• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PERSPEKTIF TEORITIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

13 A. Kebahagiaan

1. Pengertian Kebahagiaan

Semua individu menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Namun, setiap individu memiliki persepsi, makna, dan penghayatan yang berbeda-beda atas kebahagiaan itu. Secara etimologi kebahagiaan berarti keadaan senang, tentram, terlepas dari segala yang menyusahkan. Kebahagiaan adalah suatu keadaan yang berlangsung (a lasting condition), bukanlah perasaan atau emosi yang berlalu (Tibry, 2006:45).

Definisi lain mengenai kebahagiaan diungkapkan oleh Bastaman (2007: 55) kebahagian adalah ganjaran dari usaha menjalankan kegiatan-kegiatan yang bermakna, sedangkan kekayaan dan kekuasaan merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang kegiatan-kegiatan bermakna dan mungkin pula dapat menjadikan hidup ini lebih berarti.

Lebih lanjut Bastaman (2007: 55-56) menjelaskan bahwa kekayaan dan kekuasaan dapat membantu menimbulkan kemudahan-kemudahan dalam hidup, asal pemilik kekuasaan dan kekayaan itu mampu menggunakannya dengan baik dan benar dalam niat, tujuan, dan cara-cara pelaksanaannya. Dengan demikian hidup yang bermakna adalah corak kehidupan yang syarat dengan kegiatan, penghayatan, dan pengalaman, pengalaman bermakna yang apabila hal itu terpenuhi akan menimbulkan perasaan-perasaan bahagia dalam kehidupan seseorang.

(2)

Lebih lanjut Bastaman menjelaskan, perasaan bahagia dapat tercapai apabila seseorang dapat merasakan makna hidup. Makna hidup adalah hal-hal yang di anggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Makna hidup tidak hanya dapat ditemukan dalam keadaan-keadaan yang menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya.

Bastaman (2007: 47-50) menjelaskan, dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai ini adalah :

a. Creative values (nilai-nilai kreatif).

Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup, secara nyata dapat kita alami sendiri apabila kita adalah

(3)

seseorang yang telah lama tak berhasil mendapat pekerjaan, kemudian seorang teman menawari suatu pekerjaan. Kalaupun gajinya ternyata tidak terlalu besar, besar kemungkinan kita akan menerima tawaran itu, karena kit akan merasa berarti dengan memiliki pekerjaan dari pada tidak memiliki sama sekali.

Sehubungan dengan itu perlu dijelaskan pula bahwa pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukana dan mengembangkan makna hidup, makna hidup terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya.

b. Experiential values (nilai-nilai penghayatan)

Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan menyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang bearti hidupnya. Tidak sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni suatu cabang seni tertentu. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.

(4)

c. Attitudinal values (nilai-nilai bersikap).

Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, menjelang kematian, segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Perlu dijelaskan disini dalam hal hal ini yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan yang tak mungkin diubah atau dihindari. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti bahwa dalam keadaan bagaimanapun (sakit, nista, dosa, bahkan maut) arti hidup masih tetap dapat ditemukan, asalkan saja dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.

Bastaman (2007: 86-87) penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang kearah kepuasan dan kebahagiaan hidup. Artinya hanya dengan memenuhi makna-makna potensial yang ditawarkan oleh kehidupanlah penghayatan hidup bermakna tercapai dengan kepuasan dan kebahagiaan sebagai ganjarannya. Mereka yang menghayati hidup bermakna benar-benar tahu untuk apa mereka hidup dan bagaimana mereka menjalani hidup. Dalam tataran logo terapi, pribadi yang hidupnya bermakna meaningful life dianggap sebagai gambaran kepribadian ideal.

(5)

Seligman (2005: 33) kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas- emosi yang diarahkan atau datang dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Emosi yang berorientasi pada masa lalu aktivitas positif yang disukai oleh individu tersebut. Emosi positif tersebut dibagi menjadi tiga yaitu adalah perasaan puas, bangga, dan tenang. Emosi yang berorientasi pada masa depan adalah optimisme, harapan, kepercayaan, keyakinan, dan kepercayaan diri.

Anggora (2010:177) menjelaskan kebahagiaan adalah kontrak laten yang secara umum diindikasikan terbaik melalui tingkat kepuasan hidup. Kebahagiaan adalah tujuan bagi setiap manusia. Kebahagiaan adalah sesuatu hal yang menyenangkan, suka cita, membawa kenikmatan serta tercapainya sebuah tujuan.

Orang yang berpegang teguh dengan agama, kebahagiaannya ialah pada meninggalkan barang yang terlarang, mengikut yang tersuruh, menjauhi yang jahat, mendekati yang baik. Bahagianya ialah pada mengerjakan agama (Hamka, 1990:39).

Jadi dapat dikatakan bahwa kebahagiaan dapat tercapai apabila seseorang dapat merasakan makna hidup. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan

(6)

menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness).

Makna hidup seseorang dapat dilihat dari kajian ilmu psikologi fenomenologis karena psikologi fenomenologis mengkaji beberapa masalah yang diperhatikan seperti, wanita, permainan, gejala tertawa, solemnitas, realitas sosial, ruang, muka bumi, cakrawala, jalan, rumah, manusia dengan seksualitasnya. Deskripsi fenomenologis yang disajikan mencerminkan jaringan makna-makna, yang terjalin antara manusia dengan dunianya.

Menurut Brouwer (1983: 3) dalam bukunya psikologi fenomenologis menyatakan bahwa fenomenologi adalah suatu metode pemikiran, a way of looking at thing, pemakaian suatu kacamata yang berbeda dengan cara berfikir dengan seorang ahli salah satu ilmu. Seorang ahli bisa meyakinkan lawannya dengan memakai bukti seperti hasil eksperimen atau hasil hitungan, hal itu tidak mungkin bagi seorang fenomenolog.

Lebih lanjut Brouwer menyatakan bahwa meyakinkan seorang buta bahwa banyak warna kuning dalam lukisan tidak akan berhasil karena orang buta tidak melihat hal itu. Seorang fenomenolog hanya bisa mengarahkan mata temannya dengan harapan supaya temannya juga melihat hal yang dilihat oleh sang fenomenolog sendiri. Satu-satunya alat dalam usaha itu adalah bahasa, jadi fenomenolog hanya berhasil kalau temannya mau melihat apa yang dilihat oleh ahli fenomenologi itu.

(7)

Menurut Brentano fenomenologi memang jelas bahwa tak mungkin ada hal yang dilihat kalau tidak ada hal yang melihat, jadi fenomenologi membiasakan diri kita untuk tidak lagi melihat benda-benda melainkan melihat gejala-gejala (Brouwer, 1983: 4- 5).

2. Teknik Menemukan Makna hidup

Di dalam buku logo terapi (Bastaman, 2007: 155-156) menjelaskan bahwa teknik menemukan makna hidup ada lima teknik, berikut uraiannya:

a) Pemahaman Diri

Mengenali secara objektif kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan diri sendiri, baik yang masih merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi, kemudian kekuatan-kekuatan itu dikembangkan dan ditingkatkan serta kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi.

b) Bertindak Positif

Mencoba menerapkan dan melaksanakan hal-hal yang dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan-tindakan nyata sehari-hari.

c) Pengakraban Hubungan

Meningkatkan hubungan baik dengan pribadi-pribadi tertentu (misalnya anggota keluarga, teman rekan kerja), sehingga masing-masing saling mempercayai, saling memerlukan satu dengan lainnya, serta saling membantu.

(8)

d) Pendalaman Catur-Nilai

Berusaha untuk memahami dan memenuhi empat macam nilai yang merupakan sumber makna hidup, yaitu nilai kreatif (kerja,karya, mencipta); nilai penghayatan (kebenaran, keindahan, kasih, iman); nilai bersikap (menerima dan mengambil sikap yang tepat terhadap derita yang tidak dapat dihindari lagi); nilai pengharapan (percaya adanya perubahan yang lebih baik di masa mendatang.

e) Ibadah

Berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan dan mencegah diri dari apa yang dilarang-Nya. Ibadah yang khusuk sering mendatangkan perasaan tentram dan tabah, serta menimbulkan perasaan mantap seakan-akan mendapat bimbingan dan petunjuk-Nya dalam mengahadapi berbagai masalah kehidupan.

Lebih jelas Bastaman (2007: 156) menjelaskan bahwa menjalani hidup sesuai dengan norma-norma agama memberikan corak bahagia dan maknawi bagi kehidupan seseorang. Doa adalah salah satu bentuk ibadah, bahkan sering dikatakan inti dari ibadah. Doa merupakan sarana hubungan antar manusia dengan Sang Pencipta. Melalui doa kita memanjatkan puja-puji kepada Tuhan dan menyampaikan maksud kita kepada-Nya. Betapa ibadah dan berdoa itu memberikan arti dan penghayatan tertentu hanya dapat diperoleh dengan menjalankannya.

(9)

Kelima metode tersebut tujuannya untuk menjenjangi sumber makna hidup yang tersirat dari pengalaman pribadi, kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitarnya. Makna hidup ini apabila ditemukan dan berhasil dipenuhi diharapkan akan mendatangkan perasaan bermakna dan bahagia yang semuanya merupakan cerminan kepribadian yang sehat.

Masing-masing teknik hanya akan dibahas secara singkat mengenai tujuan dan manfaatnya serta cara penerepannya, dengan beberapa latihan sederhana sebagai ilustrasi. Walaupun demikian, sangat diharapkan metode dan teknik ini dapat dikembangkan sendiri secara kreatif sesuai dengan keperluan masing-masing pribadi (Bastaman, 2007: 155-156)

Jadi proses penemuan makna hidup dan implementasinya biasanya terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan alamiah, bahkan kadang-kadang tidak sepenuhnya disadari dan tidak secara sengaja direncanakan. 3. Unsur-Unsur Kebahagiaan

Aristoteles dalam Hamka (2005: 37) menjelaskan unsur-unsur kebahagiaan itu adalah :

a. Sehat jasmani

Sehat jasmani disini yaitu pancaindra yang cukup, baik itu pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan lidah, dan perasaan kulit.

(10)

b. Cukup kekayaan

Yaitu sanggup meletakkan harta pada keperluannya, didalam mencapai kebaikan, menolong fakir miskin, menunjukan jasa yang baik kepada manusia, dan sebagainya.

c. Terpuji

Indah sebutan di antara manusi, terpuji dimana-mana, terhitung masuk bahagian orang dermawan, setiawan, ahli fikir. Semua dicapai dengan menanamkan budi bahasa

d. Tercapai apa yang dicita-citakan e. Tajam fikiran

Sempurna kepercayaan memegang agama atau dunia, terjauh dari kesalahan dan tergelincir.

Maksud dari Aristoteles adalah untuk mencari kebahagiaan jiwa di awali oleh kebahagiaan badan seperti, penglihatan yang terang, pengdengaran yang nyaring, penciuman yang tajam, perasaan halus dan berbadan sehat. Lalu diikuti oleh unsur-unsur lainnya seperti harta benda yang cukup, indah budi bahasa, cita-cita yang tinggi dan daya fikir yang tajam.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan bahagia adalah perasaan senang, damai, tentram dan sejahtera serta terhindar dari kegelisahaan mengharungi bahtera kehidupan di dunia (Hasneli, 2014:58).

(11)

4. Aspek-aspek Kebahagiaan

Menurut Seligman (2005: 211) lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan sejati yaitu :

a. Terjalinnya Hubungan Positif dengan Orang Lain

Hubungan positif bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun anak, tetapi menjalin hubungan yang positif dengan individu yang ada disekitarnya. Dengan menjalin hubungan yang positif dengan orang lain maka terciptanya kerukunan dan kedamaian dalam hidup bersosial (Seligman, 2005: 211).

b. Keterlibatan Penuh

Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Individu yang terlibat secara aktif dalam berbagai pekerjaan membuat individu lebih bahagia. Keterlibatan diri mengacu pada kondisi di mana individu melibatkan seluruh aspek dalam diri untuk turut serta dalam aktivitas yang dilakukan. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut (Seligman, 2005: 212).

c. Penemuan Makna dalam Keseharian

Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang dilakukan. Individu dikatakan telah memaknai kehidupan ketika hidup yang dialami diartikan sebagai

(12)

pengalaman yang bertujuan, berarti, dan dapat dimengerti. Hidup yang bermakna dapat diperoleh dengan terlibat secara aktif dan membangun hubungan positif dengan orang lain. Individu yang merasakan kebahagiaan tidak berfokus pada diri sendiri ketika melakukan setiap aktivitas melainkan juga mementingkan kepentingan individu lain. Mereka menggunakan keterampilan dan bakat yang dimiliki untuk membantu orang lain (Seligman, 2005: 212).

d. Optimisme dan Realistis

Optimisme merupakan sebuah mental yang berkembang dari rasa percaya diri yang tinggi, diperkuat dengan keahlian/kemampuan teknis dan nonteknis, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada dalam mengambil langkah dan keputusan. Realistis adalah memandang sesuatu sebagai sebuah hal yang nyata terjadi, tidak bisa dipungkiri, dikaburkan atau dibuat-buat. Optimisme menjadi sebuah energi penggerak untuk melakukan suatu tindakan. Dari optimisme itulah muncul langkah-langkah yang nyata agar terjadi perubahan dalam hidupnya. Optimis berarti memiliki konsep positif, berani mengambil resiko, memiliki rasa percaya diri, semangat motivasi yang baik, dan selalu mampu mengontrol emosi dalam setiap situasi. Optimisme dapat tercermin dari sikap dan perilaku sebagai manusia, dengan selalu memiliki visi kedepan untuk berkembang dan membangun kualitas hidup yang lebih baik. Orang yang optimis

(13)

ditemukan lebih bahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan (Seligman, 2005: 213).

e. Resiliensi

Resiliensi adalah kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan dengan keadaan yang sulit. Orang yang bahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan dialami. Melainkan sejauhmana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun (Seligman, 2005: 213).

Sedangkan menurut Andrew dan McKennel (dalam Ismuniar, 2013: 4) aspek-aspek kebahagiaan yaitu :

1). Afektif

Afektif adalah suatu kondisi afeksi seseorang yang menunjukkan adanya afek positif yang maksimal dan afek negatif yang minimal. Afek positif adalah perasaan menyenangkan sebagaimana yang dihayati dan dialami atau dirasakan individu dalam kehidupannya. Afek negative adalah perasaan tidak menyenangkan sebagaimana yang dihayati dan dialami atau dirasakan individu dalam kehidupannya.

2) Kognitif

Pavot & Diener, 1993 (dalam Ningsih, 2013: 587) kepuasan hidup termasuk dalam komponen kognitif karena keduanya

(14)

didasarkan pada keyakinan (sikap) tentang kehidupan seseorang. Kepuasan hidup merupakan penilaian individu terhadap kualitas kehidupannya secara global. Penilaian umum atas kepuasan hidup merepresentasikan evaluasi yang berdasar kognitif dari sebuah kehidupan seseorang secara keseluruhan

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebahagiaan a. Faktor Eksternal

Berikut adalah faktor-faktor ekternal yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang (dalam Ismanuar, 2005: 224) , yaitu:

1) Budaya

Faktor budaya dan sosial politik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang. Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan yang penuh dengan konflik militer. Budaya dengan kesamaan sosial memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Kebahagiaan juga lebih tinggi pada kebudayaan individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis. Kebahagiaan lebih tinggi dirasakan di negara yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan efisien dan terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dengan anggota birokrasi pemerintahan.

(15)

2) Kehidupan Sosial

Kebahagiaan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi tinggi. Orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi.

3) Agama atau Religiusitas

Orang religiusitas cenderung positif, mereka yang religius memiliki tingkat penyalahgunaan obat-obatan, kejahatan, perceraian dan bunuh diri yang rendah, emosional dari agama berupa dukungan sosial dari mereka yang bersama-sama membentuk kelompok agama yang simpatik, agama sering dihubungkan dengan karakteristik gaya hidup sehat secara fisik dan psikologis dalam kesetiaan perkawinan, perilaku prososial, makan dan minum secara teratur, dan komitmen untuk bekerja keras. Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius. Hal ini dikarenakan agama memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidup bagi manusia.

4) Pernikahan

Pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Pernikahan dapat memberikan keuntungan yang

(16)

dapat membahagiakan seseorang. Melalui pernikahan, seseorang dapat memiliki anak, keintiman psikologis dan fisik serta menjalankan perannya sebagi pasangan dan orangtua. 5) Usia

Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek positif sedikit melemah, dan afek negatif tidak berubah menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman.

6) Uang

Keadaan keuangan yang dimiliki seseorang pada saat tertentu menentukan kebahagiaan yang dirasakannya akibat peningkatan kekayaan. Individu yang menempatkan uang di atas tujuan yang lainnya juga akan cenderung menjadi kurang puas dengan pemasukan dan kehidupannya secara keseluruhan. Bagi seseorang, kekayaan dapat memiliki dampak terhadap kebahagiaan. Di negara yang sangat miskin, kaya bisa berarti lebih bahagia. Namun di Negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahagiaan.

(17)

7) Kesehatan

Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan. Namun, persepsi partisipasi kita mengenai seberapa sehat diri kita yang menjadi lebih penting. Orang-orang yang memiliki satu masalah penyakit ringan tidak berarti menyebabkan tidak bahagia. Sedangkan orang-orang yang memiliki lima atau lebih dalam masalah kesehatan dapat merasakan kurang bahagia.

8) Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria. Wanita mengalami lebih banyak emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan pria

b. Faktor Internal

Menurut Seligman, 2005 (dalam Ismuniar,2013: 5) terdapat tiga faktor internal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan, yaitu kepuasan terhadap masa lalu, optimisme terhadap masa depan, dan kebahagiaan pada masa sekarang. Ketiga hal tersebut tidak selalu dirasakan secara bersamaan, seseorang bisa saja bangga dan puas dengan masa lalunya namun merasa getir dan pesimis terhadap masa sekarang dan yang akan datang. Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang, yaitu :

(18)

a) Kepuasan terhadap Masa Lalu

Kepuasan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara:

1. Melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan seseorang

2. Gratitude (bersyukur) terhadap hal-hal baik dalam hidup akan meningkatkan kenangan-kenangan positif.

3. Forgiving dan forgetting (memaafkan dan melupakan). b) Optimisme terhadap Masa Depan

Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi lebih banyak hal baik dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang.

c) Kebahagiaan pada Masa Sekarang

Kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu: 1. Pleasure

Yaitu kesenangan yang memiliki komponen sensori dan emosional yang kuat, sifatnya sementara dan melibatkan sedikit pemikiran. Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara, yaitu menghindari habituasi dengan cara memberi selang waktu cukup panjang antar kejadian menyenangkan, savoring (menikmati) yaitu menyadari dan dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan, serta mindfulness (kecermatan) yaitu mencermati dan menjalani segala

(19)

pengalaman dengan tidak terburu–buru dan melalui perspektif yang berbeda.

2. Gratification

Yaitu kegiatan yang sangat disukai oleh seseorang namun tidak selalu melibatkan perasaan tertentu, dan durasinya lebih lama dibandingkan pleasure.

Bastaman menjelaskan bahwa salah satu tekni untuk menemukan makna hidup adalah dengan cara ibadah. Dalam tasawuf moderen, Hamka (1990: 51-69) mengembangkan lagi teknik ibadah ini menjadi beberapa bagian, yang dijadikan sebagai faktor untuk mendatangkan kebahagiaan di antaranya :

a). I’tikad

I’tikad artinya berasal dari pada mengikat tepi-tepi barang, atau mengikat sesuatu sudut kepada sudut yang lain. Jadi timbulnya i’tikad dalam hati ialah setelah lebih dahulu fikiran itu terbang dan lepas entah kemana, tidak berujung, dan tak tentu tempat hinggap. Kemudian dapatlah suatu kesimpulan pandangan, lalu menjadi keyakinan.

b). Yakin

Yakin artinya nyata dan terang. Yakin itu ialah lawan dari syak dan ragu-ragu. Maka tidaklah akan hilang syak dan ragu-ragu itu kalau tidak ada dalil atau alasan yang cukup. Dan datangnya yakin itu setelah memperoleh bukti-bukti yang terang. Keyakianan

(20)

datang setelah menyelidiki, kadang-kadang tidak diselidiki lagi karena dalil itu cukup terbentang dihadapan mata.

c). Al-Iman

Iman artinya percaya. Jika perkataan iman itu disendirikan, termasuk kepadanya segala amalan yang lahir atau batin. “Iman itu ialah perkataan dan perbuatan (qaulun wa amalun). Artinya perkataan hati dan lidah dan perbuatan hati dan anggota”.

d). Agama

Agama ialah buah atau hasil kepercayaan dalam hati, yaitu ibadah yang terbit lantaran ada i’tikad lebih dahulu, menurut dan patuh karena iman (Hamka, 1990: 51-69).

B. Pengemis

1. Pengertian Pengemis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengemis berasal dari kata “emis” dan mempunyai dua pengertian, meminta-minta sedekah dan meminta dengan merendah-rendah dengan penuh harapan, sedangkan pengemis adalah orang yang meminta-minta (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016: 122).

Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Seharusnya pengemis adalah orang yang benar-benar dalam kesulitan dan mendesak karena tidak ada bantuan dari lingkungan sekitar dan dia tidak punya suatu keahlian yang

(21)

memadai, bukan karena malas untuk mencari mata pencaharian layak lainnya (Mukti, 2013: 37).

Pengemis merupakan orang-orang yang mendapatkan penghasilan dari meminta- minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Beberapa ciri yang ada pada diri pengemis ialah selain mata pencaharianya tergantung pada belas kasihan orang lain juga seringkali ditemui di tempat ramai dan strategis (As’ari, 2015: 4).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di muka umum untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain

2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Seseorang Mengemis

Secara umum data di lapangan menunjukkan bahwa tindakan yang melatar belakangi seseorang memilih menjadi pengemis menurut As’ari (2015: 5) ialah :

a. Faktor pendidikan

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dan keharusan paling mendasar yang harus dimiliki oleh tiap-tiap individu. Tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kemajuan dan kemakmuran hidup yang didapatkan oleh individu.

(22)

b. Social dan budaya

Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang memiliki budaya dan etos kerja rendah dan cenderung mewariskan budaya kemiskinan, tidak menutup kemungkinan individu tersebut akan meniru apa yang ada pada lingkungan tersebut. Secara umum, hal inilah yang ditemui pada lingkungan social dan budaya pengemis.

c. Faktor ekonomi dan keluarga

Faktor ini dapat mempengaruhi seberapa harmonis tingkat kehidupan manusia. Ekonomi yang dirasa kurang sehat dan memiliki keluarga yang kurang harmonis, memungkinkan individu mengalami keterpurukan bahkan akan menjadikan individu untuk melakukan perilaku yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Hal ini juga yang dialami oleh sebagian dari individu yang pada akhirnya mempengaruhi mereka untuk menjadi pengemis.

C. Studi Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai pengemis sudah pernah dilakukan sebelumnya, di antaranya oleh Ahmad (2010) dengan judul “Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan-Pengemis”. Hasil penelitian yang diperoleh oleh Ahmad menunjukkan bahwa maraknya gelandangan pengemis di Kota Pekalongan paling tidak disebabkan oleh faktor utama yaitu ekonomi, usia lanjut, cacat tubuh, serta minimnya lapangan kerja yang dapat diakses oleh tenaga yang tidak terampil dan berpendidikan.

(23)

Pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Setyaningrum (2014) dengan judul “Fenomena Pengemis Anak di Pasar Klewer Surakarta”. Hasil penelitian dari Setyaningrum adalah kegiatan mengemis merupakan kegiatan yang bisa menghasilkan uang, penghasilan pengemis anak dalam sehari sekitar Rp.10.000 – Rp.20.000, penghasilan tersebut biasanya diserahkan sebagian kepada ibunya dan sebagian lagi disimpan sendiri. Selain itu bagi pengemis anak kegiatan mengemis merupakan kegiatan yang bisa digunakan untuk bermain. Dari data yang diperoleh, penghasilan pengemis anak di Pasar Klewer cukup menguntungkan. Hasil mengemis yang diperoleh digunakan untuk mencukupi kebutuhan seperti biaya makan, uang saku sekolah, dan uang jajan. Selain pengemis anak juga mampu memenuhi tuntutan gaya hidup, seperti pola makan, fashion, dan mereka juga mampu membeli barang-barang elektronik.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2015) dengan judul “Makna Kebahagiaan Pada Lansia yang Bekerja Sebagai Pedagang Asongan”. Hasil penelitian Pratama mengatakan bahwa bentuk kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagai pedagang asongan meliputi perasaan selalu bahagia dengan kondisi yang keadaan yang dijalani, bisa mendapatkan penghasilan sendiri di usia yang sudah lanjut, dan juga merasa bahagia jika masih diberi kesehatan agar bisa berjualan keliling dan bisa berinteraksi dengan orang lain.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Subandi (2015) dengan judul “Studi Fenomenologis Kebahagiaan Guru di Papua”. Dari penelitian

(24)

ini, hasil yang ditemukan oleh Subandi adalah perasaan positif yang dialami setiap partisipan memampukan meraka bertahan pada situasi yang tidak menyenangkan, yang kemudian mengarahkan meraka untuk memanfaatkan karakter positif agar dapat memenuhi tuntutan profesinya dengan baik sehingga mereka merasakan kebahagiaan ketika melaksanakan tugas sebagai guru di pedalaman Papua.

Pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Patnani (2012) dengan judul “Kebahagiaan Perempuan”. Hasil yang diperoleh dari 22 orang perempuan yang berusia 18-62 tahun di wilayah Jabodetabek adalah sumber utama kebahagiaan bagi perempuan baik dilihat dari segi usia, pekerjaan, dan juga pernikahan adalah adalah keluarga. Rasa bahagia pada subjek penelitian ini baik dilihat dari segi usia, pekerjaan, dan pernikahan adalah tergolong cukup bahagia. Selanjutnya komponen kebahagiaan yang secara konsisten mendukung kebahagiaan pada perempuan adalah kognisi yang positif dan pengendalian. Sementara komponen kebahagiaan yang tida mendukung kebahagiaan adalah kewaspadaan atau konsentrasi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni (2015) dengan judul “Kebahagiaan Pada Informal Caregiver Penderita Skizofrenia”. Hasil yang ditemukan dari 200 orang penderita skizofrenia di daerah Semarang adalah kebahagiaan mayoritas informal caregiver dalam kategori sedang. Artinya, mayoritas informal caregiver penderita skizofrenia merasa cukup bahagia selama memberikan perawatan. Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan penderita adalah perilaku adaptif

(25)

penderita, perilaku patuh, kestabilan emosi, pikiran yang normal, sikap positf dalam merawat, perubahan positif penderita. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kebahagiaan caregiver adalah perubahan positif penderita.

Dan yang selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan Fikri (2017) dengan judul “Kebahagiaan Pada Istri yang Menjalani Pernikahan Jarak Jauh”. Dari penelitian yang dilakukan Fikri di daerah Padang ini, hasil yang ditemukan adalah istri menjalin hubungan positif dengan orang lain, keterlibatan penuh, dan menemukan makna dalam keseharian. Selain itu istri bersikap optimis namun tetap realistis dan menjadi pribadi yang resiliens.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini melihat Gambaran Kebahagiaan bagi Pengemis. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pengemis

Teknik-teknik menemukan makna hidup

Pemahaman diri Bertindak positif Pengakraban hubungan Pendalaman catur-nilai Ibadah Makna Kebahagiaan

(26)

As’ari (2015:2) menjelaskan bahwa pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Dengan pekerjaan apapun kita dapat memperoleh kebahagiaan termasuk juga pekerjaan sebagai pengemis. Hal itu diperoleh melalui bagaimana seseorang itu dapat memaknai hidupnya dari pekerjaan yang sedang ia geluti walaupun pekerjaan itu sebagai pengemis.

Untuk memperoleh makna hidup, ada lima teknik yang harus dilakukan yaitu: Pertama pemahaman diri, maksudnya mengenali secara objektif kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan diri sendiri, baik yang masih merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi. Kedua bertindak positif maksudnya, mencoba menerapkan dan melaksanakan hal-hal yang dianggap baik dan bermanfaat dalam perilaku dan tindakan nyata sehari-hari. Ketiga, pengakraban hubungan yaitu meningkatkan hubungan yang baik dengan pribadi-pribadi tertentu. Keempat, pendalaman catur nilai maksudnya berusaha untuk memahami dan memenuhi empat macam nilai yang merupakan sumber makna hidup, yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, nilai bersikap, dan nilai pengharapan. Kelima adalah ibadah, maksudnya berusaha memahami dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan dan mencegah diri dari apa yang dilarangnya. Kelima metode tersebut tujuannya untuk menjajaki sumber makna hidup yang tersirat dari pengalaman pribadi.

Referensi

Dokumen terkait

Media yang dikembangkan bernilai valid dan layak untuk digunakan pada kegiatan pembelajaran dimana penilaian Media Pembelajaran Matematika oleh validator diperoleh

ISOLASI SENYAWA MARKER DAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK KULIT BATANG TUMBUHAN MANGROVE TANCANG (Bruguiera gymnhorriza) dan API-API PUTIH (Avicennia marina) TERHADAP SEL T47D DAN

Metode kegiatan dengan melakukan design thinking , sosialisasi, pelatihan penggunaan alat produksi, penurunan kadar air dalam ikan asin agar dapat bertahan lebih lama, pemeriksaan

Uraian/Jenis Pengeluaran Jumlah Alat Waktu Bulan Volume.. Jumlah IV

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penguasaan konsep fisika siswa dengan penalaran formal tinggi dan siswa dengan penalaran formal rendah yang belajar dengan model

Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang berkaitan dengan struktur jaringan yang menyusun organ yang

Dari hasil pengujian sistem penggunaan teknologi computer vision yang digunakan untuk mengenali sampah dibawah laut bisa dimplementasikan dengan menguji jenis

Penggunaan metode pendidikan matematika realistik dalam pembelajaran matematika yaitu metode yang diberikan kepada siswa dengan cara memberikan materi yang