• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-KAROTEN PADA CPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-KAROTEN PADA CPO"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

21

OPTIMASI UKURAN PARTIKEL, MASSA DAN WAKTU KONTAK KARBON AKTIF

BERDASARKAN EFEKTIVITAS ADSORPSI β-KAROTEN PADA CPO

Juli Elmariza1*, Titin Anita Zaharah1, Savante Arreneuz1 1

Program Studi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, 78124

*e-mail: juli.elmariza@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan adsorpsi karoten pada CPO oleh karbon aktif dari cangkang kelapa sawit. β-karoten merupakan senyawa golongan β-karotenoid yang banyak terdapat didalam CPO. Namun, pada pengolahan CPO menjadi minyak goreng, β-karoten seringkali dibuang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran partikel, massa, dan waktu kontak optimum berdasarkan efektivitas karbon aktif terhadap adsorpsi β-karoten. Penelitian dimulai dari proses karbonisasi pada suhu 500oC selama 3 jam dan dilanjutkan dengan aktivasi selama 4 jam dengan menggunakan larutan NaOH 2%. Karakterisasi melalui GSA menunjukkan peningkatan luas permukaan adsorben dari 38,350 m2/g menjadi 304,163 m2/g. Proses adsorpsi dilakukan dengan cara mengontakkan karbon aktif dengan CPO menggunakan variasi ukuran partikel, massa dan waktu kontak untuk mengetahui kondisi optimum dalam proses adsorpsi yang dilakukan terhadap karbon aktif ukuran 50, 100, dan 140 mesh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, karbon aktif dari cangkang sawit yang optimum adalah dengan ukuran partikel 100 mesh. Massa optimum yang didapatkan adalah 1,0 g pada waktu kontak 0,5 jam dengan efektivitas sebesar 72,53%.

Kata kunci : β-karoten, adsorpsi, cangkang sawit, karbon aktif.

PENDAHULUAN

Kelapa sawit (Elaesis guineensis

Jacq) merupakan salah satu varietas unggulan perkebunan di Indonesia, termasuk Kalimantan Barat. Produksi kelapa sawit mencapai 21.534 juta ton pada tahun 2010 dengan nilai pemasukan sebesar 9,38 miliar dolar. Badan pangan dunia (FAO) memperkirakan nilai produksi ini akan terus meningkat, sehingga di tahun 2020 Indonesia diharapkan mampu memproduksi setengah dari produksi sawit dunia (Sahertian, 2012).

Salah satu produk unggulan hasil olahan kelapa sawit adalah CPO (crude palm oil). Kandungan yang terdapat dalam CPO terdiri dari kandungan mayor dan minor. Kandungan mayor didalamnya antara lain trigliserida (94%), sedangkan kandungan minornya yaitu tokoferol, sterol, pospatida, serta karotenoid yang merupakan salah satu kandungan penting dalam CPO (Muchtadi, 1992). CPO merupakan bahan dasar pembuatan minyak goreng. Minyak goreng yang berwarna kemerahan umumnya tidak disenangi.

Konsumen lebih memilih minyak yang berwarna kuning dan cenderung bening. Oleh karena itu, demi memenuhi keinginan konsumen, dilakukan proses pemucatan (bleaching) pada CPO. Proses pemucatan dilakukan dengan menyerap senyawa karotenoid yang merupakan pembentuk warna kemerahan pada CPO. Menurut Serlahwaty (2007), karotenoid yang diserap oleh zat pemucat pada umumnya tidak dimanfaatkan lagi oleh pabrik.

Adsorpsi merupakan metode pemucatan yang paling banyak digunakan karena cenderung lebih cepat dan mudah untuk dilakukan (Serlahwaty, 2007). Banyak adsorben yang telah diujikan untuk mengadsorpsi β-karoten dari minyak sawit ini, diantaranya menggunakan abu sekam padi, silika gel, alumina, lempung, dan cangkang kelapa sawit.

Purba (2009) telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan cangkang sawit sebagai adsorben β-karoten pada CPO. Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2009) membuktikan bahwa cangkang sawit dapat digunakan

(2)

22 sebagai adsorben β-karoten pada CPO. Namun, pada penelitian tersebut tidak dilakukan proses aktivasi terhadap karbon dari cangkang sawit. Sehingga, pada penelitian ini dilakukan aktivasi terhadap karbon yang digunakan. Proses aktivasi dilakukan secara kimia dengan merendam karbon kedalam larutan NaOH 2%. Pada penelitian ini ditentukan ukuran partikel, massa, dan waktu kontak optimum karbon aktif dari cangkang sawit berdasarkan efektivitas adsorpsi β-karoten pada CPO. Analisis sampel akan dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 465 nm. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi β-karoten yang tersisa pada sampel sehingga dapat diketahui efektivitas dari karbon aktif tersebut dan dapat ditentukan ukuran partikel, massa dan waktu kontak optimum karbon aktif dalam proses adsorpsi β-karoten pada CPO.

METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ayakan (50, 100, dan 140 mesh), GSA (Gas Sorption Analyzer) jenis QuantachromeNovaWin2, pH universal, seperangkat alat gelas kimia, senrifugasi, shaker, spektrofotometer UV-Vis, dan tanur. Bahan-bahan yang digunakan antara lain akuades, cangkang sawit, kloroform (CHCl3), dan natrium hidroksida (NaOH).

Prosedur Penelitian

Persiapan Sampel dan Pembuatan Karbon

Cangkang sawit dicuci dan dijemur hingga kering. Pembuatan karbon dari cangkang sawit didasarkan pada penelitian Hartanto dan Ratnawati (2010). Cangkang sawit yang sudah kering kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 500oC selama 3 jam dan selanjutnya didiamkan selama 24 jam. Cangkang sawit yang telah menjadi karbon kemudian dihaluskan dan diayak masing-masing dengan ayakan 50, 100, dan 140 mesh.

Aktivasi Karbon

Proses aktivasi karbon dari cangkang sawit didasarkan pada penelitian Hartanto dan Ratnawati (2010). Karbon diaktivasi

dengan direndam kedalam larutan NaOH 2% selama 4 jam. Karbon selanjutnya dicuci dengan akuades. Karbon yang telah dicuci dipanaskan kembali pada suhu 350oC selama 1 jam dengan tanur. Karbon yang telah diaktivasi selanjutnya dikarakterisasi dengan GSA (Gas Sorption Analyzer).

Penentuan Massa Optimum Karbon Aktif terhadap Adsorpsi β-Karoten pada Minyak Sawit (CPO)

Penentuan massa optimum karbon aktif didasarkan pada penelitian Rahmalia (2006). Sebanyak 10 ml CPO dipipet dan dimasukkan kedalam 5 buah botol kaca. Kedalam botol kaca tersebut dimasukkan karbon aktif dengan variasi massa, yaitu 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g; 2,0 g; dan 2,5 g. CPO dan karbon aktif dikontakkan dengan cara dikocok dengan menggunakan shaker

selama 1,5 jam. Selanjutnya diambil larutan sampel dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3200 rpm selama 20 menit. CPO yang tersisa kemudian dianalisis. Sampel dipipet sebanyak 0,1 ml dan dilarutkan dengan 5 ml kloroform. Kemudian dilakukan pengenceran sebanyak satu kali. Analisis

dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 465 nm. Penelitian ini dilakukan masing-masing terhadap karbon aktif ukuran 50, 100, dan 140 mesh.

Penentuan Waktu Kontak Optimum Karbon Aktif terhadap Adsorpsi β-Karoten pada Minyak Sawit (CPO)

Penentuan waktu kontak optimum didasarkan pada penelitian Rahmalia (2006). Sebanyak 10 ml CPO dipipet dan dimasukkan kedalam 5 buah botol kaca. Kedalam botol kaca tersebut dimasukkan karbon aktif sebanyak massa optimum yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. CPO dan karbon aktif dikontakkan dengan cara dikocok menggunakan shaker dengan variasi waktu yaitu 0,5 jam; 1,0 jam; 1,5 jam; 2,0 jam; dan 2,5 jam. Setelah dilakukan proses pengocokan, selanjutnya diambil larutan sampel dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3200 rpm selama 20 menit. CPO yang tersisa kemudian dianalisis dengan cara yang sama dengan prosedur sebelumnya.

(3)

23 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karbonisasi dilakukan pada suhu 500oC selama 3 jam. Pada tahap ini terjadi proses penguraian komponen yang terdapat dalam cangkang sawit, diantaranya lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Karbon kemudian dihaluskan dan diayak dengan ukuran 50, 100, dan 140 mesh, kemudian diaktivasi. Aktivasi dilakukan secara kimia dengan menggunakan NaOH 2% selama 4 jam. Karbonisasi dan aktivasi dilakukan berdasarkan penelitian oleh Hartanto dan Ratnawati (2010)

Aktivasi dilakukan untuk membuka pori-pori permukaan dari karbon aktif agar lebih besar dan efisien untuk dijadikan adsorben. Selanjutnya karbon dicuci dengan akuades dan dilakukan pemanasan kembali pada suhu 350oC selama 1 jam. Karbon aktif kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan GSA (Gas Sorption Analyzer) untuk mengetahui luas permukaan spesifik serta porositas dari karbon aktif yang dihasilkan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Hasil analisis GSA karbon aktif dari cangkang sawit Jenis Adsorben Luas Permukaan (m2/g) Volume Total Pori (cc/g) Rerata Jejari Pori (Ȧ) Karbon 38,350 0,026 15,239 Karbon aktif 304,163 0,021 15,181

Berdasarkan hasil analisis GSA, karbon yang diaktivasi dengan NaOH memiliki luas permukaan yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa aktivator NaOH mampu melepaskan pengotor yang terdapat didalam karbon dari cangkang sawit sehingga luas permukaan karbon menjadi lebih besar.

Penentuan massa optimum karbon aktif dilakukan untuk mengetahui berapa banyak massa adsorben yang digunakan untuk menyerap β-karoten yang terdapat dalam minyak sawit. Sebanyak 10 ml CPO dimasukkan kedalam 5 botol kaca berbeda dan dimasukkan karbon aktif yang sudah diayak dengan variasi massa, yaitu 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g; 2,0 g; dan 2,5 g. Kemudian dilakukan proses kontak antara CPO dan karbon aktif dengan cara dikocok dengan menggunakan shaker selama 1,5 jam.

Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada sampel dengan kecepatan 3200 rpm

selama 20 menit. Suspensi yang memiliki berat jenis lebih besar akan mengendap, dan suspensi yang berada di lapisan atas diambil dan diukur absorbansinya.

Sampel dipipet sebanyak 0,1 ml dan dilarutkan dengan 5 ml kloroform. Kemudian dilakukan pengenceran satu kali agar absorbansi dapat terbaca pada spektrofotometer UV-Vis. Penggunaan kloroform sebagai pelarut dikarenakan β-karoten memiliki kelarutan yang baik didalam kloroform dibandingkan dengan pelarut organik yang lainnya (Craft, 1992). Analisis dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 465 nm. Penelitian ini dilakukan masing-masing terhadap karbon aktif ukuran 50, 100, dan 140 mesh.

Nilai efektivitas menunjukkan hubungan keberhasilan adsorben dalam melakukan adsorpsi (Yamliha, dkk., 2013). Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai efektivitas tertinggi ditunjukkan pada karbon aktif dengan massa 2,5 gram, yaitu sebesar 65,51%. Pada Gambar 2, efektivitas tertinggi karbon aktif ukuran 100 mesh ditunjukkan pada massa 1,0 gram, yaitu sebesar 61,30%.

Hal yang sama terjadi pula pada proses adsorpsi β-karoten oleh karbon aktif ukuran 140 mesh. Massa optimum ditunjukkan oleh karbon aktif sebanyak 1,0 gram (Gambar 3).

Gambar 1. Efektivitas β-karoten terserap pada ukuran 50 mesh

Gambar 2. Efektivitas β-karoten terserap pada ukuran 100 mesh

22.46 26.20 27.61 61.77 65.51 20 30 40 50 60 70 0 1 2 3 E fe k ti v it a s ( % ) Massa (gram) 59.43 61.30 56.15 57.56 58.02 50 55 60 65 70 0 1 2 3 E fe k ti v it a s ( % ) Massa (gram)

(4)

24 Gambar 3. Efektivitas β-karoten terserap pada ukuran 140 mesh

Efektivitas karbon aktif ukuran 140 mesh lebih tinggi dibandingkan dengan karbon aktif ukuran 50 dan 100 mesh, yaitu sebesar 80,49%. Hal ini dikarenakan karbon aktif ukuran 140 mesh memiliki luas permukaan yang paling besar dibandingkan ukuran 50 dan 100 mesh. Semakin kecil ukuran partikel, berarti luas permukaan semakin besar. Luas permukaan yang besar memiliki daya serap yang lebih tinggi (Yamliha, dkk., 2013). Sehingga, efektivitas adsorpsi β-karoten oleh karbon aktif ukuran 140 mesh lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran 100 dan 50 mesh.

Selain massa adsorben, waktu kontak juga dapat mempengaruhi kinerja dan daya serap (Asip, dkk, 2008) sehingga akan mempengaruhi efektivitas suatu adsorben. Variasi waktu kontak yang digunakan adalah 0,5 jam; 1,0 jam; 1,5 jam; 2,0 jam; dan 2,5 jam. Massa karbon aktif yang digunakan pada penelitian ini merupakan massa optimum yang telah diperoleh dari prosedur sebelumnya.

Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui efektivitas karbon aktif tertinggi terdapat pada waktu kontak 1,5 jam, yaitu sebesar 64,11%. Pada Gambar 5, dapat diketahui walaupun efektivitas sempat mengalami penurunan pada waktu kontak 1,0 jam, namun penambahan waktu kontak hingga 2,5 jam kembali meningkatkan efektivitas karbon aktif sebesar 74,87%.

Untuk karbon aktif ukuran 50 mesh, waktu kontak yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan karbon aktif ukuran 100 mesh. Hal ini dapat disebabkan jumlah karbon aktif ukuran 50 mesh yang digunakan lebih banyak sehingga adsorben dapat menyerap adsorbat dalam waktu yang lebih singkat dari karbon aktif ukuran 100 mesh.

Gambar 6 menunjukkan efektivitas β-karoten yang terserap pada waktu kontak 0,5 jam merupakan yang tertinggi, yaitu sebesar 66,92%. Penambahan waktu kontak hingga 2,5 jam tidak meningkatkan efektivitas β-karoten. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa ketika adsorpsi terjadi selama 0,5 jam, proses adsorpsi telah terjadi secara maksimal. Seluruh sisi aktif adsorben telah terisi oleh adsorbat karena pada penambahan waktu selanjutnya tidak terjadi peningkatan jumlah serapan adsorbat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa luas permukaan pada karbon aktif ukuran 140 mesh lebih besar dibandingkan pada karbon aktif ukuran 50 dan 100 mesh. Maka dari itu, dengan waktu kontak yang singkat memungkinkan adsorbat dapat terserap dengan cepat.

Gambar 4. Efektivitas β-karoten terserap pada ukuran 50 mesh

Gambar 5. Efektivitas β-karoten terserap pada ukuran 100 mesh

Gambar 6. Efektivitas β-karoten terserap pada ukuran 140 mesh

79.56 80.49 70.19 66.92 63.17 60 65 70 75 80 85 0 1 2 3 E fe k ti v it a s ( % ) Massa (gram) 72.53 72.06 73.47 73.4 74.87 70 75 80 85 90 0 1 2 3 E fe k ti v it a s ( % )

Waktu Kontak (jam)

66.92 64.11 66.45 63.64 65.04 60 65 70 75 80 0 1 2 3 E fe k ti v it a s ( % )

Waktu Kontak (jam)

60.83 61.77 64.11 60.83 59.43 50 55 60 65 70 0 1 2 3 E fe k ti v it a s ( % )

(5)

25 Berdasarkan prosedur yang dilakukan sebelumnya, massa optimum karbon aktif pada ukuran 100 mesh dan 140 mesh adalah sama, yaitu 1,0 gram. Walaupun memiliki massa optimum yang sama, namun luas permukaan karbon aktif ukuran 140 mesh lebih besar dibandingkan ukuran 100 mesh, sehingga sisi aktif yang dimiliki karbon aktif ukuran 140 mesh lebih banyak. Maka dari itu, waktu kontak yang dibutuhkan oleh karbon aktif ukuran 140 mesh juga lebih cepat karena adsorbat dapat terserap dalam waktu singkat.

Berdasarkan Gambar 5 dan Gambar 6, dapat diketahui bahwa walaupun karbon aktif ukuran 140 mesh memiliki waktu kontak yang lebih cepat, namun efektivitas karbon aktif ukuran 100 mesh secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan 140 mesh. Berdasarkan analisis anova, efektivitas adsorpsi karbon aktif pada ukuran 100 dan 140 mesh tidak menunjukkan beda nyata, sehingga pada penentuan waktu kontak ini dapat dilihat perbandingan angka efektivitas karbon aktif ukuran 100 mesh dan 140 mesh pada waktu kontak optimum ukuran 140 mesh, yaitu 0,5 jam. Pada waktu kontak tersebut, karbon aktif ukuran 140 mesh memiliki efektivitas yang lebih rendah daripada ukuran 100 mesh, sehingga pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karbon aktif yang paling optimum digunakan dalam proses adsorpsi β-karoten pada CPO adalah karbon aktif ukuran 100 mesh dengan massa 1,0 gram dan waktu kontak 0,5 jam.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa karbon aktif dari cangkang sawit yang optimum digunakan dalam adsorpsi β-karoten pada CPO adalah karbon aktif ukuran 100 mesh dengan massa 1,0 gram dan waktu kontak 0,5 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Asip, F., Ridha M., Husna, 2008, Uji Efektivitas Cangkang Telur dalam Mengadsorbsi Ion Fe dengan Proses Batch, Jurnal Teknik Kimia, (15)2.

Craft, N.E., and Soares, 1992, Relative Solubility, Stability, and Absorptivity of Lutein and β-Carotene in Organic Solvents,

Journal Agric. Food Chem. (40)3. Hartanto, S dan Ratnawati, 2010,

Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa Sawit dengan Metode Aktivasi Kimia, Jurnal Sains Materi Indonesia, (12)1 : 12-16.

Muchtadi, T.R., 1992, Karakterisasi Komponen Instrinsik Utama Buah Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dalam Rangka Optimalisasi Proses Ekstraksi Minyak dan Pemanfaatan Pro-Vitamin A, Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Purba, R., 2009, Pemanfaatan Arang Aktif

dari Cangkang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai Adsorben β-Karoten pada Minyak Kasar Kelapa Sawit (CPO) Crude Palm Oil, Jurusan Kimia Universitas Mulawarman,

Bioprospek. (7)1. ISSN 1829-7226.

Sahertian, D.E., 2012, Kajian Karotenoid, Vitamin A, dan Stabilitas Ekstrak Karotenoid Serabut Buah Kelapa Sawit (Elaesis guineensis) Segar dan Pasca Perebusan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Serlahwaty, D., 2007, Kajian Isolasi

Karotenoid dari Minyak Sawit Kasar dengan Metode Adsorbsi Menggunakan Penjerap Bahan Pemucat, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Yamliha, A., Bambang D.A., Wahyunanto

A.N., 2013, Pengaruh Ukuran Zeolite terhadap Penyerapan Karbondioksida (CO2) pada Aliran Biogas, Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, (1)2.

Gambar

Gambar  2.  Efektivitas  β-karoten  terserap  pada ukuran 100 mesh
Gambar  6  menunjukkan  efektivitas  β- β-karoten  yang  terserap  pada  waktu  kontak  0,5  jam  merupakan  yang  tertinggi,  yaitu  sebesar  66,92%

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimanakah perancangan sistem e-procurement yang dibuat untuk mengelola bahan baku dan peramalan bahan baku agar tepat waktu dan sesuai dengan jumlah yang

Mengikut Hidayat itu lagi, polemik makna kebudayaan berlaku di Malayonesia dalam tahun 1935-1940-an antara mereka yang mahu kebudayaan ditakrifkan secara profan (oleh itu

Bertitiktolak daripada itu, makalah ini membicarakan tentang analisa awal struktur geometri tersembunyi dalam rekabentuk lembaran naskhah Dala'il al- Khayrat (MSS1273), salah

Jika di kontektualisasikan mengenai tidak syrik ini, yaitu orang muslim yang mempercayai bahwa taida tuhan yang pantas disembah selain Allah Swt, siapakah orang

ChiVMV dan CMV dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) Cairan perasan tanaman yang mengandung ChiVMV terlebih dahulu diinokulasikan pada daun tanaman cabai yang diuji, tiga

Dan beberapa definisi di atas, dapat diambil disimpulkan bahwa jual beli adalah tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan secara suka sama suka, menurut cara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keluarga sangat berperanan untuk memberikan.. pengawasan tentang budaya Lampung, karena setiap orang tua pasti mengawasi

terhadap hama dibanding ikan lele biasa. Hal ini menjadikan kami harus melakukan kerjasama dengan RW 1 dan RW 2 desa Karangpaing. Tujuan utama yang dibidik