Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 053
Karakteristik Kawasan Tamansari Watercastle sebagai
Warisan Budaya Kraton Yogyakarta
Riana Viciani G(1), Himasari Hanan(2) Rianav iciani@gmail.com
(1) Program Magister, Jurusan Rancang Kota, Fakultas Sekolah A rsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),
ITB.
(2) Dosen Program Magister, Jurusan Rancang Kota, F akultas Sekolah A rsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SA PPK), ITB.
Abstrak
Kawasan Tamansari Watercastle merupakan cagar budaya Kota Yogyakarta yang berada dalam Jeron Beteng Kraton. Kawasan ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I pada tahun 1758 M dan difungsikan sebagai tempat peristirahatan, pertahanan, spiritual dan perkebunan. Fungsi kawasan Tamansari yang sangat penting bagi Kraton, membuat Sultan menyediakan hunian pada sekitar Pesanggrahan Tamansari untuk Abdi Dalem yang menjaga dan mengurus Tamansari, dengan status tanah magersari (hak guna tanah) dan pada saat itu permukiman penduduk mulai berkembang pada sekitar pesanggrahan Tamansari. Tingginya pemanfaatan lahan pada Kawasan Pesanggrahan Tamansari, membuat kawasan ini kehilangan identitas dan penurunan kualitas fisik. Tujuan penelitian adalah membahas mengenai karakteristik kawasan Pesanggrahan Tamansari, potensi dan permasalahan dalam perkembangan kawasan sebagai wujud dari warisan budaya kraton, metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif dengan penjabaran pada aktifit as, makna dan karakter kawasan. Hasil yang diperoleh adalah Pesanggarahan Tamansari kehilangan karakter sebagai daerah pelesiran sultan, karena berada pada area permukiman padat.
Kata-kunci : karakteristik, Magersari, Tamansari Watercastle Pendahuluan
Warisan budaya merupakan sesuatu benda, adat istiadat atau pola prilaku yang harus dijaga dan dilestarikan, hal ini sejalan dengan pernyataan Artha (2004) yang menyatakan bahwa warisan budaya (cultural heritage) merupakan perangkat-perangkat simbol kolektif yang diwariskan oleh generasi-generasi sebelumnya dapat berupa fisik, pola prilaku dan pandangan hidup. Warisan budaya yang memiliki nilai penting, salah satunya adalah Kawasan Tamansari Watercastle yang merupakan bangunan bekas istana air dan menjadi bagian dari Jeron Beteng Kraton Yogyakarta. Bangunan ini menghadap kearah barat dan membujur ketimur dari bagian barat daya sampai dengan sisi tenggara Kraton, dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I pada tahun 1758 M (Hadiyanta, 2012). Kawasan Pesanggarahan Tamansari secara administratif berada pada Kecamatan Kraton, Kelurahan Patehan yaitu pada RW 08, 09 dan 10. Komplek Pesanggrahan Tamansari memiliki 59 gugusan bangunan yang memiliki konfigurasi yang saling terkait dengan luas 36,666 ha, namun kini gugusan yang tersisa hanya 21 buah gugusan bangunan dengan luas kawasan 10 ha (Hadiyanta, 2012). Hilangnya gugusan bangunan terjadi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal seperti adanya gempa bumi pada tahun 1867 dan yang terbesar pada tahun 2006, sehingga menyebabkan sebagain bangunan Pesanggrahan Tamansari hancur serta adanya faktor eksternal seperti setelah terjadi gempa, sebagian area Pesanggarah yang hancur dan mulai bermunculan hunian penduduk.
Karakteristik Kaw asan Tamansari Watercastle sebagai Warisan Buday a Kraton Yogy akarta
B 054 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Permukiman penduduk pada sekitar Pesanggrahan Tamansari berkembang bada abad ke XIX, pada saat itu permukiman yang ada bersifat ngidung atau magersari. Magersari merupakan hak sewa lahan yang diberikan oleh pihak sultan kepada abdi dalem atas pengabdiannya. Bentuk ruang magersari adalah membangun tempat bermukim mengelilingi sebuah pusat kekuasaan Kraton (Wiryomartono,1995).Masyarakat yang tinggal pada kawasan magersari disebut sebagai masyarakat magersari yang memiliki kewajiban untuk menaati perintah Kraton dan ketentuan sewa lahan terdapat pada serat kekancingan yang mengatur mengenai kepemilikan lahan yang tidak boleh diperjualbelikan dan ketentuan bangunan hunian harus mengikuti aturan Kraton. Kebijakan magersari yang diberikan oleh pihak Kraton pada saat ini juga berlaku bagi masyarakat yang masih memiliki keturunan abdi dalem, dengan menunjukan silsilah keturunan dalam keluarga, sehingga membuat sewa lahan dengan status magersari semakin meningkat dan menyebabkan terjadinya perkembangan permukiman padat yang cenderung mengurangi estetika dan kelestarian Kawasan Pesanggrahan Tamansari. Peningakatan permukiman juga menyebabkan alih fungsi kepemilikian lahan dengan status magersari, dim ana berdasarkan data Badan Pertanahan Kota Yogyakarta Tahun 2014, ± 50% tanah pada Kawasan Pesanggrahan Tamansari memiliki serfitifikat tanah sah atas kepemilikian pribadi, yang artinya tanah tersebut dapat dikembangkan oleh pemilik tanpa mengikuti aturan dan ketentuan dari pihak Kraton.
Tingginya pemanfaatan lahan pada Kawasan Pesanggrahan Tamansari, membuat kawasan ini kehilangan identitas dan penurunan kualitas fisik, selain itu ketidakpedulian masyarakat dalam menjaga dan merawat kawasan Tamansari membuat kawasan ini semakin terpendam diantara permukiman padat penduduk dan yang tersisa hanya nilai sejarah tanpa adanya kontribusi dalam menciptakan tempat yang lebih berkarakter, sehingga untuk menciptakan kawasan yang memilki karakteristik yang kuat perlu adanya kajian terkait makna suatu tempat yang dapat diperoleh dengan strategi placemaking. Placemaking adalah proses mengubah ruang (space) menjadi suatu tempat (place) yang memiliki makna (Trancik, 1986). Pendekatan placemaking dilakukan dengan mengaitkan karakterisitik, potensi dan permasalahan yang berkembang pada kawasan Pesanggrahan Tamansari dengan indikator placemaking yaitu form, image dan Activity. Tujuannya adalah untuk meilihat karakteristik kawasan yang berkembang, sehingga diketahui tindakjut dalam peningkatan kualitas Pesanggarahan Tamansari, karakteristik yang dibahas menonjolkan sifat kawasan cagar budaya sebagai tangible (berwujud), dimana penurunan kualitas fisik yang menjadi fokus dalam kaitannya dengan ruang perkotaan (urban heritage).
Metode Penelitian
Paradigma atau pandangan penulis dalam penelitian ini adalah Konstruktivisme sosial (social-constructivism), dimana peneliti berusaha untuk mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi yang diteliti. Makna-makna subjektif ini sering kali dinegosiasi secara sosial dan historis (Creswell, 2008). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan sifat penelitian deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran menyeluruh dan jelas terhadap situasi sosial yang diteliti, komparatif berbagai peristiwa dari situasi sosial satu dengan situasi sosial lainnya (Sugiyono, 2007). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah narrative research, dimana strategi dalam penelitian ini adalah menyelidiki kehidupuna sosail individu dan meminta beberapa kelompok untuk meceritakan kehidupan mereka, sehingga informasi yang dipe roleh merupakan hasil temuan lapangan yang akan dikaji lebih lanjut oleh peneliti.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini primer (observasi dan wawancara). Observasi dilakukan pada pagi, siang sore dan malam hari, sedengkan wawancara secara purposive sampling.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 055 Metode Analisis Data
Metodelogi analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dengan menghubungkan beberapa analisis placemaker, yang akan lebih jelas dilihat pada Tabel berikut ini.
Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan pada penelitian ini diindentifikiasi be rdasarkan kondisi Pesanggrahan Tamansari yang berkembang diantaranya dari bentuk, makna dan aktivitas yang berkembang. Adapun hasil pembahasanya sebagai berikut.
1. Karakteristik Pesanggrahan Tamansari
Karakteristik kawasn pesanggarahan Tamansari pada saat ini sangat jauh jika dibandingkan dengan fungsi awal kawasan Tamansari pada saat dibangun, dimana terjadinya penurunan kualitas fisik bangunan akibat adanya permukiman padat, dan sebagian bangunan pesanggrahan tidak dimanfaatkan. Berikut adalah penjabaran karakteristik bangunan dan penilaian kawasan.
Tabel 1. Metode Analisis Data yang digunakan dalam Penelitian Komponen
Penelitian Variabel dibutuhkan Data yang
Teknik Pengambila n Data Teknik Analisis Hasil A. Rumusan Komponen Placemaking Komponen Karakteristik kawasan Pembentuk karakteristik kawasan (Bentuk, Aktivitas dan Makna) Studi Literatur (Buku, Jurnal dan Kajian terdahulu) Content Analysis Variabel, dan Indikator Placemaking B. Karakteristik Kawasan Pesanggrahan Tamansari Bentuk Kawasan Karakteristik bangunan pesanggrahan tamansari Penggunaan Lahan Intensitas sirkulasi Observasi
Lapangan Mapping Visual
Karakteristik dan bentuk kawasan Makna Kawasan Kemudahan dalam mendaptakn informasi Akses pada perkembangan kawasan Observasi Lapangan Wawancara Deskriptif Mengetahui makna suatu tempat Aktivitas Kawasan Jenis aktivitas Pola sebaran aktivitas Perekonomian Event atau kegiatan buadaya Observasi
Lapangan Behavior Mapping
Pola aktivitas yang berkembang pada kawasan C. Karakteristik Pesanggraha n Tamansari yang terbentuk Membandingk an kondisi eksisting dengan kondisi Tamansari pada zaman dahulu Kondisi tamansari saat ini Kondisi Tamansari Zaman dahulu Observasi Lapangan Studi Literature Deskriptif Pola perubahan kawasan, faktor penyebab perubahan Kawasan
Karakteristik Kaw asan Tamansari Watercastle sebagai Warisan Buday a Kraton Yogy akarta
B 056 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Tabel 2. Karakteristik Kawasan Pesanggrahan Tamansari
No Karakteristik
Tamansari Fungsi Bangunan Pemanfaatan Bangunan Penilaian Kawasan
1 a. Gapura
Panggung
Pintu Gerbang bertingkat menuju perkebunan buah-buahan dan sayuran
Bangunan menjadi pintu utama masuk kawasan Tamansari, kualitas bangunan masih terawat dengan baik
Karakteristik bangunan masih sama seperti awal dibangun hanya saja penambahan pagar pada bagian depan bangunan
b. Gerbang Tematen
Tempat piket jaga
(pecaosan) abdi dalem Menjadi tempet membeli tiket untuk masuk Tamansari dan kantor kepengurusan Tamansari
Kondisi bangunan masih terawat dengan baik karena dimanfaatkan sebagai kantor pengurusan Tamansari dan tempat pembelian tiket masuk
c. Gedong Sekawan
Gedong ini berjumlah 4 dengan ukuran 5.50 x 6.50 m difungsikan sebagai pelayanan makanan ringan bagi sultan
Bangunan hanya diajadikan sebagai spot foto
wisatawan.
kondisi bangunan tidak terawat dengan baik, sebagaian didinding bangunan ditumbuhi lumut. d. Umbul
Binangun
Merupakan kolam renang tempat mandi sultan dan kerabat.
Kolam juga merupakan spot foto yang menarik, namun pada malam hari diberikan pencahayan.
Kondisi bangunan masih terawat dengan baik, hanya saja bagian saluran sudah tidak berfungsi.
2 Gapura Agung Gapura ini dahulunya
merupakan pintu masuk kawasan,
Gapura dibatasi oleh pagar permukiman penduduk dan hanya dapat dimanfaatkan bagian depan saja
Sebagain bangunan gapura tidak mendapat pencahaya dan menjadi bagian dari permukiman penduduk, dan struktur bangunan ditopang oleh besi.
3 Margi Inggil Jalan menuju kawasan
segaran, dan tempat penambatan perahu
Bangunan hanya merupakan area yang dilewati oleh pengunjung.
Akses menuju bangunan berada diantara permukiman penduduk, sehingga sulit diketahui keberadaanya. 4 a. Gedong Carik Menjalankan kegiatan kesektretariatan dan kepentingan birokrasi Bangunan jarang dimanfaatakan wisatawan karena kondisi dalam bangunan yang gelap
Gerbang bangunan
merupakan pintu masuk pada permukiman warga dan parkir kendaraan.
b. Pasean Ledoksari
Tempat peristirahatan sultan dan istri
Bangunan juga jarang dimanfaatakn wisatawan karena terhimpit permukiman dan akses menuju kawasan yang sulit
Sebagain bangunan rusak dan hampir tidak terawat dengan baik.
5 Pulo Kenanga Bangunan ini
merupakan bangunan tertinggi dan dahulu berada diantara segaran (danau buatan) difungsikan sebagai tempat untuk kerajinan batik, tari dan peristirahatan
Spot yang paling disenangi pengunjung untuk foto, Karena pada bangunan ini dapat melihat view Tamasari secara keseluruhan
Bagian bangunan rusak dan tidak terawat dengan baik, bahkan bangunan dijadikan tempat bermain bola pada sore hari.
Atap bangunan sudah runtuh dan belum mengalami pembugaran.
6 Sumur
Gumuling
Tempat spiritual, berupa masjid bawah tanah
Spot yang paling diminati untuk berfoto pada mimbar sumur gumuling
Sebagaian bangunan tertimbun tanah, karena kondisi kontruksi bangunan yang berada dalam tanah.
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 057
2. Aktivitas Pesanggrahan Tamansari dikembangkan sebagai pariwisata budaya.
Gambar 1. Karakteristik Bangunan Pesanggrahan Tamansari
2. Aktivitas Pesanggrahan Tamansari
Aktivitas atau kegiatan pada kawasan pesanggrahan Tamasari berkembang pada pukul 09.00 – 16.00, selain waktu ini tidak ada aktivitas dominan yang berkembang. Berikut adalah penjabaran aktivitas jika ditinjau dari dua pelaku aktivitas yait u pengunjung dan warga setempat. Kegiatan pada Pesanggrahan Tamansari hanya terjadi pada pagi sampai sore hari, dan pada malam hari tidak ada kegiatan yang dilakukan, namun jika ditinjau dari potensi yang dimiliki kawasan ini dapat dikembangkan sebagai pariwisata budaya.
Gapura Pangung Gapura Agung
Margi Inggil
Penilaian kualitas bangunan ini berdasarkan kondisi observasi terhadap kualitas fisik dan pemanfaatan Gd. Ledokasri Gd. Carik Pulo Kenanga Umbul Binangun Gerbang Tematen Umbul Binangun
Pintu Masuk Umbul Binangun 1 5 6 3 2 1 4
Bangunan Pesanggrahan Tamansari Kawasan Terbangun 3 4 2 1 1 5 6
Karakteristik Kaw asan Tamansari Watercastle sebagai Warisan Buday a Kraton Yogy akarta
B 058 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 059
3. Makna Pesanggrahan Tamansari
Perubahan makna pada kawasan pesanggrahan Tamansari terlihat dari dominasi fungsi dan pemanfaatan ruang yang ada pada kawasan, dimana jika diidentifikasi banyak terjadi perubahan fungsi lahan dan minimnya pengawasan, sehingga Tamansari kehilangan identitas ruang sebagai kawasan berserjarah, jika ditinjau lebih lanjut perubahan makna ruang ini terjadi karena beberapa faktor berikut :
Tamansari dibangun dengan fungsi : Perkebunan, Spiritual,
Pertahanan, dan Rekreasi 1 7 5 8 M
Ruang pada tamansari memiliki konfigurasi y ang saling
terhubung
Kaw asan juga sebagai pusat pengairan bagi Jeron Beteng
Kraton
A rea masuk pesanggrahan Tamansari berada pada sisi barat (tanpa perahu) & sisi utara (dengan perahu) Sultan memerintah membangun
kampung untuk pangeran, krabat dan abdi dalem
Permukiman mengelilingi kaw asan Pesanggrahan dan
berada diluar benteng Tamansari
1 0 Juli 1 867 & 2 7 Mei 2006 Terjadi gempa pada tahu 1867 dan menghancurkan bangunan Tamansari & mulai bermunculan
permukiman Tamansari mengalami 3 kali pembugaran y aitu 1966 (Sultan
X), 2004 (WMF ), 2009 (Dinas Kebuday aan) Beberapa bangunan Tamansari tidak dapat diselamatkan karena
tertutup oleh hunian penduduk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Gambar 4 Faktor dan tahapan perubahan Kawasan Pesanggrahan Tamansari
Penggunaan Lahan Sirkulasi Pejelan kaki dan Kendaraan
Gambar 3. Penggunaan Lahan dan Sirkulasi pada Kawasan Pesanggrahan Tamansari
40% 20% 25 % 5% 3% 2% 10%
Karakteristik Kaw asan Tamansari Watercastle sebagai Warisan Buday a Kraton Yogy akarta
B 060 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Kesimpulan
Kawasan Tamansari mulai kehilangan karakter kawasan sebagai pelesiran raja, hal ini terlihat dari bentuk fisik bangunan yang berubah dan tidak terawat dengan baik, tingginya aktivitas hunian yang cenderung merusak kawasan dan hilangnya makna kawasan sebagai kawasan bersejarah, serta adanya perubahan makna ruang yang terjadi karena perubahan fungsi bangunan. Identitas Tamansari sebagai area pelesiran raja semakin berkurang, namun karakter ini dapat diperkuat dengan mengempangangan potensi kawasan sebagai kawasan pariwisata budaya. Ruang -ruang Tamansari menjadi peranan penting bagi adanya saksi sejarah dan tentunya di perkuat dengan karakter kawasan yang ada, selain itu masyarakat dapat menjadi bagian penting dalam pengembangan kegiatan pariwisata, yaitu sebagai produsen dan melakukan kegiatan promosi. Daftar Pustaka
Artha, T.A. dkk. (2004). Jejak Masa Lalu. Sejuta Warisan Budaya. Kunci Ilmu. Yogyakarta
Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc.
Hadiyanta, Ign. & Eka. (2012). Menguak Keangungan Tamansari. Yogyakarta: Sumber Aksara.
Prof. DR. Lexy J. & Moleong, M.A. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono, Prof. Dr.( 2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Trancik, R. (1967). Finding Lost Space. Theories of Urban Design. Van Nostrand Reinhold Company. New York Wiryomartono, A. & Bagoes, P. (1995). Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Tamansari Zaman Dahulu Tamansari Sekarang
Perubahan fungsi ruang terlihat pada bangunan yang telah hilang, dimana pada masa ini pesanggrahan difungsikan sebagai tempat pelesiran raja. Pintu masuk bangunan juga berada pada arah utara dan barat. Suasana kawasan masih dikeliling oleh perkebunan
Bangunan Pesanggrahan berada diantara permukiman padat penduduk, sebagain pesanggrahan digunakan sebagai hunian penduduk dan bebrapa gugus bangunan terlah hilang. Pintu masuk pesanggrahan berada pada sisi Timur yang dahulu merupakan area belakang