• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN. arti formal yang dianut oleh Negara yang menggunakan sistem civil law,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN. arti formal yang dianut oleh Negara yang menggunakan sistem civil law,"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB II PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Perkembangan Pengaturan

Perundang-undangan merupakan salah satu sumber hukum dalam arti formal yang dianut oleh Negara yang menggunakan sistem civil law, seperti Indonesia dengan latar belakang negara jajahan Belanda dan dalam rangka menemukan keadilan maka para yuris dan lembaga yudisial maupun quasi judisial merujuk pada sumber tersebut. Apabila diselaraskan dengan pengertian hukum menurut O. Notohamidjodjo dimana hukum adalah sekumpulan peraturan baik tertulis maupun yang tidak tertulis yang bersifat sedikit memaksa yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakat maka dapat dipahami bahwa hukum haruslah hidup dengan menyesuaikan segala perkembangan dan dinamika yang ada dalam masyarakat.

Berlandaskan pemahaman diatas maka hukum menyesuaikan dengan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang dari masa ke masa akan terus berkembang. Roscoe Pound dalam pendapatnya yang berkaitan dengan Perkambangan makna hukum dalam hidup bermasyarakat ini mencakup beberapa landasan yang diawali dengan memahami apa yang dimaksud hukum. Pertama hukum dipandang sebagai aturan atau seperangkat aturan tingkah laku manusia yang

(2)

17

ditetapkan oleh kekuasaan yang bersifat Ilahi. Disini hukum dimaknai sebagai wujud campur tangan langsung dari kekuasaan yang bersifat Ilahi terhadap kehidupan manusia.1 Kedua, hukum dimaknai sebagai sistem prisip yang dikemukakan secara filosofis dan prinsip-prinsip yang mengungkapkan hakikat hal-hal yang merupakan pedoman bagi tingkah laku manusia.2 Dalam hal ini pandangan yang bersifat transidental mulai dilepaskan digantikan pandangan yang bersifat metafisis dan oleh sebab itu buku-buku teks dapat ditemukan prinsip-prinsip keadilan dan hak dalam memberikan bentuk untuk dinyatakan dalam pengalaman melalui penalaran. Ketiga, bahwa hukum dipandang sabagai serangkaian perintah penguasa dalam suatu masyarakat yang diorganisir secara politis.3 Berdasarkan perintah itulah manusia bertingkah laku tanpa perlu mempertanyakan atas dasar apakah perintah itu diberikan. Tidak dapat disangkal bahwa pandangan ini hanya mengakui hukum positif, yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa sebagai hukum.

Seperti halnya dalam peraturan perundang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Beberapa ketentuan dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak ketentuan angka 7, angka 8, angka 12, angka 17 diubah , diantara angka 15 dan angka 16 disisipkan satu angka, yakni angka 15a, ditambah satu angka yakni angka 18 sehingga pengaturan tentang perlindungan anak semakin lengkap

1

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 110.

2

Peter Mahmud Marzuki, Ibid , h. 111.

3

(3)

18

dengan amandemen undang-undang nomor 23 tahun 2002 menjadi undang-undang nomor 35 tahun 2014. Untuk mengatur tentang perlindungan anak.

2. Eksploitasi

Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum.4

Eksploitasi ekonomi adalah pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak5

Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan6

Meskipun tidak dijelaskan secara umum mengenai eksploitasi namun dalam pasal 66 Undang-undang nomor 35 tahun 2014, memberikan penjelasan mengenai anak yang dieksploitasi secara

4

Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6Tahun 2014.

5Benedhicta Desca Prita Octalina, Jurnal Skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban

Eksploitasi Ekonomi, Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 3 Oktober 2014, h.10.

6

Isti Rochatun, Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Juli 2011, h.23.

(4)

19

ekonomi: yang dimaksud dieksploitasi secara ekonomi adalah tindakan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum atau mentranspalantasikan organ / atau jaringan tubuh atau manfaat tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materil.7

Sampai saat ini permasalahan pekerja anak bukan lagi tentang pekerja anak itu sendiri, melainkan telah terjadi eksploitasi terhadap anak-anak atau menempatkan anak-anak di lingkungan yang berbahaya8. Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1797 tentang Kesejahteran anak, yang di maksud dengan anak adalah seseorang yang berusia dibawah 21 tahun dan belum menikah 27, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan

UNICEF menetapkan beberapa kriteria pekerja anak yang dieksploitasi, yaitu bila menyangkut:9

7Pasal 66 Udang-Undang Nomo 35 Tahun 2014 8

Usman al, Pekerja Anak Di Indonesia (Kondisi Determinan dan Eksploitasi) Kajian Kualitatif, Gramedia , Jakarta ,2004, h.17.

9

(5)

20

a. Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang teralu dini. b. Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja.

c. Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial dan psikologis yang tak patut terjadi.

d. Upah yang tidak mencukupi.

e. Tanggung jawab yang terlalu banyak.

f. Pekerjaan yang menghambat akses pendidikan

g. Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak, seperti perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual

Meskipun di Indonesia telah ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak yaitu UU No. 35 Tahun 2014 tentang hak anak namun, masih banyak anak-anak yang mencari nafkah seperti yang dialami oleh anak jalanan di kawasan Kabupaten Semarang. Ketentuan pasal 66 perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual sebagai mana yang dimaksud pasal 5 ayat 2 huruf d dilakukan melalui a). Penyebarluasan dan atau sosialisasi ketentuan peratuan perundang undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan seksual, b). Pemantauan pelaporan dan pemberian sangsi, c). Pelibatan berbagai perusahaan serikat pekerja lemaga suadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan seksual.

(6)

21

Eksploitasi pada anak-anak penjual asongan menimbulkan berbagai gangguan pada anak baik fisik maupun mental. Beberapa dampak dari eksploitasi anak terhadap tumbuh kembangnya adalah:10 a. Pertumbuhan fisik termasuk kesehatan secara menyeluruh,

kekuatan, penglihatan dan pendengaran.

b. Pertumbuhan kognitif termasuk melek huruf, melek angka, dan memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk kehidupan normal c. Pertumbuhan emosional termasuk harga diri, ikatan kekeluargaan,

perasaan dicintai dan diterima secara memadai

d. Pertumbuhan sosial serta moral termasuk rasa identitas kelompok, kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kemauan membedakan yang benar dan yang salah.

Bentuk eksploiatasi pada anak jalanan sangat beragam, diantaranya:11 bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh orang tua, bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh anak jalanan yang lain dan bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan oleh preman.

3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Perlindungan anak yang tertuang dalam pasal 13 ayat 1 No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-udang Nomor 23 Tahun 2002 bahwa setiap anak dalam pengasuhan orang tua, wali, pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat

10

Rosdalina, Aspek Keperdataan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan, Dalam Jurnal Anak Jalanan, STAIN Manado,Manado, 2007, h. 34.

11

(7)

22

perlindungan dari perlakuan diskriminasi. Dari berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan anak-anak juga mendapatkan jaminan perlindungan antara lain:

a. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau wali. b. Hak untuk tidak dilibatkan dalam peristiwa peperangan sengketa

bersenjata, kerusuhan sosial dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

c. Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritual.

d. Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksplotasi dan pelecehan seksual, penculikan dan perdagangan anak, serta berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

e. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Landasan hukum yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga serta dijunjung tinggi hak-hak mereka. Oleh sebab itu, pemenuhan akan hak-hak anak itu sangat penting untuk tumbuh kembang mereka.

(8)

23

Beberapa landasan hukum yang berhubungan langsung dengan upaya pemenuhan hak anak untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya yang terbebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, antara lain:

1) Undang-undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2

2) Undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2

3) Undang-undang RI nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 62

4) Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 44 ayat 1,2 dan 3

5) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.

6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.

f. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif

(9)

24

(pencegahan) maupun dalam bentuk represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

g. Menurut UU NO 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekeraasan dalam rumah tangga dalam pasal 45 melarang setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkungan ruma tangga yang dimaksud dalam pasal 5 setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkungan rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik, b. kekerasan psikis, c. kekerasan seksual, d. penelantaran dalam rumah tangga. Dalam pasal 45 orang yang melanggar pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,00 ( Sembilan juta rupiah).

h. Undang-undang kesejahteraan anak, Nommor 4 tahun 1979 Menyebutkan bahwa:

1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.

(10)

25

3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

i. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 6 tahun 2014 tentang perlindungan anak pasal 4, setiap anak berhak:

1) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah

2) Mendapat hak sipil dan kebebasan 4. Kesejahteraan Anak

Kesejahteraan anak merupakan orientasi utama dari perlindungan hukum. Secara umum, kesejahteraan anak tersebut adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.12Kesejahteraan merupakan hak setiap anak tanpa terkecuali. Maksudnya adalah bahwa setiap anak baik itu anak dalam keadaan normal maupun anak yang sedang bermasalah tetap mendapatkan prioritas yang sama dari pemerintah dan masyarakat dalam memperoleh kesejahteraan tersebut. Kondisi anak dewasa ini

12

Hadisuprapto, Paulus, Masalah Perlindungan Hukum Bagi Anak, Citra Aditya BaktiBandung&Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, , 1996, h. 7.

(11)

26

yang sangat mengkhawatirkan seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat.

Realita menunjukkan bahwa kesejahteraan anak untuk saat ini, nampaknya masih jauh dari harapan. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa tidak sedikit anak yang menjadi korban kejahatan dan dieksploitasi dari orang dewasa, dan tidak sedikit pula anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang, yaitu kenakalan hingga mengarah pada bentuk tindakan kriminal seperti : minuman keras, perkelahian, pengrusakan, pencurian bahkan bisa sampai pada melakukan tindakan pembunuhan. Beberapa produk perundang-undangan sebenarnya telah dibuat guna menjamin terlaksananya perlindungan hukum bagi anak. misalnya, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Anak. Bagong Suyanto menyatakan secara konseptual kekerasan terhadap anak ( child abuse ) adalah persitiwa perlukaan fisik, mental, atau seksual yang umunya dilakukan oleh orang –orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteran anak.13 Menurut Harkistuti Harkrisnowo tindak kekerasan yang dialami anak-anak dapat dapet diklasifikasiakan menjadi 4 Jenis14 ,yaitu :

a. Tindakan Kekerasan Fisik Kekerasan fisik umunya menyangkut prilaku-prilaku yang berupa penganiayaan dan pembunuhan, yang

13

Bagong S, Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar Di Jawa Timur. Universitas Airlangga Press, Surabaya, 1999, h.12.

14

(12)

27

dapat dilakukan baik oleh orang tua sendiri , saudara ( paman ,kakek, dan lain-lain ) maupun orang lain ( misalnya majikan ) .

b. Tindakan Kekerasan Seksual Tindak kekerasan ini mencakup berbagai tindakan yang melanggar kesusilaan dan atau yang berkenaan dengan kegiatan seksual.

c. Tindakan Kekerasan Psikologis walapun pernah dianggap sebagai suatu prilaku yang “ biasa saja “ dan tidak mempunyai dampak yang berarti pada anak, sejumlah penelitian menunjukan bahwa sikap tndak, kata-kata dan gerakan yang dilakukan terutama oleh orang tua mempunyai dampak negatif yang serius bahkan traumatis, yang mempengaruhi perkembangan kepribadian /psikologi anak.

d. Tindakan Kekerasan Ekonomi Tidak memberikan pemeliharan dan pendidikan yang sewajarnya bagi anak, kadangkala tidak dapat dihindari karena kemiskinan orang tua.

Namun kondisi ini tetap merupakan kejahatan kekerasan terhadap anak secara ekonomis, karena mempunyai pengaruh bagi perkembangan anak . Salah satu akibatnya adalah larinya anak dari rumah dan menjadi anak jalanan dengan resiko yang amat besar. Melihat definisi menegani beberapa jenis kejahatan kekerasan terhadap anak maka tindakan mengeksploitasikan anak sebagai pedangang asongan dapat digolongan ke dalam kejahatan kekerasan ekonomi terhadap anak, ini tentu jelas melanggar pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

(13)

28

dimaksud dalam pasal 76 yang berisi setiap orang dilarang menempatkan , membiarkan, melakukan, menyeruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi atau seksual terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

5. Anak Jalanan

a. Hubungan eksploitasi dengan Anak Jalanan

Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan dan diperberat oleh adanya berbagai kerusuhan sosial dan berbagai bencana alam menyebabkan meningkatnya jumlah anak terlantar, anak jalanan, anak nakal serta anak cacat. Terbentuknya anak jalanan banyak disebabkan akibat anak tereksploitasi oleh orang untuk berjualan asogan maupun disuruh untuk mengemis. Munculnya anak jalanan di masyarakat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya yaitu:15 a. Inisiatif sendiri karena kasihan sama orang tua/ nenek b. Korban kekerasan di rumah c. Untuk membiayai sekolah d. Ikutan teman e. Ingin hidup bebas f. Tidak mau diatur terus-menerus sama orang tua g. Eksploitasi orang tua h. Pengalaman. i. Suasana rumah yang kurang baik, salah satu akibat banyakna anak jalanan diakibatkan oleh adanya eksploitasi anak jalanan. Seperti halnya keberadaan anak jalanan di Kawasan Kabupaten Semarang yang semakin bertambah sejak krisis ekonomi 1998. Menurut Surbakti dkk bahwa berdasarkan hasil kajian di

15

Khatra Budikusuma, Analisis Kebijakan Penanganan Anak Jalanan Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 2011, hlm 38.

(14)

29

lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok. Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan, namun masih mempunyai hubungan kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalanan diberikan kepada orang tuanya.16

Masalah yang dihadapi anak jalanan, masalah anak jalanan adalah merupakan fenomena yang biasa terjadi di kota-kota besar. Untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak-anak jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun ilegal di mata hukum. Ada yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah, mengamen di perempatan lampu merah, tukang lap mobil, dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal seperti: mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari kompotan perampok.

b. Ciri-ciri anak jalanan

Ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain:17

1) berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat hiburan) selama 3-24 jam perhari;

16

Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, Kencana,Jakarta, 2010, h. 186.

17

(15)

30

2) berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang lulus SD);

3) berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebnyakan kaum urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya);

4) melakukan aktivitas ekonomi/ melakukan pekerjaan pada sektor informal

c. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan 1) Masalah Ekonomi Keluarga

Sebagian besar anak-anak jalanan berasal dari golongan kurang mampu, mereka mencari nafkah di jalan agar dapat memenuhi kebutuhannya, mulai dari kebutuhan akan makanan sampai pakaian yang mereka pakai sehari-hari. Sering kita jumpai secara langsung di jalanan, orang tua mereka telah mengajarkan mereka menjadi anak jalanan ketika mereka masih kecil. Tidak jarang seorang ibu -ibu menggendong seorang balita untuk mengemis di jalanan dengan harapan orang yang melihatnya akan merasa kasihan.

2) Komunitas Anak dan Pengaruh Lingkungan

Teman juga bisa menyebabkan anak turun ke jalanan, yaitu adanya dukungan sosial atau bujuk rayu dari teman. Dalam perkembangan sosial remaja, harga diri yang positif sangat berperan dalam pembentukan pribadi yang kuat, sehat dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, termasuk

(16)

31

mampu berkata “tidak” untuk hal-hal negatif. Dengan kata lain tidak mudah terpengaruh berbagai godaan yang di hadapai seorang remaja setiap hari dari teman sebaya mereka sendiri.18

Apabila teman-teman anak adalah lingkungan anak jalanan, secara tidak langsung anak bisa ikut -ikutan menjadi anak jalanan. Mula-mula meninggalkan rumah dan keluarganya untuk bergaul dan bermain di terminal atau di jalanan, kemudian ikut mengemis. Anak semakin tertarik mengemis karena dengan mengemis mereka bisa mendapatkan uang. Ada beberapa alasan yang menyebabkan anak mengemis, yaitu: Karena sifat pemalas dan tidak mau bekerja dan adanya cacat yang bersifat biologis. Seseorang yang cacat secara biologis misalnya kakinya tidak normal dan lain sebagainya.

3) Keretakan dan Kekerasan Kehidupan Rumah Tangga Orang Tua Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children of the street, menunjukan bahwa motivasi mereka hidup di jalanan bukanlah sekedar karena desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga, melainkan juga karena terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orang tuanya. Bagi anak-anak ini, kendati kehidupan di jalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimanapun

18

(17)

32

dinilai lebih memberikan alternatif dibandingkan dengan hidup dalam keluarganya yang penuh dengan kekerasan yang tidak dari ancaman tindak kekerasan, tetapi di keluarganya justru mereka harus menerima nasib begitu saja saat dipukuli oleh orang-orang dewasa disekitarnya karena acap kali anak-anak merupakan titik rawan keluarga untuk menerima perlakuan sewenang-wenang dan salah.19

d. Dampak Anak yang Tereksploitasi

Sesuai dengan pasal 32 Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak, maka pemerintah yang telah meratifikasinya diwajibkan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi ekonomi dan melakukan pekerjaan apa saja yang kemungkinan membahayakan, mengganggu pendidikan anak, berbahaya bagi kesehatan fisik, jiwa, rohani, moral, dan perkembangan sosial anak20. Ada beberapa akibaat yang ditimbulakn dari eksploitasi anak, yaitu sebagai berikut.Anak kehilangan haknya untuk belajar. Sebagian besar anak jalanan adalah anak yang putus sekolah dan bahkan tidak pernah merasakan bangku pendidikan karena kekurangan biaya atau tidak ada biaya. Anak tidak bisa merasakan masa masa kekanak-kanakannya dan masa bermainnya dengan baik. Mereka sudah dituntut untuk bekerja padahal belum waktunya untuk itu.

19

Bagong Suyanto, Loc.Cit. 20

Aris Ananta. Pekerja Anak di Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta, h.180.

(18)

33

Perilaku anak banyak yang menyimpang. Hidup di jalanan bukanlah hal yang mudah terlebih bagi anak-anak di bawah umur. Mereka harus berjuang mencari uang dan besar kemungkinan terpengaruh hal-hal buruk seperti merokok di usia anak-anak, berbahasa kasar, terkadang bertengkar dengan anak-anak lainnya, masuk ke dalam pergaulan bebas, kecanduan alcohol, pemakai narkoba, dan pengaruh buruk lainnya.Anak kekurangan kasih sayang. Poin ini menjadi faktor utama dari eksploitasi ini. Mereka dipaksa bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya di jalanan mencari uang dibandingkan merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Padahal, anak pada usia dini sangat membutuhkan kasih sayang orang tua untuk merawatnya dan menjaganya. Mendapatkan perhatian yang lebih dan diperlakukan dengan lembutlah yang dibutuhkan oleh anak-anak di bawah umur, bukan perlakukan yang kasar dan mempekerjakannya. Eksploitasi anak juga berdampak buruk terhadap psikologis dan jiwa anak.

Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 27 Oktober 2017 di kawasan Kabupaten Semarang, dampak adanya anak ang tereksploitasi adalah sebagai berikut:

1) Mengganggu Ketertiban Lalu Lintas

Salah satu tempat favorit yang dijadikan anak jalanan untuk mengais rejeki adalah traffic light, oleh sebab itu tak jarang kegiatan tersebut mengganggu kelancaran lalu lintas karena

(19)

34

banyak diantara mereka asik meminta-minta dari kendaraan satu ke kendaraan yang lain tanpa memeperdulikan lampu hijau pada traffic light, padahal hijau tersebut menandakan bahwa kendaraan harus berjalan kembali. Hal inilah yang menyebabkan keberadaan anak jalanan mengganggu ketertiban lalu lintas.

2) Membuat Resah Pengguna Jalan.

Selain di traffic light, tempat favorit anak jalanan adalah di trotoar jalan yang terdapat pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya. Mereka meminta-minta kepada para pembeli di kaki lima yang mereka datangi, dan tak jarang teman-teman mereka juga datang meminta-minta di tempat yang sama, sehingga para pembeli merasa tidak nyaman oleh keberadaan mereka yang selalu datang meminta-minta.

3) Menumbuhkan Sikap Ketergantungan

Banyak diantara anak jalanan beranggapan bahwa cara yang paling mudah untuk mendapatkan uang adalah dengan cara berjualan asongan karena tidak harus bekerja berat, hanya cukup bermodal membawa jajanan dan minuman di tempat umum. Anggapan seperti itulah yang membuat anak jalanan sangat bergantung pada hasil penjualan dari masayarakat tanpa mau berusaha untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan tidak menjadi anak jalanan.

(20)

35 6. Penjual Asongan

Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, dan lain sebagainya. Pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka tertentu dengan menggunakan sarana atau perlangkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usaha seperti kegiatan pedagang- pedagang kaki lima yang ada di wilayah Kabupaten Semarang. Kegiatan Perdagangan dapat menciptakan kesempatan kerja melalui dua cara. Pertama ,secara langsung, yaitu dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja yang benar. Kedua, secara tidak langsung, yaitu dengan perluasan pasar yang di ciptakan oleh kegiatan perdagangan disatu pihak dan pihak lain dengan memperlancar penyaluran dan pengadaan bahan.21

Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau per satuan.22

Pedagang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibagi atas dua yaitu: pedagang besar dan pedagang kecil. Pedagang kecil adalah

21

Khairuddin, Sosiologi Keluarga, Liberty, Yogyakarta, 2002, h. 21.

22

Sugiharsono, Zamroni, dan Suyant, Ilmu Ekonomi Makro,Prima Mitra Media, Yogyakarta,2002, h. 45.

(21)

36

pedagang yang menjual barang dagangan dengan modal yang kecil.23Menurut UU Nomor 29 Tahun 1948, Pedagang adalah orang atau badan membeli, menerima atau menyimpan barang penting dengan maksud untuk di jual diserahkan, atau dikirim kepada orang atau badan lain, baik yang masi berwujud barang penting asli, maupun yang sudah dijadikan barang lain .24

7. Kemiskinan

a. Pengertian Kemiskinan

Menurut BPS Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Selanjutnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti: sandang, pangan, papan sebagai tempat berteduh. Menurut Emil Salim bahwa seseorang dikatakan miskin apabila pendapatanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti: pangan, pakaian, tempat berteduh dan lain-lain. Sedangkan menurut Suparlan bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu standar hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang rndah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa

23KBBI,2002:230

24

(22)

37

harga diri dari mereka yang tergolong orang miskin25. Kemiskinan terwujud dari hasil interaksi antara berbagai aspek tersebut terutama aspek sosial dan ekonomi.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat dicermati bahwa kemiskinan biasanya identik dengan serba kekurangan baik kekurangan pendapatan, kekurangan dalam memenuhi kebutuhan pokok, kesehatan serta pendidikan.

b. Ukuran kemiskinan

Klasifikasi seseorang dikatakan miskin di tetapkan dengan menggunakan tolok ukur sebagai berikut:

1) Tingkat pendapatan

Tolok ukur yang digunakan di Indonesia untuk menentukan besarnya jumlah orang miskin adalah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja misalnya saja masyarakat yang bekerja itu memiliki pendapatan Rp. 300.000;/ bulan atau lebih rendah.

2) Kebutuhan relative

Tolok ukur kebutuhan relative/ keluarga yang batasanya dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi guna sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupanya secara sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tolok ukur ini adalah kebutuhan yang biasanya berkenaan

25

(23)

38

sewa rumah, biaya untuk kesehatan, biaya menyekolahkan anak, biaya untuk sandang pangan.

c. Ciri-ciri Kemiskinan

Menurut Amin Rais ada dua kategori ciri-ciri kemiskinan, yaitu:

1) Kemiskinan Absolut adalah absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan.

2) Kemiskinan relative adalah perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah. Kemiskinan jenis ini dikatakan reletive karena lebih berkaitan dengan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat. Sedangkan menurut Emil Salim dalam mengemukakan adanya 5 ciri kemiskinan, meliputi:

a) Tidak memiliki faktor industri sendiri.

b) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.

c) Tingkat pendidikan yang rendah d) Tidak mempunyai fasilitas

e) Tidak mempunyai ketrampilan atau pendidikan yang memadai.

(24)

39

Secara umum permasalahan kemiskinan disebabkan oleh dua faktor utama yang saling terkait yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal menyangkut permasalahan dan kendala yang berasal dari dalam individu atau masyarakat miskin yang bersangkutan, seperti: rendahnya motivasi, minimalnya modal, lemahnya penguasaan aspek manajemen dan teknologi serta etos kerja. Sementara faktor eksternal penyebab kemiskinan adalah belum kondusifnya aspek kelembagaan yang ada. Di samping itu, masih minimalnya infrastruktur dan daya dukung lainnya sehingga potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat tidak dapat ditumbuh kembangkan.26

e. Bentuk-bentuk Kemiskinan

Menurut Saihaan Kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Kemiskinan Sruktural

Kemiskinan sturuktural adalah kemiskinan yang terjadi karena kepincangan struktural sistim sosial, sehingga orang tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia, atau usaha yang dilakukan untuk memperbaiki nasibnya selalu terbentur dengan sistim yang berlaku.

2) Kemiskinan Kultural

26

Yuliati, Yayuk dan Purnomo, Mangku, Sosiologi Pedesaan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, , 2003, h. 67.

(25)

40

Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan-kemiskinan alamiah sifatnya, yakni penduduk yang sejak lahir sudah berada di lingkungan miskin.

f. Dampak Kemiskinan

Kemiskinan memberikan dampak yang beraneka ragam mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, putus sekolah dan masih banyak lagi. Kemiskinan memang dapat menyebabkan beragam masalah tapi yang paling penting adalah masalah pendidikan. Yang harus diutamakan bagaimana caranya supaya anak-anak yang sama sekali tidak mampu, dapat bersekolah dengan baik seperti anak-anak lainnya. Itulah masalah yang harus dipecahkan oleh pemerintah karena jika masalah itu tidak dapat dibereskan maka akan muncul masalah masalah baru yang lebih banyak lagi, seperti munculnya anak jalanan.27

8. Berdasarkan Intensitas Hubungan dengan Keluarga

Aktivitas utama anak jalanan adalah berada di jalanan baik untuk mencari nafkah maupun melakukan aktivitas lain. Hal ini membuat intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka kurang intensif. Menurut Departemen Sosial indikator anak jalanan menurut intensitas hubungan dengan keluarga, yaitu:

a. Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari.

27

Istirochatun, Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang, 2011, www. Sekitarkita.com. Diuduh tanggal 26 februari 2011

(26)

41

b. Frekuensi dengan keluarga sangat kurang

c. Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga

Selain itu, menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP, intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tua, berhubungan tidak teratur dengan orang tua, dan bertemu teratur setiap hari atau tinggal dan tidur bersama orang tua mereka. Menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, beberapa macam intensitas anak jalanan dengan keluarga mereka adalah: hubungan orang tua sudah putus, masih ada hubungan dengan orang tua tetapi tidak harmonis, maupun pulang antara 1 sampai 3 bulan sekali. Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak jalanan berdasarkan intensitas anak jalanan berhubungan dengan keluarga ada tiga macam, yaitu:

1) Masih berhubungan teratur dengan orang tua atau keluarga

2) Masih berhubungan dengan orang tua atau keluarga tetapi tidak teratur dengan frekuensi sangat kurang

3) Sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua maupun keluarga. 9. Upaya Penanggulangan Kejahatan Terhadap Anak Akibat Eksploitasi

Orang Tua

Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan

(27)

42

ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mencari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakekatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma-norma-norma agama, norma-norma moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggung jawabkan aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.

Upaya pencegahan kejahatan dapat berarti menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan.pencegahan kejahatan sebagai suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kekerasan dari suatu pelanggaran baik melalui pengurangan ataupun melalui usaha-usaha

(28)

43

pemberian pengaruh kepada orang-orang yang potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.

Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat berperan.Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundangundangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.28 Peran pemerintah yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam menanggulangi kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara golongan besar penduduk. Bahwa upaya penghapusan sebab dari kondisi menimbulkan kejahatan harus merupakan strategi pencegahan kejahatan yang mendasar.29

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/ upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan/ upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat.30Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan

28 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, AlumniBandung, Bandung, 1981, h. 114. 29

Ibid

30

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, h. 77.

(29)

44

dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa ”social welfare” dan “social defence.

Sistem represif tidak terlepas dari sistem peradilan pidana, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) subsistem yaitu subsistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment).

Yang berkewajiban melindungi anak terhadap eksploitasi orang tua dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menebutkan dalam pasal 20 yang berkewajiban untuk melindungi anak terhadap eksploitasi orang tua: Negara, pemerintah, pemerintahan daerah, masyarakat, keluarga, orang tua dan wali berkewajiban dan bertaggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.31

31

Pasal 20 Undang- Undang No 35 Tahun2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun2002 Tentang Perlindungan Anak

(30)

45

B. Hasil Penelitian

1. Tentang Responden

a. Identitas Responden Eksploitasi

Tabel 2.1

Identitas Responden Eksploitasi

No Nama

responden

Jenis

Kelamin Pendidikan Alamat

1 Haryadi L Tidak Sekolah Kec.Sumowono 2 Susilo Arifin L SD Kec. Ambarawa 3 Ardi L Tidak Sekolah Kec. Sumowono

4 Sinta P SD Kec. Bawen

5 Royak Tana L Tidak Sekolah Kec.Ungaran Barat 6 Nanang L Tidak Sekolah Kec. Getasan 7 Widya P Tidak Sekolah Kec.Bawen

8 Musyafak L Tidak Sekolah Kec. Ungaran Barat 9 Dwiki k L Tidak Sekolah Kec.Ungaran Timur

10 Indana P SD Kec. Ambarawa

11 Indah P SMP Kec.Ungaran Barat

Berdasarkan tabel 2.1 responden sebanyak 11 orang, responden paling banyak adalah responden berjenis kelamin laki – laki sebanyak 7 orang/ sejumlah 63,6 % dan untuk responden yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 4 orang/ 36,4%. Responden yang Berjualan Asongan tingkat pendidikan paling banyak tidak sekolah berjumlah 7 (63,6%) yaitu paling banyak laki-laki 6 orang perempuan 1 orang, tingkat pendidikan SD 3(27,3%) orang, tingkat pendidikan SMP 1 (9,1%) orang dan tingkat pendidikan SMA tidak ada.

(31)

46 b. Daftar identitas orangtua responden

Tabel 2.2

Daftar identitas orangtua responden

No Nama Orang Tua Nama Responden Pendidik an Pekerjaan Alamat

1 Mintoyo Sinta SD Tidak bekerja

Kec. Bawen 2 Kasdi Royak Tana Tidak

Sekolah

Berjualan es kelapa muda

Kec.Ungaran Barat

3 Rumini Indana Tidak Sekolah Berjualan makanan di pinggir jalan Kec. Ambarawa

Berdasarkan Tabel 2.2 daftar identitas orang tua responden korban eksploitasi yang mau di wawancarai dan di mintai keterangan oleh peneliti

2. Alasanan Anak Berjualan

Responden pada penelitian ini adalah anak-anak yg berjualan di terminal, lampu merah, POM bensin pengamatan selama 5 hari dengan cara nongkrong di lokasi dari pukul 08.00 d pukul 16.00 ditemukan 11 anak yang berjualan asongan detail tentang responden diuraikan dalam tabel-tabel berikut ini:

Berdasarkan penelitian terhadap anak jalanan di Terminal, lampu merah dan pom bensin pada bulan Oktober 2018, responden yang diteliti adalah anak yang berjualan di Terminal, lampu merah dan pom bensin Hasil penelitian ini disajikan sebagai berikut:

(32)

47 a. Alasan Berjualan

Tabel 2.3

Responden berdasarkan alasan berjualan asongan

Alasan Jumlah

responden

Persentase (%) Ingin membantu orang tua 2 18,9%

Dipaksa orang tua 1 9,1%

Disuruh orang tua 5 44,6%

Kemauan sendiri 3 27,4%

Jumlah 11 100%

Berdasarkan tabel 2.3 menunjukan bahwa responden paling banyak dengan alasan paling banyak disuruh orang tua sebanyak 5 (44,6%) orang yaitu laki-laki 3 orang dan perempuan 2 orang, ingin membantu orang tua 2 (18,9%)orang, dipaksa orang tua 1 (9,1%) orang dan kemauan sendiri sejumlah 3 (27,4%) orang.

b. Berdasarkan keinginan untuk sekolah Tabel 2.4

Berdasarkan keinginan untuk sekolah

Keinginan Jumlah responden Persentase (%) Sekolah 9 81,8% Berjualan 2 18,2% Jumlah 11 100%

Berdasarkan tabel 2.4 menunjukan bahwa responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan yang paling banyak adalah keinginan untuk bersekolah sejumlah 9 (81,8%) orang dan yang tidak adalah 2 (18,2%) orang.

(33)

48

c. Berdasarkan lamanya berjualan asongan Tabel 2.5

Berdasarkan lamanya berjualan asongan

Waktu Jumlah responden Persentase (%) 07.00-10.00 WIB 0 0 % 13.00-17.00 WIB 4 36,4% Pagi-Sore 7 63,6% Jumlah 11 100%

Berdasarkan tabel 2.5 menunjukan bahwa lamanya bekerja responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah pagi-sore 7(63,6%)orang, 13.00-17.00 4 (36,4%) orang dan 07.00-10.00 tidak ada.

d. Berdasarkan pekerjaan orang tua

Tabel 2.6

Berdasarkan pekerjaan orang tua anak berjualan asongan Jenis Pekerjaan Jumlah

responden Persentase (%) Koran 5 45,5 % Makanan 6 54,5% Dll 0 0% Jumlah 11 100%

Berdasarkan tabel 2.6 menunjukan bahwa pekerjaan orang tua responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah makanan sejumlah 6 (54,5%)orang, Koran 5 (45,5%)orang.

(34)

49

e. Berdasarkan pendidikan orang tua responden Tabel 2.7

Berdasarkan pendidikan orang tua responden

Pendidikan Jumlah responden Persentase (%) Tidak sekolah 7 63,6% SD 4 36,4% SMP 0 0% SMA 0 0% Jumlah 11 100%

Berdasarkan tabel 2.7 menunjukan bahwa tingkat pendidika orang tua responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah tidak sekolah sejumlah 7 (63,6%) orang, SD 4 (36,4%) orang, SMP tidak ada orang dan SMA tidak ada.

f. Berdasarkan alasan responden tidak boleh sekolah Tabel 2.8

Berdasarkan alasan responden tidak boleh sekolah oleh orang tua

Alasan Jumlah

responnden

Persentase (%)

Tidak ada biaya 8 72,7%

Tidak ada gunanya 3 27,3%

Jumlah 11 100%

Berdasarkan tabel 2.8 menunjukan bahwa alasan tidak diperbolehkan sekolah responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah tidak ada biaya 8 (72,7%) orang, tidak ada gunananya 3 (27,3%)orang,

(35)

50

3. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Dieksploitasi dalam Aturannya

Tabel 2.9

Perlindungan Hukum Terhadap Anak

No Peraturan Perundang Undangan Pasal Pengertian 1 UUNo. 35 Tahun 2014  Pasal 1 angka 2  Pasal 9  Pasal 7 6a  Pasal 7 6b  Pasal 77  Pasal 77b  Pasal 1 agka 2 perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tubuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

 Pasal 9 setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai minat dan bakat.

 Pasal 7 6a setiap orang dilarang memperlakukan anak secara diskriminatif ang mengakibatkan anak mengalami kerugiaan baik materil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.

 Pasal 7 6b setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan , menyuruh melibatkan anak dalam situasi perilaku salah dan

(36)

51 No Peraturan Perundang Undangan Pasal Pengertian penelantaran.

 Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 6a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00

(seratus juta rupiah)  Pasal 77 setiap orang yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00

(seratus juta rupiah). 2 UU KDRT No. 23 Tahun 2004  Pasal 2  Pasal 45

 lingkup rumah tangga dalam UU ini meliputi a) suami istri dan anak  setiap orang yang

melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagai mana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.9.000.000,00 (sebilan juta rupiah) 3 Perda Kab Semarang No. 6 Tahun 2014

 Pasal 4  setiap anak berhak

a) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan

(37)

52 No Peraturan Perundang Undangan Pasal Pengertian mendapat perlindungan dari 1) Kekerasan 2) Eksploitasi, 3) Penelantaran,dan 4) Perlakuan salah b) Mendapat hak-hak

sipil dan kebebasan c) Mendapat pengasuhan

oleh keluarga wali

atau dalam pengasuhan alternative d) Mendapat kesehatan dan kesejahteraan sosial e) Memperoleh pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya

f) Mendapat layanan yang cepat, tepat,

nyaman dan

kebutuhan anak g) Mendapatkan

perlindungan khusus dan ikut serta dalam proses pengasuhan yang aman

4 UUD 1945  Pasal 34 a) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara

b) Negara

mengembangkan sistem sosial bagi seluruh rakat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

(38)

53 No Peraturan Perundang Undangan Pasal Pengertian mampu sesuai dengan harkat martabaat bangsa c) Negara bertanggung jawab penyediaan fasilitas pelaanan kesehatan dan fasilitas pelayaanan umum yang layak 5 UU No. 4

Tahun 1979

 Pasal 2  Pasal 2 tentang

Kesejahteraan Anak a) Anak berhak atas

kesejahteraaan , perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang yang baik dalam keluarga maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar

b) Anak berhak atas pelayanan untung mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa , untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna

c) Anak berhak atas pemeliharaan dan prlindungan, baik semasa dalam kandungan maupu setelah dilahirka

(39)

54 No Peraturan Perundang Undangan Pasal Pengertian

Anak berhak atas perlindunagan terhdap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau mennghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar 6 UU RI No. 39 Tahun 1999

 Pasal 62  Menyatakan bahwa

setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai kebutuhan fisik dan mental spiritual.

4. Upaya pemerintah dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua untuk berjualan asongan

Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea keempat menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintah Negara Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selain itu, ditegaskan pula dalam Undang-Undang Dasar Negara

(40)

55

Republik 59 Indonesia Tahun 1945 pasal 34 ayat (1) menegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar, dipelihara oleh Negara”.32

Oleh karena itu, Pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pembinaan anak jalanan yang sebagaimana diamanatkan Perda Kab Semarang No 6 Tahun 2014.

Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Bapak Jojon 33(Kepala bidang perlindungan Perempuan dan Anak) berpendapat yang mengemukakan beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi masalah eksploitasi anak jalanan yakni :

a. Dengan cara pendampingan yaitu pendampingan psikologis sesuai anak selanjutnya rujuk psikolog atau psikiater, intervensi keluarga, anak diamankan, rujuk ke lembaga perlindungan anak, proses perlindungan hukum.

b. Atau mediasi yaitu lembaga Dinas Perlindungan Anak mendatangi orang tua ang mengeksplotasi anaknya dalam penyelesaian eksploitasi anak dilaksanakan dengan non intigasi yaitu dibicarakan baik-baik dengan keluarga

c. Konseling dan sosisialisasi terhadap korban dan orang tua

Lembaga Dinas Perlindungana Anak mendatangi orang tua yanak eksplotasi memberikan penyuluhan terhadap orang tua bahwa tindakan eksploasi anak tidak diperbolehkan oleh undang-undang sehingga orang tua tahu akan hak dan kewajiban seorang anak.

32

Undang-Undang Negara Repoblik Indonesia tahun 1945

33

(41)

56

apabila orang tua setelah diberi penjelasan tentang hak-hak anak tetapi masih juga melakukan eksploitasi terhadap anak maka dari pihak Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial akan bertindak tegas mengambil anak tersebut untuk di ambil alih hak asuh anak oleh Negara. Hal ini juga diatur dalam perauran perundang-undangan nomor 35 tahun 2014 bagian kedua pasal 20 Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak. Perda Kabupaten Semarang juga mengatur kewajiban pemerintah dalam menjalankan perlindungan terhadap anak di wilayah Kabupaten Semarang. Perda Kabupaten Semarang Pasal 6 Pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Bagian Kedua Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah. Pasal 7 juga mengatur peranan pemerintah :

1) Kewajiban Pemerintah Daerah meliputi : a) Menyediakan data dan informasi anak;

b) Mencegah dan mengurangi resiko kerentanan terjadinya tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak;

c) Menangani anak yang menjadi korban, saksi dan pelaku tindak kekerasan, eksploitasi penelantaran dan perlakuan salah;

(42)

57

d) Mendorong tanggungjawab orangtua, masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga penyelenggaraan pelayanan, lembaga partisipasi anak dan kelompok profesi di dalam upaya pencegahan, pengurangan resiko kerentanan dan penanganan korban; dan

e) Melakukan fasilitasi, koordinasi dan kerjasama dalam mencegah dan menangani terjadinya tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah.

2) Tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi :

a) Melakukan advokasi untuk membuat kebijakan dan/atau perubahan kebijakan tentang perlindungan anak;

b) Mendorong partisipasi anak dalam pembuatan kebijakan yang berpengaruh atau yang berdampak terhadap kehidupan anak;

c) Memberikan advokasi terhadap korban dan/atau masyarakat dalampenanganan kasus kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah;

d) Membantu rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial;

e) Mendirikan dan mengelola lembaga kesejahteraan sosial anak; dan

f) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

(43)

58

5. Bentuk penanggulangan kejahatan terhadap eksploitasi anak oleh orang tua

Urutan dalam berjalannya proses pelaporan kasus eksploitasi terhadap anak yang dilakukan orang tua, pelaporan biasana dilakukan oleh saudara anak korban eksploitasi melaporan tindakan penyimpangan ini kepada Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan di Kabupaten Semarang selanjutnya mendatangi pihak yang bersangkutan untuk melakukan sosialisasi. Jika masih di lakukan Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan melimpahkan kasus ini kepada pihak kepolisian

a. Tabel pelapor Dinas Perlindungan Anak & Perempuan Tabel 2.10

Tabel berdasarkan pelapor keseluruhan Tahun 2015-2017

No Tahun Jumlah Pelapor (Perempuan & Anak) Jumlah pelapor eksploitasi anak Yang Ditangani Kasus anak Yang Ditangani keseluruhan (perempuan & anak) 1 2015 188 5 2 85 2 2016 161 5 3 95 3 2017 165 8 4 78 7 3 25 12

Berdasarkan tabel 2.10 Pada tahun 2015 jumlah pelapor kasus perempuan dan anak sejumlah 188 orang dan yang di tindak lanjuti hanya 85 dikarenakan sebagian dari itu bisa diselesaikan dengan cara mediasi. Pada tahun 2016 jumlah pelapor kasus perempuan dan anak 161 orang dan yang di tindak lanjuti hanya 95 dikarenakan sebagian

(44)

59

dari itu bisa diselesaikan dengan cara mediasi. Pada tahun 2017 jumlah pelapor kasus perempuan dan anak 165 orang dan yang di tindak lanjuti hanya 78 dikarenakan sebagian dari itu bisa diselesaikan dengan cara mediasi.

Berdasarkan tabel 2.10 menunjukan bahwa kasus eksploitasi paling banyak yang ditangani adalah pada tahun 2017 yaitu 4 dengan jumlah pelapor 8, pada tahun 2015 kasus yang ditangani adalah 2 dengan jumlah pelapor 5, tahun 2016 kasus yang ditangani 3 dengan jumlah pelapor 5 dan tahun 2018 kasus yang ditangani 3 dan jumlah pelapor 7.

b. Hasil penanganan eksploitasi anak Tahun 2018 Tabel 2.11

Hasil penanganan eksploitasi anak Tahun 2018 No Nama

Korban

J/K Alamat Permasalahan Solusi KET

1 Sinta P Kec. Bawen Dipaksa berjualan asongan Konseling Tuntas 2 Royak Tana L Kec. Ungaran Barat Mencuri kelapa untuk dijual kembali Konseling Dalam proses 3 Indana P Kec. Ambaraa Berjualan asongan Konseling Tuntas

Berdasarkan tabel 2.11 Pada tahun 2018 tercatat 3 korban eksploitasi yaitu 1). Sinta jenis kelamin perempuan alamat kecamatan Bawen yang disuruh berjualan di Pom Bensin solusi dengan cara

(45)

60

pendampingan atau mediasi konseling dan sosisialisasi terhadap korban dan orang tua, apabila orang tua setelah diberi penjelasan tentang hak-hak anak tetapi masih juga melakukan eksploitasi terhadap anak maka dari pihak Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial akan bertindak tegas mengambil anak tersebut untuk di ambil alih hak asuh anak oleh Negara, 2) Royak Tana berjenis kelamin laki-laki alamat Kecamatan Ungaran Barat yang dipaksa oleh bapak nya untuk mencuri kelapa tetangga untuk dijual kembali oleh orang tuanya, responden juga mengalami penganiyayaan oleh orang tuanya apabila tidak mau menuruti kemauan dari bapaknya, kendala yang dihadapi selama penanganan kasus ini yaitu dalam pengadaan saksi, dalam pemulihan psikis korban lama dan proses penanganan kasus lama, 3). Indana berjenis kelamin perempuan alamat kecamatan Ambarawa disuruh oleh orang tuanya utuk berjualan asogan di Pom bensin setelah diberi penjelasan dan bimbingan tentang hak-hak anak kewajiban anak dan diberi penjelasan apabila masih dilanggar hak anak akan di ambil oleh dinas sosial, orang tua indana mengerti dan berkata paham tidak akan mengeksploitasi anaknya untuk berjuaalan kembali.

C. Analisis

Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,

(46)

61

pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum pengertian ini terdapa dal perda nomor 6 tahun 2014 pasal 1, Meskipun tidak dijelaskan secara umum mengenai eksploitasi namun dalam pasal 66 Undang-undang nomor 35 tahun 2014, memberikan penjelasan mengenai anak yang diekspoitasi secara ekonomi.

Yang dimaksud diekspoitasi secara ekonomi adalah tindakan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputitetapi tidak terbatas pada pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum atau mentranspalantasikan organ/ atau jaringan tubuh atau manfaat tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materil.

Ketika seorang ibu melakukan pemanfaatan terhadaap anak untuk membantu perekonmian keluarga yang secara hukum merupakan kejahatan yang dilarang oleh Negara hal ini diatur dalam Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak karena tidak menutup kemungkinan orang tua melakukan tindakan eksploitasi terhadap anak sendiri, dalam Undang-Undang Nomer 35 Tahun 2014 menyebutkan bawa dalam hal perlindungan terhadap anak Pasal 1 agka 2 perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

(47)

62

1. Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang di eksploitasi

Beberapa ketentuan dalam undang-undang mengatur bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang dieksploitasi:

a. Undang- undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan undang – undang nomor 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak

1) Pasal 76A Setiap orang dilarang:

a) Memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b) Memperlakukan anak penyandang disabilitas secara diskriminatif.

2) Pasal 76B

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.

3) Pasal 77

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(48)

63

Peraturan Pemerintah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2014 juga mengatur pentingnya perlindungan anak yang dieksploitasi Pasal 4 setiap anak berhak:

1) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan mendapat perlindungan dari:

 Kekerasan,  Eksploitasi,  Penelantaran, dan  Perlakuan salah.

2) Mendapat hak-hak sipil dan kebebasan

3) Mendapat pengasuhan oleh keluarga wali atau dalam pengasuhan alternatif

4) Mendapat kesehatan dan kesejahteraan sosial

5) Memperoleh pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya

6) Mendapat layanan yang cepat, tepat, nyaman dan kebutuhan anak 7) Mendapatkan perlindungan khusus dan ikut serta dalam proses

pengasuhan yang aman

2. Penanggulangan kejahatan terhadap anak akibat eksploitasi orang tua Perlindungan Anak dan Perempuan untuk menanggulangi kejahatan eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua dengan cara :

(49)

64

a. Dengan Cara Sosialisasi Terhadap Warga Mengenai Masalah KDRT Dan Eksploitasi Anak Serta Meberikan Penjelasan Mengenai Aturan-Aturan Pidana Yang Mengatur Tentang KDRT Dan Eksploitasi Sehingga Masyarakat Tahu Tentang Hukum dan Sangsi Pidana Apababila Masyarakat Melakukanya.

b. Konseling Terhadap Orang Tua dan Anak Korban Eksploitasi Untuk Meberikan Penjelasan, Arahan, Peringatan Serta Apa Saja Hak-Hak Dan Kewajiban Anak,

c. Pengawasan dalam proses perjalanan hukum. Perceraian orang tua dapat mempengaruhi anak turun ke jalan menjadi anak jalanan karena anak merasa tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua anak sehingga anak tidak betah tinggal di rumah dan memilih pergi dari rumah walaupun anak tidak memiliki tujuan yang jelas ketika anak memutuskan pergi. Seorang anak akan merasa sedih dan amat sangat prihatin ketika kedua orang tuanya harus berpisah. Anak merasa takut terhadap masa depannya. Hal ini juga menjadi salah satu faktor terjadinya eksploitasi anak.

Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur mengenai pelarangan eksploitasi anak hal ini harus diimbangi dengan bagaimana cara penangulanganya

(50)

65

a. Criminal lawa Appliaction ( penerapan hukum pidana ).Contoh : Pasal 354 KUHP dengan hukuman maksimal tahun, maka dalam sistem tersebut baik tuntutan maupun putusan.

b. Prevention without punishment (pencegahan tanpa pidana) Contoh : Dengan cara menerapkan hukuman maksimal kepada pelaku kejahatan. Maka secara tidak langsung memberikan pervensi ( pencegahan ) kepada publik walapun tidak dikenal hukuman atau sebagai shock therapy kepada masyarakat.

c. Influencing views of society in crime and punishment ( mas media mempunyai pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanan lewat mas media)34

Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa ”social welfare” dan “social defence. Menurut A.S Alam penanggulangan kejahatan yaitu :35Preventif. Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinyakejahatan. Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan

34

Moh. Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya, Bandung, 1994, h.4.

35

(51)

66

dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Upaya preventif sangat beralasan untuk diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.

Pemanfaatan Atau eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua dapat di pidan penjara hal ini juga diatur Undang-UndangNomor 35 Tahun 2014 terdapatpada padal Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Peranan utama dalam pelaksanaan perlindunan anak akibat eksploitasi orang tua adalah pemerintah sekitar yang berdaulat dalam penangananya. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Perda Kabupaten Semarang juga mengatur kewajiban pemerintah dalam menjalankan perlindungan terhadap anak di wilayah Kabupaten Semarang hal ini juga diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 7, kewajiban pemerintah daerah meliputi :

Gambar

Tabel berdasarkan pelapor keseluruhan Tahun 2015-2017

Referensi

Dokumen terkait

Dengan masing-masing sistem yang digunakan baik pajak parkir dan pajak air tanah apabila di dorong dengan lebih menggali potensi pada tahun yang akan datang,

Menurut Sukardi (2008) evaluasi merupakan sebuah upaya yang dilakukan dalam rangka menilai ketercapaian suatu program. Apabila jika dikaitan dengan penyenggaraan

Dari tiga sub kelompoknya, semua sub kelompok mengalami inflasi yaitu sub kelompok makanan jadi 0,72 persen, sub kelompok minuman yang tidak beralkohol 0,82 persen dan

Jadi dapat disimpulkan bahwa model Contextual Teaching And Learning memberikan pengaruh signifikan terhadap hasil siswa dalam pembelajaran lay up bola basket.. Dari

Para kepala Negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja telah mendatangani Framework Agreement of Southeast Asian Nations and

Penggunaan sistem ini dapat mengatur pembukaan awalan katup masuk sesuai dengan kondisi beban engine sehingga dapat memperbesar rendemen volumetris disaat yang

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan naungan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter, jumlah helai daun dan persen hidup

Berdasarkan pada latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah, adalah: (1) Bagaimana kondisi umum Pondok Waria Kotagede, Yogyakarta; (2) Bagaimana urgensi peran pemuda