• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antara pembuat film dengan penontonnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antara pembuat film dengan penontonnya."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film saat ini bukanlah menjadi hal baru dalam kehidupan masyarakat, dan juga tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi antara pembuat film dengan penontonnya.

Di Indonesia berbagai jenis film sudah mulai merebak. Film pendek merupakan salah satu jenis film yang sedang tersorot dalam beberapa tahun ini. Tidak kalah hebatnya dengan film maker profesional pada umumnya, banyak generasi muda Indonesia, khususnya kota-kota besar sudah mulai antusias dalam mencari dan menyaksikan. Dunia hiburan sangat berkembang sehingga kita hendaknya dapat memahami bagaimana perjalanan perfilman yang ada di Indonesia. Film merupakan karya seni yang harus kita kembangkan. Dengan film generasi bangsa akan mengembangkan kreatifitasnya. Hingga saat ini kita sudah dapat menikmati hasil kreatifitas anak bangsa ini. Dari awal sejarah film sampai pada saat ini, banyak kita temui film merupakan hasil karya yang sangat unik dan menarik, karena menuangkan gagasan dalam bentuk gambar hidup. Dan disajikan sebagai hiburan yang layak dinikmati oleh masyarakat. Tetapi dalam pembuatan film harus memiliki daya tarik tersendiri, sehingga pesan nilai moral yang akan disampaikan bisa ditangkap oleh penonton.

(2)

commit to user

Pertumbuhan kota selalu menuntut bentuk-bentuk hiburan baru: pertunjukkan besar dan serba ajaib seiring pertumbuhan industri hiburan yang menjadi ciri kota-kota abad itu, seperti pertunjukkan sirkus yang popular. Pada penghujung tahun 1900, masyarakat Hindia Belanda kembali dikejutkan oleh berbagai iklan di surat kabar yang memberi tajuk “pertunjukkan besar yang pertama”. Sebuah sejarah seni pertunjukkan baru dimulai (Garin Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:36-37).

Mereka menyebutnya sebagai “gambar hidup”, yang tidak lain adalah film. Pemutaran pertunjukkan gambar hidup itu berlangsung pada 5 Desember 1900. Menurut iklan di Bintang Betawi edisi 5 Desember 1900, pertunjukkan itu disebut “Pertoendjoekan Besar Yang Pertama” yakni di Tanah Abang Kebon Jahe (Manage) mulai jam 7 malam. Harga karcisnya terdiri dari tiga peringkat, senilai f2 (2 gulden rupiah Belanda) untuk kelas I, f1 untuk kelas II, dan f 0,50 untuk kelas III.

Bioskop Kebon Djahe mengikuti pola pembagian kelas seperti yang dilakukan dalam pertunjukkan komedi stambul dan wayang orang. Pertunjukkan dibagi dalam kelas-kelas. Kelas termurah duduk di bangku papan yang berada di deret depan (stalles), tepat di belakang orkes. Penonton juga diberi selebaran informasi yang isinya ringkasan cerita tentang film yang akan diputar (Garin Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:37) .

Film pertama yang diputar di bioskop Kebon DJahe adalah dokumentasi jepretan-jepretan Ratu Wihelmina dan Pangeran Hendrik di Den Haag, adegan-adegan (mungkin tiruan) dari Perang Boer di Transvaal, dan

(3)

commit to user

potongan pendek tentang pameran di Paris. Film semacam ini serupa dengan film pertama buatan Lumiere Bersaudara di Perancis. Tempat pemutaran film berpindah-pindah di gedung sewaan, tanah lapang bahkan los pasar yang ramai seperti Mangga Besar dan Tanah Abang.

Selang beberapa waktu mulai didirikan bioskop permanen di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Bioskop menyasar segmen yang berbeda-beda dari masyarakat kulit putih (Eropa), China dan pribumi. Maka mulailah film cerita Amerika diimpor. Berbeda dengan film dari Belanda, film Amerika ini tidak saja berisi dokumentasi, tetapi sudah berbentuk film cerita. Film cerita ini lebih disukai penonton karena menampilkan drama tiga babak dengan kisah cinta dan banyak adegan perkelahian. Penonton film kelas atas lebih menyukai film-film drama. Sedangkan bioskop di daerah Pecinan mendatangkan film mandarin yang sarat dengan cerita eksyen. Orang pribumi pun lebih memilih cerita baku hantam ini. Untuk menarik penonton, pemilik bioskop memberi judul Bahasa Indonesia seperti Oedjan Djotosan, Oepahnja

Anak jang Berbakti (Garin Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:37-38).

Para penonton lebih suka dengan film cerita daripada dokumentasi. Selera ini sejalan dengan cerita yang ditampilkan dua bentuk seni pertunjukkan yang lebih dulu popular, yaitu wayang orang dan komedi stambul. Sejarah film kemudian menunjukkan berbagai upaya mencari bentuk dan formula cerita yang mampu menarik penonton. Sebuah fenomena yang perlu dicatat adalah lahirnya film Loetoeng Kasaroeng (1926) yang menunjukkan pertemuan antara wayang, sandiwara dan film, serta

(4)

persoalan-commit to user

persoalan daya hidup seni tradisi dalam pertumbuhan kota-kota yang sangat dinamis. Film Loetoeng Kasaroeng merupakan film cerita pertama yang diproduksi di Hindia Belanda berlatar cerita legenda Sunda yang sering ditampilkan dalam bentuk pertunjukkan wayang orang atau sandiwara.

Loetoeng Kasaroeng dalam bentuk sandiwara yang dipentaskan pada Kongres Jawa 1921. Setelah penampilan itu, banyak orang kembali memainkan lagu-lagu Sunda. Lima tahun kemudian ia bersedia ikut menunjang biaya pembuatan film Loetoeng Kasaroeng. Catatan diatas menunjukkan bahwa sejarah pertumbuhan film selalu disertai kekhawatiran terhadap matinya seni tradisi berikut nilai-nilainya (Garin Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:38).

Perjuangan para Sineas Indonesia memberi dorongan perkembangan film walaupun setelah reformasi di Indonesia mengalami jatuh bangun hingga banyak perbaikan mutu dari cerita film. Banyak sekali film yang ditayangkan dan konsumsi kepada masyarakat yang mengandung unsur pesan nilai moral.

Film “Sang Pemimpi” merupakan kelanjutan cerita dari film "Laskar Pelangi" karya sutradara Riri Riza dan diproduseri Mira Lesmana ,film yang diadaptasi dari tetralogi novel Laskar Pelangi kedua, Sang Pemimpi, karya Andrea Hirata. Film yang menceritakan tentang perjuangan dalam menggapai sebuah impian dengan mengukir prestasi. Dengan hadirnya film Sang Pemimpi mencoba memperlihatkan kepada masyarakat melalui semangat yang terdapat dalam film tersebut bagaimana semangat belajar untuk

(5)

commit to user

berprestasi, kekuatan motivasi dari dalam diri sendiri dan juga dari orang-orang disekitar (Akto Misriadi, 2014:2).

Berikut salah satu contoh film yang memiliki pesan nilai moral : Kisah yang diawali dengan pertemuan antara Ikal dan Arai yang memang bersaudara jauh, Ikal seorang pendiam namun pintar, sedangkan Arai disaat seharusnya dia bersedih namun bisa mengajak Ikal untuk tetap tertawa dan terus bermimpi. Ada satu lagi Jimbron, seorang yatim piatu yang diasuh oleh pendeta. Bertiga tumbuh bersama menikmati masa remaja dengan mimpi-mimpi yang dihembuskan oleh Arai. Sungguh menakjubkan sekali melihat kehidupan remaja 3 orang ini, dari bangun tidur terus sekolah, pulang sekolah terus bekerja baru malamnya belajar, benar-benar kehidupan dengan bahan bakar mimpi, mimpi yang terus dihembuskan Arai. Pak Balia, salah satu guru mereka, guru yang selalu menghidupkan mimpi-mimpi muridnya. Guru yang memang mampu membimbing murid-muridnya untuk tetap terbang melayang namun harus tetap menjejak bumi, silahkan mimpi yang tinggi tapi ingatlah mimpi itu butuh kerja keras, sangat keras (Akto Misriadi, 2014:2).

Relevansi film Sang Pemimpi untuk film Sang Pencerah yaitu tentang tekad seseorang untuk memperoleh sesuatu hal, agar cita-citanya tercapai. Begitu pula dengan film Sang Pencerah yaitu kegigihan Ahmad Dahlan ingin pergi ke Mekkah, dan belajar tentang Islam disana dan ingin menyebar luaskan ajaran yang telah Ia dapat dari Mekkah. Berikutnya film Sang

(6)

commit to user

kehidupan kita pada umumnya, mempunyai pesan nilai moral yang baik. Pratama Wira (2014:1) dalam film Sang Pemimpi mengajarkan kita agar bertanggung jawab, itu merupakan tugas yang sangat berat dan harus dilaksanakan dengan baik, begitu pula dalam Sang Pencerah yang mengajarkan kita agar bertanggung jawab atas apa yang KH. Ahmad Dahlan dapat dari Mekkah dan bertanggung jawab untuk mempelajari Islam dengan baik.

Dalam pembuatan film tidak mudah dan tidak sesingkat yang kita tonton, membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang diperlukan proses pemikiran dan proses teknik. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan, dan cerita yang akan digarap. Proses teknik berupa ketrampilan artistik untuk mewujudkan ide, gagasan menjadi sebuah film yang siap ditonton. Pencarian ide atau gagasan ini dapat berasal dari mana saja, seperti, novel, cerpen, puisi, dongeng, bahkan dari sejarah ataupun cerita nyata. Salah satu film yang diangkat dari sejarah adalah film Sang Pencerah.

Sang Pencerah adalah film karya Hanung Bramantyo yang berisi sejarah-biografi dari seorang pahlawan nasional yang sekaligus pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Fim tersebut yang mengenalkan kita pada sosok yang sudah berkontribusi sangat besar bagi di Indonesia, baik dalam dakwah, budaya, maupun pendidikan (Muhammad Ainun Najib, 2014: xix).

(7)

commit to user

Film ini dikemas begitu menarik, alur cerita yang maju, mundur, serta pengisahan konflik-konflik membuat para penonton semakin mengenal sejarah dan tercerahkan, membuat film ini semakin bagus dan berkualitas. Namun sebuah film yang bagus dan berkualitas bukan hanya dilihat dari alur ceritanya saja tetapi harus mempunyai pesan nilai moral yang ingin disampaikan kepada penonton. Melalui tanda-tanda, simbol, dan ikon yang terdapat didalamnya. Film ini layak untuk ditonton, selain karena sinematografisnya bagus, penonton akan mendapat pelajaran berharga dari film tersebut.

Semisal diadegan Muhammad Darwis (nama KH Ahmad Dahlan sebelum ke Mekah) yang mengambil sesaji yang ditaruh dibawah pohon keramat. Secara visual Darwis mengambil sesaji tersebut dan membagikannya kepada masyarakat miskin disekitar masjid. Dalam hal ini sebenarnya dia selalu bertanya didalam hatinya. Mengapa agama yang diyakininya sebagai rahmatan lilalamin (rahmat atau kebaikan bagi seluruh alam) justru tidak nampak. Secara fakta banyak sekali masyarakat yang terlantar dan seakan-akan dibiarkan oleh para pemuka agama. Orang-orang miskin dibiarkan melarat seakan sudah menjadi takdir mereka, nyata-nyata dihadapan masjid. Kesehatan masyarakat sangat rapuh. Tidak ada yang tergerak hatinya untuk memperbaiki hidup dan kehidupan mereka.

Film ini berfokus pada sejarah hidup pendiri Muhammadiyah, yaitu KH. Ahmad Dahlan, sejak beliau lahir hingga mendirikan Muhammadiyah (Muhammad Ainun Najib, 2014: xx). Dari penjelasan diatas, penulis

(8)

commit to user

memfokuskan penelitian lebih ke aspek komunikasi pesan. Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang mewakili perasaan nilai gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan (Deddy Mulyana, 2007:70). Bagaimana film Sang Pencerah mampu menyampaikan pesan kepada penontonnya dari isi cerita film tersebut. Kadang kala, pesan nilai moral pada sebuah film kurang diperhatikan oleh penonton. Banyak diantara mereka hanya menikmati alur cerita dan visualisasi film tersebut. Jika diperhatikan secara seksama dalam suatu film dapat menjadi inspirator bagi penontonnya. Mereka dapat mengambil hikmah, serta pelajaran berharga dari film tersebut, yang dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata. Dalam film Sang Pencerah banyak pesan nilai moral yang ingin disampaikan kepada penonton. Dengan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna Analisis Semiotik mengenai pesan nilai moral agama Islam yang ingin disampaikan pada film Sang Pencerah.

Dari apa yang telah dipaparkan diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian sekaligus dijadikan sebagai judul skripsi yaitu : “NILAI MORAL DALAM FILM” (Analisis Semiotik tentang Nilai Moral Agama Islam dalam Film Sang Pencerah).

(9)

commit to user B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Pesan nilai moral apa sajakah yang terkandung dalam film Sang Pencerah ?

C. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Akademis :

Memberikan sumbangan terhadap kajian tentang nilai-nilai moral dalam film Sang Pencerah. Sekaligus mendorong munculnya kajian penelitian serupa dan dapat memperkaya permasalahan ini.

2. Manfaat Praktis :

Penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran nilai moral yang baik terhadap masyarakat melalui film Sang Pencerah, sehingga masyarakat akan memiliki nilai moral yang baik.

3. Manfaat Sosial :

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada masyarakat berupa analisis bagaimana nilai-nilai moral harus tetap dipelihara dan diteladani. Hasil analisis dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana baru bahwa nilai-nilai moral harus diteladani dan dipelihara oleh setiap orang terutama generasi muda sebagai penerus bangsa.

(10)

commit to user D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pesan nilai moral apa sajakah yang terdapat dalam film Sang Pencerah.

E. Landasan Teori 1. Teori Komunikasi

a. Definisi Komunikasi

Kata atau istilah “komunikasi” (bahasa Inggris “Comunication”) berasal dari bahasa Latin “Communicatus” atau “Communicatio” atau “Communicare” yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama” (Riswandi, 2009:1).

Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.

Berikut beberapa definisi tentang komunikasi dalam Riswandi (2009:2-3) yang dikemukakan oleh para ahli :

1) Carl Hovland, Janis & Kelley

Komunikasi adalah suatu proses melalui seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya (khalayak).

(11)

commit to user 2) Bernard Berelson & Gary A. Steiner

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.

3) Harold Lasswell

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, mengatakan “apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa” (who says

what in which channel to whom and with what effect).

4) Barnlund

Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.

5) Weaver

Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lain.

6) Gode

Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.

Dari definisi menurut para ahli diatas maka dapat kita simpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana kita memperoleh informasi dan mengetahui isi pikiran orang lain.

(12)

commit to user b. Karakteristik Komunikasi

Terdapat beberapa karakteristik komunikasi menurut Riswandi (2009:4), antara lain sebagai berikut :

1) Komunikasi adalah suatu proses

Komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara beruntun (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi tidak statis, melainkan dinamis dalam arti akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus menerus.

Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau komponen. Faktor-faktor atau unsur yang dimaksud antara lain meliputi komunikator, komunikan, pesan (isi, bentuk, dan cara penyampaiannya), saluran atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang ditimbulkan dan situasi atau kondisi ketika komunikasi berlangsung.

2) Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelaku.

3) Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat.

(13)

commit to user

Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan.

4) Komunikasi bersifat simbolis.

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antara manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata-kata, angka-angka, atau tanda-tanda lainnya. Bahasa verbal yang digunakan untuk tujuan memerintah atau memaksa.

Selain verbal, juga ada lambang-lambang yang bersifat non verbal yang dapat digunakan dalam komunikasi seperti gesture (gerak tangan, kaki atau bagian tubuh lainnya), warna, sikap duduk, berdiri, dan berbagai bentuk lambang lainnya. Tujuan penggunaan lambang-lambang non verbal dimaksudkan memperkuat makna pesan yang disampaikan.

5) Komunikasi bersifat transaksional

Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proposional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Apa yang kita terima, nilainya bergantung pada apa yang kita berikan.

(14)

commit to user

Pengertian transaksional juga merajuk pada suatu kondisi bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh salah satu pihak, tetapi ditentukan oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi. Ini berarti bahwa komunikasi akan berhasil apabila kedua belah pihak yang terlibat mempunyai kesepakatan mengenai hal-hal yang dikomunikasikan.

6) Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi.

c. Psikologi Komunikasi

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2009:4) psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indra ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri organism dan diantara organism.

Dengan adanya psikologi komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif (Jalaluddin Rakhmat, 2009:14).

(15)

commit to user

Selain psikologi komunikasi, kita akan membicarakan persuasi sebagai komunikasi untuk mempengaruhi sikap. Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang bertindak. Tetapi efektifitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikate (Jalaluddin Rakhmat, 2009:15).

Descartes dan Kant dalam Jalaluddin Rakhmat (2009:26), menyimpulkan bahwa jiwalah (mind) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman indrawi secara aktif : menciptakan, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima.

Psikologi komunikasi sangat bermanfaat dalam membantu kita memahami berbagai situasi sosial dimana kepribadian menjadi penting didalamnya, atau bagaimana penilaian seseorang (judgements) menjadi biasa karena adanya faktor kepercayaan (belief) dan perasaan (feeling) serta bagaimana seseorang memiliki pengaruh terhadap orang lain (Morrissan, 2010:4).

Untuk memahami berbagai situasi sosial banyak sekali cabang psikologi komunikasi. Morrissan (2010:5) mengatakan berbagai teori dan pemikiran dalam psikologi komunikasi dapat dibagi dalam tiga cabang besar :

(16)

commit to user 1) Teori Perilaku

Teori perilaku memberikan perhatian bagaimana seseorang berperilaku atau bertindak dalam berbagai situasi komunikasi yang dihadapinya.

2) Teori Kognitif

Teori kognitif memberikan perhatian pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan mengolah informasi yang akan menghasilkan perilaku dan tindakan.

3) Teori Biologis

Teori biologis menjelaskan bagaimana peran dan struktur dan fungsi otak serta faktor genetik yang dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya. Banyak sifat, cara berpikir dan perilaku seseorang tidak melulu dipengaruhi oleh faktor biologis yang dibawa orang sejak lahir.

2. Teori Film sebagai Media Komunikasi

Komunikasi massa yang dikemukakan Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble dalam Dedy Nur Hidayat (2009:8) menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup hal-hal berikut :

a. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui

(17)

commit to user

media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan diantara media tersebut

b. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.

Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang

membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain. c. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan

dan diterima oleh banyak orang. Karena itu diartikan milik publik. d. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal

seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga inipun biasanya berorientasi pada keuntungan, bukan organisasi suka rela atau nirbala.

e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik dimana yang mengontrol bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu berperan dalam membatasi memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah seorang reporter, editor, film,

(18)

commit to user

penjaga rubrik dan lembaga sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai gatekeeper.

f. Umpan balik dalam komunikasi masa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi antar personal. Dalam komunikasi ini umpan balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed).

Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen.

Menurut Nurudin (2009:2) komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/ pendengar/ penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya terhadap mereka. Komunikasi massa merupakan disiplin kajian ilmu sosial yang relatif muda jika dibandingkan dengan ilmu psikologi, sosiologi, ilmu politik dan ekonomi. Sekarang ini komunikasi massa sudah dimasukkan dalam disiplin ilmiah.

Menurut Mc Quail dalam Nurudin (2009:162) jenis teori komunikasi massa sebagai berikut :

a. Teori Ilmu Pengetahuan Sosial

Teori ini berkaitan dengan sifat dasar, cara kerja, dan pengaruh komunikasi massa yang bersumber dari observasi sistematis yang sedapat mungkin diupayakan bersifat obyektif.

(19)

commit to user b. Teori Normatif

Teori ini berkenaan dengan masalah bagaimana seharusnya media berperan ketika serangkaian nilai sosial ingin diterapkan dan dicapai sesuai dengan sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut.

c. Teori Praktis

Teori ini menyuguhkan penuntun tentang tujuan media, cara kerja seharusnya diharapkan agar seirama dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan sosial yang sifatnya lebih abstrak, serta cara-cara pencapaian beberapa sasaran tertentu.

d. Teori Akal Sehat

Teori ini merupakan pengetahuan (dan gagasan) yang dimiliki oleh setiap orang dengan begitu saja atau melalui pengalaman langsung dengan masyarakat.

3. Teori Film Pada Umumnya a. Definisi Film

Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media komunikasi massa audio yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya. Film berupa media sejenis plastik yang

(20)

commit to user

dilapisi emulsi dan sangat peka terhadap cahaya yang telah diproses sehingga menimbulkan atau menghasilkan gambar (bergerak) pada layar yang dibuat dengan tujuan tertentu untuk ditonton.

Menurut UU 8/1992 film dapat diartikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/ atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik elektronik, dan/ atau lainnya (D. Joseph, 2011:12).

Film sebagai institusi sosial memiliki kepribadian, mengusung karakter tertentu dengan visi dan misi yang akan menentukan kualitas. Ini sangat dipengaruhi oleh kompetensi atau kualifikasi, dedikasi para sineas, kecanggihan teknologi yang digunakan, serta sumber daya lainnya (Teguh Trianton, 2013:10).

Oleh Teguh Trianton (2013:10) film adalah karya seni budaya yang terbentuk dari berbagai unsur. Secara umum struktur film sama dengan struktur karya sastra yaitu terbentuk oleh unsur-unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Oleh karena itu untuk dapat memahami segala pesan yang disampaikan dalam film, seorang pendidik dan peserta

(21)

commit to user

didik harus mampu menganalisis atau mengkaji berbagai unsur-unsur pembangunan film tersebut.

b. Teori dalam Film

1) Ukuran Gambar menurut Januarius Andi Purba (2013:17), antara lain sebagai berikut :

a) Close Up (CU)

Dari ujung kepala hingga leher bagian bawah, boleh memotong sedikit kepala bagian atas. Close up dapat juga digunakan untuk mendeskripsikan suatu shot yang mengisolasi satu bagian dari tubuh misalnya kaki atau tangan, sebagian dari sebuah objek besar misalnya keyboard piano atau keseluruhan dari sebuah objek kecil misalnya buku atau telepon genggam.

b) Medium Close Up (MCU)

Memperlihatkan subjek mulai dari ujung kepala hingga dada atas. Shot ini baik untuk seseorang yang berbicara langsung di depan kamera. Kesan yang ditimbulkan adalah subjek akan terfokus, sedangkan background tidak terfokus, dengan demikian akan menonjolkan subjek.

c) Medium Shot (MS)

Adalah pengambilan gambar batas kepala hingga pinggang atau perut bagian bawah, fungsinya untuk memperlihatkan sosok objek secara jelas. Ada keseimbangan antara dominasi

(22)

commit to user

objek dengan background sehingga cenderung netral. Untuk pengambilan gambar reporter dengan Medium Shot tidak boleh dipertahankan terlalu lama karena terlalu jauh untuk memperlihatkan banyak detail. Akan lebih baik bila dikombinasi dengan Slow Zoom ke CU karena merupakan follow shot yang baik.

d) Knee Shot (KS)

Pengambilan gambar dari batas kepala hingga lutut. Batasan framing knee shot adalah tiga per empat ukuran tubuh manusia. Ukuran gambar ini sangat menguntungkan pada saat pengambilan objek yang bergerak agak cepat misalnya penari karena dapat dipastikan objek tidak akan keluar dari frame. e) Long Shot (LS)

Pengambilan gambar memperlihatkan seluruh tubuh dari batas kepala hingga kaki. Pengambilan gambar dari jarak yang cukup jauh sehingga dapat memperlihatkan objek pada latar belakangnya. Akan memberikan informasi secara lengkap mengenai suasana dari adegan apabila misalnya seorang tokoh sedang berinteraksi dengan tokoh lain di suatu tempat. Long shot menjelaskan semua elemen dari suatu adegan sehingga penonton akan tahu siapa saja yang terlibat dalam adegan tersebut.

(23)

commit to user Pengembangan dari lima shot dasar: a) Ekstrem Close Up

Pengambilan suatu gambar yang mencakup salah satu bagian tubuh misalnya mata dan hidung saja. Fungsinya adalah mengetahui detail suatu objek, objek mengisi seluruh layar dan detailnya sangat jelas.

b) Big Close Up

Pengambilan gambar dari batas kepala hingga dagu, kadang-kadang sangat diperlukan untuk menunjukkan detail ekspresi wajah aktor dengan menekankan mata dan mencakup sisi wajah sebanyak yang diperlukan atau dalam adegan proses produksi menekankan pada detail proses pembuatan secara dekat.

c) Very Long Shot

Pengambilan gambar dengan background mendominasi objek agak kecil, jaraknya lebih jauh dari long shot, tetapi lebih dekat dengan ekstrem long shot dengan tujuan untuk memberikan penekanan pada suasana atau latar belakang tetapi objek tetap dapat dikenali.

d) Ekstrem Long Shot

Pengambilan gambar yang menunjukkan background sangat dominan objek sangat kecil, menyajikan bidang pandangan yang sangat luas, jauh, panjang dan berdimensi lebar. Kamera

(24)

commit to user

mengambil keseluruhan pandangan dan objek tampak jauh hampir tidak terlihat. Objek utama dan objek lainnya terlihat sangat kecil dalam hubungannya dengan latar belakang. Ukuran gambar ini memberikan orientasi kepada penonton tidak hanya pada suatu lokasi tetapi juga atmosfer, konteks, dan situasi secara keseluruhan. Ekstrem long shot yang terbaik adalah dari tempat yang tinggi seperti dari atap gedung, atas bukit, puncak gunung, atau dari pesawat udara atau helikopter. e) Two Shot

Pengambilan gambar dua objek dimana akan nampak menarik dan dramatik bila dua orang aktor saling berhadapan dan berdialog. Two shot akan menarik perhatian penonton karena tidak ada yang mendominasi komposisi dan akan muncul daya tarik dramatik pada saat dialog karena setiap aktor akan mendominasi perhatian secara bergiliran.

f) Three Shot

Pengambilan gambar tiga objek. g) Group Shot

Pengambilan gambar sekumpulan orang untuk memperlihatkan adegan sekelompok orang yang melakukan aktifitas.

2) Angle Camera

Dalam Januarius Andi Purba (2013:25), Camera angle yaitu penempatan atau posisi kamera terhadap suatu sudut tertentu.

(25)

commit to user

Dalam menentukan besar kecilnya sudut tergantung dari karakter gambar yang dikehendaki. Dengan sudut pengambilan gambar yang menarik, akan dapat dihasilkan suatu shot yang menarik, dengan perspektif yang unik dan menciptakan image tertentu pada gambar yang disajikan. Sebuah cerita terbentuk dari sekian banyak shot, tiap shot membutuhkan penempatan kamera yang paling baik bagi pandangan mata penonton. Artinya pemilihan angle sangat berpengaruh terhadap yang diinginkan oleh penonton, angle yang tidak tepat akan membingungkan penonton untuk mengikuti jalan cerita yang dibuat. Camera angle sesuai Januarius Andi Purba (2015:25-26), dapat dibedakan menurut karakter gambar yang akan dihasilkan, terbagi atas :

a) Low Angle

Jika sudut posisi kamera dibawah eye level (mata penglihatan manusia) maka disebut low angle. Posisi kamera low angle membuat subjek tampak mempunyai kekuatan yang menonjol dan akan terlihat kekuasaannya.

b) Straight Angle

Jika sudut posisi kamera sejajar dengan eye level, maka disebut straight angle. Posisi kamera straight angle merupakan sudut pengambilan gambar yang normal sehingga juga disebut normal angle. Straight angle tidak memberikan kesan dramatis melainkan kesan wajar, biasanya digunakan

(26)

commit to user

untuk pengambilan adegan wawancara atau profil shot. Kamera ditempatkan setinggi mata subjek, sehingga sangat tergantung pada tinggi subjek, misalnya objek anak maka kamera sejajar mata anak.

c) High Angle

Jika sudut posisi kamera diatas eye level, maka disebut high

level. Posisi kamera high angle membuat subjek tampak tidak

mempunyai kekuatan yang menonjol dan tidak mempunyai kekuasaan. Posisi high angle dimaksudkan untuk mengurangi rasa superioritas subjek dan sekaligus melemahkan kedudukan subjek.

d) Bird Eye View

Pengambilan gambar diatas ketinggian objek yang direkam memperlihatkan suatu keadaan yang begitu luas, benda-benda subjek kecil tidak terlihat detailnya. Biasanya dilakukan dari helikopter atau gedung bertingkat tinggi. Perbedaan high angle dengan bird eye view adalah jarak pengambilan gambar sehingga kesan yang ditimbulkan akan sangat berbeda. Pada high angle, objek masih tampak detailnya misalnya pada objek tidak tampak detailnya karena jarak ketinggiannya sangat jauh sehingga bird eye view ini banyak digunakan untuk pengambilan gambar.

(27)

commit to user e) Frog Eye (mata katak)

Pengambilan gambar yang dilakukan juru kamera dengan ketinggian kamera sejajar dengan dasar atau alat kedudukan objek. Kesan yang ditimbulkan adalah keagungan, kekuasaan, kuat, dominan, dinamis.

f) Point of View/ Over Shoulder Shot

Adalah sudut pengambilan gambar dari titik pandangan pemain tertentu. Point of view adalah angle objektif, tetapi karena berada antara objektif dan subjektif, maka angle ini harus ditempatkan pada kategori yang terpisah dan diberikan pertimbangan khusus. Misalnya pengambilan gambar percakapan antara dua orang yang saling berhadapan, shot

point of view sering kali diikuti dengan shot-shot lewat bahu

atau over the shoulder, yakni untuk membangun hubungan antara pemain dan menggerakkan penonton pada posisi pemain (Januarius Andi Purba, 2013:25-26).

3) Shot

Shot merupakan unit dasar bahasa video. Jika Shot tidak berhubungan dengan gambar-gambar selanjutnya, maka satu shot hanya menyampaikan sangat sedikit informasi kepada penonton karena shot merupakan unsur terkecil dari sebuah struktur cerita yang utuh (Januarius Andi Purba, 2013:73).

(28)

commit to user 4) Scene

Scene adalah gabungan dari shot yang menggambarkan peristiwa yang berkesinambungan (Januarius Andi Purba, 2013:74).

5) Pencahayaan

Pencahayaan dalam film juga ditentukan rancangan tata lampu. Dimana rancangan tata lampu menurut Cesilia Ratna Intani (2012:44) dikelompokkan menjadi:

a) High Key Lighting, merupakan teknik tata cahaya yang menciptakan batas yang tipis antara area gelap dan terang. Teknik ini biasanya digunakan untuk adegan-adegan yang bersifat formal, seperti kantor, rumah, serta ruang-ruang publik lainnya.

b) Low Key Lighting, merupakan teknik tata cahaya yang menciptakan batas tegas antara area gelap dan terang. Teknik ini sering digunakan dalam adegan-adegan yang bersifat intim, mencekam, suram serta mengandung misteri. Teknik ini tampak dominan pada film noir, horror, detektif, thriller. 6) Tata Suara (Audio)

Suara dalam film dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni dialog, musik dan efek suara. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal yang digunakan untuk semua karakter di dalam maupun luar cerita film (narasi). Sementara musik adalah seluruh iringan musik serta lagu, baik yang ada didalam maupun luar cerita film

(29)

commit to user

(musik latar). Sementara efek suara adalah semua suara yang dihasilkan oleh semua obyek yang ada didalam maupun luar cerita film (Cesilia Ratna Intani, 2012:45).

4. Teori Semiotik

a. Pengertian Teori Semiotik

Explains how Semiotics is „a philosophical approach that seeks to interpret [visual] messages in terms of their signs and patterns of symbolism‟ (Sarah Ahmed Adham, 2012:14).

Secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Istilah semeion berasal tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau aklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial (Alex Sobur, 2009:7).

Sedangkan secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Sedangkan semiotik adalah suatu ilmu atau analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan didunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotik merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya

(30)

commit to user

dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh (Alex Sobur, 2009:15).

b. Teori Semiotik Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistic dan semiologi Saussurean. Ia juga dikenal intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra (Alex Sobur, 2009:63).

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama. System ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama (Alex Sobur, 2009:68-69).

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya,”

(31)

commit to user

bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denitasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan system signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif in, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna sebagai sebuah koreksi ata kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Alex Sobur, 20009: 70-71).

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideology, yang disebutnya sebagai „mitos‟, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Alex Sobur, 2009:71).

(32)

commit to user 5. Teori Nilai Moral

a. Nilai

Pandangan Fraenkel dalam Hamid Darmadi (2009:27) nilai merupakan sesuatu yang berharga, yang dianggap bernilai, adil, baik dan indah serta menjadi pedoman atau pegangan diri.

b. Moral

Menurut Lillie dalam C. Asri Budiningsih (2008:24) kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Sedangkan Baron, dkk dalam C. Asri Budiningsih (2008:24) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. Oleh Magnis-Suseno dalam C. Asri Budiningsih (2008:24-25) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Rachels dalam Sutrisna Wibawa (2013:1) mengungkapkan morality is

an attempt to quide the actions of a person with sense. Guiding actions with any sense is to do what is best according to sense, while giving equal weight concerning the interests of individuals who will be affected by the action. This is a depiction of a conscious act of the moral agent. Conscious moral agent is someone who has a concern, indiscriminately against the interests of any person affected by what is done and implications. Such action was based on sound principles.

(33)

commit to user c. Nilai Moral

Nilai moral adalah nilai yang berlaku sehingga menimbulkan baik dan buruk suatu tindakan dengan tidak merugikan orang lain berdasarkan nurani diri (Helmi Dadang, 2012:1).

d. Nilai moral Nilai Moral Agama Islam

Agama Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mata rantai terakhir agama Allah yang diwahyukan kepada para rasul-Nya. Sebagai mata rantai terakhir, agama Allah yang diwahyukan Nabi Muhammad SAW dinyatakan sebagai agama paripurna, dan merupakan nikmat Allah paling sempurna bagi umat manusia. Serta merupakan agama yang diridhoi Allah, menjadi anutan umat manusia sepanjang masa (Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, 1995:3). Di dalam penelitian film Sang Pencerah ini berfokus pada nilai moral agama Islam. Nilai moral agama Islam yaitu pedoman perbuatan yang terkandung didalam Al-Qur‟an dan Hadits Nabi (Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, 1995:198).

Al-Qur‟an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang muslim seharusnya mengenal Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup. Untuk mengenal Al-Qur‟an, hendaknya dimulai dengan memahami apa pengertian Al-Qur‟an serta segala hal yang berkaitan dengannya. Dan yang paling penting lagi adalah memahami isinya, untuk selanjutnya

(34)

commit to user

dapat melaksanakan ajaran-ajarannya (Kementerian Agama Republik Indonesia 2014, 2014:3).

Contoh perbuatan yang terkandung dalam Al-Qur‟an adalah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang zalim” (QS. Al Hujurat ayat 11).

Sedangkan Hadits Nabi ialah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW. yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur‟an.

Contoh perbuatan yang terkandung didalam Hadits adalah “Pukulan pada si anak adalah semata-mata dalam rangka mendidik. Yang dimaksud dengan pukulan yang mendidik adalah pukulan yang tidak membahayakan, sehingga tidak diperkenankan seorang Ayah memukul anaknya dengan pukulan yang melukai, tidak boleh pula pukulan yang bertubi-tubi tanpa ada keperluan. Namun, bila

(35)

commit to user

dibutuhkan, misalnya sang anak tidak mau menunaikan shalat kecuali dengan pukulan, maka sang ayah boleh memukulnya dengan pukulan yang membuat jera, namun tidak melukai. Karena Rasullullah memerintahkan orang tua untuk memukul bukan untuk menyakiti si anak, melainkan untuk mendidik dan meluruskan mereka” (Hadits Syarh Riyadhish Shalihin, Asy-Syaikh Ibnu „Utsaimin, 2/123-124).

Dengan memahami Al-Qur‟an dan Hadits sebagai landasan nilai moral Islam yang kokoh, maka umat Islam akan memiliki kemampuan untuk menanggulangi aspek negatif karena imannya tidak tergoyahkan (Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, 1995:198).

F. Kerangka Berpikir

Sebuah film dibangun dari berbagai tanda yang terjalin sehingga membentuk makna dan cerita. Makna yang terdapat dalam film tersebut adalah misi yang hendak disampaikan pesan film kepada penontonnya. Makna yang berbentuk dari tanda-tanda tersebut dapat berupa makna denotasi atau makna yang paling nyata dan makna konotasi yang memerlukan kedalaman interpretasi. Pada tahap inilah penulis memilih metode Semiotik Roland Barthes sebagai pisau analisis yang paling tepat. Berbagai tanda tentang pesan nilai moral yang muncul dalam film Sang Pencerah baik bersifat nyata ataupun tersembunyi akan dianalisis berdasarkan tahap-tahap yang telah ditentukan yaitu tahap denotasi dan konotasi. Sehingga penulis akan menangkap pesan nilai moral dari film tersebut.

(36)

commit to user

Bagan 1: Kerangka Pemikiran

G. Metodelogi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono, 2013:1), dengan menggambarkan pesan-pesan dalam film Sang Pencerah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Roland Barthes, yang berfokus pada gagasan tentang gagasan signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang mana signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (penanda) dan signified (petanda) didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.

Film Sang Pencerah

Pesan Nilai Moral

Pemaknaan Semiotik Roland Barthes

Signifikasi tahap I (denotasi) Makna

(37)

commit to user

Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua.

2. Obyek Penelitian dan Subyek Penelitian

Adapun obyek penelitian ini ialah film Sang Pencerah. Sedangkan subyeknya adalah potongan gambar atau visual yang terdapat dalam film

Sang Pencerah yang berkaitan dengan rumusan masalah.

3. Sumber Data

Sumber data terbagi menjadi dua yaitu :

a. Data primer yakni data yang diperoleh dari rekaman video film Sang

Pencerah, yang akan dipilih gambar dari adegan-adegan yang

berkaitan dengan penelitian.

b. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari literature yang mendukung data primer, seperti kamus, internet, artikel, koran, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian, catatan kuliah dan sebagainya.

4. Tahapan Penelitian

Tahap penelitian yang dipakai ada dua yaitu : a. Tahap Pengumpulan Data

1) Observasi adalah sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Secara langsung penulis akan menonton dan mengamati dialog-dialog peradegan dalam film

(38)

commit to user

Sang Pencerah. Kemudian mencatat, memilih serta menganalisis

sesuai dengan model penelitian yang digunakan.

2) Document research, yakni penulis mengumpulkan data melalui telaah dan mengkaji berbagai literature yang sesuai dengan materi penelitian untuk dijadikan bahan argumentasi, seperti DVD film

Sang Pencerah, arsip, majalah, surat kabar, buku, catatan

perkuliahan, internet dan lain sebagainya. 5. Validitas Data

Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa validitasnya sehingga data tersebut bisa dipertanggung jawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Metode yang digunakan untuk memeriksa validitas adalah metode triangulasi. Menurut Moleong dalam Iskandar (2009:84) “Triangulasi adalah metode pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.

Berdasarkan pendapat diatas, dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi data. Adapun yang dimaksud dalam hal tersebut adalah :

a. Triangulasi data adalah data atau informasi yang diperoleh selalu dikomparasikan dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Untuk menggali data yang sejenis bisa diperoleh dari narasumber, dari

(39)

commit to user

kondisi lokasi, dari aktivitas yang menggambarkan perilaku warga masyarakat atau dari sumber yang berupa catatan atau arsip yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksud. Triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang telah diperoleh melalui berbagai sumber yang berbeda yaitu 1) Data yang diperoleh dari buku, artikel, kamus, 2) Data yang diperoleh dengan wawancara oleh para ahli yang berkaitan.

6. Analisis Penelitian

Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2014:280) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu.

Sesuai dengan metode penelitian bersifat kualitatif, analisis data sama sekali tidak menggunakan perhitungan secara kuantitatif. Semiotik digunakan untuk menganalisa makna dari yang ada dari pesan-pesan yang terkandung dalam film yang akan diteliti “Sang Pencerah”.

Analisis akan menggunakan semiologi Roland Barthes. Semiologi Roland Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan bahasa, bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebutnya sebagai metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda.

(40)

commit to user

Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan penanda dan petanda tingkat satu sebagai penanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebutnya dengan istilah denotasi atau sistem terminologis, sedang sistem tanda-tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi.

Fokus kajian Barthes terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau metabahasa.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisa data adalah sebagai berikut :

a. Menentukan nilai moral dalam film

b. Film yang menjadi objek penelitian diamati secara rinci

c. Dilanjutkan dengan pengamatan mendalam dan intens terhadap teks untuk menemukan makna konotasinya dan dideskripsikan berdasarkan tema yang diangkat.

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga dengan Abdul Samat (2003) telah melihat masalah, faktor dan faedah perlaksanaan Sistem Pengurusan Kualiti terhadap kontraktor yang telah mendapat pengiktirafan dan

Selain itu, saat mensponsori berbagai kegiatan komunitas yang dilaksanakan sacara rutin dan berkelanjutan di TKC, justru audiens sasaran dari kegiatan komunitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh program undian tabungan berhadiah terhadap minat menabung di PT Bank Panin baik secara langsung maupun

atas NAB, hasil terbanyak karyawan mengalami stress tingkat berat yaitu 14 orang (56%), sedangkan tenaga kerja yang bekerja di halaman pembenihan padi dengan intensitas kebisingan

Sedangkan ada satu pemilik home industry kripik tempe yang belum mengetahui tentang SAK ETAP yaitu home industry kripik tempe Eka, hasil wawancara dengan Bapak Kemis

Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya

Usaha berdagang merupakan salah satu usaha yang dapat menghasilkan penghasilan atau pendapatan bagi masyarakat, dalam hal ini seperti usaha berdagang di suatu pasar

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten