• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Leukemia Limfoblastik Akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Leukemia Limfoblastik Akut"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Leukemia Limfoblastik Akut

Grace Niken Nindita

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara no.6 Jakarta Barat

Latar Belakang

Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena, kegagalan sum-sum tulang dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak, kulit, atau testis. Kegagalan sum-um tulang menimbulkan gejala berupa anemia, netropenia, trombositopenia.1

Leukemia dapat dibagi menjadi 2 yaitu, leukemia akut dan Kronis, yang masing-masing lebih lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid. Kelainan mieloproliferatif, sekelompok keadaan yang ditandai dengan proliferasi abnormal satu atau leih sel-sel hemopoetik dalam sumsum tulang dan pada banyak kasus juga di hepar, limpa. Sel-sel hemopoetik yaitu, eritroid, granulosit dan monosit, serta Megakariosit. Sedangkan Kelainan Limfoproliferatif, sekelompok keadaan yang ditandai oleh proliferasi abnormal sistem limforetikuler (limfosit, plasmosit, histiosit).

Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum tulang dini, disebut sel blas. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah kegagalan sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blas walaupun juga terjadi infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi, secara paradoks, lebih mudah diobati dibandingkan leukemia kronik.1

Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya leih dari 30% sel blas dalam sumsum tulang pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya dibagi menjadi leukemia mieloid akut (AML) dan Leukemia Limfoblastik akut (ALL) berdasarkan apakah sel blasnya terbukti sebagai mieloblas atau limfoblas.

(2)

Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14 tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak.Sebagai strategi untuk meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais (2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak.Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal dan 27,5 % hidup.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Email : Grace.chu43@ymail.com Nim : 10.2009.205, Kelompok : B8

(3)

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung kepada pasien (autoanamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. 2

Anamnesis dilakukan bertujuan mengumpulkan data yang positif dan negative yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan bagian tubuh yang sakit. Ada 6 aspek penting dalam anamnesis yang baik, yaitu :

 Identitas Pasien, yaitu Nama lengkap, Tempat/tanggal lahir, Status perkawinan, Pekerjaan, Alamat, Jenis kelamin, Umur, Agama, Suku bangsa, dan pendidikan  Keluhan Utama, yaitu keluhan paling utama yang menyebabkan pasien memutuskan

untuk periksa ke dokter.

 Riwayat penyakit sekarang, berupa :2

o Kapan mulai muncul gangguan tersebut o Frekuensi serangan

o Sifat serangan, akut/kronis/intermittent o Durasinya, lama menderitanya

o Sifat sakitnya, sakitnya seperti apa

o Lokasinya, dimana letak pasti skaitnya, apakah disitu saja atau berpindah-pindah

o Perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya

o Hubungan dengan fungsi fisiologis yang lain, adakah gangguan fisiologis yang lain, yang ditimbulkan oleh gangguan tidur, banyaknya keringat yang keluar dsb

o Akibat yang timbul, masih dapat bekerja, atau hanya tiduran saja  Riwayat penyakit dahulu, yakni :2

1. Mengenai kemungkinan adanya riwayat penyakit sebelumnya. Pernakah pasien menderita keluhan yang sama di waktu-waktu dahulu, atau keluhan yang mirip dengan yang sekarang dirasakan.

2. Mengenai kemungkinan riwayat penyakit yang pernah diderita dengan melihat diagnosis banding penyakit yang sekarang ini.

3. Kemungkinan pasien menderita penyakit yang serius di waktu-waktu yang lain. Apakah pasien pernah dirawat inap di rumah sakit, sebelumnya.

(4)

 Riwayat kesehatan Keluarga, menanyakan keadaan anggota keluarga mulai dari umur, jenis kelamin, keadaan kesehatan (masih hidup/ meninggal), jika masih hidup sehat/sakit apa, jika sudah meninggal apa penyebab meninggalnya.

 Riwayat penyakit menahun keluarga, apakah pasien atau ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit misalnya alergi, asma, tuberculosis, arthritis, hipertensi, jantung, ginjal, lambung, kencing manis(DM), penyakit liver, stroke dll. Anamnesis pada LLA harus ditanyakan apakah ada gejala anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia, mudah sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi. Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain: Anamnesis yang sistemik mencakup:3-12

1. Keluhan utama:

o Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.

2. Keluhan penyerta:

o Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.4

o Riwayat penyakit lain yang pernah diderita pasien maupun pernah diderita oleh keluarganya,

o Riwayat penyakit yang diderita saat ini.

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan faktor-faktor yang mungkin menyebabkan tercetusnya LLA. Berikut adalah pertanyaannya:

1) Apakah ada saudara pasien yang mengalami leukemia? 2) Apakah pernah terpajan dengan sinar x sebelum lahir? 3) Apakah pernah terpajan dengan radiasi?

4) Apakah pernah di menjalani terapi kimia?

(5)

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik, yang dilakukan adalah:

1) Pemeriksaan vital; tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan frekuensi pernafasan. 2) Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai

splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopati. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan penyebabnya tidak diketahui, hati-hati leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.4

Gambar 1. Splenomegali.

Pemeriksaan lab, yang dilakukan adalah:

1) Darah tepi : Yang dihitung adalah sel darah merah, trombosit, sel darah putih, hemoglobin dan hematokrit. Sediaan hapus Darah Tepi.

2) Aspirasi/pungsi dan biopsi sumsum tulang. Tes ini dilakukan dengan mengaspirasi cairan di sumsum tulang. Aspirasi dapat dilakukan pada tulang pipih(sternum IC2-3), crista iliaca (lebih sering dilakukan karena paling aman), V.lumbalis (proc.spinosus).

(6)

anak < 2th : tibia (lateral/medial). Sedangkan Biopsi menggunakan Jarum : terphine, ukuran lebih besar  PA. Setelas diaspirasi, spesimen akan diperiksa untuk analisis histologi, sitogenik dan immunophenotyping. Tes ini penting untuk mengkonfirmasi diagnosis.

3) Sitokimia. Tes ini untuk melihat gambaran morfologi sel blas pada apusan darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari leukemi mioblastik akut (LMA).

4) Tes sitogenik. Tes ini dilakukan untuk melihat kelainan kromosom. Misalnya kromosom Philadelphia. Tes ini sangat berguna dalam memberikan informasi prognostik.

5) Tes immunophenotyping (Cell Surface marker) : tes ini dilakukan untuk membedakan keganasan sel limfosit B atau T. Tes ini sangat berguna untuk mendiagnosis dan mengklasifikasi LLA. Berikut adalah reagen atau marker yang dipakai untuk identifikasi tipe LLA:

i) Untuk sel prekursor B: Cluster of Differentiation(CD)10, CD19, CD79A, CD22 dan terminal deoxynucleotidyl trsansferase(TdT). ii) Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT. iii) Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22.

6) Biologi molekular. Tes ini dilakukan jika tes analisi sitogenetik gagal. Teknik ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL

Diagnosa

Diagnosis LLA ditegakkan melakukan anamnesis yang terarah dan pemeriksaan lab. Pada pemeriksaan lab, hasil yang didapatkan adalah:1,2

1) Darah tepi : Pemeriksaan hematologik memperlihatkan adanya anemia normositik normokromik dengan trombositopenia pada sebagian besar khasus. Jumlah leukosit dapat menurun, normal, atau meningkat hingga 200 X 109/l atau lebih. Pada umumnya akan terjadi anaemia  Hb,Ht, eritrosit menurun dan trombositopenia

(7)

(kurang dari 25,000/mm3). Proporsi sel blas pad hitung leukosit dapat bervariasi dari 0 sampai 100%. Berdasarkan hitung leukosit dan adanya blas, leukemia dibagi :

a. Leukemia leukemik : leukositosis >30.000, blas ++ b. Leukemia subleukemik : N, 10.000-an, blas + c. Leukemia aleukemik : leukopeni 4000-an/<, blas (-) Sediaan Hapus Darah Tepi :

Eritrosit normositik normokrom, eritrosit berinti Sel blas bervariasi ,

+/-

Pada ANLL, pada sel blas mungkin terdapat Auer rod

2) Aspirasi dan biopsi tulang: pada sediaan apus tulang ditemukan hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak >/=30%, dan gambaran monoton. Eritropoesis, trombopoesis tertekan. Tapi jika sumsum tulang digantikan oleh sel-sel leukemia 

dry-tap (karena serabut retikulin bertambah), maka aspirasi sumsum tulang dapat

tidak berhasil.

3) Sitokimia : Pada LLA, pewarnaan Sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokemia juga berguna untuk membedakan precusor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acis Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry.

4) Sitogenik: mungkin ditemukan kromosom Philadelphia. Kromosom Philadelphia ialah kromosom yang mengalami translokasi dimana terdapat serpihan kromosom 9 dan serpihan kromosom 22 berganti tempat. Hal ini menyebabkan terbentuknya gen BCR-ABL. Terdapat juga kelaianan translokasi yang lain misalnya t(8;14), t(2;8), dan t(8;22) yang dapat ditemukan pada LLA sel B.

(8)

Gambar.2. Kromosom piladelphia3

5) Tes immunophenotyping: tergantung sel limfosit mana yang mengalami keganasan. Tes ini sangat berguna dalam mengklasifikasi LLA.

6) Biologi molekular: jika terdeteksi gen BCR-LBR maka prognosis buruk.

Leukemia Limfoblastik Akut

Penyakit ini disebabkan oleh akumulasi limfoblas dan merupakan penyakit keganasan masa anak yang paling banyak ditemukan.

Berikut adalah klasifikasi untuk LLA.4 1) Klasifikasi immunologi:

a. Prekusor ALL-B : CD19+, CD22+ sitoplasma dan TdT+ tiga subtipe :

 Early pra-B, CD10-

i. Juga disebut ALL pre-pre-B atau pro-B ii. Sering dijumpai pada bayi

 Early pra-B, CD10+ dikenal sebagai common ALL (cALL)  Pra-B

i. µ+intrasitoplasma ii. CD10- atau CD10+

b. T-ALL(25%), memperlihatkan adanya antigen sel T (misal CD7 dan CD3

sitoplasma)

(9)

All-B biasanya sesuai dengan tipe morfologik L3, sedangkan tipe prekusor B atau T mungkin L1 dan secara morfologik tidak dapat dibedakan.

2) Klasifikasi Morfologi the French American British(FAB):3-4

- L1 : sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli yang tidak jelas.

Gambar.3.Morfologi sel LLA tipe L15

- L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti sitoplasma yang rendah.

Gambar.4.Morfologi sel LLA tipe L2.5

- L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik.

(10)

*kebanyakan LLA pada anak mempunyai morfologi L1 sedangkan dewasa L2.

ALL adalah bentuk leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak. Insiden tertinggi terdapat pada usia 3-7tahun, dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe prekusor B yang lazim dijumpai (CD10+), paling sering ditemukan pada anak dan mempunyai insidensi yang sama untuk kedua jenis kelamin. Terdapat predominasi pria yang menderita ALL-T. Frekuensi kejadian ALL lebih rendah setelah usia 10 tahun dengan peningkatan sekunder usia 40 tahun.1

Gambaran Klinis LLA

Gambaran klinis pada penyakit LLA terjadi akibat hal-hal berikut : 1. Kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan :

a. Anemia, dengan gambaran klinis : pucat, letargi, dan dispnea

b. Leukopenia, dengan gambaran klinis : demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorok, kulit, pernapasan, perianal atau infeksi lain

c. Trombositopenia, dengan gambaran klinis berupa : memar spontan, purpura, gusi berdarah, dan menorhagia.

2. Infiltrasi organ yang dapat mengenai tulang, limfa, dan organ-organ tubuh lain, berupa :

a. Nyeri tulang, terutama pada anak b. Limfadenopati superfisial

c. Splenomegali sedang d. Hepatomegali

e. Sindrom meningeal, dengan gambaran klinis seperti : sakit kepala, mual dan muntah, penglihatan kabur dan diplopia. Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan adanya papiledema dan kadang-kadang perdarahan.

f. Manifestasi yang lebih jarang terjadi adalah pembengkakan testis atau tanda-tanda kompresi mediastinum di ALL-T.

(11)

Diagnosis Banding

1. Limfoma Non-Hodgkin

Limfoma adalah sekelompok penyakit heterogen disebabkan oleh limfosit ganas yang biasanya berkumpul dalam kelenjar getah bening dan menyebabkan timbulnya gambaran klinis khas berupa limfadenopati. Kadang-kadang sel-sel ini dapat ‘tumpah’ ke dalam darah (fase leukemik) atau menginfiltrasi organ-organ di luar jaringan limfoid. Limfoma dibagi menjadi penyakit limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin berdasarkan sel-sel Reed-Sternberg (RS) pada pemeriksaan histologik limfoma Hodgkin.1

Penyebab dari penyakit ini sendiri tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus yang masih belum dapat dikenali. Sejenis limfoma non-hodgkin yang berkembang dengan cepat berhubungan dengan infeksi karena HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yaitu suatu retrovirus yang fungsinya menyerupai HIV penyebab AIDS. Limfoma non-Hodgkin juga bisa merupakan komplikasi dari AIDS.

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan :

a. Gangguan pernapasan b. Berkurangnya nafsu makan c. Sembelit berat

d. Nyeri perut

e. Pembengkakan tungkai

Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan Leukemia memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit.

Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala

(12)

neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi abnormal). Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan :

o Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas o Penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah o Penyumbatan kelenjar getah bening sheingga terjadi penumpukan cairan. Gejala Limfoma non-Hodgkin

Gejala Penyebab Kemungkinan timbulnya gejala Gangguan

pernafasan Pembengkakan wajah

Pembesaran kelenjar getah bening di

dada 20-30%

Hilang nafsu makan Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung

Pembesaran kelenjar getah bening di

perut 30-40%

Pembengkakan tungkai

Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut 10% Penurunan berat

badan Diare Malabsorbsi

Penyebaran limfoma ke usus halus 10%

Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura)

Penyumbatan pembuluh getah bening di

dalam dada 20-30%

Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal

Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%

Penurunan berat badan

Demam

Keringat di malam hari

Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%

Anemia

(berkurangnya jumlah sel darah merah)

Perdarahan ke dalam saluran pencernaan

Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma

30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%

(13)

Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran

Mudah terinfeksi oleh bakteri

Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi

20-30%

Untuk mendiagnosa harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening sekaligus untuk membedakannya dari penyakit hodgkin atau penyakit lainnya yang menyebabkan pembesaran getah bening.

Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar luas; hanya sekitar 10-30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu bagian tubuh). Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan limfoma, biasanya dilakukan CT scan perut dan panggul atau dilakukan skening gallium.

2. ITP

Purpura trombositopenia idiopatik (ITP) adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit atau selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita. ITP ini dibagi menjadi dua yaitu ITP akut dan ITP kronis.

ITP akut

ITP akut paling sering terjadi pada anak, pada sekitar 75% pasien episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononucleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan respon imun non spesifik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan).

ITP kronis

Hal ini merupakan kelainan yang relative sering terjadi. Trombositopenia imunologik dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme Sebagian besar orang dewasa yang menderita trombositopenia bentuk indolen yang dapat menetap selama bertahun-tahun dikatakan mengalami ITP kronik. Wanita berusia 20-40 tahun merupakan kelompok

(14)

yang paling sering terkena dan mengalahkan pria denga perbandingan 3:1. Pasien mungkin datang dengan penurunan jumlah trombosit mendadak dan pendarahan yang serupa dengan gambaran pasien ITP.

Perbedaan ITP akut dan kronik

Klinis/ pemeriksaan laboratorium Akut kronik

Usia 2-6 tahun Dewasa

Distribusi kelamin Pria dan wanita sama Wanita:pria= 3:1 Didahului oleh infeksi ± 80% Jarang

Permulaan penyakit Mendadak Perlahan-lahan Jumlah trombosit < 20.000/ul >30.000/ul Eosinofilia dan limfositosis Biasa Jarang

Kadar igA Normal Rendah

Waktu belangsungnya penyakit 2-6 minggu Berbulan-bulan hingga bertahun-tahun Prognosis Resmi spontan pada

80% kasus

Penyakit kronis

berulang-ulang fluktuasi

Etiologi

a. Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik). b. Kemungkinan disebabkan :

o Penyakit ini sering timbul terkait dengan sensitisasi oleh infeksi virus; pada kira-kira 70% kasus ada penyakit yang mendahului seperti rubella, rubeola atau infeksi saluran napas atas virus. Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura rata-rata 2 minggu. Seperti pada bentuk dewasa, tampaknya mekanisme imun merupakan dasar pada trombositopenia.

o Hipersplenisme.

o Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon, diamokkina, sedormid).

o Bahan kimia.

o Pengaruh fisi (radiasi, panas).

o Kekurangan factor pematangan (malnutrisi). o Koagulasi intra vascular diseminata CKID. o Autoimnue.

(15)

Etiologi LLA 1) Idiopatik

2) Diduga merupakan interaksi beberapa faktor Host :  Endogen :

 Familial, dilaporkan adanya kasus-kasus yang terjadi pada 1 keluarga, pada anak kembar.

 Kelainan kromosom : Kromosom Philadelphia, Pada sindrom down, sindrom Turner, resiko leukemia akut meningkat 30x lipat.

 Eksogen : Radiasi, Sinar X, hormon, bahan kimia (bentol,aresn, preparat sulfat)

Epidemiologi LLA

LLA adalah kanker yang sering terdiagnosa pada pasien anak dengan persentasenya adalah 23% LLA anak di bawah umur 15 tahun. Menurut angka insidens yang dikutip oleh National Cancer Institue(NCI), anak yang berkulit putih lebih banyak yang mengalami LLA berbanding anak berkulit hitam dan insidens yang paling tinggi terjadi pada anak Hispanik. Insidens LLA yang paling tinggi pernah direkam di Italy, United States, Switzerland dan Costa Rica.

Patofisiologi LLA

Sel-sel ganas leukemia lymphoblastic akut (ALL) adalah prekursor sel-sel limfoid (yaitu, limphoblas) yang ditahan di tahap awal pengembangan. Penahanan ini disebabkan oleh abnormal ekspresi gen, seringkali sebagai akibat dari translokasi kromosom. Limphoblas menggantikan elemen sumsum normal, mengakibatkan penurunan tajam dalam produksi sel darah normal Akibatnya, anaemia, trombositopenia, dan neutropenia terjadi pada derajat yang bervariasi. Limphoblas juga bisa berproliferasi di organ lain dari sumsum, khususnya hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

(16)

Secara sederhananya dapat dijelaskan sebagai berikut. Sel-sel yang belum matang, dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah jadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah da berpindah ke organ-organ tubuh lainnya dan melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri dan merusak organ-organ yang ditempatinya itu.

Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Anemia

Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh). 2. Perdarahan

Ketika Platelet (sel pembeku darah_trombosit) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).7,10

(17)

3. Terserang Infeksi

Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.

4. Nyeri Tulang dan Persendian

Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.

5. Nyeri Perut.

Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.

6. Pembengkakan Kelenjar Lympa.

Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.

7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).

Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan

Tatalaksana LLA

Terapi yang dilakukan adalah dengan kemoterapi di mana terdapat penggunaan bermacam-macam gabungan obat antaranya dari golongan sitostatik dan kortikosteroid. Pemberiaan obat-obatan ini umummnya mempunyai protokol yang telah ditetapkan oleh ahli-ahli hematologi, onkologi dan pediatrik. Berikut adalah pembagiaan terapi.

(18)

1) Terapi induksi remisi.

Tujuannya adalah mencapai remisi komplit dan mengembalikan hemopoiesis normal. Regimennya bisa 4 jenis obat atau 5 jenis obat. Untuk 4 jenis obat adalah vincristine, prednisone, anthracycline dan cyclophosphamide atau L-asparaginase. Dimana 5 jenis obat adalah vincristine, prednisone, anthracycline, cyclophosphamide dan L-asparaginase.

2) Terapi intensifikasi atau konsolidasi

Tujuan terapi adalah untuk mengeliminasi sel leukemia residual. Regimennya adalah daunorubicin dan cytosine arabinoside(Ara-C).

3) Pemeliharaan jangka panjang

Dilakukan untuk mencegah relaps. Regimennya adalah 6-mercaptopurin dan methotrexate. Namun terdapat juga beberapa protokol tidak memerlukan terapi pemeliharaan jangka panjang.

4) Terapi untuk B-ALL

Kebanyakan LLA sel B tidak dapat diterapi oleh regimen LLA konvensional karena kecepatan proliferasi sel-sel leukemianya tinggi. Maka diberikan terapi

hiperfractional dari cyclophosphamid dosis tinggi dan methrotrexat dosis tinggi atau

ifosfamide dan methrotrexate dosis tinggi.

5) Terapi untuk LLA yang disebabkan oleh kromosom Philadelphia

Regimen yang diberikan adalah nilotinib dan dasatinib. Regimen ini pada dasarnya menghambat BCR-ABL.

Selain itu,pilihan terapi untuk leukemia adalah : kemoterapi, terapi biologi, terapi radiasi, atau transplantasi sel stem. Jika terdapat pembesaran limpa, mungkin dibutuhkan pembedahan untuk mengatasi limpa yang membesar tersebut. Tujuan utama terapi leukemia adalah untuk mencapai remisi sempurna.3-5,7-13

Kemoterapi : Kebanyakan pasien leukemia akan diberikan kemoterapi. Tujuannya

adalah untuk memusnahkan sel leukemia. Regimen kemoterapi yang digunakan tergantung dari jenis leukemianya.3-5,7-13

Terapi biologi : Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan ketahanan tubuh

(19)

dengan leukemia limfositik kronik, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan berikatan dengan sel leukemia sehingga memungkinkan sel kekebalan tubuh membunuh sel leukemia tersebut. Untuk beberapa pasien dengan leukemia mieloid kronik, terapi biologi yang dapat digunakan adalah interferon.1-3,5-11

Terapi radiasi : Terapi radiasi / radioterapi menggunakan sinar x dosis tinggi untuk

membunuh sel leukemia. Umumnya mesin radioterapi diarahkan ke limpa, otak, atau bagian tubuh lainnya di mana sel leukemia berkumpul. Pada beberapa pasien mungkin dilakukan radiasi seluruh tubuh (umumnya sebelum dilakukan transplantasi sumsum tulang).1-3,5-11

Transplantasi sel stem : transplantasi sel stem memungkinkan untuk dilakukan terapi

dengan dosis obat, radiasi, atau keduanya yang tinggi. Terdapat beberapa macam transplantasi sel stem, yaitu transplantasi sumsum tulang, transplantasi sel stem perifer, dan transplantasi darah umbilikal.3-5,7-13 Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu :

 Kromosom Philadelphia

 Perubahan susunan gen MLL

 Hiperleukositosis

 Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu.

Pasien LLA dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani transplantasi sumsum tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai.

Terapi awal bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda/remisi. Kemudian, setelah gejala dan tanda menghilang, diberikan terapi lanjutan untuk mencegah kekambuhan / relaps (disebut terapi maintenance).5

Kebanyakan pasien dengan leukemia akut dapat disembuhkan. Sedangkan leukemia kronik lebih sulit disembuhkan. Selain terapi untuk mengatasi leukemianya, mungkin juga dibutuhkan terapi untuk mengurangi nyeri dan gejala lainnya, yang disebut terapi paliatif.5

(20)

Tahapan terapi LLA:

1. Terapi Remisi (4-6 minggu) :

Prednisone 40 mg/m2 (maks 60 mg) IV/minggu, Vinkristin 1,5 mg/m2 (maks 2 mg) PO/hari,

Asparginase 10.000 U/m2/hari selama 2 mingguan IM. 2. Terapi Intratekal

Terapi triple : MTX ( metotreksat) HC ( hidrokortison ) Ara-C ( sitarabin )

Mingguan 6 kali selama induksi dan kemudian tiap 8 minggu untuk 2 tahun 3. Terapi Lanjutan Sistemik

6-MP (6-Merkaptopurin) 50 mg/m2/hari PO MTX 20 mg/m2/minggu PO, IV, IM

Atur MTX ± 6-MP diberikan dengan dosis tinggi 4. Penambahan ( Reinforcement )

Vinkristin 1,5 mg/m2 ( maks. 2 mg ) IV tiap 4 minggu Prednison 40 mg/m2/hari PO X 7 hari tiap 4 minggu

Komplikasi LLA

Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi ureter setelah pasien diobati untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus

(21)

pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.

Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris dengan granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk pasien dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon buruk terhadap pengobatan.

Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal, sinus, atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5-fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat tersebut.

Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps, campak, rubella ) tidak boleh diberikan.

Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan komponen trommbosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis

(22)

vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindaripada penderita leukemia.

Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih banyak ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan sistemik yang diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi mikroangiopati, kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita keganasan sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama terjadi secara tersembunyi,karena gangguan fungsional tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan muagenik pada terapi antileukemik; meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di antara anak yang dilahirkan oleh orang tua yang penah mendapat pengobatan leukemia.5,7

Prognosis LLA

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakit terdiagnosis. Lebih dari 90% penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. Banyak penderita yang mengalmi kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik. Pada pasien anak-anak maupun dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikro L darah cenderung memilik prognosis yang lebih baik daripada penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.

(23)

Pencegahan LLA

Pencegahan LLA meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikankejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.

Pencegahan Primer

1. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangipaparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.

2. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar denganbenzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan denganmemberikan pengetahuan atau informasi mengenai bahan-bahan karsinogenagar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsungterhadap zat-zat kimia tersebut.

3. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah

Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan menikah.Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai.Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan tersebutmempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau kelainangen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. Jadipasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakitatau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan.Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yangcepat dan tepat.

Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangiperkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ketahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang ahli di rumah sakit.

(24)

Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit.Selain itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan.7,8

Kesimpulan

Anak perempuan 5 tahun dengan gejala pucat 1 bulan yang lalu dengan hematom pada kaki disertai pembesaran kelenjar getah bening dan limpa teraba di Shuffner 2 merupakan gejala dari LLA.

Oleh itu anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik yang bagus serta pemeriksaan lab yang sesuai harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Sekaligus mengeliminasi diagnosis banding yang lain.

Terapi kimia haruslah dilakukan sedini mungkin supaya komplikasi berupa relaps dan kematian dapat dielakkan.

Daftar Pustaka

1) Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. Kapita selektaHematologi. Ed.4. Jakarta : ECG, 2005. p.150-153

2) Kurnia Y, Santoso M, Rumawas J, Winaktu G, Sularyi T.S, Adam H. Buku Panduan Keteramppilan Medik. Jakarta : Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida: 2009: p.5 3) Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia, National Cancer Institute, US National

Institute of Health, 2011, boleh diunduh dari,

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/childALL/Patient

4) Panji IF, Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jilid 2, edisi 5. Jakarta : ECG, 2009. Hal.1266 – 1275.

5) Conter V, Rizzari C, Sala A, Chiesa R, Citterio M, Biondi A, Acute Lymphoblastic Leukemia, 2004. Boleh diunduh dari

(25)

http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALL.pdf

6) Arif M, Kuspul T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S, Anantha DT, et all, Leukemia Limfoblastik Akut, Kapita Selekta Kedokteran. jilid 1, edisi 3. Jakarta : 2009.p.563. 7) Parveen K, Michael C. Acute Leukaemias, Malignant Disease, Kumar & Clark’s

Clinical Medicine, 7th ed. Spain 2005, p. 468 - 472

8) Johan K. Leukemia Mieloblastik Akut_Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jilid 2. edisi 5, Jakarta: 2009.p.1234 – 1240.

9) Karen S, Clarence SA, Francisco T, Ronald AS, Emmanual CB, Acute Myelogenous Leukemia, 2011. Boleh diunduh dari, http://emedicine.medscape.com/article/197802-overview#showall

10) Sameer B, Esteban A, David A, Francisco T, Troy HG, Rajalaxmi McK, et all, Aplastic Anaemia, 2010. Boleh diunduh dari,

http://emedicine.medscape.com/article/198759-overview#showall

11) Abidin W, Aru W.S, Hans S.Anemia Aplastik_Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jilid 2, edisi 5. Jakarta : 2009. p.1116 – 1126

12) Karen S, Clarence SA, Francisco T, Ronald AS, Rajalaxmi McK, Emmanuel CB, Acute Lymphoblastic Leukemia, 2011. Boleh diunduh dari

Gambar

Gambar 1. Splenomegali.

Referensi

Dokumen terkait

di seluruh dunia, terdapat kecenderungan bahwa tato pada masa kin i tid a k m e m iliki re la si ya n g berkaitan dengan simbol status sosial, atau apapun juga

Setelah menjalani masa orientasi khusus selama 3 (tiga) bulan pertama,maka untuk menentukan apakah calon karyawan tersebut dapat melanjutkan untuk menjadi staf kontrak atau

Fraksi etanol-air buah ketumbar merupakan fraksi yang mempunyai efek lebih baik dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan etil asetat pada gambaran histopatologi

bawah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi legal dinyatakan bahwa untuk melindungi kepentingan umum dan untuk menjamin kebenaran dalam

lunak. #emberian 0 mg senna per hari selama : bulan oleh pasien berusia lebih dari ;0 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. 1enna umumnya

Golongan obat berikut ini dapat digunakan untuk terapi farmakologi parkinson... Berikut ini adalah tanda dan

in| Disita dari seorang warga Jakarta, ketika diserahkan ke Nyaru Menteng Monmon masih berusia 4,5 ­ 5 tahun dengan berat badan 19 kg. Setelah mengenyam pendidikan di Sekolah Hutan,

Vivotoksin ialah substansi kimia yang diproduksi oleh patogen dalam tumbuhan inang dan/atau oleh inang itu sendiri yang ada kaitanya dengan terjadinya penyakit, tetapi