada materi pembelajaran yang dibahas. Dengan cara ini peserta didik akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok.

b. Tim. Tim terdiri dari empat atau lima orang dalam kelompok dengan karakter yang berbeda-beda, untuk hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan semua anggota kelompok benar-benar belajar, dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.

c. Kuis. Setelah guru memberikan presentasi dan praktik tim, peserta didik akan mengerjakan kuis individual. Peserta didik tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

d. Skor kemajuan individual. Poinyang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap peserta didik memberikan konstribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada peserta didik yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik.

(16)

e. Regoknisi tim. Tim mendapatkan penghargaan apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim peserta didik dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah seperti menerapkan pengajaran kelas utuh berfokus pada konsep atau keterampilan. Mereview pelajaran, memperkenalkan pelajaran, menjelaskan dan mencontohkan materi pelajaran, dan meminta siswa untuk berlatih.

2.1.4.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

Sintaks model pembelajaran STAD menurut Nur seperti dikutip dalam Chotimah (2007:162) antara lain:

a. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 peserta didik secara heterogen,

b. Penyampaian materi oleh guru,

c. Pemberian tugas ke kelompok-kelompok belajar oleh guru,

d. Peserta didik yang mempunyai kemampuan akademik yang sudah paham menjelaskan materi yang disampaikan kepada anggota kelompoknya yang kurang paham sehinga seluruh anggota mengerti dan paham,

e. Memberikan kuis kepada peserta didik secara individu,

f. Memberikan poin atau penghargaan kepada peserta didik dengan poin tertinggi,

g. Guru memberikan evaluasi, h. Penutup.

(17)

Ridwan (2013: 134) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dalam menggunakan modelStudent Teams Achievement Divisionsadalah sebagai berikut:

a. Bentuk kelompok yang anggotanya terdiri atas 4-5 orang secara heterogen. Campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan sebagainya.

b. Guru menyajikan materi pelajaran.

c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang sudah paham dapat menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu paham.

d. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis, peserta didik arus bekerja individu tidak diperbolehkan saling membantu.

e. Guru memberikan evaluasi. f. Guru memberikan penghargaan.

Menurut Ibrahim seperti dikutip dalam Trianto (2007:54) terdapat enam langkah utama dalam pembelajaran model kooperatif tipe STAD disajikan pada tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.4

Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD

Langkah Tingkah Laku Guru

Langkah 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Langkah 2

Menyajikan informasi.

Guru menyajikan informasi kepada peserta didik.

(18)

Langkah 3

Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menginformasikan dalam pengelompokan peserta didik.

Langkah 4

Membimbing kelompok belajar.

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

Langkah 5 Evaluasi.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah 6

Memberikan penghargaan.

Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan langkah-langkah model pembelajaran STAD sebagai berikut:

a. Guru melakukan apersepsi.

b. Guru menjelaskan materi pelajaran.

c. Guru menjelaskan metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions.

d. Peserta didik dibagi kedalam kelompok yang terdiri 4-5 orang dengan kemampuan yang heterogen atau berbeda.

e. Peserta didik mendiskusikan materi secara berkelompok

f. Peserta didik mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara berkelompok.

g. Guru memberi kuis kepada masing-masing siswa secara individual.

h. Guru membandingkan nilai rata-rata peserta didik antar setiap kelompok.

i. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapat nilai rata-rata tertinggi.

j. Guru melakukan evaluasi. k. Guru melakukan kesimpulan.

(19)

2.1.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dikemukakan oleh Shoimin (2014:189) yaitu sebagai berikut:

a. Peserta didik bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

b. Peserta didik aktif membantu dan memotivasi semangat anggota kelompoknya untuk berhasil bersama.

c. Aktif berperan sebagai tutor dan lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

d. Interaksi antar kelompok seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

e. Meningkatkan kecakapan secara individu. f. Meningkatkan kecakapan secara kelompok. g. Tidak bersifat kompetitif dalam kelompok. h. Tidak memiliki rasa dendam terhadap orang lain.

Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

a. Partisipasi dari peserta didik berprestasi rendah menjadi kurang. b. Peserta didik yang berprestasi tinggi atau anggota yang pandai lebih

dominan.

c. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk peserta didik sehingga sulit mencapai target kurikulum.

d. Membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga pada umumnya guru tidak mampu menggunakan pembelajaran kooperatif.

e. Membutuhkan kemampuan khusus sehingga tidak semua guru mampu melakukan pembelajaran kooperatif.

f. Menuntut sifat tertentu dari peserta didik, misalnya sifat bekerjasama.

(20)

Sedangkan menurut Soewarso seperti dikutip dalam Hasanah (2007:26) memiliki kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

a. Membantu peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran yang sedang di bahas atau dipelajari.

b. Adanya anggota kelompok yang menghindari dari kemungkinan peserta didik mendapatkan nilai rendah, karena terdapat peserta didik lain dalam kelompoknya yang membantu dalam mengerjakan soal. c. Mengajarkan peserta didik untuk mampu belajar berdebat,

mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama kelompoknya.

d. Pencapaian belajar peserta didik yang tinggi serta menambah dan memerbaiki hubungan dengan temannya.

e. Hadiah maupun penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi peserta didik untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. f. Peserta didik yang lambat dalam berfikir dapat dibantu dengan

peserta didik lainnya untuk menambah ilmu pengetahuan.

g. Memudahkan guru untuk memonitor peserta didik dalam belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil.

Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

a. Ketergantungan peserta didik yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar mandiri.

b. Memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum tidak daaat terpenuhi.

c. Tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat.

d. Menyulitkan bagi guru untuk melaksanakan penilaian terhadap individu dan kelompok.

(21)

2.1.4.5Komponen-komponen Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

Menurut Slavin seperti dikutip dalam Purwati (2010:111) terdapat 5 komponen utama dalam STAD yaitu:

1. Sintagmatik a. Persiapan

Pada tahap ini, guru adalah membuat rencana pembelajaran, menyiapkan tugas-tugas dan kuis, mendata nama-nama peserta didik untuk dibentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen b. Presentasi materi

Pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran matematika dalam persentasi kelas. Penyajian materi pelajaran secara garis besar dan bersifat sebagai pengantar bagi peserta didik dalam melakukan diskusi pada masing-masing kelompok.

c. Pembentukan kelompok

Pada tahap ini guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari peserta didik. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

d. Pemberian tes/kuis

Pada tahap ini setiap selesai satu kali pertemuan akan diadakan tes/kuis yang harus dikerjakan secara individu dan tidak diperbolehkan saling membantu. Dengan begitu setiap peserta didik bertanggung jawab untuk mengetahui dan memahami materi yang telah diajarkan.

e. Pemberian poin

Perkembangan setelah tes dilaksanakan, selanjutnya guru menghitung nilai kemajuan individu (poin perkembangan). Peserta didik mempunyai nilai untuk tim mereka berdasarkan pada skor peserta didik melampaui skor yang lalu. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok

(22)

diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.

2. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap peserta didik. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, peran guru adalah sebagai berikut:

a. Membangun ikatan emosional, yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran.

b. Berperan sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi peserta didik.

c. Harus mampu menciptakan suasana psikologis yang dapat membangkitkan respon peserta didik.

d. Menekankan pentingnya bekerjasama secara kooperatif dalam kelompok masing-masing untuk mencapai tujuan pembelajaran, termasuk upaya meningkatkan keterampilan bekerjasama peserta didik.

e. Memberikan bantuan terbatas pada peserta didik yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan peserta didik.

3. Sistem Sosial

Sistem sosial adalah pola hubungan antara guru dengan peserta didik pada saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pola hubungan antara guru dan peserta didik yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik yang lain. Proses pembelajaran dalam model STAD lebih berpusat pada peserta didik (student centered approach) karena peserta didik tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan

(23)

dibatasi oleh kemauan guru, melainkan peserta didik ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat, minatdan kemampuan yang dimiliki sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan peserta didik dalam STAD yang belajar bersama secara berkelompok dan melibatkan peserta didik sebagai tutor sebaya tanpa adanya tekanan dari guru. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

4. Daya Dukung

Model pembelajaran STAD dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Tetapi tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai saat mengerjakan LKS dan buku penunjang yang relevan.

5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring 1) Dampak Instruksional (Instructional Effect)

Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu sebagai berikut:

a. Kemampuan konstruksi pengetahuan

Dalam STAD peserta didik melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan peserta didik. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakansecara rutin, kemampuan peserta

(24)

didik dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan meningkat.

b. Penguasaan bahan ajar

Dalam model STAD, informasi (pengetahuan) melalui tugas yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang diperoleh sendiri dapat bertahan lama dalam memori peserta didik sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

c. Kemampuan berfikir kritis

Dalam model pembelajaran STAD, peserta didik dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran peserta didik sehingga kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat berkembang dengan optimal.

d. Keterampilan kooperatif

Pembelajaran dengan STAD memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Dampak Pengiring (Nurturant Effect)

Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan peserta didik dalam pembelajaran matematika materi bangun datar melalui Model Students Teams Achievment Division (STAD) yaitu sebagai berikut:

a. Minat (interest)

Minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. STAD meningkatkan minat belajar peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran.

(25)

b. Kemandirian atau otonomi dalam belajar

Pembelajaran dengan menggunakan STAD, peserta didik tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi peserta didik berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi peserta didik dalam belajar.

c. Nilai (value)

Pada STAD terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.

d. Sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu

Adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran, baik dalam mempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka akan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.

(26)

Bagan 2.1

Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

Keterangan : Dampak Instruksional Dampak Pengiring Percaya diri Berfikir kritis Kerja sama Komunikatif Tanggung jawab Students Team Achievement Division ( STAD) Menentukan sifat bangun persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menghitung keliling dan luas persegi, persegi panjang, dan segitiga.

Mengidentifikasi bangun persegi, persegi panjang, dan segitiga. Memecahkan masalah tentang keliling dan luas persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menganalisis bangun persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menyelesaikan masalah keliling dan luas persegi, persegi panjang, dan segitiga.

(27)

2.1.4.6Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

Materi bangun datar pada pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD adalah serangkaian kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran STAD yang telah dilakukan sebelumnya kedalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus dilakukan saat melaksanakan pembelajaran serta cara penggunaannya dengan model pembelajaran STAD tersaji padal tabel 2.5.

Tabel 2.5

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar dengan Model Pembelajaran Students Team Achievement Division (STAD)

KEGIATAN GURU SINTAK

PEMBELAJARAN KEGIATAN SISWA 1. Guru menyampaikan skenario pembelajaran. 2. Guru menyampaikan informasi akan ada tugas-tugas yang akan dikerjakan. 3. Guru mengidentifikasi kondisi kemampuan akademik siswa untuk persiapan membentuk kelompok heterogen. 4. Guru menjelaskan materi bangun datar secara garis besar. 5. Guru membagikan

materi secara lengkap untuk dibaca oleh siswa.

a. Tahap persiapan. b. Menyampaikan informasi (Presentasi klasikal). 1. Siswa mendengarkan informasi dari guru. 2. Siswa mendengarkan tugas-tugas apa yang akan diberikan. 3. Siswa mendengarkan arahan guru dalam rangka menyiapkan diri membentuk kelompok heterogen. 4. Siswa menyimak penjelasan guru tentang ringkasan materi bangun datar. 5. Siswa menerima materi lengkap dan membacanya

(28)

6. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok heterogen. 7. Guru memberikan LKS serta menjelaskan panduan mengerjakan. 8. Guru memberikan skor kelompok. 9. Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi. c. Tahap pembentukan tim atau pengorganisasian siswa (kelompok). d. Tahap mengerjakan LKS. e. Tahap pemberian penghargaan kelompok. 6. Siswa berkumpul untuk membentuk kelompok heterogen. 7. Siswa mengerjakan LKS. 8. Siswa memperhatikan informasi guru tentang skor yang diperoleh dari kelompok masing-masing. 9. Kelompok siswa dengan skor tertinggi menerima penghargaan.

2.1.5 Model Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)

2.1.5.1 Pengertian Model Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) Terdapat berbagai macam jenis model pembelajaran, penggunaan model pembelajaran fungsinya untuk membantu keberhasilan suatu proses belajar mengajar. Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila guru mempu menguasai kelas, media pembelajaran, materi pembelajaran, model pembelajaran, metode pembelajaran dan sumber belajar yang mendukung proses belajar.

Model kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournamen) menurut Saco seperti dikutip dalam Rusman (2010:224) dalam TGT peserta didik bermain permainan dengan anggota tim lain untuk mendapatkan skor bagi tim masing-masing. Slavin (2009:14) mengatakan dalam model pembelajaran TGT teman setim akan saling membantu mempersiapkan diri dalam permainan dengan menjelaskan lembar kegiatan dan masalah satu sama lain namun saat permainan berlangsung teman satu tim tidak

(29)

boleh membantu. Dalam hal ini dapat dilihat untuk memastikan telah terjadi tanggung jawab individu. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) diharapkan dapat menciptakan suasana nyaman dan baru dalam pembelajaran yang menyenangkan dan meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan berfikir. Rusman (2011:224) berpendapat TGT salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang berkelompok dengan beranggotakan 5-6 orang yang memiliki berbagai kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras dalam belajar. Menurut pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah teknik belajar kelompok yang beranggotakan 4-6 orang dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk saling membantu mempersiapkan diri dalam permainan yang menyenangkan dan meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan berfikir.

2.1.5.2 Karakteristik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang beranggotakan 5 sampai 6 orang dalam kelompok yang memiliki berbagai kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompokmasing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan lembar kerja kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka peserta didik akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik peserta didik akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari

(30)

kelompok yang sama. Peserta didik dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen atau sama dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar sama atau setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang diperoleh pada saat pretest. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat atau penghargaan lain.

2.1.5.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Terdapat beberapa langkah dalam penggunaan model pembelajaran. Menurut pendapat Trianto (2010: 84) menjelaskan langkah-langkah model TGT, sebagai berikut:

a. Peserta didik dipilih dan dibagi ke dalam tim/kelompok belajar beranggotakan empat orang secara acak berdasarkan tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku,

b. Guru menyiapkan materi pembelajaran, kemudian materi diberikan kepada peserta didik untuk dikerjakan dengan cara bekerjasama dalam tim/kelompok mereka dan memastikanbahwa setiap anggota tim/kelompok telah memahami dan menguasi pelajaran tersebut, c. Guru selanjutnya mengadakan kuis terhadap setiap peserta didik,

didalam pengerjaan kuis peserta didik bekerja secara perorangan tanpa bantuan tim/kelompoknya.

Menurut Slavin (2005:170) mengemukakan langkah-langkah TGT adalah:

a. Presentasi di kelas.

b. Belajar secara tim. Peserta didik mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.

(31)

c. Turnamen. Peserta didik memainkan game akademik dalam kemampuan yang sama.

d. Rekognisi tim. Skor tim sangat diperhitungkan berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran TGT memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut Taniredja (2012:72) kelebihan model TGT sebagai berikut:

a. Peserta didik memiliki kesempatan berinteraksi dengan peserta didik lain dan mengutarakan pendapatnya secara verbal,

b. Menambah kepercayaan diri setiap peserta didik,

c. Perilaku suka mengganggu peserta didik lain menjadi berkurang, d. Menambah motivasi dalam belajar,

e. Tingkat pemahaman terhadap materi mata pelajaran tertentu bertambah karena adanya anggota kelompok yang lebih pandai, f. Meningkatkan sifat toleransi antara peserta didik dengan guru dan

peserta didik dengan peserta didik,

g. Suasana belajar mengajar lebih hidup dan tidak membosankan. Adapun kekurangan model TGT sebagai berikut:

a. Tidak semua peserta didik dalam kelompok aktif berpendapat b. Waktu yang sangat kurang

c. Kemungkinan terjadinya kegaduhan karena tidak terkondisikan.

2.1.5.5Komponen-komponen Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)

Analisis komponen-komponen Model TGT Slavin (2005:170) menjelaskan terdapat 4 komponen utama yang digunakan dalam model TGT yaitu:

(32)

1. Sintagmatik

a. Tahap menyampaikan informasi

Pada tahap penyampaian informasi dalam materi pelajaran oleh guru menggunakan cara diskusi, ceramah, maupun demonstrasi atau eksperimen dan dapat dibantu dengan media-media yang ada di sekolah guna memberikan informasi yang benar, nyata dan sesuai isi materi mata pelajaran tertentu. Pada tahapan ini guru harus menjelaskan secara sistematis dan jelas agar dalam penyampaian materi dapat diterima oleh peserta didik. Selanjutnya isi materi tersebut akan digunakan oleh peserta didik untuk menjawab kuis yang akan diberikan pada tahap berikutnya.

b. Tahap pembentukan tim atau pengorganisasian kelompok

Pada tahap ini guru membuat kelompok-kelompok dengan beranggotakan 4 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan pemahaman akademik yang berbeda-beda, dengan maksud agar mampu mengarahkan semua tim/kelompok untuk belajar bekerjasama untuk mengkaji materi yang diberikan oleh guru. Dengan berdiskusi dapat membantu anggota tim/kelompok yang berkemampuan akademik kurang sehingga secara tim/kelompok siap mengikuti kuis dan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim/kelompok, meningkatkan kepercayaan diri dan keakraban antar peserta didik.

c. Tahap permainan (Game Tournament)

Pada tahap permainan, guru membuat permainan akademik yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai materi ajar sebelumnya. Tahap ini merupakan indikator bagi guru untuk mengetahui kemajuan pengetahuan peserta didik setelah mendapatkan informasi secara klasikal dan hasil diskusi bersama tim/kelompoknya.

(33)

d. Tahap rekognisi tim

Tahapan ini menunjukan gambaran perbedaan peningkatan kemampuan /prestasi peserta didik, yang diperoleh dari jumlah skor tiap anggota tim/kelompok kemudian dicari rata - ratanya.

2. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi merupakan menggambarkan respon guru terhadap TGTpeserta dididiknya, peranan guru pada model adalah sebagai berikut: 1) Membangun ikatan emosional guna terciptanya suasana belajar yang nyaman atau kondusif dalam kegiatan belajar-mengajar; 2) Guru tidak hanya menjadi sumber/media pengetahuan bagi peserta didik tapi guru juga berperanan sebagai fasilitator, pendamping, dan motivator bagi peserta didik; 3) Guru harus mampu menciptakan suasana psikologis yang positif agar peserta didik memberikan respon yang baik terhadap materi yang disampaikan; 4) Guru harus mampu menjelaskan pentingnya bekerjasama agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, dan termasuk upaya peningkatan keterampilan kooperatif peserta didiknya; 5) Memberikan bantuan yang terbatas, maksud dari bantuan terbatas adalah hanya pada peserta didik yang membutuhkan bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa pertanyan untuk membuka wawasan peserta didik.

3. Sistem Sosial

Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan peserta didik pada saat terjadinya proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, pola hubungan antara guru dan peserta didik yaitu terjadi interaksi dua arah, yang artinya interaksi yang terjadiantara guru dengan peserta didik dan antara peserta didikdengan peserta didik yang lain. Proses pembelajaran dalam model TGT lebih berpusat pada peserta didik (student centered approach) karena peserta didik tidak dianggap sebagai objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan peserta didik ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan bakat,

(34)

minatdan kemampuan yangdimiliki sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan peserta didik dalam TGT yang belajar bersama secara berkelompok dan melibatkan peseta didik sebagai tutor sebaya tanpa adanya tekanan dari guru. Dengan pembelajaran seperti itu, maka akan tercipta suasana belajar yang menyenangkan sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

4. Daya Dukung

Model pembelajaran TGT dalam pelaksanaannya memerlukan sarana, bahan dan alat yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga dapat merubah lingkungan belajar yang semula membosankan menjadi lebih menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar peserta didik. Tetapi tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus seperti peralatan khusus atau ruangan khusus melainkan hanya meja-meja yang akan dipakai pada saat game tournament, buku-buku yang menyangkut materi yang dipelajari, LKS dan buku penunjang yang relevan.

5. Dampak Instrusional dan Dampak Pengiring TGT 1) Dampak Instruksional (Instructional Effect)

Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut: a) Kemampuan konstruksi pengetahuan: dalam TGT peserta didik melakukan aktivitas dalam kelompok-kelompok kecil dan berinteraksi dalam sebuah permainan yang melibatkan peserta didik. Dengan aktivitas semacam ini dan dilaksanakan secara rutin, kemampuan peserta didik dalam konstruksi pengetahuan secara mandiri akan meningkat; b) Penguasaan bahan ajar: dalam model TGT, informasi (pengetahuan) melalui tugas yang dilakukan oleh kelompok. Pengetahuan yang diperoleh

(35)

sendiri dapat bertahan lama dalam ingatan peserta didik sehingga pembelajaran menjadi lebihbermakna; c) Kemampuan berpikir kritis: dalam model pembelajaran TGT, peserta didik dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pikiran peserta didik sehingga kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat berkembang dengan optimal; d) Keterampilan kooperatif: pembelajaran dengan TGT memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan berbagai latar belakang kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk bekerja sama, saling tergantung dan belajar menghargai satu sama lainnya. Kondisi semacam ini memungkinkan berkembangnya keterampilan-keterampilan untuk bekerja sama yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Dampak Pengiring (Nurturant Effect)

Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu sebagai berikut: a) Minat (interest): minat yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam TGT meningkatkan minat belajar peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran; b) Kemandirian atau otonomi dalam belajar: dalam pembelajaran yang menggunakan TGT, peserta didik tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi peserta didik berupaya sendiri mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam kelompok-kelompok kecil. Kondisi semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi peserta didik dalam belajar; c) Nilai (value): pada TGT terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda; d) Sikap positif

(36)

terhadap suatu mata pelajaran tertentu: adanya suasana persaingan yang kompetitif antar kelompok akan membuat peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran, baik dalammempelajari bahan ajar dan membangun pengetahuan sendiri. Kondisi ini akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, maka akan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran tertentu.

(37)

Bagan 2.2

Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model PembelajaranTeam Games Tournament (TGT) Keterangan : Dampak Instruksional Dampak Pengiring Sportif Berfikir kritis Kerja sama Komunikatif Tanggung jawab Teams Game Tournament (TGT) Menentukan sifat bangun persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menghitung keliling dan luas persegi, persegi panjang, dan segitiga.

Mengidentifikasi bangun persegi, persegi panjang, dan segitiga. Memecahkan masalah tentang keliling dan luas persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menganalisis bangun persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menyelesaikan masalah keliling dan luas persegi, persegi panjang, dan segitiga. Menghargai

Antusias

(38)

2.1.5.6 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT)

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT merupakan serangkaian aktivitas belajar mengajar dengan model pembelajaran TGT yang telah direncanakan ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran dan cara penggunaannya dengan model pembelajaran TGT seperti disajikan dalam tabel 2.6.

Tabel 2.6

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Materi Bangun Datar dengan Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT)

KEGIATAN GURU SINTAK

PEMBELAJARAN

KEGIATAN SISWA

1. Guru menjelaskan materi bangun datar. 2. Guru menggunakan media gambar. 3. Guru mengidentifikasi siswa berdasarkan kemampuan akademiknya. 4. Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok heterogen. 5. Guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan. 6. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan rebutan secara berkelompok. 7. Guru mencatat jawaban tiap-tiap kelompok dan a. Tahap menyampaikan informasi (Presentasi klasikal) b. Tahap pembentukan Tim atau Pengorganisasian siswa (kelompok) c. Tahap permainan (Game Tournament) d. Tahap rekognisi tim. 1. Siswa menyimak penjelasan guru tentang materi bangun datar. 2. Memperhatikan media yang ditayangkan guru. 3. Siswa berkumpul

sesuai arahan guru berdasarkan kemampuannya. 4. Siswa berkumpul menjadi 5 kelompok sesuai kelompoknya masing-masing. 5. Siswa memperhatikan arahan dari guru. 6. Siswa menjawab pertanyaan rebutan dalam kelompok. 7. Siswa secara berkelompok memantau perolehan skor. 8. Siswa

(39)

memberikan penilaian.

8. Guru merekap skor dalam kelompok. 9. Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi memperhatikan penjelasan guru tentang skor yang diperoleh dari kelompok masing-masing. 9. Kelompok siswa yang memperoleh skor tertinggi mendapat penghargaan 2.1.6 Hasil Belajar

2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar

Ketercapaian kemampuan seseorang dalam mengikuti proses belajar dapat dilihat dari hasil belajar. Hasil belajar menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Hasil belajar dapat dilihat dari tercapainya kemampuan seseorang dalam ranah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Hasil belajar menurut Suprijono (2009:5) dapat berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif. Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2009:3) hasil belajar merupakan sebuah hasil dari suatu kegiatan yang melibatkan interaksi belajar mengajar. Menurut Slameto (2010:2) hasil belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tolak ukur proses perubahan tingkah laku untuk dapat mengetahui berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran yang dapat berupa keterampilan, sikap, dan pengetahuan.

2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam tercapainya hasil belajar peserta didik sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

(40)

prestasi belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Baharudin, 2007:19).

a. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis:

1) Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik. Kondisi fisik yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan individual. Sebaliknya bila kondisi fisik yang kurang baik maka akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal dan mampu mempengaruhi hasil belajar individual.Panca indera yang berfungsi dengan baik dapat mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.

2) Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi dalam proses belajar dan hasil belajar individual.Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.

b. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:

1) Lingkungan sosial yang mempengaruhi proses belajar peserta didik antara lain: guru, administrasi dan teman-teman sekelas, lingkungan masyarakat dan keluarga.

2) Lingkungan non sosial yang mempengaruhi proses belajar peserta didik antara lain: kondisi udara, gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, peraturan sekolah, buku panduan, lapangan olahraga, kurikulum sekolah, metode pengajaran dan kondisi perkembangan peserta didik.

(41)

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian eksperimen terdahulu yang membuktikan keberhasilan dari model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division(STAD) danTeams Game Tournament (TGT).

1. I Made Giantara (2014: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus V Kecamatan Marga. Berdasarkan hasil pengujian normalitas dan homogenitas terhadap data yang didapat dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan uji T maka H0 ditolak karena berada di ≤ 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan tentang hasil belajar Matematika antara siswa yang diberi perlakuan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan siswa yang diberi perlakuan menggunakan pembelajaran konvensional. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika pada siswa kelas V SD Gugus V Kecamatan Marga.

2. Aniek Christianti Mustika (2013: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembelajaran Kooperatif STAD Terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas IV SD Saraswati Tabanan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan hasil belajar dengan model konvensional terhadap hasil belajar Matematika. Terjadinya interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi dimana ditemukan model pembelajaran kooperatif STAD lebih tepat untuk siswa dengan motivasi tinggi namun sebaliknya jika motivasi rendah lebih sesuai menggunakan model konvensional.

3. Kamaliah (2014: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD Kelas IV di Desa

(42)

Pegayaman Kecamatan Sukasada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dengan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional (t(hitung) = 2,626> t(tabel) = 2,002). Ini berartimodel pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar matematika.

4. Firosalia Kristin (2016: 74) melakukan penelitian tentang Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau dari Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa model pembelajaran STAD lebih efektif dibandingkan model konvensional dalam meningkatkan hasil belajar IPS. Hal itu dibuktikan dari data yang diperoleh bahwa t(hitung) > t(tabel) yaitu 3,392 > 2,000.Hal ini membuktikan bahwa STAD lebih efektik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

5. I Pt. Rudy Sutrisna (2013: 1) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Sederhana Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Pangkungparuk. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran STAD dengan berbantuan media sederhana lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA antara kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan berbantuan media sederhana dengan kelompok konvensional.

6. Ni L. Gd. Marheni (2013: 1) melakukan penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Kelas V SD Padangsambian Denpasar. Berdasarkkan hasil dari penelitian ini, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatan keaktifan dan hasil belajar IPS

Referensi

Dokumen terkait

dalam judul penelitian yaitu Manfaat Hasil Belajar “Menyediakan Layanan Makanan dan Minuman di Restoran” sebagai Kesiapan Kerja Pramusaji pada Peserta Didik SMKN

Upaya pengelolaan lingkungan airtanah agar terdapat keseimbangan antara persediaannya dengan tingkat kebutuhan kawasan kepariwisataan, berdasarkan analisis SWOT menunjukkan

SEGMEN BERITA REPORTER B BISNIS CAT MOBIL YANG TAK PERNAH

 Repo SBSN OPT Syariah adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu

Pemodelan data yang digunakan dalam sistem informasi akademik berbasis web pada SMK Pelayaran Sinar Bahari Palembang adalah dengan menggunakan Entity Relantionship Diagram

Buku yang menguraikan terkait bagaimana lahirnya anggota Parlemen yang aspiratif, dengan menggunakan kajian mulai dari mekanisme rekrutmen anggota Partai

(keseriusan yang dirasakan) tentang penerapan dalam program KB sebagian besar subyek penelitian masih mengganggap serius tentang penerapan pria dalam pelaksanaan

Dengan dibuatkan formulir seperti ini akan menunjukkan data transaksi yang terjadi pada hari itu yang kemudian digunakan untuk mengelola dan memantau hasil transaksi setiap