• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)"

Copied!
294
0
0

Teks penuh

(1)

Filsafat Ilmu Pertahanan tidak ada, karena tidak ada dalam referensi seluruh dunia. Kalau Filsafat Ilmu berlaku di mana-mana. Bagaimanapun paling penting para mahasiswa paham bagaimana cara berpikir filsafat. Objek materinya sesuai dengan Ilmu yang dikembangkan Program Studi yang ada. Objek Formal nya Filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan Axiologi. Dengan demikian etika keilmuan jalan, karena Universitas Pertahanan bukan cabang ilmu, tapi dibuat berdasarkan kebutuhan, dan ilmunya interdisipliner. Semua ilmu masuk dan saling terkait untuk kepentingan pertahanan. Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

(2)

Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Sambutan Rektor Universitas Pertahanan

(3)

2 Filsafat Ilmu Pertahanan: Suatu Pengantar Copyright

©

2020 ISBN 9 78-623-6 61004-6 14,8 × 21 cm 293 hlm.

Cetakan Ke-1, Agustus 2020

Sambutan Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Editor Mayjen TNI Dr. Deni D.A.R, S.Sos., M.Si (Han)

Pengantar/Reviwer Prof. Dr. Soerjanto Poespowardodjo, MA Penulis Mhd Halkis

Layout Laraswati Design Cover Madinna Ulfa

Penerbit UNHAN Press

Komplek Indonesia Peace and Security Center (IPSC)

Sentul, Bogor, Jawa Barat, 16810 Telp: 021-87951555 ext. 7001 Email: humas@idu.ac.id

(4)

3 Kata Pengantar Penulis

Mengapa filsafat disebut mater scientiarum?

Hal ini tidak lain karena filsafat menyiapkan kerangka ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam menempatkan, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Melalui kerangka filsafat ini tumbuh mazhab-mazhab pemikiran yang melahirkan teori-teori keilmuan dan menjelaskan berbagai fenomena saling terkait. Karena dalam ontologi dengan cabang-cabangnya baik penganut aliran idealisme maupun realisme selalu berproduksi dengan ditopang melalui epistemologi baik yang berorientasi rasionalisme maupun empirisme. Semuanya itu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat buat kehidupan.

Tidak berlebihan jika di Universitas terkemuka di dunia filsafat menjadi mata kuliah wajib bagi bidang ilmu apa saja, tidak terbatas ilmu sosial atau ilmu esakta. Bagi masyarakat tertentu memandang ilmu filsafat sebagai momok bahkan menakutkan karena bersentuhan dengan keyakinan, boleh dikata bisa merusak keyakinan. Ada juga menempatkan filsafat sebagai bagian ilmu humaniora, alasannya domain filsafat pada kemanusiaan. Padahal banyak filsuf terkemuka lahir dari ilmuan eksakta ketimbangan ilmu sosial atau humaniora. Paling tidak ingin kami kemukakan bahwa filsafat merupakan suatu pelajaran yang wajib untuk pengembangan akademis cabang ilmu apa saja.

(5)

Sejak dari awal kami bertugas di Universitas Pertahanan secara defenitif 2015 banyak dosen senior dan mahasiswa meminta kami untuk menyederhanakan pelajaran filsafat bagi banyak pemula. Kami katakan bahwa belajar filsafat adalah belajar kehidupan ilmu itu sendiri. Hanya orang yang mengerti bahwa ilmu itu hidup yang mau mempelajari filsafat. Setiap ilmu yang didalami pada tataran tertentu dia meu atau tidak dia masuk pada perdebatan filosfis.

Untuk itu, terimakasih kepada Rektor Unhan, Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD, yang telah menempatkan Filsafat Ilmu Pertahanan sebagai salah satu matakuliah Universitas Pertahanan. Buku ini sebagai salah satu bentuk partisipasi kami selaku Dosen Filsafat, dan pengampu Mata Kuliah Ilmu Filsafat dan Methologi selama ini. Buku ini merupakan kumpulan artikel dan makalah kami sebelumnya termasuk naskah kami yang kami serahkan ke LP3M Universitas Pertahanan 2017 untuk dijadikan naskah Filsafat Ilmu. Buku ini dimaksudkan untuk membantu mahasiwa dan rekan dosen lain dalam memberikan materi yang diminta untuk mengajarkan Filsafat Ilmu Pertahanan.

Buku ini diberi kata pengantar Promotor penulis, Prof. Dr. Soerjanto Poespowardodjo, M.A saat mengambil Proram Doktoral Ilmu Filsafat di FIB UI. Kami menyadari banyak kekurangan dalam naskah ini. Untuk itu, masukan dan saran teman, kerabat sangat kami terima. WA; 081288951380 email: halkis@idu.ac.id untuk penyempurnaan edisi mendatang.

Jakarta, 17 Agustus 2020 Salam Bela Negara

(6)

5 Pengatar Filsafat Ilmu Pertahanan tututan Teoritis dan

Praktis

Prof. Dr. Soerjanto Poespowardodjo, M.A

Titik tolak studi filsafat dalam dunia barat dimulai dari para Filsuf Yunani Kuno yang lahir sekitar 400 tahun sebelum masehi. Legendaris Socrates yang mewariskan prinsip-prinsip berpikir bebas dan bertindak kritis diluar kelaziman untuk mencapai kebenaran dan keadilan namun memiliki metode dan sistematis. Socrates tidak mewariskan karya tulis namun murid-muridnya mengembangkan dengan sistematis terutama Plato yang konsisten dengan idealisme dan Aristoteles yang empirisme. Karya-karya muridnya kemudian menjadi rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan. Konsep kenegaraan ditulis Plato dengan judul “Republik” dan Aritoteles dengan judul “Politika” merupakan karya fundamental dalam ilmu Negara, khususnya masalah politik. Buku yang ditulis Dr. Mhd Halkis Filsafat Ilmu Pertahanan hendak merujuk kepada karya besar negarawan tersebut untuk diaktualisasikan dengan keadaan zaman sekarang. Jarang orang yang berminat untuk menulis dengan pendekatan filsafat saat ini.

(7)

Beliau yang saya kenal murid yang rajin dan mau belajar, diharapkan mampu membuka rahasia bagaimana kedaulatan dan kekuasaan diperebutkan dan dipertahankan baik melalui jalan damai, negosiasi maupun jalan peperangan. Karya Sun Tzu dan Clausewitz pilihan yang perlu dipelajari lebih lanjut Memang tradisi pengembangan keilmuan dunia Timur termasuk karya-karya Sun Tzu lebih banyak berkembang dalam karya-karya lisan dan tindakan praktis kalangan tertentu terutama pembangunan di daratan Cina dan terkesan kurang sistematis. Sejak komunis mengambil alih kekuasaan di Cina, karya filosofis mereka terutama terkait dengan tulisan Sun Tzu dikembangkan (Wilhelm & Moore, 1968).

Bagi Universitas Pertahanan, kaya-karya fundamental ini penting, disamping pengalaman para pejuang dalam negeri sendiri. Saya mengenal akademisi yang berkecimpung untuk membesarkan Universitas Pertahanan. Saya punya harapan akan menjadi candradimuka para negarawan di negeri ini, karena ditempat ini secara teoritis dan praktis ilmu pertahanan dikembangkan. Mereka diajarkan tidak saja dari akademis tapi para jenderal yang berpengalaman. Kehidupan bernegara sebagai sebuah peradaban perlu mewarisi pengalaman dan ilmu yang akan dilanjutkan oleh generasi berikutnuya.

Saya berterimakasih atas kebijakan Rektor Universitas Pertahanan, Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD, yang membuat nomenklatur mata kuliah baru Filsafat Ilmu Pertahanan (FIP) yang diajarkan secara bertingkat dari S1, S2, dan S3. Dengan demikian mata kuliah ini dimaksudkan untuk menjadi payung pengembangan keilmuan di lingkungan Universitas Pertahanan, sehingga secara akademis semua ilmu dalam prodi yang dikembangkan memiliki dasar filosofis yang kuat dan dipahami oleh semua akademika Unhan.

Esensi Filsafat Ilmu Pertahanan tidak sepenuhnya baru karena ada terkait banyak materi yang diajarkan, antara lain yang

(8)

7 pernah saya ajarkan di Universitas Pertahanan ini yaitu Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Metodologi. Mata kuliah ini telah mengajarkan pengantar Filsafat Ilmu untuk dasar penelitian bagi mahasiswa. Artinya dengan keterbatasan yang ada telah memberikan landasan yang baik untuk pengembangan ilmu pertahanan. Tentu akan berbeda lagi dengan membuat sebuah Mata Kulia Khusus Filsafat Ilmu Pertahanan. Fondasi keilmuan di Universitas Pertahanan akan lebih kuat. Keberadaan selama ini tidak diragukan lagi kader intual bela negara, masyarakat menjadi tentram dana man sekaligus intelektual. Dengan dengan demikian Filsafat Ilmu Pertahan adalah suatu cara berpikir ilmiah untuk memikirkan negara ini aman, sejahterah dan menyenangkan

Buku yang ditulis Dr. Mhd Halkis bersifat pengantar sehingga diharapkan karya-karya yang lebih banyak tentang Filsafat Ilmu Pertahanan agar pencirian ilmu Universitas Pertahanan memiliki dasar yang lebih berkembang tidak hanya di lingkungan nasional tapi secara internasional sesuai dengan moto Universita Pertahanan itu sendiri “World Class Defence University”.

Depok, 20 Agustus 2020

(9)

Sambutan Rektor

Universitas Pertahanan

Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Kami menyambut baik karya Dosen Universitas Pertahanan Letnan Kolonel Sus Dr. Mhd Halkis dengan judul Filsafat Ilmu Pertahanan Suatu Pengantar. Terlepas kelebihan dan kekurangannya buku ini, paling tidak ada sebuah upaya salah satu pilihan referensi dalam pengembangan ilmu di Universitas Pertahanan. Banyak karya terdahulu membahas tentang masalah pertahanan, ilmu pertahanan dan keilmuan yang berkembang di Universitas Pertahanan ini. Kami selaku Rektor, para pimpinan Unhan Senior mencoba menginisiasi Mata Kuliah Umum (MKU) Universitas agar ciri khas Universitas dapat terlihat dalam menuju

World Class Defence University, diantaranya MKU Filsafat Ilmu

Pertahanan, sehingga buku ini bagaikan gayung bersambut. Ada 5 (lima) alasan mengapa Filsafat menjadi payung keilmuan bagi Universitas Pertahanan;

Pertama, Universitas Pertahanan telah mengembangkan suatu

interdisciplinary, bahkan cross-disciplinary karena memang

dikembangkan atas dasar tuntutan kebutuhan pertahanan negara yang sangat kompleks.

Kedua, anacaman yang kita hadapi dalam masyarakat milenial mengundang kita semua untuk memahami diluar zona nyaman, melalui studi aksiologis diharapkan dapat menemukan solusi

(10)

9 dengan mempertanyakan nilai yang penting dan strategis dipertahanankan.

Ketiga, ketika kita mengambil kebijakan untuk suatu nilai tersebut,maka berdampak pada epistemologi, untuk itu Unhan meningkatkan kualifikasi secara internasional para dosennya. Tentunya berimplikasi pada ontologi ilmu pertahanan itu sendiri, misal Kedokteran Militer tidak lagi dalam kerangka Fakultas yang ada, dunia keilmuan yang dibahas dan berkembang dengan berbagai alasan (bersifat metafisik).

Keempat, melalaui metatheory dan subjektivitas filsafat akan membantu kita keluar dari batasan yang terlalu membatasi imajinasi teoretis dan penalaran teoretis kita.

Kelima, dengan filsafat kita mengembangkan pemikiran kritis, membuka rahasia disebalik kebijakan walaupun dalam batasan akademis, tapi justeru mencerdaskan dalam konteks pembinaan Kader Intelektual Bela Begara. Ada proses dialektika antara realitas dengan idealime kenegarwanan, hal ini sesuai dengan model pembelajaran yang bersifat kontruktif. Dengan demikian membantu para mahasiswa dan memenuhi harapan negara, rakyat, TNI, industri pertahanan (rasionalitas praktis)

Saya berharap setiap dosen dan mahasiswa mengembangkan nalar pemikirannya dan ditulis dalam bentuk buku, jurnal, prosiding, modul, Hak Kekayaan Intektual (HKI) dan kegiatan akademik lainya. Semoga semua bermanfaat lebih dan menjadi amal ibadah kita semua.

Bogor, Agustus 2020 Rektor

Universitas Pertahanan,

. Dr Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD Laksmana Madya TNI

(11)

Daftar Isi

Kata Pengantar Penulis ... 3

Pengatar Filsafat Ilmu Pertahanan tututan Teoritis dan Praktis .. 5

Daftar Isi ...10

BAB 1 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN SEBAGAI PAYUNG KEILMUAN ... 13

1. Taksonomi Ilmu Pertahanan dalam perspektif Filsafat ... 14

2. Strategi Pertahanan ... 23

3. Manajemen Pertahanan ... 42

4. Teknologi Pertahanan ... 45

5. Keamanan Nasional ... 51

6. Militer ... 66

BAB 2 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DALAM KERANGKA KEILMUAN ... 74

(12)

11

Perkembangan Pradigma Berpikir... 92

Kriteria Dasar Karya Ilmiah: ... 93

BAB 3 KONSTRUKTIVISME: METODE PRAKTIS PENGEMBANGAN ILMU PERTAHANAN ... 97

Konstruktivisme dan Fenomenologi ... 100

Penilaian Dinamis ...107

BAB 4 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DAN TEORI KEBENARAN ILMIAH ... 113

1. Korespondensi... 116

2. Koherensi... 131

3. Pragmatisme ... 140

BAB 5 FENOMENOLOGI SEBAGAI PARADIGMA DALAM ILMU PERTAHANAN ... 150

Memahamami Filsafat Ilmu ... 154

Mazhab Fenomomenologi. ... 157

Intensionalitas dan Berkerelaan ... 169

BAB 6 METODE KUANTITATIF DALAM FILSAFAT ILMU PERTAHANAN ... 184

Teknik dan Jenis Studi ... 188

Metodologi pengumpulan data ... 193

Metodologi pengumpulan data menggunakan survei & jajak pendapat ... 195

Teknik analisis data ... 197

Metode penelitian kuantitatif sekunder ... 198

BAB 7 ILMU PERTAHANAN: KEBUTUHAN PRAGMATIS NEGARAWAN ...202

(13)

Keutuhan Wilayah ...209

Kesejahteraan ... 211

Diplomasi ... Error! Bookmark not defined. BAB 8 NEGARA PANCASILA DALAM KERANGKA FILSAFAT KONTINENTAL ...220

BAB 9 PERANG INFORMASI DAN CYBER ETHICS ... 248

Teori ... 259

Metodologi ... 268

BAB 10 ETIKA BERNEGARA (NATIONS ETHICS) DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL ... 277

Indonesia dan Kecenderungan Dunia dari Smart Power menuju Soft Power ... 282

Ontologi Nations Ethics melahirkan Etika ... 286

(14)

13

BAB 1 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN SEBAGAI

PAYUNG KEILMUAN

(15)

1. Taksonomi Ilmu Pertahanan dalam perspektif Filsafat Filsafat Ilmu Pertahanan sebagai subjek mata kuliah belum ada dalam universitas atau literature dunia manapun, termasuk di National Defence University manapun. Ada banyak memberi gelar Ph.D (Philosophy of Doctor), ada juga yang memberi gelar Doktor Filosofi (Defence Technology) diantara di National Defence University of Malaysia (UPNM). Arti seseorang yang tamat di Universitas tersebut menguasai bidang pertahanan secara filosofi, tapi bukan kelompok keilmuan Studi filsafat.

Lain dengan Mata Kuliah Umum Universitas (MKU) Filsafat Ilmu di Universitas Pertahanan (Unhan) adalah payung keilmuan, artinya ilmu-ilmu bidang pertahanan telah berkembang dengan pesat perlu dirangkai atau dilindungi dalam kerangka filsafat ilmu. Jadi Filsafat Ilmu Pertahanan adalah suatu studi yang menggunakan esensi filsafat terhadap materi bidang pertahanan. Dengan demikian diharap tidak hanya payung tetapi fondasi dalam pengembangan ilmu dalam konteks pertahanan negara.

Taksonomi Filsafat Ilmu Pertahanan merupakan struktur keilmuan yang dibagun dengan memadukan pengalaman empiris bidang pertahanan dengan struktur rumpun keilmuan yang sudah baku dalam standar keilmuan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi terdiri dari:

a. rumpun ilmu agama; b. rumpun ilmu humaniora; c. rumpun ilmu sosial; d. rumpun ilmu alam; e. rumpun ilmu formal; dan f. rumpun ilmu terapan.

(16)

15 Melihat rumpun keilmuan tersebut, maka program studi yang berkembang tidak dalam kerangka salah satu rumpun keilmuan. Kalau Fakultas Strategi Pertahanan yang terdiri dari Prodi Strategi Perang Semesta, Prodi Strategi Perang Asimetris, Prodi Strategi Diplomasi Pertahanan dan Prodi Kampanye Militer terlihat sentuhan antara humanioran dan ilmu sosial. Sedangkan Prodi Jajaran Fakultas Manajemen Pertahanan lebih mendekat dengan Ilmu Sosial. Sedangkan Fakultas Keamanan Nasional terlihat Prodi Damai Resolusi Konflik lebih dekat dengan Humaniora, Keamanan maritim dengan Ilmu Sosial dan Manajemen Bencana ilmu sosial dan sedikit ilmu terapan. Sedangkan Teknologi Pertahanan secara keilmuan rumpun Ilmu Alam. Khusus Untuk Fakultas S1 pada bidang IPA dan ilmu formal. Dengan demikian, rumpun keilmuan tidak relevan dalam memahami struktur perkembangan keilmuan di Universitas Pertahanan.

Menurut Kuhn (2000, 307) bukan saatnya kita menambah pengetahuan positif tapi menjawab teka-teki sekarang dengan memahami paradigma. Paradigma Ilmu Pertahanan sebagaimana ilmu-ilmu lain didasari pada pandangan filsafat dengan berbagai alirannya terutama positivism, post-postivisme, konstruktivisme, kritikal, feminism, postmodern, dan sebagainya. Namun kalau digambarkan secara sederhana dapat digolongkan pada ilmu murni (sains) dan terapan (advokasi).

Pada tataran ilmu murni, kerangka ilmu pertahanan berada dalam rumpun ilmu sosial, karena yang dimaksud dengan pertahanan di sini adalah mempertahankan negara. Negara menjadi objek dalam studi ilmu pertahanan dan subjeknya adalah pemerintahan sebagai pengambil kebijakan. Ilmu apa-apa yang diperlukan pemerintah untuk kepentingan negara maka ilmu tersebut menjadi bagian ilmu pertahanan. Ilmu pertahanan pada tataran praktis dimanfaatkan untuk kepentingan institusi militer maupun institusi sipil. Dengan demikian elemen negara dilihat secara statis terkait pemerintah, rakyat, kewilayahan dan

(17)

diplomasi. Namun negara dilihat secara dinamis persoalan negara menyangkut masalah tujuan esensial negara (national interest) didalami lebih lanjut dalam ilmu strategi pertahanan. Bagaimana mengidentifikasi dan mempertimbangkan kekuatan negara (national power) lebih lanjut ilmu menajemen pertahanan. Bagaimana resiko-resiko dan tindakan apa akan diambil, menyangkut aman atau tidak amannya kepentingan negara dari kentingan negara lain, masuk dalam lingkup studi keamanan nasional (national security). Agar negara tujuan tercapai dengan mudah dan tetap sasaran sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga perlu teknologi pertahanan (defence technology).

Unsur-unsur negara menjadi penting sebagai arena persoalan yang akan dibahas. Ketika bahasan menenjadi fokus studi ilmu pasti maka ilmu-ilmu yang berkembang dalam lingkup ilmu pasti demikian juga yang lain. Dengan demikian dapat dipetakan hubungan unsur-unsur negara dengan rumpun ilmu sebagai berikut;

Gambar 1: Pemetaan Ilmu Pertahanan kombinasi ilmu murni dalam memenuhi kebutuhan negara bersifat khusus.

(18)

17 Implementasi pelaksanaan penegembang ilmu pertahanan dalam institusi Universitas Pertahanan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Universitas Pertahanan sebagai Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjelaskan bahwa secara teknis akademik dibina oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan secara teknis fungsional dibina oleh Kementerian Pertahanan. Kemudian Unhan menyelenggarakan pendidikan akademik dan vokasi di bidang Pertahanan Negara dan Bela Negara serta apabila memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kementerian Pendidikan sesuai dengan wewenangnya mengatur pemberian gelar bagi yang melaksanakan pendidikan di Universitas Pertahanan.

Pemberian gelar sesuai dengan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 257/M/Kpt/2017 Tentang Nama Program Studi Pada Perguruan Tinggi dapat diberikan sebagai berikut:

Gambar 2: Tabel Program Studi dan Gelar yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan untuk Universitas Pertahanan tahun 2027.

(19)

Ada tiga jenis gelar terkait dengan pertahanan dan militer; Pertahanan (Han) untuk Strata S2 Unhan yang sedang berjalan, Sosial (Sos.) Universitas diluar Unhan yang mepelasi Pertahanan secara khusus, dan Militer (Mil.) untuk Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, Angkatan Udara.

Memelihat ketentuan gelar yang diperuntukan kepada Universitas Pertahanan terlihat bahwa gelar yang diberikan kepada program-program studi yang berkembang sampai pada tahun 2017 Kementerian Pendidikan Tinggi meletakan pada Rumpun Ilmu Sosial, pertanyaannya bagaiaman dengan Fakultas Teknologi Pertahanan dan Program S1 nantinya.

1) Khusus Untuk Fakultas S1 pada bidang IPA dan ilmu formal. Dengan demikian, rumpun keilmuan tidak relevan dalam memahami struktur perkembangan keilmuan di Universitas Pertahanan.

Sebagai catatan Prodi yang tidak tercantum dapat dapat menyesuaikan dengan gelar yang sama untuk semua Ilmu Pertahanan (Han). Unversitas umum yang mengkaji Studi Pertahanan dengan gelar Sosial (Sos.). Peraturan Universitas Umum berlaku juga bagi Unhan. Dengan Akreditasi “A” Universitas Pertahanan menjalankan pendidikan jenjang pendidikan S2 ditempuh minimal 3 semester atau 1,5 tahun. Sedangkan S S3 minimal 4 tahun dan demikian juga dengan S1. Khusus S1 karena disalurkan penggunaannya pada lembaga TNI maka S1 memiliki aturan kontrak kerja tersendiri, atau sama halnya dengan sekolah kedinasan.

Sampai pada titik diskusi disini tidak terlihat dengan jelas mono-struktur rumpun keilmuan yang dikembangakan Universitas Pertahanan. Kalau spesifik Universitas Pertahanan dapat dipahami dengan table jenjang gelar di atas, namun dengan penambahan Fakultas teknologi dan Fakultas S1 yang menjuris masalah kedokteran dan teknik militer maka gelar S. Han perlu

(20)

19 dipertimbangkan lagi. Seperti Kedokteran apakah akan menyandang gelar kedokteran pertahahan dengan gelar (Dok. Han). Persoalannya mereka perlu agar masuk dalam komunitas kedokteran yang standar. Demikian juga dengan Faramasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di komunitas bidang farmasi.Secara umum semuanya kepentingan pertahanan negara, dengan demikian maka struktur keilman bertsifat praktis berdiri atas suatu paradigma trans-disipliner.

Kalau belajar dari negara-negara maju terlihat Sistem Pertahanan Negara dikelola dalam Departemen Pertahanan dalam kerangka National Security atau Keamanan Nasional. Literatur-letaratur apa-apa yang dilakukan kementerian Pertahanan saat ini bagian penting dalam konsep Kemananan Nasional, kiranya sudah saatnya Indonesia memiliki Undang-undang Keamanan Nasional yang komprehenstif. Implempelemetasinya dalam bidang pendidikan diatur demikian rupa sehingga studi Keamanan Nasional menjadi dasar pengembangan ilmu pertahanan, kepolisian bahkan kemanusiaan dalam perspektif negara.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat membangun

National Defense University (NDU) untuk mengkaji

kebijakan-kebijakan dan perilaku terkait dengan persoalan pertahanan negara dan lebih luas pada National Security. Dengan demikian, tenaga pengajar di National Defense University (NDU) selain memenuhi syarat akademis juga orang berpengalaman di bidang pengambil kebijakan negara. NDU awalnya didirikan pada tahun 1976 untuk mengkonsolidasikan sumber daya intelektual dan menyediakan pendidikan tinggi bersama untuk komunitas pertahanan negara. Sekolah Tinggi Industri Angkatan Bersenjata (sekarang Sekolah Dwight D. Eisenhower untuk Keamanan Nasional dan Strategi Sumber Daya) dan Sekolah Tinggi Perang Nasional adalah dua perguruan tinggi konstituen asli dari lembaga baru tersebut. Sekolah Staf Angkatan Bersenjata (sekarang Sekolah Staf Gabungan) ditambahkan ke universitas pada tahun 1981. Setahun kemudian, Departemen Institut Komputer Pertahanan (sekarang Sekolah Tinggi Informasi dan Ruang Siber)

(21)

bergabung. Universitas terbaru adalah Sekolah Tinggi Urusan Keamanan Internasional, yang didirikan tahun 2002 sebagai sekolah untuk Pendidikan Eksekutif Keamanan Nasional. Dalam perguruan tinggi ini dipelajarai semua ilmu tentang startegi penyelamatan negara termasuk ilmu Sun Tzu, Clausewitz, maupun teknik-tenik gerilya.

The Countering Weapons of Mass Destruction (CWMD) Program Beasiswa Pascasarjana adalah program pendidikan pascasarjana hibrida yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan khusus dari personel pemerintah federal CWMD militer dan sipil. NDU sebagai salah satu perbandingan dilihat dari Program Pendidikan Beasiswa Pascasarjana CWMD dibagi menjadi dua bagian:

Tahun pertama studi mengarah ke Sertifikat Pascasarjana dalam Studi WMD.Semua siswa yang diterima awalnya terdaftar dalam Program Sertifikat Pascasarjana. Pelamar hanya dapat mendaftar ke Program Sertifikat Pascasarjana; penyelesaian Program Gelar Master tidak diberikan.

Setelah berhasil menyelesaikan tahun pertama studi, kandidat yang paling kompetitif dapat mendaftar untuk tahun kedua studi, yang mengarah ke gelar Master of Science dalam Studi WMD, mereka ini mendapatkan gelar. Tidak ada persyaratan untuk mengajukan aplikasi baru; tinjauan Pusat internal akan dilakukan di antara fakultas untuk memilih kandidat tahun kedua yang menyatakan minat dalam mengejar Program Gelar Master.

Sertifikat Pascasarjana dalam Studi WMD: Fase 1 Selama Tahap pertama, siswa akan menyelesaikan Program Sertifikat Pascasarjana selama setahun dalam Studi WMD. Mayoritas kursus dapat diselesaikan secara online atau tinggal dengan program Studi Pertahanan dan Strategis (DSS) Missouri State University (MSU) yang berlokasi di Fairfax, VA. Program Sertifikat Pascasarjana terdiri dari:

(22)

21 Kolokium Agustus (3 sks). Kolokium Agustus intensif selama seminggu harus diselesaikan di tempat tinggal di Universitas Pertahanan Nasional. Kolokium Agustus bertindak sebagai kursus dasar strategis yang memberikan konteks dan meletakkan dasar yang signifikan untuk memahami topik yang dibahas dalam Pascasarjana Studi WMD Program Sertifikat.

Setelah kolokium, siswa akan menghadiri kelas malam di MSU atau online untuk menyelesaikan kurikulum inti wajib (12 sks) yang meliputi:

Strategi Nuklir & Pengendalian Senjata Perang Kimia & Biologis

Kontra-proliferasi

Tantangan Strategis yang Muncul atau Instrumen Kekuasaan Negara

Kelas-kelas ini dapat diselesaikan selama Musim Gugur dan Musim Semi. Total: 15 SKS

Master of Science dalam Studi WMD: Fase 2

Kandidat paling kompetitif dari Program Sertifikat Pascasarjana Tahap 1 akan dipilih untuk berpartisipasi dalam Tahap 2, Master of Science dalam program Studi WMD. Program Magister adalah tahun tambahan studi di tempat tinggal yang terdiri dari berikut ini:

Colloquium II: Capstone Course (3 sks) Magang WMD

Pilihan WMD (12 sks)

Kursus Menulis Profesional Intensif (3 sks)

Proyek Penelitian Master of Science dan Ujian Lisan atau Tesis (3 sks) Kelas-kelas ini dapat diselesaikan selama Musim Gugur dan Musim Semi. Pertimbangan khusus dapat diberikan kepada siswa yang perlu menyelesaikan program di luar kerangka waktu tradisional. Total: 21 SKS

Untuk menyelesaikan Master of Science dalam program Studi WMD siswa harus mendapatkan total 36 kredit. Bersama-sama, 15 kredit yang diperoleh dari Tahap 1 dan 21 kredit yang diperoleh dari Tahap 2, sama dengan 36 kredit yang diperlukan untuk menyelesaikan Master of Science dalam Studi WMD. Penyelesaian

(23)

program Sertifikat Pascasarjana atau Magister akan sama dengan penyelesaian program Beasiswa Pascasarjana CWMD.

Program Beasiswa Pascasarjana CWMD dikelola sebagai kemitraan publik-swasta unik yang dilakukan bersama oleh Pusat Studi Senjata Pemusnah Massal (CSWMD) Universitas Pertahanan Nasional (NDU) dan Departemen Pascasarjana Studi Pertahanan dan Strategis Missouri State University (MSU) (DSS). Kampus satelit DSS Universitas Negeri Missouri yang terletak di Fairfax, VA, adalah institusi akademik sipil terakreditasi yang menawarkan Sertifikat Pascasarjana dan gelar Master of Science dalam Studi Senjata Pemusnah Massal (WMD).

Melalui kemitraan ini, siswa memiliki kesempatan untuk terlibat dalam program pendidikan unik yang berfokus pada CWMD. Departemen Pascasarjana Studi Pertahanan dan Strategis MSU menyediakan kurikulum dan kursus wajib yang memberikan konteks dan meletakkan dasar untuk memahami masalah CWMD.

Untuk menyesuaikan program ini dalam memenuhi kebutuhan pendidikan DoD, Center for the Study of Weapons of Mass Destruction memberikan pendidikan khusus terkait CWMD yang hanya tersedia melalui saluran Pemerintah A.S. Melalui kursus Kolokium CWMD Graduate Fellowship (dikelola oleh CSWMD), siswa akan mengakses materi rahasia, menghadiri kunjungan situs ke fasilitas terkait WMD, dan menerima ceramah dari praktisi Pemerintah AS dan pakar materi pelajaran yang memperkenalkan aplikasi otomatis yang melampaui teori. Setelah menyelesaikan program ini, Fellows akan lulus dengan gelar Master of Science dalam Studi WMD atau dengan Sertifikat Pascasarjana dalam Studi WMD dari Missouri State University.

(24)

23 2. Strategi Pertahanan

Tulisan Arthur Lykke diterbitkan dalam Military Review pada tahun 1989 diajarkan secara luas pada US Army War College: “Strategi sama dengan tujuan (tujuan yang diusahakan seseorang) ditambah cara (arah tindakan) ditambah sarana (instrumen oleh yang beberapa tujuan dapat dicapai). ” Praktis dan ringkas, cukup pendek dan cukup jelas untuk diekspresikan sebagai persamaan matematika yang sebenarnya Strategi: tujuan + sarana + cara. Dengan demikian stru ditrategi menyangkut tiga hal; bagaimana tujuan ditetapkan, ini relevan dengan penelitian ini, dimana tujuan pesawat angkut militer untuk mendukung operasi militer menjadi mendukung rekayasa cuaca. Demikian juga sarana yang ada dirubah untuk bisa mengangkut material yang diguinakan, dan canya juga dimodifikasi oleh awak pesawat itu sendiri. Kesederhanaan ini telah mendorong kesuksesan dalam melaksnakan tugas kemanusiaan oleh militer. Demngan demikian teori strategi Lykke dapat dioperasionalkan dalam pelaksanaan tugas operasi militer selain perang, khususnya penanganan banjir.Tetapi bagaimana jika pandangan dominan ini diterapkan dalam operasi militer selain perang di Indonesia, tentu ada modifikasi agar sesuai dengan praktek di lapangan, namun prinsipnya demikian. Dalam penangan cuca, yang dimodifikasi adalah pesawat angkut militer dapat dipandang berhasil dan bersifat khusus di Indonesia.

Pengkritik teori strategi ini mencacat empat hal: (1) tujuan terlalu diformulasikan, (2) "tujuan akhir" tidak benar-benar berakhir, (3) meminimalkan ancaman, dan (4) kinerja strategis kita sejak adopsi yang meluas paling tidak luar biasa . Strategi tidak bisa diperbaiki dengan persamaan. Mungkin ini dalam praktek perang besar atau lingkup OMP, namun dalam OMSP dapat dilaksnakan. Memang jumlah pesawat tempur yang ditetapkan tidak secara langsung diubah menjadi rasa aman sebuah negara (pada kenyataannya, terkadang, rasa keamanan tidak linear dengan lebih banyak senjata). Persamaan mungkin dapat digunakan untuk perencanaan langsung (misalnya, jika tujuannya adalah membawa orang ke suatu tempat dengan

(25)

membawa pasukan, maka ini akan membutuhkan pemahaman bersama dan saling pengertian.

Penasihat Keamanan Nasional Letnan Jenderal H.R. McMaster yang mengkritik rumusan ini dan "berbahaya" dalam militer praktis karena "beberapa masalah di dunia tidak dapat diprediksi," sebagian besar masalah strategis di dunia tidak dapat disamakan. Paling-paling, strategi itu "samar-samar". Dan mari kita pahami strategi ini dalam konteks penanganan bencana non alami sebagai bagian OMSP. Studi Strategi tidak pernah berhenti." Bahkan pada akhir konflik yang menentukan seperti Perang Dunia II, kebutuhan akan strategi di Jerman dan Jepang tidak berakhir dengan kematian Hitler dan kehancuran Hiroshima. Meskipun kita harus selalu menetapkan bertujuan untuk beberapa tujuan yang diinginkan, beberapa keadaan yang lebih baik, kita harus melakukannya dengan harapan sederhana yang secara eksplisit mengakui praktik strategi tidak pernah final dan selalu tidak pasti. Ketidakpastian ini ada karena musuh memiliki suara dalam pembuatan strategi, faktor yang dikecualikan dari rumus Lykke. Ini bukanlah detail kecil; ini adalah Kesepakatan yang Sangat Besar. Model Lykke sepenuhnya disibukkan dengan tujuan seseorang, caranya sendiri, kemampuannya sendiri — setengah ukuran mental yang pasti mengarah pada ahli strategi miopia yang oleh Edward Luttwak digambarkan sebagai "autisme" yang strategis.

Colin Grey, seorang ahli strategi, menegaskan salah satu prinsip perang dan strategi: "Jika Thucydides, Sun-tzu, dan Clausewitz tidak mengatakannya dalam strategi pertahanan, mungkin tidak layak dikatakan itu strategi pertahanan. Sang Jenius strategis sejati memang jarang. Untung, negara biasanya hanya membutuhkan bakat strategis. Yang terakhir ini dapat ditingkatkan dengan beberapa pendidikan formal dalam strategi yang dilakukan oleh institusi yang bertanggung jawab untuk tujuan itu; yang pertama, kemungkinan besar tidak dapat ditingkatkan, meski mungkin dijinakkan. Jika ada, mungkin saja ada bahaya bahwa pendidikan formal mungkin menumpulkan bakat jenius yang dikaruniai oleh alam dan telah diasah melalui kesempatan yang diberikan oleh pengalaman. (Lyons & Morton, 1965).

(26)

25 Tematika Sejarah Ilmu Strategi

a. Thucydides

Thucydides hidup sekitar 460-400 SM adalah seorang sejarawan dan jenderal Athena. Dalam sejarah Perang Peloponnesia, Thucydides menceritakan perang pada abad kelima sebelum masehi antara Sparta dan Athena hingga tahun 411 SM. Thucydides telah dijuluki bapak "sejarah ilmiah" oleh mereka yang menerima klaimnya yang telah menerapkan standar ketidakberpihakan dan pengumpulan bukti serta analisis sebab-akibat, tanpa mengacu pada intervensi oleh para dewa, seperti yang diuraikan dalam pengantar karyanya. Dan hal itu terbukti bekerja. Dia juga telah disebut sebagai bapak teori realisme politik, yang memandang perilaku politik individu dan hasil selanjutnya dari hubungan antar negara yang pada akhirnya dimediasi oleh, dan dibangun di atas, emosi, ketakutan dan kepentingan pribadi. Karyanya masih dipelajari di universitas dan perguruan tinggi militer di seluruh dunia. The Melian Dialogue dianggap sebagai karya penting dari teori hubungan internasional, sedangkan Pericles

funeral oration dipelajari secara luas oleh ahli teori politik,

sejarawan, dan mahasiswa klasik. Secara lebih umum, Thucydides mengembangkan pemahaman tentang sifat manusia untuk menjelaskan perilaku dalam kondisi krisis seperti wabah, pembantaian, dan perang saudara.

Para politisi yang mengilhami Thucydides menyadari kesulitan yang ditimbulkan oleh ketidakpastian masa depan di masa perang, namun mereka sangat berbeda dalam kesimpulan tentang cara terbaik untuk menanggapi. Analisis Thucydides tentang retorika pengambilan keputusan masa perang berfokus pada kemunduran budaya politik di bawah krisis nasional yang besar, serta peran kepemimpinan yang efektif dalam melawan kecenderungan ini. Dilema politik ala Thucydides adalah bagaimana memastikan musyawarah sebagai proses yang tidak akan tertawan oleh tekanan dan emosi perang, dan demagog

(27)

pemimpin yang berusaha mengeksploitasi tekanan dan emosi semacam itu untuk tujuan mereka sendiri. Dengan mempelajari kegagalan dan kesuksesan masa lalu (seperti yang didokumentasikan dan dianalisis dalam sejarahnya), pengambil keputusan di masa depan dapat lebih memahami dinamika politik pengambilan keputusan masa perang dan kekuatan korosif yang terlalu sering dihasilkan oleh krisis.

Tulisan Thucydides menganalisis politik, sosial, dan dinamika moral-psikologis yang menghasilkan agresi, kekerasan, dan keinginan untuk dominasi dan balas dendam. Dalam pandangannya, hal tersebut bukan produk kodrat manusia yang tak terelakkan, melainkan disposisi yang dirancang untuk diperiksa oleh lembaga normatif. Sebaliknya, dia menggambarkan sifat manusia seperti mengamuk ketika pemeriksaan semacam itu dilemahkan. Apa yang dapat mengontrol 'sifat manusia' adalah norma dan institusi yang mempromosikan komunitas sebagai lawan dari faksi atau kepentingan individu.

Dalam Mytilenean Debate, deskripsi kebijakan Pericles menunjukkan bagaimana politisi selalu mengklaim bahwa perang ini berbeda, bahwa tantangan terbesar telah datang, yaitu di mana kelangsungan hidup bangsa dipertaruhkan. Itu adalah salah satu pelajaran paling kuat dan penting dalam sejarah. Hal itu mendefinisikan taruhan retoris dengan cara ini akan selalu memastikan kepentingan adalah hukum dan keadilan dikalahkan oleh pertimbangan direct security.

Diodotus dan Hermocrates mencoba mendefinisikan kembali perdebatan politik saat berperang melawan emosional dan kekuatan demagog yang merendahkan kemungkinan asli wacana politik. Penggambaran Thucydides tentang dampak perang, yang 'tegas’ atas lembaga domestik menunjukkan bagaimana keuntungan langsung diperoleh dalam mengejar 'keamanan' yang lebih besar biasanya mengarah ke politik ketidakstabilan. Seperti dalam perang saudara di Corcyra atau dua kudeta oligarki di

(28)

27 Athena, ketidakstabilan seperti itu mengancam keberadaan pemerintahan konstitusional dan tatanan sosial yang disokongnya (Cohen, 2006).

b. Sun Tzu

Sun Tzu (l. C. 500 SM) adalah seorang ahli strategi militer China dan jenderal yang paling dikenal sebagai penulis karya The

Art of War, sebuah risalah tentang strategi militer (juga dikenal

sebagai The Thirteen Chapters). Slogan Sun Tzu:

Jika anda mengenal pihak lain (musuh) dan mengenal dirinya

sendiri, tidak akan dikalahkan dalam seratus pertempuran.

Jika anda tidak mengenal pihak lain (musuh) tetapi mengenal

dirinya sendiri memiliki suatu peluang yang seimbang untuk menang atau kalah.

Jika anda tidak mengenal pihak lain (musuh) dan dirinya sendiri

cenderung kalah dalam setiap pertempuran.

Betempur dalam seratus pertempuran dan memenangkan seratus

kemenangan bukanlah suatu cerminan strategi yang paling hebat. Kemampuan untuk mengalahkan musuh tanpa pertempuran sama sekali adalah cerminan strategi yang paling hebat.

Sun Tzu menganjurkan kesiapan militer dalam menjaga perdamaian dan tatanan sosial. Apakah seorang individu bernama Sun-Tzu ada sama sekali telah diperdebatkan dengan cara yang sama para sarjana dan sejarawan memperdebatkan keberadaan Lao-Tzu (l. C. 500 SM), filsuf Tao yang dianggap sezaman dengannya. Keberadaan The Art of War, bagaimanapun, memiliki pengaruh yang mendalam sejak karya tersebut dipublikasi, dengan

(29)

jelas membuktikan bahwa seseorang ada untuk menghasilkan karya tersebut, dan tradisi berpendapat bahwa karya tersebut ditulis oleh seorang Sun-Tzu.

Historisitasnya tampaknya telah dikonfirmasi oleh penemuan karyanya pada tahun 1972 M, serta keturunannya yang tampak jelas, Sun Bin (w. 316 SM) yang menulis Seni Perang lainnya, di sebuah makam di Linyi (provinsi Shandong). Namun, para sarjana yang menantang historisitasnya masih mengklaim bahwa ini tidak membuktikan apa-apa karena The Art of War sebelumnya masih dapat digubah oleh orang lain. Sun-Tzu dikatakan telah hidup, berperang, dan menyusun karyanya selama Periode Musim Semi dan Musim Gugur yang mendahului Periode Negara Berperang (c. 481-221 SM) di mana Dinasti Zhou (1046-256 SM) lengser dan negara-negara yang pernah terikat untuk ikut berperang satu sama lain berada di bawah supremasi dan kendali Cina.

Meskipun karya Sun-Tzu tampaknya telah diketahui selama Periode Negara Berperang, ajarannya tidak digunakan sampai reformasi Qin Shang Yang (wafat 338 SM) yang mungkin telah mengenal karya tersebut. Sesuai dengan visi Sun-Tzu, Shang menganjurkan perang total alih-alih mematuhi praktik kesatria di masa lalu. Reformasi Shang Yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Raja Qin Ying Zheng dalam menaklukkan negara-negara lain antara 230-221 SM, menyatukan Tiongkok di bawah pemerintahannya sebagai Shi Huangdi dan mendirikan Dinasti Qin, dinasti kekaisaran pertama Tiongkok.

The Art of War diketahui telah digunakan oleh panglima perang

Cao Cao (l. 155-220 M), salah satu jenderal yang mencoba untuk memenangkan takhta ketika Dinasti Han jatuh. Cao Cao menulis komentar tentang karya tersebut, menetapkan pentingnya pekerjaan itu pada saat itu, tetapi tidak diragukan lagi diketahui oleh para bangsawan yang terlibat dalam Perang Delapan Pangeran (291-306 M), yang masing-masing berperang satu sama

(30)

29 lain menurut Ajaran Sun-Tzu. Kekalahan Cao Cao di Pertempuran Tebing Merah (208 M) menghasilkan pembagian Periode Tiga Kerajaan (220-280 M) yang mendirikan kerajaan terpisah yang semuanya dipimpin oleh mantan jenderal yang telah menggunakan karya Sun-Tzu.

Diakui secara luas sebagai dua karya terpenting strategi dan perang, The Art of War oleh Sun Tzu dan On War oleh Carl von Clausewitz telah lama dipelajari secara terpisah, dengan asumsi bahwa tesis yang mereka ajukan pada dasarnya bertentangan. Fakta ini saja menggoda ahli strategi untuk membandingkan karya hebat ini secara keseluruhan untuk menemukan sejauh mana mereka sebenarnya kontradiktif, serupa, atau saling melengkapi. Bagaimanapun, dapat dipahami mengapa ahli strategi mungkin enggan membandingkan hal seperti itu. Tentunya hanya sedikit sarjana yang sama-sama mahir bidang sejarah, budaya, dan bahasa Cina dan Sejarah Eropa pada pergantian abad ke-19; dan bahkan jika sarjana terkemuka seperti itu ada, kecil kemungkinannya bahwa mereka akan menjadi ahli strategi profesional juga (Handel, 1991).

c. Clausewitz

Sejak berakhirnya Perang Vietnam, ide-ide yang diuraikan oleh ahli teori militer Prusia Carl von Clausewitz (1780-1831) sangat sering masuk dalam tulisan militer Amerika (doktrinal, teoretis, dan historis). Bukunya yang berjudul On War (diterbitkan secara anumerta di Prusia sebagai Vom Kriege pada 1832), telah diadopsi sebagai teks kunci di Naval War College pada 1976, Air War

College pada 1978, dan Army War College pada 1981. Panduan bidang

filosofis yang brilian dari Korps Marinir AS FMFM 1: Warfighting (1989) pada dasarnya adalah penyulingan On War (dengan manuver berat yang dibumbui oleh ajaran Sun Tzu), dan Publikasi Doktrinal Korps Marinir (MCDPs, c.1997) yang lebih baru sama-sama mencerminkan banyak konsep dasar Clausewitz.

(31)

Akhir 1970-an hingga akhir Perang Teluk Pertama bukanlah pertama kalinya Clausewitz menjadi mode. On War telah menjadi kitab suci banyak tentara yang bijaksana sejak Field Marshal Helmuth von Moltke dikaitkan dengan bimbingannya, kemenangannya yang menakjubkan dalam perang penyatuan Jerman (1864, 1866, 1870-71). Juga bukan pertama kalinya para prajurit Amerika dan pemikir militer tertarik dengan ide-idenya: George Patton, Albert Wedemeyer, dan terutama Dwight Eisenhower sangat tertarik dengan apa yang dia katakan.Namun, ini adalah pertama kalinya angkatan bersenjata Amerika sebagai institusi beralih ke Clausewitz. Sementara filsuf bersikeras bahwa perang "hanyalah ekspresi politik dengan cara lain," sikap tradisional tentara Amerika adalah bahwa "politik dan strategi secara radikal dan fundamental terpisah. Strategi dimulai di mana politik berakhir. Yang diminta tentara hanyalah bahwa setelah kebijakan ditetapkan, strategi dan komando harus dianggap berada dalam lingkup yang terpisah dari politik. "

Penerimaan mendadak Clausewitz setelah Vietnam tidak sulit untuk dijelaskan, karena di antara para ahli teori militer besar hanya Clausewitz yang secara serius berjuang dengan semacam dilema yang dihadapi para pemimpin militer Amerika setelah kekalahan mereka di sana. Jelaslah, dalam apa yang kemudian secara tajam disebut "perang politik", komponen politik dan militer dari upaya perang Amerika telah lepas kendali. Hal ini bertentangan dengan keinginan orang-orang militer Amerika untuk secara terbuka mengkritik para pemimpin sipil terpilih, tetapi sama sulitnya untuk menyalahkan diri mereka sendiri. Analisis Clausewitz sangat relevan:

Semakin kuat dan menginspirasi motif perang, ... semakin erat tujuan militer dan objek politik perang bertepatan, dan kemauan politik yang lebih militer dan politik tampaknya akan semakin berkurang. Di sisi lain, semakin tidak intens motifnya, semakin kecil pula kecenderungan natural elemen militer untuk melakukan kekerasan sesuai dengan arahan politik. Akibatnya,

(32)

31 perang akan semakin terdesak dari arah alaminya, objek politik akan semakin berbeda dengan tujuan perang yang ideal, dan konflik tersebut akan tampak semakin bersifat politis.

Ketika orang berbicara, seperti yang sering mereka lakukan, tentang pengaruh politik yang merugikan dalam pengelolaan perang, mereka sebenarnya tidak mengatakan apa yang mereka maksud. Pertengkaran mereka harus dengan kebijakan itu sendiri, bukan dengan pengaruhnya. Jika kebijakan itu benar — yaitu, berhasil — efek apa pun yang disengaja yang ditimbulkannya terhadap pelaksanaan perang hanya akan bermanfaat. Jika memiliki efek sebaliknya, kebijakan itu sendiri salah.

Nama Clausewitz dikaitkan dengan sejumlah kategori perang yang membingungkan, misalnya, perang ideal, perang nyata, "perang untuk membuat lawan kita tidak berdaya secara militer atau politik," perang terbatas, perang total, dan perang absolut. Dari enam istilah ini, tiga istilah pertama mewakili gagasan dari teori dewasa Clausewitz. Yang keempat adalah istilah Clausewitz yang tidak pernah digunakan fokusnya pada "tujuan terbatas" sepihak mencerminkan keyakinannya yang jelas bahwa tidak mungkin menghasilkan tipologi perang yang mencakup semua pemain. Yang kelima, "perang total", sementara secara luas dikaitkan dengan Clausewitz, bukanlah ide atau istilah Clausewitz dan tidak muncul sama sekali dalam On War. Asal dan definisi sebenarnya dari 'perang total' tidak jelas, tetapi dalam arti yang paling umum, hal itu sepenuhnya bertentangan dengan pendekatannya. Perang absolut keenam, mewakili tahap awal pemikiran Clausewitz (dan merupakan leluhur dari abstraksi "perang ideal") tetapi masih dipertahankan, dengan berbagai corak makna, di bagian teks yang lebih tua. (Ini muncul hampir secara eksklusif di paruh pertama Buku VIII.)

Dalam mencari sifat fundamental dari teori dewasa Clausewitz sendiri, mungkin tempat terbaik untuk memulai adalah dengan beberapa kesalahpahaman yang paling umum dari

(33)

argumennya. Kesalahpahaman seperti itu biasanya disebabkan oleh penulis yang tidak pernah membaca On War (atau hanya membaca paragraf pembuka atau mungkin ringkasan) atau yang berusaha dengan sengaja mengubah isinya. Argumen spesifik buku ini dinyatakan dengan sangat jelas dan jarang sulit untuk dipahami. Kesalahpahaman pertama ini adalah gagasan bahwa Clausewitz menganggap perang sebagai "sains". Kesalahpahaman lain (dan terkait) adalah bahwa ia menganggap perang sepenuhnya sebagai alat rasional kebijakan negara. Ide pertama sangat salah, yang kedua hanya satu sisi dari koin yang sangat penting.

Bagi Clausewitz, perang (sebagai lawan dari strategi atau taktik) bukan milik bidang seni maupun sains. Kedua istilah itu sering menandai parameter perdebatan teoritis tentang subjek, bagaimanapun, dan kritikus Clausewitz yang paling bersemangat (Jomini, Liddell Hart, awal J.F.C. Fuller) cenderung mereka yang memperlakukan perang sebagai ilmu. Seperti dikemukakan Clausewitz, objek sains adalah pengetahuan dan kepastian, sedangkan objek seni adalah kemampuan kreatif. Tentu saja, semua seni melibatkan beberapa sains (sumber matematika yang harmonis, misalnya) dan sains yang baik selalu melibatkan kreativitas. Clausewitz melihat taktik pada dasarnya bersifat ilmiah dalam karakter dan strategi sebagai suatu seni, tetapi latihan sadar dan rasional dari "strategi militer", istilah yang sangat disukai oleh para ahli teori dan sejarawan militer, adalah kejadian yang relatif langka di dunia nyata. "Ini telah menjadi keyakinan umum kami," katanya, "bahwa gagasan dalam perang pada umumnya begitu sederhana, dan terletak begitu dekat ke permukaan, sehingga manfaat penemuan mereka jarang dapat memperkuat bakat komandan yang mengadopsinya." Sebagian besar peristiwa nyata didorong oleh kekuatan seperti peluang, emosi, irasionalitas birokrasi, dan politik intra-organisasi, dan banyak sekali keputusan "strategis" yang dibuat secara tidak sadar, seringkali jauh sebelum pecahnya permusuhan. Jika ditekan,

(34)

33 Clausewitz akan menempatkan pembuatan perang lebih dekat dengan domain seni, tetapi tidak ada solusi yang benar-benar memuaskan.

Itu adalah tujuan besar Clausewitz untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Sayangnya, karyanya sering jatuh ke celah yang ingin direntangkan, dianggap terlalu konkret dan pragmatis bagi intelektual, terlalu rumit dan ambigu bagi politisi aktif, dan terlalu halus untuk prajurit praktis. Terlalu banyak orang di semua sisi jurang telah gagal untuk menggunakan ide-ide yang mendalam dalam On War. * 85 Lebih mendasar lagi, kesenjangan mewakili dikotomi nyata antara nilai-nilai dan persepsi cendekiawan dan tentara, dengan kecurigaan yang terkadang beralasan satu sama lain. Mungkin tak terelakkan, mungkin sebagai akibat dari kegagalan yang dapat diperbaiki dalam pendidikan mereka, tentara praktis cenderung kurang memiliki pemahaman historis yang mendalam yang sangat membantu dalam menginternalisasi argumen historisis Clausewitz, memahami pendekatan dialektisnya, dan membedakan kegunaan praktis dari konsepnya.

Namun, ada banyak faktor lain yang cenderung menghalangi apresiasi kita terhadap Clausewitz. Ini berkisar dari prasangka nasional dan ego pribadi hingga masalah mendasar dari persepsi manusia. Pengalaman pribadi pembaca sangat berkaitan dengan cara dia memahami On War: Mengatakan bahwa pembaca menerima — atau bahkan memahami — hanya apa yang dapat mereka kenali sebagai pernyataan ulang dari pandangan atau pengalaman mereka sendiri hampir pasti terlalu berlebihan . Tapi tidak banyak. Buku ini seringkali bukan jendela kenyataan daripada cermin bagi pembacanya, mungkin memang begitu. Ini adalah pengalaman saya sendiri dengannya. Ketika saya pertama kali membacanya sebagai sarjana di College of William and Mary pada tahun 1974, itu adalah diskusi abstrak tentang "perang ideal" dan gagasan perang sebagai instrumen kebijakan rasional yang bagi saya tampaknya menjadi intinya. Ketika saya membacanya

(35)

selama menjadi tentara, yang paling mengejutkan saya adalah diskusi tentang gesekan, kebetulan, dan faktor moral. Ketika saya kemudian bekerja murni sebagai sejarawan, itu adalah filosofi historisis Clausewitz yang memberikan kunci untuk memahami. Sebagai seorang pendidik militer dan penulis doktrin, saya menjadi fokus pada konsep operasional yang telah masuk ke dalam doktrin AS, seperti "pusat gravitasi" dan "titik puncak". Setiap kali saya membaca On War, sepertinya buku itu berbeda, tetapi hanya saya sendiri yang berubah.

Jadi, tidak mengherankan jika para penyintas perang parit tahun 1914-1918 melihat pengalaman mereka di halaman On War, seperti yang cenderung dilihat oleh para veteran Vietnam di dalamnya buku teks tentang apa yang salah dalam perang mereka. Bahwa ini seharusnya terjadi tidak akan mengejutkan Clausewitz, yang bersikeras bahwa pengalaman pribadi (atau kekurangannya) sangat penting untuk memahami fenomena perang. Perang Vietnam di barat harus belajar bagaimana gerilya bukan hanya sebagai taktis tapi strategi. Indeonesia memilia tokoh legendaris Panglima Sudirman dan AH. Nasution.

d. Perang Gerilya

Dalam sejarah Indonesia, banyak pahlawan berjuang keras untuk mengusir penjajah dengan taktik gerilya. Namun, di tangan Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H Nasution, perang gerilya berubah menjadi strategi bela negara. Jenderal Sudirman lahir di Jawa Tengah tepatnya di Bodas, Karangjati, Purbalingga pada tanggal 24 Januari 1916. Ia mengawali pendidikannya di sebuah sekolah bernama Hollandch Inlandsche School (HIS). Jenderal Soedirman berjuang untuk bersatu dengan rakyat meski sedang sakit. Perang gerilya yang dilakukan oleh TNI di bawah komando Panglima Besar Jenderal Soedirman, seperti penyerangan Jenderal pada 1 Maret 1949 di Yogya, penyerangan 4 hari 4 malam (7 sampai

(36)

35 10 Agustus 1949) di Solo dan keberhasilan lainnya di seluruh negara (Sobur,2018).

Perang gerilya ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Jenderal Sudirman yang dituangkan dalam Surat Perintah No. 1 / PB / D / 48 tanggal 19 Desember 1948. Jadi satuan-satuan TNI didukung oleh masyarakat. melakukan Perang Gerilya di seluruh wilayah, karena senjata dan perlengkapannya sangat terbatas, tidak ada cara lain selain menggunakan cara-cara Infanteri untuk melawan Tentara Belanda. sehingga setiap pertempuran bisa dimenangkan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa 19 Desember 1948 adalah hari kebanggaan Korps Infanteri. Peristiwa sejarah ini jelas memberikan bukti kepada dunia bahwa keberadaan Tentara Nasional Indonesia masih eksis dan mampu memaksa Belanda untuk mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Infantri. dan dirayakan setiap tahun (https://www.tni.mil.id/).

Bagi Jenderal Sudirman perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan seluruh rakyat. Operasi penyerangan 1 Maret 1949 pagi serentak di seluruh Indonesia. Fokus penyerangan berada di ibu kota Indonesia, Yogyakarta. Pada tanggal 1 Maret 1949 pukul 06.00 WIB, sirene di seluruh kota Yogyakarta dibunyikan sebagai tanda bahwa penyerangan telah dimulai. Ketika Jenderal Sudirman bergerilya di desa-desa terpencil, penyerangan di Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Soeharto, Ventje Sumual, Mayor Sardjono, Mayor Kusno. Perang gerilya merupakan respon dari Agresi Militer Belanda II. Kota Yogyakarta menjadi sasaran utama serangan yang dilakukan oleh Belanda. Saat itu Yagyakarta menjadi ibu kota Indonesia setelah Jakarta dikuasai Belanda. Belanda kembali ke Indonesia, khususnya di Jawa pada 14 Desember 1948. Kedatangan Belanda itu untuk melumpuhkan dan menghancurkan moral militer Indonesia. Berbagai serangan dilakukan oleh pasukan Belanda.

(37)

Di Yogyakarta diluncurkan di Pangkalan Udara Maguwo, kemudian dilanjutkan dengan serangan darat. Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta berhasil dilumpuhkan dan dikuasai oleh pasukan Belanda. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan beberapa pejabat Indonesia ditangkap oleh Belanda. Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat sebelum akhirnya dipindahkan ke Bangka. Sedangkan Wakil Presiden Moh. Hatta juga diterbangkan ke Bangka. Pada 22 Desember 1948, Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk bergerilya. Mereka berjalan cukup jauh dengan melintasi sungai, gunung, lembah, dan hutan. Para pejuang juga melakukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda. Gerilya oleh pasukan Indonesia merupakan strategi perang untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda. Kondisi ini membuat pasukan Belanda kewalahan. Apalagi penyerangan dilakukan secara tiba-tiba dan cepat. Pasukan Indonesia pun berani memasuki kota untuk menyerang dan merebut kembali kendali atas Yogyakarta dari kendali Belanda. Adanya taktik tersebut membuat TNI dan rakyat yang bersatu kemudian berhasil menguasai situasi dan medan pertempuran.

Selain Jenderal Soedirman, ada pahlawan lain yang terkenal dalam perang gerilya: Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution. Ia lahir 3 Desember 1918 di Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara (dahulu Tapanuli Selatan). Ayahnya bernama H Abdul Halim Nasution dan ibunya Hj Zaharah Lubis. Karir militernya dimulai pada tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia. Dua tahun kemudian, ia mengalami pertempuran pertamanya melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama dengan mantan PETA muda mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Kemudian pada Mei 1946 diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima TNI (nomor dua setelah Jenderal Sudirman). Sebulan kemudian dia diangkat menjadi

(38)

37 Kepala Staf Operasi Mabes TNI. Pada akhir tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat.

Sebagai tokoh militer, AH Nasution adalah pendiri perang gerilya. Ide briliannya tentang perang gerilya tertuang dalam bukunya yang berjudul "Prinsip-Prinsip Gerilya". Perang Gerilya Adalah Perang Rakyat Semesta. “Seperti prediksi Nasution, di masa depan (seperti di masa lalu). kita masih bisa mengandalkan perlindungan dan integritas negara ini sebagai bagian dari strategi gerilya. Dimana syarat utama untuk sukses adalah solidaritas dan rasa saling percaya antara militer dan rakyat.

Selain diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing dengan judul "Fundamentals of Guerrilla Warfare", buku ini telah menjadi buku wajib bagi akademi militer di sejumlah negara. Termasuk Akademi Militer Elit Dunia, West Point, AS. "Istilah gerilya ini dari dari bahasa Spanyol secara harfiah berarti "perang kecil". Kekuatan tanpa kendali yang melawan dominasi namun ditangan militer Indonesia menjadi sebuah sistem pertahanan. Diyakini bahwa taktik ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli militer Tiongkok Sun Tzu, yang hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu. (Rusman, 2019).

Kebijakan Strategis

Kunci Strategi : Ends-Ways-Means. Sasaran strategis bersumber dari kebijakan nasional dan pertimbangan rinci tentang “kepentingan nasional” berdasarkan kategori dan intensitas dengan latar belakang masalah, tren dan tantangan (ancaman dan peluang) yang mempengaruhi kepentingan tersebut. Berdasarkan tujuan ini, ahli strategi kemudian mempertimbangkan konsep alternatif dan tindakan untuk penggunaan elemen nasional power. Perhatikan keunggulan tujuan, strategi harus didorong oleh tujuan, bukan berdasarkan sumber daya, untuk memastikan peluang maksimal untuk

(39)

mencapai tujuan akhir. Mendefinisikan tujuan merupakan langkah penting pertama dalam perumusan proses pembentukan strategi. Jika tujuannya terlalu kabur atau kurang dipahami, tidak ada sumber daya atau pertimbangan cermat tentang cara menggunakan sumber daya tersebut yang akan memastikan keberhasilan. Di sisi lain, mendefinisikan tujuan yang terlalu sempit dapat membatasi cara dan / atau sarana yang tersedia. Akhirnya, pemahaman tentang tujuannya sangat penting untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan strategi tertentu. Hubungan antara: Tujuan Nasional, Kepentingan Nasional, Sasaran Pembangunan, Keamanan Nasional dan Kekuatan nasional dalam Waktu

Gambar 2 : Eksistensi Negara, ditentukan: Tujuan Nasional, Kekuatan Nasional , Kepentingan Nasional, dan Keamanan Nasional

(40)

39 Tujuan Nasional dan Sasaran Pembangunan

Rencana pembangunan nasional mengidentifikasi dua paradigma yang saling bersaing yang menginformasikan pemahaman dan praktik. Yang pertama, teori rasionalitas linier, merupakan paradigma perencanaan klasik yang melihat perencanaan sebagai 'yang terorganisir, sadar dan berkelanjutan mencoba untuk memilih alternatif terbaik yang tersedia untuk mencapai yang tujuan spesifik '(Waterston, 1965, hlm. 26). Kedua, disebut model komprehensif rasional, dimana perencanaan pembangunan nasional dipandang sebagai ilmu rasional, rencana menjadi dokumen cetak biru yang diinformasikan oleh sains dan didorong dari atas oleh para ahli yang netral (dalam cabinet biasanya disebut teknokrat) dengan akses ke semua data yang diperlukan dan kapasitas analitis yang hampir tak terbatas. Dalam bentuknya yang disederhanakan itu melibatkan proses di mana para teknokrat 'mensurvei berbagai hal sebagaimana adanya, mengamati apa yang perlu, mempelajari sarana yang harus disiapkan, dan kemudian bekerjalah cara praktis untuk melakukannya '(Waterston, 2006, p. 430).

Membingkai pembangunan nasional sebagai 'masalah' yang secara teoritis dan empiris dapat dipahami oleh para ahli sehingga menghasilkan hasil intervensi publik dapat diprediksi dan kebijakan yang optimal diidentifikasi. Oleh karena itu, rencana mengejar perkembangan yang disepakati dan ditentukan sasaran dengan cara yang paling efisien secara teknis - yang meminimalkan biaya dan risiko dan yang memaksimalkan manfaat dan peluang. Untuk mencapai hasil optimal, pendekatan top-down dilakukan politisi, birokrasi, elit intelektual dan profesional mana yang menerapkan teknik terbaik (seperti pemodelan linier, pemodelan input-output, biaya-manfaat analisis dan analisis jalur kritis) ke data terbaik yang tersedia. Semua ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kebijakan dan tindakan yang optimal sehingga tujuan pembangunan dari tingkat pertumbuhan ekonomi hingga pembangunan manusia dapat dicapai.

(41)

Tujuan Nasional Indonesia termuat dalam Konstitusi UUD 45 dan Sasaran Pembangunan merupkan wujud visi pemimpin dalam suatu masa tertentu. Dalam konstitusi UUD 1945 tujun pembangunan nasional adalah; Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mecerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sejak reformasi 1997 arah politik Indonesia merespon gerakan nasional dengan Undang-undang Otonomi Daerah, namun seiring waktu wewenang tersebut banyak disahgunakan dengan suatu bukti banyak Kepala Daerah tersangkut dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi Undang-undang Otonomi Daerah seiring dengan Revisi Undang-undang KPK terlihat persoalan tersebut sudah mulai dapat teratasi sehingga dengan prinsip “good governance” pemerintahan di daerah dapat dikelola dengan baik.

Stufentheorie menjelaskan perencanaan pembangunan daerah dalam pengaturan perencanaan pembangunan daerah tidak boleh bertentangan dengan pengaturan perencanaan pembangunan nasional. Regulasi yang dibangun harus menciptakan keharmonisan dengan pemerintah pusat walau berbeda haluan politiknya. pelaksanaan asas desentralisasi dalam wujud otonomi daerah penting direspon dan terapkan dalam asas otonomi daerah. Asas hukum lex superiori derogat legi inferiori yang diterapkan dalam perencanaan pembangunan nasional akan melahirkan otoritarian model baru. Implikasinya pada pertahanan negara adalah ketidak berdayaan rakyat dalam melakukan kreativitas dan melemahkan semngat pembanguan. Kekuatan rakyat adalah kekuatan negara.

(42)

41 Kekuatan Nasional

Kekuatan Nasional adalah kemampuan atau kapabilitas suatu bangsa untuk mengamankan maksud dan tujuan kepentingan nasionalnya dalam hubungannya dengan bangsa lain. Ini melibatkan kapasitas untuk menggunakan kekuatan dengan melihat ancaman penggunaan kekuatan atau pengaruh atas orang lain untuk mengamankan tujuan kepentingan nasional. Kekuatan Nasional bisa kita pahami dengan terlebih dahulu menganalisis makna dan sifat kekuasaan itu sendiri.

Kekuasaan atau Power dalam konteks hubungan antara manusaia berbeda dalam berbagai disiplin ilmu. Disiplin social mendefinisikannya sebagai penggunaan kekuatan sedangkan banyak yang lain menjelaskannya sebagai kemampuan untuk mengamankan tujuan yang diinginkan. Dari segi filsafat, Michael Foucoult mengkonseptualisasikan kekuasaan sebagai dominasi dalam menangani masalah publik. Manajemen kelas adalah kumpulan ide teoritis, strategi dan teknik yang digunakan untuk pemeliharaan tatanan kelas (sekolah) atau "keseimbangan kelembagaan".

Walaupun teori Foucoult agak menggelikan karena menggelitik bahkan menganggu di dalam pembangunan dan pengendalian kelas elit. Kami berpendapat bahwa kekuasaan dan wacana adalah konstruksi yang saling terkait yang digunakan penganut Taylorisme, Fordisme, dan dominasi birokrasi dalam pengaturan kelas instruktur. Kontrol merupakan elemen penting dalam manajemen organisasi mana pun. Agar organisasi seperti lembaga pendidikan, universitas, sekolah berfungsi secara efektif dan efisien dalam memantau pencapaian dan tujuan suatu negara, harus ada system kontrol harus diadopsi. Di jantung birokrasi adalah empat mekanisme utama yaitu otoritas, kekuasaan, persuasi, dan pertukaran. Apa bila struktuk kontrok dan kekuasaan maka kekuatan nasional mampu dioptimalkan.

(43)

Dalam mengukur kekuatan nasional suatu negara dapat dilihat dari kemampuan ekonomi, kekuatan militer, stabilitas dan kompetensi politik, ukuran dan populasi wilayah, dan ketersediaan sumber daya (Waltz, 1979). Henderson membagi tolak ukur kekuatan nasional menjadi tiga faktor, yaitu faktor geografis, faktor ekonomi, dan faktor politik. Faktor geografis meliputi sumber daya, populasi, dan wilayah negara. Hans J. Morgenthau, Politics Among Nation Elements of National Power ; Geografi.

Sumber alam yang mencakup makanan dan bahan baku. Kapasitas industri.

Kesiapsiagaan militer: teknologi kepemimpinan, kualitas dan kuantitas angkatan perang.

Penduduk. Karakter nasional. Semangat nasional. Kualitas diplomasi. Kualitas pemerintahan. 3. Manajemen Pertahanan

Lingkungan selalu berkembang, perlu menjaga keseimbangan baru antara tugas militer dan sarana yang tersedia untuk menciptakan pembiayaan militer yang terjangkau dengan ruang yang cukup untuk operasi dan investasi modal. Persoalannya bagaimana mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan dengan cara yang efisien dan dalam lingkungan masyarakat demokrasi.

Misi Manajemen Pertahanan: sumber daya yang semakin terbatas dan persyaratan strategis yang berubah, sisi lain kebutuhan yang semakin besar untuk mendapatkan manfaat maksimal dari anggaran yang dihabiskan untuk pertahanan. Apa yang dileola oleh negara? Hafeznia (2006) menjelaskan tiga hal:

(44)

43 Gambaran 3 : hubungan strategi pertahanan dan manajemen pertahanan.

Strategi bicara mengenai penggunaan menyangkut esensi tujuan, sarana yang bisa digunakan dan cara-cara siapa berbuat apa, sedangkan bagaimana mengelolanya disini tugas manajemen. Untuk itu pengelolaan penting sebagaimana hanynya juga penggunaan juga. Penggunaan yang tepat dan dikelolala dengan tepat itu lah manajemen strategis. Sedangkan yang mengelolaan dimaksud dalam konteks kepentingan negara maka disini esensi manajemen pertahanan. Ontologi Studi Manajemen Pertahanan terkait dengan realitas politik, administratif, dan budaya negara. Bagaimana mengelola apa-apa yang dikola negara itulah ontologinya. Perbedaan aliran politik negara komunis dengan liberal tergantung pendekatannya. Kumunis hampir semua urusan dikelola negara karena pendekatannya kepada kepentingan kebersamaan komunal, sedangkan liberal penghormatan dan tanggungjawaban hak privat dan kreasi personal lebih

(45)

diutamakan, dan sosialis agak memilih jalan tengah. Indonesia negara Pancasila didirikan oleh founding fathers atas dasar gotong ronyong, keharmonisan dan mencari jalan tengah keduanya

Perbedaan suatau negara: sistem politik, organisasi negara, dan jenis lembaga pertahanan yang berbeda dipengaruhi perkembangan sejarah suatu negara, budaya, kematangan ekonomi dan sosial, serta lingkungan strategis. Pertahanan Negara bagi suatu bangsa yang berdaulat merupakan suatu cara untuk menjaga, melindungi, dan mempertahankan keutuhan, persatuan dan kesatuan, serta kedaulatan bangsa terhadap segala bentuk Ancaman. Bangsa Indonesia memiliki cara sendiri untuk membangun sistem Pertahanan Negaranya, yaitu sistem pertahanan yang bersifat semesta dengan melibatkan seluruh Warga Negara, wilayah, dan Sumber Daya Nasional lainnya, yang dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala Ancaman.

Orientasi kepada para pembuat kebijakan yang ingin mempelajari bagaimana sebuah lembaga pertahanan dapat dikembangkan sebagai pilar keamanan nasional dan internasional yang efektif dan demokratis, menghasilkan pertahanan yang memadai dengan biaya yang dapat diterima secara sosial. bagaimana lembaga pertahanan dijalankan - 'pemerintahan,' 'pengarahan politik,' 'pemerintahan,' manajemen, '' administrasi publik, '' kepemimpinan strategis, '' komando dan kendali.

Ada beberapa catatan masalah manajemen di depertemen pengelola pertahanan:

Gambar

Gambar  1:  Pemetaan  Ilmu  Pertahanan  kombinasi  ilmu  murni  dalam   memenuhi kebutuhan negara bersifat khusus
Gambar  2:  Tabel  Program  Studi  dan  Gelar  yang  ditetapkan  oleh  Kementerian Pendidikan untuk Universitas Pertahanan tahun 2027
Gambar  2  :  Eksistensi  Negara,  ditentukan:  Tujuan  Nasional,  Kekuatan  Nasional , Kepentingan Nasional, dan Keamanan Nasional
Gambar 4: Matrik Studi Keamanan.
+7

Referensi

Dokumen terkait