• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Pembangunan nasional tersebut dapat dilakukan melalui pemanfaatan berbagai sumber energi yang tersebar di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUDNRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Cabang - cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara” selanjutnya “Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat” artinya sumber-sumber energi penting sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam Tanah Air Indonesia harus dikuasi oleh negara melalui hak menguasainya, negara berwenang dalam mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan sumber energi penting untuk mempergunakannya sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

Gas bumi sebagai salah satu sumber energi strategis mempunyai peran penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat serta memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan, sehingga penting sekiranya pemanfaatan energi disektor gas bumi, mengutip pernyataan dari Lee Kuan Yew dalam Benny Lubiantara ( Benny Lubiantara, 2014: 264) :

Supposing we had oil and gas, do you think I could get the people to do this? No. If I had oil and gas I’d have a different people, with different motivation and expectation. It’s because we don’t have oil and gas and they know that we don’t have, and they know that this (Singapore’s economic) progress comes from their efforts (Terjemahan: Seandainya kami memiliki (cadangan) minyak dan gas, apakah anda pikir saya akan memiliki rakyat yang dapat melakukan semua ini? Tidak. Seandainya saya punya minyak dan gas, saya akan memiliki rakyat yang berbeda, dengan motivasi dan

(2)

harapan yang berbeda. Semua ini karna kami tidak memiliki minyak dan gas, dan mereka tahu kami tidak punya, dan mereka paham bahwa kemajuan (ekonomi Singapura) berasal dari upaya mereka). Jelas kemudian gas bumi menjadi salah satu energi startegis untuk dimanfaatkan, terlebih kandungan gas bumi Indonesia menurut data yang di rilis Badan Pusat Statistik pada tahun 2014 bahwa cadangan gas Indonesia mencapai 103.2 triliun cubic feet (TFC) yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan cadangan gas bumi terbesar ke -14 di dunia (Editorial Media

Indonesia, dalam

http://www/mediaindonesia.com/editorial/view/227/Politik-Energi-demi-Generasi/2014/09/26, diakses pada tanggal 20 November 2015 Pukul 20:30 WIB). Hal ini pula tercermin dari data yang di rilis Ditjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) pada tahun 2012 cadangan gas Indonesia tersebar dengan jumlah besar terdapat di Kawasan Natuna sebanyak 51,46 TFC (33,65 persen), Sumatera sebanyak 33,48 TFC (21,9 persen), Papua sebanyak 24,32 TFC (15,91 persen), Kalimantan sebanyak 18,33 TCF (12 persen), Laut Timur-Arafuru 15,22 TFC (9,95 persen). Sementara sisanya berada di Jawa sebesar 10,1 TFC (6,1 persen) dan Sulawesi sebesar 4,23 TFC (2.8 persen) seperti yang terlihat pada Gambar 1

(3)

iii

Gambar 1.Kondisi Geografis Cadangan Gas Indonesia (Sumber: Ditjen Migas, 2012)

Persebaran cadangan gas bumi di Indonesia tersebut mengindikasikan perlu sekiranya hukum yang berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan, proteksi, dan pemanfaatan gas bumi. Lahirnya Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut dengan UU Migas, berpotensi mengubah banyak hal mengenai pengelolaan industri minyak dan gas bumi Indonesia. Lahirnya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, transparan, berdaya saing, berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional. Beberapa ciri tersebut adalah adanya pembagian yang lebih tegas antara fungsi-fungsi pemerintah, pengatur dan pelaku usaha, pemecahan rantai usaha ke dalam beberapa kegiatan utama (unbundling) serta penekanan pada liberalisasi sektor hilir. UU Migas juga dengan tegas menekankan prioritas pemanfaatan gas bumi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Cadangan gas bumi yang begitu besar dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia maka dibutuhkan sebuah mekanisme distribusi yang efektif dan efisien yang diselenggarakan dengan wajar, sehat, dan transparan. Salah satu mekanisme distribusi gas bumi yang efektif saat ini adalah melalui pipa

(4)

gas bumi. Pipa gas bumi dalam kegiatan usaha gas bumi dikategorikan sebagai fasilitas penting yang pemanfaatannya mengacu pada prinsip pemanfaatan bersama. Pasal 8 ayat (3) UU Migas menjelaskan bahwa kegiatan pengangkutan gas bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai, kepentingan umum dimaksud adalah kepentingan produsen, konsumen dan masyarakat lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan gas bumi.

Melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 (Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009) tentang Kegiatan Usaha Gas Melalui pemerintah mengatur mengenai penggunaan pipa transmisi dan pipa distribusi yang tersedia dimanfaatkan secara bersama (open access) pada ruas transmisi dan/atau wilayah jaringan distribusi tertentu bagi badan usaha yang telah mendapatkan izin usaha niaga gas bumi, dalam peraturan ini pula mengamantkan agar dilakukan unbundling pada kegiatan usaha gas bumi melalui pipa dengan memisahkan fungsi niaga dan pengakutan sebagai dari implikasi kebijakan open acess.

Konsep dasar dari unbundling ialah skema pemisahan (Spin Off) antara kegiatan niaga dan kegiatan pengangkutan (distribusi dan transmisi) gas bumi, hal ini dimaksud agar tercapai transparansi, independensi dan persaingan yang sehat. Disisi lain unbundling lahir karna desakan persaingan usaha di bidang gas bumi yang mengakomodasi pengusaha gas untuk dapat ikut berpartisipasi dalam industri gas nasional. Merupakan hak setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam industri gas namun, perlu dicermati bahwa industri gas bersifat sepesialis artinya tidak semua bisa menguasainya, terlebih lagi infrastruktur jaringan gas Indonesia belum matang karna faktanya Indonesia masih di tahap pembangunan, pipa di Indonesia hanya tersedia 12.000 km (kilo meter) hanya 19.7% dari rencana pembangunan pipa gas nasional dalam rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional tahun 2012-2025 yang harus dibangun sekitar 400% jaringan pengangkutan untuk memenuhi targer pemanfaatan gas nasional di tahun 2025 (PGAS Annual Report, 2013: 53), sehingga konsep

(5)

v

unbundling didalam Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 ini tentu perlu dikaji kembali, pasalnya industri gas bumi bukan sektor kecil, terlebih untuk diterapkannya terhadap usaha yang sebelumnya terintegrasi namun kemudian diharuskan untuk dipisah, akibatnya keterjangkauan gas terutama terkait dengan aspek harga tidak tercapai, karna unbundling menciptakan rantai usaha yang panjang sehingga harga gas bumi akan semakin mahal dan akan berimbas kepada konsumen, selanjutnya dengan adanya skema unbundling tersebut akan menimbulkan stagnansi dalam membangun fasilitas pipa karna tidak adanya niat pelaku usaha dalam membangun jaringan pipa baru sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan gas (Pusat Studi Energi UGM, 2014: 29).

Perusahaan Gas Negara sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak pada sektor niaga sekaligus pengangkutan gas bumi tentu sangat dirugikan dengan adanya Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tersebut, sebagai pemilik jaringan pipa distribusi terbesar di Indonesia yaitu sepanjang 6.000 km yang menjangkau semua lapisan masyarakat mulai sektor transportasi, pembangkit listrik, industri, serta rumah tangga dengan hadirnya kebijakan unbundling dan Open Access maka para pelaku bisnis cenderung hanya akan menjadi trader/broker ketimbang mengembangkan infrastruktur, untuk itu skema liberalisasi bisnis gas dalam bentuk unbundling sebagaimana dalam Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 kiranya serupa dengan liberalisasi bisnis listrik sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (Press Release Perusahaan Gas Negara, 2013: 1).

Skema unbundling pada Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 tersebut memberi argumentasi mengenai pengelolaan sumber daya energi gas bumi oleh negara pasalnya Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 mengisyaratkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasi hidup orang banyak seperti gas bumi dikuasi negara, dari beberapa kerugian yang telah dikemukakan sebelumnya skema kebijakan unbundling tidak hanya berdampak pada kerugian bagi industari gas bumi seperti Perusahaan

(6)

Gas Negara tapi juga bagi masyarakat luas dengan kenaikan harga gas dan keterbatasan pasokan, hal ini tentu mengindikasikan bahwa cita-cita dalam UU Migas yang mengacu pada Pancasila dan Prembule UUD NRI Tahun 1945 mengenai kesejahteran sosial jauh dari jangkauan, karna kebijakan unbundling berpotensi hanya akan menguntungkan bagi pihak pesaing usaha bukan bagi rakyat.

Skema unbundling ditakutkan hanya akan mengakomodir kepentingan-kepentingan beberapa pihak dalam hal ini pengusaha di bidang gas bumi, tanpa mempehatikan dampak dari resiko yang akan dialami masyarakat dengan kenaikan harga dan keterbatasan pasokan, tentu hal ini tidak sejalan dengan haluan umum negara yang ditetapkan secara normatif agar ditaati bersama. Arahan yang paling mendasar adalah sebagaimana ditetapkan pada aliniea ke-4 (empat) Pembukaan UUD NRI 1945 dimana dinyatakan “…untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia…untuk memajukan kesejahteraan umum…” selanjutnya dalam BAB XIV UUD NRI 1945 juga telah meletakaan bahasan Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial secara bersamaan, maka jelas arahaan umum itu menjadi dasar bahwa perekonomian negara haruslah bercita-cita memajukan kesejahteraan umum untuk menciptakan kesejahteraan sosial, jadi bukan bukan kesejahteraan sosial bagi segolong rakyat tertentu saja.

Kesejahteraan sosial menuntut adanya segala penguasaan sumberdaya yang ada, produksi yang dihasilkan dibagikan dan diperuntukan bagi kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan sosial akan ditandai dengan pertanggungjawab penuh negara untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal, dengan kata lain negara harus menjalankan function economic control guna mencapai kesejahteraan sosial maka pemerintah harus terjun dalam bidang perekonomian, sedangkan skema unbundling mengisyaratkan adanya sistem liberal dengan membuka jalan bagi seluruh pesaing usaha bidang gas bumi untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan gas, sehingga menghilangkan peran negara sebagai pionir pengusaha yang menguasahakan segala kebutuhan dalam berbagai bidang. Pada akhirnya

(7)

vii

perlunya pemikiran mengenai apakah kebijakan unbundling masih mampu memenuhi kesejahteraan sosial warga negara dengan dilepasnya salah satu industri energi yaitu gas bumi kepada pasar terbuka, yang mana seharusnya bila mengacu pada Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 “Cabang - cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasia hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara” selanjutnya “Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat” artinya sumber-sumber energi penting sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam Tanah Air Indonesia harus dikuasi oleh negara melalui hak menguasainya, negara berwenang dalam mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan sumber energi penting untuk mempergunakannya sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

Unbundling bukanlah isu baru yang terjadi pada Tata Kelola Sumber Daya Energi di Indonesia, Ketenagalistrikan melalui Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Nasional (PLN) sudah melakukan permohonan pembatalan unbundling terkait pemisahaan kegiatan distribusi dan transmisi listrik melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 tentang Ketenagalistrikan. Alasan permohonan dan pertimbangan hukum di dalam putusan tersebut sekiranya dapat menjadi legal reasoning bagi Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dalam menjalan skema unbundling yang tepat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga berimplikasi terhadap kebijakan yang akan mengarah kepada kesejahteraan sosial.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diterangkan di atas maka penulis mengangkat penelitian dengan judul IMPLIKASI PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 149/PUU-VII/2009

TENTANG KETENAGALISTRIKAN TERHADAP KEBIJAKAN PEMISAHAN (UNBUNDLING) PERUSAHAAN GAS NEGARA GUNA MENCAPAI PEMENUHAN KESEJAHTERAAN SOSIAL.

Bahasan penelitian ini merupakan penelitian baru dikarenakan sebelumnya belum ada penelitian yang membahas mengenai Implikasi

(8)

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap kebijakan pemisahan (Unbundling) Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Guna Mencapai Pemenuhan Kesejahteraan Sosial. Penelitian sebelumnya masih cenderung membahas secara umum mengenai akses keterbukaan jaringan pipa, pemanfaatan bersama fasilitas pengakutan gas bumi melalui pipa, persaingan usaha dalam open access dan unbundling. Seperti thesis yang berjudul “Analisis Hukum Terhadap Pasal 33 UUD 1945 Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan Terhadap UUD 1945” yang ditulis Nadya Putri Anggraini dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Skripsi yang berjudul “Implementasi Prinsip Pemanfaatan Bersama Fasilitas Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa Di Indonesia Studi Di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk” yang ditulis oleh Wienda Kresnantyo dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret dan skripsi yang berjudul “Analisis Penerapan Kebijakan Open Access Dalam Pengangkutan Gas Bumi Dikaitkan Dengan Hak Menguasai Negara Menurut Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” yang ditulis oleh Buana Indrapura dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diapaparkan di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Apakah kebijakan Pemisahaan (Unbundling) Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk mampu memenuhi hak konstitusional warga negara dalam hal pemenuhan kesejahteraan sosial ?

2. Bagaimana kaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap kebijakan pemisahaan (Unbundling) Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk ?

(9)

ix

Suatu penelitian pada dasarnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penelitian harus jelas sehingga dapat memeberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian. Dalam suatu penelitian dikenal ada dua macam tujuan, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

Tujuan objektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang berasal dari penelitian itu sendiri, yaitu sebagai berikut ini: a. Mengetahui apakah kebijakan Pemisahaan (Unbundling) Perusahaan

Gas Negara (Persero) Tbk mampu memenuhi hak konstitsional warga negara dalam hal pemenuhan kesejahteraan sosial.

b. Mengetahui kaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap kebijakan pemisahaan (Unbundling) Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. 2. Tujuan Subjektif

Tujuan Subjektif merupakan tujuan penulisan diliat dari tujuan pribadi penulis sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Menerapkan ilmu dan teori – teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri serta memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

b. Memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek penulis dalam bidang hukum tata negara.

c. Memenuhi Untuk memenuhi persyaratan akademis yang diwajibkan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(10)

a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan dibidang hukum khususnya mengenai apakah kebijakan Pemisahaan (Unbundling) Perusahaan Gas Negara (persero) Tbk mampu memenuhi hak konstitsional warga negara dalam hal pemenuhan kesejahteraan sosial.

b. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memeperkaya referensi dan literatur sebagai acuan untuk melakukan penulisan sejenis selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wadah bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola piker yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharpakan dapat memebantu dan memberikan masukan kepada semua pihak yang memebutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahaan yang diteliti dan bermanfaat bagi pihak yang mengkaji ilmu hukum khususnya mengenai kebijakan Pemisahaan (Unbundling) Perusahaan Gas Negara

E. Metode Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian adalah suatu usaha untuk mendapatkan kebenaran. Suatu hal yang merupakan pembeda ilmu hukum dan ilmu-ilmu sosial adalah ilmu hukum bukanlah suatu ilmu perilaku. Ilmu hukum tidak bersifat deskriptif, tetapi preskriptif. Objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, sehingga penelitian sosiolegal (socio-legal research) sesunguhnya bukan penelitian hukum (legal research), karna kembali lagi pada fungsi penelitian yang hendak dicapai oleh penelitian sosiolegal (socio legal research) adalah kebenaran korespondensi, yaitu sesuai apa tidak hipotesis berupa data, sedangkan penelitian hukum (legal research) berfungsi unutuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum,

(11)

xi

serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum. (Peter Mahmud Marzuki,2014:47). Menurut Morris L.Cohen dalam Peter Mahmud Marzuki Legal Research is the processs of finding the law that governs activities in human society (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47)

Mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian dalam menemukan kebenaran berdasarkan logika hukum mengenai kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka digunakan penelitian yang sesuai. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif atau biasa dikenal dengan penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanyas esuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Menurut Peter Mahmud Marzuki, semua penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) adalah selalu normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum tidak bersifat deskriptif, tetapi preskriptif atau terapan yang mana objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum serta mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, dan norma norma hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47).

Penelitian hukum yang bersifat preskiptif bertujuan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis dan bukan dengan melakukan pengamata terhadap gejala-gejala yang ada. Hipotesis adalah suatu praduga yang bersifat tentatif yang dibuat untuk menarik kesimpulan dan

(12)

menguji sesuatu yang bermula dari observasi sedangkan preskripsi itu harus timbul dari telaah yang dilakukan bukan observasi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 37)

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang digunakan antara lain pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133).

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundangan (statue approach), dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diatangani, dalam hal ini peneliti menelaah Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan regulasi lain yang berkaitan dengan isu hukum. Hal ini dimaksud untuk membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian anatara undang undang dan Undang - Undang Dasar atau regulasi dan undang undang terkait. Hasil dari telaah tersebu merupakan suatu argument untuk memecahkan isu yang dihadapi yaitu terkait dengan isu Unbundling (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133).

Penulisan hukum ini juga menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach) yang merupakan kegiatan untuk membandingkan hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu tertentu. Disamping itu juga membandingkan suatu putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lain untuk masalah yang sama. Penyingkapan ini bisa dijadikan rekomendasi bagi penyusun atau perubah perundang undangan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 173) pendekatan perbandingan ini bisa tercermin pada penulisan hukum ini dimana kebijakan unbundling antara industri gas bumi dalam hal ini Perusahaan Gas Negara akan dibandingkan dengan kebijakan unbundling pada industri listrik dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara.

(13)

xiii

Selain itu, penulisan hukum ini juga menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) pendekatan ini merujuk kepada prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan didalam dalam pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum juga dapat ditemukan di dalam Undang-Undang.

4. Sumber Penelitian

Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya diperlukan sumber penelitian atau yang disebut sebagai bahan hukum. Sumber penelitian tersebut terbagi menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah-risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum seperti buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:181).

Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, dengan rincian sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

4) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

5) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan; 6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

(14)

7) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1321 K/20/MEM/2005 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional;

8) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa; 9) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 2700

K/11/MEM2012 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2012-2025;

10) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tentang pengujian Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

11) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 tentang pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

b. Bahan Hukum Skunder

Bahan hukum skunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Kegunaan bahan hukum skunder ini semacam petunjuk bagi peneliti di dalam menentukan arah ke arah mana penelitian melangkah. (Peter Mahmud Marzuki, 2014:196). 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penulisan hukum ini melakukan penelurusan untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi dengan teknik studi kepustakaan atau studi dokumen (library research). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dengan cara membaca, mengkaji, dan memberi catatan dari buku, peraturan perundang-undangan, tulisan, dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan unbundling dan kesejahteraan sosial (Peter Mahmud Marzuki, 2014:237)

(15)

xv

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola berpikir deduktif. Dalam pola berpikir deduktif ini terdapat 2 (dua) premis untuk membangun analisis terhadap isu hukum yaitu premis mayor yang merupakan aturan hukum yang berlaku dan premis minor yang merupakan fakta hukum atau kondisi empiris dalam pelaksanaan suatu aturan hukum. Kemudian, dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan atau conclusio (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89-90).

7. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum ini memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai bahasan yang dikaji oleh penulis. Dalam sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab, dimana pada setiap bab terbagi menjadi beberapa sub-bab, dan dimungkinkan pada setiap sub-bab tersebut terbagi lagi menjadi beberapa poin. Sistematika penulisan hukum ini diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

Dalam bab ini, penulis memaparkan dua sub bab berisi kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori memuat tinjauan mengenai Kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam,tat kelola gas bumi, tinjauan mengenai unbundling, dan kesejahteraan sosial.

B. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran penulis akan memberikan gambaran paradigma berpikir (mindset) dalam

(16)

melakukan penulisan hukum, yang telah dikonstruksikan dalam bentuk bagan.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis menguraikan hasil penelitian yang telah didapat dari proses penelitian serta menganalisis permasalahannya seperti yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Dalam penulisan hukum ini yang akan dijawab mengenai kebijakan unbundling tidak atau sudah memenuhi hak konstitusional warga negara dalam pemenuhan kesejahteraan sosial serta argumentasi hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU/VII-2009 tentang Ketenagalistrikan terkait unbundling dapat menjadi solusi bagi unbundling Perusahaan Gas Negara. BAB IV: PENUTUP

Pada bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang berisi tentang simpulan dari pembahasan sebelumnya disertai dengan saran atau rekomendasi terhadap hal-hal yang harus dilakukan dan diperbaiki terhadap permasalahan dalam penelitian hukum ini.

Referensi

Dokumen terkait

Perbaikan dalam prioritas yang lebih rendah dapat dilakukan pada titik kepuasan terhadap gaji yang diterima terkait dengan tanggung jawab yang diemban dan

Bagi guru bidang studi Pendidikan Jasmani dan Olahraga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu alternatif dalam melaksanakan proses pembelajaran

bekas dapat meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak usia 5-6 Tahun di TK Kristen Immanuel 1 Pontianak. Secara khusus kesimpulan penelitian ini adalah: 1)

[r]

Pengukuran kadar kalsium tulang tikus putih (Rattus norvegicus) model ovariektomi dengan terapi pemberian tepung tulang ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) pada 4

Hal ini disebabkan karena pada suhu dibawah 10 o C atau diatas 38 o C proses pembusukan akan menjadi lebih lambat, proses pembusukan menjadi lambat

Karyawan akan melakukan segala cara (dedikasi) agar organisasi mampu mencapai kesuksesan. Dalam diri karyawan yang komitmennya tinggi terjadi proses identifikasi, adanya

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier