• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

33%

39% 23%

5%

Stasiun 1

5.1 Kondisi Ekologi Terumbu Karang

5.1.1 Persentasi tutupan

Dari hasil pengamatan dengan metode LIT pada ke diperoleh rata - rata

Persentasi tutupan karang tertinggi 68.37% dan terrendah pada

Menurut kategori yang dikemukakan oleh Gomez dan Yap (1988), persentasi tutupan karang di lokasi penelitian dikategorikan

Formasi yang terlihat pada terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh beberapa komponen yakni karang hidup (sem

soft coral (karang lunak),

(pasir, batu-batuan). Persentas

stasiun 2, sedangkan persentasi tutupan

stasiun 1. Sementara itu persentasi karang mati dan alga tertinggi ditemukan pada stasiun 2. Untuk lebih jelasnya

tutupan karang disajikan dalam Gambar

Gambar 9 Persentasi tutupan karang dan kategori bentik lainnya di Desa Teluk

Kondisi substrat dasar perairan

pasir, hal inilah yang kemudian diduga menjadi penyebab tingginya kematian karang. Nybakken (1992)

berpasir akan menyebabkan hewan karang mengalami kesulitan membersihkan

Acropora Non Acropora Dead Coral With Alga Soft Coral 51% 12% 35% 2% Stasiun 2 Acropora Non Acropora Dead Coral With Alga Soft Coral

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Terumbu Karang Desa Teluk Buton

utupan karang hidup

Dari hasil pengamatan dengan metode LIT pada ke dua stasiun persentasi tutupan karang hidup sebesar

tutupan karang tertinggi ditemukan pada stasiun 1 yaitu sebesar % dan terrendah pada stasiun 2 sebesar 60.53 % (Lampiran Menurut kategori yang dikemukakan oleh Gomez dan Yap (1988),

tutupan karang di lokasi penelitian dikategorikan baik.

Formasi yang terlihat pada terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh beberapa komponen yakni karang hidup (semua jenis karang batu), karang mati,

(karang lunak), algae, sponges, rubble (patahan karang) dan komponen Persentasi tertinggi tutupan karang Acropora dijumpai pada 2, sedangkan persentasi tutupan non acropora tertinggi ditemukan pada . Sementara itu persentasi karang mati dan alga tertinggi ditemukan . Untuk lebih jelasnya persentasi masing - masing komponen tutupan karang disajikan dalam Gambar 9.

tutupan karang dan kategori bentik lainnya Teluk Buton.

Kondisi substrat dasar perairan stasiun 2 secara umum didominasi oleh pasir, hal inilah yang kemudian diduga menjadi penyebab tingginya kematian Nybakken (1992) mengemukakan bahwa perairan yang substratnya berpasir akan menyebabkan hewan karang mengalami kesulitan membersihkan

Acropora Non Acropora Dead Coral With Alga Soft Coral

penelitian, tutupan karang hidup sebesar 64.45 %.

yaitu sebesar

% (Lampiran 1). Menurut kategori yang dikemukakan oleh Gomez dan Yap (1988), rata - rata

Formasi yang terlihat pada terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh ua jenis karang batu), karang mati, (patahan karang) dan komponen lain tertinggi tutupan karang Acropora dijumpai pada tertinggi ditemukan pada . Sementara itu persentasi karang mati dan alga tertinggi ditemukan masing komponen

stasiun 2 secara umum didominasi oleh pasir, hal inilah yang kemudian diduga menjadi penyebab tingginya kematian mengemukakan bahwa perairan yang substratnya berpasir akan menyebabkan hewan karang mengalami kesulitan membersihkan

(2)

diri sendiri dari endapan pasir yang menutupnya, sehingga menyebabkan kematian.

Karang mati mempunyai ada juga yang telah ditumbuhi alga

kondisinya dan beberapa bagian telah ditutupi oleh jenis karang lainnya, terutama karang tipe daun (Foliose).

sedangkan pada stasiun 1 tidak ditemukan (Lampiran

ditemukan jenis - jenis karang yang mengalami kehancuran, yaitu ke karang bercabang.

Tipe lainnya antara lain karang daun dan lempengan banyak mengalami hal serupa karena memang tipe karang ini mempunyai tingk

tinggi. Karang lempengan menurut

tinggi karena pertumbuhan aksial sangat cepat (15 cm/tahun) tanpa disertai oleh pertumbuhan bongkol koloni, sehingga setelah mencapai ukuran besar, bongkol tidak kuat menopang beban beratnya atau pecah oleh organisme pelubang atau gangguan gelombang.

Apabila dilihat berdasarkan selang waktu pengamatan, yakni tahun 2007 (t0) atau sebelum penetapan KKLD

penetapan KKLD, tutupan menunjukkan terjadinya Gambar 10 Persentasi pengamatan 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Pers en tas i t ut upan k aran g hidup (%)

diri sendiri dari endapan pasir yang menutupnya, sehingga menyebabkan Karang mati mempunyai ciri - ciri warna putih, tidak berlendir kalau diraba dan ada juga yang telah ditumbuhi alga dan lumut laut. Karang mati tetap utuh kondisinya dan beberapa bagian telah ditutupi oleh jenis karang lainnya, terutama

oliose). Pada stasiun dua terdapat karang dengan tip

sedangkan pada stasiun 1 tidak ditemukan (Lampiran 1). Disamping itu juga jenis karang yang mengalami kehancuran, yaitu kebanyakan dari Tipe lainnya antara lain karang daun dan lempengan banyak mengalami hal serupa karena memang tipe karang ini mempunyai tingkat kerapuhan yang cukup

Karang lempengan menurut Veron (1986) mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi karena pertumbuhan aksial sangat cepat (15 cm/tahun) tanpa disertai oleh ol koloni, sehingga setelah mencapai ukuran besar, bongkol tidak kuat menopang beban beratnya atau pecah oleh organisme pelubang atau

Apabila dilihat berdasarkan selang waktu pengamatan, yakni tahun 2007 ) atau sebelum penetapan KKLD dan tahun 2009 (t1) atau sesudah tutupan karang hidup (LC) pada 2 stasiun penelitian ini menunjukkan terjadinya fluktuasi (Gambar 10).

tutupan karang hidup pada masing-masing waktu tan (to dan t1) di perairan Desa Teluk Buton.

62.00 60.67 68.37 60.53 1 2 Stasiun Penelitian Thn 2007 (t0) Thn 2009 (t1)

diri sendiri dari endapan pasir yang menutupnya, sehingga menyebabkan berlendir kalau diraba dan Karang mati tetap utuh kondisinya dan beberapa bagian telah ditutupi oleh jenis karang lainnya, terutama Pada stasiun dua terdapat karang dengan tipe Foliose, Disamping itu juga banyakan dari Tipe lainnya antara lain karang daun dan lempengan banyak mengalami hal at kerapuhan yang cukup mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi karena pertumbuhan aksial sangat cepat (15 cm/tahun) tanpa disertai oleh ol koloni, sehingga setelah mencapai ukuran besar, bongkol tidak kuat menopang beban beratnya atau pecah oleh organisme pelubang atau Apabila dilihat berdasarkan selang waktu pengamatan, yakni tahun 2007 ) atau sesudah penelitian ini,

(3)

Berdasarkan gambar tersebut di atas, menunjukkan terjadinya persentasi tutupan karang hidup

Sedangkan pada stasiun

terlalu signifikan. Penurunan tutupan karang hidup pada stasiun 2, diduga akibat aktivitas manusia disekitarnya yang belum sepenuhnya mendukung program pelestarian terumbu karang. Hasil diskusi dengan be

setempat diperoleh informasi bahwa di daerah ini masih terjadi praktek penangkapan ikan karang ilegal seperti penggunaan potassium penambangan karang.

hasil penambangan masyarakat.

Gambar 11 (a) Karang

penambangan dan di

Walaupun terjadi penurunan tutupan karang hidup pada stasiun 2, namun secara keseluruhan, jika dilihat

hidup pada tahun 2007 dan tahun 2009 (Gambar 12 dan Lampiran 1).

Gambar 12 menunjukkan bahwa rata

hidup tahun 2009 lebih tinggi (64. 45%) dibandingkan tahun 2007 (61.34 %) atau terjadi kenaikan sebesar 3.14 %. Peningkatan ini diduga terjadi karena faktor lingkungan yang masih mendukung pertumbuha

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang juga menemukan terjadinya peningkatan tutupan karang hidup di daerah ini. Seperti dilaporkan oleh Soekarno (2008)

pemantauan kondisi ekosistem terumbu karang, persentasi tutupan karang hidup

ambar tersebut di atas, menunjukkan terjadinya peningkatan karang hidup yang cukup signifikan, terutama di stasiun Sedangkan pada stasiun 2 terjadi penurunan tutupan karang hidup yang tidak

enurunan tutupan karang hidup pada stasiun 2, diduga akibat aktivitas manusia disekitarnya yang belum sepenuhnya mendukung program karang. Hasil diskusi dengan beberapa masyarakat setempat diperoleh informasi bahwa di daerah ini masih terjadi praktek penangkapan ikan karang ilegal seperti penggunaan potassium

Gambar 11 memperlihatkan bongkahan karang batu, hasil penambangan masyarakat.

(a) Karang hasil penambangan masyarakat, (b) karang enambangan dan di bagian belakang tampak kantor

Walaupun terjadi penurunan tutupan karang hidup pada stasiun 2, namun secara keseluruhan, jika dilihat dari nilai rata-rata persentasi tutupan

tahun 2007 dan tahun 2009 menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 12 dan Lampiran 1).

menunjukkan bahwa rata - rata persentasi tutupan karang hidup tahun 2009 lebih tinggi (64. 45%) dibandingkan tahun 2007 (61.34 %) atau terjadi kenaikan sebesar 3.14 %. Peningkatan ini diduga terjadi karena faktor lingkungan yang masih mendukung pertumbuhan karang.

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang juga menemukan terjadinya peningkatan tutupan karang hidup di daerah ini. Seperti Soekarno (2008) yang menemukan bahwa berdasarkan hasil pemantauan kondisi ekosistem terumbu karang, di bagian barat Indonesia

karang hidup sebagian besar menurun.

peningkatan signifikan, terutama di stasiun 1. terjadi penurunan tutupan karang hidup yang tidak enurunan tutupan karang hidup pada stasiun 2, diduga akibat aktivitas manusia disekitarnya yang belum sepenuhnya mendukung program berapa masyarakat setempat diperoleh informasi bahwa di daerah ini masih terjadi praktek penangkapan ikan karang ilegal seperti penggunaan potassium dan memperlihatkan bongkahan karang batu,

arang hasil antor desa. Walaupun terjadi penurunan tutupan karang hidup pada stasiun 2, namun

tutupan karang menunjukkan adanya peningkatan rata persentasi tutupan karang hidup tahun 2009 lebih tinggi (64. 45%) dibandingkan tahun 2007 (61.34 %) atau terjadi kenaikan sebesar 3.14 %. Peningkatan ini diduga terjadi karena faktor Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang juga menemukan terjadinya peningkatan tutupan karang hidup di daerah ini. Seperti berdasarkan hasil di bagian barat Indonesia

(4)

Peningkatan persentasi tutupan karang hidup hanya ditemukan di Kabupaten Natuna, yakni naik sebesar 5, 59 % tahun 2007 (t1) dibandingkan periode pengamatan tahun 2004 sebagai titik awal pengamatan (t0).

2009 2007 69 68 67 66 65 64 63 62 61 60 Year Li fe C o ra l C o ve r Pe rc e n ta g e ( % ) 61.34 64.45

Gambar 12 Boxplot persentasi tutupan karang hidup tahun 2007 dan 2009 di perairan Desa Teluk Buton.

5.1.2 Kelimpahan, keanekaragaman dan kemerataan ikan karang

Hasil pengamatan tahun 2009 terhadap kondisi ikan di dua stasiun penelitian, ditemukan sebanyak 52 jenis ikan karang yang termasuk dalam 16 suku, dengan nilai kelimpahan sebesar 22814 individu / ha (Lampiran 3). Ikan - ikan tersebut dapat dibedakan atas 3 kelompok mengikuti cara English et al. (1997), yakni kelompok ikan target, ikan indikator, dan kelompok major. Ikan target dijumpai sebanyak 15 jenis mewakili 9 suku, ikan indikator dari suku Chaetodontidae sebanyak 10 jenis, dan ikan kelompok major sebanyak 27 jenis mewakili 7 suku.

Berdasarkan jumlah jenis untuk setiap suku pada kelompok ikan target, maka terlihat bahwa suku yang dominan adalah suku Serranidae (5 jenis) dan Siganidae (3 jenis). Sedangkan suku lainnya masing - masing hanya ditemukan 1 jenis (Gambar 13). Dilihat dari komposisi makanan utamanya, suku Serranidae tergolong hewan karnivora, sedangkan suku Siganidae tergolong herbivora. Suku - suku lainnya yang tergolong karnivora dari ikan target ini adalah suku Lutjanidae (Kakap), Nemipteridae (Kerisi), Mullidae (Biji Nangka), dan Labridae (Nuri - Nuri). Sedangkan suku - suku yang herbivora adalah Kyphosidae. Ekor kuning yang merupakan bagian dari suku Caesionidae menurut Carpenter (1987) pada umumnya mengkonsumsi zooplankton sebagai makanannya (plankton

(5)

Gambar 13 Komposisi dan distribusi suku ikan target dan ikan major di perairan Desa Teluk Buton.

Jenis - jenis dominan dari kelompok ikan target adalah Pterocaesio

chrysozona, dan Lutjanus decussatus. Masyarakat nelayan di Desa Teluk Buton

telah memanfaatkan berbagai jenis ikan karang dari suku - suku di atas untuk kebutuhan protein di daerah setempat sejak lama. Penangkapan semua ikan suku - suku di atas pada umumnya dengan menggunakan berbagai alat seperti pancing, bubu, kelong pantai, jaring insang (gillnet). Hasil tangkapan nelayan tersebut, disamping digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri juga dijual untuk mencukupi kebutuhan protein lokal.

Untuk kelompok ikan major selama penelitian ditemukan sebanyak 27 jenis yang mewakili 7 suku (Lampiran 5). Dilihat dari jumlah jenis dari kelompok ikan major didominasi oleh suku Pomacentridae dan Labridae (Gambar 13). Jenis - jenis yang dominan adalah Chromis viridis, Neopomacentrus filamentosus,

Abudefduf bengalensis dan Dascyllus reticulatus. Hasil penelitian ini sama

seperti dilaporkan oleh Adrim (2007), yang menemukan suku Pomacentridae dan Labridae mendominasi kelompok ikan major baik dari segi jumlah jenis maupun kelimpahan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter di Perairan Pulau Enggano Propinsi Bengkulu.

Selanjutnya sebanyak 10 jenis ikan Kepe - Kepe yang merupakan kelompok ikan indikator ditemukan selama penelitian, menempati tiga marga yakni Chaetodon (8 jenis), Chelmon (1 jenis), dan Heniochus (1 jenis). Selengkapnya jenis - jenis ikan indikator tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Kelimpahan dan sebaran ketiga marga tersebut ditunjukkan pada Gambar 15. Dari total individu keseluruhan, marga yang paling dominan adalah Chaetodon

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 TLB 01 TLB 02 Ju m la h S pe si es Stasiun Penelitian

Kelompok Ikan Target

Kyphosidae Labridae Mullidae Balistidae Siganidae Serranidae Nemipteridae Lutjanidae Caesionidae 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 TLB 01 TLB 02 Ju m la h S pe si es Stasiun Penelitian

Kelompok Ikan Major

Monacanthidae Acanthuridae Zanclidae Pomacentridae Labridae Scaridae Apogonidae

(6)

(90.91 %), marga Heniochus stasiun 1, dan tidak dijumpai pada

kelimpahan yang paling rendah dan dijumpai hanya di

Gambar 14 Kelimpahan

Tidak terlihat keterkaitan yang jelas antara tinggi rendahnya kelimpahan ikan (total individu) dengan tutupan karang batu.

dengan ikan Kepe - Kepe jenis tertentu.

3 jenis Kepe - Kepe yang merupakan fauna ikan yang tersebar hanya di Lauta Hindia saja (tergolong fauna

triangulum, dan Chaetodon

Ikan Kepe - Kepe yang dominan adalah

Chaetodon beneti (21.21

berbeda dengan komunitas ikan

al. (1991) mengemukakan bahwa ikan

(85,2%) mendominasi secara ekstrim laut dangkal yang biasanya relatif keruh. terdapat jenis ikan Kepe

Hasil analisis indeks ekologi terhadap ikan karang di berdasarkan kelimpahan individu, diperoleh bahwa in Shannon-Wiener (H-ln) berkisar antara

(J’) berkisar antara 0.57

ikan karang (H’, J’) tahun 2009 dan tahun 2007.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Indiv idu

arga Heniochus (6.06%), dan Chelmon (3.03%) dijumpai pada , dan tidak dijumpai pada stasiun 2. Marga Chelmon (3.03%) memiliki kelimpahan yang paling rendah dan dijumpai hanya di stasiun 1.

Kelimpahan marga Chaetodon di perairan Desa Teluk Buton.

Tidak terlihat keterkaitan yang jelas antara tinggi rendahnya kelimpahan du) dengan tutupan karang batu. Namun diduga keterkaitannya epe jenis tertentu. Di antara keseluruhan jenisnya terdapat epe yang merupakan fauna ikan yang tersebar hanya di Lauta Hindia saja (tergolong fauna endemik) yaitu Chaetodon guttatissimus, Chaetodon

Chaetodon falcula (Adrim 2007).

epe yang dominan adalah Chaetodon trifasciatus 21.21%), dan Chaetodon octofasciatus (9.09%). komunitas ikan Kepe - Kepe di Pulau - Pulau Seribu

mengemukakan bahwa ikan Kepe-Kepe jenis Chaetodon octofasciatus mendominasi secara ekstrim dan jenis tersebut lebih menyukai perairan

al yang biasanya relatif keruh. Di perairan Desa Teluk Buton epe-Kepe yang dominan secara ekstrim.

Hasil analisis indeks ekologi terhadap ikan karang di Desa Teluk Buton berdasarkan kelimpahan individu, diperoleh bahwa indeks keanekaragaman

ln) berkisar antara 1.99 - 2.56 dan indeks kemerataan Pielou - 0.72. Gambar 15 menunjukkan histogram indeks ekologi tahun 2009 dan tahun 2007.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 TLB 01 TLB 02 Stasiun Penelitian

Kelompok Ikan Indikator

Heniochus Chelmon Chaetodon

%) dijumpai pada %) memiliki

erairan Desa Teluk Buton.

Tidak terlihat keterkaitan yang jelas antara tinggi rendahnya kelimpahan Namun diduga keterkaitannya Di antara keseluruhan jenisnya terdapat epe yang merupakan fauna ikan yang tersebar hanya di Lautan

Chaetodon

trifasciatus (36.36%),

%). Hasil ini Pulau Seribu. Adrim et

octofasciatus

dan jenis tersebut lebih menyukai perairan erairan Desa Teluk Buton tidak Desa Teluk Buton deks keanekaragaman ndeks kemerataan Pielou menunjukkan histogram indeks ekologi

(7)

Odum (1971) mengemukakan bahwa komunitas dinyatakan tidak stabil, 1 besar dari 3 komunitas dinyatakan stabil. perairan Desa Teluk Buton

berarti tidak terjadi pemusatan individu pada satu jenis tertentu antara 0-1.

Gambar 15 Hasil analisis karang di p

Berdasarkan Gambar 1

maupun nilai indeks kemerataan ikan karang di dua stasiun penelitian mengalami penurunan. Penurunan

karang tertentu, misalnya ikan jenis

mendominasi pada stasiun 1 dengan kelimpahan 550 individu.

tercirikan dari nilai indeks kemerataan jenis ikan karang yang rendah. Ikan yang mendominasi tersebut

konsumsi).

Hal yang sama juga terjadi pada stasiun 2. Ikan jenis

mendominasi di stasiun ini dengan kelimpahan 110 individu (Lampiran Ikan jenis ini termasuk dalam suku Pomacentridae dan merupakan ikan major dalam ekosistem terumbu karang.

Gambar 15 di atas dan

kemerataan jenis ikan karang berbanding lurus dengan nilai indeks keanekaragaman jenis 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 N ila i i nd ek s ke an ek ar ag am an d an k em er at aa n ik an

mengemukakan bahwa Indeks Shannon - Wiener kecil dari 1, itas dinyatakan tidak stabil, 1-3 komunitas dinyatakan sedang (moderat), 3 komunitas dinyatakan stabil. Dengan demikian komunitas ikan di erairan Desa Teluk Buton dapat dinyatakan moderat. Indeks kemerataan (J’) tinggi berarti tidak terjadi pemusatan individu pada satu jenis tertentu. Indeks (J’) berkisar

nalisis nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan perairan Desa Teluk Buton tahun 2007 dan 2009.

Berdasarkan Gambar 15 di atas, terlihat baik nilai indeks keanekaragaman maupun nilai indeks kemerataan ikan karang di dua stasiun penelitian mengalami enurunan ini diduga terjadi karena adanya dominansi jenis ikan

isalnya ikan jenis Pterocaesio chrysozona

mendominasi pada stasiun 1 dengan kelimpahan 550 individu. Keadaan ini juga tercirikan dari nilai indeks kemerataan jenis ikan karang yang rendah.

yang mendominasi tersebut termasuk dalam kategori ikan target (ikan Hal yang sama juga terjadi pada stasiun 2. Ikan jenis Chromis viridis mendominasi di stasiun ini dengan kelimpahan 110 individu (Lampiran

enis ini termasuk dalam suku Pomacentridae dan merupakan ikan major dalam ekosistem terumbu karang.

di atas dan Lampiran 3, menunjukkan bahwa nilai indeks ikan karang berbanding lurus dengan nilai indeks jenis ikan karang. Artinya stasiun penelitian yang

3.76 3.42 1.99 2.56 0.90 0.82 0.57 0.72 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 1 2 Stasiun Penelitian H' tahun 2007 H' tahun 2009 J' tahun 2007 J' tahun 2009

Wiener kecil dari 1, 3 komunitas dinyatakan sedang (moderat), Dengan demikian komunitas ikan di Indeks kemerataan (J’) tinggi . Indeks (J’) berkisar

emerataan ikan ahun 2007 dan 2009.

di atas, terlihat baik nilai indeks keanekaragaman maupun nilai indeks kemerataan ikan karang di dua stasiun penelitian mengalami dominansi jenis ikan

Pterocaesio chrysozona, sangat

Keadaan ini juga

tercirikan dari nilai indeks kemerataan jenis ikan karang yang rendah. termasuk dalam kategori ikan target (ikan

Chromis viridis

mendominasi di stasiun ini dengan kelimpahan 110 individu (Lampiran 3). enis ini termasuk dalam suku Pomacentridae dan merupakan ikan major

ampiran 3, menunjukkan bahwa nilai indeks ikan karang berbanding lurus dengan nilai indeks ikan karang. Artinya stasiun penelitian yang

(8)

memperlihatkan nilai indeks keanekaragaman ikan karang yang tinggi, juga menunjukkan nilai kemerataan ikan karangnya tinggi dan sebaliknya. Hasil pengamatan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya (tahun 2007), yang dilakukan oleh tim CRITC LIPI.

5.1.3 Kelimpahan megabenthos

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelimpahan megabenthos pada tahun 2009 cenderung ditemukan sedikit megabenthos pada 2 stasiun penelitian di perairan Desa Teluk Buton. Pada stasiun 1 ditemukan hanya 1 jenis yakni

Drupelia sp dengan kelimpahan 3 individu/transek. Demikian juga pada stasiun

2, ditemukan hanya 1 jenis megabenthos yakni Diadema setosum dengan kelimpahan yang cukup tinggi sebesar 222 individu/transek (Lampiran 5) .

Apabila dibandingkan menurut waktu pengamatan antara tahun 2007 dan tahun 2009, kelimpahan megabenthos mengalami penurunan pada tahun 2009 (Gambar 16).

Gambar 16 Kelimpahan megabenthos tahun 2007 dan tahun 2009 di perairan Desa Teluk Buton.

Gambar 16 di atas, menunjukkan bahwa penurunan kelimpahan megabenthos terjadi di semua stasiun penelitian. Penurunan kelimpahan ini diduga terjadi akibat aktivitas pemanfaatan biota tersebut oleh masyarakat setempat. Seperti diketahui beberapa jenis megabenthos yang berasosiasi dengan terumbu karang merupakan sumber protein hewani yang baik dikonsumsi, misalnya Kima. Pada tahun 2007 di 2 stasiun tersebut, ditemukan Kima besar (Large Giant Clam) sebanyak 2 individu dan Kima kecil (Small Giant

43 400 3 222 0 35 70 105 140 175 210 245 280 315 350 385 420 1 2 K el im pa ha n M eg ab en th os ( In di vi du /tr an se k) Stasiun Penelitian Tahun 2007 Tahun 2009

(9)

Clam) sebanyak 12 individu. Namun pada tahun 2009 kedua jenis megabenthos

tersebut tidak ditemukan lagi. Terkait dengan biota Kima

Panggabean (2005) mengemukakan bahwa jenis

gigas dan Tridacna derasa

Sedangkan jenis - jenis yang lain populasinya semakin terbatas. Menurut Cappenberg

dalam memanfaatkan

pada rataan terumbu. Perubahan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi lingkungan dan kualitas ekosistem perairan sekitar seper

terumbu. Hal ini terlihat dengan semakin menurunnya jenis terutama yang memiliki nilai ekonomis penting seperti

semakin sulit didapat.

5.2 Kondisi Ekologi Terumbu Karang 5.2.1 Persentasi tutupan

Berdasarkan hasil pengamatan

Berbasis Masyarakat (DPLBM) Desa Sabang Mawang persentasi tutupan karang hidup sebesar

kategori yang dikemukakan oleh Gomez dan Yap (1988), rata tutupan karang di lokasi penelitian

Formasi yang terlihat pada terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh beberapa komponen yakni karang hidup (semua jenis karang batu), karang mati,

soft coral (karang lunak),

(pasir, batu-batuan). Untuk lebih jelasnya tutupan karang disajikan dalam Gambar

Gambar 17 Persentas di D

) sebanyak 12 individu. Namun pada tahun 2009 kedua jenis megabenthos tersebut tidak ditemukan lagi.

Terkait dengan biota Kima, Usher (1984) dalam Cappenberg mengemukakan bahwa jenis - jenis Kima seperti

derasa di perairan Indonesia barat diduga telah punah.

jenis yang lain populasinya semakin terbatas. Cappenberg dan Panggabean (2005), tingginya aktivitas

dalam memanfaatkan sumberdaya perairan pantai mengakibatkan degradasi pada rataan terumbu. Perubahan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi lingkungan dan kualitas ekosistem perairan sekitar seperti moluska pada rataan Hal ini terlihat dengan semakin menurunnya jenis - jenis moluska, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting seperti Kima, yang semakin hari

Terumbu Karang Desa Sabang Mawang utupan karang hidup

hasil pengamatan pada stasiun Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPLBM) Desa Sabang Mawang, diperoleh rata

tutupan karang hidup sebesar 91.33 % (Lampiran 2). Men

kategori yang dikemukakan oleh Gomez dan Yap (1988), rata - rata persentas karang di lokasi penelitian ini dikategorikan sangat baik.

Formasi yang terlihat pada terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh beberapa komponen yakni karang hidup (semua jenis karang batu), karang mati,

(karang lunak), algae, sponges, rubble (patahan karang) dan komponen Untuk lebih jelasnya persentasi masing - masing komponen tutupan karang disajikan dalam Gambar 17.

Persentasi tutupan karang dan kategori bentik lainnya DPLBM Setanau Desa Sabang Mawang.

63% 27%

10% 0%

Acropora Non Acropora Dead Coral With Alga Soft Coral

) sebanyak 12 individu. Namun pada tahun 2009 kedua jenis megabenthos Cappenberg dan ima seperti Tridacna nesia barat diduga telah punah.

ingginya aktivitas manusia perairan pantai mengakibatkan degradasi pada rataan terumbu. Perubahan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi ti moluska pada rataan nis moluska, yang semakin hari

Daerah Perlindungan Laut rata - rata Mengacu pada rata persentasi Formasi yang terlihat pada terumbu karang, tersusun atas penutupan oleh beberapa komponen yakni karang hidup (semua jenis karang batu), karang mati, (patahan karang) dan komponen lain masing komponen

(10)

Berdasarkan Gambar 19 tersebut, diperoleh informasi bahwa Acropora merupakan komponen penyusun tutupan karang hidup yang paling tinggi yakni sebesar 63%, diikuti oleh non acropora sebesar

sebesar 10 %. Sementara itu komponen penyusun yang lunak (soft coral) tidak ditemukan.

Apabila dilihat berdasarkan selang waktu pengamatan, yakni tahun 2007 (t0) atau sebelum penetapan KKLD dan tahun

penetapan KKLD, tutupan karang hidup pada stasiun penelitian ini peningkatan yang sangat signifikan

Gambar 18 Persentasi pengama

Gambar 18 menunjukkan bahwa rata

hidup tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 sebesar 19.63 %.

persentasi tutupan karang hidup

yang masih mendukung pertumbuhan karang

terumbu karang yang dilakukan oleh masyarakat setem

DPLBM atau oleh masyarakat diistilahkan sebagai karang lindung.

Pemahaman masyarakat tentang pentingnya karang lindung relatif telah membaik, akibat adanya penyuluhan dan pendampingan dari LSM melalui program COREMAP. Begitu juga

melalui organisasi kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS) berjalan dengan baik. Selain itu, karena posisi

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Pers ent as i t ut upan k aran g hidu p (%)

Berdasarkan Gambar 19 tersebut, diperoleh informasi bahwa Acropora merupakan komponen penyusun tutupan karang hidup yang paling tinggi yakni sebesar 63%, diikuti oleh non acropora sebesar 27 % dan dead coral with alga sebesar 10 %. Sementara itu komponen penyusun yang berasal dari

) tidak ditemukan.

Apabila dilihat berdasarkan selang waktu pengamatan, yakni tahun 2007 (t0) atau sebelum penetapan KKLD dan tahun 2009 (t1) atau sesudah penetapan KKLD, tutupan karang hidup pada stasiun penelitian ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan (Gambar 18).

Persentasi tutupan karang hidup pada masing - masing engamatan (t0 dan t1) di DPLBM Setanau Sabang Mawang

menunjukkan bahwa rata - rata persentasi tutupan karang hidup tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yakni terjadi kenaikan Beberapa hal yang diduga mempengaruhi kenaikan persentasi tutupan karang hidup di stasiun ini, selain karena faktor lingkungan yang masih mendukung pertumbuhan karang, juga adanya intervensi pelestarian terumbu karang yang dilakukan oleh masyarakat setempat melalui pembentukan DPLBM atau oleh masyarakat diistilahkan sebagai karang lindung.

emahaman masyarakat tentang pentingnya karang lindung relatif telah membaik, akibat adanya penyuluhan dan pendampingan dari LSM melalui Begitu juga fungsi pengawasan masyarakat yang diwadahi melalui organisasi kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS)

berjalan dengan baik. Selain itu, karena posisi DPL yang tidak terlalu jauh dari

71.70 91.33 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 1 Stasiun Penelitian Thn 2007 (t0) Thn 2009 (t1)

Berdasarkan Gambar 19 tersebut, diperoleh informasi bahwa Acropora merupakan komponen penyusun tutupan karang hidup yang paling tinggi yakni 27 % dan dead coral with alga berasal dari karang Apabila dilihat berdasarkan selang waktu pengamatan, yakni tahun 2007 2009 (t1) atau sesudah menunjukkan

masing waktu Sabang Mawang. rata persentasi tutupan karang

yakni terjadi kenaikan Beberapa hal yang diduga mempengaruhi kenaikan

faktor lingkungan , juga adanya intervensi pelestarian pat melalui pembentukan emahaman masyarakat tentang pentingnya karang lindung relatif telah membaik, akibat adanya penyuluhan dan pendampingan dari LSM melalui fungsi pengawasan masyarakat yang diwadahi melalui organisasi kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS) relatif DPL yang tidak terlalu jauh dari

(11)

pemukiman penduduk turut mendukung mudahnya proses pengawasan dilakukan.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang juga menemukan terjadinya peningkatan tutupan karang hidup setelah DPL dibentuk. Madduppa et al. (2005) mengemukakan bahwa terjadi peningkatan persen penutupan karang hidup di DPL Pulau Sebesi, Lampung setelah berjalan selama 2 tahun. Begitu juga Dewantama et al. (2007) melaporkan bahwa tutupan karang hidup di Taman Nasional Bali Barat meningkat 37,1 % setelah pengelolaan kolaboratif berjalan.

5.2.2 Kelimpahan, keanekaragaman dan kemerataan ikan karang

Hasil pengamatan tahun 2009 terhadap kondisi ikan di stasiun penelitian, ditemukan sebanyak 54 jenis ikan karang yang termasuk dalam 12 suku, dengan nilai kelimpahan sebesar 21543 individu / ha (Lampiran 4). Ikan - ikan tersebut dapat dibedakan atas 3 kelompok mengikuti cara English et al. (1997), yakni kelompok ikan target, ikan indikator, dan kelompok major. Ikan target dijumpai sebanyak 27 jenis mewakili 9 suku, ikan indikator dari suku Chaetodontidae sebanyak 8 jenis, dan ikan kelompok major sebanyak 19 jenis mewakili 3 suku.

Berdasarkan jumlah jenis untuk setiap suku pada kelompok ikan target, maka terlihat bahwa suku yang dominan adalah suku Serranidae (6 jenis), Siganidae (6 jenis), Lutjanidae (4 jenis) dan Nemipteridae (3 jenis). Sedangkan suku lainnya masing - masing hanya ditemukan 1 - 2 jenis (Gambar 19).

Jenis - jenis dominan dari kelompok ikan target adalah Pterocaesio

chrysozona, Caesio cuning, Lutjanus kasmira, Scolopsis lineate, Scolopsis

ciliata, dan Chepalopolis boenak. Masyarakat nelayan di Desa Sabang Mawang

telah memanfaatkan berbagai jenis ikan karang dari suku - suku di atas untuk kebutuhan protein di daerah setempat sejak lama. Penangkapan semua ikan suku - suku di atas pada umumnya dengan menggunakan berbagai alat seperti pancing, bubu, kelong pantai, jaring insang (gillnet). Hasil tangkapan nelayan tersebut, disamping digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri juga dijual untuk mencukupi kebutuhan protein lokal.

(12)

Gambar 19 Komposisi dan

di DPL Setanau Desa Sabang Mawang

Untuk kelompok ikan major selama penelitian ditemukan sebanyak yang mewakili 3 suku (Lampiran 5).

major didominasi oleh suku Pomacentridae, Jenis - jenis yang dominan adalah

melas, Pomacentrus molucensis, Chromis viridis, Scarus schlegeli, Halichoeres scapularis.

(2007), yang menemukan suku Pomacentridae dan Labridae mendominasi kelompok ikan major baik dari segi jumlah jenis maupun kelimpahan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter di Perairan Pulau Enggano Propinsi Bengkulu.

Selanjutnya sebanyak

ikan indikator ditemukan selama penelitian, Chaetodon. Ikan Kepe

0 1

0 1

Komposisi dan distribusi suku ikan target dan ikan m DPL Setanau Desa Sabang Mawang.

Untuk kelompok ikan major selama penelitian ditemukan sebanyak

suku (Lampiran 5). Dilihat dari jumlah jenis dari kelompok ikan asi oleh suku Pomacentridae, Scaridae dan Labridae (Gambar jenis yang dominan adalah Amblyglyphidodon curacao, Neoglyphidodon

melas, Pomacentrus molucensis, Chromis viridis, Scarus schlegeli,

Hasil penelitian ini sama seperti dilaporkan oleh , yang menemukan suku Pomacentridae dan Labridae mendominasi kelompok ikan major baik dari segi jumlah jenis maupun kelimpahan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter di Perairan Pulau Enggano Propinsi Bengkulu.

ebanyak 8 jenis ikan Kepe - Kepe yang merupakan kelompok ikan indikator ditemukan selama penelitian, dan semua termasuk dalam marga Ikan Kepe - Kepe yang dominan adalah Chaetodon trifasciatus

1 2 3 4 5 6 7

Jumlah Spesies

Kelompok Ikan Target

Haemulidae Labridae Mullidae Balistidae Siganidae Serranidae Nemipteridae Lutjanidae Caesionidae 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah Spesies

Kelompok Ikan Major

Labridae Scaridae Pomacentridae

major

Untuk kelompok ikan major selama penelitian ditemukan sebanyak 19 jenis jenis dari kelompok ikan (Gambar 19).

Amblyglyphidodon curacao, Neoglyphidodon

melas, Pomacentrus molucensis, Chromis viridis, Scarus schlegeli, dan

Hasil penelitian ini sama seperti dilaporkan oleh Adrim , yang menemukan suku Pomacentridae dan Labridae mendominasi kelompok ikan major baik dari segi jumlah jenis maupun kelimpahan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter di Perairan Pulau Enggano Propinsi Bengkulu.

ang merupakan kelompok dan semua termasuk dalam marga

(13)

(32.14%), Chaetodon octofasciatus

Chaetodon beneti (10.71

Hasil ini berbeda dengan Seribu. Adrim et al. (1991)

Chaetodon octofasciatus

lebih menyukai perairan laut dangk Di Perairan DPL Setanau

Kepe yang dominan secara ekstrim.

Hasil analisis indeks ekologi terhadap ikan karang di

berdasarkan kelimpahan individu, diperoleh bahwa indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H

-Gambar 23 menunjukkan histogram indeks ekologi dan tahun 2007.

Odum (1971) mengemukakan bahwa komunitas dinyatakan tidak stabil, 1 besar dari 3 komunitas dinyatakan stabil. Setanau Desa Sabang Mawang

tinggi berarti tidak terjadi pemusatan individu pada satu jenis tertentu berkisar antara 0-1.

Gambar 20 Hasil analisis karang di

Berdasarkan Gambar

maupun nilai indeks kemerataan ikan karang di dua stasiun penelitian mengalami peningkatan pada tahun 2009

N ila i i nd ek s ke an ek ar ag am an d an ke m er at aa n ik an k ar an g

Chaetodon octofasciatus (25 %), Chaetodon ephippium (14.29%) dan

(10.71%).

Hasil ini berbeda dengan komunitas ikan Kepe - Kepe di Pulau

(1991) mengemukakan bahwa ikan Kepe - Kepe jenis

octofasciatus (85,2%) mendominasi secara ekstrim dan jenis tersebut

perairan laut dangkal yang biasanya relatif keruh. DPL Setanau Desa Sabang Mawang tidak terdapat jenis ikan K epe yang dominan secara ekstrim.

Hasil analisis indeks ekologi terhadap ikan karang di Desa Sabang Mawa berdasarkan kelimpahan individu, diperoleh bahwa indeks keanekaragaman

- ln) 3.16 dan indeks kemerataan Pielou (J’) antara 0 menunjukkan histogram indeks ekologi ikan karang (H’, J’) tahun 2009

mengemukakan bahwa Indeks Shannon-Wiener kecil dari 1, itas dinyatakan tidak stabil, 1-3 komunitas dinyatakan sedang (moderat),

3 komunitas dinyatakan stabil. Dengan demikian komunitas ikan di Sabang Mawang dapat kategorikan stabil. Indeks kemerataan (J’) tinggi berarti tidak terjadi pemusatan individu pada satu jenis tertentu. Indeks (J’)

nalisis nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan arang di DPL Setanau tahun 2007 dan 2009.

Berdasarkan Gambar 20 di atas, terlihat baik nilai indeks keanekaragaman maupun nilai indeks kemerataan ikan karang di dua stasiun penelitian mengalami

ingkatan pada tahun 2009. Peningkatan nilai indeks keanekaragaman

2.75 3.16 0.67 0.79 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 H' tahun 2007 H' tahun 2009 J' tahun 2007 J' tahun 2009 (14.29%) dan Kepe di Pulau - Pulau Kepe jenis dan jenis tersebut

al yang biasanya relatif keruh. ikan Kepe -

Sabang Mawang berdasarkan kelimpahan individu, diperoleh bahwa indeks keanekaragaman ndeks kemerataan Pielou (J’) antara 0.79.

tahun 2009 Wiener kecil dari 1, 3 komunitas dinyatakan sedang (moderat), Dengan demikian komunitas ikan di DPL Indeks kemerataan (J’) . Indeks (J’)

emerataan ikan di atas, terlihat baik nilai indeks keanekaragaman maupun nilai indeks kemerataan ikan karang di dua stasiun penelitian mengalami indeks keanekaragaman erat

(14)

kaitannya dengan komposisi jumlah jenis ikan karang dan jumlah individu. Pada stasiun ini tidak terdapat jenis ikan yang mendominasi secara ekstrim. Perbandingan jumlah individu per jenis ikan karang hampir sama, yang dicirikan oleh nilai indeks kemerataan tinggi. Penyebab penting lainnya adalah karena stasiun ini berstatus sebagai DPLBM yang dilindungi dari aktivitas penangkapan ikan, maka kondisi ikan akan dapat dipertahankan. Cinner et al. (2005) mengemukakan bahwa penutupan periodik suatu kawasan perairan dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap ikan karang, diantaranya peningkatan biomass ikan dan ukuran ikan. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Gell dan Roberts (2003) dan McClanahan dan Arthur (2001).

Hasil penelitian ini memperkuat beberapa hasil penelitian sebelumnya yang juga menemukan peningkatan kelimpahan ikan karang, jumlah jenis maupun keanekaragamannya (Roberts dan Hawkins 2000).

5.2.3 Kelimpahan megabenthos

Hasil pengamatan terhadap kelimpahan megabenthos pada tahun 2009 memperlihatkan terjadinya peningkatan dibandingkan tahun 2007 (Gambar 21). Pada stasiun ini ditemukan 4 jenis megabenthos dengan kelimpahan yang cukup tinggi yaitu sebesar 182 individu/transek (Lampiran 6) .

Gambar 21 Kelimpahan megabenthos tahun 2007 dan tahun 2009 di DPL Setanau Desa Sabang Mawang.

Hal yang menarik ditemukan adalah peningkatan jumlah Large Giant Clam pada stasiun 3. Pada tahun 2007 hanya ditemukan 1 individu, dan tahun 2009

46 182 0 40 80 120 160 200 K el imp ah an Me g ab en th os (I nd iv id u/ tr an se k) Tahun 2007 Tahun 2009

(15)

ditemukan 12 individu. Demikian pula dengan Small Giant Clam bertambah jumlahnya dari 13 individu tahun 2007 menjadi 155 individu tahun 2009. Peningkatan jumlah kedua megabenthos tersebut diduga karena aktivitas pengambilan oleh masyarakat sekitar sudah mulai menurun. Sejalan dengan itu, aktivitas pengawasan oleh masyarakat yang cukup tinggi juga turut memberikan kontribusi.

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang menemukan terjadinya peningkatan kelimpahan megabenthos pada daerah perlindungan laut. Seperti yang dilaporkan Castilla dan Duran (1985), terjadi peningkatan densitas jenis siput komersial penting the Loco (Concholepas

concholepas) sebesar 14 kali dan ukurannya menjadi 2 kali lipat, setelah

berjalannya program perlindungan laut di negara Chili. Demikian juga yang dilaporkan oleh Stoner dan Ray (1996), densitas rata - rata Siput Ratu Dewasa (Strombus gigas) 15 kali lebih tinggi dan larva tingkat akhir densitasnya 4-17 kali lebih tinggi di dalam kawasan Taman Laut di Exima, Bahama.

5.3 Analisis Dampak KKLD terhadap Ekosistem Terumbu Karang

Berdasarkan uraian sebelumnya terlihat bahwa terjadi perubahan beberapa variabel terumbu karang setelah KKLD dibentuk. Berikut ini akan diuraikan secara keseluruhan nilai variabel terumbu karang sebelum dan setelah KKLD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 22.

Tabel 13 Perbandingan nilai variabel ekologi terumbu karang sebelum KKLD (Tahun 2007) dan sesudah KKLD (Tahun 2009)

Tahun

Variabel Dampak Ekologi

Persen Tutupan Karang Hidup (%) Indeks Keanekaragaman Karang Indeks Kemerataan Karang Indeks Keanekaragaman Ikan Karang Indeks Kemerataan Ikan Karang Kelimpahan Benthos (indiv/stasiun) 2007 64.79 2.83 0.83 3.31 0.80 163.00 2009 73.37 2.53 0.90 2.58 0.70 135.67

(16)

Gambar 22 Perbandingan nilai variabel ekologi terumbu karang sebelum KKLD (tahun 2007) dan sesudah KKLD (tahun 2009).

Berdasarkan tabel dan gambar tersebut di atas, diperoleh informasi tentang dampak KKLD bagi ekosistem terumbu karang. Dari enam variabel yang diamati, terlihat hanya ada dua variabel yang mengalami peningkatan yaitu persentasi tutupan karang hidup dan indeks kemerataan karang batu.

Apabila ditinjau lebih jauh, berdasarkan stasiun penelitian, terlihat adanya perbedaan yang sangat nyata antara stasiun (Tabel 14). Pada stasiun 1 hanya variabel tutupan karang hidup yang mengalami peningkatan. Stasiun 2 tidak ada satupun variabel yang mengalami peningkatan. Sedangkan stasiun 3 semua variabel ekologi yang diamati mengalami peningkatan.

Seperti dijelaskan pada sub bab sebelumnya, stasiun 3 merupakan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat (DPLBM). Proses pengawasan oleh masyarakat setempat berjalan dengan baik. Begitu juga tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat mulai membaik.

Sementara itu pada stasiun 1 dan 2 yang terletak di Desa Teluk Buton, masih berlangsung praktek penangkapan ikan karang dengan menggunakan bius. Tambahan pula kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian terumbu karang belum tumbuh dengan baik. Kedua faktor inilah yang diduga menyebabkan penurunan beberapa variabel ekologi di dua stasiun tersebut.

Hasil penelitian ini memperkuat beberapa hasil penelitian sebelumnya. Seperti dilaporkan oleh Wantiez et al (1997), Robert dan Hawkins (1997), Watson et al (1999). 64.79 2.83 0.83 3.31 0.80 163.00 73.37 2.53 0.90 2.58 0.70 135.67 0.00 30.00 60.00 90.00 120.00 150.00 180.00 Persen_LC H_Karang J_Karang H_Ikan J_Ikan K_Benthos

Nilai Variabel Ekologi

Tahun 2009 Tahun 2007

(17)

Tabel 14 Perbandingan nilai variabel ekologi terumbu karang berdasarkan stasiun penelitian

Variabel Dampak Ekologi Stasiun 1

(TLB01) Stasiun 2 (TLB02) Stasiun 3 (STN01)

2007 2009 2007 2009 2007 2009

Persen Tutupan Karang Hidup (%) 62.00 68.37 60.67 60.40 71.70 91.33

Indeks Keanekaragaman Karang

Batu 3.54 2.64 3.40 2.35 1.56 2.59

Indeks Kemerataan Karang Batu 0.92 0.93 0.93 0.89 0.65 0.88

Indeks Keanekaragaman Ikan

Karang 3.76 1.99 3.42 2.56 2.75 3.20

Indeks Kemerataan Ikan Karang 0.90 0.57 0.82 0.72 0.67 0.80

Kelimpahan Megabenthos

(Individu/Stasiun) 43.00 3.00 400.00 222.00 46.00 182.00

Keterangan :

TLB01 = Stasiun 1 Desa Teluk Buton TLB02 = Stasiun 2 Desa Teluk Buton

STN01 = Stasiun DPLBM Setanau Desa Sabang Mawang

5.4 Analisis Kondisi Sosial Masyarakat

5.4.1 Persepsi masyarakat terhadap KKLD

Persepsi merupakan respon atau refleksi dari pengalaman belajar seseorang terhadap lingkungannya yang dinyatakan sebagai tanggapan pribadi atau kelompok. Anggapan responden terhadap KKLD di dua lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan. Di Desa Sabang Mawang hampir seluruh responden (85 %) menjawab mengetahui keberadaan KKLD, dan yang tidak mengetahui hanya 15%. Sebaliknya di Desa Teluk Buton hanya 10 % yang mengetahui keberadaan KKLD, selebihnya (90 %) tidak mengetahui keberadaan KKLD di Kabupaten Natuna.

Di Desa Sabang Mawang, umumnya mengetahui keberadaan KKLD yang direpresentasikan dengan adanya daerah karang yang dilindungi atau istilah setempat disebut sebagai karang lindung. Dalam konsep KKLD, karang lindung sebenarnya merupakan zona inti dari KKLD. Sementara di Desa Teluk Buton keberadaan KKLD kurang diketahui oleh masyarakat. Hal ini disebabkan di desa ini tidak ada daerah karang yang khusus dilindungi seperti yang dilakukan di Desa Sabang Mawang. Keadaan ini tidak lepas dari kebijakan pelaksanaan proyek COREMAP yang membatasi jumlah desa sebagai lokasi proyek. Setelah terpisah dengan desa induk (Desa Kelarik Utara), desa ini tidak lagi menjadi sasaran kegiatan COREMAP.

Untuk lebih jelasnya persepsi masyarakat terhadap KKLD di dua desa tersebut dapat dilihat dalam Gambar 23.

(18)

Gambar 23 Persepsi

dan Desa Teluk Buton.

5.4.2 Keterlibatan masyarakat dalam

Keterlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan merupakan hal yang sangat menentukan bagi keberlanjutan program tersebut. Suatu program konservasi akan berhasil dengan baik apabila sejak awal perencanaan program hingga fase pelaksanaan masyarakat setempat berpartisipasi aktif.

Hasil pengamatan terhadap keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKLD menunjukkan adanya perbedaan diantara dua desa penelitian. Di desa Teluk Buton hanya 1 orang responden yang menyatakan pernah te

kegiatan yang terkait dengan KKLD. Bentuk kegiatan yang diikuti adalah penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang.

Sementara itu di Desa Sabang Mawang ada 12 orang responden yang menyatakan pernah terlibat dalam kegiatan KKLD. Bentuk kete

responden tersebut cukup beragam, diantaranya adalah keterlibatan dalam kegiatan penyusunan PERDES, pemasangan tanda batas DPL, penyusunan RPTK dan pengawasan DPL (Gambar

0 5 10 15 20 25 30 Desa Teluk Buton 2 Ju m la h R esp on de n

Persepsi responden terhadap KKLD di Desa Sabang Mawang dan Desa Teluk Buton.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKLD

erlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan merupakan hal yang sangat menentukan bagi keberlanjutan program tersebut. Suatu program konservasi akan berhasil dengan baik apabila sejak awal perencanaan

pelaksanaan masyarakat setempat berpartisipasi aktif. Hasil pengamatan terhadap keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKLD menunjukkan adanya perbedaan diantara dua desa penelitian. Di desa Teluk Buton hanya 1 orang responden yang menyatakan pernah terlibat dalam kegiatan yang terkait dengan KKLD. Bentuk kegiatan yang diikuti adalah penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang.

Sementara itu di Desa Sabang Mawang ada 12 orang responden yang menyatakan pernah terlibat dalam kegiatan KKLD. Bentuk kete

responden tersebut cukup beragam, diantaranya adalah keterlibatan dalam kegiatan penyusunan PERDES, pemasangan tanda batas DPL, penyusunan RPTK dan pengawasan DPL (Gambar 24).

Tahu tentang KKLD Tidak Tahu KKLD

Tahu Manfaat KKLD Tidak Tahu Manfaat KKLD

Tahu penting Pengelolaan KKLD Tidak Tahu Pentingnya Pengelolaan KKLD

Desa Teluk Buton Desa Sabang Mawang 17 18 3 18 3 2 17 18 3

esponden terhadap KKLD di Desa Sabang Mawang

erlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan merupakan hal yang sangat menentukan bagi keberlanjutan program tersebut. Suatu program konservasi akan berhasil dengan baik apabila sejak awal perencanaan

pelaksanaan masyarakat setempat berpartisipasi aktif. Hasil pengamatan terhadap keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKLD menunjukkan adanya perbedaan diantara dua desa penelitian. Di desa rlibat dalam kegiatan yang terkait dengan KKLD. Bentuk kegiatan yang diikuti adalah Sementara itu di Desa Sabang Mawang ada 12 orang responden yang menyatakan pernah terlibat dalam kegiatan KKLD. Bentuk keterlibatan responden tersebut cukup beragam, diantaranya adalah keterlibatan dalam kegiatan penyusunan PERDES, pemasangan tanda batas DPL, penyusunan

(19)

Gambar 24 Bentuk

dan Desa Teluk Buton.

Berdasarkan gambar tersebut di atas, terlihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan KKLD di Desa Sabang Mawang lebih tinggi dibandingkan Desa Teluk Buton. Hal inilah yang diduga turut memberikan dampak bagi peningkatan beberapa variabel e

Setanau Desa Sabang Mawang.

5.4.3 Pola Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang

Pemahaman terhadap aspek keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya terumbu karang akan mempengaruhi pola pemanfaatannya. Bagi kelompok masyarakat yang memiliki pemahaman yang baik terhadap sumberdaya terumbu karang akan memanfaatkannya dengan sangat berhati

kelompok masyarakat yang tidak memiliki pemahaman yang baik akan memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tanpa kendali.

Hasil pengamatan terhadap pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang di Desa Teluk Buton memperlihatkan pola yang belum sepenuhnya memperhatikan kelestarian sumberdaya (Gambar

0 2 4 6 8 10 Ju m la h R esp on de n

Bentuk partisipasi responden di Desa Sabang Mawang an Desa Teluk Buton.

Berdasarkan gambar tersebut di atas, terlihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan KKLD di Desa Sabang Mawang lebih tinggi dibandingkan Desa Teluk Buton. Hal inilah yang diduga turut memberikan dampak bagi peningkatan beberapa variabel ekologi yang telah diamati di DPL Setanau Desa Sabang Mawang.

Pola Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang

Pemahaman terhadap aspek keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya terumbu karang akan mempengaruhi pola pemanfaatannya. Bagi kelompok memiliki pemahaman yang baik terhadap sumberdaya terumbu karang akan memanfaatkannya dengan sangat berhati - hati. Sebaliknya bagi kelompok masyarakat yang tidak memiliki pemahaman yang baik akan memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tanpa kendali.

pengamatan terhadap pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang di Desa Teluk Buton memperlihatkan pola yang belum sepenuhnya kelestarian sumberdaya (Gambar 25). Masih ada beberapa

Penyusunan PERDES Pemasangan tanda … Penyusunan RPTK Pengawasan Desa Teluk Buton Desa Sabang Mawang

esponden di Desa Sabang Mawang Berdasarkan gambar tersebut di atas, terlihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan KKLD di Desa Sabang Mawang lebih tinggi dibandingkan Desa Teluk Buton. Hal inilah yang diduga turut memberikan kologi yang telah diamati di DPL

Pemahaman terhadap aspek keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya terumbu karang akan mempengaruhi pola pemanfaatannya. Bagi kelompok memiliki pemahaman yang baik terhadap sumberdaya terumbu hati. Sebaliknya bagi kelompok masyarakat yang tidak memiliki pemahaman yang baik akan pengamatan terhadap pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang di Desa Teluk Buton memperlihatkan pola yang belum sepenuhnya Masih ada beberapa

(20)

responden yang melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya teru yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi.

Sementara itu di Desa Sabang Mawang pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang telah mengarah pada pola pemanfaatan yang berkelanjutan. Di desa ini kegiatan pemanfaatan yang mengarah pada kerusakan su

terumbu karang sudah mulai ditinggalkan masyarakat. Seperti halnya penangkapan ikan menggunakan bom dan potasium, yang sebelumnya marak dilakukan hingga tahun 2002, saat ini sudah tidak ada lagi. Diduga kesadaran ini muncul selain karena penyulu

COREMAP cukup intensif, juga karena kesadaran akan kelangkaan sumberdaya terumbu karang, terutama berkurangnya sumberdaya ikan.

Gambar 25 Pola pemanfaatan Mawang

5.5 Skenario Pengelolaan KKLD

Skenario yang dikembangkan dalam

Tujuan skenario ini adalah untuk membantu menentukan bagaimana caranya beralih dari kondisi sekarang ke arah kond

mendasar antara skenario jalur dari pendekatan lainnya adalah fokusnya, yaitu penyelesaian masalah dan penyusunan strategi untuk mengatasi berbagai

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Desa Teluk Buton Ju m la h R esp on de n

responden yang melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi.

Sementara itu di Desa Sabang Mawang pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang telah mengarah pada pola pemanfaatan yang berkelanjutan. Di desa ini kegiatan pemanfaatan yang mengarah pada kerusakan su

terumbu karang sudah mulai ditinggalkan masyarakat. Seperti halnya penangkapan ikan menggunakan bom dan potasium, yang sebelumnya marak dilakukan hingga tahun 2002, saat ini sudah tidak ada lagi. Diduga kesadaran ini muncul selain karena penyuluhan yang dilakukan oleh LSM pendamping proyek COREMAP cukup intensif, juga karena kesadaran akan kelangkaan sumberdaya terumbu karang, terutama berkurangnya sumberdaya ikan.

emanfaatan sumberdaya terumbu karang di Desa Sabang Mawang dan Desa Teluk Buton.

Skenario Pengelolaan KKLD

Skenario yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah skenario jalur. Tujuan skenario ini adalah untuk membantu menentukan bagaimana caranya beralih dari kondisi sekarang ke arah kondisi yang diinginkan. Perbedaan mendasar antara skenario jalur dari pendekatan lainnya adalah fokusnya, yaitu penyelesaian masalah dan penyusunan strategi untuk mengatasi berbagai

Penangkapan Ikan Pengambilan Benthos Penambangan batu karang Pengambilan gurita Desa Teluk

Buton Desa Sabang Mawang

mbu karang Sementara itu di Desa Sabang Mawang pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang telah mengarah pada pola pemanfaatan yang berkelanjutan. Di desa ini kegiatan pemanfaatan yang mengarah pada kerusakan sumberdaya terumbu karang sudah mulai ditinggalkan masyarakat. Seperti halnya penangkapan ikan menggunakan bom dan potasium, yang sebelumnya marak dilakukan hingga tahun 2002, saat ini sudah tidak ada lagi. Diduga kesadaran ini han yang dilakukan oleh LSM pendamping proyek COREMAP cukup intensif, juga karena kesadaran akan kelangkaan sumberdaya

arang di Desa Sabang

adalah skenario jalur. Tujuan skenario ini adalah untuk membantu menentukan bagaimana caranya

isi yang diinginkan. Perbedaan mendasar antara skenario jalur dari pendekatan lainnya adalah fokusnya, yaitu penyelesaian masalah dan penyusunan strategi untuk mengatasi berbagai

(21)

kendala dan peluang untuk mencapai sasaran di masa depan (Wollenberg et al. 2001). Berdasarkan hasil diskusi kelompok terarah atau FGD, diperoleh skenario pengelolaan KKLD yang selengkapnya disajikan pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15 Skenario jalur untuk pengembangan KKLD di Kabupaten Natuna

Indikator Kondisi Sekarang Keinginan (Tahun 2010) Lembaga pengelola Belum ada lembaga

pengelola. Lembaga pengelola terbentuk dan masyarakat terlibat langsung sebagai komponen pengelola didalamnya.

Zonasi KKLD • Zonasi rumit dan tidak mudah dipahami masyarakat. • DPL sebagai zona

inti jumlahnya masih sangat kurang. • Penetapan lokasi DPL belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan nelayan setempat. • Bentuk zonasi KKLD diharapkan dapat lebih sederhana sehingga mudah dipahami. • Perlu penambahan

zona inti baru setelah pengelolaan KKLD berjalan optimal. • Penetapan lokasi DPL harus mempertimbangan kepentingan nelayan setempat.

Penegakan hukum Penegakan hukum masih lemah, ditandai masih maraknya illegal fishing seperti

pencurian ikan oleh kapal ikan nelayan asing (Thailand, Vietnam, Malaysia), penggunaan bius, penambangan karang batu.

Tindakan yang tegas dari aparat penegak hukum, terutama terhadap kapal ikan asing, karena hal ini sudah sangat meresahkan masyarakat.

Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat bahwa hal yang paling menghambat dalam pengelolaan KKLD di Kabupaten Natuna adalah lembaga pengelola yang belum terbentuk. Padahal lembaga pengelola ini memegang peranan paling penting dalam pelaksanaan pengelolaan KKLD.

Strategi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah mempercepat proses pembentukan kelembagaan dengan melakukan lobi politik ke berbagai pihak (Bupati, DPRD). Sejalan dengan itu, proses penyiapan administrasi dan dokumen kelembagaan harus segera disiapkan oleh Dinas

(22)

Kelautan dan Perikanan yang memiliki otoritas atau kewenangan penyelenggaraan pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Natuna. Untuk mempercepat proses ini DKP dapat menggunakan jasa konsultansi.

Strategi yang terkait dengan zonasi KKLD dapat diatasi dengan memperbanyak sosialisasi kepada masyarakat. Dan yang paling penting adalah melakukan kegiatan pembelajaran bersama masyarakat tentang pemetaan meliputi cara membaca peta, proses penyusunan peta dan pelaksanaan pemetaan partisipatif. Kegiatan ini dapat difasilitasi oleh lembaga yang berkompenten.

Selanjutnya strategi yang terkait dengan penegakan hukum adalah DKP atau lembaga pengelola KKLD yang nantinya terbentuk mengadakan pertemuan berkala dengan berbagai komponen penegak hukum di Kabupaten Natuna untuk mencari solusi yang terbaik. Pertemuan bisa diawali dengan menggali akar persoalan dan mencari sumber penyebab maraknya illegal fishing. Disini semua pihak dituntut keterbukaan dan kejujurannya. Setelah, semuanya jelas barulah proses penindakan hukum dapat berjalan dengan baik.

Gambar

Gambar 9  Persentasi tutupan karang dan kategori bentik lainnya                   di Desa Teluk
Gambar 11  (a) Karang
Gambar 12  Boxplot persentasi tutupan karang hidup tahun 2007 dan 2009                      di perairan Desa Teluk Buton
Gambar 13  Komposisi dan distribusi  suku ikan target dan ikan major                      di perairan Desa Teluk Buton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil analisis Rumah Susun Transit Ujung Berung terdapat ruang untuk umum yang merupakan bagian bersama sehingga memenuhi standar pelayanan minimal sarana

melakukan Penjelasan Dokumen Lelang Pekerjaan Pengadaan Alat Kesehatan. Perawatan (Lelang Ulang )

Keefektifan ekstrak daun sirih hutan dalam mengendalikan hama kutu daun persik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena senyawa bahan aktif

Periode ini disebut periode emas (golden periode) atau disebut juga sebagai waktu yang kritis, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan yang bersifat

Dwi Sriningsih, M.Si, Kepala Bidang Pengembangan Program Diklat Prajabatan dan Kepemimpinan P3D, yang memiliki potensi untuk resisten terhadap proyek perubahan karena unit

.901 50.. Selanjutnya, item yang tidak valid dibuang dan disusun kuesioner evaluasi program sertifikasi guru dari butir item yang valid untuk kemudian digunakan

Pemerintah dalam hal pembangunan sebelum maraknya gerakan perlawanan justru lebih berpihak kepada kepentingan pemodal dengan alasan penyerapan

setiap sistem yang ada seakan kurang lengkap ketika masih menggunakan model atau pengelolaan secara manual yakni masih menggunakan kertas dalam pendataan, dengan