• Tidak ada hasil yang ditemukan

OTOSKLEROSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OTOSKLEROSIS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN INDIVIDU SISTEM PERSEPSI SENSORI

OTOSKLEROSIS

Disusun Oleh: Clara Vika Betarahmawati

NIM : 10-02-021

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

(2)

OTOSKLEROSIS A. KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes(Brunner & Sudart, 2001).

Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi pergerakan tulang stapes (ulang telinga tengah yang menempel pada telinga dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana mestinya(Mediastore.2004).

2. Anatomi Fisiologi

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).

Anatomi Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang

(3)

dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

(4)

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis)

(5)

semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.

Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak

(6)

3. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya otosklerosis : a. Idiopatik

b. Pendapat umumnya diturunkan secara autosom dominan

c. Bukti ilmiah yang menyatakan adanya virus measles yang mempengaruhi otosklerosis

d. Beberapa pendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan presipitasi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.

e. Kolessteatoma

f. Sekresi, granulasi atau polip yang diakibakan oleh otitis media yang kronik, gangguan pendengaran pun mudah terjadi, karena bentuk tubanya lebih pendek, lebar, dan mendatar. Kalau ada infeksi di saluran pernapasan atas, misalnya batuk pilek atau influensa, kuman-kumannnya lebih leluasa untuk sampai ke rongga telinga tengah. Maka OMA pun cepat terjadi. Infeksi dapat menimbulkan perubahan lapisan mukosa telinga tengah. Perubahan ini terjadi berangsur-angsur, tidak langsung. Mula-mula tuba eustachius tersumbat, sehingga penderita merasa pendengarannya terganggu. Lalu terjadi perubahan pada lapisan mukosa di dalam telinga, terbentuk cairan di rongga telinga, dan gendang telinga membengkak. Penderita akan merasa sangat sakit dengan demam tinggi dan nyeri di telinga semakin bertambah. Kalau cairan tidak segera dikeluarkan, gendang telinga bisa pecah atau robek (perforasi), dan meninggalkan lubang. Tuli pun bisa terjadi. Berdasarkan bagian yang mengalami gangguan atau kerusakan, tuli dibedakan menjadi tuli kondusif dan tuli saraf. Pada tuli kondusif, pendengaran menjadi terganggu karena ada gangguan hantaran suara akibat kelainan infeksi di telinga tengah hampir selalu menimbulkan tuli konduktif. Walaupun gendang telinga masih utuh, tulang-tulang pendengaran kita bisa terputus(www.indomedia.com/intisari)

g. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih dari tulang pendengaran

h. Perubahan-perubahan patologik kapsul labyrinth karena virus atau bakteri (rubella,influenza). Perubahan atau kerusakan kapsul labyrinyh yang menyebabkan stapes kaku.(Brunner&Sudah,2001)

i. Otosklerosis merupakan suatu penyakit keturunan dan merupakan penyebab tersering dari tuli konduktif progresif pada dewasa yang gendang telinganya normal. Jika pertumbuhan berlebih ini menjepit dan menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, maka bisa terjadi tuli sensorineural(Mediastore.2004)

4. Patofisiologi

Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang

(7)

endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu:

a. Fase awal otospongiotic

Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal.

Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone. Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.

b. Fase akhir otosklerotik

c. Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif. Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.

Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis :

1) Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga 2) Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis

3) Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga

4) Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni

5) Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui

6) CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear

(8)

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala otosklerosis :

a. Pedengaran menurun secara progresif b. Tinitus

Tinitus adalah bunyi abnormal yang didengar penderita yang berasal dari dalam kepala,biasanya disebut juga telinga berdengung.Ini bisa karena berbagai keadaan,tinnitus merupakan gejala medis yang agak membingungkan untuk di evaluasi,karena patologi hanya dapat dideteksi pada sekitar 5%kesempatan.Dalam sebagian besar kasus,tak ada terapi yang tersedia.Kadang-kadang orang akan menyalahkan denyut jantungnya bagi bising di dalam telinga.Ini bisa juga dikacaukan dengan bunyi vaskular,kongesti vena atau pulsasi sekunder terhadap masalah kardio sistemik.Tinnitus dibagi atas tinnitus objektif,bila suara tersebut dapat didengar juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga dan tinnitus subjektif,bila suara tersebut hanya didengar oleh penderita dan jenis ini sering terjadi.Tinnitus merupakan gejala yang sering terjadi dan dapat tidak dikenalai oleh kebanyakan orang sampai penyebabnya ditemukan dan dapat ditentramkan bahwa tidak ada problema yang gawat.Tinnitus dapat timbul pada usia kapanpun,tetapi gejala ini sering timbul pada usia 40-80 tahun.

c. Vertigo

d. Sulit mendengarsuara yang lembut dan nada rendah (tuli 30-40 db) 6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Otoskopik

Untuk menemukan membran timpani yang normal b. Pemeriksaan Audiometri/Audiologi

Untuk menguatkan adanya kehilangan pendengaran kondusif atau campuran khususnya pada frekuensi rendah.

Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram :

1) Audiogram nada murni (pure tone audiogram) 2) Audiogram bicara (speech audiogram)

Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes :

1) Tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau bukan.

2) Tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N VIIIKeuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang me-nyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).

(9)

c. CT scan atau roentgen

Untuk mengidentifikasi adanya kerusakan dan keabnormalan pada struktur telinga.

d. Test Rine

Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi. Test tersebut menggunakan garputala, untuk mengetahui perbedaan antara hantaran udara degan hantaran tulang.

e. Test Weber

Yaitu test yang menggunakan garputala, untuk mengetahui daya tangkap suara antara telinga kanan dengan teliga kiri(Brunner&Suddarth,2001).

f. Test Bisik

Test ini digunakan untuk mendeteksi pendengaran pasien pada jarak 5 meter dengan mendengarkan kata-kata yang dibisikkan yang memiliki nada rendah sampai dengan yang yang memiliki nada tinggi.

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.

g. Diskriminasi

h. Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama dan digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama. Pada tuli kondusif, nilai diskriminasinya (presentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal.

i. Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli kondusif. Prosedur ini tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan bisanya digunakan pada anak-anak. Timpanometri terdiri

(10)

dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui teling tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:

1) Penyumbatan tuba eustachius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)

2) Cairan di dalam telinga tengah

3) Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes salah satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras atau gaduh (reflek akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neutral, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraski selama telinga menerima suara yang gaduh.

j. Tes dengan Impedance

Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan dengan Impedancemeter dapat diketahui :

1) Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak? 2) Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?

3) Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang melalui tuba Eustachii?

4) Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang?

5) Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau sebab infeksi?

6) Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis)? 7) Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah?

(11)

Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih sekali.

DERAJAT KETULIAN

Tuli amat berat bila lebih dari 80 db Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik sebagai dasar yaitu sebagai berikut :

a. Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter b. Tuli ringan bila suara bisik 4 meter

c. Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter d. Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.

Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensi-frekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db.Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagaiberikut :

a. Normal antara 0 s/d 20 db b. Tuli ringan antara 21 s/d 40 db c. Tuli sedang antara 41 s/d 60 db d. Tuli berat antara 61 s/d 80 db 7. Penatalaksanaan

90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.

(12)

Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini. 1) Alat bantu dengar hantarn udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka. Alat ini ada 4 macam yaitu:

a) Alat bantu dengar yang dipasang di badan, digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak. b) Alat bantu dengar yang dipasang di belakang telinga digunakan

untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

c) CROS (contralaterl routing of signals). Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya. Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmitter radio berukuran mini. Dengan alat ini penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi. d) BICROS (Bilateral CROS) Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penurunan fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini. 2) Alat bantu dengar hantaran tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore). Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengan hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

b. Terapi Medikamentosa

Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan

(13)

menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.

c. Terapi Bedah

Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes. Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.

Indikasi bedah :

1) Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes

2) Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur)

3) Osteogenesis imperfekta

4) Beberapa keadaan anomali congenital

5) Timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)

d. Implan koklea

Dengan mengganti koklea yang mengalami kerusakan. Pencangkokan koklea dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu merek dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi pendengarannya normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara, Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektonik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak (Brunner&Suddart,2001).

e. Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang buatan bisa mengembalikan pendengaran penderita.

Ada 2 pilihan prosedur, yaitu:

1) Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese)

2) Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese).

(14)

8. Komplikasi a. Tuli kondusif

b. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)

c. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)

d. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah (kristal kolesterol)

e. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah yang dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang(Bruer & Suddart, 2001).

9. Epidemiologi a. Ras

Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.

b. Faktor Keturunan

Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.

c. Gender

Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%.

(15)

Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik.

d. Sejarah keluarga

Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat yang sama.

e. Usia

Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.

f. Predileksi

Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang terletak di anterior jendela oval (80%-90%). Tahun

(16)

1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu :

1) Tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum 2) Dinding medial bagian apeks dari koklea 3) Area posterior dari duktus koklearis

4) Region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis 5) Kaki dari stapes sendiri.

10. Prognosis

Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis.

B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian

a. Pengumpulan Dataa 1) Anamnesa

Biodata KlienOtosklerosis lebih sering pada wanita dari pada laki-laki dan seringmulainya tuli menyertai kehamilan atau tampak kehamilanmempercepat pemburukanya.( Cody.R. 1993)

2) Keluhan Utama

Klien mengeluh pendegarannya mulai berkurang secara bertahapdan terdapat sensasi tekanan atau rasa penuh ditelinga yang terkena.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Klien dengan atosklerosis menunjukkan tuli konduktif,sensorineural atau campuran bilateral atau unilateral.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Klien pernah terpapar virus measles. Beberapa berpendapat bahwainfeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi

(17)

pasienuntuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan diosteoblas pada lesi sklerotik.

5) Riwayat kesehatan

Keluarga Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yangditurunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungandengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.

b. Pengkajian Bio-Psiko-Sos-Spiritual (Gordon) 1) Pola Persepsi Kesehatan

Adanya riwayat trauma sebelumya 2) Pola Nutrisi Metabolik

a) Muntah-muntah b) Penurunan berat badan 3) Pola Eliminasi

a) Sering berkeringat

b) Adanya kesulitan dalam berkemih c) Tanyakan pola berkemih dan bowel 4) Pola Aktivitas dan Latihan

a) Pemenuhan sehari-hari terganggu b) Toleransi terhadap aktivitas rendah

c) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas 5) Pola Tidur dan Istirahat

a) Kesulitan tidur pada malam hari karena stress b) Mimpi buruk

6) Pola Persepsi Kognitif

a) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat b) Pengetahuan akan penyakitnya

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

a) Perasaan tidak percaya diri atau minder akibat penurunan pendengaran

b) Perasaan terisolasi

8) Pola Hubungan dengan Sesama a) Hidup sendiri atau berkeluarga b) Frekuensi interaksi berkurang 9) Pola Reproduksi Seksualitas

Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan 10)Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress

a) Emosi tidak stabil

b) Ansietas, takut akan penyakitnya c) Disorientasi, gelisah

11) Pola Sistem Kepercayaan

a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah b) Agama yang dianut

(18)

a. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan atau hilang pendengaran

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa pada tulang teliga

c. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh d. Resiko cidera berhubungan dengan adanya vertigo

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.

g. Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognisi dan tidak mengenal informasi

h. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunga dengan pembedahan telinga ekstensif

i. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga

3. Intervensi

a. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan atau hilang pendengaran

Intervensi :

1) Gunakan bahasa non verbal ketika berkomunikasi dengan pasien 2) Bertatap muka ketika berkomunikasi dengan paien

3) Anjurkan untuk periksa telinga secara teratur

4) Berikan penjelasan tentang proses perjalanan penyakit dan prosedur pengobatan

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa pada tulang telinga

(19)

1) Observasi tanda-tanda vital 2) Ajarkan teknik relaksasi 3) Lakukan teknik distraksi

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

c. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh Intervensi :

1) Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat umum

2) Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaanya 3) Berikan informasi mengenai penyakitnya

4) Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo

Intervensi :

1) Bantu klien dalam memenuhi ADL

2) Berikan penjelasan pada klien mengenai kondisinya e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo

Intervensi :

1) Ajarkan mobilisasi pasif

2) Bantu klien dalam memenuhi ADL

f. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah

Intervensi :

1) Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering

2) Sajikan makann dalam keadaan hangat dan menarik 3) Kolaborasi medis untuk pemberian anti emesis

g. Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan tidak mengenal informasi

(20)

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya 2) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tentang penyakit

dan kondisinya

3) Diskusikan mengenai penyebab dari penyakitnya

4) Minta klien dan keluarga untuk menjelaskan kembali tentang materi yang sudah dijelaskan

h. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi

Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda vital 2) Ajarkan teknik relaksasi 3) Lakukan teknik distraksi

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

i. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga

Intervensi :

1) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik anti septik 2) Observasi tanda-tanda infeksi

(21)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Tema : Penyakit Otosklerosis

Sub Tema : Penanganan Otosklerosis

Sasaran : Ny. B

Tempat : Bangsal Di rumah sakit

Hari/Tanggal : Selasa, 11 September 2012

Waktu : 20 Menit

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. B dapat menjelaskan penyakit Otosklerosis.

B. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:

 Menjelaskan pengertian penyakit Otosklerosis dengan benar

 Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit Otosklerosis

 Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit Otosklerosis

 Mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Otosklerosis

 Menjelaskan patofisiologi penyakit Otosklerosis C. Materi

1. Pengertian penyakit Otosklerosis

2. Faktor penyebab dari penyakit Otosklerosis 3. Tanda/gejala penyakit Otosklerosis

4. Penatalaksanaan penyakit Otosklerosis 5. Patofisiologi penyakit Otosklerosis

(22)

D. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab E. Kegiatan Penyuluhan

No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu

1. Pembukaan  Salam pembuka

 Menyampaikan tujuan penyuluhan  Menjawab salam  Menyimak, Mendengarkan, menjawab pertanyaan 5 Menit

2. Kerja/ isi  Penjelasan pengertian, penyebab, gejala, penatalaksanaan dan patofisiologi penyakit Otosklerosis  Memberi kesempatan peserta untuk bertanya  Menjawab pertanyaan  Evaluasi  Mendengarkan dengan penuh perhatian  Menanyakan hal-hal yang belum jelas

 Memperhatikan jawaban dari penceramah  Menjawab pertanyaan 10 menit

3. Penutup  MenyimpulkanSalam penutup MendengarkanMenjawab salam 5 Menit

(23)

1. Leaflet : Tentang penyakit Otosklerosis 2. Kertas balik

G. Sumber/Referensi

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC, 2002 Dongoes, Marilyan Eet all. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta : EGC, 1999

Boies, L.R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan ke III. Jakarta : EGC, 1997

Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher. Edisi ke 5 Cetakan ke2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002.

H. Evaluasi Formatif :

Klien dapat menjelaskan pengertian penyakit Otosklerosis

Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit Otosklerosis Klien dapat menjelaskan penatalaksanaan penyakit Otosklerosis Sumatif :

Klien dapat memahami tentang penyakit Otosklerosis

Pembimbing ttd (………...) Yogyakarta, 9 September 2012 Penyuluh ttd

(Clara Vika Betarahmawati)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC, 2002

Dongoes, Marilyan Eet all. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta : EGC, 1999

(24)

Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher. Edisi ke 5 Cetakan ke2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002.

http://ariesblog-ariesblog.blogspot.com/2012/03/askep-otosklerosis_16.html http://wwwdagul88.blogspot.com/2009/11/asuhan-keperawatan-otosklerosis.html http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/

Referensi

Dokumen terkait

 Identifikasi masalah terhadap hubungan tata kerja antar bagian  Membandingkan hubungan dan tatakerja pada saat ini dengan yang diharapkan  Identifikasi kebijakan

Usaha yang dapat dilakukan untuk menekan penyakit gummy stem blight adalah penyemprotan fungisida seperti “azoxystrobin and kresoxym-methyl” dan melakukan persilangan

Pertama, mengenalkan sisCa 7ada aCal karir mereka terhada7 konse7  bioinformatika efektif dan menghasilkan hasil 7ositif 7ada 7embelajaran yang signifikan. Peneliti

Hukum H--ke meru+akan h-kum atau ketentuan mengenai gaya ,alam bi,ang Hukum H--ke meru+akan h-kum atau ketentuan mengenai gaya ,alam bi,ang ilmu :isika terja,i karena si:at

Pemerintah Kota Tangerang terus meng- harapkan sinergitas yang baik dengan berbagai unsur di masyarakat tetap terjalin termasuk NU dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN

Kondisi yang ada pada saat ini pada Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam pemanfaatan SI dan TI adalah masing-masing Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten

Untuk memasuki halaman ini klik table kategori produk yang berguna untuk penambahan kategori produk maka akan muncul form seperti gambar dibawah ini lalu klik tombol