DENGAN MENGGUNAKAN GADGET DALAM MENGHAFAL AL-QURAN SISWA MAN IC SAMBAS KELAS XI
Mursidin*
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang Optimalisasi Modalitas Belajar Audio Dengan Menggunakan Gadget Dalam Menghafal Al-Quran Siswa MAN IC Sambas Kelas XI Tahun 2018. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana cara untuk memfokuskan pada hafalan dari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi, untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana potensi saat diri orang tersebut ketika jauh dari barang-barang yang dapat mengganggu konsentrasi.Penelitian ini dilaksanakan di MAN Insan Cendekia Sambas dengan melibatkan 63 siswa-siswi yang disaring lagi menjadi 11 responden yang memenuhi kriteria penelitian. Para responden adalah meraka yang memenuhi kriteria merupakan siswa MAN INSAN CENDEKIA Sambas, siswa dengan hafalan 2 juz, dan menggunakan alat bantu elektronik (gadget) pada saat menghafal. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa (sekitar 82,5%) yang termasuk kedalam tidak berhasil adalah mereka yang menggunakan gadget dalam proses menghafal tetapi hafalan mereka tidak sampai 2 juz dan mereka yang tidak menggunakan gadget dalam menghafal tetapi memiliki jumlah hafalan 2 juz bahkan lebih. Untuk persentase yang kedua (sekitar 17,5%) merupakan mereka yang menggunakan gadget dalam menghafal dan memiliki hafalan 2 juz bahkan lebih.
Kata Kunci: Belajar, Audio, Hafalan, Gadget Abstract
Has done research on the optimization of modalities audio learning with using gadgets in memorizing the Al-Quran a students MAN INSAN CENDEKIA Sambas class XI in 2018. The purpose of this research is to find and described how to focused on rote of things that can interfere with concentration, to review and described how the potential when everybody was when distant from goods can disrupt concentration. This study was conducted in man insan cendekia sambas 63 by involving students filtered into 11 respondents research that met the criteria. The respondents is a nation that met the criteria of were those MAN INSAN CENDEKIA Sambas, students by rote 2 verses, and using the tools and electronic (gadgets ) when memorization. Data collection method is by interviews. Based on the outcome of this research can be concluded that (circa 82,5%) are part not successful are those who using gadgets in the process memorization but rote does not reach 2 juz along and those who do not using gadgets in memorization but having the number of rote 2 juz along even more. For the second (about 17,5%) is people using gadgets in memorization and having rote 2 juz even more. Keyword : Memorization, Gadgets
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya para pencinta al-quran hafiz dan hafizah dan perpaduan teknologi saat ini, disadari atau tidak, banyak dari mereka berusaha mencinta al-Quran yang harus memfokuskan pikirannya pada satu tujuan tetapi teralihkan pandang-an oleh teknologi modern (gadget) atau akrabnya dinamakan handphone. Salah satu contoh adalah saya, yang berusaha mengha-falkan al-Quran diluar lingkungan asrama seperti saat waktu liburan sekolah. Libur sekolah adalah hal yang paling disukai oleh seorang anak asrama karena dirumah mereka terbebas dari pengawasan ketat, salah satunya saat menghafalkan al-Quran. Diasrama mereka harus fokus dengan hafalan wajib mereka, sedangkan saat bera-da di rumah mereka bebas untuk tibera-dak menghafalkan al-Quran paling hanya bebe-rapa yang memang berniat menuntaskan hafalan mereka. Namun untuk seorang anak yang terpaksa menghafalkan al-Quran dan mengganggap hal itu sebagai beban ujian terberat mereka adalah handphone yang tidak bisa mereka jauhi kenapa, karena mereka takut ketinggalan informasi menge-nai liburan bersama kawan-kawannya.
Realitas ini jelas menunjukkan bahwa handphone lebih berarti dibandingkan al-Quran. Handphone dapat mengurangi kon-sentrasi saat penghafalan. (belajar Islam, 2011) Pada saat waktu menghfal tiba jauh kan pandangan dari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi seperti memati-kan handphone. Bahmemati-kan baru-baru ini ada sebuah program tahfidz alquran (TCR) Thafidz Camp Ramadhan 2017 mengada-kan program, menyelesaimengada-kan penghafalan Al-Quran 30 juz dalam kurung waktu satu bulan. Dimana sudah dibuktikan oleh seorang siswi MAN INSAN CENEKIA SAMBAS yang mengikuti program ini berhasil menuntaskan hafalan 30 juznya dalam waktu 1 bulan. Program ini tidak hanya diikuti oleh SD/SMP/SMA namun juga diikuti oleh mahasiswa dan umum. Diperoleh informasi dari salah satu hafidz quran yang mengikuti Tahfidz Camp
Ramdhan 2017 terdapat kurang lebih 15 orang yang sudah menyelesaikan hafalan al-Quran 30 juznya dan terdapat kurang lebih 400 orang yang belum menyelesaikan hafalan al-Qurannya.
Kenapa handphone bisa dikatakan sebagai faktor penganggu saat penghafalan al-Quran, karena ketika seseorang sedang memainkan handphone tersebut yang niat awal kita hanya memegangnya sebentar bisa merubah niat lain tersebut, menjadi keterusan dalam memainkan handphone tersebut dan penghafalan al-Quran pun selesai begitu saja dengan pikiran “nanti saja”. Salah satu cara menjauhkan diri dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi penghafalan adalah dengan menguatkan niat tekad kita pada satu tujuan yang benar-benar ingin dicapai. Salah satunya dengan cara mematikan handphone dan menjauh-kannya dari pandanga. Atau dengan memfungsikan handphone atau sejenisnya sebagai alat bantu dalam proses menghafal al-Quran.
Tahfidzul Quran
Secara Etimologi (Bahasa) Tahfidzul Qur’an terdiri dari dua kata yaitu tahfidz dan Al-Qur’an. Kata tahfidz merupakan bentuk dari kata haffadza-yuhaffidzu-tahfidzan yang mempunyai arti menghafal kan. Sedangkan pengertian Al-Qur’an secara etimologi bentuknya diambil dari kata qara’a- yaqra’u- qira’atau qur’anan yang merupakan sinonim dengan kata qira’ah, sesuai dengan wazan fu’lan sebagaimana kata ghufran dan kata syukran mengandung arti yaitu bacaan atau kumpulan. Secara Terminologi (Istilah) Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf definisi tahfidz atau menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal. Sedangkan secara terminologi Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai yang tertulis dalam lembaran-lembaran, yang diriwayatkan secara mutawattir, dan
mem-bacanya merupakan ibadah. (tim tahfidz :18 Februari 2013) Dikutip dalam sebuah artikel, Al-Quran sebagai kitab suci merupakan kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada umat manusia, sebagai pedoman dan pandangan hidup dalam mencapai kebahagiaan dan keridaan Allah di dunia dan di akhirat.
Menghafal al-Quran adalah perkara yang amat penting, dan sangat mungkin untuk dilakukan oleh setiap Muslim. Lebih mulia lagi apabila seorang Mukmin mengamalkan apa yang telah dihafalnya, serta berdakwah ke jalan Allah dengan kitab yang mulia ini. Allah SWT. berfirman dalam al-Quran surat al-A’raaf ayat 1- 2 yang artinya : “Alif laam mim shaad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepa-da orang kafir), (kepa-dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” Sedangkan pengertian “al-Quran” ditinjau dari asal bahasanya terdapat beberapa pendapat, antara lain:
Menurut pendapat al-Asy’ari dan beberapa golongan yang lain: kata “Quran” berasal dari kata “Qorona” yang berarti “menggabungkan” b. Menurut pendapat para Qurro: kata “Quran” berasal dari kata “Qoroo-in” yang berarti “qorina”. Mak-sudnya bahwa ayat-ayat al-Quran yang satu dengan lainnya saling membenarkan. c. Menurut pendapat az-Zajjaj kata “Quran” sewazan dengan kata “fu’alaan” yang berasal dari kata “Qori” atau “Qoru” yang berarti “mengumpulkan atau himpunan”. Maksudnya bahwa al-Quran mengumpul-kan ayat-ayat dan surat-surat serta menghimpun intisari dari ajaran Rasul-Rasul yang diberi kitab suci terdahulu d. Menurut pendapat yang termasyhur, kata “Quran” berasal dari kata “Qoroa” yang bersarti “bacaan”. Pengertian ini diambil dengan berdasarkan ayat Quran surat al-Qiyamah ayat 17-18 yang artinya: sesung-guhnya atas tanggungan kamilah
mengum-pulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Sebagian Ulama berpendapat, kitab ini dinamakan al-Quran karena di dalam kitab ini berkumpul semua isi kitab-kitab yang turun sebelumnya. Malah semua ilmu pengetahuan. Allah sendiri yang menunjuk-an demikimenunjuk-an. Firmmenunjuk-an Allah dalam al-Qurmenunjuk-an surat an-nahl ayat 89 yang artinya: “...dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur’an dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal dalam mengurangi kepayahan dalam menghafal al-Qur’an. Menurut Ahsin al-hafidz metode-metode yang di gunakan dalam menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Metode Wahdah
Yang dimaksud metode ini adalah menghafal satu per satu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja dalam bayangan akan tetapi hingga membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat- ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu muka.
b. Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal menulis terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat tersebut dibaca hingga lan-car, dan benar bacaannya, lalu
dihafalkan-nnya. Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbantuk-nya pola hafalan dalam bayanganterbantuk-nya. c. Metode Sima’i
Sima’i yaitu metode dengan mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal baca tulis al Qur’an. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif. 1) Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak. Dalam hal seperti ini instruktur dituntut untuk lebih berperan aktif , sabar dan teliti dalam membacakan satu persatu ayat untuk dihafalnya, sehingga penghafal mampu menghafalnya secara sempurna. 2) mere-kam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian kaset tersebut diputar dan didengarkan secara seksama sambil meng-ikuti secara perlahan-lahan. Kemudian diulang lagi, dan seterusnya menurut kebu-tuhan sehingga ayat-ayat tersebut benar-benar hafal di luar kepala.
d. Metode Gabungan
Metode ini merupakan metode gsbung-an gsbung-anatara metode wahdah dgsbung-an metode kita-bah. Hanya saja kitabah di sini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika ia telah mampu mereproduksi kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk tulisan, maka ia bisa melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya, tetapi jika penghafal belum mampu mereproduksi hafalannya ke dalam tulisan secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar
mencapai nilai hafalan yang valid. Kelebih-an metode ini adalah adKelebih-anya fungsi untuk memantapkan hafalan. Pemantapan hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.
e. Metode Jama’
Metode jama’ adalah cara mengha-fal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin seorang instruktur Instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan santri menirukan secara bersama-sama. Kemudian instruktur mem-bimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan santri mengikutinya. Setelah ayat-ayat tersebut dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnyasehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangan. Sete-lah semua siswa hafal, baruSete-lah kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuh-an disamping akkejenuh-an membkejenuh-antu menghidup kan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menghafal al-Qur’an:
Sama halnya dalam menghafal materi pelajaran, menghafal al-Qur’an juga ditemu kan banyak hambatan dan kendala. Factor-faktor yang mempengaruhi dalam mengha-fal al-Qur’an pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung dalam menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Persiapan yang matang
Persiapan yang matang merupakan syarat penting bagi seorang menghafal al-Qur’an, factor persiapan sangat berkaitan dengan minat seseorang dalam menghafal
al-Qur’an.Minat yang tinggi sebagai usaha menghafal al-Qur’an adalah modal awal seseorang mempersiapkan diri secara matang.
b. Motivasi dan stimulus
Selain minat, motivasi dan stimulus juga harus diperhatikan bagi seorang yang menghafal al-Qur’an.Menghafal al-Qur’an dituntut kesungguhan khusus pekerjaan yang berkesinambungan dan kemauan keras tanpa mengenal bosan dan putus asa. Karena itulah motovasi yang tinggi untuk menghafal al-Qur’an harus selalu dipupuk. c. Faktor usia
Menghafal al-Qur’an pada dasarnya tidak dibatasi dengan usia, namun setidaknya usia yang ideal untuk menghafal al-Qur’an harus tetap dipertimbangkan. Seorang yang menghafal al-Qur’an dalam usia produktif (5-20 tahun) lebih baik dari pada menghafal al-Qur’an dalam usia 30-40 tahun. Faktor usia harus tetap diperhi-tungkan karena berkaitan dengan daya ing-at (memori) seseorang. Oleh karena itu, lebih baik usia menghafal al-Qur’an adalah usia dini (masa anak dan remaja). Karena daya rekam yang dihasilkan sangat kuat dan daya ingat yang cukup tajam. Seperti pepatah arab menyatakan: belajar dimasa kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagaikan mengukir di atas air.
d. Manajemen waktu
Seseorang yang menghafalkan al-Qur’an harus dapat memanfatkan waktu yang dimiliki sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seorang yang menghafal al-Qur’an harus dapat memilih kapan ia harus menghafal dan kapan ia harus melakukan aktivitas dan kegiatan lainnya. Sehubungan dengan manajemen waktu Ahsin W. al-Hafidz telah menginventarisir waktu-waktu yang dianggap ideal untuk menghafal al Qur’an sebagai berikut. 1) Waktu sebelum fajar, 2) Setelah fajar hingga terbit matahari, 3) Setelah bangun dari tidur siang, 4) Setelah shalat, 5) Waktu diantara magrib dan isya’
f. Tempat menghafal
Faktor tempat berkaitan dengan situasi dan kondisi seseorang dalam menghafal al-Qur’an. Menghafal ditepat yang bising dan kumuh serta penerangan yang kurang akan sulit untuk dilakukan daripada menghafal di tempat yang tenang, nyaman dan penerangan yang cukup. Hal ini dikarenakan faktor tempat sangat erat kaitannya denan konsentrasi seseorang. Selain faktor pendukung, faktor-faktor lain yang harus diperhatikan adalah factor penghambat dalam menghafal al-Qur’an. Faktor-faktor penghambat diantaranya adalah: a. Kurang minat dan bakat. Kurang-nya minat dan bakat para siswa dalam mengikuti pendidikan Tahfidz al-Qur’an merupakan faktor yang sangat menghambat keberhasilannya dalam menghafal al-Qur’an, dimana mereka cenderung malas untuk melakukan tahfidz maupun takrir.b. Kurang motivasi dari diri sendiri.
Rendahnya motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri atupun motivasi dari orang-orang terdekat dapat menyebabkan kurang bersemangat untuk mengikuti segala kegiatan yang ada, sehingga ia malas dan tidak bersungguh-sungguh dalam menghafalkan al-Qur’an. Akibatnya keber-hasilan untuk menghafalkan al-Qur’an menjadi terhambat bahkan proses hafalan yang dijalaninya tidak akans elesai dan akan memakan waktu yang relatif lama.
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat muslim. Universal dan tidak meruang waktu, sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam menjalani kehidupan dalam segala kondisi dan tempo. Al-Qur’an sendiri tidak dapat digambarkan secara eksplisit dan memiliki batas-batas definisi yang akan menghasilkan pengertian tersen-diri. Hal ini dapat dibenarkan mengingat betapa luasnya al-Qur’an dalam segi apapun. Baik dari segi teks, kandungan dan makna serta diksi, terbukti bahwa al-Qur’an bukanlah produk manusia. Al-Qur’an merupakan masdar (infinitif) dari kata qara’a. Qara’a mempunyai arti mengumpul kan dan menghimpun, qira’ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih.
Khalil al-Qatthan dalam karyanya Mabahits fi Ulumil Qur’an menjelaskan kata Qur’anah dalam ayat tersebut berarti qira’atahu yang artinya becaannya/cara membacanya. Kata tersebut merupakan masdar yang mengikuti wazan “fu’lan”, seperti “syukran” dan “ghufran”. Jadi, qara’tuhu, qur’an, qira’atan waqur’anan artinya sama. Secara terminologi, para ulama menyebutkan definisi al-Qur’an yang mendekati maknanya dan membeda-kannya dari yang lain dengan menyebukan bahwa “al-Qur’an adalah Kalam atau Firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw yang pembacaannya merupakan suatu ibadah.”Sebagai kalam Ilahi yang diturunkan untuk umat manusia, al-Qur’an berisi pedoman hidup dalam segala hal. Maka al-Qur’an bukan hanya sekedar kitab yang harus dibaca, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan manusia. Dan menghafal al-Qur’an memiliki peranan tersendiri dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai sarana membentuk karakter manusia.
Audio Visual
Pengertian Audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat dan didengar” (Rohani, 1997: 97-98). Media audio visual adalah media perantara atau penggunaan materi dan penerapannya melalui pandang-an dpandang-an pendengarpandang-an sehingga membpandang-angun kondisi yang dapat membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap (blog pendidikan Indonesia: tahun 2016). Media audio visual merupa-kan salah satu jenis media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Asyhar (2011: 45) mendefi-nisikan bahwa media audio visual adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan
pendeng-aran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan maupun pendengaran. Beberapa contoh media audio visual adalah film, video, program TV dan lain-lain.
Sementara itu Asra (2007: 5−9) mengungkapkan bahwa media audio visual yaitu media yang dapat dilihat sekaligus dapat didengar, seperti film bersuara, video, televisi, dan sound slide. Sedangkan Rusman (2012: 63) menjelaskan bahwa media audio visual yaitu media yang merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang-dengar. Con-toh dari media audio-visual adalah program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide suara (sound slide). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media audio visual merupakan media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Contoh media audio visual adalah film, video, program TV, slide suara (sound slide) dan lain-lain.
Menurut Marshall Meluhan pengertian media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia.1 Media Audio Visual berasal dari kata media yang berarti bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, pendapat atau gagasan yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dale mengatakan media Audio Visual adalah media pengajaran dan media pendi-dikan yang mengaktifkan mata dan telinga peserta didik dalam waktu proses belajar mengajar berlangsung. Media Audio Visual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara,
dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
Teknologi audio visual cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi yaitu dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Karakteristik atau ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut: (a) Mereka biasanya bersifat linier, (b) mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis, (c) Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya, (d) Mereka meru-pakan representasi fisik dari gagasan teal atau gagasan abstrak.
Tahap-tahap Penggunaan Media Audio Visual
Langkah-langkah penggunaan media audio visual ada hal-hal yang harus dipersiapkan misalnya: guru harus tau cara pengoprasian media tersebut, guru harus terlebih dahulu tahu konten alat bantu yang akan digunakan, dan yang pasti harus sesuai dengan indikator pencapaian yang akan dicapai. Berikut akan dijelaskan saran-saran untuk menggunakan media audio visual dalam pembelajaran agar dapat berfungsi secara optimal: (1) Bahan yang disajikan harus mengarah langsung pada masalah yang dibicarakan oleh kelompok, dalam artian harus terarah. (2) Bahan seyogyainya hanya disajikan pada waktu yang tepat sehingga tidak menyebabkan terputusnya kelangsungan berfikir. (3) Pimpinan sebaiknya mengetahui bagaima-na menjalankan alat bantu. (d). Alat bantu sebaiknya mengajarkan sesuatu, tidak seke-dar menanyakan sesuatu. (e) Partisipasi pelajar sangat diharapkan dalam situasi ketika alat bantu audio visual digunakan.
Pendapat lain mengatakan media audi visual merupakan komunikasi antara manusia (human comunication) merupakan ciri pokok kehidupan manusia sebagai mahluk sosial pada tingkat kehidupan yang sederhana.Namun dalam tingkat kehidupan yang modern dan lebih komplek seperti sekarang ini, komunikasi pada hakekatnya merupakan wahana utama bagi kehidupan manusia dan merupakan jantung dari segala kehidupan sosial. Memang pada mulanya manusia berkomunikasi secara langsung bertatap muka dengan menggunakan media tradisional. Akan tetapi ketika pergaulan manusia dalam masyarakat berkembang, komunikasi dan tatap muka atau media tradisional ternyata tidak dapat lagi mencu-kupi kebutuhan manusia termasuk keperlu-an akkeperlu-an informasi ykeperlu-ang relevkeperlu-an dengkeperlu-an taraf kehidupannya. Akhirnya manusia me-nemukan media komunikasi dan penyebar-an informasi secara cepat, serentak, serta sanggup menjangkau khalayak yang tidak terbatas. Media komunikasi tersebut adalah media cetak atau media massa. Setelah beberapa tahun kemudian muncullah media media lain salah satunyaadalah media audio visual.
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah” perantara’ atau pengantar. Dalam bahasa arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Arief S. Sadiman, dkk media secara harfiah berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Wina Sanjaya menyatakan media pembelajaran adalah alat untuk memberikan perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar. Hamzah B. Uno media dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat kamunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa media adalah sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran,
perasaan dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Audio visual berasal dari kata Audible dan Visible, audible yang artinya dapat didengar, visible artinya dapat dilihat. Dalam kamus besar ilmu pengetahuan, audio adalah hal-hal yang berhubungan dengan suara atau bunyi. Audio berkaitan dengan indera pendengaran, pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (kedalam kata-kata atau lisan) maupun non verbal. Visual adalah hal-hal yang berkait-an dengberkait-an penglihatberkait-an; dihasilkberkait-an atau terjadi sebagai gambaran dalam ingatan. Jadi audio visual adalah alat peraga yang bisa ditangkap dengan indera mata dan indera pendengaran yakni yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar.
Macam-macam media Audio Visual Dalam proses belajar mengajar keha-diran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang akan disampai-kan dapat dibantu dengan menghadirdisampai-kan media sebagai perantara. Salah satu teknologi dalam proses pengajaran itu adalah memilih media pembelajaran. Media pembelajaran menurut Rossi dan Breidle adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Media pembelajaran inilah yang akan membantu memudahkan siswa dalam mencerna informasi pengetahuan yang disampaikan. Media pembelajaran menurut karakteristik pembangkit motiva-si indera dapat berbentuk Audio (suara), Visual (gambar), maupun Audio Visual. Menurut Rudi Bertz, sebagaimana dikutip oleh Asnawir dan M. Basyirudin Usman, mengklasifikasikan ciri utama media pada tiga unsur pokok yaitu suara, visual, dan gerak. Bentuk visual itu sendiri dibedakan lagi pada tiga bentuk, yaitu gambar visual, garis (linier graphic) dan symbol. Seperti umumnya media sejenis media audio visual mempunyai tingkat efektifitas yang cukup
tinggi, menurut riset, rata-rata diatas 60% sampai 80%. Pengajaran melalui audio visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, televisi, tape recorder dan proyektor visual yang lebar.Jadi pengajaran melalui audio visual adalah penggunaan materi yang penyerapannya melalui panda-ngan dan pendengaran serta tidak seluruh-nya tergantung kepada pemahaman kata simbol-simbol yang serupa. Jenis audio visual media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi menjadi dua: 1) Audio visual diam : yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slides), film rangkai suara, cetak suara. 2) Audio visual gerak: yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-cassette.
Berikut akan uraikan penjelasan tenta-ng macam-macam media audio visual salah satunya yaitu kelebihan dan kekurangan penggunaan media audio visual : 1) kelebih an audio visual. a) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memung-kinkan siswa menguasai tujuan pelajaran lebih baik. b) Mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru. Sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. c) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tapi juga aktifitas mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain. d) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuh kan motivasi belajar. 2) Kelemahan audio visual a) Media audio yang lebih banyak menggunakan suara dan bahasa verbal, hanya mungkin dapat dipahami oleh pen-dengar yang mempunyai tingkat penguasa-an kata dpenguasa-an Bahasa ypenguasa-ang baik. b) Penyajipenguasa-an materi melalui media audio dapat
menimbulkan verbalisme bagi pendengar. c) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna. Sebagaimana telah disinggung pembahasan nya pada bagian awal dari panelitian ini bahwa gadgte merupakan salah satu faktor yang mengganggu konsentrasi penghafalan al-Quran contohnya siswi MAN IC SAMBAS dimana saat mereka diasrama mereka sangat terfokuskan pada penghafal an al-Quran dikarenakan gadget sangat dibatasi demi konsentrasi belajar siswi. Martin Cooper, seorang karyawan Motorola pada tanggal 03 April 1973, walaupun banyak disebut-sebut penemu telepon genggam adalah sebuah tim dari salah satu divisi Motorola (divisi tempat Cooper bekerja) dengan model pertama adalah DynaTAC. Ide yang dicetuskan oleh Cooper adalah sebuah alat komunikasi yang kecil dan mudah dibawa bepergian secara fleksibel. Tokoh lain yang diketahui sangat berjasa dalam dunia komunikasi seluler adalah Amos Joel Jr yang lahir di Philadelphia, 12 Maret 1918, ia memang diakui dunia sebagai pakar dalam bidang switching. Sehingga gadged itu sendiri banyak mengalami perkembangan yang dari generasi 0, dimana masih mengguna-kan system radio hingga generasi VI dimana sistem 4G berdasarkan hetereogeni tas jaringan IP yang memungkinkan pengguna untuk menggunakan beragam sistem kapan saja dan di mana saja. (Wikipedia: 2017) Tapi pada saat modern ini banyak juga ditemukan para penghafal al-Quran memanfaatkan gadget sebagai salah satu sarana mempermudah pengha-falan al-Quran ataupun untuk murojaah hafalannnya apalagi untuk perempuan yang dapat mempermudah kegiatan hafalan mereka ketika mereka sedang berhalangan tetapi, banyak pendapat mengenai hukum memegang gadget yang terdapat mushaf bagi perempuan yang sedang tidak suci. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Pada ini Peneliti akan memaparkan fokus dari penelitian ini yaitu optimalisasi
modalitas belajar audio dengan mengguna-kan gadget dalam menghafal al-quran siswa MAN INSAN CENDEKIA Sambas tahun 2018. Dimana penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pada penelitian kualitatif peneliti dituntut dapat menggali data berda-sarkan apa yang diucapkan, dirasakan dan di lakuan oleh sumber data. Pada penelitian kualitatif peneliti bukan sebagaimana seha-rusnya apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh sumber data. Dengan melakukan penelitian melaui metode kualitatif maka peneliti harus memaparkan, menjelaskan, menggambar-kan data yang telah diperoleh peneliti me-lalui wawancara mendalam yang dilakukan dengan para informan. Pada bab ini dibagi menjadi dua bagian agar lebih sistematis dan terarah
yaitu sebagai berikut: 1. Deskripsi hasil penelitian 2. Pembahasan
Deskripsi hasil penelitian
Semua informan dalam penelitian ini hanya menggunkan nama inisial, dan jawaban na-ra sumber berurutan sesuai dari pertanyaan yang pertama hingga pertanyaan ketiga, adapun informan penelitian ini sebagai berikut :
1. N.P.
Selama peneliti menjalani proses penelitian dan wawancara N.P.merupa kan informan pertama kali wawancara ketika dilapangan. Beliau sangat antusias untuk memberikan informasi yang peneliti butuhkan. Dari pertanya-an ypertanya-ang diberikpertanya-an oleh peneliti diper-oleh jawaban.
1.1 Murottal dinyalakan di handphone ketika sedang santai, mencuci pakaian, jalan. Dan menghafal dengan menggunkan raed pen Al-Quran
1.2 Keinginan untuk memberikan mahkota kepada orang tua ketika
disurga, ingin memberikan syafaat, dan keinginan untuk terkenal 1.3 Sosial media, lawan, jenis, lagu
pop, dan hobi nari yang susah untuk dihilangkan
2. R.
R. adalah informan kedua selama proses wawancara. Dan dari hasil wawancara diperoleh jawaban :
2.1 Dengan pemutaran murottal 1 juz full, dan jika tidak bosan diteruskan pada juz selanjutnya.
2.2 Suasana yang sepi, meghafal dengan cara berkelompok akan mempercepat proses penghafalan, memotivasi diri, jika merasa malas proses penghafalan tetap dilajutkan (melawan sifat malas).
2.3 Sakit hati karena cinta tak diterima, ngantuk, hilangnya tujuan awal menghafal.
3. H.A.N.
H.A.N adalah informan ketiga selama proses wawancara. Dan dari hasil wawancara diperoleh jawaban :
3.1 Murottal dihidupkan ketika sedang jam kosong tidak ada kegiatan, dan ketika tidak memegang laptop. 3.2 Ingat kepada orang tua, kenikmatan
dalam menghafal Al-Quran, dan ingat kepada janji Allah bagi penghafal Al-Quran.
3.3 Waktu sekolah yang padat dan kurangnya guru untuk menerima setoran hafalan.
4. U.A.L
U.A.L adalah informan keempat saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh jawabannya :
4.1 Murrotal hidup ketika sedang bosan, tapi jika sedang dalam keadaan apapun murrotal bisa saja hidup.
4.2 Al-Quran, murottal, orang tua, dan Allah swt.
4.3 Waktu yang kurang dimanfaatkan, kurangnya waktu yang disediakan
sekolah untuk mengafal, situasi yang ribut.
5. I.J
I.L adalah informan kelima saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh jawabannya : 5.1 Murottal hidup ketika ingin tidur, saat hati tidak tenang, saat merasa perlu.
5.2 Murottal, waktu senggang, keadaan jiwa (tidak ada beban pikiran), semangat, target
5.3 Adanya masalah, adanya hiburan (film), ngantuk
6. I.R.
I.R adalah informan keenam saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh jawabannya :
6.1 Murottal hidup ketika sedang jenuh.
6.2 Adanya target yang ingin di kejar (kuliah di luar dengan biasiswa tahfidz)
6.3 Capek, malas, ngantuk, godaan kawan yang mengajak main, kurangnya waktu untuk menghafal. 7. C.N.H.S.I.
C.N.H.S.I adalah narasumber ketujuh saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh, jawabannya : 7.1Murottal hidup untuk membenarkan
tajwid, hafalan akan lebih lama melekat.
7.2 Laptop (jika dibebaskan), ada aplikasi yang memudahkan proses penghafalan.
7.3 Laptop dibatasi, kurang niat menghafal.
8. R.A.H
R.A.H. adalah narasumber kedelapan saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh, jawabannya : 8.1 Banyak mendengar murrotal saat butuh hiburan
8.2 Saat konsentrasi, suasana yang tenang, semangat, ada targat hafal 4 juz saat lulus nanti; bahkan 30 juz. 8.3 Tergantung pada mood, suasana
yang ribut, banyak pikiran. 9. N.N.H.
N.N.H. adalah narasumber kesembilan saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh, jawabannya : 9.1 Sering mendengar murrotal 9.2 Sering membaca Al-Quran dan melaksanakan suna-sunah rasul
9.3 Bermuat maksiat dan jarang murojaah
10. S.N.I.M.
S.N.I.M. adalah narasumber kesepuluh saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh, jawabnnaya : 10.1 Menghidupkan murottal saat waktu senggang
10.2 Ingin mendapatkan pahala, ingin memberikan mahkota kepada orang tua, adanya tuntutan dari sekolah.
10.3 Adanya rasa malas. 11. T.S.
T.S adalah narasumber kesebelas saya selama proses wawancara. Dan hasil yang diperoleh, jawabannya :
11.1 murottal hidup saat lagi sendiri tidak ada kegiatan, saat belajar menggunakan laptop.
11.2 Adanya keinginan memiliki hafalan yang banyak dan menda-patkan hasil ketika bersekolah di MAN IC
11.3 Banyak pikiran dan rasa malas. Pembahasan
Data dari hasil penelitian pada peneli-tian ini didapatkan melalui wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti pada kurun waktu bulan Maret-April 2018. Dimana seluruh informan yang melakukan wawancara mendalam adalah seluruh siswa-siswi MAN INSAN CENDEKIA Sambas kelas XI dengan jumlah 63 siswa,
yang terdiri dari 43 siswi dan 20 siswa. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti ditemukan ada 11 siswa-siswi yang hafalannya lebih dari 2 juz dan menjadikan gadget atau sejenisnya sebagai alat bantu dalam proses penghafalan dan telah dibuktikan dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Bagi kesebelas narasumber itu gadget bukanlah hal yang dapat menghambat proses penghafalan jika digunakan sebaik mungkin, gadget sangat lah membantu mereka dalam proses penghafalan di waktu sibuk, sedang tidak ada kegiatan, bahkan kapan saja dan dimana saja. Dikutip dari blog pribadi (Rahmat Hidayat : 2013) salah satu cara mempermudah proses penghafalan adalah dengan cara mendengar audio murattal. Hal ini sangat membantu. Pilih salah satu model qari/hafidz madinah or mekkah yang anda sukai dan mudah anda tiru. Pasangkan di gadget seperti HP, MP3 player, Ipod, dan lain-lainnya. Seringlah dengar dengan cara diulang-ulang menggunakan menu repeat. Boleh pula anda potong per ayat dengan menggunakan softwate semacam adobe audion dan lainnya. Dan disimpulkan dengan grafik berikut.
Perhitungan grafik : Termasuk kedalam kategori
11 x 100% = 17,5% 63
Dengan karakteristik, menggunakan alat bantu MP3 dalam proses penghafalan al-Quran.Tidak termasuk kedalam kategori
52 x 100% = 82,5% 63 17% 83%
Perbandingan
Berhasil Tidak BerhasilDengan karakteristik, yang pertama tidak menggunakan alat bantu MP3 dalam proses penghafalan al-Quran tetapi memiliki hafalan 2 juz atau > (lebih), yang kedua menggunakan alat bantu MP3 dalam proses penghafalan al-Quran tetapi hafalan tidak mencapai 2 juz atau > (lebih).
SALAH
Perempuan 8 orang 8 x 100 / 11 = 73 Laki-laki 3 orang 3 x 100 / 11 = 27
Keseluruhan peserta wawancara 11 orang
Bab penutup merupakan akhir dari penyusunan karya tulis ilmiah yang berisi tentang kesimpulan dan saran yang diambil dari bab-bab sebelumnya dan bertolak dari tujuan penulisan karya tulis ilmiah. Setelah dilakukan proses wawancara kepada 63 siswa-siswi MAN INSAN CENDEKIA Sambas diperoleh 11 siswa-siswi yang memenuhi kriteria, maka sebagai langkah terakhir dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut :
Simpulan
Setelah melihat pemaparan dari tinjau-an teori dtinjau-an kenyatatinjau-an nyata dilaptinjau-angtinjau-an serta berbagai alasan yang ada maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan sebagai pencapaian dari penulis karya tulis ilmiah ini sebagai berikut : (1) Berfokus pada pertanyaan pertama yaitu, bagaimana cara anda mengoptimalisasikan
pengguna-an gadget dalam proses penghafalpengguna-an Al-Quran ? Dapat ditarik garis besarnya bahwa mereka menggunakan gadget unuk mendengarkan murottal disaat waktu senggang dan murottal dihidupkan melalui gadget atau sejenisnya yang difungsikan untuk membetulkan tajwid. Dan terbukti dari hasil pengamatan, bahwa mereka yang menggunakan gadget atau sejenisnya memiliki hafalan yang banyak. (2) Pada pertanyaan kedua, apa faktor pendukung dalam proses mengoptimalisasikan proses penghafalan Al-Quran? Dapat diambil kesimpulan bahwa, faktor pendukung mereka untuk menghafal ialah orang tua, dan adanya target yang ingin dicapai oleh narasumber. (3) Dan pada pertanyaan terakhir, apa faktor penghambat dalam proses mengoptimalisasikan proses pengha falan Al-Quran? Dan dapat ditarik kesimpulan, kurangnya waktu untuk menghafal, adanya beban pikiran dan rasa malas.
Saran
Setelah membandingkan antara timjau-an teori dengtimjau-an pengalamtimjau-an ytimjau-ang penulis peroleh selama melakukan proses wawanca ra maka saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca sebagai berikut: (1) Kepada pihak sekolah untuk memberikan waktu yang cukup untuk proses penghafalan. Berikanlah waktu libur disaat hari itu memang hari libur, hari libur itu biarlah dapat digunakan bagi seluruh siswa-siwi MAN IC Sambas untuk beristirahat dari hari efektif dan dapat mereka gunakan untuk menghafal Al-Quran. (2) Kepada pembina asrama untuk bersabar dalam menerima setoran hafalan karena, tidak semua siswa-siwi MAN IC Sambas memiliki daya ingat yang sama, dan tidak semua siswa-siswi MAN IC Sambas memi-liki proses penghafalan yang cepat, ada dari mereka yang harus menghafal dengan waktu yang cukup lama. (3) Untuk seluruh siswa-siswi MAN IC Sambas untuk menggunakan waktu yang diberikan seefektif mungkin disaat kita dalam kondisi 73% 27%
Sales
perempuan MP3 laki-laki MP3yang sibuk, dan dipenuhi dengan jadwal yang padat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman an-Nahlawi. (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press).
A. Mustofa. (2010). Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
Zainuddin dan M. Jamhari. (1999). Al-Islam II (Muamalah dan Akhlak), Bandung: Pustaka Setia.
Abuddin Nata. (2012). Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Abuddin Nata. (2012). Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Rajawali Press. Al-Ghazali. (2004). Ihya Ulumuddin Jilid 3. Kairo: Daar al-Hadits.
Amin Abdullah. (1999). Studi Agama Normativitas dan Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arfan Gaffar. (1993). Modern dan Islam; Dua Kutub yang Bertentangan dalam Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: SIPRESS).
Amin Rais. (1998). Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, Bandung: Mizan. Astrid S. Susanto. (1979). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Bina
Cipta.
Ali Yafie. (1997). Teologi Sosial Telaah Kritis Persoalan Keagamaan Kemanusiaan Yogyakarta: LKPSM).
Beni Ahmad Saebani Dan Abdul Hamid, (2007). Ilmu Akhlak, Bandung; Pustaka Setia. Harun Nasution. (1973). Filsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Haidar Bagir. (2005). Tasawuf. Bandung: Arasy Mizan.
Hasan Langgulung. (2003). Asas-asas Pendidikan Akhlak, Jakarta: Pustaka Al-Husna. H. M. Jamil, (2007), Cakrawala Tasawuf, Jakarta, Gaung Persada Press.
Huston Smith, (2001). Kebenaran yang Terlupakan Kiritik atas Sains dan Modernitas, terj. Inyiak Ridwan Muzir, Yogyakarta: IRCiSoD.
Ibnu Miskawaih. (1985). Tahdzib al-Akhlak, Beirut, Lebanon: Darul Kutub al-Ilmiah. John Naisbitt dan Patricia Aburdene. (1990). Megatrends 2000, New York: Ten new
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2005). Departemen Pendidikan Nasional. Labib. (2001). Memahami Ajaran Tasawuf, Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
M. Amin Syukur. (2003). Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta: Pustaka.
Muhammad Athiyah Abrasyi. Ruh Tarbiyah wa Ta’lim (Saudi Arabiya: Dar al-Ihya’).
Moh. Solihin dan Rosihon Anwar, 2008. Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
Nurcholish Madjid. (1984). Warisan Intelektual Islam, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Nurcholis Madjid. (2008). Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina. Nasruddin Razak. (1993). Dienul Islam, Bandung, PT Al-Ma‘arif.
Poerwadarminta (1991). Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Rosihon Anwar. (2010). Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
Seyyed Hossein Nasr. (1991). Tasawuf Dulu dan Sekarang, terj. oleh Abdul Hadi WM., Jakarta: Pustaka Firdaus.
Sayidiman Suryahadipraja. (1993). Makna Modernitas dan Tantangannya terhadap Iman dalam Kontekstual Ajaran Islam, Jakarta: Paramadina.
Undang-undang Sisdiknas, UU RI Nomor 20 tahun 2003. Quraish Shibab. (1998). Wawasan al-Qur’an, Bandung, Mizan.
Zakiah Daradjat. (1993). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Haji Masagung).