• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DALAM KERANGKA

FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DALAM KERANGKA KEILMUAN

75 Filsafat Ilmu Pertahanan tidak saja melahirkan ilmu bidang pertahanan, tapi filsafat ilmu juga menilai suatu karya dalam bidang pertahanan. Kualitas penelitian dilihat dari aspek metologis saja, tapi dalam kerangka filsafat ilmu dilihat secara menyeluruh dalam aspek keilmuan;

a.ontologi dikaitkan dengan apa yang diteliti, dan apanya yang diteliti. Jawabanya adalah pokok masalah, mengandung teori yang digunakan, sedangkan jawaban apanya variable atau faktor-faktor yang diteliti. Umumnya demikian untuk studi kasus atau penelitian kuantitatif. Penjelasan jawaban ini dimuat dalam bab 2 b. epistemologi dikaitkan dengan langkah-langkah untuk mendapatkan sumber data, cara menganalisis, dan bagaimana proses mendapatkan kesimpulan. Pada bagian ini sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena itu teori yang diharapkan penelitian kualitaif adalah temunya. Penjelasan dipertanyakan masalah ini dijawab dalam bab 3.

c. axiologi mempertanyakan tujuan dan manfaat penelitian. Tujuan tersebut bisa terilihat dari apa yang ditulis, namun karena peroses pembuatan tersebut banyak pihak terkait kadangkala tidak terungkap esensi tujuan sesungguhnya sehingga perlu melihat jawaban secara lansung. Pada jawaban ini menentukan level penelitian dari aspek KKNI (Kerangka Kualitias Nasional Indoensia). Kerangka ini sudah mengadopsi berbagai teori yang berlaku secara global. Secara sederhana level S-1 cukup menggunakan kata kerja menggambarkan, S-2 dengan menganalisis, atau ilmu terapan dengan mengaplikasikan, dan untuk S-3 bertujuan menemukan dan atau mengevaluasi.

Langkah sederhana menilai sebuah karya ilmiah awalnya dengan melihat judul dan tujuan. Judul terkait dengan masalah ontologi dan tujuan dengan axiologi. Melihat judul untuk memahami kemungkinan kandungan isi dalam sebuah penelitian. Secara normatif struktur judul dapat dilihat dari aspek sintaksis, semantik dan hermenetika. Sintaksis menyangkut struktur Bahasa yaitu SPOK (Subjek, Predikat, Objek dan Keterangan). Subjek umumnya lembaga, misal sebuah direktorat di Lembaga

Kementerian Pertahanan RI. Objek dalam judul menunjukan sasaran yang dipersoalkan subjek, sedangkan predikat dalam judul umunya kata kerja operasional, mengandung variable, disinilah teori tergambar, dan jika didalami kita masuk dalam tingkat semantik dan hermeneutkannya. Jawaban kandidat menunjukan keberpihakan pada suatu paradigm tertentu. Kalau kami sebagai penguji, sudah masuk pada perdebatan pilihan paradigma, maka kualitas peneliti sudah masuk pada kategori baik, dan apabila singkron dengan isi maka peneliti anggap sempurna (uraian lebih lanjut mengenai rubrik peneilaian karya ilmiah lihat lampiran).

Ilmu Pertahanan dengan segala cabang, dahan dan ranting-rantingnya dapat diuji dan harus diuji dengan kerangka filsafat ilmu. Untuk itu pengujian perlu 3 unsur: Ahli dalam teori yang dikembangkan, Praktisi bidang pertahanan yang dikaji, dan ahli dalam metodologinya. Jaminan keahlian tersebut dilihat dari pengakuan komunitas dan karya ilmia yang dipublikasi.

Untuk itu pengembangan ilmu pertahanan memiliki keunikan karena selain aspek teoritis keilmuan yang harus konsisten ada praktisi yang perlu direspon. Para jenderal yang berpengalaman dalam mempertahanakan negara dengan segara prestasinya perlu dihargai. Untuk itu paradigma berpikir sangat penting. Paradigma berpikir itu sendiri merupakan cara pandang seseorang atau suatu kelompok dalam melihat eksistensi diri sendiri, tujuan, kepentingan sehingga menentukan arah dan pola suatu penelitian secara filosofis.

Dalam pertanyaan ontologis saya memulai pertanyaan kepada peneliti anda meneliti apa, dan apanya. Dengan pertanyaan demikian taxonomi keilmuan terlihat apa ontologi ilmu pertahanan yang diteliti. Kalau dua pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab maka maka selanjutnya proses pengujian digantikan dengan proses bimbingan, artinya bukan nguji lagi. Kewajiban dosen memang tidak hanya menguji tapi membimbing lebih domninan. Karena itu ontologi diartikan ilmu tentang ada, kalau ontologinya tidak ada penelitian tidak ada. Dalam pertanyaan ontologi itu terlihat noveltinya.

77 Sebuah novelty terkait dengan taxonomi atau struktur, ataupun istilah kerangka teori. Menurut Heidegger dalam perspektif fenomenologi diartikan sebuah kemungkinan berhubungan dengan pokok bahasannya. Sedangkan fenomenologi adalah ilmu tentang ada – wujud-wujud, menjadi entitas sejauh berbeda dari entitas, ini penuh teka-teki perbedaan makhluk (esse) dan entitas (ens). Masalah utama fenomenologi dalam rangkaian beberapa perkuliahan mencoba memperkenalkan audiensnya pada ontologi fenomenologis (atau ontologi-sebagai-fenomenologi) dengan menjelaskan secara fenomenologi beberapa pernyataan penting, atau "tesis" mengenai keberadaan (Thesen über das Sein), "yang telah diadvokasi dalam perjalanan filsafat Barat sejak Zaman Kuno. Salah satu pernyataan yang membutuhkan penjelasan fenomenologis adalah "tesis ontologi abad pertengahan (Skolastisisme) yang kembali ke Aristoteles menegaskan bahwa kemunculan atau konstitusi menjadi milik (a) whatness (Wassein, essentia), dan (b) berada di tangan seseorang atau keberadaan (Vorhandensein, eksistentia). Dalam hal ini dapat membedakan antara esensial dan eksistensi, itulah ontologi. Struktur ontologi penelitian secara luas diurakan Bab II tentang Tinjau Pustaka, atau Tinjauan Teoritis.

Unsur kedua dalam filsafat ilmu terkait dengan epistemologi yang menjelaskan proses bagaimana proses kebenaran atau kesimpulan didapat. Metodologi atau Metode Penelitian diuraikan Bab III. Creswell (1998) meletakan persolan ini sebagai pintu masuk dalam dunia penelitian, karena desain penelitian tergantung pada paradigm berpikir atau, dunia (world view,

lebenswelt). Dalam penelitian kuantitatif tidak terlalu rumit karena

mengatut satu model, yaitu posistivis. Dengan demikian pemisahan objek dengan subjek yang jelas sehingga kunci penelitian terletak dari kesesuaian teori atau model dengan persoalan dihadapi, tujuannya utamanya juga satu verifikasi. Dengan dengan demikian unsur koherensi dan koresponsdensi yang disyarakan sebagai sebuah ilmu sudah didapat.

Beda dengan penelitian kualitatif, paradigma menentukan pendekatan seorang peneliti. Gambaran paradigma seseorang

dilihat dari esensi tujuan seseorang, dan itu berdampak pada penggunaan teori dan cara mendapatkan data. Tujuan persoalan axiologi, cara mendapatkan data persoalan epistemologi, teknis metodologi. Sedangkan ontologi tentang fokus apa yang diteliti, menyangkut teori operasional. Sebuah teori besar mengandung tiga aspek tersebut, misal Teori Psikoanalisis-Freud, Fenomenologi Hussel, Strukturasi Gidden, dan lain-lain mengandung aspek ontologi, efeistemologi sekaligus axiologinya. Untuk itu teori besar mempengaruhi gerak sosial dan budaya sulatu masyarakat. Perekayasa sosial memilih beberapa alternative untuk pemodelannya.

Apabila tujuan penelitian untuk menggabarkan sebuah fenomena dengan teori tertentu, maka pendekatan yang digunakan studi kasus. Teori digunakan untuk memberikan kerangka pemikiran, satu teori atau sejumlah teori menjelaskan faktor-faktor yang diteliti. Penelitian terhadap manusia menurut Comte sama halnya dengan meneliti benda-benda. Ada reaksi dan aksi, penelitian pengaruh merupakan suatu contoh yang sering dilakukan. Misal pengaruh A terhadap B, atau pengaruh A dan B terhadap C, dan sebagainya. Penelitian studi kasus ini mirip dengan penelitian kuantitatif, bedanya variable dalam kuantitatif menjadi faktor-faktor. Indikator-indokator dalam penelitian kuantitatif dengan menggunakan skala tertentu dapat dihitung secara statistik dan akan lebih mudah dengan aplikasi diantaranya SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Dalam studi kasus tidak menghitung signifikasi tersebut, hanya memberi gambaran umum dan kemudian dianalis dengan teori-teori yang relevan. Pengembangannya dalam pos-posistivis yang dicari bukan verifikasi tapi falsifikasi. Temuan lapangan berupa ketidak akuratan teori yang ada.Contoh diberikan Popper jika angsa umumnya putih maka peneliti menemukan bukan angsa putih, tapi angsa hitam atau warna lainnya.

Kalau tujuan penelitian tersebut untuk mendesain sesuatu atau menemukan bentuk sesuatu melalui berbagai pendapat, termasuk yang pro dan kontra maka penelitian tersebut menggunakan pendekatan fenomenologi. Karena subjek

79 penelitian tersebut banyak, termasuk diri peneliti sendiri maka penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi ini disebut juga intersubjektif. Keunggulannya hampir mampu memberikan kepuasan berbagai kalangan, sehingga penelitian ini bersifat konstruktif. Dan hasilnya ilmiah dan bersifat obkjektif, karena tidak bisa direkayasa, atau hasil penelitian tidak akan didapat sebelum penelitian dilakukan. Kuran tepat kalau pertanyaan dalam ujian proposal asumsinya apa. Mungkin teori pemandingnya yang mendekati sebagai jawaban awalnya.

Kalau penelitian bertujuan untuk menemukan nilai-nilai yang bertentangan besifat biner, atas dan bawah, atau lama dan baru,maka pendekatan digunakan adalah ethonografif. Kuncinya mampu menemukan nilai etik dan emik dalam suatu rumusan yang dapat digambarkan dan dilaksanakan secara praktis. Penelitian ini memerlukan waktu yang cukup di lapangan karena kesulitan dalam menemukan nilai atau perbedaan yang saling bertentangan sampai kesesuaian dapat ditemukan.

Kalau penelitian bertujuan untuk mengangkat sesuatu sebagai model atau teori, maka penelitian terseddbut menggunakan pendekatan grounded research. Penelitian jenis ini banyak menyebutknya tidak menggunakan teori, tapi sesungguhnya pikiran seseorang tidak bisa dipungkiri masih tidak bisa bersih dari teori sehingga kalau dikatakan tidak menggunakan teori maksudnya tidak menggunakan kerangka teori yang ada. Dalam diskusi teori yang ada tetap diperlukan, melihat perbedaan dan posisi teori yang didapat.

Kalau sebuah penelitian meneliti makna disebalik teks, atau beberapa teks baik filsafat, hukum, kebijakan, politik, budaya dan sebagainya maka penelitian tetsebut menggunakan pendekatan heremenutikan, analisa wacana, konten analisis atau sebutan alinnya. Intinya fokus dengan teks yang ada penelitian sejarah masa lalu dapat mengguankan metode ini dan lebih spesifik seperti Hermeneutika Gadamer. Tujuannya membuka rahasia disebalik teks.

Sebagian, filsafat yang mengadopsi dan dipengaruhi oleh pertimbangan praktis. Namun, pengaruh utama kemungkinan besar terjadi pandangan khusus tentang hubungan antara pengetahuan dan proses yang dikembangkan. Peneliti yang peduli dengan fakta, seperti sumber daya yang dibutuhkan dalam proses, kemungkinan memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam hal penelitian yang harus dilakukan untuk peneliti yang bersangkutan dengan perasaan dan sikap pekerja terhadap manajer mereka dalam proses yang sama. Tidak hanya strategi dan metode sangat berbeda, tetapi juga pandangan tentang apa itu penting dan, mungkin lebih penting, apa yang berguna dan tak berguna.

Bagamanapun pola interaksi keilmuan, pertanyaan-pertanyaan utama dari Filsafat Ilmu menyangkut apa yang memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan, keandalan teori-teori ilmiah, dan tujuan akhir sains. Persyaratan ilmu harus mengandung sifat kebenaran ilmu baik unsur koherensi, korespondensi dan pragmatisnya. Disiplin keilmuan bisa jadi tumpang tindih dengan metafisika, ontologi, dan epistemologi, aksiologi. Misal ketika mengeksplorasi hubungan antara strategi perang dengan teknologi. Perbedaan praktida dalam penggunaan paradigm pengetahuan dengan metodologi dapat digambarakan;

Paradigma Ontologi Epistemologi Pertanyaan Methode

Positivism Tersembunyi

dalam objek Fokus alat/methodolpada ogi, terukur, matematis/sta tistik

Kerja Apa? Kuantitatif

Phenomeno logi/ Interpretif/ Konstruktif Realitas dibuat individu atau kelompok Menemukan makna yang mendasari peristiwa Bagaimana cara untuk bertindak? Kualitatif

81

Posmodern/

Critical Masyarakat Merasa ketidaksetar aan dan ketidakadila n Membuka rahasia ketidak adilan dan kekuasaan Bagaimana merubaha keadaan? Hermenetika/ Ideologis Pragmatis Kebenaran

yang berguna Metode yang baik adalah yang menyelesaikan masalah Adanya intervensi dalam perbaikan? Metode Mixed

Gambar 9: Hubungan Paradigma dengan Metodolgi Penelitian dalam Filsafat Ilmu

Filsafat Ilmu tentang Pertananan merupakan studi tentang Pertahanan Negara mengandung asumsi, fondasi, dan implikasi dari dari pengemabangan dan penerapan ilmu pengetahuan alam (berarti biologi, kimia, fisika) dengan ilmu sosial-budaya (berkaitan dengan perilaku manusia dan masyarakat). Kalau kavlingan masing-masing ilmu tidak jelas maka metodenya juga tidak jelas. Penting menjelaskan taxonomi dan metode ilmu pertahanan secara gambling dan konsisten.

Filsafat Ilmu Pertahan di Unhan sampai saat ini secara umum diwujudkan dalam Filsafat Pancasila dan Filsafat Intelijen. Kecuali bebera prodi menambah dengan hal yang spesifik. Filsafat Pancasila merupakan Filsafat Negara menekankan aspek Budaya dan Filsafat Intelijen bersifaf politik. Kerangka pengembangan strategis, oprasional dan teksnis Ilmu Pertahan dapat dijelaskan sebagai berikut;

Gambar 10: Hubungan Filsafat Ilmu Pertahan dengan Metodologi ilmu Pertahanan, menghasilkan produk penilitian yang berkualitas dan relevan untuk kepentingann pertahanan negara diluar studi formal biasa. Untuk menjaga konsistensi keilmu bersifat ontologis, filsafat itu bertanya pertanyaan secara mendasar seperti: "Apa itu sains pertahanan?", karena ilmu pertahanan yang dimaksud adalah ilmu pertahanan negara maka jawabannya ilmu pertahanan ilmu tentang studi wilayah, pemerintah, masyarakat dan hubungan internasional. Lebih detail dikembangkan dalam Prodi yang dikoordinir dalam 4 fakultas. "Apa tujuan sains pertahanan" dan "Bagaimana seharusnya kita menafsirkan hasil sains pertahanan?". Saintis Pertahanan berbasis sangat luas bahwa asumsi dan metode penelitian fisik dan ilmu alam sama sesuai (atau bahkan penting) untuk semua disiplin lain, termasuk filsafat, bahasa, budaya, sastra, humaniora dan ilmu sosial.

Sebelum lebih jauh memahami apa filsafat ilmu dan bagaima cara kerjanya, sebaiknya kita ketahu dulu beberapa filsuf yang cukup popular dalam bidang Filsafat Ilmu:

Filsafat Ilmu

Pengetahuan Pertahanan

Metodologi Penelitian Ilmu Pertahanan

+ =

Penelitian Produk Haneg Inter= Cross Disipliner Objek; Lembaga dan Perilaku Haneg

83 1. Plato, lahir 472 SM - Pendiri Akademia Platonik, ahli matematika. Karya yang paling terkenal adalah Republik. Karya Ilmu politik paling fundamental, penting dalam pengembangan Ilmu Negara. Dengan berbagai kelemahannya telah mempu mendasari lahirnya Negara.

2. Aristoteles (384-322 SM) - Arguably pendiri ilmu dan filsafat ilmu. Dia menulis secara ekstensif tentang topik yang sekarang kita sebut fisika, astronomi, psikologi, biologi, dan kimia, serta logika, matematika, dan epistemologi.

3. Francis Bacon (1561 1626) - Mempromosikan metode ilmiah di mana para ilmuwan mengumpulkan banyak fakta dari pengamatan dan eksperimen, lalu membuat kesimpulan induktif tentang pola yang ada di alam.

4. Rene Descartes (1596 1650) - Matematikawan, ilmuwan, dan filsuf yang mempromosikan metode ilmiah yang menekankan deduksi dari prinsip pertama. Ide-idenya mempengaruhi Newton dan tokoh-tokoh lain dari Revolusi Ilmiah.

5. Edmund Gustav Albrecht Husserl, lahir Jerman 1859 - dikenal sebagai bapak Fenomenologi. Husserl meninggalkan karya fundamental diataranya Investigasi Logika yang banyak digunakan dalam ilmu hermeneutika, penafsir atau penari makna. Hampir semua filsuf modern menggandrungi Husserl. Orang-orang yang mengkaji fenomenologi sebaiknya memahami struktur fenomenologi yang dijelaskan Husserl. 6. Piere Duhem (186 1 1916) - Fisikawan dan filsuf yang membela

bentuk ekstrim empirisme. Dia berpendapat bahwa kita tidak dapat menarik kesimpulan tentang keberadaan entitas yang tidak dapat diobservasi oleh teori-teori kita seperti atom dan molekul.

7. Carl Hempel (1905-1997) - memusatkan teori berpengaruh pada penjelasan ilmiah dan konfirmasi teori. Dia berpendapat bahwa suatu fenomena "dijelaskan" ketika kita dapat melihat bahwa itu adalah konsekuensi logis dari hukum alam. Dia memperjuangkan akun konfirmasi hipotetico, mirip dengan cara kita mencirikan "membuat argumentasi ilmiah”.

8. Karl Popper (1924-1994) - Berpendapat bahwa falsifiabilitas adalah ciri khas dari teori-teori ilmiah dan metodologi yang tepat bagi para ilmuwan untuk dipekerjakan. Dia percaya

bahwa para ilmuwan harus selalu menganggap teori mereka dengan mata skeptis, mencari setiap kesempatan untuk mencoba memalsukan mereka.

9. Thomas Kuhn (1922-1996) - Sejarawan dan filsuf yang berpendapat bahwa gambaran ilmu yang dikembangkan oleh empiris logis seperti Popper tidak menyerupai sejarah sains. Kuhn terkenal dibedakan antara sains normal, di mana para ilmuwan memecahkan teka-teki dalam kerangka kerja atau paradigma tertentu, dan ilmu revolusioner, ketika paradigma terbalik.

10. Paul Feyerabend (1924-1994) - Seorang pemberontak dalam filsafat sains. Dia berpendapat bahwa tidak ada metode ilmiah "apapun itu." Tanpa memperhatikan panduan rasional, para ilmuwan melakukan apa pun yang mereka butuhkan untuk menghasilkan ide-ide baru dan membujuk orang lain untuk menerimanya.

11. Evelyn Fox Keller (1936) - Fisikawan, sejarawan, dan salah satu pionir filsafat ilmu feminis, yang dicontohkan dalam studinya tentang Barbara McClintock dan sejarah genetika pada abad ke-20.

12. Elliott Sober - Dikenal atas karyanya parsimony dan landasan konseptual biologi evolusioner. Ia juga merupakan penyumbang penting bagi teori biologi seleksi kelompok. 13. Nancy Cartwright (1944) - Filsuf fisika yang dikenal karena

klaimnya bahwa hukum fisika adalah "kebohongan" - yaitu, bahwa hukum fisika hanya berlaku dalam situasi yang sangat ideal. Dia juga bekerja pada sebab-akibat, interpretasi probabilitas dan mekanika kuantum, dan landasan metafisis ilmu pengetahuan modern.

Tidak ada konsensus di antara para filsuf tentang banyak masalah sentral yang berkaitan dengan filsafat sains, termasuk apakah sains dapat mengungkapkan kebenaran tentang hal-hal yang tidak dapat diamati dan apakah penalaran ilmiah dapat dibenarkan sama sekali. Selain pertanyaan-pertanyaan umum tentang sains secara keseluruhan, para filsuf ilmu pengetahuan mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk ilmu-ilmu tertentu (seperti biologi atau fisika). Pemikiran filosofis yang

85 berkaitan dengan sains kembali setidaknya ke zaman Aristoteles, filsafat sains muncul sebagai disiplin yang berbeda hanya pada abad ke-20 di belakang gerakan positivisme logis, yang bertujuan untuk merumuskan kriteria untuk memastikan semua makna filosofis dan secara obyektif menilai mereka. Beberapa filsuf sains juga menggunakan hasil kontemporer dalam sains untuk mencapai kesimpulan tentang filsafat itu sendiri.

Aliran Filsafat ilmu yang paling berpengaruh adalah Positivisme. Aliran ini adalah filosofi yang terkait erat yang menyatakan bahwa satu-satunya pengetahuan penting objektif dan otentik. Kebenaran yang objektif dapat diukur dengan statistik seperti benda. Ketika melihat pengaruh zat kimia dilarutkan dalam air dan dampaknya pada tumbuhan misalnya dapat diukur dengan pasti. Korelasi masing-masing subjek terlihat jelas. Problemnya ketika memperlakukan manusia seperti benda, maka dalam lingkup terbatas seperti kelas atau sebuag satuan sangat tepat dan akurat. Akan tetapi menelaah sosial dengan jangkauan yang luas dan jangka waktu yang lama kurang tepat walaupun bisa dan dibisakan.

Diakui sebagai sebuah pengetahuan ilmiah, dan bahwa pengetahuan seperti itu hanya dapat berasal afirmasi positif teori melalui metode ilmiah (yang berarti pengumpulan data melalui pengamatan dan eksperimen, formulasi dan pengujian hipotesis). Membedakan ilmu dari non-sains dengan sain banyak yang menganggap masalah sebagai tidak terpecahkan atau diperdebatkan. Secara historis, titik utama pertentangan adalah antara sains dan agama, bahkan banyak penentang yang mengklaim bahwa itu tidak memenuhi kriteria ilmu pengetahuan dan karenanya tidak diperlakukan sama seperti evolusi.

Kriteria untuk sains biasanya meliputi: formulasi hipotesis yang memenuhi kriteria logis kontingensi (yaitu tidak secara logis perlu benar atau salah), falsifiability (yaitu mampu dibuktikan salah) dan testability (Yaitu, ada beberapa harapan nyata untuk

menetapkan apakah itu benar atau salah) sebuah landasan bukti empiris penggunaan metode ilmiah.

Pengelompokan Ilmu

Pengelompokan ilmu penegetahuan menurut Suryanto Poespowardoyo (2017), sebagai berikut:

1. Pengetahuan Alam

87 2. Ilmu Pengetahuan Budaya

Gambar 12: Skema Pengetahuan Budaya

3. Ilmu Pengetahuan Sosial Kritis

Masing masing keilmuan berjalan secara integral dalam suatu konstrusi pradigma dalam zamannya. Sebelum Positivisme sebenarnya yang berkembang adalah Narsisme. Pemahaman ini sekalipun sulit diletakan dalam dunia ilmu pengetahuan tapi mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ciri-ciri narsis adalah menyombongkan dirinya sendiri, usaha-usaha atau upaya mengemuka sebagai bukti kehebatannya. Keyakinan pada diri sendiri secara belebihan dan ingin mengekslorasi dalam kenyataan merupakan awal manusia ingin berilmu pengetahuan. Penganut Narsisme, Sigmun Freud, mengawali penjelasannya ketika seekor anjing melihat bayang-bayang di sungai, anjing menggong dirinya sendiri seolah olah anjing lain.

Setelah Postivis dan Narsis terlihat kelompok Pos-Positivis dari Karl Popper (1902 - 1994) dan Charles Sanders Peirce. Dalam dunia budaya pindah dari positivisme dari dualitas Descartes ke Triadik Peirce. Untuk menetapkan seperangkat standar modern untuk metodologi ilmiah sebagai tanggapan atas Positivisme Logis mengakui bahwa teori mungkin bermakna tanpa menjadi ilmiah, dan bahwa fitur utama sains adalah bahwa ia bertujuan menjelaskan bahwa suatu klaim kebenaran bisa disalahkan, dilawan yaitu klaim yang dapat terbukti salah, setidaknya dalam teori oleh Popper yang disebutnya Falsificationism.

Masalah demarkasi - masalah ilmu yang membedakan ilmu pengetahuan dari non-sains. Para filsuf modern sains sangat setuju bahwa tidak ada kriteria tunggal yang sederhana yang dapat digunakan untuk membatasi batas-batas sains. Pemalsuan - Pandangan, terkait dengan filsuf Karl Popper, bukti itu hanya bisa digunakan untuk mengesampingkan ide, bukan untuk mendukungnya. Popper mengusulkan agar gagasan ilmiah hanya bisa diuji melalui pemalsuan, tidak pernah melalui pencarian bukti pendukung.

Gelombang penegah adalah fenomenologi, dimotori oleh Edmund Husserl. Titik pertemuan pengetahuan postivis yang mengutamakan objektif dan Narsis yang subjektif dijembati Hursel dengan Fenomenologi. Keterbatas manusia menguasai

89 kebenaran, maka fenomenologi berusaha mencari titik temu. Agar titik temu tidak direkayasa maka titik temu tersebut bersifat intersubjektif dan intensionalitas. Tidak boleh terlalu objektif, karena itu benda yang bisa menipu, demikian juga tidak boleh terlalu subjektif karena manusia tidak luput dari kealpaan. Kuncinya kesuksesan fenomenologi adalah konstruktif. Substansi berbeda dengan pikiran yang tidak diperluas, tetapi tinggal "di sini" dari mana semua "ada" ada "di sana"; lokus dari jenis sensasi yang berbeda yang hanya bisa dirasakan langsung oleh pengalaman yang diwujudkan; dan sistem kemungkinan gerakan yang koheren yang memungkinkan kita untuk mengalami setiap saat dari kehidupan kita yang praktis dan perseptual seperti menunjuk pada “lebih banyak” daripada perspektif kita saat ini.

Fenomenologi Husserlian berdiri bertentangan dengan naturalisme, yang sifat materialnya hanya merupakan kehidupan yang diberikan dan sadar itu sendiri adalah bagian dari alam, untuk didekati dengan metode ilmiah alam yang berorientasi pada fakta-fakta empiris dan penjelasan kausal. Sebaliknya, fenomenologi beralih langsung ke bukti pengalaman hidup —

Dokumen terkait