• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PIELONEFRITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PIELONEFRITIS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PIELONEFRITIS

OLEH : KELOMPOK II

1. LILYAN NURMAYA DEWI 13. RISKA DESTRIANA P

2. MEILINA LUZYANY 14. RIZKI FITRIYANI

3. MUHAMMAD YUDHA SANJAYA 15. ROBBY ARGO WENANG S

4. NATALIA TRI KURNIASARI 16. ROHMAN

5. NURING WIDYAWATI 17. ROSITA AGUS SETIARINI

6. NURKHOLIS AL ROSYID 18. SANTI NIRMAWATI

7. PAHLEVI BETSYTIFANI 19. SIDIQ JATI MULYO

8. RENDRA BAGUS SUBANDONO 20. SINTA DEWI ANGGRAENI

9. RENSA MAULANA A 21. ULFA AGUSVIA PUTERI U

10. RETNO WIJAYANTI 22. WUNGU MUSTIKA JINGGA

11. RIAN ARIF NUR AZIS 23. YULIANTI SAGITA W

(2)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN 2012/2013

BAB I TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atauretrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668).

B. ETIOLOGI

1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi

2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat

3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.

4. Kehamilan 5. Kencing Manis

6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

(3)

Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.

Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS

Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri tekan pada kostovertebrel(CVA), Leokositosis, dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam urinselain itu gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering berkemihumumnya terjadi. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.

Ginjal pasien pielonefritis biasanya membesar disertai infiltrasiinterstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kartiko medularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Ketika pielonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan parut, berkontraksi dan tidak berfungsi

Pielonefritis kronis:biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi. Tada-tanda utama mencakup keletiah sakit kepala, nafsumakan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada akhirnya.

F. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

(4)

a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.

b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)

c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi. b. Monitor Vital Sign

c. Melakukan pemeriksaan fisik

d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien. e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

f. Memantau input dan output cairan.

g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)

h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Urinalisis

a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih

b. Hematuria: hematuria− positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

(5)

a. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria

b. Biakan bakteri

c. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik 3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.

5. Metode tes

a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).

b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.

c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.

6. Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).

7. Tes- tes tambahan :

a. Urogram intravena (IVU).

b. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.

c. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

H. KOMPLIKASI

Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut 1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

(6)

3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

I. PENGOBATAN

a. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif. b. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka

diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut. c. Di anjurkan untuk dering munum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas

mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.

(7)

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :

1. Data biologis meliputi : a. Identitas Klien b. Identitas penanggung 2. Riwayat kesehatan :

a. Riwayat infeksi saluran kemih

b. Riwayat pernah menderita batu ginjal c. Riwayat penyakit DM, Jantung 3. Pengkajian fisik :

a. Palpasi kandung kemih b. Infeksi darah meatus

•Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine •Pengkajian pada costovertebralis

4. Riwayat psikososial

Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit mekanisme kopin dan system pendukung

5. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga

a. Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit

b. Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

B. DIAGNOSA

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

2. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi 3. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

4. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

(8)

5. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri 6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

7. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

C. INTERVENSI

Dx. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah.

Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi. Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 Mandiri

Pantau / catat permasukan diet

Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makan

Berikan makanan sedikit tapi sering

Kolaborasi :

Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi

Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. Mambran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan,

meminyaki dan membantu

menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan

(9)

5

6

Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi

Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum, transferin, natrium dan kalium.

dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan.

Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas terapi.

Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan. Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 Mandiri :

Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam berkemih

Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harapkan

(10)

5 6 7 8 9 Kolaborasi :

Konsul dokter bila : sebelumnya kuning gading urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit

Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari

Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra

Temuan – temuan ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas

Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih

Dx. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang

Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu kulit lembab

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 Mandiri :

Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; perhatikan menggigil/diaforesis

Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi

Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol

Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

Dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain

(11)

4

5

Berikan selimut pendingin

Kolaborasi :

Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol)

itu alkohol dapat mengeringkan kulit. Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan otak.

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotelamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme. Dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi

Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa

Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit

Intervensi :

(12)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur dengan nyenyak.

Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 5 Mandiri :

Instruksikan tindakan relaksasi

Hindari mengganggu bila mungkin, mis : membangun untuk obat atau terapi

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi

Dorong posisi nyaman, bantu dalam megubah posisi

Kolaborasi :

Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi

Membantu menginduksi tidur

Tidur tanpa gangguan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

Mengkaji perlunya mengidentifikasi intervensi yang tepat.

Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat

Mungkin di berikan untuk membantu pasien tidur/istirahat selama periode dari rumah ke lingkungan baru. Catatan : hindari penggunaan kebiasaan, karena ini menurunkan waktu tidur.

Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas.

Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

Mandiri :

Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan. Berikan kemajuan peningkatan

Meminimalkan kelelahan dan

(13)

2

aktifitas selama fase penyembuhan.

Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas

kebutuhan oksigen

Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pemilihan intervensi.

Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat

Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 5 Mandiri :

Ukur dan catat urine setiap kali berkemih

Pastikan kontinuitas kateter pirau/ akses Tempatkan pasien pada posisi

telentang/tredelenburg sesui kebutuhan Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus

Kolaborasi :

Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

Hb/Ht, ektrolit serum dan Ph

Waktu pembekuan, contoh ACT, PT/PTT, dan Jumlah trombosit

Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/

Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui

input/output

Terputusnya pirau/ akses terbuka akan memungkinkan eksanguinasi

Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi

Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi

Menurun karena anemia, hemodilusi atau kehilangan darah aktual.

Ketidak seimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan dialisa atau tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan

Penggunaan heparin untuk mencegah pembekuan pada aliran darah dan hemofilter mengubah koagulasi dan

(14)

6

volume ekspender (contoh

albumin)selama dialisa sesuai idikasi

potensial darah aktif.

Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik. Volume ekspender mungkin dibutuhkan selama/setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba nya!!

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

• http://askep-ebook.blogspot.com

• http://cnennisa.files.wordpress.com • http://harnawatiaj.wordpress.com

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC

• www.google.com

• Read more: http://sely-biru.blogspot.com/2010/02/askep-pielonefritis-infeksi-ginjal.html#ixzz1IFGem58B

Referensi

Dokumen terkait

Pada masalah yang kedua tentang kurangnya pengetahuan dengan kriteria NOC setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 X 24 jam masalah pasien teratasi dengan kriteria hasil

Intervensi keperawatan yang kedua untuk masalah ketidakefektifan pola nafas adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam, masalah teratasi, dengan

a. Tujuan : klien dapat melakukkan mobilitas fisik dengan bantuan minimal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam. Kriteria hasil : meningkatkan

Hasil studi menunjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik dengan masalah keperawatan istirahat dan tidur yang dilakukan tindakan keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam yang dilakukan pada tanggal 20 Januari 2022 pada pukul 08.30 WIB maka hasil evaluasi pada pasien dengan metode SOAP didapatkan

sosial berhubungan dengan defisiensi bicara dibuktikan dengan merasa tidak nyaman dengan situasi sosial selama 1 X 24 jam maka interaksi sosial meningkat, dengan kriteria hasil :

Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri

DIAGNOSA KEPERAWATAN SDKI TUJUAN DAN KRITERIA HASIL SLKI INTERVENSI KEPERAWATAN SIKI RASIONAL TT... TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATN