CLINICAL SCIENCE SESSION
CLINICAL SCIENCE SESSION
TATALAKSANA KEJANG ANAK
TATALAKSANA KEJANG ANAK
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK
Oleh:
Oleh:
Muhammad
Muhammad Kautsar Kautsar 1301-12131301-1213-0528-0528 Dimas
Dimas Febrian Febrian Purnomo Purnomo 1301-12131301-1213-0522-0522 Nadytia Ku
Nadytia Kusumadjayasumadjayanti nti 1301-1212-0591301-1212-05955 Ratnamala
Ratnamala A/P A/P Ramasamy Ramasamy 1301-12131301-1213-2518-2518 Gayatri
Gayatri A/P A/P Kalai Kalai Chalvan Chalvan 1301-12131301-1213-2543-2543 Thiban
Thiban Raj Raj A/L A/L Manoraj Manoraj 1301-12121301-1212-3545-3545 Hilda
Hilda Fasina Fasina 1301 1301 1213 1213 06790679 Ignatia
Ignatia Ratna Ratna Prativi Prativi 1301 1301 1213 1213 05240524 Indriyani
Indriyani Asri Asri Dewi Dewi 1301 1301 1213 1213 06230623 Thaninthir
Thaninthiran an S/O S/O Manivel Manivel sedang sedang prosesproses Harvinder
Harvinder Kaur Kaur A/P A/P Jas Jas Beer Beer Singh Singh 1301 1301 1213 1213 25252525
Preseptor:
Preseptor:
Prof
Prof .. Dr Dr .. Heda MelindaHeda Melinda D.N., dr., SpA(K)., M.KesD.N., dr., SpA(K)., M.Kes
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG BANDUNG
2014 2014
ABSTRAK
Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol yang sering ditemukan pada neonatus dan anak-anak akibat aktivitas listrik otak yang abnormal Manifestasi ini umum ditemukan pada kelompok usia pediatric dan terjadi pada 10% anak-anak. Kejang yang terjadi pada neonatus dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen. Penyebab kejang pada neonatus sangat bervariasi dan dapat dibagi secara proses menjadi dua bagian besar yaitu proses ekstra kranial dan intra kranial.
Pengkajian terhadap tanda dan gejala kejang serta faktor pencetus kejang sangat penting dalam pemberian intervensi keperawatan yang tepat pada neonatus. Ketika pasien datang, maka tindakan Airway, Breathing, dan Circulation harus dilakukan sebagai penyelamatan pertama. Dampak lanjut dari kejang pada neonates dan anak dapat menimbulkan kematian dan gejala sisa. Mengingat dampak tersebut, penatalaksanaan perawatan terkini dan berkualitas menjadi bagian penting untuk penderita kejang.
DAFTAR ISI ABSTRAK ……….………2 DAFTAR ISI ……….………….3 PENDAHULUAN ………..………4 PEMBAHASAN ……….………...5 DAFTAR PUSTAKA ………..……….16
PENDAHULUAN
Kejang merupakan peristiwa yang sering ditemukan pada neonatus dan anak-anak yang merupakan manifestasi klinis dari disfungsi neurologi setelah terjadinya berbagai macam kerusakan pada susunan saraf pusat.
Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol pada episode tertentu yang disebabkan oleh peristiwa pelepasan muatan-muatan listrik di dalam otak secara berlebihan. Kejang pada neonatus biasanya berbeda
dengan kejang yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang lebih besar. Perbedaan ini disebabkan oleh karena proses myelinisasi sistem saraf pusat pada neonates belum sempurna sehingga kejang umum tonikklonik tidak terjadi pada neonatus. Kejang pada neonatus lebih sering bersifat tersamar dan sulit teridentifikasi karena proses transmisi muatan listrik di otak tidak terjadi dengan baik.
Tatalaksana kejang membutuhkan tindakan yang segera dan harus didahulukan untuk menstabilisasi pasien sebelum mencari etiologinya. Kejang juga sebaiknya dikenal dari prosesnya, yakni eksrakranial atau intrakranial sehingga tatalaksana dapat dilaksanakan sampai ke tingkat menyelesaikan permasalahan etiologinya. Tatalaksana dini juga sebaiknya dijelaskan kepada orangtua untuk menangani kejadi serupa sebelum tiba di rumah sakit. Penulis akan membahas diagnosis banding dan tatalaksana kejang pada anak, agar kejang pada anak dapat ditangani secara dini.
PEMBAHASAN Diagnosis banding kejang demam berdasarkan etiologinya Etiologi kejang digolongkan :
I. Intrakranial 1. Infeksi Meningitis Septik syok Malaria serebral Tetanus neonatarum 2. Neoplasma Tumor kepala 3. Trauma Cedera kepala II. Ekstrakanial
1. Congenital: riwayat keluarga kejang demam
Asfiksia pada waktu lahir
Ensefalopathi hipoksi iskemik (HIE) 2. Lainnya: Gangguan metabolik - Hiperglikemi - Hipokalsemia - Hipomagnesium - Gangguan elektrolit - Ketoasidosis diabetikum Toksik - Intoksikasi anastesi
- Drug withdrawal (penghentian obat)
Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat dibawah. Klasifikasi kejang:
I.Kejang parsial (fokal, lokal) A.Kejang fokal sederhana B.Kejang parsial kompleks
C.Kejang parsial yang menjadi umum II.Kejang umum A.Absens B.Mioklonik C.Klonik D.Tonik E.Tonik-klonik F.Atonik
Diagnosis banding pada bayi muda (kurang dari 2 bulan) yang mengalami lemah/letargis, tidak sadar atau kejang
Kejang Demam
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal 380C) adalah salah satu bentuk proses ekstrakranium, dan biasa dikenal dengan kejang demam.
Kriteria diagnosis:
Kejang demam kompleks Berlangsung lama >15menit
Fokal/parsial atau umum yang didahului fokal/parsial Kejang berulang >=2x dalam 24 jam
Kejang demam sederhana
Yang tidak memenuhi kriteria kejang demam kompleks
Proses terjadinya sebenarnya belum dipahami secara pasti, namun teorinya:
Ketika demam, kebutuhan metabolic basal akan meningkat 10-15% asam laktat dan CO2 akan meningkat dan menimbulkan kerusakan neuron sehingga menimbulkan perubahan keseimbangan membrane basal mudak ekstasi kejang. Selain itu pada anak dengan riwayat kejang demam pada kelarga biasanya didapatkan defek pada subunit reseptor GABA.
Klasifikasi kejang dalam I nternati onal L eague Against Epil epsy of Epil eptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu dapat dilihat dibawah:
Kejang parsial (fokal, lokal) A.Kejang fokal sederhana
Gejala paling umum adalah gerakan motorik. Gerakannya berupa tonic atau clonic yang asinkron dan cenderung melibatkan wajah, leher, dan ekstremitas. Ketika serangan kejang, pasien masih dapat mempertahankan kesadarannya.
B.Kejang parsial kompleks
Kesadaran terganggu. Otomatisasi biasanya sering terjadi (50-70% kasus) C.Kejang parsial yang menjadi umum
Penyebaran sinyal kejang parsial kompleks dapat menyebabkan generalisasi sekunder dengan kejang tonic-clonic. Ketika penyebaran sinyal dapat terlihat postur distonik, dan gerakan tonik/klonik ekstremitas dan wajah.
Kejang umum A. Absence Seizure Terbagi jadi 2: -tipikal
-atipikal
Mencakup 10% kasus kejang dan lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Karakteristik utama absence seizure ini adalah adanya berhenti aktivitas sesaat tanpa respon dan kesadaran. Onset dan kembalinya cepat, tidak ada aura atau gangguan setelahnya. Frekuensi terjadinya dapt bervariasi dari hitungan hari, tapi bisa juga sampai ratusan dalam sehari. Rata-rata durasi absence seizure tipikal adalah <10 detik.
Mayoritas absence seizure tipikal (absence complex) memiliki:
-gerakan klonik (mata berkedip, nystagmus, mild jerking dariekstremitas) -perubahan tonus (meningkat atau menurun)
-automatisasi
-gejala otonom (urinary incontinence, dilatasi pupi, dan lain lain) Pemeriksan neurologis didapakan normal.
Absence seizure atipikal durasinya lebih panjang dengan onset yang lebih progresif, namun kembalinya lebih perlahan.
-perubahan tonus lebih -otomatisasi lebih jarang
Biasanya berasosiasi dengan kelainan structural pada otak baik diffuse maupunmultifocal, makanya biasanya ada tanda disfungsi neurologis, seperti retardasi mental. Terlebih lagi, kejang atipik ini kurang
respon terhadap obat antiepileptic dibandingkan kejang absen tipikal.
Membedakan kejang absen dan kejang partial kompleks (sama-sama hilang kesadaran, dengan atau tanpa otomatisasi): durasi kejadian lebih lama (>30 detik)dan terjadi kebingungan postictal pada kejang parsial kompleks. Selain itu bisa terjadi aura dulu.
Pola EEG: generalized, rhythmic, frontally dominant spike-and-wave discharges. Frekuensi spike-wave kompleks biasanaya 3Hz, biasanya diawal frekuensinya lebih cepat. Pola atipik: lebih lambat (frekuensi 2.5Hz atau kurang) dan lebih ireguler
B. Myoclonic Seizure
Adalah kejang yang singkat, kontraksi sperti syok. Sangat singkat (<0.5s) sehingga walaupun general, tidak diiringin dengan gangguan kesadaran yang terlihat. Dapat terjadi sebagai kejadian yang terisolasi atau dalam kulster, yang biasanya tidak ritmis.
Pola EEG: polyspike dan slow wave discharge.
Bentuk fisiologis myoklonik: gerakan jerking mendadak ketika baru tertidur. Kejang myoclonic terjadi karena disfungsi tingkat kortikal.
C. Klonik
Terjadi gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi yang disertai spasme pada ekstremitas.
D. Tonik
Pada awal fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil. Anak tiba-tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang progresif.
E. Kejang Tonik – Klonik(Grand mal)
- Tidak ada aura - Mata ke arah atas
- Kontraksi tonik umum kontraksi klonik
- Ritmik berulang beberapa menit - Sianosis
- Sering disertai urinasi spontan - Pasien terlihat bingung
- Terjadi pada anak dan dewasa
Pasien kehilangan kesadaran dengan otot kaku dan ada gerakan jerking . Biasanya berlangsung 1-3 menit dan butuh waktu lebih lama untuk sadar. Jika berlangsung lebih dari 5 menit maka masuk dalam kondisi emergensi.
Fase tonik muncul pertama kali seluruh otot kaku, udara yang masuk paksa melalui pita suara akan menimbulkan suara seperti mengerang atau menangis. Kesadaran hilang dan jatuh ke lantai. Lidah atau pipi mungkin tergigit dan wajah akan membiru.
Fase klonik muncul setelahnya lengan dan kaki akan mulai jerking secara cepat dan ritmis, menekuk dan memanjang di persendian siku, pinggul, dan lutut. Setelah beebrapa menit akan melambat dan berhenti. Kontrol kemih kadang akan hilang saat tubuh mulai relaks. Kesadaran akan kembali secara perlahan dan pasien akan terlihat bingung, linglung, atau depresi.
Jika berlangsung lebih dari 5 menit maka dibutuhkan bantuan medis. Sedangkan jika berlangsung lebih dari 10 menit maka mengindikasikan kondisi bahaya yang disebut convulsive status epilepticus.
Penanganan: pastikan pasien bernapas dan tidak ada injury. Posisikan pasien pada satu sisi (menyamping) agar jalur napas tetap paten.
F. Kejang Atonik
- Tiba – tiba hilang semua tonus otot & jatuh - Kelopak mata jatuh
- Kepala turun, mengangguk - Jatuh ke lantai
- Pasien tetap sadar - Berlangsung < 15 detik
- Mulai ketika masa kanak-kanak dan bisa berlangsung hingga remaja
Disebut juga “drop attacks” atau “drop seizures”. Setelah serangan berakhir, pasien dapat terlihat bingung. Karena kejang ini seringkali menimbulkan injury, maka pertolongan pertama mungkin
dibutuhkan. Biasanya pemakaian helm direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kejang tipe ini. TATALAKSANA
Medikamentosa
• Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intravena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena dan atau tidak tersedia sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskuler
• Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan / menit.
Pengobatanrumatan
• Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosistunggalatauterbagitiap 12 jam secaraintravenaatau per oral. Sampaibebaskejang 7 hari.
• Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral. dosis terbagi dua atau tiga
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organism tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri
4 mg/kg sekalisehari 3.5 mg/kg sekalisehari
2 kg
5 mg/kg sekalisehari 3.5 mg/kg sekalisehari
Gangguan metabolik
• Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat hipoksia atau asfiksia. Untuk kasus ini diberikan:
– Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama banyak secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak ada respon klinis.
Spasme/ tetanus
• Berikan Diazepam 10mg/kg BB/ haridengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam, maksimum 40 mg/ kg/hari
• Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat meskipun bayi masih mengalami spasme.
• Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau busuk obati untuk infeksi tali pusat.
• Beribayi:
• Human Tetanus Immunoglobin 500 IU IM, bilatersedia, atauberisepadanannya, antitoksin tetanus 5,000 IU IM
• Toksoid Tetanus IM pada tempat yg berbeda dg tempat pemberian antitoksin
• Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama tujuh hari
• Anjurkan ibunya untuk mendapat Toksoid Tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya dan bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian dosis ke dua.
• Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan tindakan bedah, dapat dirujuk.
TERAPI SUPORTIF
• Menjagapatensijalannapasdanpemberianoksigenuntukmencegahhipoksiaotak yang berlanjut. • Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat
• Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik dan beri ASI peras diantara spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan
Manajemen khusus
Sebuah andalan dalam terapi kejang neonatal adalah diagnosis dan pengobatan etiologi yang mendasari (misalnya, hipoglikemia, hipokalsemia, meningitis, penarikan obat, trauma), setiap kali salah
satu dapat diidentifikasi. Ada pendekatan yang bertentangan mengenai kontrol kejang neonatal. Satu pertimbangan penting sebelum memulai antikonvulsan adalah memutuskan apakah pasien perlu menerima terapi intravena dan pemuatan dengan bolus awal atau hanya dapat dimulai pada dosis pemeliharaan obat long-acting. Pasien sering membutuhkan bantuan ventilasi setelah menerima dosis pemuatan intravena atau lisan dari AED, dan dengan demikian tindakan pencegahan untuk pengamatan
dan intervensi yang diperlukan diperlukan. Pilihan obat:
1. Fenobarbital
Fenobarbital dianggap oleh banyak orang sebagai obat pilihan pertama dalam kejang neonatal. Dosis muatan biasa adalah 20 mg / kg. Jika dosis ini tidak efektif, maka dosis tambahan dari 5 sampai 10 mg / kg dapat diberikan sampai dosis 40 mg / kg tercapai. Dua puluh empat jam setelah memulai dosis muatan, pemeliharaan dosis dapat dimulai pada 3-6 mg / kg / hari biasanya diberikan dalam 2 dosis terpisah. Fenobarbital dimetabolisme dalam hati dan diekskresikan melalui ginjal. Dengan demikian, setiap kelainan pada fungsi organ-organ ini mengubah metabolisme obat dan dapat menyebabkan keracunan. Pada bayi dengan asidosis atau penyakit kritis yang mungkin mengubah kadar protein serum, bebas (yaitu, tidak terikat protein) tingkat obat harus diikuti dengan hati-hati.
2. Phenytoin dan Fosphenytoin
Jika beban total dosis 40 mg / kg fenobarbital tidak efektif, maka dosis muatan 15-20 mg / kg fenitoin dapat diberikan secara intravena. Tingkat di mana dosis harus diberikan tidak boleh melebihi 0,5-1 mg / kg / menit untuk mencegah masalah jantung, dan obat harus dihindari pada pasien dengan penyakit jantung yang signifikan. Denyut jantung harus dipantau sementara pengadministrasian obat. Hal ini tidak mungkin untuk mencampur fenitoin atau fosphenytoin dengan solusi dekstrosa. Karena kelarutan berkurang nya, reaksi kulit lokal berpotensi parah, interaksi dengan obat lain dan toksisitas jantung mungkin, fenitoin intravena tidak banyak digunakan.
Fosphenytoin, yang merupakan prodrug ester fosfat, adalah lebih baik. Hal ini sangat larut dalam air dan dapat diberikan sangat aman intravena dan intramuskuler, tanpa menyebabkan cedera pada jaringan. Fosphenytoin diberikan dalam setara fenitoin (PE). Dosis muatan biasa fosphenytoin adalah 15-20 PE / kg diberikan selama 30 menit. Dosis pemeliharaan 4-8 PE / kg /
4. Diazepam dan Midazolam
Diazepam sangat lipofilik, sehingga mendistribusikan sangat cepat ke otak dan kemudian dihapus dengan sangat cepat keluar, membawa risiko kekambuhan kejang. Seperti benzodiazepin intravena lainnya, ia membawa risiko apnea dan hipotensi, terutama jika pasien juga pada barbiturat, sehingga pasien perlu diamati untuk 3-8 jam setelah pemberian. Dosis umum adalah 0,1-0,3 mg / kg IV selama 3-5 menit, diberikan setiap 15-30 menit untuk total dosis maksimal 2 mg. Namun, karena pernapasan dan tekanan darah keterbatasan dan karena persiapan intravena mengandung sodium benzoate dan asam benzoic, saat ini tidak dianjurkan sebagai agen lini pertama. Ada peningkatan pengalaman dengan penggunaan midazolam pada neonatus. Dosis yang digunakan telah di kisaran 0,05-0,1 mg / kg IV, dengan infus kontinu 0.5-1 G / kg / min IV yang dapat secara bertahap dititrasi ke atas setiap 5 menit untuk sekitar 2 G / kg / min untuk mencapai kontrol kejang.
5. Obat-obatan lain
Primidone, lidocaine, carbamazepine, valproate, lamotrigin, topiramate, dan levetiracetam telah digunakan. Namun, banyak dari obat ini berpotensi beracun, dan beberapa, termasuk valproate, lebih cenderung menjadi racun pada anak <2 tahun usia dibandingkan anak yang lebih tua. Di sisi lain, meskipun tidak ada data kinetika neonatal baik obat, topiramate dan levetiracetam telah dilaporkan menjadi obat pilihan kedua dan ketiga untuk sekitar setengah dari ahli saraf pediatrik yang disurvei. Dosis yang digunakan adalah hingga 20 mg / kg / hari topiramate dan 10-30 mg / kg / hari levetiracetam.
Durasi terapi
Durasi terapi berhubungan dengan risiko mengembangkan kemudian epilepsi pada bayi yang menderita kejang neonatal, yang berkisar antara 10-30% dan tergantung pada pemeriksaan individu neurologis, etiologi kejang, dan EEG pada saat pulang dari rumah sakit . Secara umum, jika EEG pada saat debit tidak paroksismal, maka obat biasanya meruncing. Jika EEG tetap paroksismal, maka keputusan biasanya tertunda selama beberapa bulan setelah debit.
Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan anak di RS (WHO): – Berikan diazepam secara rektal
o Masukkan satu ampul diazepam ke dalam spuit 1 ml. Sesuaikan dosis dengan berat badan
anak bila memungkinkan (lihat tabel), kemudian lepaskan jarumnya.
o Masukkan spuit ke dalam rektum 4-5 cm, injeksikan larutan diazepam. o Rapatkan kedua pantat anak selama beberapa menit
Umur/Berat Badan Anak
Diazepam diberikan secara rektal (larutan 10 mg/2 ml)
Dosis 0,1 ml/kg (0,4-0,6 mg/kg) 2 minggu sampai 2 bulan (<4 kg)* 0,3 ml (1,5 mg)
4 bulan sampai <12 bulan (6 – <10 kg) 1,0 ml (5 mg) 1 tahun sampai <3 tahun (10 – <14 kg) 1,25 ml (6,25 mg)
3 tahun sampai <5 tahun (14-19 kg) 1,5 ml (7,5 mg)
– Jika kejang masih berlanjut selama 10 menit, berikan dosis kedua secara rektal atau berikan diazepam IV 0,05 ml/kg (0,25-0,5 mg/kgBB, kecepatan 0,5-1 mg/menit atau total 3-5 menit) bila infus terpasang dan lancar.
– Jika kejang berlanjut setelah 10 menit kemudian, berikan dosis ketiga diazepam (rektal.IV) atau berikan fenitoin IV 15 mg/kgBB (maksimal kecepatan pemberian 50 mg/menit, awas terjadi
aritmia), atau fenobarbital IV atau IM 15 mg/kgBB (terutama untuk bayi kecil*).
– Rujuk ke rumah sakit rujukan dngan kemampuan lebih tinggi yang terdekat bila dalam 10 menit kemudian masih kejang (untuk mendapatkn penatalaksanaan lebih lanjut status konvulsivus).
– Jika anak mengalami demam tinggi:
o Kompres dengan air biasa (suhu ruangan) dan berikan parastamol secara rektal (10-15
mg/kgBB)
o Jangan beri pengobatan secara orang sampai kejang bisa ditanggulaing (bahaya aspirasi
– Gunakan fenobarbital (larutan 200 mg/ml) dalam dosis 20 mg/kgBB untuk menanggulangi kejang pada bayi berumur <2 minggu:
o Berat badan 2 kg → dosis awal: 0,2 ml, ulangi 0,1 ml setelah 3 0 menit bila kejang berlanjut. o Berat badan 3 kg → dosis awal: o,3 ml, ulangi 0,15 ml setelah 30 menit bila kejang
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman R. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed: Elsevier/Saunders; 2011.
2. Ilmu Kesehatan Anak. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 4: Ilmu Kesehatan Anak; 2012.
3. Hadjilaizou SM, Bourgeois SD. Current Management in Child Neurology, Third Edition. BC Decker Inc. 2012.
4. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di kabupaten/kota. Jakarta. 2008.
5. Weftbrook GR.Seizure and Epilepsy 1st ed. Principal of NeuroScience. New York. McGrawHill.2000.