• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEJANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEJANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

CLINICAL SCIENCE SESSION

CLINICAL SCIENCE SESSION

TATALAKSANA KEJANG ANAK

TATALAKSANA KEJANG ANAK

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK

Oleh:

Oleh:

Muhammad

Muhammad Kautsar Kautsar 1301-12131301-1213-0528-0528 Dimas

Dimas Febrian Febrian Purnomo Purnomo 1301-12131301-1213-0522-0522  Nadytia Ku

 Nadytia Kusumadjayasumadjayanti nti 1301-1212-0591301-1212-05955 Ratnamala

Ratnamala A/P A/P Ramasamy Ramasamy 1301-12131301-1213-2518-2518 Gayatri

Gayatri A/P A/P Kalai Kalai Chalvan Chalvan 1301-12131301-1213-2543-2543 Thiban

Thiban Raj Raj A/L A/L Manoraj Manoraj 1301-12121301-1212-3545-3545 Hilda

Hilda Fasina Fasina 1301 1301 1213 1213 06790679 Ignatia

Ignatia Ratna Ratna Prativi Prativi 1301 1301 1213 1213 05240524 Indriyani

Indriyani Asri Asri Dewi Dewi 1301 1301 1213 1213 06230623 Thaninthir

Thaninthiran an S/O S/O Manivel Manivel sedang sedang prosesproses Harvinder

Harvinder Kaur Kaur A/P A/P Jas Jas Beer Beer Singh Singh 1301 1301 1213 1213 25252525

Preseptor:

Preseptor:

Prof 

Prof .. Dr Dr .. Heda MelindaHeda Melinda D.N., dr., SpA(K)., M.KesD.N., dr., SpA(K)., M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG BANDUNG

2014 2014

(2)

ABSTRAK

Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol yang sering ditemukan pada neonatus dan anak-anak akibat aktivitas listrik otak yang abnormal Manifestasi ini umum ditemukan pada kelompok usia pediatric dan terjadi pada 10% anak-anak. Kejang yang terjadi pada neonatus dapat mengakibatkan kerusakan otak  permanen. Penyebab kejang pada neonatus sangat bervariasi dan dapat dibagi secara proses menjadi dua  bagian besar yaitu proses ekstra kranial dan intra kranial.

Pengkajian terhadap tanda dan gejala kejang serta faktor pencetus kejang sangat penting dalam  pemberian intervensi keperawatan yang tepat pada neonatus. Ketika pasien datang, maka tindakan  Airway, Breathing, dan Circulation  harus dilakukan sebagai penyelamatan pertama. Dampak lanjut dari kejang pada neonates dan anak dapat menimbulkan kematian dan gejala sisa. Mengingat dampak tersebut,  penatalaksanaan perawatan terkini dan berkualitas menjadi bagian penting untuk penderita kejang.

(3)

DAFTAR ISI ABSTRAK ……….………2 DAFTAR ISI ……….………….3 PENDAHULUAN ………..………4 PEMBAHASAN ……….………...5 DAFTAR PUSTAKA ………..……….16

(4)

PENDAHULUAN

Kejang merupakan peristiwa yang sering ditemukan pada neonatus dan anak-anak yang merupakan manifestasi klinis dari disfungsi neurologi setelah terjadinya berbagai macam kerusakan pada susunan saraf pusat.

Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol pada episode tertentu yang disebabkan oleh peristiwa  pelepasan muatan-muatan listrik di dalam otak secara berlebihan. Kejang pada neonatus biasanya berbeda

dengan kejang yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang lebih besar. Perbedaan ini disebabkan oleh karena proses myelinisasi sistem saraf pusat pada neonates belum sempurna sehingga kejang umum tonikklonik tidak terjadi pada neonatus. Kejang pada neonatus lebih sering bersifat tersamar dan sulit teridentifikasi karena proses transmisi muatan listrik di otak tidak terjadi dengan baik.

Tatalaksana kejang membutuhkan tindakan yang segera dan harus didahulukan untuk menstabilisasi  pasien sebelum mencari etiologinya. Kejang juga sebaiknya dikenal dari prosesnya, yakni eksrakranial atau intrakranial sehingga tatalaksana dapat dilaksanakan sampai ke tingkat menyelesaikan permasalahan etiologinya. Tatalaksana dini juga sebaiknya dijelaskan kepada orangtua untuk menangani kejadi serupa sebelum tiba di rumah sakit. Penulis akan membahas diagnosis banding dan tatalaksana kejang pada anak, agar kejang pada anak dapat ditangani secara dini.

(5)

PEMBAHASAN Diagnosis banding kejang demam berdasarkan etiologinya Etiologi kejang digolongkan :

I. Intrakranial 1. Infeksi  Meningitis  Septik syok  Malaria serebral  Tetanus neonatarum 2.  Neoplasma  Tumor kepala 3. Trauma  Cedera kepala II. Ekstrakanial

1. Congenital: riwayat keluarga kejang demam

 Asfiksia pada waktu lahir

 Ensefalopathi hipoksi iskemik (HIE) 2. Lainnya: Gangguan metabolik - Hiperglikemi - Hipokalsemia - Hipomagnesium - Gangguan elektrolit - Ketoasidosis diabetikum Toksik - Intoksikasi anastesi

- Drug withdrawal (penghentian obat)

Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat dibawah. Klasifikasi kejang:

I.Kejang parsial (fokal, lokal) A.Kejang fokal sederhana B.Kejang parsial kompleks

C.Kejang parsial yang menjadi umum II.Kejang umum A.Absens B.Mioklonik C.Klonik D.Tonik E.Tonik-klonik F.Atonik

(6)

Diagnosis banding pada bayi muda (kurang dari 2 bulan) yang mengalami lemah/letargis, tidak sadar atau kejang

(7)

Kejang Demam

Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal 380C) adalah salah satu bentuk  proses ekstrakranium, dan biasa dikenal dengan kejang demam.

Kriteria diagnosis:

Kejang demam kompleks Berlangsung lama >15menit

Fokal/parsial atau umum yang didahului fokal/parsial Kejang berulang >=2x dalam 24 jam

Kejang demam sederhana

Yang tidak memenuhi kriteria kejang demam kompleks

Proses terjadinya sebenarnya belum dipahami secara pasti, namun teorinya:

Ketika demam, kebutuhan metabolic basal akan meningkat 10-15%   asam laktat dan CO2 akan meningkat dan menimbulkan kerusakan neuron sehingga menimbulkan perubahan keseimbangan membrane basal   mudak ekstasi   kejang. Selain itu pada anak dengan riwayat kejang demam pada kelarga biasanya didapatkan defek pada subunit reseptor GABA.

Klasifikasi kejang dalam I nternati onal L eague Against Epil epsy of Epil eptic Seizure  [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat dibawah:

Kejang parsial (fokal, lokal) A.Kejang fokal sederhana

Gejala paling umum adalah gerakan motorik. Gerakannya berupa tonic atau clonic yang asinkron dan cenderung melibatkan wajah, leher, dan ekstremitas. Ketika serangan kejang, pasien masih dapat mempertahankan kesadarannya.

B.Kejang parsial kompleks

Kesadaran terganggu. Otomatisasi biasanya sering terjadi (50-70% kasus) C.Kejang parsial yang menjadi umum

Penyebaran sinyal kejang parsial kompleks dapat menyebabkan generalisasi sekunder dengan kejang tonic-clonic. Ketika penyebaran sinyal dapat terlihat postur distonik, dan gerakan tonik/klonik ekstremitas dan wajah.

(8)

Kejang umum A. Absence Seizure Terbagi jadi 2: -tipikal

-atipikal

Mencakup 10% kasus kejang dan lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Karakteristik utama absence seizure ini adalah adanya berhenti aktivitas sesaat tanpa respon dan kesadaran. Onset dan kembalinya cepat, tidak ada aura atau gangguan setelahnya. Frekuensi terjadinya dapt bervariasi dari hitungan hari, tapi bisa juga sampai ratusan dalam sehari. Rata-rata durasi absence seizure tipikal adalah <10 detik.

Mayoritas absence seizure tipikal (absence complex) memiliki:

-gerakan klonik (mata berkedip, nystagmus, mild jerking dariekstremitas) -perubahan tonus (meningkat atau menurun)

-automatisasi

-gejala otonom (urinary incontinence, dilatasi pupi, dan lain lain) Pemeriksan neurologis didapakan normal.

Absence seizure atipikal durasinya lebih panjang dengan onset yang lebih progresif, namun kembalinya lebih perlahan.

-perubahan tonus lebih -otomatisasi lebih jarang

Biasanya berasosiasi dengan kelainan structural pada otak baik diffuse maupunmultifocal, makanya  biasanya ada tanda disfungsi neurologis, seperti retardasi mental. Terlebih lagi, kejang atipik ini kurang

respon terhadap obat antiepileptic dibandingkan kejang absen tipikal.

Membedakan kejang absen dan kejang partial kompleks (sama-sama hilang kesadaran, dengan atau tanpa otomatisasi): durasi kejadian lebih lama (>30 detik)dan terjadi kebingungan postictal pada kejang parsial kompleks. Selain itu bisa terjadi aura dulu.

Pola EEG: generalized, rhythmic, frontally dominant spike-and-wave discharges. Frekuensi spike-wave kompleks biasanaya 3Hz, biasanya diawal frekuensinya lebih cepat. Pola atipik: lebih lambat (frekuensi 2.5Hz atau kurang) dan lebih ireguler

(9)

B. Myoclonic Seizure

Adalah kejang yang singkat, kontraksi sperti syok. Sangat singkat (<0.5s) sehingga walaupun general, tidak diiringin dengan gangguan kesadaran yang terlihat. Dapat terjadi sebagai kejadian yang terisolasi atau dalam kulster, yang biasanya tidak ritmis.

Pola EEG: polyspike dan slow wave discharge.

Bentuk fisiologis myoklonik: gerakan jerking mendadak ketika baru tertidur. Kejang myoclonic terjadi karena disfungsi tingkat kortikal.

C. Klonik

Terjadi gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi yang disertai spasme pada ekstremitas.

D. Tonik

Pada awal fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil. Anak tiba-tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang progresif.

E. Kejang Tonik –  Klonik(Grand mal) 

- Tidak ada aura - Mata ke arah atas

- Kontraksi tonik umum   kontraksi klonik

- Ritmik berulang beberapa menit - Sianosis

- Sering disertai urinasi spontan - Pasien terlihat bingung

- Terjadi pada anak dan dewasa

Pasien kehilangan kesadaran dengan otot kaku dan ada gerakan  jerking . Biasanya berlangsung 1-3 menit dan butuh waktu lebih lama untuk sadar. Jika berlangsung lebih dari 5 menit maka masuk dalam kondisi emergensi.

Fase tonik muncul pertama kali   seluruh otot kaku, udara yang masuk paksa melalui pita suara akan menimbulkan suara seperti mengerang atau menangis. Kesadaran hilang dan jatuh ke lantai. Lidah atau  pipi mungkin tergigit dan wajah akan membiru.

Fase klonik muncul setelahnya  lengan dan kaki akan mulai  jerking  secara cepat dan ritmis, menekuk dan memanjang di persendian siku, pinggul, dan lutut. Setelah beebrapa menit akan melambat dan  berhenti. Kontrol kemih kadang akan hilang saat tubuh mulai relaks. Kesadaran akan kembali secara  perlahan dan pasien akan terlihat bingung, linglung, atau depresi.

(10)

Jika berlangsung lebih dari 5 menit maka dibutuhkan bantuan medis. Sedangkan jika berlangsung lebih dari 10 menit maka mengindikasikan kondisi bahaya yang disebut convulsive status epilepticus.

Penanganan: pastikan pasien bernapas dan tidak ada injury. Posisikan pasien pada satu sisi (menyamping) agar jalur napas tetap paten.

F. Kejang Atonik

- Tiba –  tiba hilang semua tonus otot & jatuh - Kelopak mata jatuh

- Kepala turun, mengangguk - Jatuh ke lantai

- Pasien tetap sadar - Berlangsung < 15 detik

- Mulai ketika masa kanak-kanak dan bisa berlangsung hingga remaja

Disebut juga “drop attacks” atau “drop seizures”. Setelah serangan berakhir, pasien dapat terlihat  bingung. Karena kejang ini seringkali menimbulkan injury, maka pertolongan pertama mungkin

dibutuhkan. Biasanya pemakaian helm direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kejang tipe ini. TATALAKSANA

Medikamentosa

• Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intravena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena dan atau tidak tersedia sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskuler

• Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan / menit.

Pengobatanrumatan

• Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosistunggalatauterbagitiap 12 jam secaraintravenaatau per oral. Sampaibebaskejang 7 hari.

• Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral. dosis terbagi dua atau tiga

Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organism tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri

(11)

4 mg/kg sekalisehari 3.5 mg/kg sekalisehari

 2 kg

5 mg/kg sekalisehari 3.5 mg/kg sekalisehari

Gangguan metabolik

• Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat hipoksia atau asfiksia. Untuk kasus ini diberikan:

 –  Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama banyak secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak ada respon klinis.

Spasme/ tetanus

• Berikan Diazepam 10mg/kg BB/ haridengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam, maksimum 40 mg/ kg/hari

• Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat meskipun bayi masih mengalami spasme.

• Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau busuk obati untuk infeksi tali pusat.

• Beribayi:

• Human Tetanus Immunoglobin 500 IU IM, bilatersedia, atauberisepadanannya, antitoksin tetanus 5,000 IU IM

• Toksoid Tetanus IM pada tempat yg berbeda dg tempat pemberian antitoksin

• Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama tujuh hari

• Anjurkan ibunya untuk mendapat Toksoid Tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya dan bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian dosis ke dua.

• Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan tindakan bedah, dapat dirujuk.

TERAPI SUPORTIF

• Menjagapatensijalannapasdanpemberianoksigenuntukmencegahhipoksiaotak yang berlanjut. • Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat

• Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik dan beri ASI peras diantara spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan

Manajemen khusus

Sebuah andalan dalam terapi kejang neonatal adalah diagnosis dan pengobatan etiologi yang mendasari (misalnya, hipoglikemia, hipokalsemia, meningitis, penarikan obat, trauma), setiap kali salah

(12)

satu dapat diidentifikasi. Ada pendekatan yang bertentangan mengenai kontrol kejang neonatal. Satu  pertimbangan penting sebelum memulai antikonvulsan adalah memutuskan apakah pasien perlu menerima terapi intravena dan pemuatan dengan bolus awal atau hanya dapat dimulai pada dosis  pemeliharaan obat long-acting. Pasien sering membutuhkan bantuan ventilasi setelah menerima dosis  pemuatan intravena atau lisan dari AED, dan dengan demikian tindakan pencegahan untuk pengamatan

dan intervensi yang diperlukan diperlukan. Pilihan obat:

1. Fenobarbital

Fenobarbital dianggap oleh banyak orang sebagai obat pilihan pertama dalam kejang neonatal. Dosis muatan biasa adalah 20 mg / kg. Jika dosis ini tidak efektif, maka dosis tambahan dari 5 sampai 10 mg / kg dapat diberikan sampai dosis 40 mg / kg tercapai. Dua puluh empat jam setelah memulai dosis muatan, pemeliharaan dosis dapat dimulai pada 3-6 mg / kg / hari biasanya diberikan dalam 2 dosis terpisah. Fenobarbital dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan melalui ginjal. Dengan demikian, setiap kelainan pada fungsi organ-organ ini mengubah metabolisme obat dan dapat menyebabkan keracunan. Pada bayi dengan asidosis atau penyakit kritis yang mungkin mengubah kadar protein serum, bebas (yaitu, tidak terikat protein) tingkat obat harus diikuti dengan hati-hati.

2. Phenytoin dan Fosphenytoin

Jika beban total dosis 40 mg / kg fenobarbital tidak efektif, maka dosis muatan 15-20 mg / kg fenitoin dapat diberikan secara intravena. Tingkat di mana dosis harus diberikan tidak boleh melebihi 0,5-1 mg / kg / menit untuk mencegah masalah jantung, dan obat harus dihindari pada  pasien dengan penyakit jantung yang signifikan. Denyut jantung harus dipantau sementara  pengadministrasian obat. Hal ini tidak mungkin untuk mencampur fenitoin atau fosphenytoin dengan solusi dekstrosa. Karena kelarutan berkurang nya, reaksi kulit lokal berpotensi parah, interaksi dengan obat lain dan toksisitas jantung mungkin, fenitoin intravena tidak banyak digunakan.

Fosphenytoin, yang merupakan prodrug ester fosfat, adalah lebih baik. Hal ini sangat larut dalam air dan dapat diberikan sangat aman intravena dan intramuskuler, tanpa menyebabkan cedera pada jaringan. Fosphenytoin diberikan dalam setara fenitoin (PE). Dosis muatan biasa fosphenytoin adalah 15-20 PE / kg diberikan selama 30 menit. Dosis pemeliharaan 4-8 PE / kg /

(13)

4. Diazepam dan Midazolam

Diazepam sangat lipofilik, sehingga mendistribusikan sangat cepat ke otak dan kemudian dihapus dengan sangat cepat keluar, membawa risiko kekambuhan kejang. Seperti benzodiazepin intravena lainnya, ia membawa risiko apnea dan hipotensi, terutama jika pasien juga pada  barbiturat, sehingga pasien perlu diamati untuk 3-8 jam setelah pemberian. Dosis umum adalah 0,1-0,3 mg / kg IV selama 3-5 menit, diberikan setiap 15-30 menit untuk total dosis maksimal 2 mg. Namun, karena pernapasan dan tekanan darah keterbatasan dan karena persiapan intravena mengandung sodium benzoate dan asam benzoic, saat ini tidak dianjurkan sebagai agen lini  pertama. Ada peningkatan pengalaman dengan penggunaan midazolam pada neonatus. Dosis yang digunakan telah di kisaran 0,05-0,1 mg / kg IV, dengan infus kontinu 0.5-1 G / kg / min IV yang dapat secara bertahap dititrasi ke atas setiap 5 menit untuk sekitar 2 G / kg / min untuk mencapai kontrol kejang.

5. Obat-obatan lain

Primidone, lidocaine, carbamazepine, valproate, lamotrigin, topiramate, dan levetiracetam telah digunakan. Namun, banyak dari obat ini berpotensi beracun, dan beberapa, termasuk valproate, lebih cenderung menjadi racun pada anak <2 tahun usia dibandingkan anak yang lebih tua. Di sisi lain, meskipun tidak ada data kinetika neonatal baik obat, topiramate dan levetiracetam telah dilaporkan menjadi obat pilihan kedua dan ketiga untuk sekitar setengah dari ahli saraf pediatrik yang disurvei. Dosis yang digunakan adalah hingga 20 mg / kg / hari topiramate dan 10-30 mg / kg / hari levetiracetam.

Durasi terapi

Durasi terapi berhubungan dengan risiko mengembangkan kemudian epilepsi pada bayi yang menderita kejang neonatal, yang berkisar antara 10-30% dan tergantung pada pemeriksaan individu neurologis, etiologi kejang, dan EEG pada saat pulang dari rumah sakit . Secara umum, jika EEG pada saat debit tidak paroksismal, maka obat biasanya meruncing. Jika EEG tetap paroksismal, maka keputusan biasanya tertunda selama beberapa bulan setelah debit.

Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan anak di RS (WHO):  –  Berikan diazepam secara rektal

o Masukkan satu ampul diazepam ke dalam spuit 1 ml. Sesuaikan dosis dengan berat badan

anak bila memungkinkan (lihat tabel), kemudian lepaskan jarumnya.

o Masukkan spuit ke dalam rektum 4-5 cm, injeksikan larutan diazepam. o Rapatkan kedua pantat anak selama beberapa menit

Umur/Berat Badan Anak

Diazepam diberikan secara rektal (larutan 10 mg/2 ml)

Dosis 0,1 ml/kg (0,4-0,6 mg/kg) 2 minggu sampai 2 bulan (<4 kg)* 0,3 ml (1,5 mg)

(14)

4 bulan sampai <12 bulan (6 – <10 kg) 1,0 ml (5 mg) 1 tahun sampai <3 tahun (10 – <14 kg) 1,25 ml (6,25 mg)

3 tahun sampai <5 tahun (14-19 kg) 1,5 ml (7,5 mg)

 –  Jika kejang masih berlanjut selama 10 menit, berikan dosis kedua secara rektal atau berikan diazepam IV 0,05 ml/kg (0,25-0,5 mg/kgBB, kecepatan 0,5-1 mg/menit atau total 3-5 menit) bila infus terpasang dan lancar.

 –  Jika kejang berlanjut setelah 10 menit kemudian, berikan dosis ketiga diazepam (rektal.IV) atau  berikan fenitoin IV 15 mg/kgBB (maksimal kecepatan pemberian 50 mg/menit, awas terjadi

aritmia), atau fenobarbital IV atau IM 15 mg/kgBB (terutama untuk bayi kecil*).

 –  Rujuk ke rumah sakit rujukan dngan kemampuan lebih tinggi yang terdekat bila dalam 10 menit kemudian masih kejang (untuk mendapatkn penatalaksanaan lebih lanjut status konvulsivus).

 –  Jika anak mengalami demam tinggi:

o Kompres dengan air biasa (suhu ruangan) dan berikan parastamol secara rektal (10-15

mg/kgBB)

o Jangan beri pengobatan secara orang sampai kejang bisa ditanggulaing (bahaya aspirasi

 –  Gunakan fenobarbital (larutan 200 mg/ml) dalam dosis 20 mg/kgBB untuk menanggulangi kejang  pada bayi berumur <2 minggu:

o Berat badan 2 kg → dosis awal: 0,2 ml, ulangi 0,1 ml setelah 3 0 menit bila kejang berlanjut. o Berat badan 3 kg → dosis awal: o,3 ml, ulangi 0,15 ml setelah 30 menit bila kejang

(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman R. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed: Elsevier/Saunders; 2011.

2. Ilmu Kesehatan Anak. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 4: Ilmu Kesehatan Anak; 2012.

3. Hadjilaizou SM, Bourgeois SD. Current Management in Child Neurology, Third Edition. BC Decker Inc. 2012.

4. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di kabupaten/kota. Jakarta. 2008.

5. Weftbrook GR.Seizure and Epilepsy 1st  ed. Principal of NeuroScience. New York. McGrawHill.2000.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati teks percakapan yang ditayangkan pada slide PPT, siswa dapat menganalisis kosakata yang berkaitan dengan lingkungan sehat menggunakan bahasa tulis dengan

Pada model pembelajaran kolaboratif kewenangan dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya peserta didiklah yang harus lebih aktif. Guru

Kegiatan pertunjukan ini akan sering diadakan untuk mendukung proses pembelajaran musik itu sendiri karena pada dasarnya musik adalah seni pertunjukan dan banyak hal yang tidak

Catatan: Cheat ini akan tidak aktif atau mati ketika cheat ditekan untuk yang

Untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan mahasiswa, dilakukan praktikum di Laboratorium dan Praktek Lapangan yang mencakup: pengenalan peta dan legenda peta tanah

Staphylococcus aureus dan Staphy- lococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan penyakit kulit seperti jerawat, bisul, dan infeksi luka bakar;

Ketika arus mengalir stabil dalam kawat, besarnya  I   harus sama sepanjang garis; jika tidak, muatan akan menumpuk di suatu tempat, dan itu tidak akan menjadi arus

responden dengan presentase 21,42%, hal ini karena mereka memberikan apresiasi terhadap kemajuan demokrasi indonesia, dan `30 dari 56 responden dengan presentase