• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial Skenario c Blok 15 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial Skenario c Blok 15 2017"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Shafira Irmayati 04011281520118 Beta 2015

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 15

I.Learning Issues

A. Atrial Septal Defect (ASD) Pengertian

Atrial Septal Defect / ASD (defek septum atrium) adalah kelainan jantung kongenital dimana terdapat lubang (defek) pada sekat (septum) inter-atrium yang terjadi oleh karena kegagalan fusi septum interatrium semasa janin

Etiologi

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita infeksi Rubella b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun d. Ibu menderita IDDM

e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu 2. Faktor genetic

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB b. Ayah atau ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

3. Gangguan hemodinamik

Tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan diatrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan. ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak diketahui.

(2)

Penelitian menunjukkan penyakit jantung bawaan ditemukan pada 0,8% bayi lahir hidup. Defek septum atrium (DSA) merupakan defek kongenital kedua tersering dan memiliki insidens 0,67-2,1 tiap 1000 kelahiran hidup. DSA lebih sering ditemukan pada perempuan disbanding laki-laki, dengan rasio 2:1.

Patofisiologi

1.

Terjadi aliran "shunting" darah dari atrium kiri menuju atrium kanan melalui defek/lubang pada sekat atrium (left to right shunt) oleh karena compliance ventrikel kanan yang lebih besar (bertekanan rendah) dibanding ventrikel kiri. Besarnya "shunting" bergantung terhadap seberapa besar perbandingan compliance (relatif) ventrikel kanan terhadap ventrikel kiri, dan juga bergantung pada besar-kecilnya defek.

2. Akibatnya adalah terjadi kelebihan volume darah (volume-overload) pada jantung kanan yang pada akhirnya menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. Juga terjadi peningkatan tekanan pada vaskularisasi paru atau yang dikenal 'hipertensi pulmonal' akibat kelebihan volume darah pada paru (lung overflow).

3. Dilatasi ventrikel kanan mengakibatkan waktu depolarisasi ventrikel kanan memanjang yang akan memberikan gambaran blok RBBB (right bundle branch block) pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)

(3)

4. Murmur yang terjadi bukan karena "shunting" di atrium, tetapi oleh karena terjadinya turbulensi darah saat melewati katup arteri pulmonalis (stenosis relatif katup pulmonal). Oleh sebab itu murmur yang terjadi adalah murmur sistolik di area auskultasi pulmonal.

5. Gagal jantung kongestif (CHF) dan hipertensi pulmonal seringkali baru terjadi pada usia dekade III dan IV oleh karena faktor compliance dari jantung kanan dan arteri pulmonal yang besar.

Faktor resiko

Penyebab pasti belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD : Faktor-faktor tersebut diantaranya :

1. Faktor prenatal

Ibu menderita penyakit infeksi rubella; Ibu alkoholisme; Umur ibu lebih dari 40 tahun; Ibu menderita IDDM; Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2. Faktor genetik

Anak yang baru lahir sebelumnya menderita PJB; Ayah atau ibu menderita PJB; Kelainan kromosom misalnya sindroma down; Lahir dengan kalainan bawaan lain

Resiko penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat riwayatkeluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita penyakit jantungkongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan kromosom. Penelitian tentang peran mutasi gen NKX.5,9 GATA4,10 TBX511 dan MYH612 terhadap terjadinya DSA telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Konig dkk13 dan Yamada dkk 14melaporkan bahwa DSA dengan mutasi gen NKX2.5 dan GATA4 membutuhkan operasi penutupan defek, sesuai dengan ukuran besar defek DSA. Tampaknya mutasi gen NKX2.5 dan GATA4 pada DSA berhubungan dengan ukuran defek dan hipertensi pulmonal, namun belum ada penelitian tentang mutasi TBX5 dan MYH6 yang dihubungkan dengan ukuran defek atau hipertensi pulmonal.Gen NKX2.5 dan GATA4 merupakan gen faktor transkripsi yaitu gen yang berperan pada sintesis protein faktor transkripsi. Mutasi pada gen faktor transkripsi akan mengganggu gen

(4)

penyandi asam amino yang akan mensintesis protein pembentuk septum atrium.

3. Gangguan hemodinamik

Tekanan di atrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan di atrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.

Manifestasi klinis

Kebanyakan pasien dengan DSA ostium sekundum atau DSA sinun venosus tidak memiliki gejala hingga dewasa muda. Saat pasien mendekati paruh baya, compliance ventrikel kiri dapat menurun, sehingga meningkatkan besar pirau kiri-ke-kanan. Dilatasi atrium jangka panjang dapat menyebabkan berbagai aritmia atrial, diantaranya kontraksi atrial premature (premature atrial contractions), takikardia supraventricular, dan fibrilasi atrial. Sejumlah pasien paruh baya mengeluh sesak napas, terutama saat beraktivitas, walaupun tidak memiliki hipertensi pulmonal. Sekitar 10% pasien dengan DSA ostium sekundum akan berprogresi menjadi hipertensi pulmonal yang diasosiasikan dengan penyakit obstruktif vaskuler paru (sindrom Eisenmenger). Seiring peningkatan tekanan pulmonal, pirau kiri-ke-kanan akan berkurang dan akhirnya digantikan pirau kanan-ke-kiri dengan manifestasi sianosis dan hipertensi pulmonal. Tanda klinis utama DSA adalah wide and fixed splitting bunyi jantung II. Bising ejeksi sistolik (akibat peningkatan aliran pulmonal) umum ditemukan, dan jika terdapat pirau kiri-ke-kanan yang besar, aliran tambahan dari katup tricuspid dapat menyebabkan diastolic rumble seperti stenosis pada stenosis tricuspid.

Cara Menegakkan Diagnosis

DSA ditegakkan dengan ekokardiografi. Semua pasien yang dicurigai DSA harus menjalani EKG, foto toaks, dan ekokardiografi. Pada pasien DSA inspeksi toraks tidak didapatkan adanya suatu kelainan. Namun akan ditemukan auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap dan tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bising sistolik ejeksi tersebut biasanya halus, dengan grade antara I-II/IV. Bising tersebut diakibatkan oleh peningkatan aliran darah melalui katup pulmonal dan paling baik didengarkan di area parasternal kiri atas. Sedangkan bising mid-diastolik grade I-II/IV terdengar pada parasternal kiri bawah. Ini disebabkan oleh aliran darah yang besar yang melalui katup trikuspid. Tidak ada murmur yang

(5)

terdengar karena aliran darah melalui defek septum atrium, karena biasanya tekanan antar atrium tidak terlalu berbeda.

Pada pemeriksaan EKG, didapati tanda pembesaran ventrikel kanan, antara lain right axis deviation (RAD) dan pola rsR` pada lead dada kanan. Gambaran EKG ini mirip dengan RBBB (Right Bundle Branch Block)

Gambar 2.2 Gambaran EKG pada ASD (Nelson)

Foto toraks dapat menunjukan pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, dan arteri pulmonalis. Terdapat pembesaran difus pembuluh-pembuluh darah pulmonal akibat peningkatan alirah darah ke paru.

Gambar 2 – Gambaran foto toraks seorang anak berusia 4 tahun yang menampakkan pembesaran ventrikel kanan (terutama foto lateral) disertai dengan

(6)

Pemeriksaan lanjutan yang disarankan adalah ekokardiogram. Pemeriksaan ini ditujukkan untuk melihat struktur anatomis jantung dan juga pergerakan jantung. Lokasi dan besarnya defek juga dapat ditentukan. Gambaran yang tampak pada USG jantung adalah pembesaran ventrikel kanan, terutama pada defek septum yang besar. Dengan menggunakan ekokardiogram dua dimensi, defek dapat tervisualisasi dengan mudah. Tipe defek septum juga dapat ditentukan dengan USG jantung. Untuk menekan positif palsu, diperlukan pembuktian adanya aliran darah melalui defek septum menggunakan color Doppler.

Pemeriksaan Penunjang Tambahan 1. Elektrokardiografi

Menilai irama, heart rate, gangguan konduksindan perubahan pola 2. Radiologi

Rontgen thorak untuk mengetahui gambaran paru dan jantung 3. Ekokardiografi

Dari pemeriksaan ini maka akan dapat dilihat adanyan kebocoran aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.

4. Kateterisasi

Meupakan prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.

Komplikasi

Akibat sulitnya dan ketiadaan tanda yang khas pada kelainan ini, penemuan secara insidental biasanya telah menunjukkan suatu kondisi yang cukup berat. Hipertensi pulmoner merupakan kondisi yang paling sering ditemui. Demikian pula dengan flutter atrium dan fibrilasi atrium yang semakin meningkat kejadiannya seiring dengan pertambahan usia. Keadaan yang berat tanpa intervensi cenderung mengakibatkan gagal jantung. Penyebab kematian tersering orang dengan ASD adalah emboli pulmoner, trombosis pulmoner, emboli paradoksikal (akibat pirau yang terjadi), abses otak, maupun infeksi (terutama infeksi paru).

Tatalaksana

Karena sering asimptomatik, defek septum atrium sering tidak diketahui hingga pasien beranjak dewasa. Gejala gagal jantung, meskipun jarang ditemukan, memerlukan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala. Defek ostium sekundum berukuran kecil dengan

(7)

pirau kiri ke kanan minimal secara konsensus tidak memerlukan terapi penutupan. Defek tersebut diharapkan dapat menutup sendiri. Pada defek yang berukuran kurang dari 3 mm yang ditemukan sebelum usia 3 bulan, pada usai 1,5 tahun defek tersebut telah menutup sempurna pada hampir 100% pasien. Sedangkan pada defek septum ukuran sedang sampai besar, meskipun tidak bergejala, perlu dilakukan tindakan penutupan untuk mencegah terbentuknya penyakit penyumbatan vaskular paru di kemudian hari, mengurangi kemungkinan terjadinya aritmia supra-ventrikular dan mencegah perburukan gejala di kemudian hari.

Indikasi penutupan ASD adalah bila defek telah menimbulkan gejala, atau jika belum timbul gejala namun rasio aliran darah ke paru dan sistemik (Qp:Qs) lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi secara medikamentosa. Tindakan penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru. Terapi bedah yang dilakukan pada usia dini memilliki outcome yang lebih baik daripada terapi bedah yang dilakukan pada usia lebih dewasa. Mortalitas tindakan bedah ini kurang dari 1%

Terapi koreksi bedah merupakan terapi konvensional tatalaksana defek septum atrium. Pasien dibius total, kemudian dilakukan sternotomi median, aorta dan vena kava dikanulasi, lalu pasien diletakkan dalam suatu bypass kardiopulmonar. Atriotomi kanan dilakukan sehingga defek septum dan katup mitral dapat terlihat. Defek ditutup dengan mendekatkan batas – batas defek kemudian dijahit, atau ditutup menggunakan patch perikardial, tergantung dari besarnya defek.

Saat ini pembedahan hanya ditujukan untuk defek septum yang tepinya tidak rata, sedangkan dengan mempertimbangkan morbiditas, komplikasi post-operasi, biaya, dan trauma psikologis yang berkaitan dengan tindakan pembedahan, beberapa tindakan penutupan defek secara trans-kateter telah diciptakan. Penutupan defek trans-kateter ini terutama digunakan pada defek ostium sekundum, sedangkan untuk defek septum lainnya terapi utamanya masih berupa pembedahan.

(8)

Gambar 2.3 Algoritma Tatalaksana ASD Prognosis

Biasanya ASD dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun pada anak. Hanya kadang – kadang pada ASD dengan shunt yang besar dapat menimbulkan gejala – gejala gagal jantung, dan pada keadaan ini perlu dibantu dengan digitalis. Untuk ASD dengan shunt yang besar, maka harus segera dilakukan tindakan operasi, guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal meskipun hipertensi pulmonal pada ASD jarang sekali terjadi pada anak. Umur harapan penderita ASD sangat tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan darah pada ventrikel kanan normal, maka tidak perlu dilakukan tindakan operasi. Pada penderita ASD I lebih sering terjadi gagal jantung dari pada ASD II. Gagal jantung biasanya terjadi pada usia kurang dari 5 tahun. Endokarditis Infektif Sub akut lebih sering terjadi pada ASD I, sedang terjadinya hipertensi pulmonal hampir sama dengan ASD II.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan sejak dini dengan dilakukannya married counselling. Untuk wanita yang sedang hamil dianjurkan untuk hidup sehat, memenuhi kebutuhan nutrisi, menghindari alkohol, rokok, dan obat-obatan yang

(9)

membahayakan janin, menghindari kemungkinan terjadinya infeksi, serta melakukan prenatal care.

SKDI

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

B. Gejala Atrial Septal Defect

Pada umumnya saat kelahiran ASD asimptomatik. ASD biasanya terlihat saat mencapai usia remaja atau dewasa. Gejala yang paling sering menyertai penderita ASD adalah sesak nafas dan rasa lelah yang cepat timbul setelah aktivitas fisik. Sesak nafas dapat terjadi pasa aktivitas biasa disertai dengan berdebar-debar (takiartimia). Tanda-tanda sianosis sentral (seperti kebiruan di kuku dan sekitar bibir) biasanya kurang ditemukan kecuali defek terjadi dalam intensitas yang besar (suatu kondisi yang jarang dapat disebabkan oleh bukaan yang sangat lebar akibat ketiadaan septum interatrial, disebut dengan istilah cor trilokulare biventrikulare1 dan sering disertai defek fatal lain di daerah jantung). Semakin tua usia seseorang dengan kelainan ini makin rentan mengalami gagal jantung kongestif (terutama dekade keempat dan kelima) disertai dengan aritmia.

Seseorang dengan ASD juga rentan mengalami infeksi paru yang berulang akibat meningkatnya aliran darah pulmoner cenderung mengakibatkan banyaknya cairan yang mengalir menuju paru, “membanjiri” paru dan menyebabkan paru lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme.

Infeksi Saluran Nafas Berulang

Infeksi saluran pernafasan berulang pada penderita ASD diawali dengan adanya kongesti pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan, kondisi kongesti pulmonal tersebut mengakibatkan meningkatnya caian yang menuju paru, hal ini membuat kondisi paru-paru penderita menjadi lembab sehingga mudah terinfeksi oleh mikroorganisme. Hipertrofi pada ventrikel menyebabkan penekanan pada bronkus, adanya penekanan ini berakibat pada terganggunya silia pada bronkus sehingga sputum tidak dapat dikeluarkan. Sputum tersebut membuat mikroorganisme mudah

(10)

tumbuh disaluran nafas. Mudahnya pertumbuhan mikroorganisme pada saluran pernafasan didukung oleh kondisi penurunan aktivitas sistem imun, penurunan sistem imun disebabkkan karena kondisi nutrisi yang kurang baik.

Sesak Nafas

Pada ASD akan terjadi shunting darah dari atrium kiri menuju atrium kanan, kondisi ini membuat terjadinya volume overload pada jantung kanan. Volume overload pada jantung kanan akan membuat lung overflow pada paru yang membuat paru-paru menjadi “banjir” dan akhirnya membuat kesulitan bernafas atau sesak nafas.

Mudah Lelah

Shunting darah dari LA ke RA akan membuat cardiac output menurun yang berakibat pada menurunnya perfusi di perifer. Gangguan perfusi pada perifer menyebabkan gangguan nutrisi dan pembentukan ATP sehingga penderita menjadi mudah lelah.

ANALISIS MASALAH

1. Apa penyebab infeksi saluran nafas berulang pada kasus? Jawab:

Seseorang dengan ASD rentan mengalami infeksi paru yang berulang akibat meningkatnya aliran darah pulmoner cenderung mengakibatkan banyaknya cairan yang mengalir menuju paru, “membanjiri” paru dan menyebabkan paru lebih rentan terhadap infeksi mikroorganisme.

Akibat penurunan aliran darah, akan terjadi penurunan nutrisi. Hal ini mengakibatkan penurunan aktivitas imun tubuh. Kongesti pulmonal juga dapat memberi kontribusi terhadap kondisi paru. Kondisi paru menjadi lembab, sehingga bakteri lebih mudah berkembang biak pada kondisi lembab yang akan menimbulkan infeksi saluran pernapasan bawah.

Selain itu adanya hipertrofi ventrikel kanan menyebabkan penekanan pada bronkus. Silia yang terdapat di dalam bronkus akan terganggu, sputum tidak dapat dikeluarkan.

(11)

Sputum tersebut berpotensi untuk menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan juga dapat membuat sesak nafas.

2. Bagaimana patofisiologi infeksi saluran pernafasan berulang pada kasus? Jawab:

Infeksi saluran pernafasan berulang pada Jesica diawali dengan adanya kongesti pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan, kondisi kongesti pulmonal tersebut mengakibatkan meningkatnya caian yang menuju paru, hal ini membuat kondisi paru-paru Jesica menjadi lembab sehingga mudah terinfeksi oleh mikroorganisme. Hipertrofi pada ventrikel menyebabkan penekanan pada bronkus, adanya penekanan ini berakibat pada terganggunya silia pada bronkus sehingga sputum tidak dapat dikeluarkan. Sputum tersebut membuat mikroorganisme mudah tumbuh disaluran nafas. Mudahnya pertumbuhan mikroorganisme pada saluran pernafasan Jesica didukung oleh kondisi penurunan aktivitas sistem imun Jesica, penurunan system imun disebabkkan karena kondisi nutrisi yang kurang baik.

3. Apa patogenesis dari sesak nafas dan mudah lelah terkait kasus? Jawab:

Shunting darah dari atrium kiri ke kanan → right cardiac volume overload → lung overflow → pulmonalic congestion → dyspnea d’effort

Shunting darah dari atrium kiri ke atrium kanan → cardiac output↓ → penurunan perfusi perifer → penurunan distribusi nutrisi → penurunan produksi ATP → mudah lelah 4. Bagaimana patofisiologi sesak nafas dan mudah lelah terkait kasus?

Jawab:

Pada ASD akan terjadi shunting darah dari atrium kiri menuju atrium kanan, kondisi ini membuat terjadinya volume overload pada jantung kanan. Volume overload pada jantung kanan akan membuat lung overflow pada paru yang membuat paru-paru menjadi “banjir” dan akhirnya membuat kesulitan bernafas atau sesak nafas. Shunting darah dari LA ke RA akan membuat cardiac output menurun yang berakibat pada menurunnya perfusi di perifer. Gangguan perfusi pada perifer menyebabkan gangguan nutrisi dan pembentukan ATP sehingga penderita menjadi mudah lelah.

5. Bagaimana hubungan sesak nafas dengan mudah lelah pada kasus? Jawab:

Sesak nafas dan mudah lelah pada kasus sama-sama diawali dengan adanya shunting darah dari atrium kiri ke atrium kanan.

6. Apa etiologi dari atrial septal defect? Jawab:

(12)

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita infeksi Rubella b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun d. Ibu menderita IDDM

e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu 2. Faktor genetic

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB b. Ayah atau ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

7. Bagaimana patofisiologi dari atrial septal defect? (perubahan sirkulasi) Jawab:

Melalui defek pada sekat atrium maka darah dari atrium kiri masuk kedalam atrium kanan. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg).

Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beben pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (Jadi, bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal). Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadistenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolic.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.

(13)

Jawab:

Pada penderita atrial septal defect sebagian darah dari atrium kiri akan mengalami perpindahan ke atrium kanan dimana hal ini membuat adanya penurunan cardiac output, penurunan curah jantung ini membuat aliran darah ke perifer tidak mencukupi dan kebutuhan nutrisi sang anak tidak dapat terpenuhi secara adekuat sehingga kenaikan berat badan dan pertumbuhan penderita menjadi terganggu atau mengalami perlambatan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Schoen FJ, Mitchell RN. The heart. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, editors. Robbins and cotran pathologic basis of disease. Eighth edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010

Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Wilson PP, editors. Hurst’s the heart. 12th edition. New York: McGraw-Hill, 2008

Ghanie A. Penyakit jantung kongenital pada dewasa. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

Gambar

Gambar 2.2 Gambaran EKG pada ASD (Nelson)
Gambar 2.3 Algoritma Tatalaksana ASD Prognosis

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tujuan menghasilkan turbulensi yang besar tersebut, maka jenis aliran yang sering digunakan sebagai pengadukan cepat adalah terjunan (Gambar 5.9),

Mengorganisir di sini adalah mengatur unsur-unsur sumber daya perusahaan konstruksi yang terdiri dari tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana dan Iain-lain, dalam suatu gerak

Persepsi diri seseorang baik atau buruk, sangat bergantung pada bagaimana cara untuk menghargai dirinya, dengan kata lain semakin baik penghargaan diri seseorang

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi unggah ungguh penggunaan bahasa tersebut, maka seseorang akan berbicara dengan memperhatikan status dirinya dan status orang

Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan klinik KIA-KB dan Persalinan ke Kepala Puskesmas melalui Koordinator II Kuratif-

Jumlah luas waslap yang kontak dengan pembuluh darah perifer yang berbeda antara teknik kompres air hangat dengan tepid sponge bath akan turut memberikan

#  'kses terhadap Rekam Medis selain untuk keperluan pelayanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun pihak lain yang berkepentingan terhadap data atau memiliki

3fek penghambat sulfonamida dapat dinetralkan dengan memasok sel dengan metabolit yang normalnya membutuhkan asam folat untuk sintesisnya 9misalnya purin, asam amino tertentu;?