• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi, Seng, Kejadian Stunting dan Sikap Pengasuhan dengan status Perkembangan Anak di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Tegowanu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi, Seng, Kejadian Stunting dan Sikap Pengasuhan dengan status Perkembangan Anak di PAUD Wilayah Kerja Puskesmas Tegowanu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ZAT BESI, SENG, KEJADIAN STUNTING DAN SIKAP PENGASUHAN DENGAN STATUS PERKEMBANGAN ANAK DI PAUD WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEGOWANU RELATIONSHIP OF SUFFICIENCY OF IRON, ZINC, STUNTING EVENTS AND PARENTING ATTITUDE

WITH CHILD DEVELOPMENT STATUS IN EARLY CHILDHOOD EDUCATION WITHIN WORK AREA OF TEGOWANU HEALTH CARE

Zulva Wahananisanti1,Enik Sulistyowati2,Wiwik Wijaningsih2 1 Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

2,3 Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

ABSTRACT

Background: Early childhood education, which is an attempt to delivery services to children between 0-6 years through child care, play groups so that children can grow and develop optimally. Stunting may interfere with child growth and development. Another factor that affects is the intake of iron, zinc and parenting.

Objective: Explain the relationship between sufficient levels of iron, zinc, the incidence of stunting and parenting with the status of child development in the early childhood within work area of Tegowanu health center.

Methods: This study is a field of nutrition societies with case control approach. The samples were all cases and controls with a ratio of 1 case and 1 control. Respondents was the mother of the sample. Collected data are include sufficiency levels of iron zinc, the incidence of stunting, and parenting attitudes. The test used Chi Square with α = 0.05.

Results: The sufficiency level of iron were less in the group may have deviation by 85.7% and the corresponding group is 52.4%. Sufficiency levels of zinc were less in the group may have deviation by 85.7% and the corresponding group is 57.1%. The incidence of stunting in the group may have deviation by 38.1% and the corresponding group is 9.5%. Negative parenting attitudes in the group may have deviation by 52.4% and the corresponding group is 33.3%.

Conclusion: There is a relationship between the sufficiency level of iron with the development status (p = 0.019, OR = 5.455). There is a relationship between the sufficiency level of zinc with the development status (p = 0.040, OR = 4.500). There is a relationship between the incidence of stunting with the development status (p = 0.030, OR = 5.846). There was no relationship between the attitudes of parenting with the development status (p = 0.212). Suggestion: Health personnel who served in the health center to do counseling about the importance of iron and zinc sufficiency to the mother of infant.

Keywords: status of child growth, sufficiency of iron, zinc sufficiency rate, incidence of stunting, parenting attitudes

ABSTRAK

Latar belakang : Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan upaya pemberian layanan kepada anak usia 0-6 tahun melalui penitipan anak, kelompok bermain agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Stunting dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.Faktor lain yang mempengaruhi adalah asupan zat besi dan seng serta pola asuh.

Tujuan penelitian : Menjelaskan hubungan tingkat kecukupan zat besi, seng, kejadian stunting dan pola asuh dengan status perkembangan anak di PAUD wilayah kerja Puskesmas Tegowanu.

Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian bidang gizi masyarakat dengan pendekatan case control. Sampel penelitian adalah semua kasus dan kontrol dengan perbandingan 1 kasus dan 1 kontrol. Responden penelitian adalah ibu dari sampel. Data yang dikumpulkan meliputi tingkat kecukupan zat besi seng, kejadian stunting, dan sikap pengasuhan. Uji yang digunakan adalah Chi Square dengan α = 0,05.

Hasil : Tingkat kecukupan zat besi yang kurang pada kelompok kemungkinan ada penyimpangan sebesar 85,7% dan kelompok sesuai tahap sebesar 52,4%. Tingkat kecukupan seng yang kurang pada kelompok kemungkinan ada

(2)

penyimpangan sebesar 85,7% dan kelompok sesuai tahap sebesar 57,1%. Kejadian stunting pada kelompok kemungkinan ada penyimpangan sebesar 38,1% dan kelompok sesuai tahap sebesar 9,5%. Sikap pengasuhan negatif pada kelompok kemungkinan ada penyimpangan sebesar 52,4% dan kelompok sesuai tahap sebesar 33,3%. Kesimpulan : Ada hubungan antara tingkat kecukupan zat besi dengan status perkembangan (p=0,019, OR= 5,455). Ada hubungan antara tingkat kecukupan seng dengan status perkembangan (p=0,040, OR= 4,500). Ada hubungan antara kejadian stunting dengan status perkembangan (p=0,030, OR= 5,846). Tidak terdapat hubungan antara sikap pengasuhan dengan status perkembangan (p=0,212).

Saran : Kepada tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas untuk melakukan penyuluhan tentang pentingnya kecukupan zat besi dan seng kepada ibu balita.

Kata Kunci : status perkembangan anak, tingkat kecukupan zat besi, tingkat kecukupan seng, kejadian stunting, sikap pengasuhan

PENDAHULUAN

Kualitas anak saat ini merupakan penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dimasa yang akan datang. Pembangunan manusia masa depan dimulai dengan pembinaan anak masa sekarang. Untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas di masa yang akan datang maka anak perlu diper-siapkan agar anak bisa tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai kemampuannya.1 Dari 200 juta anak di bawah usia 5 tahun di negara-negara berkembang, lebih dari sepertiganya tidak terpenuhi potensinya untuk perkembangannya.2

Masa usia prasekolah merupakan masa emas, dimana perkembangan seorang anak akan banyak mengalami perubahan yang sangat berarti. Agar masa usia prasekolah dapat optimal maka stimulasi pendidikan diperlukan guna memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak, berdasarkan SK Departemen Pendidikan Nasional 2003 didirikan Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan upaya pemberian layanan kepada anak usia 0-6 tahun melalui penitipan anak, kelompok bermain, dan satuan PAUD agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.3

Perkembangan anak meliputi perkembang-an fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal sosial, dan adaptasi.4 Hasil penelitian di Jawa Barat dari 978 anak balita sebanyak 7% anak mengalami keterlambatan pada perkembangannya.5 Apabila angka tersebut di teliti 7% dari ±22 juta anak maka ±1.540.000/tahun anakmengalami keterlambatan perkembangannya. 6

Pertumbuhan dan perkembangan merupa-kan hal yang amerupa-kan terus terjadi secara berkesinam-bungan selama kehidupan manusia. Proses per-tumbuhan dan perkembangan tersebut terbagi dalam berbagai tahapan berdasarkan usia. Salah satu fase dalam pertumbuhan dan perkembangan

manusia adalah masa prasekolah yaitu anak yang berusia 3-5 tahun. 7

Kemampuan motorik juga berhubungan dengan status gizi anak. Hasil penelitian mengung-kapkan bahwa anak yang mengalami hambatan pertumbuhan menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi.8 Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa stunting dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.9Selain status gizi, faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak diantaranya adalah asupan besi dan seng.10 Dari penelitian terdahulu yang dikutip Sanstead dan Lofgren, besi dan seng merupakan komponen esensial untuk perkem-bangan otak dan fungsi syaraf.

Berkisar 10 juta anak meninggal sebelum usia 10 tahun dan lebih dari 200 juta anak tidak berkembang sesuai potensi mereka karena adanya kesalahan dalam pengasuhan. Pengasuhan meru-pakan kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.11 Interaksi anak dengan orang dewasa dan sesamanya di lingkung-an keluarga dapat menstimulasi perkemblingkung-anglingkung-an anak tersebut.

Hasil skrining awal menggunakan formulir Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), dari 83 anak di PAUD Binaan Puskesmas Tegowanu usia 3 – 5 tahun didapatkan 21 anak (25,3%) mengalami penyimpangan perkembangan dan 62 anak (74,7%) sesuai dengan perkembangan umurnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti menduga kemungkinan tingginya penyimpangan perkembangan pada anak balita berhubungan dengan kecukupan zat besi dan seng yang kurang, kejadian stunting dan pola asuh yang negatif.

Perumusan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan tingkat kecukupan zat besi, seng, kejadian stunting, dan sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak di

(3)

PAUD wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tegowanu.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat kecukupan zat besi, seng, kejadian stunting dan sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak di PAUD wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tegowanu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi instansi terkait dan masyarakat.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Juli 2016 di PAUD binaan Puskesmas Tegowanu. Pengumpulan data dilaku-kan pada bulan Maret-April 2016 menggunadilaku-kan kuesioner. Penelitian ini termasuk penelitian eksplanatif dan menggunakan rancangan case-control tanpa matching karena penelitian ini akan membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol yaitu kelompok kasus pada anak dengan status perkembangan tidak sesuai tahap perkembangan dan kelompok kontrol pada anak dengan status perkembangan sesuai tahap.

Populasi penelitian ini adalah semua anak PAUD binaan di Puskesmas Tegowanu sebanyak 82 anak. Teknik pengambilan sampel dengan menen-tukan kasus terlebih dahulu yaitu dengan melakukan skrinning. Hasil skrinning diperoleh sebanyak 21 anak dalam kategori status perkem-bangan tidak sesuai tahap perkemperkem-bangan, dan kelompok kontrol diperoleh secara acak 21 anak dalam kategori status perkembangan sesuai tahap. Variabel penelitian adalah status perkembangan anak sebagai variabel dependen dan tingkat kecukupan zat besi, tingkat kecukupan seng, kejadian stunting dan sikap pengasuhan sebagai variabel independen.

Status Perkembangan anak adalah bertambahnya kemampuan anak usia 3-5 tahun dalam hal struktur dan fungsi tubuh meliputi perkembangan gerak halus, gerak kasar, sosial dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Diukur menggunakan Kuesioner Pra Skrinning Perkem-bangan (KPSP) (Depkes RI, 2012). Hasil ukur dikategorikan menjadi dua kategori yaitu status perkembangan tidak sesuai dan status perkem-bangan sesuai tahap.

Kecukupan zat besi adalah Asupan zat besi rata-rata yang dikonsumsi anak yang berasal dari makanan yang diperoleh dari metode frekuensi makanan semi kuantitatif dan hasilnya dinyatakan dalam persen lalu dibandingkan dengan % AKG individuzat besi. Data kecukupan zat besi diper-oleh dari metode frekuensi makanan semi kuanti-tatif. Frekuensi Makanan dilakukan dengan cara wawancara, menanyakan jenis makanan yang

bulan, tahun) dalam ukuran rumah tangga (URT). Kemudian menganalisis kendungan zat besi dalam satuan mg dengan menggunakan program nutrisurvey, setelah itu menghitung rata-rata asupan zat besi dan membandingkan dengan AKG zat besi individu. AKG individu dibandingkan dengan rata-rata asupan perhari. Setelah diperoleh presentase kecukupan zat besi, data kemudian dikategorikan dalam kategori kurang dan baik, yaitu kategori kurang apabila tingkat kecukupan zat besi <80% dan kategori baik apabila tingkat kecukupan zat besi ≥80%.

Kecukupan seng adalah asupan seng rata-rata yang dikonsumsi anak yang diperoleh dari metode frekuensi makanan semi kuantitatif dan hasilnya dinyatakan dalam persen lalu dibanding-kan dengan % AKG individu seng. Data kecukupan seng diperoleh dari metode frekuensi makanan semi kuantitatif. Frekuensi Makanan dilakukan dengan cara wawancara, menanyakan jenis makanan yang dinyatakan dengan frekuensi (per hari, minggu, bulan, tahun) dalam ukuran rumah tangga (URT). Kemudian menganalisis kendungan seng dalam satuan mg dengan menggunakan program nutrisurvey, setelah itu menghitung rata-rata asupan seng dan membandingkan dengan AKG seng individu. AKG individu dibandingkan dengan rata-rata asupan perhari. Setelah diperoleh presentase kecukupan zat besi, data kemudian dikategorikan dalam kategori kurang dan baik, yaitu kategori kurang apabila tingkat kecukupan seng <80% dan kategori baik apabila tingkat kecukupan seng ≥80%.

Kejadian stunting adalah tubuh pendek dan sangat pendek yang timbul akibat gizi kurang yang lama yang diukur berdasarkan dengan indeks TB/U. Indeks TB/U diperoleh dengan melakukan pengu-kuran antropometri yaitu pengukuran tinggi badan. Tinggi badan diukur menggunakan microtoice. Kemudian menghitung nilai z-score TB/U berdasar-kan standar WHO 2005. Hasil perhitungan z-score TB/U dikategorikan stunting apabila nilai z-score <-2SD dan normal apabila nilai z-score >-2SD.

Sikap pengasuhan adalah cara orang tua dalam memberikan pengasuhan kepada anak usia 3-5 tahun yang bertujuan untuk mengembangkan dan mengelola perilaku anak saat ini dan masa mendatang. Data sikap pengasuhan diperoleh dengan menggunakan kuesioner sikap pengasuhan yang meliputi 14 item pernyataan yang terdiri dari 7 pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif dengan pilihan jawaban terdiri dari SS yaitu “Sangat Setuju”, S yaitu “Setuju”, TS yaitu “Tidak Setuju” dan STS yaitu “Sangat Tidak Setuju”. Kemudian dihitung skor sikap pengasuhan dengan

(4)

gorikan yaitu sikap pengasuhan positif apabila skor total ≥ mean dan skor negatif apabila skor total < mean.

Analisis univariat menjelaskan dan mendis-kripsikan karakteristik setiap variabel. Menyajikan nilai rata-rata, maksimum, dan minimum dari variabel kecukupan zat besi, seng, kejadian stunting dan sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak di PAUD wilayah kerja Puskesmas Tegowanu. Selain itu disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk melihat beberapa proporsi masing-masing kategori.

Analsisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan masing-masing variabel, yaitu hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan status perkembangan anak, hubungan tingkat kecukupan zat besi dengan status perkembangan anak, hubungan kejadian stunting dengan status per-kembangan anak, dan hubungan sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak. Uji yang digunakan adalah Uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95%, setelah itu yaitu pencarian Odds Ratio (OR) untuk mengetahui faktor risiko.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terhadap 42 sampel anak PAUD tentang status perkembangan dan tingkat kecukupan zat besi, seng, kejadian stunting dan sikap pengasuhan dapat dijabarkan sebagai berikut:

Karakteristik Sampel

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik sampel sebagai berikut: Jenis Kelamin

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel menurut Jenis Kelamin

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah siswa di 3 PAUD binaan wilayah kerja Puskesmas Tegowanu. Sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 57,1% dibanding dengan yang berjenis kelamin perempuan yaitu 42,9%.

Umur

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sampel menurut Umur

Berdasarkan kategori umur, jumlah balita pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan dan kelompok sesuai tahapan dikategorikan menjadi 2 kelompok umur yaitu umur 36-47 bulan dan 48-60 bulan. Jumlah balita pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan maupun kelom-pok sesuai tahapan yang tertinggi yaitu umur 48-60 bulan sebanyak 59,5%. Umur terendah sampel yaitu 37 bulan, sedangkan umur tertinggi 60 bulan. Karakteristik Responden

Umur

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden menurut Umur

Berdasarkan hasil penelitian kategori umur responden baik pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan maupun sesuai tahapan yang memiliki jumlah tertinggi yaitu golongan umur 20-35 tahun. Umur responden terendah 23 tahun, sedangkan umur responden tertinggi yaitu 40 tahun.

Pekerjaan

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden menurut Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian kategori pekerjaan, sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 59,5%, sedangkan responden yang bekerja sebagai buruh sebanyak 16,7%.

Perkembangan Anak

Berdasarkan hasil skrinning penilaian status perkembangan anak yang telah dilakukan pada

(5)

seluruh populasi sebanyak 83 anak, didapatkan 21 anak yang memiliki status perkembangan tidak sesuai tahap. Perkembangan anak dalam kategori tidak sesuai tahap perkembangannya diketahui 30% anak kurang pada aspek bicara dan bahasa. Tingkat Kecukupan Zat Besi

Berdasarkan hasil food frekuensi semi kuantitatif diketahui bahwa rata-rata asupan zat besi anak pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan adalah 5.56 mg sedangkan pada kelompok sesuai tahapan 6,09 mg. Kemudian asupan zat besi dibandingkan dengan kecukupan berdasarkan AKG individu dengan memperhitung-kan koreksi umur dan berat badan. Tingkat kecukupan zat besi minimum anak tidak sesuai tahap perkembangan yaitu 52,8% dan kecukupan maksimum 107,4%, sedangkan tingkat kecukupan zat besi minimum anak sesuai tahap yaitu 57,3% dan kecukupan maksimum 125,8%.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecukupan Zat Besi

Berdasarkan tabel diatas pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan cenderung memiliki tingkat kecukupan zat besi dalam kategori kurang yaitu sebesar 85,7% dibandingkan kelompok sesuai tahapan yaitu hanya 52,4%. Tingkat Kecukupan Seng

Berdasarkan hasil food frekuensi semi kuantitatif diketahui bahwa rata-rata asupan seng anak pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan adalah 2,79 mg sedangkan pada kelompok sesuai tahapan 3,14 mg. Kemudian asupan dibandingkan dengan kecukupan seng berdasarkan AKG individu dengan memperhitung-kan koreksi umur dan berat badan. Tingkat kecukupan minimum anak tidak sesuai tahap perkembangan yaitu 43,85% dan asupan maksi-mum 68,1%, sedangkan kecukupan seng minimaksi-mum anak sesuai tahap yaitu 44,64% dan kecukupan maksimum 146,1%.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecukupan Seng

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 42 sampel yang diteliti kelompok anak tidak sesuai tahap perkembangan sebanyak 85,7% dalam kategori tingkat kecukupan kurang sedangkan kelompok anak sesuai dengan tahap sebanyak 57,1%.

Kejadian Stunting

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan didapatkan z-score TB/U minimum anak pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan yaitu -2,9 dan score maksimum -0,41, sedangkan z-score TB/U minimum anak pada kelompok sesuai tahapan yaitu -2,89 dan z-score TB/U maksimum 0,19.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kejadian Stunting

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan 38,1% anak PAUD stunting, sedangkan kelompok sesuai tahapan 9,5% anak PAUD yang tergolong stunting.

Sikap Pengasuhan

Berdasarkan hasil penelitian, skor sikap pengasuhan minimum pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan yaitu 34,57 dan skor maksi-mum 67,81, sedangkan skor sikap pengasuhan minimum pada kelompok sesuai tahapan 31,80 dan skor maksimum 76,12.

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap Pengasuhan

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 42 sampel yang diteliti terdapat 52,4% responden yang mempunyai sikap pengasuhan negatif pada kelompok anak kemungkinan ada penyimpangan, sedangkan 33,3% pada kelompok sesuai tahapan.

Hasil penelitian terhadap tingkat kecukupan zat besi, seng, kejadian stunting, dan sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak di PAUD wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tegowanu adalah:

(6)

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Status Perkembangan Anak

Zat besi mempunyai fungsi esensial dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam jaringan tubuh. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter atau penghantar saraf12. Fungsi sistem neurotransmitter apabila terganggu akan berpengaruh terhadap proses per-kembangan anak, khususnya pada perper-kembangan motorik kasar12.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan 85,7% anak PAUD tingkat kecukupan zat besi dalam kategori kurang, sedangkan kelompok sesuai tahapan 52,4% anak PAUD yang tergolong kurang tingkat kecukupan zat besinya. Perbedaan proporsi tersebut diuji menggunakan uji Chi Square menghasilkan p value 0,019, angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zat besi dengan status perkembangan anak. Diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 5,4, hal ini menunjukkan bahwa anak dengan kategori tingkat kecukupan zat besi kurang akan berisiko 5,4 kali mempunyai status perkembangan tidak sesuai tahap perkembangan dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat kecukupan zat besi baik.

Tingkat kecukupan zat besi lebih besar terjadi pada kelompok anak dengan status perkembangan tidak sesuai tahap perkembangan, hal tersebut dapat terjadi karena anak pada kelompok tersebut cenderung mempunyai asupan zat besi kurang yang dapat disebabkan kurang bervariasinya sumber makanan yang dikonsumsi serta terjadinya interaksi antara zat besi dengan zat gizi lainnya. Menurut Soetardjo dkk (2011) sumber besi yaitu makanan bersumber dari hewani seperti daging, hati, unggas dan ikan sedangkan dalam makanan nabati yaitu kacang-kacangan dan hasil olahannya, sayuran hijau serta makanan sumber vitamin C yang dapat membantu penye-rapan zat besi13. Hal ini terbukti pada sampel yang menggambarkan kurang beragamnya jenis bahan pangan yang dikonsumsi dari sumber bahan pangan tinggi zat besi.

Hubungan Tingkat Kecukupan Seng dengan Status Perkembangan Anak

Seng berperan dalam proses tumbuh kembang terutama tumbuh kembang otak dalam proses menghasilkan gerak motorik14. Sama seperti dengan zat besi, seng mempunyai peranan penting untuk fungsi tubuh, seperti metabolisme, reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan

degenerasi karbohidrat, lemak dan asam nukleat13. Kekurang-an seng akan berpengaruh terhadap reaksi-reaksi yang luas, dan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan dan perkembangan13.

Pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan 85,7% anak PAUD tingkat kecukup-an seng dalam kategori kurkecukup-ang, sedkecukup-angkkecukup-an kelom-pok sesuai tahapan 57,1% anak PAUD yang tergo-long kurang tingkat kecukupan sengnya. Hasil tersebut manggambarkan sebagian besar anak pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan maupun kelompok sesuai tahapan mempunyai kategori tingkat kecukupan seng yang kurang yaitu sebesar 71,4%. Perbedaan proporsi tingkat kecuku-pan seng setelah diuji menggunakan uji Chi Square menghasilkan p value 0,040, angka tersebut me-nunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan seng dengan status perkem-bangan anak. Diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 4,5. Hal ini menunjukkan anak dengan kategori tingkat kecukupan seng kurang akan berisiko 4,5 kali mempunyai status perkembangan kemung-kinan ada penyimpangan dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat kecukupan seng baik.

Hubungan Kejadian Stunting dengan Status Perkembangan Anak

Perkembangan anak berkaitan dengan status gizi masa lampau dimana ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal merupakan keadaan malnutrisi kronik juga berkaitan dengan perkembangan otak anak yang disebabkan dibagian cerebellum yang merupakan pusat gerak motorik sehingga koordinasi antara sel saraf dengan otot menjadi kurang baik dan perkembangan anak terganggu14.

Pada kelompok tidak sesuai tahap perkem-bangan 38,1% anak PAUD stunting, sedangkan kelompok sesuai tahapan 9,5% anak PAUD yang tergolong stunting. Hal ini sejalan dengan peneliti-an Muljati dkk bahwa prevalensi stunting masih tinggi dimana angka kejadian stunting anak usia 3-6 tahun sebesar 27,4%30. Perbedaan proporsi status gizi TB/U setelah diuji menggunakan uji Chi Square menghasilkan p = 0,030, angka ini memberi arti bahwa terdapat hubungan antara kejaidan stunting dengan perkembangan anak. Nilai Odds Ratio sebesar 5,8, hal ini berarti anak dengan kategori stunting akan berisiko 5,8 kali mempunyai status perkembangan kemungkinan ada penyim-pangan dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi TB/U normal.

Stunting adalah akibat dari ketidakcukupan asupan makanan dalam jangka waktu yang lama

(7)

dan kualitas asupan makanan yang buruk15. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggam-barkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring denganpertambahan umur. Berdasarkan karak-teristik tersebut maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu16.

Hubungan Sikap Pengasuhan dengan Status Perkembangan Anak

Pada kelompok tidak sesuai tahap perkembangan 52,4% anak PAUD mimiliki sikap pengasuhan negatif, sedangkan kelompok sesuai tahapan hanya 33,3% anak PAUD yang memiliki sikap pengasuhan negatif. Perbedaan proporsi tersebut setelah diuji menggunakan uji Chi Square didapatkan pvalue 0,212 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Yulita (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan perkembangan anak. Sikap pengasuhan orang tua sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sehingga lingkungan bermain dan belajar anak turut memberikan pengaruh terhadap perkem-bangan anak17. Sehingga dalam penelitian ini tidak adanya hubungan antara pola asuh dengan perkembangan anak dapat terjadi dikarenakan terdapat pengaruh yang lain dalam yaitu lingkungan sekitar dalam perkembangan anak. Jaringan sosial merupakan salah satu yang mempengaruhi perkembangan anak balita yaitu dalam faktor hubungan interpersonal dengan masyarakat sekitar18.

KESIMPULAN

Berdasarkan skrinning pada 83 anak PAUD binaan di wilayah kerja Puskesmas Tegowanu terdapat 25% anak dengan status perkembangan tidak sesuai tahap perkembangan.Kelompok anak tidak sesuai tahap perkembangan memiliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang sebesar 85,7% dan kelompok anak sesuai tahapan sebesar 52,4%.Kelompok anak tidak sesuai tahap perkembangan memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang sebesar 85,7 dan kelompok anak sesuai tahapan sebesar 57,1%.Kelompok anak tidak sesuai tahap perkembangan terdapat kejadian stunting sebesar 38,1% dan kelompok sesuai tahapan sebesar 9,5%.Kelompok anak tidak sesuai tahap perkembangan memiliki sikap pengasuhan negatif sebesar 52,4% dan kelompok anak sesuai tahapan memiliki sikap pengasuhan negatif sebesar 33,3%.

Ada hubungan antara tingkat kecukupan zat

OR=4,500).Ada hubungan antara tingkat kecukupan seng dengan status perkembangan anak (p=0,040, OR=5,455).Ada hubungan antara kejadian stunting dengan status perkembangan anak (p=0,030, OR=5,846). Tidak terdapat hubungan antara sikap pengasuhan dengan status perkembangan anak (p=0,212).

SARAN

Agar perkembangan anak terpantau sesuai dengan tahapan usianya, maka permainan edukatif sebagai stimulan bagi perkembangan anak perlu ditingkatkan dan monitoring pertumbuhan dan perkembangan dilakukan secara berkala. Tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas untuk melakukan penyuluhan tentang makanan tinggi zat besi dan seng kepada ibu balita agar ibu memperhatikan makanan yang dikonsumsi anak-nya. Disamping itu perlu dilakukan monitoring secara berkala agar dapat medeteksi kemungkinan gangguan tumbuh kembang anak secara dini.Diharapkan dapat menambah informasi kepada masyarakat pentingnya memperhatikan makanan bergizi terutama sumber zat besi dan seng yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Narendra, M.B. Buku Ajar 1 Tumbuh Kembang Anak dan Remaja..Edisi : 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002.

2. UNICEF. A Study on Street Children in Zimbabwe. New York (USA): UNICEF, 2006 3. Departemen Pendidikan Nasioanal.

Kompetensi Dasar Anak Usia Dini. Jakarta, 2003.

4. Soetjiningsih.Tumbuh Kembang Anak. Jakarta :EGC, 2007.

5. Alisjahbana, A. Kurangnya Stimulasi Menghambat Perkembangan Anak Konvensi Hak Anak serta Pangan dan Giizi. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2008.

6. Ashar, Hadi, Latifah, Leny. Hambatan Perkembangan Anak Balita di Daerah Endemik GAKI. MGMI Vol.1 No.3, Desember 2010: 78-119.

7. L wong, D., Hockenberry, M., Wilson et al. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. EGC : Jakarta, 2009.

8. Rosidi A, Syamsianah A. Optimalisasi perkembangan motorik kasar dan ukuran antropometri anak balita di Posyandu “Balitaku Sayang” Kelurahan Jangli Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Seminar hasil-hasil penelitian LPPM Universitas Muhammadiyah

(8)

9. Atmarita. Nutrition Problems In Indonesia. International Seminar And Workshop On Lifestyle – Related Diseases. Gadjah Mada University, 19 – 20 March, 2005.

10. Paiva Md, Souza TO, Canon F, Pérot C, Xavier LC, Ferraz KM, et al. Stunting delays maturation of triceps surae mechanical properties and motor performance in prepubertal children. Eur J Appl Physiol 2012;112:4053-61.

11. Hasinuddin & Fitriah. Modul Anticipatory Guidance : Terhadap Perubahan Pola Asuh Orang Tua yang Otoriter dalam Stimulasi Perkembangan Anak. STIKES Ngudia Husada Madura, 2011.

12. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta :Gramedia, 2009.

13. Soetardjo, dkk. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia,2011.

14. Georgieff, MK. Nutrition and Developing Brain : Butrient Priorities and Measurement. American Journal of Clinical Nutrition. 2001. 15. Kartika, Latinulu S. Faktor- Faktor yang

Mempengaruhi Kemampuan Motorik Anak Usia 3-6 Tahun di Kekuarga Miskin dan Tidak Miskin. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 2002. 25, hal 38-48.

16. Supariasa, IDN. Bachyar B, IbnuF. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2002, hal.25-31.

17. Edwards DC. Ketika Anak Sulit Diasuh: Panduan Orangtua Mengubah Masalah Perilaku Anak. PT Mizan Pustaka: Bandung, 2006.

18. Wong, D.L., Hockenberry, M. E., Wilson, D., Winkelstein, M.& Schwartz, P. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed 6 (Agus Sutarna, Neti Juniarti & H.Y. Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC, 2009.

Gambar

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan  Tingkat Kecukupan Seng

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis statistik deskriptif yang berkaitan dengan skor hasil belajar IPA siswa bergaya kognitif FD yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

Proyek Gas Natuna yang akan mengembangkan cadangan gas sebesar 46 TCF dapat menghasilkan 2400 MSCFD hidrokarbon selama lebih dari 30 tahun. Dengan potensi tersebut akan mampu

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lawawoi Kabupaten

Guru diharapkan mampu mengelola motivasi dengan menerapkan aktivitas anak didik, yaitu belajar sambil melakukan (learning by doing), salah satunya dengan menerapkan metode team

Unilever Tbk dari tahun 2012-2014 berada dibawah standar yang berarti perusahaan memiliki kas yang belum cukup untuk membayar kewajiban jangka pendek atau utang lancar

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan mewawancarai kepala ruang Kartika 1 pada minggu pertama bulan Januari 2013, menunjukkan bahwa praktik kolaborasi

Berdasarkan Tabel 6 Terlihat nilai F hitung 0.649 dengan probabilitas 0,585, itu berarti nilai probabilitas &lt; 0,05, sedangkan hasil yang diperoleh dari F

Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat siswa senang