• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Bakterisida dan Fungisida Ekstrak Kasar Biji Kolowe. The Potential use of Bactericide and Fungicide made from Kolowe Seed Crude Extract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aktivitas Bakterisida dan Fungisida Ekstrak Kasar Biji Kolowe. The Potential use of Bactericide and Fungicide made from Kolowe Seed Crude Extract"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Aktivitas Bakterisida dan Fungisida Ekstrak Kasar Biji Kolowe

The Potential use of Bactericide and Fungicide made from Kolowe Seed Crude Extract

Henny Helmi

1

1 Prodi Biologi FPPB Universitas Bangka Belitung, Jl. Diponegoro No.1 Sungailiat Kep. Bangka Belitung 33125

ABSTRACT

Kolowe seed crude extract contain of saponin, triterpenoid, polyphenol and alealoid. Kolowe seeds were extracted with methanol by maseration, metanol extract was partition with ethil acetat and n-buthanol. The research to evaluate bactericide and fungicide activity of kolowe seeds crude extract has been done. The activities of bactericide and fungicide potential were tested by hole plate diffusion method. The result shows that the methanol extract may, inhibit the growth of Clavibacter michiganense and Ralstonia solanacearum with the average of inhibition area 11.53 mm and 10.6 mm respectively. The result also exhibits that methanol extract could inhibit the growth of Alternaria porii with the average of inhibition area 10.4 mm while n-buthanol inhibit Colletotrichum gloesporioides with the average of inhibition area 10.2 mm.

Key Words: extract, bactericide, fungicide, kolowe seed, methanol, n-buthanol, etil asetat PENDAHULUAN

Saat ini kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi pangan adalah dengan cara mengendalikan penyakit tanaman pangan (Semangun 1997). Pengendalian penyebab penyakit

tanaman yang paling banyak dilakukan adalah

pengendalian secara kimia yaitu menggunakan pestisida termasuk fungisida, bakterisida dan antibiotik (Purwanti 1997; Semangun 1997). Penggunaan pestisida alami sebagai alternatif pestisida kimiawi dilakukan karena mempunyai banyak kelebihan yaitu residu relatif mudah terdegradasi sehingga tidak mencemari tanah dan relatif mudah didapatkan (Oka 1993 dalam Martoredjo et al, 1997). Beberapa spesies tumbuhan yang berfungsi sebagai fungisida alami antara lain mindi (Melia azedarch Linn.), nimba (Azadiracta indica Juss.), dan urang aring (Eclipta alba) (Widyastuti 1996).

Senyawa yang diketahui bersifat fungisida dan bakterisida diantaranya adalah saponin. Saponin bersifat larut dalam air, etanol (Robinson 1991), etil asetat, n butanol dan digolongkan ke dalam senyawa polar (Hosetmann et al. 1995). Banyak jenis saponin menunjukkan aktivitas antimikroba, dan keberadaan saponin dapat menjadi indikator ketahanan suatu jenis tumbuhan terhadap infeksi jamur (Osbourn 1996). Saponin mempunyai aktivitas biologis seperti aktivitas antimikroba yaitu dengan cara membentuk kompleks dalam membran plasma sehingga menghancurkan sifat permiabilitas dinding sel yang selanjutnya menimbulkan kematian sel (Defago 1997 dalam Dey 1991). Selain memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur, saponin juga memiliki sifat insektisida, moluskisida, alelopatik, anti nutrisi, dapat menurunkan kolesterol darah dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Davidson 2001 ).

Salah satu tumbuhan yang diduga mengandung senyawa aktif saponin adalah kolowe. Masyarakat Buton

menggunakan kolowe ini untuk membunuh ikan, namun tidak terjadi keracunan pada masyarakat yang memakan ikan tersebut. Menurut Dyuster (1923) dan Greshoff (1925) dalam Heyne (1987), pada kolowe ditemukan saponin, yaitu di dalam kulit kayunya dan juga di dalam biji–bijinya. Adanya saponin dalam biji tumbuhan kolowe mengindikasikan bahwa kolowe juga mempunyai aktivitas biologis seperti antibakteri dan antijamur yang mungkin dapat menjadi alternatif biopestisida.

Pencarian bahan-bahan alami untuk pestisida diperoleh dengan berbagai cara, misalnya menggunakan cara ekstraksi oleh pelarut organik. Ekstraksi merupakan proses penyarian senyawa-senyawa dalam bahan alami (tumbuhan) dengan menggunakan cairan penyari yang

sesuai (Sumaryono 1996). Untuk memperoleh

fraksi-fraksi yang mengandung bahan aktif antibakteri dan antijamur yang terdapat dalam suatu tumbuhan dapat

dilakukan dengan berbagai metode pemisahan,

diantaranya dengan penarikan secara fraksinasi dalam labu pisah sehingga dihasilkan fraksi-fraksi dengan

tingkat kepolaran tertentu yang mengandung

senyawa-senyawa dengan keaktifan tertentu pula

(Mardiati 1993).

Untuk mengetahui adanya zat dalam biji tumbuhan kolowe ini, maka dilakukan ekstraksi dengan metanol dan fraksinasi biji tumbuhan kolowe dengan berbagai pelarut yang mempunyai derajat kepolaran dari semi polar hingga polar, yaitu etil asetat dan n-butanol. Setelah diperoleh ekstrak dan fraksi, diuji adanya aktivitas antibakteri terhadap patogen tanaman.

Pengujian kemampuan bakterisida biji kolowe dilakukan terhadap bakteri penyebab penyakit pada tanaman sayuran antara lain Ralstonia solanacearum Yabuchi et al, Xanthomonas campestris pv vesicatoria

Downson, Erwinia caratovora, Clavibacter

michiganense. Pengujian efek fungisida dilakukan terhadap jamur yang dapat menimbulkan penyakit pada tanaman sayuran antara lain Fusarium oxysporum

(2)

Schlecht., Alternaria porri Cif dan Colletotrichum gloeosporioides Penz.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi bakterisida dan fungisida biji kolowe sehingga

dapat dijadikan biopestisida alternatif dalam

pengendalian penyakit jamur dan bakteri pada tanaman. BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Padjadjaran Bandung. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitis, pipet, pinset, cawan petri, volume pipet, tabung reaksi, gelas ukur, silinder kaca diameter 8 mm, jarum ose, autoklaf, inkubator, laminar air flow dan penangas air.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji tumbuhan kolowe, metanol, etil asetat,

n-butanol, CHCl3, HCl, Mg, pereaksi Dragendorf, pereaksi

Meyer, NaOH, FeCl3, gelatin, eter, pereaksi Lieberman

Burchard, jamur: Alternaria porri Cif , Fusarium oxysporum Schlecth., Colletotrichum gloeosporioides Penz.; bakteri: Ralstonia solanacearum Yabuchi et al , Xanthomonas campestris pv vesicatoria Downson, Erwinia carotovora., Clavibacter michiganense, medium Nutrien Agar (DIFCO); NaCl fisiologis; alkohol 95%; medium Saboroud Dextrose Agar (DIFCO)

Pembuatan Ekstrak Kasar dan Fraksi Biji Kolowe. Serbuk biji kolowe sebanyak 1,2 kg di maserasi dengan MeOH 5 x 24 jam sehingga didapatkan ekstrak kasar metanol. Ekstrak kasar metanol dipartisi dengan etil asetat dann n-butanol sehingga dihasilkan fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol.

Uji Fitokimia. Uji Fitokimia dilakukan dengan Modifikasi cara Farnsworth.

Golongan senyawa Alkaloid. Sampel dibuat basa

dengan amonia 10 % lalu ditambahkan CHCl3,

selanjutnya digerus dan dikocok. Lapisan CHCl3 diambil

lalu ditambahkan HCl 1 N dan dikocok. Diambil fasa airnya, lalu dibagi tiga dan pada masing-masing bagian ditambahkan: pereaksi Dragendorf (hasil positif jika ada endapan jingga), pereaksi Meyer (hasil positif jika ada endapan putih) dan pereaksi Bouchardat (hasil positif jika endapan coklat merah)

Golongan senyawa Flavonoid. Sampel

dipanaskan dengan campuran logam magnesium dan asam klorida 2 %, kemudian disaring. Hasil positif jika ada warna merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol.

Golongan senyawa Kuinon. Sampel dikocok dengan air panas lalu didihkan selama 5 menit dan disaring. Kedalam filtrat ditambahkan NaOH 1 %. Hasil positif jika terbentuk warna merah

Golongan senyawa Tanin dan Polifenol. Sampel ditambah air panas dan didihkan selama 5 menit, setelah dingin disaring. Filtratnya dibagi dua, masing-masing

ditambahkan FeCl3 1 % (adanya tanin dan polifenol

terbentuk warna biru hijau ) dan ditambahkan gelatin (adanya tanin ditandai dengan terbentuknya endapan putih).

Golongan Saponin. Sampel ditambah air panas

dan didihkan selama 5 menit, setelah dingin disaring. Filtrat sebanyak 10 ml diambil lalu dikocok selama 10 detik. (Adanya saponin ditandai dengan terbentuknya busa setinggi 1cm yang stabil dan persisten pada penambahan 1 tetes HCl 0,1 N).

Golongan Steroid dan Triterpenoid. Sampel digerus dengan eter. Fasa eter dipipet lalu diuapkan pada

cawan penguap sampai kering. Pada residunya

ditambahkan pereaksi Lieberman Burchad. (terbentuknya warna merah ungu menandakan adanya triterpenoid jika terbentuk warna hijau biru menandakan adanya senyawa berinti steroid).

Uji MIC (Minimum Inhibition Concentration) Fungisida dan Bakterisida. Uji MIC antibakteri dan antijamur dilakukan dengan metode pengenceran agar. Uji MIC ini dilakukan untuk menentukan jumlah terkecil bahan antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme uji (Pelczar 1998). Adapun tahapan kerja untuk uji MIC Fungisida dan Bakterisida adalah: suspensi bakteri dan jamur dibuat dengan

kekeruhan Mc. Farland III (setara dengan 9 x 109 E. coli),

kemudian ekstrak dan fraksi yang telah ditimbang dimasukkan kedalam cawan petri dan ditambah SDA yang telah dicairkan untuk jamur dan NA untuk bakteri sehingga didapat konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1.000 ppm, 1% , 3%, 5% dan 10 %. Kemudian satu ose suspensi jamur ditanam pada media SDA dengan ekstrak dan fraksi biji turnbuhan kolowe. Untuk bakteri, satu ose suspensi bakteri ditanam pada media NA yang telah dicampur dengan ekstrak dan fraksi biji kolowe. Inkubasi dalam inkubator pada suhu 33ºC selama 24 jam untuk bakteri dan 25ºC selama 48 jam untuk jamur. Konsentrasi minimum saat jamur dan bakteri tidak dapat tumbuh dicatat.

Uji Fungisida. Uji antijamur dilakukan dengan metode perforasi difusi agar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 3x3x5 dengan tiga kali pengulangan. Faktor pertama adalah spesies jamur (A) yang terdiri dari tiga spesies jamur yaitu Alternaria porri (a1), Fusarium oxysporum (a2), Colletotrichum gloeosporioides (a3). Faktor kedua adalah pelarut pada ekstrak dan fraksi (B) yang terdiri dari satu ekstrak dan dua fraksi yaitu ekstrak metanol (b1), fraksi etil asetat (b2), fraksi n-butanol (b3). Faktor ketiga adalah berbagai konsentrasi ekstrak dan fraksi (C) yang terdiri dari 5 taraf yaitu 5% (cl), 4,5% (c2), 4% (c3), 3,5% (c4), 3% (c5). Parameter yang diukur adalah diameter hambat yang terbentuk di sekeliling silinder kaca. Data yang didapat dianalisis dengan Analisis Varian (ANOVA). Jika hasil analisis memberikan perbedaan yang nyata selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Adapun tahapan kerja untuk uji fungisida ini adalah: Larutan sediaan ekstrak dan fraksi-fraksi ditambahkan metanol sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5%; 4,5%; 4%; 3,5%; 3%. Strain jamur dibuat suspensi jamur dalam NaCI fisiologis, hingga setara dengan kekeruhan Mac Farland 3. Sebanyak 0,1 ml suspensi jamur dimasukkan ke dalam masing-masing

(3)

cawan petri steril. Kemudian ditambahkan medium sampai merata dan dibiarkan beberapa saat hingga memadat. Dengan menggunakan silinder kaca berukuran 8 mm, dibuat sumur-sumur pada medium yang banyaknya sama dengan jumlah konsentrasi ekstrak atau fraksi yang dipergunakan. Sumur-sumur tersebut diisi 0,1 ml ekstrak atau fraksi dengan berbagai konsentrasi. Setiap konsentrasi diulang sebanyak 3 kali pengulangan. Kemudian diinkubasi pada suhu 25º C selama 48 jam. Diameter daerah hambat yang terbentuk di sekeliling lubang dihitung dan dicatat.

Uji Bakterisida. Uji bakterisida dilakukan dengan metode perforasi difusi agar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 4x3x5 dengan tiga kali pengulangan. Faktor pertama adalah spesies bakteri (A) yang terdiri dari empat spesies jamur yaitu Ralstonia solanacearum (a1), Xanthomonas campestris pv vesicatoria (a2), Erwinia carotovora (a3) dan Clavibacter michiganense (a4). Faktor kedua adalah pelarut pada ekstrak dan fraksi (B) yang terdiri dan satu ekstrak dan dua fraksi yaitu ekstrak metanol (b1), fraksi etil asetat (b2), fraksi n-butanol (b3). Faktor ketiga adalah berbagai konsentrasi ekstrak dan fraksi (C) yang terdiri dari 5 taraf yaitu 3% (cl), 2,5% (c2), 2% (c3), 1,5% (c4), 1% (c5). Parameter yang diukur adalah diameter hambat yang terbentuk di sekeliling silinder kaca. Data yang didapat dianalisis dengan Analisis Varian (ANOVA). Jika hasil analisis memberikan perbedaan yang nyata selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Adapun tahapan kerja untuk uji fungisida ini adalah; Larutan sediaan ekstrak dan fraksi-fraksi ditambahkan metanol sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 3%; 2,5%; 2%; 1,5% dan 1%. Strain bakteri dibuat suspensi bakteri dalarn NaCl fisiologis hingga setara dengan kekeruhan Mac Farland 3. Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri steril. Kemudian ditambahkan Nutrien Agar sampai merata dan dibiarkan beberapa saat hingga memadat. Dengan rnenggunakan silinder kaca berukuran 8 mm, dibuat sumur-sumur pada medium yang banyaknya sama dengan jumlah konsentrasi ekstrak atau fraksi yang dipergunakan. Sumur-sumur tersebut diisi 0, 1 ml ekstrak atau fraksi dengan berbagai konsentrasi. Setiap konsentrasi diulang sebanyak 3 kali pengulangan. Kemudian diinkubasi pada suhu 33ºC selarna 24 jam. Diameter daerah hambat yang terbentuk di sekeliling lubang dihitung dan dicatat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Biji Kolowe menunjukkan bahwa ekstrak metanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-butanol mengandung golongan senyawa yang sama yaitu saponin, triterpenopid, alkaloid dan polifenol.

Uji MIC Antibakteri. Bakteri C. michiganense memiliki nilai MIC antibakteri terendah (1%) pada ekstrak metanol dan fraksi n-butanol sedangkan bakteri E. carotovora memiliki nilai MIC tertinggi (lebih dari

2%) untuk semua ekstrak dan fraksi uji. Nilai MIC ini digunakan untuk menentukan kawasan konsentrasi dalam uji aktivitas antibakteri. Kawasan konsentrasi yang digunakan untuk uji antibakteri adalah 1-3 %.

Tabel 1. Hasil MIC Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Biji Tumbuhan Kolowe Spesies Konsentrasi (%) Ekstrak metanol Fraksi Etil Asetat Fraksi n-butanol C. michiganense 1 >2 1 R. solanacearum 2 >2 2 X. campestris pv vesicatoria 2 >2 2 E. caratovora >2 >2 >2

Uji MIC Fungisida. Jamur A.porri dan C.

gloeosporioides memiliki nilai MIC terendah pada ekstrak metanol dan fraksi n-butanol yaitu 3%. Nilai MIC ini digunakan untuk menentukan kawasan konsentrasi uji antijamur. Kawasan konsentrasi yang diguankan untuk uji antijamur adalah 3-5%.

Tabel 2. Hasil MIC Antijamur Ekstrak dan Fraksi Biji Tumbuhan Kolowe Spesies Konsentrasi (%) Ekstrak metanol Fraksi Etil Asetat Fraksi n-butanol A. porri 3 10 3 C. gloeosporioides 3 10 3 F. oxysporum 5-10 >10 5-10

Uji Bakterisida. Hasil pengujian aktivitas antijamur ekstrak dan fraksi yang diuji menunjukkan

adanya perbedaan aktivitas antibakteri. Untuk

mengetahui adanya pengaruh berbagai faktor perlakuan, maka dilakukan analisis varian.

Tabel 3. Analisis Varian Diameter Hambat Ekstrak Kolowe Terhadap Spesies Bakteri Uji dan Fraksi Biji Tumbuhan

Keterangan : * : berbeda nyata pada taraf 0.05

Hasil Analisis Varian (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan spesies baketri (A), ekstrak/ fraksi (B) dan konsentrasi (C) serta interaksi ketiganya memberikan respon yang berbeda. Adanya interaksi diantara ketiga faktor tersebut memperlihatkan keterkaitan antara satu faktor dengan yang lain. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan respon tersebut, maka dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Hasil UJGD menunjukkan bahwa keempat spesies

Sumber Ragam DB Jumlah

Kuadrat Kuadrat tengah F hitung F tabel (0.05) Perlakuan Bakteri (A) Ekstrak&Fraksi (B) Konsentrasi (C) Interaksi AB Interaksi AC Interaski BC Interaksi ABC Galat 59 3 2 4 6 12 8 24 120 428,06 77,71 135,76 98,08 28,82 46,68 27,98 13,04 31,33 7,26 25,9 33,94 49,04 2,4 7,78 3,5 0,54 0,26 27,79* 99,20* 129,9* 187,8* 9,20* 29,79* 13,39* 2,08* 1,43 2,68 2,45 3,07 1,83 2,18 2,02 1,61 Total 179 459,4

(4)

bakteri menunjukkan tingkat sensitivitas yang berbeda (Gambar 4). Bakteri uji yang paling sensitif adalah C. michiganense (10,09 mm). Sedangkan bakteri yang paling resisten adalah E. caratovora (8,27 mm).

0 2 4 6 8 10 12 R.s o ala n acearu m X.campes tris p v ve sicato ria E. ca ro to vo ra C.m ichiga n en se 9.49 b 9.33c 8.27 d 10.09 a

Gambar 1. Grafik Uji Jarak Berganda Duncan Diameter

Hambat Ketiga Spesies Jamur Uji

(keterangan: huruf kecil yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p > 0.05)) Bakteri C. michiganense merupakan bakteri yang paling sensitif disebabkan C. michiganense merupakan bakteri gram positif yang hanya memiliki satu lapisan dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan (Agrios 1997). Menurut Tortora (1986), peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel bakteri gram positif rentan terhadap serangan zat antimikroba.

Selanjutnya spesies R. solanacearum dan X campestris pv vesicatoria masih dapat dihambat oleh senyawa antibakteri yang terkandung dalam ekstrak dan fraksi uji. Sedangkan bakteri yang paling tahan terhadap ekstrak dan fraksi uji adalah E. carotovora. Hal ini dapat disebabkan karena ketiga bakteri ini merupakan bakteri gram negatif (Agrios 1997; Semangun 1997). Bakteri gram negatif memiliki tiga lapisan pada dinding selnya yaitu berupa lipoprotein, liposakarida dan peptidoglikan (Pelczar 1988). Menurut Tortora (1986), adanya lipoprotein dan liposakarida pada bakteri gram negatif dapat menghambat zat antimikroba untuk mencapai peptidoglikan, sehingga kerusakan sel dapat dihindari. Selain itu, hasil uji fitokimia, menunjukkan semua ekstrak dan fraksi uji mengandung saponin. Saponin merupakan senyawa polar yang larut dalam air dan tidak larut dalam lemak. Oleh karena itu, adanya lipid/ lemak pada dinding sel bakteri gram negatif menyebabkan saponin tidak dapat menembus komponen lipid pada membran sel.

Dari keempat spesies uji, bakteri E. carotovora sangat resisten dibandingkan bakteri uji lainnya. Hal ini dapat disebabkan selain merupakan bakteri gram negatif yang memiliki komponen lipid pada dinding selnya juga dapat disebabkan karena bakteri ini mempunyai aktivitas

enzim pektolitik yang tinggi sehingga mampu

menetralkan pengaruh zat antimikroba (Agrios 1997).

10.07 a 8.3 c 9.52 b 8 d 0 2 4 6 8 10 12 Ek str ak m et an o l Fr ak si et il as et at Fr ak si n -b u ta n o l K o n tr o l m et an o l

Gambar 2. Grafik Uji Jarak Berganda Duncan Ekstrak dan Fraksi Biji Tumbuhan Kolowe dengan

Parameter Diameter Hambat Jamur

(Keterangan: huruf kecil yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0,05)) Hasil UJGD pada jenis ekstrak dan fraksi (Gambar 2) memperlihatkan bahwa ekstrak metanol (10,07 mm) dan fraksi n-butanol (9,52mm) mempunyai diameter hambat paling tinggi dibandingkan fraksi etil asetat (8,3 mm) dan kontrol metanol (8 mm).

Berdasarkan jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dan fraksinasi, ekstrak metanol menggunakan pelarut metanol yang bersifat lebih polar dibandingkan dengan etil asetat dan n-butanol. Senyawa yang bersifat antibakteri pada biji kolowe merupakan senyawa yang larut dalarn pelarut polar. Senyawa yang diduga mernpunyai efek antibakteri adalah saponin, triterpenoid dan polifenol yang dikandung oleh biji tumbuhan kolowe. Pelarut polar sesuai untuk menyari senyawa-senyawa glikosida, dan saponin (Sumaryono 1996).

Adapun urutan kepolaran ketiga jenis pelarut yang digunakan adalah metanol > n -butanol > etil asetat. Penurunan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan mengakibatkan penurunan senyawa antibakteri yang terkandung di dalam ekstrak/ fraksi.

Saponin dan triterpenoid mempunyai kemampuan sebagai senyawa antibakteri karena memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan gugus amin dalam membran plasma sel bakteri kemudian menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel bakteri sehingga terjadi kematian sel (Defago 1977 dalam Dey 1991). Senyawa fenol mempunyai kemampuan membentuk kompleks dengan protein dan polisakarida sehingga diduga bahwa senyawa fenol tersebut mampu menghambat kerja berbagai enzim yang berperan dalam reaksi enzimatik suatu sel bakteri (Koussevitzky et al., 1998)

(5)

0 2 4 6 8 10 12 3 2.5 2 1.5 1 0 10.69 a 9.77 b 9.11 c 8.66 d 8.22e 8 e

Gambar 3. Grafik Uji Jarak Berganda Duncan Ekstrak

dan Fraksi Biji Tumbuhan Kolowe dengan

Parameter Diameter Hambat Bakteri

(Keterangan: huruf kecil yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0,05))

Dari segi konsentrasi (Gambar 3), seiring dengan peningkatan konsentrasi dapat meningkatkan daya hambat ekstrak dan fraksi uji. Pelarut metanol yang digunakan untuk melarutkan ekstrak/ fraksi yang digunakan memberikan pengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri. Diameter hambat yang dibentuk kontrol metanol (8 mm) sama dengan diameter hambat yang dibentuk konsentrasi uji terendah (8,22 mm). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1%, ekstrak atau fraksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter hambat bakteri. Ekstrak dan fraksi uji memberikan efek antibakteri pada konsentrasi 1,5% (8,66 mm) karena berbeda dengan kontrol metanol (8 mm). Pada konsentrasi terkecil 1 % diperoleh diameter hambat terkecil (8,22 mm) dan pada konsentrasi terbesar 3 % diperoleh diameter hambat terbesar (10,69 mm). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan konsentrasi meningkatkan aktivitas antibakteri ekstrak dan fraksi biji tumbuhan kolowe. Peningkatan aktivitas antibakteri ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi maka makin banyak senyawa-senyawa antibakteri yang terkandung di dalamnya.

Tabel 4. Uji Jarak Berganda Duncan Interaksi Antara Ekstrak dan Fraksi Terhadap Tiga Bakteri Uji dengan Parameter Diameter Hambat

Ekstrak/ Fraksi Diameter Hambat (mm) terhadap Jamur

R.solanacearum X. campestris pv vesicatoria E. caratovora C. michiganense

Metanol 10.4 A a 9.60 B b 8.47 C a 11.53 A a

Etil asetat 8.47 A c 8.13 A c 8.2 A a 8.4 A c

n-butanol 9.67 B b 10.2 A a 8.27 C a 10.33 A b

Keterangan:

- Huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

- Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Pengaruh jenis fraksi/ ekstrak terhadap bakteri dapat dilihat pada Tabel 4. Ekstrak metanol mempunyai daya hambat paling tinggi terhadap bakteri C michiganense (11,53 nun) dan dapat juga digunakan

untuk menghambat pertumbuhan bakteri R.

solanacearum (10,6 mm). Fraksi n-butanol juga masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri C michiganense (10,33 mm) dan X campestris pv vesicatoria (10,2 mm). Sedangkan fraksi etil asetat kurang memperlihatkan daya hambat terhadap keempat bakteri uji. Hal ini menunjukkan semakin polar ekstrak/ fraksi maka

semakin besar diameter hambat yang dibentuk

Senyawa-senyawa antibakteri yang terdapat dalam pelarut polar, diantaranya adalah saponin yang larut dalam pelarut polar. Namun dilihat dari fitokimia terdapat senyawa polifenol, triterpenoid yang diketahui juga mernpunyai aktivitas antimikroba.

Senyawa-senyawa aktif antibakteri yang terdapat dalam ekstrak metanol dan fraksi n-butanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri C. michiganense dapat disebabkan karena senyawa-senyawa aktif antibakteri ini dapat masuk dan merusak lapisan peptidoglikan pada dinding selnya yang diketahui rentan terhadap serangan zat antimikroba (Tortora 1986).

Senyawa-senyawa aktif antibakteri yang terdapat

dalam fraksi n-butanol juga dapat menghambat bakteri X campestris pv vesicatoria. Senyawa-senyawa aktif antibakteri dalam fraksi n-butanol ini diduga dapat merusak membran luar bakteri X campestris pv vesicatoria lalu menyerang bagian dinding sel yang mengandung peptidoglikan sehingga dinding sel akan hancur dan isi sel akan lisis (Tortora 1986).

Senyawa-senyawa aktif antibakteri yang terdapat dalam ekstrak metanol juga dapat menghambat bakteri R. solanacearum karena senyawa -senyawa ini mampu merusak membran luar sel bakteri R. solanacearum, kemudian menyerang peptidoglikan. Selain itu diduga senyawa-senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak metanol ini mampu menginaktifkan enzim-enzim yang dihasilkan oleh R. solanacearum seperti enzim pektimnetil esterase, poligalaktumse dan selulase (Agrios 1997).

Dilihat dari rata-rata diameter hambat yang terbentuk oleh seluruh bakteri (Tabel 5) menunjukkan bahwa bakteri uji yang paling sensitif adalah C. michiganense pada ekstrak metanol konsentrasi 3% (14,33 mm). Ekstrak metanol dengan konsentrasi 2,5 % pada, bakteri C. michiganense (12,66 mm) memberikan pengaruh yang sama dengan konsentrasi 3 % pada bakteri R. solanacearum (12,66 mm).

(6)

Tabel 5. Uji Jarak Berganda Duncan Interaksi antara Jenis Bakteri, Konsentrasi dan Ekstrak/ Fraksi dengan Parameter Diameter Hambat

Keterangan:

- Huruf besar yang sama pada baris yang sama berarti tidak berbeda nyata

- Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pada fraksi n-butanol bakteri yang paling dihambat pertumbuhannya adalah C. michiganense (13 mm) pada konsentrasi 3 %. Fraksi n-butanol dengan konsentrasi 2,5 % pada bakteri C. michiganense (12 mm) memberikan pengaruh yang sama terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv vesicatoria pada konsentrasi 3 % (12 mm).

Menurut Kelly dan Hite (1949), berdasarkan sifat daya suatu zat antimikroba dapat dibagi menjadi

kelompok antimikroba berspektrum sempit dan

antimikroba berspektrum luas. Antimikroba berspektrurn sempit hanya dapat berbeda terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya dapat berbeda pada bakteri gram negatif saja atau gram positif saja. Sedangkan antimikroba berspektrum luas aktif terhadap beberapa spesies mikroba seperti tetrasiklin, aktif terhadap beberapa bakteri gram positif maupun gram negatif

Ekstrak metanol dan fraksi n-butanol marnpu menghambat bakteri gram positif dan negatif. Hal ini mernbuka peluang bagi ekstrak metanol dan fraksi n-butanol menjadi biopestisida, kemungkinan dengan cara peningkatan konsentrasi.

Uji Fungisida. Hasil pengujian aktivitas antijamur ekstrak dan fraksi yang diuji memperlihatkan adanya aktivitas antijamur. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor jenis ekstrak, fraksi dan konsentrasi

terhadap diameter hambat pertumbuhan jamur,

selanjutnya dilakukan analisis varian.

Tabel 6. Analisis Varian Diameter Hambat Ekstrak Kolowe Terhadap Ketiga Spesies Jamur Uji dan Fraksi Biji Tumbuhan

Sumber Ragam DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F hitung Ftabel 0.05 Perlakuan Jamur (A) Ekstrak&Fraksi (B) Konsentrasi (C) Interaksi AB Interaksi AC Interaski BC Interaksi ABC Galat 44 2 2 4 4 8 8 16 90 210,4 37,2 73,36 41,11 14,95 21,96 13,7 8,12 19,33 4,78 18,6 18,34 20,56 1,87 5,49 1,71 0,51 0,21 22,26* 86,59* 85,38* 95,69* 8,70* 25,55* 7,97* 2,36* 1,51 3,1 2,47 3,1 2,04 2,47 2,04 1,76 Total 134 229,73

keterangan: * : berbeda nyata pada taraf 0.05

Hasil Analisis Varian (Tabel 4.7) menunjukkan bahwa spesies jamur (A), ekstrak/ fraksi (B) dan konsentrasi (C) serta interaksi ketiganya memberikan respon yang berbeda. Untuk mengetahui respon yang berbeda tersebut, maka dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Hasil UJGD menunjukkan bahwa ketiga spesies jamur mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda (Gambar 4). Jamur uji yang sensitif adalah jamur A. porri (9,51 mm) dan jamur C. gloeosporioides (9,31 mm). Sedangkan jamur yang resisten adalah F. oxysporum

(8,31 mm). Jamur A. porri merupakan jamur yang

paling sensitif dapat disebabkan karena spora aseksual (konidia) jamur ini tidak diselubungi oleh struktur dinding tertentu, sehingga zat antijamur dapat masuk ke dalam konidia dengan mudah dan menghambat pertumbuhan jamur ini. Diameter hambat jamur A. pori sama dengan C. gloeosporioides disebabkan karena lapisan subepidermal yang menyelubungi konidia jamur ini bisa dipecahkan.

Jamur F. oxysporum lebih tahan terhadap ekstrak dan fraksi uji disebabkan jamur ini memiliki tiga jenis spora aseksual yaitu mikrokonidia, makrokonidia, dan klamidospora. Ketiga spora ini dihasilkan dalam kultur jamur (Agrios, 1997). Klamidospora merupakan spora

Bakteri Konsentrasi (%) Diamater hambat (mm) Ekstrak metanol Fraksi etil asetat Fraksi n-butanol R.solanacearum 3 12.66 A 9 C 10.66 B b ab cd 2.5 11.66 A 8.66 C 10 B c abc de 2 10.33 A 8.33 B 9.66 AB ef bc ef 1.5 9.66 A 8.33 B 8.66 B fg bc g 1 8.00 A 8.00 A 8.00 A hij c g Control metanol 8.00 A j 8.00 A c 8.00 A g X.campestris pv 3 11.33 A 8.66 B 12.00 A cd abc b 2.5 10.66 A 8.00 B 11.00 A de c c 2 9.33 A 8.00 B 10.00 A gh c de 1.5 9.00 A 8.00 B 9.33 A hi c ef 1 8.00 A 8.00 A 8.66 A j c fg Control metanol 8.00 A j 8.00 A c 8.00 A g E.carotovora 3 9.66 A 9.00 A 8.66 B fg ab fg 2.5 8.00 A 8.00 A 8.00 A j c g 2 8.66 A 8.00 A 8.00 A hij c g 1.5 8.00 A 8.00 A 8.00 A j c g 1 8.00 A 8.00 A 8.00 A j c g Control metanol 8.00 A j 8.00 A c 8.00 A g C.michiganense 3 14.33 A 9.33 C 13.00 B a a a 2.5 12.66 A 8.66 B 12.00 A b abc b 2 11.33 A 8.00 C 9.66 B cd c ef 1.5 10.33 A 8.00 B 8.66 B ef c fg 1 9.00 A 8.00 B 8.33 AB hi c fg Control metanol 8.00 A j 8.00 A c 8.00 A g

(7)

yang berdinding tebal banyak terbentuk jika lingkungan tidak menguntungkan atau cocok bagi pertumbuhan jamur ini. Diduga adanya klamidospora mengakibatkan senyawa antijamur sukar masuk ke dalam spora sehingga jamur ini sukar dihambat pertumbuhannya.

7 8 9 10 A.p o rri C.glo es p o rio id es F.ox ys p o ru m 9.51 a 9.31a 8.31 b

Gambar 4. Grafik Uji Jarak Berganda Duncan Diameter

Hambat Ketiga Spesies Jamur Uji

(keterangan: huruf kecil yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p > 0.05))

9 . 4 9 a 8 . 2 7 b 9 . 3 8 a 8 c 7 7 . 5 8 8 . 5 9 9 . 5 Ek str ak met an ol Fr ak si et il as et at Frak si n -bu ta no l Ko nt ro l met an ol

Gambar 5. Grafik Uji Jarak Berganda Duncan Ekstrak

dan Fraksi Biji Tumbuhan Kolowe dengan

Parameter Diameter Hambat Jamur

(Keterangan: huruf kecil yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0,05)) Jenis fraksi dan ekstrak mempengaruhi aktivitas antijamur (Gambar 2). Ekstrak metanol menunjukkan diameter hambat paling tinggi (9,49 mm) dan sama dengan fraksi n-butanol (9.38 mm). Berarti ekstrak dan fraksi ini lebih mempengaruhi diameter hambat pertumbuhan jamur dibandingkan dengan fraksi etil asetat yang memiliki diameter 8.27 mm.

Jika dilihat dari jenis pelarut yang digunakan dan prosedur untuk mendapatkan ekstrak atau fraksi, ekstrak metanol diperoleh dari hasil maserasi biji kolowe yang dihaluskan dengan menggunakan pelarut metanol. Fraksi n-butanol didapat dari partisi ekstrak metanol dengan menggunakan pelarut butanol. Pelarut metanol dan butanol merupakan pelarut polar sehingga, lebih banyak

senyawa polar yang tersari dalam ekstrak dan fraksi ini. Fraksi n-butanol memberikan pengaruh yang sama dengan ekstrak metanol dapat disebabkan karena sebagian besar senyawa-senyawa aktif vang terdapat dalam ekstrak metanol ikut tersari dalam fraksi n-butanol.

Senyawa yang diduga memiliki sifat antijamur adalah saponin, triterpenoid dan polifenol yang terkandung di dalam biji kolowe. Saponin mempunyai kemampuan membentuk kompleks sterol dalam membran

plasma. jamur, kemudian mengganggu sifat

permeabilitas, dinding sel jamur sehingga. terjadi kematian sel jamur (Defago. 1977 dalam Dey, 1991). Senyawa fenol mempunyai kemampuan membentuk

kompleks dengan protein dan polisakarida.

Kecenderungan ini memperkirakan bahwa senyawa fenol tersebut mampu menghambat kerja berbagai enzim yang berperan dalam reaksi enzimatik jamur (Koussevitzky, 1998). 10.19 a 9.44 b 9c 8.55 d 8.04e 8e 0 2 4 6 8 10 12 5 4.5 4 3.5 3 0

Gambar 6. Grafik Uji Jarak Berganda Duncan Ekstrak

dan Fraksi Biji Tumbuhan Kolowe dengan

Parameter Diameter Hambat Jamur

(Keterangan: huruf kecil yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0,05))

Ditinjau dari segi konsentrasi, terdapat

penambahan diameter hambat seiring dengan

peningkatan konsentrasi. Kontrol metanol memberikan pengaruh terhadap diameter hambat jamur (8 mm) dan sama dengan diameter hambat yang dibentuk oleh konsentrasi terkecil ekstrak atau fraksi yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 3% ekstrak atau fraksi belum memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Pada konsentrasi tertinggi (5%) diperoleh diameter hambat terbesar, yaitu 10,19 mm. Hasil UJGD menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan konsentrasi mampu meningkatkan aktivitas antijamur dan fraksi biji kolowe. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya konsentrasi mengakibatkan senyawa-senyawa antijamur yang terkandung didalamnya juga semakin meningkat.

(8)

Pengaruh jenis ekstrak dan fraksi terhadap spesies jamur dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil UJGD menunjukkan ekstrak metanol paling baik digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur A. porri (10,4 mm). Sedangkan fraksi n-butanol paling baik unutk menghambat jamur C. gloeosporioides (10,2 mm). Tabel 7. Uji Jarak Berganda Duncan Interaksi Antara

Ekstrak dan Fraksi Terhadap Tiga Spesies Jamur Uji dengan Parameter Diameter Hambat Ekstrak/

Fraksi

Diameter Hambat (mm) terhadap Jamur

A.porri C.gloeosporioides F. oxysporum

Metanol 10.4 A a 9.60 B b 8.47 C a Etil asetat 8.47 A c 8.13 A c 8.2 A a n-butanol 9.67 B b 10.2 A a 8.27 C a Keterangan :

- Huruf besar yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

- Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Senyawa-senyawa aktif antijamur yang terdapat didalam ekstrak metanol diduga dapat menghambat pertumbuhan konidia jamur A.porri. Spora aseksual (konidia) A.porri tidak dibungkus oleh struktur dinding tertentu (Agrios 1997) sehingga diduga senyawa aktif dalam ekstrak metanol lebih muda masuk ke dalam konidia. Selain itu, diduga senyawa aktif metanol mampu menghambat aktivitas enzimatik jamur A. porri seperti alternarin dan asam alternarat. Menurut Agrios (1997), salah satu mekanisme kerja fungisida adalah dengan cara menginaktifkan enzim yang dihasilkan oleh jamur.

Senyawa-senyawa aktif antijamur yang terdapat dalam fraksi n-butanol diduga mampu merusak aservulus (dinding pembungkus spora jamur) C gloeosporioides, sehingga mampu menghambat pertumbuhan konidia jamur ini. Selain itu diduga senyawa aktif fraksi n-butanol mampu menghambat aktivitas toksin colletotin yang dihasilkan oleh jamur C gloeosporioides.

Dilihat dari rata-rata diameter hambat yang terbentuk oleh jamur (Tabel 8), menurut Burrow (1959), bahwa semua jamur uji dengan berbagai konsentrasi dan ekstrak/ fraksi menunjukan sifat resisten terhadap ekstrak dan fraksi yang diuji (diameter hambat vang terbentuk ≤14 mm). Diameter hambat terbesar dibentuk oleh jamur A. porri pada ekstrak metanol pada konsentrasi 5% dan tidak berbeda dengan konsentrasi 4,5 % pada ekstrak yang sama. Pada konsentrasi 5 %, fraksi n-butanol memberikan efek terbentuknya diameter harnbat terbesar pada jamur C. gloeosporioides.

Tabel 8. Uji Jarak Berganda Duncan Interaksi Antara

Spesies Jamur, Konsentrasi dan Ekstrak dan Fraksi Terhadap Rataan Diameter Tiga Spesies Jamur Uji

Kesimpulan. Ekstrak dan fraksi biji tumbuhan kolowe yang diuji memiliki potensi sebagai bakterisida dan fungisida. Ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif C. michiganense dan bakteri gram negatif R. solanacearum dengan rata-rata diameter hambat masing-masing 11,53 mm dan 10,6 mm. Ekstrak dan fraksi biji tumbuhan kolowe menunjukkan efek fungisida. Ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan A. porri dengan diameter hambat 10, 4 mm sedangkan fraksi n-butanol paling baik menghambat pertumbuhan C. gloesporioides dengan diameter hambat 10, 2 mm. Jamur Konsentrasi (%) Diameter Hambat (mm) Ekstrak metanol Fraksi etil asetat Fraksi n-butanol A.porri 5 12.33 A a 9.33 C a 11.66 B ab 4.5 11.66 A a 8.66 C bc 10.33 B cd 4 10.33 A b 8.33 B bc 9.66 AB d 3.5 9.66 A c 8.00 B c 8.66 B e 3 8.00 A f 8.00 A c 8.00 A e Control metanol 8.00 A f 8.00 A c 8.00 A e C.gloeosporoides 5 10.66 B b 8.66 C bc 12.00 A a 4.5 10.66 A b 8.00 B c 11.00 A bc 4 9.66 A c 8.00 B c 10.00 A d 3.5 9.00 A cde 8.00 B c 9.66 A d 3 8.00 A f 8.00 B c 8.33 A e Control methanol 8.00 A f 8.00 B c 8.00 A e F.oxysporum 5 9.33 A cd 9.00 A ab 8.66 B e 4.5 8.33 A ef 8.00 A c 8.33 A e 4 8.66 A def 8.00 A c 8.33 A e 3.5 8.00 A f 8.00 A c 8.00 A e 3 8.00 A f 8.00 A c 8.00 A e Control metanol 8.00 A f 8.00 A c 8.00 A e

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN 1997. Plant Pathology. Fourth Edition. San Diego: Academic Press

Davidson MW. 2001. Saponin. Florida State University. htti).-Hmicro.magnet.fsu.edu,;'tiiicro;,'Satponin.hti n

Dey PM. 1991. Methods in Plant Biochemistry. Volume 7- London- Academic Press

Farnsworth NR. 1996. Biological and Phytochernical. Screening of Plant Pharmacology Science 53(3): 243-245.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta: Penerbit Sarana Wana Java

Hosetmann K., Hosetmann A, Marston M. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerjernah: Kosasih. Bandung: Penerbit ITB

Kelly FC. and Hite KE. 1949. Microbiology. Second Edition. New York: . Appleton-Century-Crofts. Koussevitzky, S., Neeman E., Sommer A. 1998.

Purification and Properties ofa Novel Chloroplast Stromal Peptidase, Processing Polyphenol Oxidase And Other Imported Precursors. Department of Plant Sciences, the Hebrew University, Jerusalem. http://www.ibc.orL,

Mardiati W. 1993. Pengaruh Ekstrak Plantago mayor L.

terhadap Perturnbuhan Populasi Bakteri

Pseudomonas solanacearum E. F. Smith dan

terhadap Perkecambahan Biji Tomat, Terung dan Cabe. Tesis Master Biologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Martoredjo T., Ika R., Christanti. 1997. Pengaruh Ekstrak Daun Mimba Terhadap Perkembangan Antraknosa pada Apel Pasca Panen. Perlindungan Tanaman Indonesia 3(l):38-41

Osbourn AE. 1996. Saponins and Plant Defence-A soap story. Trends Plant Science 1: 4-9

Purwanti. 1997. Pengendalian Penyakit Embun Tepung pada Anggur. Teknologi dan Informasi Pertanian 2 (1): 13 -16

Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kosasih. Bandung: Penerbit ITB

Semangun H. 1997. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

1996. Penyakit-Penyakit Tumbuhan

Holtikultura. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sumaryono W. 1996. Teknologi Pembuatan Sediaan Fitofarmaka Skala Industri. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 3(l): 7-8

Tortora GJ. 1996. Microbiology: an Introduction. California: The Benyarnin Publishing Companny Inc.

Widyastuti S. 1996. Penghambatan Penyakit Damping off pada Pinus Dengan Ekstrak Biji Nyiri. Perlindungan Tanaman Indonesia. 2(l):32-35 .

Gambar

Tabel 3.  Analisis  Varian  Diameter  Hambat  Ekstrak  Kolowe  Terhadap  Spesies  Bakteri  Uji  dan  Fraksi Biji Tumbuhan
Gambar  2.  Grafik  Uji  Jarak  Berganda  Duncan  Ekstrak  dan  Fraksi  Biji  Tumbuhan  Kolowe  dengan  Parameter  Diameter  Hambat  Jamur  (Keterangan:  huruf  kecil  yang  sama  menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0,05))  Hasil UJGD pada jenis ekstrak
Gambar  3.  Grafik  Uji  Jarak  Berganda  Duncan  Ekstrak  dan  Fraksi  Biji  Tumbuhan  Kolowe  dengan  Parameter  Diameter  Hambat  Bakteri  (Keterangan:  huruf  kecil  yang  sama  menunjukkan tidak berbeda nyata (p> 0,05))
Tabel  5.  Uji  Jarak  Berganda  Duncan  Interaksi  antara  Jenis Bakteri, Konsentrasi  dan Ekstrak/ Fraksi  dengan Parameter Diameter Hambat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti semakin tinggi rasio profitabilitas, menggunakan jasa audit dari Kantor Akuntan Publik yang berafiliasi Big Four, dan semakin besar ukuran suatu

[r]

pito di testimoniare della speciale bellezza della cappella di San Michele, situata in alto nella torre della Guardaroba nel palazzo papale avignonese: cappella privata di Cle-

Dengan wujudnya cabang pentadbiran yang khusus untuk melihat aspek OSH, dan adanya para penyelidik dan ahli akademik dalam bidang ini di UMP, maka Universiti

dimana Q adalah adsorpsi maksimum pada monolayer (mg/g), Ce adalah konsentrasi kesetimbangan ion logam (mg/L), qe adalah jumlah ion logam yang diadsorpsi per unit berat

Tuori & Kotkas 2008 s. Tuori ja Kotkas katsovat, että oikeuskäytännössä on omaksuttu lähtökohta, jonka mukaan yleisen järjestämisvelvollisuuden edellyttämä

Pada cluster masalah yang telah diolah dan dianalisa, didapatkan nilai kesepakatan dari kelima responden secara keseluruhan dengan tingkat kesepakatan W=0.36 yang menyatakan

A Dialect Feature Seen in the Structure of Black English Spoken by Troy Maxon and Its Effects toward the Understanding of the Story of Wilson’s Fences.. Yogyakarta: Department of